USWATUN CHUSNAH
A24140038
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Morfologi dan Fenologi
Bunga Lima Genotipe Hotong [Setaria italica (L.) Beauv] adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Uswatun Chusnah
NIM A24140038
4
5
ABSTRAK
USWATUN CHUSNAH. Morfologi dan Fenologi Bunga Lima Genotipe Hotong
[Setaria italica (L.) Beauv]. Dibimbing oleh SINTHO WAHYUNING ARDIE dan
MUHAMAD SYUKUR.
Hotong [Setaria italica (L.) Beauv] adalah salah satu sumber karbohidrat
yang berpotensi untuk dikembangkan karena toleran terhadap cekaman abiotik dan
bijinya yang bernutrisi tinggi. Meskipun berpotensi tinggi, hotong masih terabaikan
dan belum ada varietas unggul yang dilepas di Indonesia. Hibridisasi hotong
menghadapi beberapa tantangan, termasuk bunga berukuran kecil, waktu
pembungaan yang beragam, dan meyerbuk sendiri. Studi fenologi dan morfologi
pembungaan merupakan langkah penting dalam pengembangan strategi hibridisasi
hotong. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai
fenologi dan morfologi pembungaan lima genotipe hotong. Penelitian dilaksanakan
pada bulan April sampai Agustus 2018 di Kebun Percobaan Cikabayan Bawah,
IPB. Percobaan disusun berdasarkan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) faktor tunggal dengan tiga ulangan. Faktor perlakuan adalah genotipe
hotong yang terdiri atas 5 genotipe yaitu ICERI 5, ICERI 6, ICERI 7, Botok 4, dan
Botok 10. Hasil karakterisasi morfologi dan fenologi menunjukkan adanya
keragaman antar genotipe yang diuji. Genotipe Botok 4 memiliki malai dan zona
polinasi paling panjang. Genotipe ICERI-6 memiliki tangkai malai yang paling
panjang. Genotipe Botok 10 memiliki jumlah floret yang paling banyak. Rata-rata
periode pembungaan pada hotong sekitar 30 hari, terhitung sejak inisiasi sampai
biji panen. Genotipe ICERI mengalami anthesis sekitar 56-70 HST. Genotipe
Botok mengalami anthesis sekitar 95-100 HST. Periode polinasi genotipe ICERI
berlangsung selama 95-120 menit, sedangkan periode polinasi genotipe Botok
berlangsung selama 105-115 menit.
ABSTRACT
USWATUN CHUSNAH. Flower Morphology and Phenology of Five Foxtail
Millet [Setaria italica (L.) Beauv] Genotypes. Supervised by SINTHO
WAHYUNING ARDIE and MUHAMAD SYUKUR.
Foxtail millet [Setaria italica (L.) Beauv] is one of carbohydrate sources that
is potentially developed due to its nutritious grain and its tolerance to abiotic
stresses. Despite of its potential, foxtail millet is still neglected and no superior
foxtail millet variety has been released in Indonesia. Hybridization of foxtail millet
faces several challenges, including small sized flower, varied flowering time, and
its cleistogamy nature. Studying flower morphology and phenology is a pivotal step
in hybridization strategy development of foxtail millet. The objective of this study
was to provide basic information about flower morphology and phenology of five
foxtail millet genotypes. This study was conducted in April-August 2018 at the
Cikabayan Bawah Experimental Field, IPB. The experiment was arranged in a
Randomized Complete Block Design with single factor and three replications. The
treatment factor was foxtail millet genotype consisted of five genotypes namely
ICERI 5, ICERI 6, ICERI 7, Botok 4, and Botok 10. The results of morphological
and phenological characterization showed the existence of diversity among the
genotypes tested. Botok 4 genotype had the longest panicle and pollination zone.
The ICERI-6 genotype had the longest panicle stalk. Botok genotype 10 had the
most number of floret. The average flowering phase in foxtail millet were about 30
days, starting from the initiation until the seeds mature. ICERI genotype anthesis
was around 56-70 DAP. Botok genotype anthesis was around 95-100 DAP. The
ICERI genotype pollination period was about 95-120 minutes, while Botok
genotype pollination period was about 105-115 minutes.
USWATUN CHUSNAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul Morfologi dan Fenologi Bunga Lima
Genotipe Hotong [Setaria italica (L.) Beauv] dapat diselesaikan dengan baik.
Terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Sintho Wahyuning Ardie, S.P., M.Si. dan Prof. Dr. Muhamad Syukur, S.P.,
M.Si. sebagai pembimbing tugas akhir yang telah memberikan ilmu, bimbingan,
dan motivasi selama pelaksanaan tugas akhir.
2. Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.S. sebagai dosen penguji tugas akhir yang telah
memberikan saran dan masukan untuk perbaikan tugas akhir.
3. Dr. Dewi Sukma, S.P., M.Si. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi selama perkuliahan.
4. Orangtua dan keluarga yang selalu memberikan doa, semangat, dan dukungan
selama menempuh pendidikan di IPB.
5. Keluarga Ashima, Septi, Rahma, Kak Nurul, Kak Sherly, Kak Puput, Kak Zulfa,
Kak Satria, Mas Habib yang telah membantu, memberikan saran dan motivasi
selama pelaksanaan tugas akhir.
6. Yayasan Karya Salemba Empat yang telah memberikan ilmu, pengalaman,
motivasi, dan dukungan finansial selama masa studi di IPB.
7. Teman-teman seperjuangan: Yusuf, teman-teman KKB 51, Cikita yang selalu
memberikan semangat dan dukungan.
8. Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas akhir ini: teknisi KP
Cikabayan Bawah (Pak Sala, Pak Zaenal) dan teman-teman Azalea AGH 51.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Uswatun Chusnah
12
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR ii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 1
Hipotesis 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Tanaman Hotong 2
Fenologi Bunga Hotong 2
METODE 3
Tempat dan Waktu 3
Bahan dan Alat 3
Rancangan Percobaan 3
Prosedur Percobaan 4
Pengamatan 5
Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Kondisi Umum 7
Karakterisasi Morfologi Bunga Lima Genotipe Hotong 9
Karakterisasi Fenologi Bunga Lima Genotipe Hotong 13
KESIMPULAN DAN SARAN 18
Kesimpulan 18
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 18
LAMPIRAN 21
RIWAYAT HIDUP 24
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Foxtail millet [Setaria italica (L.) Beauv] atau yang lebih dikenal dengan
nama hotong merupakan salah satu tanaman serealia yang dibudidayakan di
Tiongkok bagian Utara sejak zaman Neolitik (Cheng dan Dong, 2010). Hotong
termasuk tanaman yang toleran terhadap kekeringan dan mudah tumbuh pada
berbagai jenis tanah di daerah tropis (FAO, 2017). Hotong potensial untuk
dikembangkan sebagai pangan fungsional karena memiliki kandungan karbohidrat
yang cukup tinggi (60.9%) (Hariprasanna, 2017). Hotong juga mengandung protein
(14%) yang lebih tinggi dibandingkan dengan beras. Selain itu, hotong juga
mengandung serat dan antioksidan (Balitbangtan, 2017).
Mengingat peran strategis dari tanaman ini, maka diperlukan upaya perbaikan
potensi genetiknya. Penelitian Sintia (2017) dan Zahroh (2017) menunjukkan
bahwa terdapat genotipe hotong dengan potensi hasil tinggi (2.2-3.5 ton ha-1), umur
panen cepat (64-67 hari setelah tanam) dan habitus pendek (80-89 cm). Sejumlah
genotipe hotong juga teridentifikasi toleran terhadap cekaman salinitas (Ardie et
al., 2015; Adillah, 2016; Ulum, 2017; Ihsan, 2017) dan kekeringan (Putri, 2017;
Lapuimakuni, 2018). Akan tetapi, sifat-sifat baik tersebut belum terfiksasi dalam
satu genotipe. Varietas unggul hotong dengan sifat-sifat yang ditargetkan tersebut
dapat dirakit melalui hibridisasi. Hibridisasi adalah persilangan dua sifat genetik
secara seksual dari dua tanaman berbeda untuk mendapatkan sifat genetik yang
lebih baik dalam satu tanaman (Mallet, 2005). Hibridisasi bertujuan untuk
memperoleh kombinasi genetik yang diinginkan melalui persilangan dua atau lebih
tanaman yang berbeda genotipenya.
Eksplorasi genotipe hotong lokal Indonesia telah dilakukan oleh Balai
Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) dan tim peneliti hotong di IPB. Akan
tetapi, perhatian terhadap pengembangan hotong masih sangat terbatas di Indonesia
dan belum ada varietas unggul hotong yang dilepas di Indonesia hingga saat ini.
