Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL PROGRAM KREAKTIVITAS MAHASISWA

ANALISIS KUALITAS PORANG SELAMA PROSES PENGERINGAN


MENGGUNAKAN TIPE PENGERING CABINET DRYER

OLEH

MAYA SNAE/11180004 (Ketua)


FEBRIANY MANEHAT/11180005 (Anggota)
MARTHA KORE/11180007 (Anggota)
MARIA IMELDIS BANO/11180012 (Anggota)
JUNITA SEUK/11180011 (Anggota)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIMOR
KEFAMENANU
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
TINJAUAN PUSTAKA 3
Morfologi Tanaman Porang 3
Potensi Porang Di Kabupaten Timor Tengah Utara 4
Pengeringan Porang Secara Konvensional 4
Tipe -Tipe Pengeringan Mekanis 5
Hubungan Pengeringan dengan Kualitas Bahan 6
Analisis Proksimat 6
METODE PENELITIAN 7
Materi dan Metode Penelitian 7
Parameter Pengujian dan Analisis Data 7
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN 10
Anggaran Biaya 10
Jadwal Kegiatan 10
DAFTAR PUSTAKA 11

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Justifikasi Anggaran Kegiatan 10


Tabel 2. Jadwal Kegiatan 10

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bentuk Batang dan Daun Tanaman Porang 3


Gambar 2. Bentuk Umbi Porang 4
Gambar 3. Pengeringan Gaplek Porang Secara Konvensional 5
Gambar 4. Diagram Alur Penelitian Pengeringan Porang Dengan Tipe 7
Pengering Cabinet Dryer
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Porang (Amorphophallus oncophyllus prain) merupakan salah satu jenis
tumbuhan umbi-umbian. Tumbuhan ini berupa semak (herba) yang dapat
dijumpai tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis. Di pulau Timor porang banyak
dijumpai tumbuh di lereng gunung (pada tempat yang lembab) dan hutan karena
pertumbuhannya membutuhkan naungan. Umumnya porang tumbuh di bawah
tegakan pohon kemiri, jati, mahoni, cemara dan jenis pohon lain yang memiliki
tajuk lebar. Menurut Wahyuningtyas, et al., (2013) porang banyak ditemukan di
bawah naungan tegakan bambu (Gigantochloa atter), jati (Tectona grandis), dan
mahoni (Swietenia mahagoni). Oleh karena itu, porang dapat dikembangkan
sebagai tanaman sela diantara tanaman kehutanan yang dapat dikelolala dengan
sistem agroforestry. Tanaman porang memiliki banyak manfaat dalam bidang
industri dan juga kesehatan. Porang dapat dijadikan salah satu jenis tanaman
alternatif sumber bahan pangan karena memiliki kandungan gizi yang cukup
tinggi. Di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) tanaman porang menjadi salah
satu jenis tanaman umbian yang banyak dibudidaykan oleh petani karena
kebutuhan akan umbi porang yang semakin meningkat dan nilai jualnya cukup
tinggi. Hasil wawancara dengan petani porang dikatakan bahwa harga gaplek
kering sebesar Rp 75.000 per Kg. Menurut Sugino (2019) dikatakan bahwa harga
gaplek kering porang berkisar antara Rp 55.000 sampai Rp 65.000 per Kg.
Berdasarkan harga tersebut keinginan petani untuk membudidayakan porang akan
semakin meningkat, namun yang sering menjadi masalah bagi petanin porang
kegiatan penanganan pasca panen. Umumnya jenis tanaman umbi-umbian hanya
dapat bertahan sekitar 2-3 dalam penyimpanan suhu kamar setelah dipanen.
Proses penanganan pasca panen yang baik dan benar dapat menghasilkan kualitas
yang baik, mengurangi kehilangan bobot, dan memperpanjang umur simpan.
Umbi yang baru dipanen sangat mudah terserang cendawan karena mempunyai
kadar air yang tinggi yaitu antara 80-85% (Ohtsuki,1968). Salah satu kegiatan
yang dilakukan untuk mengurangi susut dan kehilangan hasil bahan pertanian
yang dengan cara pengeringan.
Pengeringan merupakan salah satu proses penanganan pasca panen yang
bertujuan untuk mengurangi kadar air dari bahan pangan. Kandungan air tersebut
di kurangi sampai batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh lagi (Bemasconi,
G.1995). Keuntungan pengeringan pada bahan pangan yaitu bahan menjadi lebih
tahan lama disimpan, mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan,
volume bahan menjadi kecil, sehingga biaya produksi menjadi murah. Proses
pengeringan diharapkan dapat dilakukan dengan semaksimal mungkin agar tidak
terjadi pertumbuhan jamur pada bahan pangan (Russo, et al., 2013). Faktor-faktor
yang mempengaruhi proses pengeringan pada bahan pangan yakni suhu,
2

