Anda di halaman 1dari 56

KATA PENGANTAR

Puji syukur tim penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya laporan praktik Pemberdayaan Masyarakat
di RT 09 Desa Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai
kartanegara ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Tak lupa pula tim penyusun mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan laporan
serta kritik dan saran yang membangun bagi laporan yang tim penyusun
kerjakan.
Pada kesempatan ini tim penyusun ingin mengucapkan terima kasih
atas bimbingan serta masukan dari Bapak/Ibu:
1. Prof. Dr. Bambang Setiaji selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Kalimantan Timur.
2. Bapak Ghozali MH., M.Kes selaku Dekan Universitas Muhammadiyah
Kalimantan Timur.
3. Ibunda Sri Sunarti, S.KM., M.PH selaku Ketua Program Studi S1
Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.
4. Ibu Lia Kurniasari S.KM., M.Kes selaku Koordinator Praktik
Pemberdayaan Masyarakat sekaligus Pembimbing Praktik
Pemberdayaan Masyarakat Kelompok 4 Program Studi S1 Kesehatan
Masyarakat Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.
5. Seluruh Dosen dan Staf Akademik di Universitas Muhammadiyah
Kalimantan Timur.
6. Bapak Sukarno selaku Kepala Desa Sumber Sari yang telah memberikan
izin dan arahan selama Praktik Pemberdayaan Masyarakat berlangsung.
7. Bapak Legimin selaku Ketua RT 09 Desa Sumber Sari Kecamatan Loa
Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara yang selalu membantu serta
memberikan dukungan dan saran.
8. Seluruh Masyarakat RT 09 Desa Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu
Kabupaten Kutai Kartanegara.

25
9. Rekan-rekan Mahasiswa/i Prodi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Kalimantan Timur.
10. Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang
telah membantu dalam penyelesaian penulisan laporan praktik
Pemberdayaan Masyarakat ini.
Tim penyusun berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan pembaca. Tim penyusun juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, diharapkan adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan laporan yang telah tim penyusun buat ini, sehingga
dapat lebih baik lagi dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun. Sebelumnya tim penyusun
memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi tim penyusun
sendiri maupun orang yang membacanya.

Samarinda, 13 Februari 2018

Penyusun

26
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan suatu investasi untuk mendukung dalam
pembangunan ekonomi serta memiliki peranan penting dalam upaya
penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang
sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia sesuai dengan dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pembangunan kesehatan pada
hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Keberhasilan suatu pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh
kesinambungan antar upaya program dan sektor, serta kesinambungan
dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan dalam periode-periode
sebelumnya (Permenkes RI, 2016).
Terwujudnya derajat kesehatan masyarakat tersebut dapat dicapai
dengan beberapa aspek dan perlu adanya program-program kesehatan
dalam mewujudkan tujuan tersebut, dimana salah satunya dengan
adanya program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Program PHBS
merupakan upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau
menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok, dan
masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi
dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku, melalui pendekatan pimpinan (Advokasi), Bina Suasana (Social
Support), dan Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment). Dimana dalam
pelaksanaan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dikelompokkan
menjadi 5 tatanan yaitu PHBS di Sekolah, PHBS di Rumah Tangga, PHBS

27
di Institusi Kesehatan, PHBS di tempat kerja dan PHBS di tempat-tempat
umum (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga adalah
upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar mengetahui,
mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta
berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Ada beberapa
indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS rumah tangga
yaitu persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi ASI ekslusif,
menimbang balita setiap bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan
dengan air bersih dan sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas
jentik di rumah sekali seminggu, makan buah dan sayur setiap hari,
melakukan aktivitas fisik dan indikator terakhir yaitu tidak merokok di
dalam rumah.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
menunjukkan bahwa rumah tangga di Indonesia yang mempraktikkan
PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) baru mencapai 38,7%. Dari data
profil kesehatan Indonesia tahun 2009 menyebutkan bahwa baru 64,41%
sarana yang telah dibina kesehatan lingkungannya, yang meliputi
Institusi Pendidikan (67,52%), Tempat Kerja (59,15%), Tempat Ibadah
(58,84%), Fasilitas Kesehatan (77,02%), dan Sarana lainnya (62,26%).
Sedangkan, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2013 menyebutkan bahwa proporsi nasional rumah tangga dengan PHBS
baik adalah 32,3% dimana proporsi rumah tangga dengan PHBS baik
lebih tinggi di perkotaan yaitu dengan angka 41,5% dibandingkan dengan
rumah tangga ber-PHBS di pedesaan sekitar 22,8%.
Menurut Data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur cakupan
Rumah Tangga ber-PHBS di Kalimantan Timur capainnya masih harus
ditingkatkan, seperti pada Kabupaten Kutai Barat, Mahakam Ulu, Berau
(33%), Paser (36%), Samarinda (43%), dan Kutai Kartanegara (49%).
Dimana persentase Rumah Tangga ber-PHBS di Kalimantan Timur dari

28
tahun 2013 sebesar 137,7% menurun signifikan pada tahun 2014
menjadi 55,6% dan meningkat pada tahun 2015 menjadi 58,9%,
kemudian pada tahun 2016 terjadi peningkatan yaitu sebanyak 65,0%
(Dinkes Provinsi Kaltim, 2017).
Salah satu indikator PHBS rumah tangga yaitu dengan tidak merokok
di dalam rumah. Dimana indikator tersebut salah satu bagian dalam
kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Indonesia yang merupakan
upaya untuk melindungi masyarakat dari paparan asap rokok di tempat
umum dan di tempat-tempat pribadi seperti dalam rumah. Adapun tujuan
dari tidak merokok di dalam rumah yaitu untuk melindungi perempuan
terutama Ibu hamil dan anak dari paparan asap rokok di rumah
(Ramadhan, 2017).
Penetapan Kawasan Tanpa Rokok merupakan upaya perlindungan
untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena
lingkungan tercemar asap rokok. Selain itu juga, dilakukan pemilihan
seseorang yang dapat memantau dan mengingatkan perokok aktif agar
dapat mengurangi perilaku merokoknya terutama saat berada di dalam
rumah. Sesuai dengan Peraturan Gubernur Kaltim No. 01 tahun 2013
pasal 10 ayat (1) Setiap orang dapat ikut serta memberikan bimbingan
dan penyuluhan dampak rokok bagi kesehatan kepada keluarga dan/atau
lingkungannya; dan ayat (2) Setiap warga/masyarakat berkewajiban ikut
serta memelihara dan meningkatkan kualitas udara yang sehat dan bersih
serta bebas dari asap rokok.
Dampak rokok yang tidak hanya mengancam si perokok tetapi juga
orang disekitarnya atau disebut dengan perokok pasif (Detik Health,
2011). Analisis WHO, menunjukkan bahwa efek buruk asap rokok lebih
besar bagi perokok pasif dibandingkan perokok aktif. Dimana ketika
perokok membakar sebatang rokok dan menghisapnya, asap yang dihisap
oleh perokok disebut asap utama, dan asap yang keluar dari ujung rokok
(bagian yang terbakar) dinamakan side stream smoke atau asap samping.

29
Menurut Umami (2010, dalam Milo dkk, 2015) asap samping ini
terbukti mengandung lebih banyak hasil pembakaran tembakau
dibanding asap utama. Asap ini mengandung karbon monoksida 5 kali
lebih besar, tar dan nikotin 3 kali lipat, ammonia 46 kali lipat, nikel 3 kali
lipat, nitrosamine sebagai penyebab kanker kadarnya mencapai 50 kali
lebih besar asap sampingan dibanding dengan kadar asap utama.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010 dalam Ramadhan (2017),
38,8% penduduk semua umur terpajan asap rokok di dalam rumah
dimana pajanan pada perempuan 52,9% lebih tinggi dibanding lelaki
yang hanya 24,9%. Angka pajanan tertinggi adalah pada kelompok umur
10-14 tahun sebesar 57,5%. Tahun 2013 jumlah tersebut meningkat
menjadi 39%, dimana 54% pada perempuan dan 24,2% pada lelaki.
Angka pajanan tertinggi pada kelompok umur 5-9 tahun yakni sebesar
57,4%.
Angka kematian akibat rokok di negara berkembang meningkat
hampir empat kali lipat dari 2,1 juta pada tahun 2000 menjadi 6,4 juta
pada tahun 2010, sementara di negara maju tren angka kematian akibat
konsumsi tembakau justru menurun dari 2,8 juta menjadi 1,6 juta dalam
jangka waktu yang sama (APTI, 2013). Angka kematian di Indonesia
terkait tembakau tahun 2013 diperkirakan sebesar 240.618 kasus atau
13,8% dari total kematian 1.741.691 orang. Jumlah kematian terbanyak
disebabkan oleh penyakit stroke, bayi berat lahir rendah, serta kanker
trakea, bronkus dan paru (TCSC-IAKMI, 2014).
Salah satu penyakit paru yang dapat menyerang perokok pasif ialah
ISPA. Menurut Citra (2012, dalam Fillacano, 2013) kebiasaan merokok
orang tua di dalam rumah menjadikan balita sebagai perokok pasif yang
selalu terpapar asap rokok. Rumah yang orang tuanya mempunyai
kebiasaan merokok berpeluang meningkatkan kejadian ISPA sebesar 7,83
kali dibandingkan dengan rumah balita yang orang tuanya tidak merokok

30
di dalam rumah, dimana rata-rata jumlah perokok dalam suatu keluarga
masih cukup tinggi.
Sementara itu, dilihat dari hasil rekapitulasi 10 besar penyakit
tertinggi di Puskesmas Loa Kulu, Kabupaten Kutai kartanegara, Provinsi
Kalimantan Timur pada tahun 2017 ditemukan besarnya prevalensi
penyakit tidak menular yaitu ISPA (1758 kasus), Penyakit Gusi dan
jaringan periodontal (551 kasus), NIDDM Tipe II (456 kasus), Hipertensi
Primer (444 kasus), Influenza (360 Kasus), Diare dan gastroenteritis non
spesifik (338 kasus), Gangguan gigi dan struktur penyangga lain: Stain,
Trauma (321 kasus), Penyakit Pulpa dan jaringan periapical (226 kasus),
Nasopharingitis Akut (Common Cold) (190 kasus), Hipertensi Sekunder
(157 kasus).
Berdasarkan data primer mahasiswa PBL (Praktik Belajar Lapangan)
S1 Kesehatan Masyarakat Stikes Muhammadiyah Samarinda tahun 2016
menyebutkan bahwa distribusi penduduk berdasarkan anggota keluarga
yang perokok di RT 09 Desa Sumber Sari, Kecamatan Loa Kulu,
Kabupaten Kutai Kartanegara menunjukkan bahwa jumlah tertinggi yang
memiliki kebiasaan merokok yaitu sebanyak 68,4% adapun yang tidak
ada anggota keluarga yang merokok yaitu sebanyak 31,6%. Kemudian,
distribusi penduduk berdasarkan jumlah batang rokok yang dikonsumsi
per hari pada perokok aktif yang mengkonsumsi lebih dari 5 batang/hari
yaitu sebanyak 74,0%, adapun perokok aktif yang mengkonsumsi kurang
dari 5 batang/hari sebanyak 26,0% (Ichpadillah dkk, 2017).
Berdasarkan dari uraian tersebut, tim penulis tertarik untuk
melakukan pemberdayaan masyarakat dengan membentuk “Satpam
Rokok” di RT 09 Desa Sumber Sari, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai
Kartanegara guna mencegah dan melindungi terserangnya dari penyakit
akibat asap rokok baik pada perokok itu sendiri dan orang terdekat atau
perokok pasif. Dengan mengangkat judul “Cegah Merokok dalam Rumah
(Ceramah) melalui Satpam Rokok”. Dimana kegiatan ini diharapkan,