Hotong merupakan tanaman menyerbuk sendiri (Li et al., 1935). Bunga hotong
yang berukuran sangat kecil (Diao dan Jia, 2017) dan variasi waktu berbunga antar
genotipe, bahkan antar spikelet dalam malai yang sama (Siles et al., 2001)
menyebabkan hibridisasi pada hotong cukup sulit dilakukan. Penelitian Sintia
(2017) dan Zahroh (2017) melaporkan bahwa waktu berbunga 16 genotipe hotong
bervariasi antara 35-60 hari setelah pindah tanam atau 49-74 hari setelah tanam.
Menurut Jamsari et al. (2007) keberhasilan dalam program hibridisasi tanaman
khususnya dalam perakitan varietas-varietas unggul pada prinsipnya tergantung
pada informasi fenologi perkembangan bunga. Oleh karena itu, informasi fenologi
perkembangan bunga hotong sangat diperlukan guna mendukung program
hibridisasi hotong.
Tujuan
Hipotesis
Terdapat minimal satu karakter morfologi dan fenologi bunga yang berbeda
pada genotipe hotong.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Hotong
Foxtail millet [Setaria italica (L.) Beauv] atau yang lebih dikenal dengan
nama hotong merupakan salah satu tanaman serealia yang dibudidayakan di
Tiongkok bagian utara sejak zaman Neolitik (Cheng dan Dong, 2010). Hotong
termasuk tanaman yang toleran terhadap kekeringan dan mudah tumbuh pada
berbagai jenis tanah di daerah tropis. Hotong potensial untuk dikembangkan
sebagai pangan alternatif karena memiliki kandungan karbohidrat sebesar 60.9%.
Nilai tersebut setara dengan nilai kandungan karbohidrat pada beras (78.2%)
(Hariprasanna, 2017).
Hotong merupakan tanaman yang memiliki kebutuhan air terendah di antara
serealia yang lain dan dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah.
Distribusi geografis hotong di Tiongkok menunjukkan bahwa hotong tumbuh
secara dominan di daerah Timur pada suhu 8°C sampai 10°C dengan curah hujan
tahunan 450 mm sampai 550 mm. Namun, hotong dapat tumbuh pada kondisi yang
lebih kering, yaitu pada suhu 6°C sampai 8°C dan curah hujan 350 mm sampai 450
mm per tahun (Lu et al., 2009).
Tanaman hotong memiliki batang berbentuk silinder berongga. Hotong
memiliki sistem perakaran yang dalam. Bentuk daun lanset, panjang, dan berwarna
terang. Tepi daun bergerigi. Pelepah daun lebih panjang dari buku. Ligula kecil,
pendek, dan tebal. Infloresens memiliki tangkai utama dengan percabangan pendek.
Bunga tersusun dua di tiap spikelet dengan bunga teratas merupakan bunga
biseksual (FAO, 2017)
Berdasarkan UPOV (2010) bentuk malai tanaman hotong dapat
dikelompokkan ke dalam 7 jenis yaitu kerucut, poros, silinder, club, mulut bebek,
kaki kucing, dan percabangan. Menurut Miswarti et al. (2014) panjang malai
hotong dapat dikelompokkan ke dalam 4 kriteria yaitu sangat pendek (<10cm),
pendek (11-20 cm), sedang (21-30 cm), panjang (31-40 cm), dan sangat panjang
(>40 cm). Karakter panjang malai merupakan karakter yang berhubungan dengan
hasil karena dapat menggambarkan potensi hasil yang dimiliki. Semakin panjang
malai maka hasil yang diperoleh semakin tinggi.
METODE
Tempat dan Waktu
Bahan tanaman yang digunakan adalah tiga genotipe hotong yang diperoleh
dari Balitsereal (Balai Penelitian Tanaman Sereal) Maros, Sulawesi Selatan yaitu
ICERI 5, ICERI 6, dan ICERI 7 dan dua genotipe asal Nusa Tenggara Timur hasil
eksplorasi tim peneliti hotong IPB, yaitu Botok 4 dan Botok 10. Bahan-bahan lainya
yang digunakan yaitu media tanam untuk persemaian benih, insektisida Carbofuran
3%, pupuk Urea 300 kg ha-1, SP-36 150 kg ha-1, KCl 75 kg ha-1, tray semai, dan
ajir. Alat yang digunakan yaitu alat budidaya pertanian pada umumnya, kamera
digital, dan portable digital microscope 800x.
