Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL PERENCANAAN DAN EVALUASI PROGRAM

SIAP CEGAH ISPA DENGAN T2M2S (TIDAK MEMBAKAR


DAN MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN) DI WILAYAH
KABUPATEN BOGOR TAHUN 2021

Disusun Oleh :

NPM Nama Mahasiswa


01180000016 Bintang Alya Binurika M
01180000001 Mochammad Robi H
01180000006 Nathasya Echa Indriani
01180000023 Putri Nur Annisa
01180000004 Rika Nurul Azizah
01180000035 Muhamad Riki Pratama
01180000024 Nyimas Syifa Maulidia
01180000018 Sri Dewi Gulo

PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga kita dapat menyelesaikan proposal Perencanaan dan Evaluasi Program
yang berjudul “T2M2S (Tidak membakar dan membuang sampah sembarangan)”
pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Indonesia Maju (STIKIM).
Selesainya penyusunan proposal ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak
yang senantiasa memberikan bimbingan dan dorongan serta bantuannya, Oleh karena
itu kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Astrid Novita, SKM, MKM selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Indonesia Maju (STIKIM).
2. Nina, SKM. M.Kes, selaku Kepala Departemen Kesehatan Masyarakat serta
Dosen pembimbing Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju
(STIKIM).
3. Agustina Sari, S.ST. M.Kes, selaku Kepala Program Studi Sarjana Kesehatan
Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM).
4. Annisa Yuri Ekaningrum, SKM. Msi, selaku Dosen Mata Kuliah Perencanaan
dan Evaluasi Program Kesehatan.
5. Orang tua kami yang telah memberikan dorongan moril dan materil.
6. Teman-teman mahasiswa yang telah membantu kami dalam terselesainya
laporan ini.
7. Seluruh pihak yang telah membantu terselenggaranya kegiatan ini dan tidak
dapat kami sebutkan satu persatu
Kami sangat bersyukur telah dapat menyelesaikan proposal ini. Kami tidak lupa
mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan maupun gelar. Besar
harapan semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

i
Jakarta, Juni 2021
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................iv
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Tujuan program...............................................................................................6
1.3 Ruang Lingkup Program.................................................................................6
BAB II...........................................................................................................................7
LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN PROGRAM...........................................7
2.1. Analisis Situasi...................................................................................................7
2.2. Analisis Masalah.................................................................................................8
2.3. Analisis Stakekholder.........................................................................................9
2.4. Analisis konteks dan risiko...............................................................................10
BAB III........................................................................................................................11
MONITORING DAN EVALUASI.............................................................................11
3.1. Monitoring........................................................................................................11
3.2. Evaluasi.............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................v
LAMPIRAN..................................................................................................................1

1.3.2

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Analisis Stakeholder......................................................................................16


A

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Dokumentasi Observasi...............................................................................9

Gambar 2. Dokumentasi Observasi...............................................................................9

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua


komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Berkaitan dengan
hal itu, Undang-Undang Republik Indonesia No 36 tahun 2009 tentang
kesehatan menyatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya dicapai melalui penyelenggarakan pembangunan kesehatan
(Undang-Undang Kesehatan No 36, 2009). Pembangunan yang dilaksanakan
harus dapat menjamin bahwa manfaatnya dapat diterima oleh semua pihak,
berdampak adil bagi perempuan dan laki-laki. Di dalam UUD No 36 tahun
2009 tentang kesehatan, pada pasal 2 dan 3 dinyatakan bahwa pembangunan
kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan prikemanusiaan keseimbangan,
manfaat, perlingdungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan,
gender dan non diskriminatif dan norma-norma agama. Pembangunan
kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi tingginya, sebagai infestasi bagi pembangunan sumber daya
manusia yang produkstif secara sosial dan ekonomis. (Kementrian Kesehatan,
2014).