31
warga terutama pada warga yang perokok aktif dapat mengurangi
frekuensi merokok melalui atau memulai dari tidak merokok di dalam
rumah yang nantinya akan mengurangi tercemarnya rumah dari asap
rokok sehingga akan berkurang juga risiko terpapar asap rokok pada
orang yang terdekat seperti Ibu dan anak-anak yang berada di rumah.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengembangkan upaya peningkatan keluarga sehat di RT 09 Desa
Sumber Sari, Kecamatan Loa Kulu melalui kegiatan Pemberdayaan
Masyarakat dengan membentuk “Satpam Rokok” pada program
Ceramah (Cegah Merokok dalam Rumah).
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya Kepala
keluarga atau Bapak-Bapak yang perokok aktif, Ibu rumah tangga
di RT 09 Desa Sumber Sari mengenai bahaya merokok di dalam
rumah khususnya bahaya terhadap orang yang terdekat.
b. Meningkatkan pemantauan pada upaya perlindungan terhadap
perokok pasif khususnya anak-anak, Ibu rumah tangga dan
anggota keluarga lain yang merupakan perokok pasif di RT 09
Desa Sumber Sari, Kecamatan Loa Kulu oleh Satpam Rokok.
c. Mengurangi frekuensi merokok pada perokok aktif khususnya
dengan kegiatan Ceramah (Cegah Merokok dalam Rumah) melalui
Satpam Rokok di RT 09 Desa Sumber Sari, Kecamatan Loa Kulu
oleh Satpam Rokok.

32
C. Manfaat
1. Bagi Masyarakat Desa Sumber Sari
a. Masyarakat dapat mengaplikasikan pengetahuan yang telah
diperoleh dalam kehidupan sehari-hari.
b. Masyarakat dapat meningkatkan derajat kesehatan bagi keluarga
dan masyarakat secara optimal.
c. Masyarakat dapat memahami dan melaksankan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat secara mandiri secara berketerusan.
d. Masyarakat dapat memperoleh informasi kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat Desa Sumber Sari khususnya
pada masyarakat RT 09.
2. Bagi Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
a. Sebagai bentuk suatu keberhasilan akademik dalam proses
memberikan pembelajaran selama kuliah serta melihat
kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan Pemberdayaan
Masyarakat.
b. Menambahkan referensi baru tentang kebiasaan masyarakat serta
permasalahan yang terjadi di masyarakat dan menambah
kepustakaan bagi akademik.
3. Bagi Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kalimantan
Timur
a. Mahasiswa dapat mengetahui, meningkatkan kepekaan dan
kemampuan untuk mengidentifikasi suatu masalah kesehatan
yang ada di dalam masyarakat.
b. Sebagai sarana bagi mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu yang
telah diperoleh di bangku perkuliahan untuk menambah wawasan
tentang pemberdayaan masyarakat.
c. Mengajarkan mahasiswa agar dapat bertanggung jawab terhadap
tugas yang telah diberikan.

33
d. Meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk berkomunikasi
dengan baik, bermitra dan bekerjasama dalam menyelesaikan
permasalahan yang ada di masyarakat Desa Sumber Sari.
e. Mahasiswa dapat menjalin silahturahim terhadap teman dan
masyarakat RT 09 Desa Sumber Sari.

34
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


1. Definisi
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas mahluk hidup yang
dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung yang dapat
diamati oleh pihak luar. Perilaku kesehatan adalah suatu respon
seseorang terhadap stimulus yang berhubungan dengan sakit,
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta
lingkungan (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah sekumpulan
perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil
pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat
menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakatnya. Kondisi sehat dapat dicapai
dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku
sehat dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga oleh karena
itu kesehatan perlu dijaga, dipelihara, dan ditingkatkan oleh setiap
anggota rumah tangga serta diperjuangkan oleh semua pihak. Rumah
tangga sehat berarti mampu menjaga, meningkatkan, dan melindungi
kesehatan setiap anggota rumah tangga dari gangguan ancaman
penyakit dan lingkungan yang kurang kondusif untuk hidup sehat
(Kemenkes RI, 2007).
Pembinaan PHBS harus disesuaikan untuk masing-masing tatanan
karena setiap tatanan memiliki kekhasan. Lima tatanan tersebut, yaitu
tatanan rumah tangga, tatanan institusi pendidikan, tatanan tempat
kerja, tatanan tempat umum dan tatanan fasilitas kesehatan
(Kemenkes RI, 2011).

35
2. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) terdapat
faktor-faktor yang mempengaruhi. Green (1980, dalam Notoatmodjo,
2007) membedakan adanya dua determinan masalah kesehatan yaitu
faktor perilaku (behavioral factors) dan faktor non perilaku (non
behavioral factors). Green (1980, dalam Notoatmodjo, 2007)
menjelaskan bahwa faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama,
yaitu:
a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
Terbentuknya suatu perilaku baru dimulai pada cognitive
domain dalam arti, subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus
sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subyek tersebut,
selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap
subyek. Pengetahuan dan sikap subyek terhadap PHBS diharapkan
akan membentuk perilaku (psikomotorik) subyek terhadap PHBS.
Faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi
terjadinya prilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap,
keyakinan, kepercayaan dan juga nilai-nilai tradisi.
b. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Faktor pemungkin terwujud dalam lingkungan fisik dan
tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan seperti
adanya peringatan di bungkus rokok yang menyatakan asap rokok
merusak kesehatan anak-anak dan orang sekitarnya, melakukan
konsultasi dengan dokter/klinik berhenti merokok, atau dapat
menggunakan Nicotine Replacement Therapy (NRT) (Aditama,
2006).
c. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Faktor yang mendorong untuk bertindak untuk mencapai
suatu tujuan yang terwujud dalam peran keluarga terutama orang

36
tua, guru dan petugas kesehatan untuk saling bahu membahu.
Faktor penguat yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan maupun petugas lain yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat, termasuk undang-undang,
peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah
yang terkait dengan kesehatan untuk berperilaku sehat
(Notoatmodjo, 2012).
3. Rokok dan Kandungan Zat Berbahaya dalam Rokok
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 rokok
adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar,
dihisap atau dihirup yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum,
nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya
mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan.
Nikotin adalah zat atau zenyawa pyrrolidine yang terdapat dalam
nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau
sintetisnya yang bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan.
Tar adalah kondensat asap yang merupakan total residu yang
dihasilkan saat rokok dibakar setelah dikurangi nikotin dan air yang
bersifat karsinogenik.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 asap
rokok utama (mainstream smoke) adalah asap rokok yang dihisap ke
dalam paru oleh perokoknya, sedangkan asap rokok yang berasal dari
ujung rokok yang terbakar disebut asap rokok sampingan (sidestream
smoke). Polusi udara yang ditimbulkan oleh asap rokok utama dan
asap rokok sampingan yang dihembuskan lagi oleh perokok disebut
Asap Rokok Lingkungan (ARL) atau environmental tobacco smoke
(ETS) atau disebut juga second hand smoker. Mereka tidak merokok
tetapi terpaksa menghisap asap rokok dari lingkungan dan bukan
tidak mungkin akan menderita berbagai penyakit akibat rokok
kendati mereka sendiri tidak merokok. Asap rokok mengandung

37
sekitar 4.000 zat kimia seperti karbon monoksida (CO), nitrogen
oksida (NO), asam sianida (HCN), amonia (NH4OH), acrolein, acetilen,
benzaldehyde, urethane, benzene, methanol, coumarin, etilkatehol-4,
dan ortokresol. Selain komponen gas ada komponen padat atau
partikel yang terdiri dari nikotin dan tar. Menurut Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (2003) bahaya merokok adalah sebagai
berikut:
a. Bagi perokok aktif meningkatkan risiko 2 kali lebih besar untuk
mengalami serangan jantung, meningkatkan risiko 2 kali lebih
besar untuk mengalami stroke, meningkatkan risiko mengalami
serangan jantung 2 kali lebih besar pada mereka yang mengalami
tekanan darah tinggi atau kadar kolesterol tinggi, meningkatkan
risiko 10 kali lebih besar untuk mengalami serangan jantung bagi
wanita pengguna pil-KB, dan meningkatkan risiko 5 kali lebih
besar menderita kerusakan jaringan anggota tubuh yang rentan
dari orang yang tidak merokok.
b. Bagi perokok pasif dapat menyebabkan kerusakan paru-paru.
Kadar nikotin, karbon monoksida, serta zat-zat lain yang lebih
tinggi dalam darah mereka akan memperparah penyakit yang
sedang diderita dan kemungkinan mendapat serangan jantung
yang lebih tinggi bagi mereka yang berpenyakit jantung. Anak-
anak yang orang tuanya merokok akan mengalami batuk, pilek,
dan radang tenggorokan serta penyakit paru-paru lebih tinggi.
Wanita hamil yang merokok berisiko mendapatkan bayi mereka
lahir kurus, cacat, dan kematian serta asap rokok yang dihirup
oleh istri dari suami perokok akan mempengaruhi bayi dalam
kandungan.
Merokok mempunyai dampak yang sangat besar pada manusia,
terutama pada kesehatan karena terdapat banyak kandungan zat
beracun pada rokok. Dampak asap rokok bukan hanya