kelembaban dan waktu. Semakin besar perbedaan suhu maka akan semakin cepat
proses pemindahan panas yang berlangsung sehingga mengakibatkan proses
penguapan semakin cepat pula. Dalam proses pengeringan akan terjadi perubahan
ukuran dan volume bahan. Perubahan ukuran dan volume bahan sangat
menguntungkan karena ukuran bahan menjadi lebih kecil dan menghemat, volume
bahan menjadi lebih berkurang sehingga mempermudah transport namun
penggunaan suhu yang tinggi, bahan yang akan dikeringkan terjadi perubahan
bentuk, sifat fisik dan kimianya, serta penurunan mutu. Menurut Yuniarti dkk.,
(2013) pemanasan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan protein
terdenaturasi. Berdasarkan uraian diatas maka diperlukan metode pengeringan
yang tepat agar tidak terjadi penurunan kualitas bahan pertanian. Tujuan dari
penelitian tersebut yakni untuk menganalisis serta mengetahui kualitas porang
selama proses pengeringan dengan tipe pengering cabinet dryer. Manfaat yang
diambil dari penelitian ini yakni sebagai bahan informasi bagi masyarakat dalam
hal menentukan kualitas porang yang baik selama proses pengeringan dengan tipe
pengering cabinet dryer dan sebagai bahan referensi pada peneliti untuk
melakukan penelitian selanjutnya. Temuan yang ditargetkan dari penelitian ini
yakni menentukan metode yang tepat dalam pengeringan porang agar tidak terjadi
penurunan mutu atau kualitas.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Tanaman Porang


Tumbuhan porang (Amorphophallus oncophyllus) termasuk dalam famii
araceae yaitu jenis tanaman umbi-umbian yang mampu hidup diberbagai jenis dan
kondisi tanah. Tanaman porang mempunyai ciri fisik yakni batang tegak dan
lunak, berwarna hijau dengan bercak putih. Perkembangan morfologinya berupa
daun tunggal menjari dengan ditopang oleh satu tangkai daun yang bulat. Pada
tangkai daun akan keluar beberapa umbi batang sesuai musim tumbuh
(Sumarwoto, 2005). Helaian daun memanjang dengan ukuran antara 60-200 cm
dengan tulang-tulang daun yang kecil terlihat jelas pada permukaan bawah daun.
Panjang tangkai daun antara 40-180 cm dengan daun-daun yang lebih tua berada
pada pucuk di antara tiga segmen tangkai daun (Ganjari, 2014). Tumbuhan ini
mencapai tinggi ±1,5 meter, tergantung umur dan kesuburan tanah. Tangkai
bunga polos, bentuk jorong atau oval memanjang, berwarna merah muda pucat,
kekuningan, atau cokelat terang. Panjang biji 8-22 cm, lebar 2,5-8 cm dan
diameter 1-3 cm (Ganjari, 2014).

Gambar 1. Bentuk Batang dan Daun Tanaman Porang

Umbi porang terdiri atas dua macam, yaitu umbi batang yang berada di
dalam tanah dan umbi katak (bulbil) yang terdapat pada setiap pangkal cabang
atau tangkai daun. Umbi yang banyak dimanfaatkan adalah umbi batang yang
berbentuk bulat dan besar, biasanya berwarna kuning kusam atau kuning
kecokelatan. Bentuk umbi khas, yaitu bulat simetris dan di bagian tengah
membentuk cekungan. Jika umbi dibelah, bagian dalam umbi berwarna kuning
cerah dengan serat yang halus, karena itu sering disebut juga iles kuning. Panen
4

umbi dengan cara digali pada saat daunnya layu dan mati, bobot umbi 3-9 kg
tergantung kondisi iklim yang sesuai untuk pertumbuhannya (Purwanto, 2014).
Pada setiap pertemuan batang dan pangkal daun akan ditemukan bintil atau umbi
katak (bulbil) berwarna cokelat kehitam-hitaman yang berfungsi sebagai alat
perkembangbiakan secara generatif.

