Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ARTHRITIS

RHEUMATOID
(REUMATIK)

Makalah ini di susun untuk memenuhi

Tugas mata kuliah IPDM semester 2

Dosen pengampu: Agustina Sari,S.ST.M,KES

Di susun oleh

Dina Ghasani 01180000015

Ikrila 01180000021

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA


MAJU
PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
”REMATIK” Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan makalah
ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Agustina Sari. S.ST. M.Kes

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Jakarta, 26 April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... ii
BAB I ........................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ......................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................................................... 2
BAB II ....................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 3
2.1Definisi ........................................................................................................................................... 3
2.2 Penyebab ...................................................................................................................................... 4
2.3 Epidemiologi ................................................................................................................................. 4
2.4 Cara pencegahan........................................................................................................................... 6
2.5 Proses penyembuhan.................................................................................................................... 7
2.6 proses kerja penyakit .................................................................................................................... 8
BAB III .................................................................................................................................................... 11
PENUTUP ............................................................................................................................................... 11
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 12

ii
1
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Penyakit rematik bukan hal asing bagi masyarakat. Penyakit ini banyak
diderita seiring dengan bertambahnya umur yang disebabkan oleh adanya pengapuran
sendi, sehingga orang dengan jenis penyakit ini akan mengalami nyeri sendi dan
keterbatasan gerak. Selain itu, Penyakit ini menyebabkan inflamasi, kekakuan,
pembengkakan,dan rasa sakit pada sendi, otot, tendon, ligamen, dan tulang. Rematik
atau arthritis adalah penyakit yang menyerang persendian dan struktur di sekitarnya.
Rematik adalah penyakit inflamasi sistemik kronis,inflamasi sistemik yang dapat
mempengaruhi banyak jaringan dan organ, tetapi terutama menyerang sendi sering
disebut dengan rematik adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh
dunia. Rematik merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi
kristal monosodiumurat (MSU) pada jaringan atau akibat saturasi asam urat di dalam
cairan ekstraseluler merupakan pemicu utama terjadinya peradangan atau inflamasi
kejadian rematik.
Gangguan metabolisme yang mendasarkan rematik adalah hiperurisemia yang
didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl untuk pria dan 6,0
ml/dl untuk wanita, kejadian ini meningkat pada lanjut usia 3 Penyebab pasti
terjadinya rematik belum dapat dipastikan, namun ada sejumlah faktor yang bisa
meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. (Nainggolan,2009)

Jumlah penduduk yang bertambah dan usia harapan hidup lansia akan
menimbulkan berbagai masalah antara lain masalah kesehatan, psikologis, dan sosial
ekonomi. Permasalahan pada lansia sebagian besar adalah masalah kesehatan akibat
proses penuaan, ditambah permasalahan lain seperti masalah keuangan, kesepian,
merasa tidak berguna, dan tidak produktif. Banyaknya permasalahan yang dihadapi
lansia, maka masalah kesehatanlah yang jadi peran pertama dalam kehidupan lansia
seperti munculnya penyakit-penyakit yang sering terjadi pada lansia (BKKBN, 2012).

Penduduk lansia pada umumnya banyak mengalami penurunan akibat proses


alamiah yaitu proses menua (Aging) dengan adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis, maupun sosial yang saling berinteraksi. Permasalahan yang berkembang
memiliki keterkaitan dengan perubahan kondisi fisik yang menyertai lansia.
Perubahan kondisi fisik pada lansia diantaranya adalah menurunnya kemampuan
muskuloskeletal kearah yang lebih buruk (Nugroho, 2010).

Penduduk lansia (usia 60 tahun keatas) di dunia tumbuh dengan sangat cepat
bahkan tercepat di bidang kelompok usia lainnya. Penduduk lansia mengalami
peningkatan yang signifikan pada tahun 2015, jumlah penduduk lansia sebesar 18,96
juta jiwa dan meningkat menjadi 20,547,541 pada tahun 2016 (Bureau, 2016).