38
membahayakan perokok aktif (active smoker), tetapi juga bagi
perokok pasif (passive smoker). Rokok memegang peranan penting
dalam terjadinya beberapa jenis kanker yang sering menyerang
manusia, seperti kanker paru-paru, kanker mulut dan tenggorokan,
kanker ginjal dan kandung kemih, kanker pankreas, kanker perut,
kanker liver atau hati, kanker leher rahim, kanker payudara serta
leukemia (Solicha, 2012).
4. Rumah Bebas Asap Rokok
Rumah bebas asap rokok adalah inisiatif sukarela untuk
melindungi anak-anak dan perempuan terutama ibu hamil (perokok
pasif) dari bahaya asap rokok, dimana tidak ada yang merokok di
dalam rumah termasuk tamu yang berkunjung. Alasan utama dari
pembentukan rumah bebas asap rokok ini adalah untuk menjaga
kesehatan. Selain itu juga untuk menjaga hak-hak orang yang tidak
merokok, yaitu hak untuk menghirup udara segar yang bebas dari
bahaya asap rokok (Gunawan, 2016). Berbagai macam penyakit dapat
disebabkan oleh asap rokok, salah satunya adalah Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) yang terjadi pada balita dan Berat Bayi Lahir
Rendah (BBLR) pada ibu hamil.
Program rumah bebas asap rokok di Indonesia telah dilakukan di
Yogyakarta pada tahun 2012, program ini adalah hasil kerjasama
antara Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dengan Quit Tobacco
Indonesia. Gerakan rumah bebas asap rokok juga telah dideklarasikan
Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Januari 2015, program rumah
bebas asap rokok ini bukan memaksa perokok untuk berhenti
merokok, melainkan lebih untuk melindungi anak-anak dan
perempuan terutama ibu hamil (perokok pasif) dari risiko kesehatan
akibat paparan asap rokok (Putra, 2016).
Kesimpulan yang dihasilkan dari gerakan rumah bebas asap rokok
di Yogyakarta adalah kegiatan rumah bebas asap rokok merupakan

39
kegiatan pembiasaan merokok di luar rumah dan merupakan kegiatan
pengendalian tembakau yang paling bisa diterima dan gerakan rumah
bebas asap rokok merupakan bentuk pendukung kebijakan KTR
(Kawasan Tanpa Asap Rokok) (Padmawati, dkk. 2011).
Peraturan daerah tentang KTR (Kawasan Tanpa Asap Rokok)
merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi dampak asap rokok,
tetapi dalam Peraturan daerah tentang KTR ini tidak mengatur
larangan merokok di dalam rumah. Pada kenyatannya merokok di
dalam rumah memiliki waktu paparan yang lebih lama bila
dibandingkan dengan tempat lain sehingga program rumah bebas
asap rokok merupakan dukungan dari Peraturan daerah tentang KTR
(Putra, 2016).
5. Kader Rokok dan Satpam Rokok
Peran tenaga kesehatan dan kader dalam pemanfaatan pelayanan
kesehatan meliputi memberikan pelayanan, membantu memberikan
penjelasan pada ibu dan suami tentang informasi kesehatan. Hal
tersebut akan memotivasi keluarga untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan. Oleh karena itu, sangat penting dilakukan pembentukan
kader-kader kesehatan di desa (Murniyati dkk, 2013).
Satpam rokok ini adalah bentuk pemberdayaan masyarakat
dimana satpam rokok dalam hal ini akan memantau perokok aktif
untuk tidak merokok di dalam rumah. Kemudian juga akan memantau
berapa jumlah batang rokok yang dihisap oleh perokok aktif dalam
sehari. Selain itu juga akan dibentuk kader rokok yang nantinya kader
rokok disini akan memantau si satpam rokok. Dimana si kader yang
dibentuk akan memantau pengisian buku saku yang akan diisi oleh si
satpam rokok. Dimana buku saku nantinya akan menjadi tolak ukur
suatu keberhasilan dari sebuah program yang dilakukan.

B. Langkah-Langkah Pemberdayaan Masyarakat

40
Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu strategi dalam
meningkatkan pencapaian derajat kesehatan. Dengan Pemberdayaan
diharapkan masyarakat terlibat secara langsung dan merasa memiliki
kegiatan sehingga keberlangsungan kegiatan bisa dipertahankan. Adapun
langkah-langkah dalam melakukan pemberdayaan sebagai berikut:
1. Tahap I Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah digunakan teknik brainstorming, wawancara,
dan juga dengan melakukan observasi. Penjelasan dari teknik yang
akan dilakukan, sebagai berikut:

a. Observasi
Observasi adalah mengumpulkan data atau keterangan yang
harus dijalankan dengan melakukan usaha-usaha pengamatan
secara langsung ke tempat yang akan diselidiki (Arikunto, 2006).
Sedangkan menurut Kamus Ilmiah Populer kata observasi berarti
suatu pengamatan yang teliti dan sistematis, dilakukan secara
berulang-ulang. Metode observasi seperti yang dikatakan Hadi dan
Nurkancana adalah suatu metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan dan pencatatan
secara sistematis baik secara langsung maupun secara tidak
langsung pada tempat yang diamati (Suardeyasasri, 2010).
b. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara
peneliti dan responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk
tanya-jawab dalam hubungan tatap muka sehingga gerak dan
mimik responden merupakan pola media yang melengkapi kata-
kata secara verbal. Karena itu wawancara tidak hanya menangkap
perasaan, pengalaman, emosi, motif, yang dimiliki oleh responden
yang bersangkutan (Gulo, 2007).

41
c. Brainstorming
Brainstroming adalah piranti perencanaan yang dapat
menampung kreativitas kelompok dan sering digunakan sebagai
alat pembentukan untuk mendapatkan ide-ide yang banyak, dan
metode brainstorming merupakan salah satu cara mendapatkan
sejumlah ide yang mudah dan menyenangkan para pesertanya.
Pada dasarnya brainstorming adalah salah satu bentuk diskusi
kelompok yang bertujuan untuk mencari solusi masalah (Grietje
dkk, 2013).
Metode brainstorming ialah suatu teknik atau cara mengajar
yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas dengan cara
melontarkan suatu masalah ke kelas, kemudian siswa menjawab
atau menyatakan pendapat, atau komentar sehingga mungkin
masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru, atau dapat
diartikan pula sebagai satu cara untuk mendapatkan banyak ide
dari sekelompok manusia dalam waktu yang sangat singkat
(Roestiyah, 2008). Brainstorming juga diartikan sebagai suatu
teknik atau cara mengajar yang dilaksanakan oleh guru di dalam
kelas (Aqib, 2013).
2. Tahap II Prioritas Masalah
Penentuan prioritas masalah dilakukan dengan menggunakan
pendekatan masalah yang menyangkut pembangunan mutu manusia
sejak dini. Metode yang digunakan dalam menentukan prioritas
masalah yaitu metode matematik. Metode ini dikenal juga sebagai
metode PAHO yaitu singkatan dari Pan American Health Organization,
karena digunakan dan dikembangkan di wilayah Amerika Latin.
Dalam metode ini dipergunakan beberapa kriteria untuk menentukan
prioritas masalah kesehatan disuatu wilayah (District Health
Management, 2006 dalam Dougless dan Suzanne, 2007), yaitu:
a. Luasnya masalah (Magnitude)

42
b. Beratnya kerugian yang timbul (Severity)
c. Tersedianya sumberdaya untuk mengatasi masalah kesehatan
tersebut (Vulnerability)
d. Kepedulian/dukungan politis dan dukungan masyarakat
(Community and Political Concern)
e. Ketersediaan data (Affordability)
Prioritas masalah yang tim penulis gunakan adalah metode
kuantitatif yaitu metode PAHO, dengan metode ini dapat menentukan
kriteria untuk menilai masalah pada masyarakat dilingkungan
tersebut untuk kemudian diprioritaskan kesehatan yang ada di
lingkungan RT 09 Desa Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu.
Metode ini lebih mudah digunakan pada populasi ini karena
metode ini menilai dan memprioritaskan masalah dengan cara scoring.
Masalah yang mendapat skor tertinggi mendapatkan prioritas
tertinggi. Skornya berkisaran antara nilai 1 sampai 5.
Tabel 2.1 Prioritas Masalah dengan Teknik PAHO

No. Masalah Kesehatan M S V C Score Ranking

1.

2.

3.

4.
Keterangan:
Magnitude (M ) : Banyaknya penduduk yang terkena
Severity (S) : Tingkat Keparahan dampaknya
Vulnerability (V) : Cara dan teknologi yang murah & efektif
Community Concern (C) : Tingkat kehebohan yang ditimbulkan
dalam Masyarakat
Panduan Penilaian Prioritas Masalah:
1: Rendah sekali
2: Rendah

43
3: Sedang
4: Tinggi
5: Tinggi Sekali
3. Tahap III Analisa Penyebab Masalah
Tahap ini akan digunakan fish bone (tulang ikan) analisis dimana
analisis ini akan menunjukkan sebuah dampak atau akibat dari
sebuah permasalahan dengan berbagai penyebabnya. Fish bone
analisis sendiri merupakan alat sistematis yang menganalisis faktor-
faktor yang menimbulkan persoalan tersebut.
Berdasarkan analisis menggunakan kategori tersebut maka
dengan mudah penyebab permasalahan dapat digambarkan secara
grafik, dan hal tersebut dapat ditemukan dalam masyarakat sehingga
mudah dalam mengambil intervensi untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada di RT 09 Desa Sumber Sari.

Money
Market Material

AKIBAT
SEBAB

Man Method Machine

Gambar 2.1 Diagram Fishbone

Beberapa pengertian dari komponen fish bone (Satrianegara, 2009)


sebagai berikut:

44
a. Man : Merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh
organisasi. Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling
menentukan.
b. Money : Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-
kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang
beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu, uang merupakan alat
(tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu
harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan
dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji
tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta
berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.
c. Material : Terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan
bahan jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih
baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat
menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana.
Sebab materi dan manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi
tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki.
d. Machine : Mesin digunakan untuk memberi kemudahan atau
menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan
efesiensi kerja.
e. Market : Pasar adalah tempat dimana organisasi menyebarluaskan
(memasarkan) produknya. Memasarkan produk sudah barang
tentu sangat penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku,
maka proses produksi barang akan berhenti.
f. Method : Cara kerja dalam pelaksanaan manajemen merupakan
suatu keharusan. Metode atau cara kerja adalah jalan atau cara
yang dipakai dalam pelaksanaan tugas atau kegiatan dengan
mempertimbangkan sasaran yang hendak dicapai, fasilitas yang
tersedia, pemakaian waktu dan uang serta kegiatan itu sendiri.
4. Tahap IV Perencanaan

45
Perencanaan adalah proses menganalisis dan memahami sistem
yang dianut, merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin
dicapai, memperkirakan segala kemampuan yang dimiliki,
menguraikan segala kemungkinan yang dapat dilakukan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Azwar, 2010).
Salah satu metode perencanaan dalam ilmu perilaku yang
dikenalkan oleh Green adalah teori Preceed dan Proceed (Predisposing,
Reinforcing, dan Enabling Causes in Educational Diagnosis and
Evaluation) dimana metode ini digunakan untuk membuat
perencanaan dan evaluasi kesehatan. Preceed Proceed harus dilakukan
bersama-sama dalam proses perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Preceed digunakan pada fase diagnosis masalah, Proceed digunakan
untuk menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan, serta implementasi
dan evaluasi.
5. Tahap V Implementasi
Penyusunan perencanaan telah dilakukan maka dilanjutkan ke
tahapan Implementasi. Dalam tahapan implementasi akan dilakukan
berbagai kegiatan, antara lain:

a. Advokasi
Menurut Hopkins (1990) advokasi adalah usaha untuk
mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-macam
bentuk komunikasi persuasif. Dengan kata lain, advokasi adalah
upaya atau proses untuk memperoleh komitmen yang dilakukan
secara persuasif dengan menggunakan informasi yang akurat dan
tepat (Notoatmodjo, 2012).
b. Bina Suasana
Bina suasana menurut Kemenkes RI/585/2007 adalah upaya
untuk menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong
individu atau anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku

46
yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau
melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial dimanapun dia
berada (keluarga, dirumah, orang-orang yang menjadi
panutan/idolanya, majelis agama dan lain-lain bahkan masyarakat
umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku tersebut.
Oleh karena itu, untuk mendukung proses pemberdayaan
masyarakat, khususnya dalam upaya mengajak para individu
meningkat dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan bina
suasana.
c. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu,
kelompok atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan, yang tersirat dalam
pendidikan adalah: input adalah sasaran pendidikan (individu,
kelompok, dan masyarakat), pendidik adalah pelaku pendidikan,
proses adalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi
orang lain, output adalah melakukan apa yang diharapkan atau
perilaku (Notoatmodjo, 2012).