Gambar 2. Bentuk Umbi Porang

2.2. Potensi Porang Di Kabupaten Timor Tengah Utara


Porang merupakan salah satu jenis tanaman pangan umbian yang popular
dan banyak dibudidayakan oleh petani di Kabupaten Timor Tengah Utara karena
merupakan tanaman yang kaya manfaat dan memiliki nilai bisnis yang tinggi.
Sejak tahun 2018 porang telah diekspor 4 negara yaitu Jepang, Vietnam,
Australia, dan Tiongkok (Saptorini, 2020). Di Kabupaten TTU tanpa
dibudidayakan tanaman porang banyak tumbuh di lereng gunung (pada tempat
yang lembab) dan hutan dan penyebarannya merata pada setiap daerah di
Kabupaten TTU. Pengembangan varietas porang di Kabupaten TTU umumnya
bersifat subsisten, dan menggunakan varietas lokal atau varietas bersari bebas
yang biasa dipelihara petani.

2.3 Pengeringan Porang Secara Konvensional


Pengeringan secara konvensional merupakan proses pengeringan secara
alamiah yang dilakukan dengan memanfaatkan media angin dan sinar matahari.
Menurut Prasad et al., (2006) energi matahari merupakan salah satu energi
alternatif dengan pemanfaatan yang tinggi disebabkan ketersedianya di daerah
tropis tak terbatas. Pengeringan hasil pertanian dengan menggunakan energi
matahari biasanya dilakukan dengan menjemur bahan di atas alas jemuran atau
lamporan, sebagaian juga dijemur diatas rak-rak dan diletakan pada tempat yang
terbuka sehingga secara langsung bahan terkena dengan sinar matahari.
Keunggulan pengeringan alami adalah proses sangat sederhana, murah dan tidak
memerlukan peralatan khusus sehingga mudah dilakukan oleh semua orang.
Namun demikian, pengeringan dengan penjemuran langsung ini mempunyai
5

beberapa kelemahan yaitu memungkinkan terjadinya kontaminasi debu dari


lingkungan sehingga higienitas bahan rendah, pengeringan membutuhkan waktu
yang lama, suhu tidak dapat dikendalikan, dan sangat tergantung pada iklim.

Gambar 3. Pengeringan Gaplek Porang Secara Konvensional

2.4 Tipe-Tipe Pengeringan Mekanis


a. Cabinet Dryer
Cabinet dryer adalah alat pengering mekanis yang diperlukan penguapan
energi panas. Beberapa keuntungan alat pengering cabinet dryer seperti
tidak banyak membutuhkan tenaga kerja manusia, irisan yang digunakan
lebih bersih dan higienis karena kemungkinan adanya kotoran hewan,
debu, kerikil, dan sampah lainnya lebih kecil, tidak dibutuhkan area yang
luas serta suhu dan laju pengeringan dapat dikendalikan.
b. Pengeringan Putar (Rotary Dryer)
Alat pengering ini berbentuk silinder yang bergerak pada porosnya.
Silinder ini dihubungkan dengan alat pemutar dan letaknya agak miring.
Permukaan dalam silinder dilengkapi dengan penggerak bahan yang
berfungsi untuk mengaduk bahan. Udara panas mengalir searah dan dapat
pula berlawanan arah jatuhnya bahan kering pada alat pengering. Rotary
dryer atau bisa disebut drum dryer merupakan alat pengering berbentuk
sebuah drum yang berputar secara kontinyu yang dipanaskan dengan
tungku atau gasifier. Alat pengering ini dapat bekerja sesuai aliran udara
melalui poros silinder pada suhu 1200-1800ºF.
c. Tipe Bak (Batch Dryer)
Salah satu jenis pengering yang banyak digabungkan dengan pengering
surya adalah pengering tipe bak (flat bed dryer). Tipe pengering Bak
umumnya digunakan untuk pengeringan bahan pangan yang berbentuk
biji-bijian maupun bahan pangan jenis umbi-umbian
6