1
Penderita arthritis rheumatoid pada lansia diseluruh dunia telah mencapai angka 355
juta jiwa, artinya 1 dari 6 lansia didunia ini menderita reumatik. Diperkirakan angka
ini terus meningkat hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25% akan
mengalami kelumpuhan.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa 20% penduduk dunia


terserang penyakit arthritis rheumatoid,dimana 5-10% adalah merekayang berusia 5-
20 tahun dan 20% mereka yang berusia 55 tahun (WHO, 2012). Di Indonesia
reumatik mencapai 23,6% hingga 31,3%. Angka ini menunjukkan bahwa tingginya
angka kejadian reumatik. Peningkatan jumlah populasi lansia yang mengalami
penyakit reumatik juga terjadi di Jawa Timur, berdasarkan data statistic Indonesia
(2016), di Jawa Timur jumlah lansia pada tahun 2015 adalah 173.606 orang, dengan
status kesehatan baik 64.818 orang, cukup baik72.705 orang dan status kesehatan
kurang baik 36.083 orang.

Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo didapatkan jumlah 10


penyakit terbesar di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2016 yang pertama adalah
penyakit reumatik(16,76%), kemudian diikuti hipertensi (14,96%), ISPA (13,15%),
Maag (12,17%), Alergi (10.73%) dan yang terakhir adalah mata (3,38%). Di
Puskesmas Kecamatan Bungkal dalam dua bulan terakhir juga menunjukkan bahwa
mayoritas lansia mengalami penyakit reumatik yaitu berjumlah 180 orang,
adapunsecara keseluruhan angka kesakitan penyakit reumatik Puskesmas se
Kabupaten Ponorogo yaitu 3.047orang (Dinkes, 2016).

Penelitian Nursyamsi Norma Lalla (2015) tentang tingkat pengetahuan tentang


penyakit arthritis rheumatoid ditinjau dari karakteristik lansia di Puskesmas
Tamalanrea Jaya Kota Makassar menunjukkan hasil analisa deskritif yang dilakukan
secara keseluruhan menunjukkan bahwa dari 30 responden, yang memiliki
pengetahuan dengan kategori baik sebanyak 13 orang (43,3%), sedangkan yang
memilki pengetahuan dengan kategori kurang sebanyak 17 orang (56,7%). Ada dua
faktor yang mempengaruhi pengetahuan responden yaitu pendidikan dan
umur.Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Nursyamsi
Norma Lalla (2015) adalah pada fokus penelitian tidak hanya pada karakteristik
responden, tetapi juga riwayat penyakit yang menyertai lansia serta jenis penyakit
reumatik pada lansia.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian rheumatoid arthritis


2. Untuk mengetahui penyebab rheumatoid arthritis
3. Untuk mengetahui epidemiologi rheumatoid arthritis
4. Untuk mengetahui cara pencegahaan rheumatoid arthritis
5. Untuk mengetahui proses penyembuhan rheumatoid arthritis
6. Untuk mengetahui proses kerja penyakit rheumatoid arthritis

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1Definisi

Arthritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang disebabkan karena


adanya peradangan atau inflamasi yang dapat menyebabkan kerusakan sendi dan
nyeri. Nyeri dapat muncul apabila adanya suatu rangsangan yang mengenai
reseptor nyeri. Penyebab arthritis rheumatoid belum diketahui secara pasti,
biasanya hanya kombinasi dari genetic, lingkungan, hormonal, dan faktor system
reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,
mikroplasma dan virus (Yuliati, et.a., 2013).

Rheumatoid artritis adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh sinovitis


erosif yang simetris pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan
ekstraartikular. Sebagian besar kasus perjalanan kronik fluktuatif yang
mengakibatkan kerusakan sendi yang progesif,kecacatan dan bahkan kematian
dini (Sudoyo, 2010).

Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun progresif dengan


inflamasi kronik yang menyerang sistem muskuloskeletal namun dapat
melibatkan organ dan sistem tubuh secara keseluruhan, yang ditandai dengan
pembengkakan, nyeri sendi serta destruksi jaringan sinovial yang disertai
gangguan pergerakan diikuti dengan kematian prematur (Mclnnes,2011).

Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang etiologinya belum


diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada beberapa kasus
disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan penyakit RA ada 3
macam yaitu monosiklik, polisiklik dan progresif. Sebagian besar kasus
perjalananya kronik kematian dini (Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi
Indonesia,2014).

Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan
“itis” yang berarti peradangan.Secara harfiah, arthritis berarti radang pada sendi.
Sedangkan Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam
sendi (Febriana,2015).

Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan banyak


mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi dampak sosial dan
ekonomi yang besar. Diagnosis dini sering menghadapai kendala karena pada
masa dini sering belum didapatkan gambaran karakteristik yang baru akan
berkembang sejalan dengan waktu dimana sering sudah terlambat untuk memulai
pengobatan yang adekuat (Febriana,2015).