6. Tahap VI Evaluasi
Kegiatan ini perlu adanya proses evaluasi dimana evaluasi ini
berguna untuk mengukur keberhasilan suatu kegiatan yang sudah
dikerjakan dan sebagai acuan untuk perencanaan selanjutnya. Tim
pelaksana pemberdayaan masyarakat menggunakan teknik evaluasi
formatif-sumatif (Model Brinkerhoff). Evaluasi formatif berisi
beberapa poin–poin penting, yakni:
a. Evaluasi formatif

47
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan ditengah-
tengah atau pada saat berlangsungnya proses kegiatan promosi
kesehatan, yaitu dengan tujuan yang telah ditentukan (Kholid,
2012).
b. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan setelah
sekumpulan program promosi kesehatan selesai diberikan.
Dengan kata lain, dilaksanakan setelah seluruh rangkaian program
promosi kesehatan diberikan. Adapun tujuan utama dari evaluasi
sumatif adalah untuk menentukan keberhasilan masyarakat
setelah mereka mendapatkan promosi kesehatan dalam jangka
waktu tertentu (Kholid, 2012).

48
BAB III
METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Tema Kegiatan
Tema kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan
adalah Program tidak merokok dalam rumah dimana merupakan bentuk
penerapan dari indikator PHBS Rumah Tangga dengan Judul kegiatan
adalah “CERAMAH (Cegah Merokok dalam Rumah) melalui Satpam Rokok
di RT 09 Desa Sumber Sari”. Dimana dalam kegiatan tersebut berisi
pemberian pengetahuan terkait dampak dari merokok dalam rumah.
Memberikan informasi dan penjelasan terkait bahaya-bahaya merokok
bukan hanya ada pada perokok itu (perokok aktif) sendiri melainkan juga
bahaya tersebut bisa berdampak pada orang disekitar perokok tersebut
seperti Istri dan anaknya (perokok pasif).
Kegiatan tersebut juga dibentuk Satpam Rokok dan Kader Satpam
Rokok dimana nantinya Satpam Rokok ini akan bertugas memantau
perokok aktif. Dalam hal ini memantau untuk tidak merokok di dalam
rumah tetapi juga memantau berapa jumlah batang rokok yang dihisap
dalam sehari dengan menggunakan tolak ukurnya buku saku Satpam
Rokok. Dan tugas Kader Satpam Rokok adalah memantau si Satpam
Rokok-nya dalam proses pengisian buku saku yang diberikan. Dan saling
berbagi informasi kesehatan khususnya terkait dampak merokok.

B. Tempat & Waktu Kegiatan


d. Tempat Kegiatan
Tempat kegiatan pemberdayaan masyarakat telah dilaksanakan di
RT 09 Desa Sumber Sari, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai
Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.

49
e. Waktu Kegiatan
Kegiatan pemberdayaan masyarakat ini telah dilaksanakan selama
kurang lebih 10 hari tepatnya mulai tanggal 02 Januari 2018 sampai
dengan tanggal 12 Januari 2018. Adapun kegiatan pemberdayaan
masyarakat tersebut dijabarkan dalam tabel berikut:
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat
September Oktober November Desember Januari Februari
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pembagian
1. Kelompok
Pemberdayaan
Penyusunan
2. Proposal
Pemberdayaan
Konsul Proposal
3.
Pemberdayaan
Ujian Proposal
4. Pemberdayaan
Pembukaan
Pemberdayaan di
5.
Lokasi
Pemberdayaan
Implementasi
6. Kegiatan
Pemberdayaan
Penutupan
Pemberdayaan
7. Masyarakat Di Balai
Pertemuan Umum
Desa Sumber Sari
Konsul Laporan
8.
Pemberdayaan
Ujian Laporan
9.
Pemberdayaan
Revisi Laporan
10.
Pemberdayaan

50
C. Sasaran
Sasaran pada program CERAMAH (Cegah Merokok Dalam Rumah)
melalui Satpam Rokok yaitu masyarakat RT 09 Desa Sumber Sari.
Tepatnya pada kelompok Bapak-bapak atau kepala keluarga yang
perokok aktif dan anggota keluarga lain yang merupakan perokok pasif
yaitu Ibu Rumah Tangga yang ada perokok aktif di rumahnya yang telah
bersedia menjadi Satpam Rokok yaitu sebanyak 5 orang.

D. Instrumen
Instrumen yang digunakan pada kegiatan ini adalah dengan
pengumpulan data berupa kuisioner sebelum dan sesudah dilakukan
kegiatan (pre-post test). Kemudian alat dan bahan yang digunakan pada
saat pemberian penyuluhan adalah dengan memakai laptop dan LCD,
serta menggunakan media peraga dalam melakukan kegiatan eksperimen
seperti yang berada dalam lampiran.

51
BAB IV
HASIL KEGIATAN

C. Gambaran Lokasi
Kutai Kartanegara adalah salah satu Kabupaten di Kalimantan Timur,
yang memiliki tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan secara bermutu, merata dan terjangkau. Dengan
tingkat kepadatan 229,7 jiwa/km2 dimana Kutai Kartanegara memiliki
Puskesmas sebanyak 27 buah dan Puskesmas Pembantu sebanyak 127
buah (Dinkes Kukar, 2013).
Kecamatan Loa Kulu yang mempunyai luas 1.045,7 km2 termasuk
salah satu kecamatan yang berbatasan langsung dengan kecamatan
Tenggarong yaitu Ibu Kota Kabupaten Kutai Kartanegara yang berada di
sebelah utara. Kecamatan Loa Kulu ini mempunyai 15 desa termasuk
desa baru hasil pemekaran. Desa yang mengalami pemekaran, yaitu Desa
Loh Sumber yang dipecah menjadi Desa Loh Sumber itu sendiri dan Desa
Sumber Sari, Desa Loa Kulu Kota menjadi Loa Kulu Kota dan Jongkang
sedangkan Desa Rempanga menjadi Desa Rempanga dan Desa Sepakat.
Desa Sumber Sari adalah salah satu desa di Kecamatan Loa Kulu
Kabupaten Kutai Kartanegara. Desa Sumber Sari terbagi dalam 2 Dusun
dan terdapat 2 Puskesmas Pembantu. Dimana Puskesmas pembantu
berlokasi di RT 03 dan RT 08. Pada Dusun 2, RT 09 termasuk salah
satunya. Dimana RT 09 merupakan wilayah paling awal saat memasuki
Desa Sumber Sari bagian Utara. Distribusi penduduk RT 09 dilihat dalam
bentuk tabel, sebagai berikut:

52
1. Suku
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk berdasarkan Suku yang berada di
RT 09 Desa Sumber Sari
No. Suku Jumlah (KK) Persentase (%)
1. Jawa 70 88.6
2. Bugis 1 1.3
3. Kutai 6 7.6
4. Dayak Benuaq 1 1.3
5. Timor 1 1.3
Total 79 100
Sumber: Data Laporan PBL Kesmas 2017
Menurut data pada tabel 4.1 Distribusi penduduk berdasarkan
Suku di RT 09 Desa Sumber Sari menunjukkan bahwa Suku Jawa
memiliki jumlah tertinggi yaitu sebanyak 70 Kepala Keluarga (88.6%)
dari 79 Kepala Keluarga.
2. Agama
Tabel 4.2 Distribusi Penduduk berdasarkan Agama di RT 09 Desa
Sumber Sari
No. Agama Jumlah (KK) Persentase (%)
1. Islam 77 97.5
2. Kristen (Protestan) 1 1.3
3. Kristen (Katolik) 1 1.3
Total 79 100

Sumber: Data Laporan PBL Kesmas 2017


Menurut data pada tabel 4.2 Distribusi penduduk berdasarkan
Agama di RT 09 Desa Sumber Sari menunjukkan bahwa Agama Islam
memiliki jumlah tertinggi yaitu sebanyak 77 Kepala Keluarga (97.5%)
dari 79 Kepala Keluarga.

53
3. Pendidikan
Tabel 4.3 Distribusi Penduduk berdasarkan Pendidikan Terakhir
Masyarakat Di RT 09 Desa Sumber Sari
No. Pendidikan Terakhir Jumlah (KK) Persentase (%)
1. SD 23 29.1
2. SMP 26 32.9
3. SMA/SMK 14 17.7
4. D3/S1/S2/S3 3 3.8
Total 79 100
Sumber: Data Laporan PBL Kesmas 2017
Menurut data pada tabel 4.3 Distribusi penduduk berdasarkan
Pendidikan Terakhir masyarakat di RT 09 Desa Sumber Sari
menunjukkan bahwa Pendidikan terkahir tamatan SMP memiliki
jumlah tertinggi yaitu sebanyak 26 Kepala Keluarga (32.9%) dari 79
Kepala Keluarga.
4. Pekerjaan
Tabel 4.4 Distribusi Penduduk berdasarkan Pekerjaan di RT 09
Desa Sumber Sari
No. Pekerjaan Jumlah (KK) Persentase (%)

1. PNS 4 5.0
2. Swasta 7 8.8
3. Petani 64 81.0
4. Kuli Batu 2 2.5
5. Tidak Bekerja 2 2.5
Total 79 100

Sumber: Data Laporan PBL Kesmas 2017


Menurut data pada tabel 4.4 Distribusi penduduk berdasarkan
Pekerjaan di RT 09 Desa Sumber Sari menunjukkan bahwa Pekerjaan
Petani memiliki jumlah tertinggi yaitu sebanyak 64 Kepala Keluarga
(81.0%) dari 79 Kepala Keluarga.