Rancangan Percobaan
Tabel 1 Karakter agronomi lima genotipe hotong yang digunakan dalam penelitian
Estimasi Umur Tinggi
Toleransi terhadap
Genotipe produktivitas panen tanaman
cekaman
(ton ha-1)1,2 (HSPt)1,2 (cm)1,2
ICERI-5 1.71 64 82.13 Salinitas, kekeringan3,4,5
ICERI-6 1.94 64 86.30 Salinitas, kekeringan3,4,5
ICERI-7 2.10 64 89.37 -
Botok 4 2.51 98 169.10 Data belum tersedia
Botok 10 2.61 99 193.26 Data belum tersedia
Keterangan: HST=hari setelah pindah tanam; 1Sintia (2017) dengan rumus estimasi produktivitas =
bobot biji per tanaman x (60% populasi ha-1), 2Zahroh (2017) dengan rumus estimasi
produktivitas = bobot biji 10 tanaman x (60% populasi ha -1), 3Ihsan (2017), 4Fauziah
(2017), 5Lapuimakuni (2018)
Prosedur Percobaan
Pengamatan
10. Umur panen (HST), ditentukan apabila tanaman sudah siap dipanen yaitu saat
malai sudah berisi, berwarna cokelat, dan kering (Gambar 2E).
Analisis Data
Suhu harian rata-rata saat penelitian berkisar 29.7 °C, dengan kelembapan
udara rata-rata 81% dan curah hujan rata-rata 198 mm bulan-1 (BMKG, 2018).
Hama semut hitam (Dolichoderus thoracicus) dikendalikan dengan pemberian
insektisida dengan bahan aktif Carbofuran 3%. Hama belalang (Valanga
nigricornis) (Gambar 4A) menyerang fase vegetatif pada daun dan batang. Hama
walang sangit (Leptocorisa acuta) (Gambar 4B) menyerang saat periode pengisian
biji. Hama ini banyak ditemui saat kondisi setelah hujan. Hama tersebut
dikendalikan dengan penyemprotan insektisida dengan bahan aktif deltamethrin
dengan konsentrasi 25 g L-1. Hama burung pipit (Lochura punculata) (Gambar 4C)
menyerang saat hendak panen. Hama burung pipit dikendalikan dengan
pemasangan net dengan ukuran 2.5 cm x 2.5 cm. Gulma yang tumbuh di petak
percobaan meliputi gulma golongan rumput (Eleusine indica, Rottboellia exaltata)
dan gulma golongan daun lebar (Borreria alata, Mimosa pudica, Calopogonium
mucunoides, Acalypha indica).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ada beberapa karakter yang tidak
dipengaruhi oleh genotipe. Karakter periode berbunga dan panjang zona polinasi
tidak dipengaruhi oleh genotipe (Tabel 2).
Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam karakter morfologi dan fenologi bunga hotong
Karakter Genotipe KK (%)
Waktu pertama muncul malai (HST) ** 9.50
Periode berbunga (hari) tn 21.83
Periode anthesis (hari) ** 39.77
Waktu anthesis (HST) ** 9.44
Periode polinasi (hari) * 6.80
Umur panen (HST) ** 6.83
Periode pengisian biji (hari) ** 9.35
Waktu muncul malai anakan (HST) ** 8.63
Jumlah anakan * 18.55
Jumlah anakan produktif * 19.38
Panjang malai (cm) * 23.65
Panjang zona polinasi (cm) tn 22.69
Panjang rambut malai (mm) ** 10.03
Panjang tangkai malai (cm) * 22.30
Jumlah rachis pada zona polinasi ** 17.03
-1
Kerapatan rachis pada zona polinasi (rachis cm ) * 24.59
Jumlah floret per rachis sebelum panen * 33.56
Jumlah floret per rachis sesudah panen * 34.51
Jumlah floret per rachis di ujung zona polinasi * 38.33
Jumlah floret per rachis di tengah zona polinasi tn 36.69
Jumlah floret per rachis di pangkal zona polinasi tn 38.36
Keterangan: KK = koefisien keragaman; ** = nyata pada α = 1%; * = nyata pada α = 5%;
tn = tidak nyata.
9
Bunga hotong merupakan bunga majemuk yang tersusun dalam bentuk malai
(Gambar 6A). Bunga hotong berwarna hijau muda dengan rambut malai yang
tersebar di sepanjang malai. Setiap malai terdiri atas beberapa rachis (Gambar 6B)
dengan jumlah sekitar 100-200 rachis. Setiap rachis terdiri atas beberapa bunga
(floret) (Gambar 7) dengan jumlah sekitar 20-30 floret, berbeda pada setiap
genotipe.