Status kesehatan dapat tercapai apabila faktor yang mempengaruhi


kesehatan yaitu: lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan genetika dapat
dikendalikan dengan baik, sehingga dapat terjadi keseimbangan. Salah satu
dari keempat faktor tersebut, lingkungan merupakan hal yang paling
mempengaruhi status kesehatan diikuti dengan perilaku masyarakat (Obella &
Adliyani, 2016). Permasalahan mengenai kesehatan saat ini menjadi prioritas
masalah yang secepatnya harus diselesaikan karena derajat kesehatan akan

1
sangat mempengaruhi kondisi pertumbuhan masyarakat (Patra, 2018). Untuk
mengatasi masalah kesehatan diperlukan upaya optimal bukan hanya dari
institusi kesehatan saja tetapi harus dari seluruh elemen yang terkait,
masyarakat, petugas kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga
pemerintahan dan Negara (Supratman Sukowati, 2019).
Masalah Kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian tersebut
diantaranya adalah penyakit tidak menular dan penyakit menular. Salah satu
contoh penyakit menular adalah ISPA (Ahyanti et al., 2016). Menurut (Ariano
et al., 2019) dalam penelitiannya menyatakan bahwa penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang penting untuk diperhatikan, karena ISPA merupakan penyakit akut dan
bahkan dapat menyebabkan kematian pada balita di berbagai negara
berkembang termasuk Indonesia. Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) merupakan infeksi pada saluran pernapasan baik saluran pernapasan
atas atau bawah, dan dapat menyebabkan berbagai spektrum penyakit dari
infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan. (Langingi &
Watung, 2020)
Salah satu contoh penyakit menular yang disebabkan oleh faktor
lingkungan maupun perilaku adalah ISPA (Ahyanti & Duarsa, 2016). Menurut
(Ariano et al., 2019) dalam penelitiannya menyatakan bahwa penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) menjadi salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang penting untuk diperhatikan, karena ISPA merupakan
penyakit akut dan bahkan dapat menyebabkan kematian pada balita di
berbagai negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi pada saluran pernapasan baik
saluran pernapasan atas atau bawah, dan dapat menyebabkan berbagai
spektrum penyakit dari infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan
mematikan. (Langingi & Watung, 2020)

2
Infeksi saluran pernafasan atas merupakan penyakit dengan banyak
gejala yang bervariasi diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih
gejala tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak
(Ariano et al., 2019). Menurut (WHO, 2017) berikut adalah patogen yang
menyebabkan ISPA: rhinovirus, respiratory syncytial virus,
paraininfluenzaenza virus, severe acute respiratory syndrome- associated
coronavirus (SARS-CoV), dan virus Influenza. Virus yang paling sering
menyebabkan ISPA pada balita atau orang dewasa adalah virus influenza,
adenovirus, parainfluenza (Langingi & Watung, 2020). Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering dijumpai di
masyarakat dengan gejala ringan sampai berat (Putri & Adriyani, 2018).
Menurut (WHO, 2017) kasus ISPA di seluruh dunia sebanyak 18,8
miliar dan kematian sebanyak 4 juta orang per tahun. Tingkat mortalitas
penyakit ISPA sangat tinggi pada balita, anak-anak, dan orang lanjut usia
terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan
menengah. Kasus ISPA di Indonesia pada tahun 2015 menempati urutan
pertama sebanyak 25.000 jiwa se-Asia Tenggara pada tahun 2015 (Ayu,
2017). Menurut (Kemenkes RI, 2017) kasus ISPA di Indonesia mencapai 28%
dengan 533,187 kasus yang ditemukan pada tahun 2016 dengan 18 provinsi
diantaranya mempunyai prevalensi tinggi. Prevalensi menurut diagnosis
dokter, penderita ISPA yang tercantum di dalam hasil Riskesdas 2018 sebesar
6%, dan dari data yang sama menunjukan bahwa penderita ISPA yang
diagnosis dokter dan menunjukkan gejala sebesar 10% dari penderita ISPA
yang melakukan pemeriksaan secara rutin (Aziz, 2019). Berdasarkan data
Riskesdas 2018 terlihat bahwa prevalensi ISPA dari tahun 2013-2018 menurut
provinsi. Terlihat terjadi penurunan yang signifikan dari 25% sampai 9.3%
(Riskesdas, 2018).