54
Desa Sumber Sari terutama pada RT 09 seiring berjalannya waktu dari
sisi ekonomi terus mengalami peningkatan hal ini dapat dilihat dari
kondisi pertaniannya yang sangat baik. Diikuti pula dari sisi kesehatan
yang ikut mengalami peningkatan yang cukup baik hal ini ditandai
dengan adanya sarana kesehatan yang cukup memadai seperti adanya
Posyandu dan juga dekat dengan Puskesmas Pembantu. Namun dari sisi
lain, masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan
dalam menunjang derajat kesehatan mereka sehari-hari, hal ini dapat
dilihat dari kunjungan masyarakat RT 09 ke tempat-tempat pelayanan
kesehatan seperti Puskesmas Pembantu dan kehadiran Balita di
Posyandu yang masih minim sekali. Dikarenakan masyarakat RT 09
masih memiliki pola pikir ‘paradigma sakit’ yang mengacu pada kuratif
dan rehabilitatif.

D. Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat


1. Tahap I Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilakukan untuk mengetahui permasalahan
kesehatan yang ada di RT 09 Desa Sumber Sari. Pada tahap
identifikasi masalah tim penyusun melaksanakan beberapa
serangkaian tahapan untuk menemukan masalah-masalah kesehatan
yang terjadi di RT 09 Desa Sumber Sari. Beberapa tahapan identifikasi
yang dilakukan tersebut terdiri dari observasi, wawancara, dan
brainstorming. Dari tahapan-tahapan tersebut kemudian ditemukan
beberapa permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan yang
nantinya akan dipilih menjadi prioritas oleh masyarakat RT 09 Desa
Sumber Sari. Adapun penjelasan dari tahapan identifikasi masalah
yang telah dilaksanakan, sebagai berikut:

55
a. Observasi
Tahap observasi ini tim penyusun melakukan pengamatan
secara langsung dengan berbekal alat tulis sehingga tim penyusun
mencatat apa saja yang terjadi saat melakukan observasi di RT 09
Desa Sumber Sari. Dimana saat observasi didapatkan pemicu
timbulnya masalah kesehatan yang terlihat secara jelas oleh mata
seperti pembuangan sampah yang sembarangan, adanya pem-
bakaran sampah, dan air telaga yang berwarna coklat pekat yang
tercemar.
b. Wawancara
Tahap wawancara ini tim penyusun melakukan wawancara
secara door to door dimana tim penyusun mengunjungi rumah
masyarakat di RT 09 yaitu sebanyak 30 rumah yang telah
diwawancarai kemudian mewawancarai secara langsung apa saja
masalah kesehatan yang dirasakan secara jelas oleh masyarakat
RT 09 Desa Sumber Sari. Dimana saat dilakukan wawancara,
mayoritas masyarakat mengaku adanya anggota keluarga yang
merokok di dalam rumah. Dari hasil wawancara yang sudah tim
penyusun lakukan, ditarik kesimpulan bahwa masalah kesehatan
yang dirasakan oleh masyarakat yaitu risiko terjadinya gangguan
sistem pernapasan.
Tim penyusun saat melakukan wawancara pada masyarakat
tersebut mayoritas juga menyebutkan memiliki keluhan-keluhan
seperti sering terkena batuk dan merasa nyeri dada saat batuk.
Tim penyusun kemudian melakukan wawancara pada pihak
Puskesmas Pembantu dengan tujuan mengkonfirmasi dari
pernyataan masyarakat tersebut guna mendapatkan informasi
tambahan.

56
c. Brainstorming
Tahap brainstorming ini tim penyusun melakukan
pengambilan suara bersama masyarakat untuk menentukan
prioritas masalah, dimana pada kegiatan ini tim penyusun
mengumpulkan masyarakat RT 09 di Balai Desa, kemudian tim
penyusun memberikan penjelasan mengenai masalah-masalah
kesehatan yang dianggap paling sering terjadi yang didapat pada
tahap observasi dan wawancara. Kegiatan brainstorming tersebut
dilakukan dengan tim penyusun menyampaikan masalah
kesehatan dan melakukan diskusi kepada beberapa Ibu-Ibu yang
hadir di Balai Desa RT 09, dimana saat itu tim penyusun
menampung pendapat-pendapat dari beberapa Ibu yang hadir.
Berikut pendapat-pendapat beberapa Ibu terkait permasalahan
yang terjadi di RT 09, antara lain: Tidak adanya tempat
pembuangan sampah terdekat di RT 09, Air yang berwarna
kocoklatan pekat, banyaknya beberapa anggota keluarga yang
masih merokok di dalam rumah terutama kebiasaan salat satu
keluarganya yang merupakan perokok aktif setelah makan
langsung merokok serta banyak intensitas perokok aktif itu
merokok.
Ketiga tahapan identifikasi masalah yang telah dilakukan
didapatkan beberapa masalah kesehatan yang terjadi di RT 09 Desa
Sumber Sari, sebagai berikut:
1) Pembuangan Sampah Sembarangan dan pembakaran sampah
sembarangan.
2) Air telaga yang tercemar.
3) Risiko terjadinya gangguan sistem pernapasan pada masyarakat
akibat merokok.

57
2. Tahap II Prioritas Masalah
Tahap prioritas masalah ini tim penyusun melakukan dengan
pengambilan suara bersama dengan masyarakat. Pengambilan suara
dilakukan oleh 22 orang yang terdiri dari 7 mahasiswa dan 15 orang
partisipan dari masyarakat yang kemudian dibentuk dalam 7 tim
untuk menentukan masalah kesehatan yang dianggap prioritas oleh
masyarakat. Kegiatan ini diawali dengan memberikan penjelasan
tentang masalah kesehatan yang telah dikumpulkan dari kegiatan
identifikasi masalah yang kemudian disepakati oleh masyarakat
bahwa masalah tersebut benar terjadi di RT 09 Desa Sumber Sari.
Setelah dijelaskan sedikit tentang masalah kesehatan yang terjadi,
dilanjutkan dengan penjelasan tentang cara penilaian untuk
menentukan prioritas masalah menggunakan teknik PAHO.
Satu anggota tim mendampingi satu kelompok yang terdiri atas 2-
3 orang untuk memulai pengambilan suara. Dimana dalam satu tim
tersebut menyepakati penilaian pada skor antara 1-5 dengan satu
suara dalam tim tersebut. Permasalahan yang mendapat skor tertinggi
akan menjadi prioritas utama. Skornya sendiri berkisaran antara 1-5,
kemudian nilai tersebut dilakukan penjumlahan. Berikut daftar tabel
skor yang sudah diambil rata-rata skor dari masing-masing
masyarakat, sebagai berikut:

58
Tabel 4.5 Prioritas Masalah dengan Teknik PAHO

No. Masalah Kesehatan M S V C Score Ranking

1. Pembuangan Sampah Sembarangan &


Pembakaran Sampah Sembarangan 4 3 3 3 108 II
2. Air telaga yang tercemar 3 3 3 2 54 III
3. Risiko terjadinya gangguan sistem
pernapasan pada masyarakat akibat 4 4 4 4 256 I
merokok
Keterangan:
Magnitude(M ) : Banyaknya penduduk yang terkena
Severity (S) : Tingkat Keparahan dampaknya
Vulnerability (V) : Cara dan teknologi yang murah & efektif
Community Concern (C) : Tingkat kehebohan yang ditimbulkan dalam
Masyarakat
Panduan Penilaian Prioritas Masalah:
1: Rendah sekali
2: Rendah
3: Sedang
4: Tinggi
5: Tinggi Sekali
Hasil Tabel 4.5 Prioritas Masalah dengan Teknik PAHO tersebut,
terlihat nilai tertinggi ada pada poin ketiga, dimana nilai rata-rata
Magnitude (M) sebesar 4, kemudian nilai rata-rata Severity (S) adalah
4, nilai rata-rata Vulnerability (V) adalah 4, dengan rata-rata nilai
Community Concern (C) adalah 4. Maka didapatkan prioritas masalah
pada RT 09 Desa Sumber Sari ialah Risiko terjadinya gangguan sistem
pernapasan pada masyarakat akibat merokok dengan total skor 256.
Penjumlahan skor tersebut diambil dari nilai rata-rata yang sudah
dijumlahkan pada masing masing satuan (M S V C) pada setiap
kelompok dan dari penjumlahan tersebut dilakukan pembagian skor
dari banyaknya kelompok dengan anggota 2-3 orang dalam setiap
kelompok pada masing-masing satuan (M S V C). Kemudian dari hasil

59
pembagian tersebut dilakukan pembulatan skor apabila hasil tersebut
berupa hasil koma. Setelah itu, sudah didapatkan hasil rata-rata skor
dari 7 kelompok tersebut dilakukan perkalian (M x S x V x C). Dan dari
hasil perkalian tersebut dilihat dari skor yang tertinggi, di mana
nantinya dilakukan pe-ranking-an dari yang tertinggi sampai yang
terendah pada setiap masalah.
3. Tahap III Analisa Penyebab Masalah
Tahap analisa penyebab masalah ini tim penyusun melakukan
analisis tentang bahaya asap rokok di dalam rumah bersama dengan
masyarakat. Analisa penyebab masalah ini dilakukan dengan
menggunakan Diagram tulang ikan (Fish Bone Diagram). Alasan tim
penyusun menggunakan Diagram tulang ikan (Fish Bone Diagram)
yaitu karena metode ini tergolong praktis dan mudah dalam
memandu responden untuk menemukan penyebab utama suatu
permasalahan. Berikut fish bone diagram dari prioritas masalah yang
telah ditentukan:

60
ENVIRONMENT MATERIALS MAN

Tidak adanya Tidak adanya Kurangnya pengetahuan


larangan untuk sarana khusus masyarakat tentang
tidak merokok informasi bahaya merokok
dalam rumah kesehatan

Tidak adanya Perokok yang


kawasan/tem- masih merokok
Kurangnya Tidak lebih dari 5 batang
pat khusus
media ditanamkan-nya per-hari
untuk pengetahuan
promosi Terjadinya
merokok bahaya merokok
kesehatan sejak dini gangguan
Sebab
sistem
pernapasan
pada
Kurangnya informasi Kurangnya
Adanya masyarakat
terkait penyakit yang Dukungan
sarana/tempat akibat rokok
timbul akibat keluarga
khusus yang
merokok mengenai bahaya
menjual rokok
merokok
dan membuat
rokok biasa Kurangnya
media promosi Tidak adanya
tentang bahaya penyuluhan dari
merokok dalam pelayanan kesehatan
rumah

MACHINE
METHODE
61
33

Gambar 4.1 Diagram Fish Bone Terkait Masalah Risiko Terjadinya Gangguan Sistem Pernapasan
pada Masyarakat akibat Merokok
4. Tahap IV Perencanaan
Pada tahap perencanaan tim penyusun melakukan penyusunan
perencanaan di mana tahap perencanaan ini dibuat dalam bentuk
tabel Plan of Action (POA). Adapun hasil perencanaan yang telah
dibuat oleh tim penyusun adalah sebagai berikut:

34
Tabel 4.6 POA (Plan Of Action) Program CERAMAH (Cegah Merokok Dalam Rumah)
Prioritas Penyebab Tujuan Jadwal Penanggung Sumber
Sasaran Kegiatan Target Lokasi
Masalah Masalah Pemecahan Pelaksanaan Jawab Dana