2.4 Hubungan Pengeringan dengan Kualitas Bahan


Kualitas bahan pertanian sangat tergantung pada bahan dan proses
pengeringan yang dilakukan (Susanti dkk., 2015). Penggunaan suhu pengeringan
yang terlalu rendah berakibat pada waktu proses pengeringan yang lama,
sementara jika suhu tinggi tekstur bahan akan menjadi kurang baik (Resmi, 2014).
Menurut Bakker (1992) dalam Taufiq (2004) mengemukakan bahwa pengeringan
bahan yang baik antara 45ºC–75ºC. Pengeringan pada suhu dibawah 45ºC
menyebabkan mikroba dan jamur dengan mudah merusak bahan, sehingga daya
awet dan mutu produk rendah. Namun pada suhu pengering di atas 75ºC
menyebabkan struktur kimia dan fisik dari bahan tersebut menjadi rusak.

2.5 Analisis Proksimat


Analisa proksimat merupakan pengujian kimiawi untuk mengetahui
kandungan nutrien suatu bahan pangan atau bahan baku pakan. Kualitas bahan
pangan dan bahan pakan beserta komponen-komponennya dapat dinilai melalui
tiga tahapan yaitu secara fisik, kimia, dan biologis. Salah satu tahapan dari
penilaian ini dapat dilakukan melalui analisis proksimat. Analisis proksimat
merupakan suatu metode analisis secara kimia untuk mengidentifikasi kandungan
zat makanan dari suatu bahan pangan atau pakan. Menurut Kamal (1998) sistem
analisis proksimat terdiri atas 6 macam fraksi yakni air, kadar abu, analisa protein
kasar, lemak kasar, analisa serat kasar, dan bahan ekstrak tampa nitrogen. Pada
setiap analisis terdapat metode-metode yang berbeda. Pada dasarnya, analisis
proksimat bermanfaat dalam mengidentifikasi kandungan zat makanan dari suatu
bahan pakan atau pangan yang belum diketahui sebelumnya. Analisis proksimat
juga bermanfaat dalam menilai dan menguji kualitas suatu bahan pakan atau
pangan dengan membandingkan nilai standar zat makanan atau zat pakan dengan
hasil analisisnya.
7

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Materi dan Metode Penelitian


Penelitian ini akan dilakasanakan pada bulan Mei-Juni 2021. Penelitian
dilakukan dua tahap yakni tahap pengujian lapangan dan tahap pengujian
laboratorium. Tahap pengujian lapangan dilakukan di di Desa Banae Kecamatan
Insana Barat. Sedangkan tahap pengujian laboratorium dilakukan di Laboratorium
Fakultas Pertanian Universitas Timor dan dilanjutkan di Laboratorium Seameo
Biotrop Bogor. Alat yang digunakan yakni alat pengering tipe cabinet dryer,
oven, pisau pengiris, timbangan analitik, desikator, cawan, penjepit cawan. Bahan
yang digunakan adalah umbi porang varietas lokal sebanyak 50 Kg yang
diperoleh dari Kabupaten TTU. Pengeringan dilakukan pada suhu 80ºC dengan
waktu pengeringan 12 jam. Diagram alir tahapan pengujian lapangan dan
laboratorium dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4. Diagram Alur Penelitian Pengeringan Porang Dengan Tipe Pengering


Cabinet Dryer
8

3.2 Parameter Pengujian dan Analisis Data


1. Kadar Air
Untuk mengetahui perubahan kadar air selama proses pengeringan maka
pengukuran kadar air dilakukan dengan interval waktu 1 jam menggunakan
menggunakan metode gravimetri (oven) pada suhu 105°C dengan mengeringkan
sampel selama 24 jam, digunkan 3 sampel dengan berat masing-masing sampel 5
gram. Pengukuran kadar air dilakukan untuk menganalisa kadar air bahan dengan
metode gravimetri. Analisis hanya dilakukan satu kali yakni setelah proses
pengeringan. Kadar air porang selama proses pengeringan dihitung dengan
menggunakan persamaan (1).