Gambar 9 Sifat malai lima genotipe hotong. ICERI-5, ICERI-6, Botok 4, dan Botok
10 memiliki sifat malai terkulai; ICERI-7 memiliki sifat malai semi
tegak.
Panjang malai hotong berkisar 11-25 cm, tergantung genotipe (Tabel 3).
Genotipe Botok 4 memiliki malai yang paling panjang dibandingkan dengan
genotipe yang lainnya yaitu sekitar 25.7 cm. Genotipe ICERI-7 memiliki malai
yang paling pendek dibandingkan dengan genotipe lainnya yaitu sekitar 11.2 cm
(Gambar 10). Karakter panjang malai diduga dapat meningkatkan daya hasil
(Zahroh, 2017).
Tabel 3 Panjang malai, panjang zona polinasi, panjang tangkai malai, panjang
rambut malai, jumlah anakan, dan jumlah anakan produktif lima genotipe
hotong
Panjang Panjang
Panjang Panjang Jumlah
zona rambut Jumlah
Genotipe malai tangkai anakan
polinasi malai anakan
(cm) malai (cm) produktif
(cm) (mm)
ICERI-5 16.90bc 8.11 12.16ab 1.69bc 2.00ab 2.00abc
ICERI-6 20.30ab 9.66 15.05a 1.90ab 2.00ab 2.00bc
ICERI-7 11.20c 6.33 5.90c 1.46c 1.00b 1.00c
Botok 4 25.70a 11.66 13.05ab 2.09a 2.00a 2.00ab
Botok 10 17.20abc 7.88 8.44bc 0.69d 2.00a 3.00a
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada α = 5%.
11
Panjang zona polinasi malai hotong tidak berbeda nyata antar genotipe yaitu
berkisar 6-12 cm, diukur dari ujung malai sampai floret yang mengalami anthesis.
Panjang zona polinasi ditentukan saat floret sudah membuka sejumlah 50% bagian
malai. Panjang tangkai malai beragam, tergantung genotipe. Genotipe ICERI-7
memiliki tangkai malai yang paling pendek dibandingkan dengan genotipe lainnya
yaitu sekitar 5.9 cm. Genotipe ICERI-6 memilik tangkai malai yang paling panjang
dibandingkan dengan genotipe yang lainnya yaitu sekitar 15 cm.
Panjang rambut malai berbeda antar genotipe (Tabel 3). Genotipe Botok 4
memiliki rambut malai yang paling panjang dibandingkan dengan genotipe lainnya
(Gambar 11). Rambut malai merupakan degenerasi dari jaringan meristem
(Kellogg, 2017). Rambut malai dapat menyulitkan pemulia untuk melakukan
12
hibridisasi pada Setaria viridis, sehingga rambut malai dipangkas saat hendak
melakukan hibridisasi (Jiang et al., 2013).
Informasi jumlah anakan dan jumlah anakan produktif diperlukan untuk
memperkirakan estimasi hasil produksi tanaman hotong. Genotipe ICERI-7
memiliki jumlah anakan dan jumlah anakan produktif yang paling sedikit
dibandingkan dengan genotipe yang lainnya yaitu sekitar 1 anakan per rumpun.
Genotipe Botok 10 memiliki jumlah anakan produktif yang paling banyak
dibandingkan dengan genotipe lainnya yaitu sekitar 3 anakan per rumpun.
Informasi kerapatan rachis pada zona polinasi diperlukan untuk menghitung
jumlah rachis yang dapat disilangkan dalam proses hibridisasi. Genotipe ICERI-6
memiliki jumlah rachis paling sedikit yaitu sekitar 104 (Tabel 4). Genotipe Botok
4 merupakan genotipe dengan kerapatan rachis paling tinggi yaitu sekitar 230 rachis
pada zona polinasi.