Risiko 1. Kurangnya Meningkatkan Bapak- Pemberian 100% Rumah 4 & 5 Januari Nila Nur Farida, Uang Kas
terjadinya pengetahuan pengetahuan Bapak yang pendidikan warga 2018 Siti Rahmawati Kelompok 4
gangguan masyarakat masyarakat Merokok kesehatan RT 09 Pebruari dan
sistem tentang khususnya dan Ibu terkait bahaya Desa Adelia Yuliana
pernapasan bahaya kepala keluarga, rumah merokok Sumber
pada merokok di ibu rumah tangga di Sari
masyarakat dalam rumah tangga di RT09 RT 09
akibat mengenai
merokok bahaya merokok
di dalam rumah
khususnya
bahaya terhadap
orang yang
terdekat
2. Adanya Meningkatkan Ibu rumah Pembentukan 100 % Balai 6 Januari 2018 Nia Amelia dan Uang Kas
anggota pemantauan tangga atau satpam rokok Dusun Nur Alma Yanti Kelompok 4
keluarga pada upaya anggota RT 09
yang perlindungan keluarga Desa
merokok di terhadap lain yang Sumber
dalam rumah perokok pasif merupakan Sari
khususnya anak- perokok
anak, ibu rumah pasif
tangga, dan
anggota keluarga
lain yang
merupakan
perokok pasif
yang berada
dalam rumah

30
35
3. Adanya Meningkatkan Satpam Pemantauan 100% Rumah 7-11 Januari M. Faqihuddin Uang Kas
anggota pemantauan Rokok Satpam Rokok Satpam 2018 Ali dan Siti Kelompok 4
keluarga pada upaya Rokok di Rahmawati
yang perlindungan RT 09 Pebruari
merokok di terhadap Desa
dalam rumah perokok pasif Sumber
khususnya anak- Sari
anak, ibu rumah secara
tangga, dan door to
anggota keluarga door
lain yang
merupakan
perokok pasif
4. Perokok Sebagai tindak Perokok Pembentukan 100% Rumah 11 Januari M. Faqihuddin Uang Kas
aktif yang lanjut program Aktif dan Kader Satpam Satpam 2018 Ali dan Risdi Kelompok 4
masih CERAMAH Satpam Rokok Rokok Yansyah
merokok (Cegah Rokok di RT 09
lebih dari 5 Merokok Desa
batang per Dalam Rumah) Sumber
hari dan Sari
mengurangi secara
frekuensi door to
merokok pada door
perokok aktif
di RT 09 Desa
Sumber Sari

31
37
5. Tahap V Implementasi
Tahapan implementasi ini tim penyusun telah melakukan kegiatan,
antara lain:
a. Advokasi
Tahap ini tim penyusun melakukan kegiatan advokasi kepada
ketua RT 09 Desa Sumber Sari, juga tokoh-tokoh yang
berpengaruh di RT 09 guna meminta izin melakukan kegiatan
pemberdayaan masyarakat selain itu juga untuk mendapatkan
dukungan kegiatan, dimana tujuannya adalah ketua RT 09 Desa
Sumber Sari ikut serta dalam program ini agar masyarakatnya juga
antusias untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang telah
dibuat oleh tim penyusun.
b. Bina Suasana
Tahap ini tim penyusun melakukan kegiatan bina suasana
dengan berbaur kepada masyarakat serta mengikuti kegiatan rutin
yang sering dilakukan oleh masyarakat RT 09 Desa Sumber Sari
seperti kegiatan masyarakat yang mengadakan pengajian rutin di
RT 09 Desa Sumber Sari. Selain itu juga, tim penyusun mengikuti
kegiatan-kegiatan lain yang ada di RT 09 seperti kerja bakti dan
posyandu.
c. Pendidikan Kesehatan
Kegiatan pemberdayaan masyarakat, pendidikan kesehatan
dilakukan sebagai salah satu upaya awal atau langkah awal yang
tim penyusun lakukan untuk mempengaruhi masyarakat agar
melaksanakan perilaku hidup sehat. Pada tahapan ini, tim
penyusun mengadakan pemberian informasi melalui penyuluhan-
penyuluhan kesehatan tepatnya terkait risiko terjadinya gangguan
sistem pernapasan pada masyarakat akibat merokok dalam rumah
guna mencegah perokok aktif untuk merokok di dalam rumah. Dan
memberikan informasi-informasi terkait dampak dari rokok yang

39
tidak hanya pada perokok itu sendiri tetapi melainkan juga pada
orang-orang yang berada disekitarnya.
6. Tahap VI Evaluasi
Tahap ini perlu dilakukan proses evaluasi dimana evaluasi ini
berguna untuk mengukur keberhasilan suatu kegiatan yang sudah
dikerjakan dan sebagai acuan untuk perencanaan selanjutnya. Adapun
evaluasi kegiatan yang dilakukan, tim penyusun memilih bentuk
evaluasi formatif, dimana evaluasi formatif ini dilakukan pada saat
proses kegiatan masih berlangsung. Dengan kata lain, evaluasi ini
dilaksanakan pada saat tim penyusun masih dalam tahap pelaksanaan
serangkaian kegiatan dalam program CERAMAH (Cegah Merokok
Dalam Rumah).
Bentuk kegiatan yang dapat dievaluasi adalah kegiatan yang
memiliki indikator keberhasilan. Pada program CERAMAH (Cegah
Merokok Dalam Rumah) kegiatan yang dapat diukur indikator
keberhasilannya antara lain:
1. Pemberian pendidikan kesehatan terkait bahaya merokok, dimana
akan diketahui apakah terjadi peningkatan pengetahuan pada
masyarakat RT 09 Desa Sumber Sari.
2. Pembentukan satpam rokok, dimana akan diketahui apakah
anggota keluarga yang perokok aktif di RT 09 Desa Sumber Sari
masih merokok di dalam rumah.
3. Pembentukan Kader Satpam Rokok, dimana akan diketahui berapa
batang rokok yang dikonsumsi oleh anggota keluarga yang
perokok aktif di RT 09 Desa Sumber Sari .

40
E. Pembahasan
1. Pemberian Pendidikan Kesehatan Kepada Kepala Rumah Tangga
Tim penyusun telah melakukan kegiatan sesuai dalam tabel POA
(Plan Of Action) yang telah dibuat, kegiatan pertama yang tim
penyusun laksanakan di RT 09 Desa Sumber Sari adalah pemberian
pendidikan kesehatan tentang Dampak Merokok yang berhasil
terselenggara pada hari Kamis, 04 Januari 2018 dan diselenggarakan
di rumah yang pada saat itu juga tengah mengadakan acara pengajian
rutin Bapak-Bapak. Sasaran tim penyusun adalah Kepala rumah
tangga dengan peserta yang menghadiri pengajian rutin tersebut
sebanyak 18 orang dengan rentang usia 33 tahun sampai dengan 88
tahun. Melalui kegiatan ini, sebelum memberikan materi, tim
penyusun terlebih dahulu melakukan pengukuran pengetahuan
responden dengan alat bantu kuesioner (pre-test).
Pengisian kuesioner masih ada hambatan yaitu beberapa
responden yang masih kesulitan membaca atau bahkan tidak bisa
membaca sama sekali sehingga sebagai tindakan solusi anggota tim
harus menyebar untuk membantu para responden dalam pengisian
kuesioner. Rata-rata hasil pre-test adalah 6.56. Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan responden terkait Dampak Merokok
tergolong cukup memahami dampak dari merokok.
Kegiatan dilanjutkan dengan pemberian pendidikan kesehatan
yang direspon baik oleh para audiens. Dilihat dari bagaimana audiens
mengemukakan pendapat atau bahkan beberapa pertanyaan unik,
seperti; “Kenapa hanya asap rokok saja yang dikatakan bahaya
sedangkan ada obat nyamuk yang sama seperti rokok, yaitu
mengeluarkan asap juga di dalam rumah? Kan sama saja?” kalimat
tersebut merupakan pertanyaan yang dilontarkan oleh salah satu
audiens sehingga menunjukkan bahwa audiens terlihat antusias dan
aktif mengikuti atau menerima pendidikan yang tim penyusun

41
berikan. Namun, ada hambatan yang terjadi dalam pemberian
pendidikan kesehatan ini yaitu perhatian audiens yang tidak terfokus
pada materi sehingga sebagai tindakan solusi para anggota tim yang
menyebar harus mengkondisikan para audiens agar kembali
memfokuskan perhatiannya pada materi yang diberikan oleh tim
penyusun.
Pemberian pendidikan kesehatan telah dilakukan dan dilanjutkan
dengan pemberian praktik sebagai contoh nyata dari bahaya asap
rokok pada paru-paru manusia. Pada kegiatan praktik ini para audiens
terlihat antusias dan fokus memperhatikan eksperimen yang
dilakukan oleh tim penyusun.
Tim penyusun kembali melakukan pengukuran pengetahuan
responden dengan alat bantu kuesioner (post-test). Dengan hambatan
yang sama seperti sebelumnya yaitu beberapa responden yang masih
kesulitan membaca atau bahkan tidak bisa membaca sama sekali
sehingga sebagai tindakan solusi anggota tim menyebar untuk
membantu para responden dalam pengisian kuesioner. Rata-rata hasil
post-test adalah 8.22. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan responden terkait dampak merokok meningkat setelah
diberikan pendidikan kesehatan sebelumnya oleh tim penyusun.
Kegiatan pendidikan kesehatan dapat diketahui bahwa hasil yang
didapat sesuai secara teori Green (1980, dalam Notoatmodjo 2007)
menjelaskan bahwa faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama,
yaitu salah satunya adalah faktor predisposisi dimana “Terbentuknya
suatu perilaku baru akan dimulai pada cognitive domain dalam arti,
subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus sehingga
menimbulkan pengetahuan baru pada subyek tersebut, selanjutnya
menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap subyek”.
Kegiatan tersebut dilakukuan dimana dengan memberikan
pendidikan kesehatan terlebih dahulu adalah suatu upaya yang