3
Berdasarkan definisi diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa penyakit
reumatik adalah penyakit sendi yang disebabkan oleh peradangan pada
persendian sehingga tulang sendi mengalami destruksi dan deformitas serta
menyebabkan jaringan ikat akan mengalami degenerasi yang akhirnya semakin
lama akan semakin parah.

2.2 Penyebab

Penyebab rarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor predis


posisinya adalah mekanisme imunitas(antigen antibodi), faktor metabolik dan inf
eksi virus, Salah satu faktor imunologi yang telah lama ditetapkan adalah adanya
humanleukocyte antigen.

Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya dikorelasikan


dengan interaksi yang kompleks antara factor genetic dan lingkungan (Suarjana,
2009)

1. Genetic, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan factor ini


memiliki angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%.
2. Hormone sex, perubahan profil hormone berupa stimulasi dari placental
corticotraonin releasing hormone yang mensekresi dalam sintesis
estrogen plasenta, stimulasi esterogen dan progesterone pada respon
imun humoral (TH2) dan menghambat respon imun seluler (TH1). Pada
RA respon TH1 lebih dominan sehingga esterogen dan progesterone
berperan menimbulkan penyakit imun.
3. Factor infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk
semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga
muncul timbulnya penyakit RA.
4. Heat Shcok Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi sebagai
respon terhadap stress. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam
amino homolog. Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul dimana
antibody dan sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel host,
sehingga bisa menyebabkan terjadinya reaksi silang limfosit dengan sel
host sehingga mencetuskan reaksi imunoligis.

2.3 Epidemiologi

Prevalensi dan insiden penyakit ini bervariasi antara populasi satu dengan
lainnya, di Amerika Serikat dan beberapa daerah di Eropa prevalensi RA sekitar
1% pada kaukasia dewasa, Perancis sekitar 0,3%, Inggris dan Finlandia sekitar
0,8% dan Amerika Serikat 1,1% sedangkan di Cina sekitar 0,28%. Jepang sekitar
1,7% dan India 0,75%. Insiden di Amerika dan Eropa Utara mencapai 20-
50/100000 dan Eropa Selatan hanya 9-24/100000. Di Indonesia dari hasil survei
epidemiologi di Bandungan Jawa Tengah didapatkan prevalensi RA 0,3% sedang
di Malang pada penduduk berusia diatas 40 tahun didapatkan prevalensi RA 0,5%
di daerah Kotamadya dan 0,6% di daerah Kabupaten. Di Poliklinik Reumatologi

4
RSUPNCipto Mangunkusumo Jakarta, pada tahun 2000 kasus baru RA
merupakan 4,1%dari seluruh kasus baru. Di poliklinik reumatologi RS Hasan
Sadikin didapatkan 9% dari seluruh kasus reumatik baru pada tahun 2000-2016
(Aletaha et al,2017).

Data epidemiologi di Indonesia tentang penyakit RA masih terbatas. Data


terakhir dari Poliklinik Reumatologi RSCM Jakarta menunjukkan bahwa jumlah
kunjungan penderita RA selama periode Januari sampai Juni 2018 sebanyak 203
dari jumlah seluruh kunjungan sebanyak 1.346 pasien. Nainggolan (2018)
memaparkan bahwa provinsi Bali memiliki prevalensi penyakit rematik di atas
angka nasional yaitu 32,6%, namun tidak diperinci jenis rematik secara detail.
Sedangkan pada penelitian Suyasa et al (2018) memaparkan bahwa RA adalah
peringkat tiga teratas diagnosa medis utama para lansia yang berkunjung ke
tempat pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis di salah satu wilayah
pedesaan di Bali.

 Segitiga Epidemiologi

Teori John Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat


dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit ( Agent ), Pejamu ( Host ) dan
Lingkungan ( Environment ). Dalam penyakit rheumatoid arthritis interaksi antara
tiga faktor penyebab adalah :

1. Agent
Pada penyakit ini belum diketahui penyebabnya secara pasti, RA adalah
penyakit autoimun. Peran normal system kekebalan tubuh adalah untuk
melawan infeksi namun ketika seseorang memiliki penyakit autoimun,
system kekebalan tubuh mulai menyerang jaringan tubuh yang sehat.
Beberapa ahli berspekulasi berkaitan dengan Agen infeksius seperti virus
Eipstein-Barr, sitomegalovirus, Proteus sp., dan Escherichia coli. berkaitan
dengan risiko timbulnya artritis rheumatoid secara langsung dan melalui
produknya seperti heat-shock proteins.