Tabel 4 Jumlah rachis, kerapatan rachis, dan jumlah floret per rachis pada lima
genotipe hotong
Jumlah Jumlah Jumlah Rasio jumlah
Kerapatan
rachis floret per floret per floret per rachis
rachis pada
Genotipe pada rachis rachis sesudah panen
zona polinasi
zona sebelum sesudah dan sebelum
(rachis cm-1)
polinasi panen panen panen (%)
ICERI-5 119.29c 14.23b 28.95ab 23.85ab 82.38
ICERI-6 104.11c 11.11b 27.55b 21.85ab 79.31
ICERI-7 107.11c 17.45ab 22.59b 18.14b 80.30
Botok 4 230.00a 19.58ab 31.04ab 22.00ab 70.87
Botok 10 170.00b 23.93a 39.25a 29.81a 75.94
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada α = 5%
Informasi jumlah floret per rachis diperlukan untuk menghitung jumlah floret
yang dapat disilangkan. Floret yang berhasil diserbuki akan berkembang menjadi
biji dan floret yang tidak berhasil diserbuki akan hampa. Jumlah floret dihitung
sebelum dan sesudah panen untuk menentukan berapa jumlah floret yang berhasil
diserbuki dan berapa floret yang gagal terserbuki. Genotipe ICERI-7 merupakan
genotipe yang memiliki jumlah floret paling sedikit, yaitu sekitar 23 floret sebelum
panen dan 18 floret sesudah panen. Genotipe Botok 10 merupakan genotipe yang
memiliki jumlah floret paling banyak, yaitu sekitar 39 floret sebelum panen dan 30
floret sesudah panen. Rasio jumlah floret per rachis sebelum dan sesudah panen
antar genotipe cukup tinggi, yaitu sekitar 77.76%. Hal ini menandakan bahwa
jumlah floret hampir semuanya dapat berkembang menjadi biji. Menurut Wahyu et
al. (2013) jumlah biji gandum yang terbentuk dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
Suhu yang tinggi di lingkungan percobaan dapat menurunkan jumlah biji gandum
yang terbentuk.
13
Tabel 5 Jumlah floret di ujung, tengah, dan pangkal zona polinasi sesudah panen
Jumlah floret per Jumlah floret per Jumlah floret per
Genotipe rachis di ujung rachis di tengah zona rachis di pangkal
zona polinasi polinasi zona polinasi
ICERI-5 11.42ab 22.00 38.14
ICERI-6 14.44a 18.77 33.44
ICERI-7 7.11b 19.11 28.22
Botok 4 13.57a 22.42 30.00
Botok 10 16.55a 29.00 43.88
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada α = 5%
Jumlah floret juga dihitung pada bagian ujung, tengah, dan pangkal zona
polinasi (Tabel 5, Gambar 12). Jumlah floret di ujung zona polinasi berbeda antar
genotipe dengan genotipe Botok 10 yang memiliki jumlah floret paling banyak.
Jumlah floret di tengah dan di pangkal zona polinasi tidak berbeda nyata antar
genotipe. Informasi jumlah floret di tiap bagian zona polinasi diperlukan untuk
menentukan bagian mana yang sebaiknya dihilangkan sebelum melakukan
hibridisasi. Hal ini bertujuan agar hibridisasi menjadi lebih efektif dan hanya
didapatkan benih hasil persilangan saja.
120 menit. Hotong mulai mekar pada pukul 06.00 pagi. Stadia 4 ditandai dengan
anther yang berubah warna menjadi cokelat kemudian floret menutup (Gambar
13D). Anther tertinggal di luar floret lalu mengering kemudian gugur. Anther gugur
sekitar pukul 08.30-09.30 pagi di hari yang sama saat mengalami anthesis. Stadia
5 dimulai saat satu malai sudah mengalami anthesis (Gambar 13E). Tidak semua
floret akan berkembang menjadi biji. Lama periode perkembangan biji berbeda tiap
genotipe. Malai siap dipanen saat sudah berwarna cokelat dan tajuk mulai
mengering.
Waktu pertama muncul malai (inisiasi) bervariasi antar genotipe (Tabel 7).
Malai genotipe ICERI-6 muncul paling awal dibandingkan genotipe lainnya yaitu
berkisar umur 51 HST. Genotipe Botok 10 merupakan yang paling lama yaitu
berkisar umur 91 HST. Waktu muncul malai genotipe Botok 10 tidak berbeda nyata
dengan genotipe Botok 4 yang mulai muncul malai pada umur 88 HST.