3
Menurut Profil Kesehatan Jawa Barat, ditemukan kasus ISPA sebesar
77,6% di Provinsi Jawa Barat juga 35,7 % kasus ISPA di Kab. Bogor (Dinkes
Jawa Barat, 2016). Berdasarkan buku profil kesehatan Kab. Bogor,
Menunjukan bahwa penyakit infeksi teratas pertama di RS adalah Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut tidak Spesifik dengan jumlah 1.436.388
(15,98%), lalu yang kedua ada Nasofaring Akut dengan jumlah 1.235.732
(13,75%), dan seterusnya diikuti oleh penyakit-penyakit lainnya (Dinkes
Kabupaten Bogor, 2018). Berdasarkan dari hasil laporan puskesmas
di Kabupaten Bogor 2016 pola penyakit terbanyak di Puskesmas pada bayi (0
- <1 Tahun) urutan satu sampai tiga masih berkisar pada Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Atas Akut (ISPA) sebanyak 43.354 kasus (36,44 %)
(Nasution, 2020).
Dalam perjalanannya, penyakit infeksi saluran pernapasan akut
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor risiko. Secara umum terdapat tiga
faktor risiko terjadinya ISPA, yaitu faktor lingkungan, faktor individu serta
faktor perilaku (Hayati, 2017). Faktor lingkungan meliputi: pencemaran udara
dalam rumah (asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk
memasak dengan konsentrasi yang tinggi), ventilasi rumah dan kepadatan
hunian. Faktor individu meliputi: umur, berat badan, status gizi, gaya hidup.
Faktor perilaku meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA
misal seperti tidak merokok (Aziz, 2019). Pada penyakit ISPA ada yang
disebut dengan ISPA akibat polusi. ISPA akibat polusi adalah ISPA yang
disebabkan oleh faktor risiko polusi udara seperti asap rokok, asap
pembakaran di rumah tangga, gas buang sarana transportasi dan industri,
kebakaran hutan dan lain-lain. (Suryani et al., 2015)
Perilaku pengelolaan sampah yang buruk dapat menyebabkan gangguan
pernafasan seperti ISPA, misalnya pengelolaan sampah dengan cara dibakar
(Ariano et al., 2019). Salah satu zat pencemar udara adalah partikulat yang

4
dapat dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, kayu, dan segala sesuatu
yang dibakar (Putra & Afriani, 2018). Sampah merupakan sisa hasil kegiatan
manusia, yang keberadaannya banyak menimbulkan masalah apabila tidak
dikelola dengan baik. Apabila sampah dibuang dengan cara ditumpuk saja
maka akan menimbulkan bau dan gas yang berbahaya bagi kesehatan
manusia. Apabila dibakar akan menimbulkan pencemaran udara yang dapat
menjadi penyebab kejadian ISPA. Dengan demikian sampah yang tidak
dikelola dengan baik dapat menjadi sumber pencemar pada tanah, badan air
dan udara (Irawan, 2015).
Berdasarkan hasil tinjauan observasi dan pembahasan diatas yang paling
berpengaruh dan memungkinkan berdampak luas terhadap kesehatan
masayarakat adalah kondisi sanitasi dan kesehatan lingkungan, yakni masalah
sampah rumah tangga. Minimnya pengetahuan cara mengolah sampah yang
baik dan benar serta minimnya kesadaran membuat masih banyak warga yang
tidak peduli dengan lingkungan dan membuang sampah sembarangan serta
membakar sampah di ruang terbuka. Hal ini sangat berisiko terjadinya
pencemaran udara akibat membakar sampah, hal ini turut berkontribusi
terhadap banyaknya kejadian ISPA dan Pneumonia baik lansia, dewasa
maupun balita. (Asnifatima et al., 2020)
ISPA merupakan masalah serius yang dihadapi di Indonesia bahkan
dunia sendiri. Sebagai upaya untuk mengendalikan ISPA melalui kegiatan
promosi kesehatan atau penyuluhan. Promosi kesehatan dilakukan dengan
tujuan meningkatkan pengetahuan bahkan masyarakat diharapkan mampu
meningkatkan derajat kesehatan. (Langingi & Watung, 2020). Upaya
pencegahan ISPA menurut (WHO, 2017) bisa dilakukan dengan membiasakan
PHBS bagi masyarakat, membiasakan masyarakat dengan menggunakan
masker, menyiram lantai atau jalan berdebu dengan air dan sebagainya. Upaya
advokasi dan bina suasana dengan gerakan masyarakat untuk hidup sehat.