Salah satu mekanisme yang diajukan adalah terjadinya induksi faktor


rheumatoid, yang merupakan autoantibodi berafinitas tinggi yang melawan
Fc pada imunoglobulin.Secara khusus, reumatoid artritis berhubungan
dengan penyakit periodontal melalui ekspresi PADI-4 oleh Porphyromonas
gingivalisyang dapat memicu sitrulinisasi protein.

2. Host

a. Usia
RA bisa terjadi pada semua umur tetapi rentan terjadi pada kelompok
usia lansia yaitu diatas usia 60 tahun.

5
b. Jenis Kelamin

Perempuan memiliki resiko3 kali lebih besar berpeluang


terkena penyakit RA, dikarenakan pengaruh hormone estrogendan
progesteroneyang memnyebabkan autoimun.

c. Genetik

Anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit RA,


memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit ini dan
dihubungkan dengan gen HLA-DR4.

3. Environment

Lingkungan dengan kadar polusi tinggi, termasuk asap rokok.


Merokok menimbulkan interaksi gen-lingkungan dengan HLA-DR
pada reumatoid artritis dengan faktor reumatoid dan anti-sitrulinasi
positif (salah satunya dengan cara meningkatkan protein sitrulin
modifikasi pada paru). Paparan terhadap rokok, dan beberapa faktor
lingkungan lainnya, dapat memicu mekanisme yang mempercepat
deiminisasi arginin menjadi sitrulin pada autoantigen yang terdapat
dalam paru melaluiup-regulation.

Aktivitas Polutan dan zat beracun yang terkandung dalam asap


rokok akan mengendap di sela-sela sendi, bereaksi sehingga
menimbulkan peradangan.

2.4 Cara pencegahan

Mengurangi asupan lemak hewani dan melakukan sesuatu sesuai dengan


kemampuan fisik. Memilih olahraga pencegah rematik yang aman dan selalu
melakukan pemanasan sebelumnya. Terus berupaya mencapai dan
mempertahankan berat badan ideal.

Leavell & Clark (1965) dalam bukunya yang berjudul Preventive Medicine for
The Doctors in His Community mengemukakan konsep mengenai tindakan
preventif untuk semua jenis penyakit yang dinamakan Levels of Prevention, atau
tingkatan pencegahan. Tingkatan pencegahan tersebut berkelanjutan.

1. Primary Prevention
a. Health Promotion
Menerapkan pola hidup bersih sehat (PHBS) seperti tidak merokok,
rajin berolahraga, istirahat yang cukup,mengkonsumsi susu dan asupan
gizi seimbang.

6
b. Specific Protection
Karena termasuk dari penyakit autoimun, maka tidak ada bentuk
pencegahan spesifik, namun hal ini bisa dicegah dengan minum
suplemen khusus untuk tulang dan sendi.

2. Secondary Prevention.
a. Early Diagnosis and Prompt Treatment Tidak ada pemeriksaan pasti
yang dapat mengkonformasi rheumatoid arthritis. Tetapi biasanya
dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab dan pencetusnya
dengan melakukan : pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit,
pemeriksaan peradangan seperti ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate)
dan CRP (C-reactive Protein), Tes imunologi dengan memeriksa RF
(Rheumatoid Factor ), pemeriksaan cairan sendi (Synovial
Fludid Analysis) dan terkadang dilakukan Imagging mulai dari
rontgen,pada bagian sendi yang bermasalah.
b. Disability Limitation Karena penyakit ini sistemik artinya bisa
menjalar keseluruh bagian tubuh, maka harus menghilangkan resiko-
resiko terjadinya penyebaran dengan cara pemberian obat yang tepat
misalnya anti inflamasi dan pengobatan dengan pemberian obat
anti rematik (DMARDS)
3. Tertiary Prevention
a. Rehabilitation
Setelah didiagnosis rheumatoid arthritis maka harus dilakukan serta
fisioterapi untuk mengembalikan kekuatan dan fleksibilitas sendi.