Periode berbunga hotong tidak berbeda antar genotipe. Periode berbunga
berlangsung sekitar 3-5 hari. Periode anthesis pada hotong berlangsung sektar 1-3
hari setelah malai penuh. Hotong mengalami anthesis mulai dari bagian ujung malai
lalu ke pangkal malai. Anthesis pada hotong mulai sekitar pukul 06.00 pagi. Waktu
anthesis genotipe ICERI-5, ICERI-6, dan ICERI-7 tidak berbeda nyata, yaitu
mengalami anthesis saat berumur sekitar 56-69 HST. Genotipe Botok 4 dan Botok
10 anthesis pada saat berumur sekitar 95-98 HST. Pembukaan dan penutupan bunga
dipengaruhi oleh perubahan suhu dan kelembapan udara. Hotong akan mengalami
anthesis pada suhu sekitar 30°C dan kelembapan relatif 50% (Siles et al., 2001).
Informasi waktu anthesis perlu diketahui sebagai informasi dasar untuk melakukan
hibridisasi (Li et al., 1935).
Tabel 7 Waktu dan periode tiap fase perkembangan bunga pada lima genotipe
hotong
WMM PB PA WA PP WMMA PPB
Genotipe UP (HST)
(HST) (hari) (hari) (HST) (menit) (HST) (hari)
ICERI-5 59.33bc 3.36 2.70a 65.40b 98.46b 63.69bc 85.73b 20.43b
ICERI-6 51.06c 3.83 1.60a 56.50b 95.70b 55.70c 71.40c 19.83b
ICERI-7 65.66b 3.73 -0.06b 69.33b 119.67a 68.67b 83.60bc 14.26c
Botok 4 88.76a 3.93 1.43a 95.33a 113.00a 94.67a 131.26a 37.30a
Botok 10 91.83a 5.13 2.53a 98.53a 108.33ab 95.58a 132.96a 37.23a
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata berdasarkan DMRT pada α = 5%; HST = hari setelah tanam, dihitung setelah semai biji.
WMM = Waktu muncul malai; PB = Periode berbunga; PA: Periode anthesis; WA = Waktu
anthesis; PP = Periode polinasi; WMMA = Waktu muncul malai anakan; UP = Umur panen;
PPB = Periode pengisian biji.
Hotong mengalami periode polinasi yang singkat. Anther muncul dan gugur
pada hari yang sama. Genotipe ICERI-7 memiliki periode polinasi yang paling
lama, yaitu sekitar 120 menit. Namun, periode polinasi genotipe ICERI-7 tidak
berbeda nyata dengan genotipe Botok 4. Genotipe ICERI-6 merupakan genotipe
dengan periode polinasi yang paling singkat, yaitu sekitar 96 menit. Namun,
periode polinasi genotipe ICERI-6 tidak bereda nyata dengan genotipe ICERI-5,
yaitu sekitar 98 menit. Periode polinasi penting untuk diketahui sebagai informasi
awal untuk melakukan hibridisasi. Setelah mengalami polinasi, anther pada bunga
hotong akan gugur. Anther berubah warna menjadi cokelat kemudian floret
menutup. Anther tertinggal di luar floret lalu mengering kemudian gugur. Anther
gugur sekitar pukul 08.30-09.30 pagi di hari yang sama saat mengalami anthesis.
Waktu yang dibutuhkan satu malai bunga hotong untuk anthesis adalah tiga hari.
Hotong dapat dipanen bila malai sudah berwarna kecokelatan dan tajuk mulai
mengering (Nurshanti, 2008). Genotipe ICERI-6 merupakan genotipe yang
memiliki umur panen paling cepat, yaitu sekitar 71 HST. Genotipe Botok 10
merupakan genotipe yang paling lama umur panennya, yaitu sekitar 133 HST.
Informasi umur panen sangat diperlukan untuk merakit varietas baru melalui
hibridisasi. Umumnya petani menginginkan tanaman dengan umur panen yang
16
singkat agar lebih cepat mendapatkan hasil dari penanamannya. Periode pengisian
biji berbeda tiap genotipe. Genotipe yang memiliki waktu pengisian biji paling
singkat adalah ICERI-7 yaitu sekitar 14 hari. Genotipe yang memiliki waktu
pengisian biji paling lama yaitu Botok 4 yaitu sekitar 37 hari.
Peubah waktu anthesis berkorelasi positif sangat nyata dengan peubah waktu
muncul malai (Tabel 8). Semakin cepat waktu muncul malai, semakin cepat waktu
anthesis. Tiap genotipe memiliki waktu muncul malai dan waktu anthesis yang
berbeda-beda. Kedua karakter tersebut dipengaruhi oleh perubahan suhu dan
kelembapan relatif. Jumlah bunga yang mengalami anthesis berbanding lurus
dengan kelembapan relatif dan berbanding terbalik dengan suhu (Li et al., 1935).