5
Pentingnya perhatian kepada warga tentang kepemilikan tempat
sampah. Mengingat risiko penyakit yang akan terjadi penyakit jika seseorang
tidak memenuhi persyaratan tempat sampah. Upaya Promotif yang dapat
dilakukan adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan tempat
sampah yang memenuhi syarat. Serta menghimbau kepada masyarakat
dampak apa saja yang akan terjadi jika tidak memiliki tempat sampah dan
terus menerus membuang sampah sembarangan serta mengabaikan kesehatan
lingkungan sekitar. Upaya Preventif yang dapat dilakukan adalah perbaiki
fasilitas dan sanitasi yang sudah terlanjur tidak baik dan mengelola sampah.
Dengan cara memilah sampah organik dan anorganik, menjalankan prinsip 3R
dan mengurangi sampah sesuai kemampuan.

1.2 Tujuan program


Tujuan dari program ini adalah sebagai alternatif pemecahan masalah
kesehatan demi meningkatan pencapaian program kesehatan di masyarakat
sehingga dapat mewujudkan peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
a. Mengedukasi masyarakat tentang faktor dan juga bahaya dari penyakit
ISPA.
b. Pemberian edukasi tentang pengolahan sampah yang benar.
c. Pemberian edukasi dampak dari pengelolaan sampah yang buruk.

1.3 Ruang Lingkup Program

6
BAB II
LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN PROGRAM

2.1. Analisis Situasi


Kabupaten Bogor termasuk dalam wilayah administratif Provinsi Jawa
Barat. Dengan luas wilayah seluruhnya mencapai 2663,81 km’ terdiri dari 40
kecamatan, 417 desa den 18 kelurahan. 3.941 RW. 15.874 RT. Secara geografis
terletak antara 6°18'0"61710" LS dan 1DB‘.23'45‘107'13'30‘ BT. sebelah utara
berbatasan dengan wilayah DKI Jakarta, Kabupaten/kota Tanggerang dan
Kabupaten/Kota Bekasi, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten
Sukabumi. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur, Purwakarta
dan Karawang. Sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak,
Pendeglang dan Serang.
Kabupaten Bogor dibagi menjadi 3 wilayah pembangunan yaitu wilayah
pembangunan Barat terdiri dari 13 kecamatan yailu Kecamatan Jasinga. Parung
Panjang. Tanjo. Cigudeg, Sukajaya. Nanggung, Leuwiliang. Cibungbulang,
Ciampea. Pamijahan, Rumpin, Tenjolaya dan Kecamatan Leuwisadeng.
Wilayah Pembangunan Tengah terdiri dari 20 kecamatan yaitu Kecamatan
Gunung Sindur, Parung. Ciseeng, Kemang, Rancabungur, Cibinong. Sukaraja,
Bojong Gede, Dramaga, Cijeruk, Caringin, Ciawi, Megamendung, Cisarua,
Citeureup, Babakan Madang. Ciomas, Tamansari. Tajurhalang dan Kecamatan
Cigombong. Wilayah Pembangunan Timur terdiri dari 7 kecamatan yaitu;

7
Kecamatan Gunung Putri, Cileungsi, Klapanunggal, Jonggol, Sukamakmur,
Cariu dan Kecamatan Tanjung Sari.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat dengan
kejadian ISPA yang tinggi dimana prevalensi ISPA yaitu sebesar 30,9%.
Berdasarkan Buku Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2018.
Dalam tabel tersebut menunjukan bahwa penyakit teratas pertama adalah
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut tidak Spesifik dengan jumlah
1.436.388 (15,98%), lalu yang kedua ada Nasofaring Akut dengan jumlah
1.235.732 (13,75%), dan seterusnya diikuti oleh penyakit-penyakit lainnya
(Dinkes Kabupaten Bogor, 2018).
Berdasarkan kajian rumah tangga sehat tahun 2017 didapatkan dari
jumlah rumah tangga yang dikaji sebanyak 1.121.496 KK dengan hasil 55,43%
dikategorikan ke dalam rumah tangga sehat dan 44,57% dikategorikan rumah
tangga tidak sehat berdasarkan 10 indikator PHBS rumah tangga.