2.5 Proses penyembuhan

Menurut muhtadi I ,2015, penyakit ini belum bisa di sembuhkan sehingga


hanya dapat mencegah kerusakan sendi lebih lanjut dengan cara sebagai berikut:

1. Dilakukan sendiri
a. Lakukan olahraga. Banyak yang menyangka kalau sudah terkena penyakit
sendi tidak boleh berolah raga, justru sebaliknya olahraga dapat menjaga
agar sendi tidak kaku dan tidak terjadi kerusakan lanjutan. Hanya memang
jenis dan pilihan olahraganya harus sesuai dengan kondisi penderita.
b. Lindungi dan jaga sendi dari segala sesuatu yang mungkin menciderainya.
Sendi juga harus mendapatkan pergerakan secara optimal yang harus di
pandu dan di pantau oleh dokter yang merawat.
c. Turunkan berat badan, cukupkan istirahat, kurangi stress, dan berhenti
merokok serta tidak terpapar asap rokok orang lain.
d. Atur diet dan memperbanyak buah-buahan dan sayur-sayuran dan kurangi
makanan berlemak.
2. Dilakukan dokter
Karena penyakit ini termasuk belum bisa di sembuhkan, dokter hanya
berusaha untuk mengurangi peradangan dan mencegah kerusakan sendi.

7
2.6 proses kerja penyakit

Diawali dengan kerja sistem imun yang memproduksi antibody (faktor


reumatoid dan antibodi protein anti-citrullinated [ACPA]) dan menyerang jaringan
sendi menyebabkan kondisi peradangan. Peradangan pada sendi menciptakan
penebalan pada membrane synovium yang disebut sebagai synovitis. Synovitis ini
lah yang menjadi tanda dari adanya suatu rheumatoid arthritis. Ketika peradangan
tambah parah, dapat merusak tulang rawan, tulang, ligamen, tendon, syaraf, dan
pembuluh darah pada kompleks sendi yang terkena. Sudah tentu penderita akan
merasa kesakitan, terjadi pembengkakan pada sendi, dan sangat mengganggu
aktivitas kesehariannya. Karena bersifat kronis tadi, dapat terjadi periode-periode
panjang di mana penderita tidak merasa adanya keluhan. (McInnes B dan Schett G,
2013).

Paul BJ dkk (2009) menjelaskan perkembangan perjalanan reumatoid artritis


terbagi dalam lima fase, yaitu:

1. Fase I: interaksi antara faktor genetika dan lingkungan.


2. Fase II: produksi autoantibodi, seperti RF (Rheumatoid Factor ) dan anti-
CCP (cyclic citrullinated peptide)
3. Fase III: gejala arthralgia dan kekakuan sendi tanpa disertai bukti klinis
arthritis.
4. Fase IV: artritis pada satu atau dua sendi, yang dapat bersifat intermiten
dan disebut sebagai palindromic rheumatism
5. Fase V: timbulnya tampilan klasik RA Jika ditinjau dari stadium penyakit,
terdapat tiga stadium yaitu :
a. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan synovial yang
ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak
maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
b. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan synovial terjadi
juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
c. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

Peningkatan reaktan fase akut sebagai akibat dari proses inflamasi merupakan
faktor risiko independen kardiovaskular melalui peningkatan aktivasi endothelial
dan menjadikan plak ateromatosa tidak stabil. Sitokin juga menyebabkan resistensi
insulin pada otot dan jaringan adiposa pada sindrom ‘metabolik inflamatori’.Selain
itu, perubahan sistemik lainnya yang berkaitan dengan peningkatan aktivitas
inflamasi pada reumatoid artritis dapat terjadi pada:

8
1. Struktur muskuloskeletal. Dapat menyebabkan otot menciut (atrophy ),
kerusakan tendon dan tulang, dan mencetus osteoarthritis serta carpal tunnel
syndrome.
2. Jantung. Dapat terjadi kerusakan di jantung karena adanya tumpukan cairan
di sekitar jantung ( pericardial effusion) sebagai hasil dari adanya
peradangan di tubuh. Hal ini dapat merusak otot jantung, katup jantung,
dan pembuluh-pembuluh darah di jantung, yang akhirnya mengarah ke
suatu serangan jantung.
3. Paru-Paru. Dengan yang cara yang sama, terjadi tumpukan cairan pada
sekitar paru-paru (efusi pleura) dan terbentuk pleuritis juga dapat terjadi
pulmonary fibrosis.
4. Darah. Dapat terjadi anemia akibat adanya peradangan kronis di dalam
tubuh.
5. Kulit. Terbentuk nodul-nodul kecil di bawah kulit pada sekitar sendi yang
disebut rheumatoid nodules. Warnanya gelap yang terbentuk akibat
perdarahan di bawah kulit yang pembuluh darahnya rusak akibat penyakit
ini
6. Ginjal dan saluran pencernaan dapat juga menjadi korban akibat obat-
obatan antiinflamasi yang diberikan kepada penderita.