Peubah panjang zona polinasi berkorelasi positif sangat nyata dengan peubah
panjang malai. Semakin panjang malai, maka semakin panjang zona polinasi.
Peubah jumlah rachis pada zona polinasi berkorelasi positif nyata dengan peubah
panjang zona polinasi. Semakin panjang zona polinasi, semakin banyak jumlah
rachis. Peubah jumlah floret sebelum panen berkorelasi positif sangat nyata dengan
peubah jumlah floret sesudah panen. Semakin banyak floret yang ada, semakin
banyak floret yang berkembang menjadi biji. Hal ini menunjukkan bahwa hasil
panen yang didapat akan semakin banyak.
17
17
18
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adillah, A. 2016. Pertumbuhan dan produksi beberapa aksesi hotong (Setaria
italica (L.) Beauv.) pada cekaman salinitas. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Ardie, S.W., N. Khumaida, A. Nur, N. Fauziah. 2015. Early identification of salt
tolerant foxtail millet (Setaria italica L. Beauv). Procedia Food Science 3:
303-312.
[Balitbangtan] Badan Litbang Pertanian. 2017. Hotong, SDG Maluku yang kaya
nutrisi. http://www.litbang.pertanian.go.id/berita/one/2996/. [20 Januari
2018].
[BMKG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2018. Data iklim tahun 2018. Stasiun
Klimatologi Bogor. Bogor.
Cheng, R., Z. Dong. 2010. Breeding and production of foxtail millet in China.
Dalam: He Z., A.P.A. Bonjean, (Eds). Cereal in China. CYMMIT. Mexico.
Dekker, J. 2003. The foxtail (Setaria) species-group. Weed Science 51 (5): 641-
656.
Darmawangsa, M.M.L. 2001. Pengaruh pemberian kapur [CaCO3] dan pupuk urea
[CO(NH2)2] terhadap anakan Ochroma bicolor Rowlee pada tanah latosol –
Taman Hutan Cikabayan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Diao, X., G. Jia. 2017. Foxtail Millet Breeding in China. Dalam: Doust, A., X. Diao,
(Eds). Genetics and Genomics of Setaria, Plant Genetics and Genomics: Crop
and Models 19. Springer International Publishing. Switzerland.
19
LAMPIRAN
22
23
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kudus pada tanggal 13 November 1995 dari pasangan
Kasturi dan Dalmuyati. Penulis merupakan putri keempat dari empat bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan TK hingga SMA di Kudus : TK Pertiwi Panjang,
SD NU Tanwirul Qulub, SMPN 1 Jati Kudus, SMAN 2 Kudus. Penulis diterima di
Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi (SNMPTN) pada tahun 2014. Penulis diterima sebagai beswan
dari Yayasan Karya Salemba Empat pada tahun 2016. Selain mengikuti
perkuliahan, penulis juga aktif di beberapa organisasi dan kepanitiaan yaitu sebagai
Ketua Umum Organisasi Mahasiswa Daerah Asal (OMDA) Keluarga Kudus Bogor
Menara Kota (KKB-MK) (2016-2017), Paguyuban Karya Salemba Empat IPB
Divisi Internal (2016-2017) dan Divisi Advokasi (2017-2018), Bendahara IPB
Goes to School dan Canvassing 2016, Staf Divisi Acara Greenday 2015, Staf Divisi
Humas Leadership and Entrepreneurship School (LES) 2016, Staf Divisi Medis
Pembinaan Himagron 2016. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata
kuliah Fisika 100 (2016-2017) dan Manajemen Air dan Hara Tanaman (2018).
Penulis juga pernah mengikuti kegiatan PGN Leadership and Innovation Camp
pada 09-15 Februari 2018 di Lor In Hotel, Solo. Selain itu, penulis juga mengikuti
Seminar Nasional Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) dengan
mempresentasikan sebagian hasil penelitian dengan judul Fenologi Bunga Lima
Genotipe Hotong [Setaria italica (L.) Beauv] pada 07 November 2018 di Balai
Besar Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.
Uswatun Chusnah
+62 857 4000 4592
Alamat: Jalan Lingkar Panjang No. 249E, Bae, Kudus, Jawa Tengah
Email: ucha.chusnah@gmail.com
25