42
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu,
kelompok atau masyarakat, sehingga masyarakat mulai mengetahui
apa yang harus dilakukan terlebih dahulu sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan dalam bidang kesehatan.
2. Pemberian Pendidikan Kesehatan Kepada Ibu Rumah Tangga
dan Pembentukan Satpam Rokok
Tim penyusun telah melakukan kegiatan sesuai dalam tabel POA
(Plan Of Action) yang telah dibuat, kegiatan kedua yang tim penyusun
laksanakan di RT 09 Desa Sumber Sari adalah pemberian pendidikan
kesehatan tentang Dampak Merokok dan pembentukan Satpam Rokok
yang berhasil terselenggara pada hari Sabtu, 06 Januari 2018 dan
diselenggarakan di Balai Dusun RT 09 desa Sumber Sari. Sasaran tim
penyusun adalah Ibu Rumah Tangga dengan peserta yang hadir
sebanyak 18 orang, dengan rentang usia 27 tahun sampai dengan 50
tahun. Melalui kegiatan ini, sebelum memberikan materi tim
penyusun terlebih dahulu melakukan pengukuran pengetahuan
responden dengan alat bantu kuesioner (pre-test).
Kegiatan pengisian kuesioner masih ada hambatan yaitu beberapa
responden yang sulit dikondisikan, sehingga sebagai tindakan solusi
ada beberapa responden yang harus didampingi oleh anggota tim agar
kembali fokus dalam mengisi kuesioner. Rata-rata hasil pre-test
adalah 5.61. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
responden terkait Dampak Merokok tergolong cukup memahami
terkait dampak rokok.
Kegiatan dilanjutkan dengan pemberian pendidikan kesehatan
yang direspon baik oleh para audiens dimana audiens terlihat
antusias dan aktif mengikuti atau menerima pendidikan yang tim
penyusun berikan dilihat dari bagaimana audiens mengemukakan
pendapat unik. Namun, ada hambatan yang terjadi dalam pemberian
pendidikan kesehatan ini yaitu perhatian audiens yang tidak terfokus

43
pada materi sehingga sebagai tindakan solusi para anggota tim yang
menyebar harus mengkondisikan para audiens agar kembali
memfokuskan perhatiannya pada materi yang diberikan oleh tim
penyusun.
Pendidikan kesehatan telah diberikan maka dilanjutkan dengan
pemberian praktik sebagai contoh nyata dari Dampak Merokok. Pada
kegiatan praktik ini para audiens terlihat antusias dan fokus
memperhatikan tim yang melakukan eksperimen.
Kegiatan dilanjutkan lagi dengan pengenalan Buku Saku untuk
Satpam Rokok dan dilakukan pembentukan Satpam Rokok oleh salah
satu anggota tim penyusun. Sebelumnya, tim penyusun menjelaskan
terkait apa itu Satpam Rokok dan apa saja tugas dari Satpam Rokok.
Pada saat pembentukan Satpam Rokok ada hambatan yang terjadi
yaitu beberapa Ibu Rumah Tangga yang tidak bersedia menjadi
Satpam Rokok yang sebenarnya memiliki anggota keluarga merokok
di dalam rumah dengan alasan takut sehingga Satpam Rokok yang
terbentuk dan yang bersedia menjadi Satpam Rokok hanya berjumlah
5 orang.
Tim penyusun kembali melakukan pengukuran pengetahuan
responden sebelum mengakhiri kegiatan dengan alat bantu kuesioner
(post-test). Dengan hambatan yang sama yaitu beberapa responden
yang sulit dikondisikan, sehingga sebagai tindakan solusi ada
beberapa responden yang harus didampingi oleh anggota tim agar
kembali fokus dalam mengisi angket (post-test). Rata-rata hasil post-
test adalah 8.33. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
responden terkait Dampak Merokok meningkat setelah diberikan
pendidikan kesehatan sebelumnya oleh tim penyusun.
Kegiatan pendidikan kesehatan dapat diketahui bahwa hasil yang
didapat sesuai secara teori Green (1980, dalam Notoatmodjo, 2007)
menjelaskan bahwa faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama,

44
yaitu salah satunya adalah faktor predisposisi dimana “Terbentuknya
suatu perilaku baru akan dimulai pada cognitive domain dalam arti,
subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus sehingga
menimbulkan pengetahuan baru pada subyek tersebut, selanjutnya
menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap subyek”.
Pendidikan kesehatan diberikan terlebih dahulu merupakan suatu
upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik
individu, kelompok atau masyarakat, sehingga masyarakat mulai
mengetahui apa yang harus dilakukan terlebih dahulu sesuai dengan
apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan dalam bidang kesehatan.
Kegiatan selanjutnya yaitu memberikan berupa buku saku sebagai
acuan dengan tujuannya mengurangi frekuensi merokok perokok aktif
di dalam rumah. Sesuai dengan teori Green (1980, dalam Notoatmodjo,
2007) menjelaskan bahwa faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor
utama, yaitu salah satunya adalah faktor pemungkin yaitu “Faktor
pemungkin terwujud dalam lingkungan fisik dan tersedianya fasilitas-
fasilitas atau sarana-sarana kesehatan seperti adanya buku saku yang
telah dibuat sebagai acuan pengurangan frekuensi merokok oleh
perokok aktif di dalam rumah yang dipantau langsung oleh Satpam
Rokok”.
3. Pemantauan Buku Saku Pada Satpam Rokok
Tim penyusun telah melakukan kegiatan sesuai dalam tabel POA
(Plan Of Action) yang telah dibuat, kegiatan ketiga yang tim penyusun
laksanakan di RT 09 Desa Sumber Sari adalah pemantauan Buku Saku
yang telah diberikan kepada Satpam Rokok yang berhasil
terselenggara pada tanggal 07 - 11 Januari 2018 dan diselenggarakan
secara door to door dimana tim penyusun berpencar mengunjungi
rumah satpam rokok satu per satu. Sasaran tim penyusun adalah
Satpam Rokok yang telah dibentuk yang terdiri dari 5 orang. Melalui
kegiatan ini, dapat dilihat hasil pemantauan Satpam Rokok kepada

45
perokok aktif yang ada di rumah dengan mengisi serangkaian
pertanyaan yang telah diajukan dalam Buku Saku.
Pengisian Buku Saku telah dilakukan dan masih ada hambatan
yaitu ada beberapa Satpam Rokok yang masih mengosongkan
beberapa pertanyaan yang diajukan dalam Buku Saku sehingga tim
penyusun sedikit kesulitan dalam mengukur tingkat keberhasilan
program yang telah dijalankan. Namun, hambatan tersebut dapat
diatasi dengan solusi yaitu pengisian dilakukan bersama dengan
perokok aktif yang bersangkutan dengan Satpam Rokok sehingga
Buku Saku dapat terisi sepenuhnya.
Kegiatan pembentukan Satpam Rokok dapat diketahui bahwa hasil
yang didapat dalam beberapa hari tim penyusun memantau pengisian
Buku Saku yang telah diberiksan kepada Satpam Rokok terjadi
penurunan frekuensi pada beberapa perokok aktif di dalam rumah
walaupun belum menunjukkan secara seutuhnya. Dimana yang
awalnya perokok aktif merokok lebih dari 5 batang/hari setelah
dilakukannya pemantauan oleh Satpam Rokok melalui Buku Saku
terjadi penurunan frekuensi merokok menjadi 3 batang/hari.
Sehingga sesuai teori Green (1980, dalam Notoatmodjo, 2007) yang
menjelaskan bahwa faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama,
yaitu salah satunya adalah faktor penguat yaitu “Faktor yang
mendorong untuk bertindak untuk mencapai suatu tujuan yang
terwujud dalam peran keluarga terutama orang tua, guru dan petugas
kesehatan untuk saling bahu membahu. Faktor penguat yang
terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan maupun
petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat, termasuk undang-undang, peraturan-peraturan baik dari
pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan
untuk berperilaku sehat (Notoatmodjo, 2012).

46
Faktor penguat dalam program ini ialah adanya satpam rokok
dimana Satpam Rokok ini adalah bentuk pemberdayaan masyarakat
dimana dalam hal ini akan memantau perokok aktif untuk tidak
merokok di dalam rumah. Selain itu Satpam Rokok juga akan
memantau berapa jumlah batang rokok yang dihisap oleh perokok
aktif dalam sehari serta terus mengingatkan terkait dampak dari
merokok kepada perokok aktif.
4. Pembentukan Kader Satpam Rokok
Kegiatan keempat yang tim penyusun laksanakan di RT 09 Desa
Sumber Sari adalah pembentukan Kader Satpam Rokok sebagai
rencana tindak lanjut program CERAMAH (Cegah Merokok Dalam
Rumah) yang berhasil terselenggara pada tanggal 11 Januari 2018.
Kegiatan diselenggarakan secara door to door dimana tim penyusun
mengunjungi rumah Satpam Rokok satu per satu untuk menanyakan
kesedian Ibu-Ibu yang telah menjadi Satpam Rokok untuk menjadi
Kader program ini. Pada saat melakukan pembentukan Satpam Rokok,
tim penyusun menjelaskan sedikit terkait apa saja tugas dari Kader
Satpam Rokok, kemudian didapatkan 2 Ibu rumah tangga yang
bersedia menjadi Kader Satpam Rokok untuk melanjutkan kegiatan
yang telah tim penyusun laksanakan sehingga program ini dapat terus
berkelanjutan.
Kegiatan pembentukan Kader Satpam Rokok dapat diketahui
bahwa hasil yang didapat sesuai dengan yang dinyatakan dalam
Murniyati, dkk (2013) bahwa “Peran tenaga kesehatan dan kader
dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan meliputi memberikan
pelayanan, membantu memberikan penjelasan pada ibu dan suami
tentang informasi kesehatan. Hal tersebut akan memotivasi keluarga
untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, sangat
penting dilakukan pembentukan kader-kader kesehatan di desa”.
Sesuai dengan pernyataan tersebut dimana peran Kader Satpam

47
Rokok adalah melanjutkan program CERAMAH (Cegah Merokok
Dalam Rumah) dengan tugas memantau Satpam Rokok dalam mengisi
Buku Saku yang sudah disediakan serta bisa saling berbagi informasi
terkait dampak merokok.

F. Rencana Tindak Lanjut


Rencana tindak lanjut yang dapat dilakukan dari program CERAMAH
(Cegah Merokok Dalam Rumah) ini antara lain:
1. Memperluas Satpam Rokok yang berada di lingkungan RT 09 sehingga
bisa menjadi RT percontohan untuk RT-RT lainnya di Desa Sumber
Sari.
2. Memperbanyak Kader Satpam Rokok dalam memantau Satpam Rokok
yang terpencar dalam lingkungan RT 09 Desa Sumber Sari.
3. Membentuk Organisasi atau Komunitas perkumpulan untuk Satpam
Rokok dalam berbagi Ilmu terkait kesehatan khususnya terkait
dampak bahaya rokok. Sehingga semakin dapat berjalan program
CERAMAH (Cegah Merokok Dalam Rumah) tidak hanya di lingkungan
RT 09 tetapi juga dapat dilaksanakan di RT-RT lainnya yang berada di
Desa Sumber Sari.