𝑊𝑚
𝑚 = 𝑊𝑚 +𝑊𝑑 𝑥 100 % (1)

Dimana :
m : Kadar air basis basah (% b.b)
M : Kadar air basis kering (% b.k)
Wm : Berat air dalam bahan (g)
Wd : Berat bahan kering atau padatan bahan (g)

2. Analisis Kadar Lemak


Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode Soxhlet. Analisis
dilakukan di laboratorium Seameo Biotrop Bogor dengan berat sampel yang
digunakan dengan berat 50 gram. Analisis hanya dilakukan satu kali yakni setelah
proses pengeringan. Untuk menghitung kadar lemak digunakan persamaan
(AOAC 1995)
𝐵𝐿
𝐾𝐿 = 𝑥 100 % (2)
𝐵𝑆

Dimana:
KL : Kadar Lemak
BL : Berat Lemak
BS : Berat Samapel

3. Analisis Kadar Protein


Analisis kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Analisis
dilakukan di laboratorium Seameo Biotrop Bogor dengan berat sampel yang
digunakan dengan berat 50 gram. Analisis hanya dilakukan satu kali yakni setelah
proses pengeringan. Untuk menghitung kadar protein digunakan persamaan
(AOAC 1995)
𝑚𝑙 𝐻𝐶𝐿
%𝑁 = 𝑚𝑔 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑁𝐻𝐶𝐿 𝑥 14,008 𝑥 100% (3)

𝐾𝑃 = %𝑁𝑥 6,25 (4)


9

4. Analisis Kadar Karbohidrat


Untuk menghitung kadar karbohidrat digunakan persamaan (AOAC 1995).
Analisis hanya dilakukan satu kali yakni setelah proses pengeringan

𝐾𝐾 (% 𝑏𝑘) = 100% (𝑃 + 𝐾𝐴 + 𝐿) (5)

Dimana:
KK : Kadar Karbohidrat
P : Kadar Protein
KA : Kadar Air
L : Kadar Lemak

5. Analisis Kadar Abu


Analisis kadar abu dilakukan menggunakan metode gravimetri pada suhu
500ºC. Analisis hanya dilakukan satu kali yakni setelah proses pengeringan
10

BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1. Anggaran Biaya

Tabel 1. Justifikasi Anggaran Kegiatan


No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)
1. Perlengkapan kegiatan virtual 900.000
2. Bahan habis pakai 4.725.000
3. Perjalanan dalam kota 1.000.000
4. Sewa Laboratorium 1.500.000
Jumlah 8.125.000

4.2. Jadwal Kegiatan

Tabel 2. Jadwal Kegiatan

Person Penanggung-Jawab
No JenisKegiatan Bulan
2 3 4 5 6 7 8 9
1. Pengajuan Proposal Ketua Tim
2. Persiapan Penelitian Ketua Tim
3. Pelaksanaan Penelitian Ketua Tim
4. Analisis Data Ketua Tim
5. Penyusunan Laporan Ketua Tim
6. Publikasi Ketua Tim/Dosen Pendamping
11

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association Analytical


Chemist, Inc., Washington D. C.
Bernasconi, G. 1995. Teknologi Kimia. Jilid 2. Edisi pertama. Jakarta. PT.
Pradaya Paramita.
Ganjari, L. E. 2014. Pembibitan Tanaman Porang (Amorphophallus muelleri
Blume) dengan Model Agroekosistem Botol Plastik. Widya Warta No. 01
Tahun 2014: 43 - 58.
Kamal M. 1998. Nutrisi Ternak I. Rangkuman. Lab. Makanan Ternak, Jurusan
Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, UGM. Yogyakarta.
Ohtsuki T. 1968. Studies on reserve carbohydrat of flour Amorphophallus sp. with
special reference to mannan. Bot Mag Tokyo. 81: 119-126.
Purwanto, A. 2014. Pembuatan Brem padat dari Umbi Porang (Amorphophallus
Omcophyllus Prain). Widya Warta, No. 01 Tahun 2014 :16 - 28.
Prasad J, Vijay VK, Tiwari GN, Sorayan VPS. 2006. Study on performance
evaluation of hybrid drier for tumeric (Curcuma longa L.) drying at village
scale. Journal of Food Engineering. 75(4):497-502.
Russo P, Adiletta G, dan Matteo MD. 2013. The influence of drying air
temperature on the physical properties of dried and rehydrated eggplant.
Food and Bioprod Proces. 91: 249-256.
Resmi. 2014. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Karakteristik
Jamur Tiram Putih Kering.Sripsi Universitas Pasundan
Susanti, T. M. I., dan Panunggal, B. 2015. Analisis antioksidan, total fenol, dan
kadar kolesterol pada kuning telur asin dengan penambahan ekstrak jahe.
Journal of Nutrition College. 4(2): 636-644.
Sumarwoto, 2005. Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume); Deskripsi dan
Sifat-sifat Lainnya. Biodiversitas, 6 (3): 185-190.
Taufiq, M. 2004. Pengaruh temperatur terhadap laju pengeringan jagung pada
pengering konvensional dan fluidized bed (Doctoral dissertation).
Wahyuningtyas, R. D., R. Azrianingsih, dan B. Rahardi. 2013. Peta dan Struktur
Vegetasi Naungan Porang (Amorphophallus muelleri Blume) di Wilayah
Malang Raya. Jurnal Biotropika, 1 (4): 139-143.
Yuniarti, D.W., T.D. Sulistiyati dan E. Suprayitno. 2013. Pengaruh Suhu
Pengering Vakum Terhadap Kualitas Serbuk Albumin Ikan Gabus
(Ophiocephalus Striatus). Jurna THPi Student 1 (1): 1-11
Lampiran 2. Format Justifikasi Anggaran Kegiatan