2.2. Analisis Masalah


Berdasarkan observasi awal, Kabupaten bogor merupakan kawasan padat
penduduk namun masih memiliki banyak lahan kosong, seperti lahan
perkebunan. Minimnya sarana Tempat Pembuangan Sampah (TPS) sementara,
dan minimnya petugas kebersihan yang mengambil sampah secara rutin
membuat banyak warga yang masih memiliki kebiasaan membuang sampah di
kebun dan membakarnya. Banyak juga warga yang belum memiliki kesadaran
dan membuang sampah sembarangan ke lahan kosong dipinggir jalan yang
dibiarkan dan menjadi menumpuk, lahan kosong tersebut menjadi Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) sampah sehingga mengganggu pengguna jalan,
membuat jalanan kotor dan tentu mengganggu kebersihan lingkungan.
Beberapa hal ini dapat menyebabkan pencemaran lingkungan maupun
pencemaran udara yang tentunya akan berdampak dengan terganggunya
kesehatan dan menyebabkan penyakit kesehatan dan menyebabkan penyakit. Hal

8
tersebut dapat terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat Kabupaten
bogor bahwa salah satu faktor risiko penyebab ISPA ialah perilaku pengelolaan
sampah yang buruk dengan cara dibakar.

Gambar 1. Dokumentasi Observasi Gambar 2. Dokumentasi Observasi

2.3. Analisis Stakekholder


Tabel 1. Analisis Stakeholder

Stakeholder Kekuasaan Interes Legitimasi Kategori Ket


(P) t (I) (L)
Ketua RT ✔ ✔ ✔ Pihak yang memiliki PIL
kekuasaan,
kepentingan dan
legitimasi
Dinas ✔ ✔ Pihak yang memiliki IL
Kebersihan/ Kepentingan/Interest
Bank (I) dan
Sampah pengakuan/Legitima

9
Setempat si (L) namun power-
nya rendah
Masyarakat ✔ ✔ ✔ Pihak yang memiliki PIL
kekuasaan,
kepentingan dan
legitimasi

Keterangan:
P Pihak yang memiliki kekuasaan/power (P), tidak punya
(Pasif kepentingan dan legitimasi pada situasi tersebut
Potensial)
PI Pihak yang memiliki kekuasaan dan kepentingan, namun
(Kuat/Penekan) legitimasi rendah
I Pihak yang hanya memiliki kepentingan/Interest (I) saja,
(Terpinggirkan tidak memiliki kekuasaan dan legitimasi
)
PIL Pihak yang memiliki kekuasaan, kepentingan dan
(Dominan) legitimasi 
PL Pihak yang memiliki kekuasaan/Power (P) dan pengakuan
(Berpengaruh) keabsahan/Legitimasi (L) namun kepentingannya rendah
IL Pihak yang memiliki Kepentingan/Interest (I) dan
(Rentan) pengakuan/Legitimasi (L) namun power-nya rendah
L Pihak yang hanya memiliki pengakuan/Legitimasi (L) saja
(Dihargai) tetapi power dan kepentingan rendah

2.4. Analisis konteks dan risiko

10
BAB III
MONITORING DAN EVALUASI

3.1. Monitoring
3.2. Evaluasi

11
DAFTAR PUSTAKA

Ahyanti, M., & Duarsa, A. (2016). Hubungan merokok dengan kejadian ispa pada
mahasiswa politeknik kesehatan kementerian kesehatan tanjungkarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 7(2), 47–53.
Ahyanti, M., Duarsa, A., Masyarakat, A. D.-J. K., & 2013, undefined. (2016).
Hubungan merokok dengan kejadian ispa pada mahasiswa politeknik kesehatan
kementerian kesehatan tanjungkarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(2), 47–
53.
Ariano, A., Retno Bashirah, A., Lorenza, D., Nabillah, M., Noor Apriliana, S., &
Ernawati, K. (2019). Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Terhadap
Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Desa Talok Kecamatan
Kresek. Jurnal Kedokteran Yarsi, 27(2), 76–83.
Asnifatima, A., Martin, A. D., & Kalbu, S. (2020). PENGOLAHAN SAMPAH
MANDIRI DENGAN INSENERASI SEDERHANA MINIM ASAP ( INSEMA ) DI
KELURAHAN BOJONGKERTA , KEC . BOGOR SELATAN , KOTA BOGOR
TAHUN 2019. 4(1).
Ayu, D. (2017). Gambaran Karakteristik Balita Dan Kondisi Lingkungan Dalam
Ruangan Terhadap Keluhan Gejala Ispa Di Taman Penitipan Anak (Day Care)
Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018.
Aziz, N. L. (2019). Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan kejadian Penyakit
ISPA Pada Balita di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi.
Dewi, N. (2019). Derajat Kesehatan Masyarakat Kepulauan Di Pulau Hiri Tahun
2019. Kieraha Medical Journal, 1(2), 15–18.
Dinkes Jawa Barat. (2016). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2016 (West
Java Province Health Profile). 326.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/lain-lain/Data dan
Informasi Kesehatan Profil Kesehatan Indonesia 2016 - smaller size - web.pdf
Dinkes Kabupaten Bogor. (2018). Profil Kesehatan Kabupaten Bogor. Journal of