48
BAB V
PENUTUP

G. Kesimpulan
Pelaksanaan Praktik Pemberdayaan Masyarakat telah dilaksanakan di
RT 09 Desa Sumber Sari, Kecamatan Loa Kulu Kutai Kartanegara dan
dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut:
1. Terjadi peningkatan pengetahuan masyarakat melalui pendidikan
kesehatan di mana pengetahuan Kepala Keluarga khususnya bapak-
bapak di RT 09 yaitu awalnya 6.56 menjadi 8.22. Pengetahuan Ibu
Rumah Tangga yang awalnya 5.61 meningkat menjadi 8.33 di RT 09
terkait pengetahuan dampak merokok di dalam rumah khususnya
dampak terhadap orang yang terdekat.
2. Terjadi peningkatan pemantauan pada upaya perlindungan terhadap
perokok pasif khususnya anak-anak, Ibu Rumah Tangga dan anggota
keluarga lain yang merupakan perokok pasif di RT 09 setelah
bersedianya 5 Ibu Rumah Tangga menjadi Satpam Rokok di setiap
rumah yang memiliki perokok aktif.
3. Terjadi sedikit penurunan frekuensi merokok pada perokok aktif
melalui pemantauan dengan menggunakan Buku Saku yang dipantau
oleh Satpam Rokok pada program Ceramah (Cegah Merokok dalam
Rumah) di RT 09.

H. Saran
1. Bagi Pihak Desa Sumber Sari
a. Dapat meningkatkan koordinasi dengan pihak Puskesmas dan
Kepala Desa atas kegiatan yang telah dijalankan dan dapat
dilanjutkan kembali sehingga tercapainya masyarakat Desa
Sumber Sari yang sehat, mandiri dan sejahtera.

49
b. Dapat menyediakan kebutuhan masyarakat bersama dengan
masyarakat mengembangkan program CERAMAH (Cegah Merokok
Dalam Rumah) agar program dapat terus berkelanjutan.
ii. Bagi Pihak Masyarakat Desa Sumber Sari
a. Diharapkan pada seluruh masyarakat khususnya di RT 09 dapat
melanjutkan kembali kegiatan yang telah diberikan pada saat
pelaksanaan kegiatan Praktik Pemberdayaan Masyarakat oleh
mahasiswa/i yang sudah berjalan meskipun mahasiswa/i tidak
berada lagi di Desa Sumber Sari.
b. Masyarakat berupaya untuk dapat meningkatkan derajat
kesehatan dan lingkungan sekitar secara mandiri agar terwujud
masyarakat yang lebih sehat dan sejahtera.
c. Lebih meningkatkan kerja sama dan partisipasi dalam kegiatan
yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
3. Bagi Pihak Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
a. Dapat menyediakan lebih banyak referensi dan pustaka, seperti
buku, proposal dan hasil laporan, yang dapat dijadikan acuan
dalam pembuatan proposal dan laporan kedepannya.
b. Dapat berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang dilakukan
mahasiswa baik kegiatan internal maupun eskternal kampus.
4. Bagi Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
a. Dapat menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang
didapatkan selama perkuliahan dan mampu mengaplikasikan
kepada masyarakat.
b. Dapat meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar mahasiswa
agar menjaga kekompakan dan mencegah kesalahpahaman.

50
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T.Y. (2006). Pola Gejala dan Kecenderungan Berobat Penderita
Tuberkulosis Paru. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran.
Aliansi Pengendalian Tembakau Indonesia (APTI). (2013). Peta Jalan
Pengendalian Tembakau Indonesia, Perlindungan terhadap Keluarga,
Generasi Muda dan Bangsa terhadap Ancaman Bahaya Rokok.
Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Aqib, Zainal. (2013). Model-model, Media, dan Strategi pembelajaran
Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Widya.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, Azrul. (2010). Pengantar Administrasi Kesehatan. Tangerang:
Binarupa Aksara Publisher.
Citra, Putri. (2012). Hubungan Lingkungan Dalam Rumah Dengan
Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Atang Jungket
Kecamatan Bies Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2012. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok.
Depkes RI. (2003). Konsumsi Tembakau dan Prevalensi Merokok di
Indonesia. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Direktorat
Promosi Kesehatan.
Detik Health. (2011). Bahaya Asap Rokok Bagi Orang Lain. Diakses di
http://www.detikhealth.com/kesehatan/522 pada tanggal 23
Desember 2017.
Dinkes Kukar. (2013).
Dinkes Provinsi Kaltim, (2017). Profil Kesehatan Tahun 2016.
http;//www.depkes.go.id/ diakses pada tanggal November 2017.
District Health Management. (2006). Training Material Modul. GTZ-DSE.
Douglas and Suzanne. (2007). A Priority Rating System for Public Health
Programs, Jurnal of American Public Health, Vol 105 no. 5.
Fillacano, Rahmayatul. (2013). Hubungan Lingkungan Dalam Rumah
Terhadap ISPA Pada Balita Di Kelurahan Ciputat Kota Tanggerang
Selatan Tahun 2013. Skripsi. FKIK, Prodi Kesehatan Masyarakat,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Green, L. W., (1980). Health Education Planning: a Diagnostic Approach.
(1stedition). California: Mayfield Publishing Company.
Grietje, dkk. (2013). Pengaruh Metode Brainstroming Terhadap Hasil
Belajar Bahasa Jerman Siswa Kelas XI SMA Negeri 3 Ambon. Ambon:

51
Jurnal Penelitian Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Jerman
FKIP Universitas Pattimura Ambon.
Gulo, W. (2007). Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.
Gunawan. 2016. Efektifitas Peraturan Kampung Bebas Asap Rokok Di Rw
11 Mendungan, Giwangan, Umbulharjo, Yogyakarta. Sosiologi
Reflektif, Vol. 10, No. 02.
http://ejournal.uinsuka.ac.id/isoshum/sosiologireflektif/article/do
wnload/1156/1066 diakses pada tanggal 28 Desember 2017.
Hopkins, Charles D. dan Antes, Richard L. (1990). Classroom Measurement
and Evaluation. Itasca, Illinois: F.E. Peacock Publisher, Inc.
(http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=penelitian+metode+ob
servasi+di+sekolah&source=web&cd=3&cad=rja&ved=0CEIQFjAC&
url=http%3A%2F%2Fsuardeyasasri.files.wordpress.com%2F2010
%2F02%2Fmetodepenelitiankualitatif.pdf&ei=5OjvUPb4HYfIlQXB4
4Bg&usg=AFQjCNHpw2gbe8KKlsFa1QVlTxPqG1SjrA&bvm=bv.1357
700187,d.bmk diakses pada 27 Desember 2017).
Ichpadillah, dkk. (2017). Laporan PBL Desa Sumber Sari Dusun 2, RT 09,
Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2016.
Stikes Muhammadiyah Samarinda.
Kemenkes RI No. 2269. (2011). Pedoman Pembinaan PHBS.
Ped_Pemb_PHBS.pdf diakses pada 23 Desember 2017.
Kemenkes RI. (2007). Riset Kesehatan Dasar Indonesian (RISKESDAS).
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen
Kesehatan, Republik Indonesia.
Kemenkes RI. (2010). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
http://www.depkes.go.id/ diakses pada tanggal 23 Desember 2017.
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar Indonesian (RISKESDAS).
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen
Kesehatan, Republik Indonesia.
Kemenkes RI. No. 585. (2007). Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan.
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Direktorat Promosi
Kesehatan.
Kholid, Ahmad. (2012). Promosi Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers.
Milo, Salma dkk. (2015). Hubungan Kebiasaan Merokok Di Dalam Rumah
Dengan Kejadian Ispa Pada Anak Umur 1-5 Tahun Di Puskesmas Sario
Kota Manado. ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3 Nomor 2.
Diakses pada tanggal 23 Desember 2017.

52
Murniyati, dkk. (2013). Pembentukan Kader Kesehatan Sebagai Upaya
Menurunkan Angka Kematian Ibu Dan Anak Di Desa Dunguswiru Dan
Desa Neglasari Kecamatan Blubur Limbangan Kabupaten Garut.
Jurnal Aplikasi Ipteks Untuk Masyarakat vol. 2 No. 1; 60-64.
Universitas Padjajaran.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku (ed. Revisi).
Jakarta: Rineka Cipta.
Padmawati, Retna dkk. (2011). Gerakan Rumah Bebas Asap Rokok dan
Implementasi Penerapan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di
Yogjakarta. Dibawakan pada Forum Nasional II: Jaringan Kebijakan
Kesehatan Indonesia. Makassar.
Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan
Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi
Kesehatan. Jakarta: Sekretari Negara.
Permenkes RI No. 2269 tahun 2011 tentang Pedoman Pembinaan Perilaku
HIdup Bersih dan Sehat. http://www.depkes.go.id/ diakses pada
tanggal 21 Desember 2017.
Permenkes RI Nomor 39 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga.
http://www.depkes.go.id/ diakses pada tanggal 21 Desember 2017.
Putra, I Kadek. (2016). Pengetahuan dan Sikap tentang Bahaya Rokok
serta Pengaruhnya terhadap Perilaku Siswa SMA untuk Mewujudkan
Rumah Bebas Asap Rokok di Kota Denpasar Tahun 2015. Community
Health Vol. 1 No.2. hal. 6.
Ramadhan, Kadar. (2017). Hubungan Larangan Merokok Di Rumah
Dengan Keberhasilan Berhenti Merokok. Jurnal Profesi Medika Vol.
11, No. 1. Diakses pada tanggal 23 Desember 2017.
Roestiyah, N. K. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Satrianegara, M. Fais. (2009). Buku Ajar Organisasi dan Manajemen
Pelayanan Kesehatan Serta Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Solicha, R. A. (2012). Tingkat Pengetahuan dan Sikap Pengunjung di
Lingkungan RSUP Dr. Kariadi tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Laporan Akhir Penelitian Karya Tulis Ilmiah. Semarang: Universitas
Diponegoro.(http://eprints.undip.ac.id/37769/1/RIZKIA_AMALIA_S
_LAP.KTI.pdf) diakses 21 Desember 2017.
Suardeyasasri. (2010). Metode Penelitian Kualitatif.
http://www.google.com/url?sg=t&rct=j&q=penelitian+metode+obs

53
ervasi+di+sekolah&source=web&cd=3&cad=rja&ved=0CE1)FjAC&u
rl=http%3A%2F%2Fsuardeyasasri.files.wordpress.com%2F2010%
2F02%2Fmetodepenelitiankualitatif.pdf&ei=50jvUpb4HYfllQXb44B
g&usg=AFOjCNHpw2gb diakases pada tanggal 21 Desember 2017.
TCSC-IAKMI. (2014). Bunga Rampai: Fakta Tembakau, Permasalahannya
di Indonesia tahun 2014. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI.
Umami, R.M. (2010). Perancangan Dan Pembuatan Alat Pengendali Asap
Rokok Berbasis Mikrokontroler.
UU Pergub Kaltim No. 1 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok.
http://www.fakta.or.id/wp-content/uploads/2014/06/Kalimantan-
Timur_Peraturan-Gubernur-No.-1-Thn-2013-ttg-KTR.pdf.
UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/UU%20No
mor%2036%20Tahun2%20009%20tentang%20Kesehatan.pdf.
WHO. (2008). WHO Report on the Global Tobacco Epidemic.
http://www.who.int/ diakses pada tanggal 21 Desember 2017.

54

Anda mungkin juga menyukai