Jenis Pengeluaran Volume Harga Satuan Nilai (Rp)


(Rp)
1. Kebutuhan Kegiatan Virtual
a. Sewa Kuota Internet 5 Orang 80.000 400.000
b. Sewa Aplikasi Video Conference 1 Paket 500.000 500.000
900.000
SUB TOTAL
(Rp)
2. Bahan Habis Pakai Volume Harga Satuan Nilai (Rp)
(Rp)
a. Pembelian Umbi Porang 60 Kg 35.000 2.100.000
b. ATK
1. Kertas HVS 80 gram 1 Rim 75.000 75.000
2. Pulpen 1 Dus 25.000 25.000
3. Kertas Label 1 Pak 25.000 25.000
4. Plastik Bening 2 Pak 35.000 70.000
5. Amplop Folio 2 Pak 40.000 80.000
c. Akses Jurnal 1 Paket 500.000 500.000
d. Bahan-Bahan Kebutuhan Kesehatan
1. Masker Alkindo KN95 5 Box 40.000 200.000
2. Sanitizer 6 Botol 25.000 150.000
3. Rapid Test 6 Orang 250.000 1.500.000

SUB TOTAL 4.725.000


(Rp)
3. Perjalanan Volume Harga Satuan Nilai (Rp)
(Rp)
a. Transport Lokal (untuk keperluan 4 Orang 250.000 1.000.000
pembelian bahan dan uji coba)

SUB TOTAL 1.000.000


(Rp)
4. Lain-lain Volume Harga Satuan Nilai (Rp)
(Rp)
a. Biaya Analisis Sampel 1 Paket 1.500.000 1.500.000

SUB TOTAL 1.500.000


(Rp)

TOTAL 1+2+3+4 (Rp) 8.125.000

Delapan Juta Seratus Dua Puluh Lima Ribu Rupiah


Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas

No Nama/NIM Bidang Ilmu Alokasi Waktu Uraian Tugas


Program Studi
(Jam/Minggu
1. Maya Snae/11180004 Agroteknologi Agronomi 4 Jam/Minggu - Mengkoordinir seluruh kegiatan
- Menyusun proposal
- Pengambilan data di lapangan
- Menyusun laporan akhir
penelitian
- Presenter seminar
- Menyusun draf artikel publikasi
2. Martha Kore/11180007 Agroteknologi Agronomi 3 Jam/Minggu - Pengambilan data di lapangan
- Menyusun laporan akhir
penelitian
- Menyusun draf artikel publikasi
3. Junita Magdalena Seuk/11180011 Agroteknologi Agronomi 3 Jam/Minggu - Pengambilan data di lapangan
- Menyusun laporan akhir
penelitian
- Menyusun draf artikel publikasi
4. Maria Imeldis Bano/11180012 Agroteknologi Agronomi 3 Jam/Minggu - Pengambilan data di lapangan
- Menyusun laporan akhir
penelitian
- Menyusun draf artikel publikasi
5. Febriani Elisya Manehat/1118005 Agroteknologi Agronomi 3 Jam/Minggu - Pengambilan data di lapangan
- Menyusun laporan akhir
penelitianMenyusun draf artikel
publikasi

Anda mungkin juga menyukai