Peradangan AR berlangsung terus-menerus dan menyebar ke struktur-struktur sendi


dan sekitarnya termasuk tulang rawan sendi dan kapsul fibrosa sendi. Ligamentum dan
tendon meradang. Peradangan ditandai oleh penimbunan sel darah putih, pengaktivan
komplemen, fagositosis ekstensif dan pembentukan jaringan parut. Peradangan kronik akan
menyebabkan membran sinovium hipertrofi dan menebal sehingga terjadi hambatan aliran
darah yang menyebabkan nekrosis sel dan respons peradangan berlanjut. Sinovium yang
menebal kemudian dilapisi oleh jaringan granular yang disebut panus. Panus dapat
menyebar ke seluruh sendi sehingga semakin merangsang peradangan dan pembentukan
jaringan parut. Proses ini secara lambat merusak sendi dan menimbulkan nyeri hebat serta
deformitas.

Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama


terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi.
Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran
sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan
mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami
perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.

Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular,


eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi
menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi
membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub
chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi
kartilago artikuer.Kartilago menjadi nekrosis.

9
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidak mampuan sendi. Bila
kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena
jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan
tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari
persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat. Lamanya
Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa serangan dan
tidak adanya serangan.

10
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan definisi diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa


penyakit reumatik adalah penyakit sendi yang disebabkan oleh peradangan
pada persendian sehingga tulang sendi mengalami destruksi dan
deformitas serta menyebabkan jaringan ikat akan mengalami degenerasi
yang akhirnya semakin lama akan semakin parah. Walau belum di ketahui
penyebab pasti apa tetapi beberapa peniliti mengemukakan penyabab nya
di antara nya :
1. Genetic
1. Hormone sex
2. Factor infeksi
3. Heat shock protein

11
DAFTAR PUSTAKA
Aletaha D, Neogi T, Silman AJ, Funovits, Felson T, Bingham III CO et al. (2010).
RematoidArthritis Classification Criteria An American College of
Rheumatology/European League Against Rheumatism Collaborative Initiative.
Arthritis Rheum, vol.62, pp.2569 – 81

Dinkes Ponorogo. 2016. Gambaran Penuntasan Masalah GAKY di Kabupaten Ponorogo

Febriana (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Rheumatoid Arthritis

Ankle Billateral Di RSUD Saras Husada Purworejo. Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakartatahun 2016.

Mansjoer, A. ( 2011). Kapita Selecta Kedokteran. Jilid 1 Edisi 3 Jakarta :EGC

McInnes, I.B., Schett, G. (2011).The Pathogenesis of Rheumatoid Arthritis. N

Engl J Med, vol. 365, pp. 2205-19

Nainggolan, O. (2009).Prevalensi dan DeterminanPenyakit Rematik di Indonesia. Majalah

Kedokteran Indonesia, 59(12), 588–594.

Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik.Jakarta :EGC

Nugroho, W. 2010. Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia.(2014). Diagnosis dan Pengelolaan


Artritis Reumatoid.Perhimpunan Reumatologi Indonesia.ISBN

Saryono. 2011. Metode Penelitian Kesehatan. Yogjakarta: Mitra Cendikia Anggota IKAPI

Setyawan, D. dkk.2011. Jumlah Penduduk Lansia Di Indonesia.Jakarta diakses pada tanggal


02 Maret 2015 dari www.BKKBN.go.id

Suarjana, I.N. (2009). Artritis Reumatoid. dalam Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M., Setiati, S. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V, FKUI,
Jakarta, pp.2495-508

World Health Organization (WHO).2010.Jumlah Penderita Rematikdi Dunia

World Health Organization. 2012. Promoting Rational Use of Medicines: Core Components.
WHO. Geneva.

Yuliati, Agrina dan Misrawati.2013. Gambaran Pengetahuan Keluarga tentang Pengobatan


Rematik dengan Air Rebusan Jahe di Kelurahan Meranti Pandak Wilayah Kerja
Puskesmas Rumbai. Riau: Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau

12

Anda mungkin juga menyukai