v
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Hayati, R. Z. (2017). Hubungan Lingkungan fisik dengan kejadiann ISPA pada
Balita. In Universitas Nusantara PGRI Kediri (Vol. 01).
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38288/1/RIZKI
ZAHROTUL HAYATI-FKIK.pdf
Irawan, T. (2015). Kajian Kualitas Lingkungan terkait kejadian ISPA di Kelurahan
Simbang Kulon Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan. Jurnal Pena
Medika, 5(1), 84–95.
Kemenkes RI. (2017). Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia. In Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017.
Langingi, A. R. C., & Watung, G. I. V. (2020). Pemberian Edukasi Bahaya ISPA
Dan Pencegahannya Di Desa Poyowa Besar Dua Kecamatan Kotamobagu
Selatan. 1, 77–82.
Nasution, A. S. (2020). Aspek Individu Balita Dengan Kejadian ISPA Di Kelurahan
Cibabat Cimahi. Amerta Nutrition, 4(2), 103.
https://doi.org/10.20473/amnt.v4i2.2020.103-108
Obella, Z., & Adliyani, N. (2016). Perubahan Perilaku Dan Konsep Diri Remaja
Yang Sulit Bergaul Setelah Menjalani Pelatihan Keterampilan Sosial. Jurnal
Psikologi UGM, 23(1), 13–20. https://doi.org/10.22146/jpsi.10037
Patra, D. (2018). Upaya Pencegahan DIARE di Puskesmas Batu Ceper. 1–3.
https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1314-BABI.pdf
Putra, B. H., & Afriani, R. (2018). Kajian Hubungan Masa Kerja, Pengetahuan,
Kebiasaan Merokok, Dan Penggunaan Masker Dengan Gejala Penyakit Ispa
Pada Pekerja Pabrik Batu Bata Manggis Gantiang Bukittinggi. Human Care
Journal, 2(2), 48–54. https://ojs.fdk.ac.id/index.php/humancare/article/view/70
Putri, M. D. A., & Adriyani, R. (2018). Hubungan usia balita dan sanitasi fisik rumah
dengan kejadian ISPA di Desa Tumapel Kabupaten Mojokerto tahun 2017. The
Indonesian Journal of Public Health, 13(1 _ July), 95–106.

vi
https://doi.org/10.20473/ijph.vl13il.2018.95-106
Riskesdas, K. (2018). Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS). Journal of
Physics A: Mathematical and Theoretical. https://doi.org/10.1088/1751-
8113/44/8/085201
Sulistairini. (2019). Hubungan Perilaku Hidup Sehat dengan status Kesehatan di
kelurahan Ujung.
Supratman Sukowati, S. (2019). Peran Tenaga Kesehatan Masyarakat dalam
Mengubah Perilaku Masyarakat Menuhu Hidup Bersih dan Sehat (p. 7).
Suryani, I., Edison, E., & Nazar, J. (2015). Hubungan Lingkungan Fisik dan
Tindakan Penduduk dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Lubuk. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1), 157–167.
https://doi.org/10.25077/jka.v4i1.215
Undang-Undang Kesehatan No 36. (2009). UU no. 36 tahun 2009. Sekretariat
Negara RI.
WHO. (2017). Infeksi saluran pernapasan akut ( ISPA ) yang cenderung epidemi dan
Pandemi Pencegahan dan Pengendalian ISPA di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Strategi Kunci. 5–6.

vii
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai