Anda di halaman 1dari 15

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri Aeromonas hydrophila

2.1.1 Klasifikasi Aeromonas hydrophila

Klasifikasi Aeromonas hydrophila menurut Holt dkk, (1994) adalah sebagai

berikut :

Phylum : Protophyta

Classis : Schizomycetes

Ordo : Pseudomonadales

Familia : Vibrionaceae

Genus : Aeromonas

Species : Aeromonas hydrophila

2.1.2 Morfologi Aeromonas hydrophila

Bakteri A. hydrophila memiliki ciri utama yaitu berbentuk seperti batang

yang berukuran 0,8-1 x 1-3,5 µm, bersifat Gram negatif, fakultatif aerobik (dapat

hidup dengan atau tanpa oksigen), tidak mempunyai spora, dan bersifat motil

(bergerak aktif) karena mempunyai satu flagel yang keluar dari salah satu

kutubnya, serta hidup pada suhu 15 – 30 °C (Kordi, 2004). Bakteri ini juga

resisten terhadap chlorine serta suhu dingin (faktanya A. hydrophila mampu

bertahan hidup pada temperatur rendah ± 4 oC), tetapi setidaknya hanya dalam

waktu 1 bulan. Sebagian besar bakteri A. hydrophila mampu tumbuh dan

berkembang biak pada suhu 37 oC dan tetap motil pada suhu tersebut. Di samping

Efektivitas Ekstrak Sambiloto..., Langgeng Restiko, FKIP UMP, 2015


7

itu, pada kisaran pH 4,7 – 11 bakteri ini masih dapat tumbuh. Perkembangbiakkan

bakteri ini dapat dilakukan secara aseksual, yaitu dengan memanjangkan sel

diikuti dengan pembelahan inti atau pembelahan biner. Waktu yang diperlukan

untuk pembelahan satu sel menjadi dua sel bakteri ± 10 menit (Laili, 2007).

Gambar 2.1 Bakteri A. hydrophila Hasil Pewarnaan Gram, Perbesaran 1000X


ukuran 1 x 3,5 µm (Yulita, 2002)

2.1.3 Habitat dan Penyebaran Bakteri Aeromonas hydrophila

Bakteri A. hydrophila dapat hidup di air tawar, air laut, maupun air payau.

Pada umumnya bakteri ini hidup pada air tawar yang mengandung bahan organik

tinggi. Bakteri ini juga diakui sebagai patogen dari hewan akuatik yang berdarah

dingin. Di daerah tropik dan sub tropik, pendarahan pada organ dalam pada ikan

yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila pada umumnya muncul pada musim

panas (kemarau) karena pada saat itu konsentrasi bahan organik tinggi dalam

kolam air. Pada ikan, bakteri ini banyak ditemukan pada bagian insang, kulit, hati,

dan ginjal. Ada pula yang berpendapat bakteri ini dapat hidup pada saluran

pencernaan (Irianto, 2005).

Efektivitas Ekstrak Sambiloto..., Langgeng Restiko, FKIP UMP, 2015


8

2.1.4 Penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS)

Bakteri A. hydrophila merupakan salah satu bakteri oportunis yang dapat

menyebabkan penyakit bakterial. Penyakit bakterial yang disebabkan oleh bakteri

tersebut adalah penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Keberadaan

bakteri ini sangat berpengaruh terhadap budidaya ikan air tawar karena sering

menimbulkan wabah penyakit dengan tingkat kematian yang tinggi yaitu 80 –

100% dalam kurun waktu yang relatif singkat (1 – 2 minggu) (Irianto, 2005).

Serangan bakteri ini bersifat laten (berkepanjangan) sehingga tidak

memperlihatkan gejala penyakit meskipun telah dijumpai pada tubuh ikan.

Serangan bakteri ini baru terlihat apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat

stres yang disebabkan oleh penurunan kualitas air, kekurangan pakan, atau

penanganan ikan yang kurang baik. Penularan bakteri ini dapat langsung melalui

air, kontak badan, kontak dengan peralatan yang tercemar atau karena

pemindahan ikan yang telah terinfeksi A. hydrophila dari satu tempat ke tempat

lain (Kordi, 2004).

Ikan yang terinfeksi bakteri A.hydrophila memperlihatkan tanda-tanda

berupa tingkah laku ikan tidak normal, berenang lambat, megap-megap di

permukaan air, dan nafsu makan menurun. Tanda lainnya seperti sirip ikan rusak,

kulit kering dan kasar, lesi yang berkembang menjadi tukak, dan mata menonjol

(exophthalmus), serta terkadang perut menggembung berisi cairan kemerahan.

Penyakit ini bersifat musiman dan meningkat selama musim panas serta

berhubungan dengan populasi ikan yang mengalami stres (Kabata, 1985).

Efektivitas Ekstrak Sambiloto..., Langgeng Restiko, FKIP UMP, 2015


9

2.1.5 Penanggulangan Penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia)

Dalam budidaya ikan dibutuhkan pengelolaan yang baik untuk

menanggulangi timbulnya penyakit. Penyakit pada ikan yang disebabkan oleh

A.hydrophila hendaknya dicegah karena sifat motilnya yang mengakibatkan

bakteri menyebar dengan cepat dan serangan bakteri ini bersifat berkepanjangan

(Kordi, 2004). Pencegahan penyakit MAS yang sudah terbukti efektif adalah

dengan menggunakan vaksin dan antibiotik sintetis. Namun, kedua bahan tersebut

mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Vaksin efektif digunakan

untuk pencegahan penyakit MAS pada ikan. Adapun jenis-jenis vaksin yang

digunakan adalah vaksin monovalen, vaksin multivalen/ polivalen, vaksin

polivalen plus, vaksin produk ekstraseluler, dan vaksin produk intraseluler (Mulia,

2012).

Bahan antibiotik sintetis juga dapat digunakan untuk pencegahan dan

pengobatan penyakit MAS. Antibiotik dapat diberikan dengan cara menyuntikkan

antibiotik dengan dosis yang disesuaikan dengan berat tubuh ikan tersebut.

Namun, penggunaan antibiotik sintetis juga dapat berdampak buruk karena

mengakibatkan resistensi pada bakteri, selain itu juga dapat mencemari

lingkungan dan pada residu antibiotik dapat terakumulasi pada tubuh ikan dan

manusia yang mengkonsumsinya, sehingga hal tersebut harus dihindari (Calabrase

dkk, 2000).

Efektivitas Ekstrak Sambiloto..., Langgeng Restiko, FKIP UMP, 2015


10

2.1.6 Antibiotik Kloramfenikol

Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme

hidup terutama fungsi bakteri atau melalui sintesis, dan memiliki efek mematikan

atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme khususnya bakteri.

Kloramfenikol adalah salah satu jenis antimikroba turunan amfenikol yang secara

alami diproduksi oleh Stretomyces venezuelae (Ganiswarna, 1995). Senyawa

dengan rumus molekul C11H12C12N2O5 dan nama D (-) treo-2-dikloroasetamido-1-

p-notrofenilpropana-1,3-diol, memiliki struktur molekul pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur Bangun Kloramfenikol (Susanti, 2009)

Mekanisme kerja kloramfenikol sebagai antibakteri bersifat stereospesifik,

karena hanya satu steroisomer yang memiliki aktivitas antibakteri, yaitu D (-)

treo-isomer. Kloramfenikol bekerja pada spektrum luas, efektif baik terhadap

Gram positif maupun Gram negatif. Mekanisme kerja kloramfenikol melalui

penghambatan terhadap biosintesis protein pada siklus pemanjangan rantai asam

amino, yaitu dengan menghambat pembentukan ikatan peptida. Antibiotika ini

mampu mengikat subunit ribosom 50-S sel mikroba terget secara terpulihkan,

akibatnya terjadi hambatan pembentukan ikatan peptida dan biosintesis protein.

Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik, tetapi pada konsentrasi tinggi

dapat bakterisida terhadap bakteri-bakteri tertentu (Ganiswarna, 1995).

Efektivitas Ekstrak Sambiloto..., Langgeng Restiko, FKIP UMP, 2015


11

Spektrum antibakteri kloramfenikol meliputi D. Pneumoniae, Str.

Pyogenes, Str. Viridans, Neisseria, Haemophilus, Bacillus sp, Listeria, bartonella,

Brucella, P. Multocida, C. Diphteriae, Chalamydia, Mycoplasma, Rickettsia,

treponema dan kebanyakan mikroba aerob. Senyawa ini juga efektif terhadap

kebanyakan galur E. Coli, K. Pneumoniae, dan Pr. Mirabilis (Ganiswara, 1995).

2.2 Tumbuhan Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees)

2.2.1 Klasifikasi Tumbuhan Sambiloto, menurut (Cronquist, 1981):

Divisio : Magnoliophyta

Classis : Magnoliopsida

Ordo : Scrophulariales

Familia : Acanthaceae

Genus : Andrographis

Species : Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees

2.2.2 Deskripsi Tumbuhan Sambiloto

Bunga berbentuk tabung relatif sempit, panjang sekitar 6 mm, berbibir dua

mencolok, bibir atas lonjong, berwarna putih dengan bagian atas kekuningan,

panjang sekitar 7-8 mm, bibir bawah lebih tipis, berwarna putih dengan noda

ungu, sekitar 6 mm, benang sari terletak di tenggorokan, filamen sempit dengan

basis broadned, sekitar 6 mm, bassal anter berjanggut, permukaan yang luas

berkerut, perbungaan paten, sering berulang kali bercabang, sering digabungkan

dalam melai terminal, tangkai bunga 3-7 mm, kelopak 3-4 mm. Buah seperti

kapsul berbentuk jorong. Daun lanset, letak berhadapan bersilangan, ujung

meruncing, panjang 3 – 7 cm, lebar 1 – 3 cm, permukaan atas berwarna hijau tua,

Efektivitas Ekstrak Sambiloto..., Langgeng Restiko, FKIP UMP, 2015


12

bagian bawah berwarna hijau muda, tangkai daun 1 – 1 cm. Batang berbentuk segi

empat (kuadrangulis) dengan nodus membesar (Backer dan van den Brink, 1965).

2.2.3 Habitat Tumbuhan Sambiloto

Sambiloto tumbuh secara liar di tempat terbuka, di kebun, tepi sungai,

tanah kosong yang agak lembab, atau pekarangan. Tumbuh di dataran rendah

sampai ketinggian 700 meter di atas permukaan laut (Dalimunthe, 2009).

Gambar 2.3 Tumbuhan Sambiloto (Dokumen Pribadi, 2014)

2.2.4 Kandungan Senyawa Sambiloto

Tumbuhan sambiloto rasanya sangat pahit karena mengandung senyawa

yang disebut andrographolida yang merupakan senyawa keton diterpena. Senyawa

ini merupakan salah satu bahan aktif dari daun sambiloto yang juga banyak

mengandung unsur-unsur mineral lain seperti kalium, kalsium, natrium, dan asam

kersik, dalam daun sambiloto juga terdapat, alkane, ketone, dan aldehide

(Lembaga Biologi Nasional, 1978).

Efektivitas Ekstrak Sambiloto..., Langgeng Restiko, FKIP UMP, 2015


13

2.2.5 Manfaat Sambiloto

Andrograpolida yang terdapat dalam sambiloto berkhasiat sebagai

analgesik dan antiseptik dengan cara meningkatkan kadar betaendorfin dalam

plasma, betaendorfin merupakan suatu neurotransmitter yang dapat berefek

analgesik (pereda rasa sakit) dan antipiretik (penurun demam), dan

andrograpoloida juga berkhasiat sebagai antidiabetes. Sebagai kholeretik

andrographolida dapat meningkatkan aliran empedu, garam empedu dan asam

empedu, selain itu zat yang terasa pahit ini juga bisa meningkatkan produksi

antibodi/ immunostimulan (Prapanza dan Marianto, 2003).

Sambiloto juga mempunyai mempunyai efek muskarinik pada pembuluh

darah, efek pada jantung isemik, efek respirasi pada sel, antiinflamasi dan

antibakteri. Herba ini sangat berkhasiat untuk menyembuhkan infeksi yang

disebabkan oleh bakteri misalnya pada Staphylococcus aureus, Pseudomonas

aeruginosa, Proteus vulgaris, Shigella dysenteriae, dan Escherichia coli

(Abadnego, 2012).

2.3 Metabolisme Sekunder

Di dalam tubuh makhluk hidup terdapat suatu proses kimia yang

memungkinkan terdapat suatu kehidupan, proses tersebut disebut dengan

metabolisme. Tumbuhan sebagai salah satu makhluk hidup menghasilkan dua

senyawa organik hasil metabolisme yaitu metabolit primer dan sekunder.

Metabolit primer merupakan senyawa utama penyusun yang dibutuhkan untuk

proses perkembangan dan pertumbuhan makhluk hidup. Metabolit primer

meliputi karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin. Metabolit sekunder merupakan

Efektivitas Ekstrak Sambiloto..., Langgeng Restiko, FKIP UMP, 2015


14

senyawa yang dihasilkan tumbuhan namun tidak berperan langsung dalam proses

pertumbuhan dan perkembangan (Robinson, 1995).

Metabolit sekunder dikelompokkan menjadi tiga, yaitu fenolat, terpen, dan

senyawa yang mengandung nitrogen. Fenolat merupakan senyawa aromatik alami

yang mengandung gugus fenol. Beberapa senyawa yang termasuk fenolat antara

lain selulosa, lignin, flavonoid, dan tanin. Sejumlah metabolit sekunder memiliki

aktivitas biologis seperti golongan tanin, saponin, glikosida, terpenoid, flavonoid,

tanin, dan alkaloid (Robinson, 1995).

2.4 Senyawa Metabolit Sekunder

a. Flavonoid

Flavonoid yang terdapat di alam antara lain flavon, isoflavon, antosianin,

leuko-antosianin, dan kalkon. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah,

ungu, dan biru serta sebagian zat warna kuning yang terdapat dalam tanaman.

Beberapa fungsinya untuk tumbuhan yang mengandung flavonoid ialah pengatur

tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, dan kerja

terhadap serangga (Robinson, 1995).

b. Tanin

Terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae khusus

dalam jaringan kayu. Di dalam tumbuhan, letak tanin terpisah dari protein dan

enzim sitoplasma. Secara kimia tanin dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin

terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi lebih panjang dari segi

penyamakan. Tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester yang dapat terhidrolisis

jika dididihkan dalam larutan asam klorida encer. Tanin terhidrolisis biasanya

Efektivitas Ekstrak Sambiloto..., Langgeng Restiko, FKIP UMP, 2015


15

berupa senyawa amorf, higroskopis, berwarna cokelat, hijau, kuning yang larut

dalam air (terutama air panas) membentuk alkaloid (Padmawinata dan Soediro,

1996).

c. Terpenoid

Terpenoid adalah senyawa yang mengandung karbon dan hidrogen, atau

karbon hidrogen dan oksigen yang tidak bersifat aromatis. Secara kimia terpenoid

larut dalam lemak dan terdapat di dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya

terpenoid diekstraksi dari jaringan tumbuhan dengan memakai eter atau

kloroform, dan dapat dipisahkan secara kromatografi pada silika gel atau

alumunia menggunakan pelarut eter atau kloroform (Harbone, 1996).

d. Alkaloid

Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai tumbuhan, tetapi sering kali

kadar alkaloid kurang dari 1%, alkaloid dari tanaman kebanyakan amina tersier

dan lainnya terdiri dari nitrogen primer, sekunder, dan quartener. Semua alkaloid

mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan

sebagian atom nitrogen ini merupakan cincin aromatis (Kristanti dkk, 2008).

e. Saponin

Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan

busa, jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering

menyebabkan hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer,

saponin sangat beracun untuk ikan. Tumbuhan yang mengandung saponin telah

digunakan sebagai racun ikan. Saponin mempunyai efek antibakteri dan

antijamur. Saponin memiliki struktur yang sangat berkaitan dengan molekul

Efektivitas Ekstrak Sambiloto..., Langgeng Restiko, FKIP UMP, 2015


16

hidrofilik dan molekul-molekul organik non polar (lipofilik) sehingga mampu

merusak membran sitoplasma dan membunuh bakteri pembentukan busa yang

lama pada waktu ekstraksi atau ekstrak tanaman yang pekat menunjukkan adanya

saponin (Wagner, 1984).

2.5 Penapisan Fitokimia Simplisia Sambiloto

Penapisan fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia dalam

tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, dan biji). Terutama

kandungan metabolit sekunder yang bioaktif yaitu alkaloid, antrakinon, flavonoid,

kumarin, glikosida jantung, saponin (steroid dan triterpenoid), pilifenol, tanin, dan

minyak atsiri. Adapun tujuan utama dari penapisan fitokimia adalah menganalisis

tumbuhan untuk mengetahui kandungan bioaktif atau kandungan yang berguna

untuk pengobatan (Pedrosa, 1987). Teknik yang digunakan untuk melakukan

penapisan fitokimia harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain, sederhana,

cepat dan dapat dilakukan dengan peralatan minimal, selektif terhadap golongan

senyawa yang dipelajari, semikualitatif dan dapat memberikan keterangan

tambahan ada atau tidaknya senyawa tertentu dari golongan senyawa yang

dipelajari (Pedrosa, 1987).

Uji flavonoid digunakan untuk mendeteksi senyawa yang mempunyai inti

benzopiranon. Warna merah atau ungu yang terbentuk merupakan garam

benzopirilum, yang disebutkan juga garam flavilium (Kristanti dkk, 2008).

Tanin terdeteksi dalam ekstrak karena kemampuan ion Fe3+ dari reagen

membentuk kompleks dengan senyawa tanin. Kompleks terbentuk karena ikatan

Efektivitas Ekstrak Sambiloto..., Langgeng Restiko, FKIP UMP, 2015


17

kovalen antara ion Fe3+ dengan atom O dari gugus fungsi OH senyawa tanin

melepaskan atom H.

Uji saponin menunjukan hasil positif apabila memiliki kemampuan

membentuk buih dalam air. Senyawa glikosida terhidrolisis menjadi glukosa dan

aglikon (Kristanti dkk, 2008)

Terpenoid terdeteksi apabila ada warna merah bata setelah ditetesi

pereaksi asetat anhidrat dan asam sulfat. Senyawa terpenoid akan mengalami

dehidrasi dengan penambahan asam kuat dan membentuk garam yang

memberikan reaksi warna merah tua (Robinson, 1995)

Saponin terdeteksi apabila terbentuk endapan putih dipermukaan setelah

didiamkan 3 menit. Saponin mempunyai sifat seperti sabun ketika dilarutkan

dalam air yaitu akan membentuk busa. Beberapa saponin bekerja sebagai

antimikroba (Robinson, 1995).

2.6 Uji Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Sambiloto

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan pemisahan komponen kimia

yang sering digunakan dalam kimia organik bahan alam. Fenomena yang terjadi

pada KLT adalah berdasarkan prinsip adsorbsi. Pada KLT, secara umum

senyawa-senyawa yang memiliki kepolaran rendah akan terelusi lebih cepat

daripada senyawa-senyawa polar (Kristanti dkk, 2008)

KLT merupakan teknik pilihan untuk pemisahan semua kandungan yang

larut dalam lipid, yaitu lipid, karotenoid, steroid, kuinon sederhana, dan klorofil

(Harbone, 1996). Proses KLT mudah dan cepat, sehingga banyak digunakan

untuk melihat kemurnian suatu senyawa organik. Ada dua macam fase dalam

Efektivitas Ekstrak Sambiloto..., Langgeng Restiko, FKIP UMP, 2015


18

KLT yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam yang digunakan dalam KLT

berupa zat padat silika atau alumunia yang mempunyai kemampuan mengabsorpsi

bahan-bahan yang akan dipisahkan sebagai absorben (Kristanti dkk, 2008). Fase

gerak yang diapakai adalah pelarut tunggal atau campuran pelarut dengan

perbandingan tertentu. Pendeteksian noda dapat dilakukan dengan pengamatan

langsung, dibawah sinar UV dan disemprot dengan reagen spesifik (Wagner,

1984).

2.7 Ekstraksi

Ekstrak adalah sedian padat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan serbuk yang tersisa

diperlakukan sedemikian hingga memenuhi buku yang ditetapkan. Ekstrak cair

adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung etanol sebagai pelarut dan

pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi, tiap mili

ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 gram simplisia yang memenuhi syarat

(Depkes RI, 1996).

Tumbuhan segar yang telah diperoleh dihaluskan yang kemudian

dikeringkan kemudian diproses dengan cairan pengekstraksi. Jenis ekstraksi dan

bahan ekstraksi (cairan, ekstraksi, menstruum) yang sebaiknya digunakan, sangat

tergantung kelarutan dan stabilitasnya. Untuk memperoleh sediaan yang cocok

umumnya digunakan campuran etanol-air sebagai cairan pengekstraksi (Depkes

RI, 1996).

Efektivitas Ekstrak Sambiloto..., Langgeng Restiko, FKIP UMP, 2015


19

2.8 Maserasi

Maserasi adalah tekhnik penyaringan yang sederhana. Maserasi dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari

akan menembus dinding sel dalam masuk ke dalam rongga sel yang mengandung

zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya konsentrasi antara larutan zat aktif

di dalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar.

Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara

larutan di luar sel dengan di dalam sel. (Depkes RI, 1986).

Maserasi umumnya dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia dengan

derajat halus yang cocok dimasukan kedalam bejana, kemudian dituangi dengan

bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan 5 hari diserkai, sehingga diperoleh

seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan di tempat sejuk,

terlindungi dari cahaya, selama 2 hari. Kemudian endapan dipisahkan (Depkes RI,

1986).

Pada penyaringan dengan cara maserasi perlu dilakukan pengadukan.

Pengadukan dilakukan untuk meratakan konsentrasi larutan diluar butir serbuk

simplisia, sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat

perbedaan konsentrasi yang sekcil-kecilnya antara larutan di dalam sel dan di luar

sel (Depkes RI, 1986).

Hasil penyaringan dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama waktu

tertentu. Waktu tersebut diperlukan untuk mendapatkan zat-zat yang tidak

diperlukan tetapi terlarut didalam cairan penyari seperti malam dan lilin-lilin

(Depkes RI, 1986).

Efektivitas Ekstrak Sambiloto..., Langgeng Restiko, FKIP UMP, 2015


20

Remaserasi dilakukan dengan cara cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk

simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah itu tuangakan dan

peras, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua (Depkes RI,

1986).

Efektivitas Ekstrak Sambiloto..., Langgeng Restiko, FKIP UMP, 2015

Anda mungkin juga menyukai