Anda di halaman 1dari 36

i

EVALUASI KRITERIA VIGOR PADA BENIH KANGKUNG


( Ipomoea aquatica var. reptans ) MELALUI UJI
TETRAZOLIUM

FISSILMI KAFFAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ii
iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Kriteria Vigor
pada Benih Kangkung (Ipomoea aquatica var. reptans) melalui Uji Tetrazolium
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Fissilmi Kaffah
NIM A24120165

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
iv

ABSTRAK

FISSILMI KAFFAH. Evaluasi Kriteria Vigor pada Benih Kangkung (Ipomoea


aquatica var. reptans) melalui Uji Tetrazolium. Dibimbing oleh ENY
WIDAJATI.

Kebutuhan konsumsi sayuran yang meningkat menyebabkan produksi


sayuran harus ditingkatkan termasuk salah satunya adalah kangkung. Peningkatan
tersebut menuntut ketersediaan benih dengan mutu benih yang baik. Uji
tetrazolium merupakan salah satu uji viabilitas benih yang telah dikembangkan
oleh International Seed Testing Association. Penelitian ini bertujuan
mengevaluasi pola pewarnaan uji tetrazolium untuk kriteria vigor benih
kangkung. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih,
Departmen Agronomi dan Hortikultura, IPB pada bulan Juli 2015 sampai dengan
bulan Februari 2016. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan kelompok lengkap teracak satu faktor yaitu tingkat viabilitas benih.
Konsentrasi tetrazolium yang digunakan yaitu 1%. Pola pewarnaaan yang
dihasilkan yaitu 14 pola pada area kotiledon dan radikula yaitu satu pola
pewarnaan normal kuat, lima pola pewarnaan normal, dua pola pewarnaan
abnormal, dan enam pola pewarnaan mati. Parameter berat kering kecambah
normal memiliki nilai koefisien korelasi yang erat dengan kriteria normal pada
pengujian tetrazolium (r = 0,7). Pola pewarnaan kriteria normal kuat memiliki
korelasi yang tinggi dengan kecepatan tumbuh (r = 0,9) dan berat kering
kecambah normal (r = 0,8). Hasil penelitian ini menunjukkan pola pewarnaan
normal kuat dapat digunakan untuk indikasi vigor benih. Hasil uji viabilitas
dengan uji tetrazolium menunjukkan hasil yang sama dengan uji fisiologis.

Kata kunci: mutu benih, uji fisiologis, viabilitas


v

ABSTRACT

FISSILMI KAFFAH. Evaluation of Seed Vigour Criteria using Tetrazolium Test


on Kangkong Seed (Ipomoea aquatica var. reptans). Supervised by ENY
WIDAJATI.

The increasing of consumption vegetables led to the production of


vegetables should be increased, including one of them is kangkong. The require of
high quality seed was increase. Tetrazolium test is one of seed viability test that
was developed by International Seed Testing Association. This research aimed to
evaluate the staining pattern of tetrazolium test for criteria vigour on kangkong
seed. Research was conducted at the Laboratory of Seed Science and Technology,
Department of Agronomy and Horticulture, IPB in July 2015 to February 2016.
The design used in this research was a randomized complete group design with
one factor was the level of seed viability. Tetrazolium concentration used was 1%.
The patterns of stanning generated with 14 patterns in the area of cotyledons and
radicles were one pattern is strong normal, five patterns is normal, two patterns is
abnormal, and six patterns is death. Normal seedling dry weight parameter has a
high correlation coefficient values with the normal patterns in tetrazolium test (r =
0,7). The stainning pattern of vigorous normal had a high correlation with the seed
growth rate (r = 0,9) and normal seedling dry weight (r = 0,8). This research refers
to a stainning pattern of vigorous normal can be used to indicate seed vigour. The
result of viability test with tetrazolium has similiar result with physiological test.

Key words: physiological test, seed quality, viability


vi
vii

EVALUASI KRITERIA VIGOR PADA BENIH KANGKUNG


( Ipomoea aquatica var. reptans ) MELALUI UJI
TETRAZOLIUM

FISSILMI KAFFAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
viii
x
xi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2015 sampai Februari
2016 ini ialah evaluasi kriteria vigor, dengan judul Evaluasi Kriteria Vigor pada
Benih Kangkung (Ipomoea aquatica var. reptans) melalui Uji Tetrazolium.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Eny Widajati, M.S. selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan saran dan bimbingan selama kegiatan
penyusunan skripsi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. M.
Rahmad Suhartanto, M.Si dan Juang Gema Kartika, S.P., M.Si sebagai dosen
penguji ujian sidang tugas akhir yang telah banyak memberi saran terhadap karya
ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik, serta
teman-teman, atas dukungan moril maupun materi, doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016

Fissilmi Kaffah
xii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Kangkung 2
Viabilitas 2
Vigor 2
Uji Tetrazolium 3
METODE 4
Tempat dan Waktu Penelitian 4
Bahan dan Alat 4
Rancangan Percobaan 4
Prosedur Percobaan 5
Pengamatan 6
Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
PengujianTetrazolium 8
Evaluasi Kriteria Vigor melalui Pola Pewarnaan Tetrazolium 14
KESIMPULAN DAN SARAN 16
Kesimpulan 16
Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN 21
RIWAYAT HIDUP 22
xiii

DAFTAR TABEL
1 Rata-rata hasil pengujian fisiologis pada beberapa tingkat viabilitas 8
2 Penentuan lama inkubasi terhadap hasil pewarnaan 10
3 Rata-rata hasil pengujian tetrazolium pada beberapa tingkat viabilitas 11
4 Pola pewarnaan tetrazolium benih kangkung dengan kriteria normal
kuat 12
5 Pola pewarnaan tetrazolium benih kangkung dengan kriteria normal 12
6 Pola pewarnaan tetrazolium benih kangkung dengan kriteria abnormal 13
7 Pola pewarnaan tetrazolium benih kangkung dengan kriteria mati 13
8 Nilai koefisien korelasi, persamaan regresi antara pengujian
tetrazolium dan pengujian fisiologis 15
9 Nilai koefisien korelasi, persamaan regresi antara pengujian
tetrazolium kriteria normal kuat dan pengujian fisiologis 16

DAFTAR GAMBAR
1 Reaksi kimia larutan tetrazolium menjadi formazan 3
2 Perlakuan pendahuluan sebelum proses pewarnaan 6
3 Struktur embrio benih kangkung 9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh lot benih terhadap pengujian
fisiologis 21
2 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh lot benih terhadap pengujian
tetrazolium 21
xiv
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sedang meningkat


permintaannya. Berdasarkan Badan Ketahanan Pangan Kementan (2015), data
proyeksi dan pemenuhan kebutuhan konsumsi sayuran meningkat dari 13.653.141
menjadi 14.286.630 pada tahun 2013 dan 2014. Hal ini menuntut petani untuk
meningkatkan produksi guna memenuhi permintaan tersebut. Berdasarkan
Kementerian Pertanian (2015), data luas panen kangkung pada tahun 2013 dan
2014 sebesar 54.124 ha dan 52.541 ha. Nilai ini mengalami penurunan sebesar
2,92% namun tidak membuat produksi semakin menurun. Berdasarkan Badan
Pusat Statistik (2015), data produksi sayur kangkung meningkat dari 308.477 ton
menjadi 319.618 ton pada tahun 2013 dan 2014. Hal tersebut terjadi karena
produktivitas kangkung meningkat dengan nilai sebesar 6,08 ton ha-1.
Salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi ialah
penggunaan benih bermutu. Benih bermutu harus melalui berbagai tahap dalam
proses sertifikasi benih. Salah satu tahap tersebut ialah pengujian mutu benih di
laboratorium. Menurut Mugnisjah et al. (1994), analisis mutu benih bertujuan
untuk memperoleh keterangan tentang mutu suatu kelompok benih sebelum
disalurkan atau ditanam dan untuk membandingkan status mutu antarkelompok
benih. Analisis mutu benih mencakup pengujian rutin dan pengujian spesifik.
Pengujian rutin umumnya dilakukan penetapan kadar air benih, pengujian
kemurnian benih, penetapan varietas lain, dan pengujian daya tumbuh benih.
Pengujian spesifik salah satunya yaitu pengujian viabilitas benih secara biokemis.
Uji topografi tetrazolium adalah uji biokimia yang dapat digunakan untuk
penilaian viabilitas benih dengan cepat. Larutan 2,3,5-triphenyl tetrazolium
chloride digunakan sebagai indikator untuk mengungkapkan proses reduksi yang
berlangsung dalam sel-sel hidup. Indikator tersebut diimbibisi oleh benih dan
bereaksi dengan hidrogen dari enzim dehidrogenase sehingga terbentuk garam
trifenil formazan yang berwarna merah, stabil, dan tidak larut air. Hal ini
memungkinkan untuk membedakan bagian hidup berwarna merah dan bagian
mati tidak berwarna (ISTA, 2014). Menurut Sadjad et al. (1999), indikasi
kualitatif merah cerah dan merah keputihan pada benih yang diberi perlakukan
dengan larutan tetrazolium dapat memberikan informasi tentang benih kuat dan
kurang kuat lebih dini daripada menilai kinerja kecambah.
Hasil pengujian tetrazolium membantu produsen benih untuk mengetahui
informasi nilai viabilitas benih dalam waktu singkat. Menurut Ilyas dan Widajati
(2015), uji tersebut dibutuhkan jika benih yang baru panen akan segera ditanam,
benih yang memiliki masa dormansi lama, benih yang perkecambahannya lambat
pada saat ditanam, atau jika dibutuhkan data viabilitas potensial benih sangat
segera.
Metode pengujian tetrazolium secara umum mengacu pada International
Seed Testing Association (ISTA), sedangkan untuk benih kangkung belum ada
metode yang baku sehingga perlu adanya penelitian mengenai pengembangan
metode uji tetrazolium pada benih lain yang belum tercantum dalam ISTA.
2

Pengembagan metode tersebut perlu dilakukan agar pendugaan viabilitas dapat


diterapkan pada benih hortikultura lainnya. Khususnya benih hortikultura yang
banyak dibudidayakan di Indonesia.
Uji tetrazolium perlu dikembangkan selain untuk pengujian potensi tumbuh
benih dengan pendekatan biokimia, juga untuk pengujian vigor benih. Penilaian
untuk uji vigor tersebut dilakukan terhadap struktur penting embrio namun dengan
kriteria yang lebih ketat.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pola pewarnaan uji tetrazolium untuk


kriteria vigor benih kangkung.

TINJAUAN PUSTAKA

Kangkung

Kangkung termasuk keluarga tanaman Convolvulaceae memiliki nama latin


Ipomoea spp. Tanaman kangkung berbunga dengan warna yang beragam dari
putih sampai merah muda, dan batangnya dari warna hijau sampai ungu
(Puslitbanghorti, 2009). Buahnya berbentuk kapsul bulat telur, berdiameter 7-9
mm, halus, berwarna coklat, berisi 2-4 biji. Benihnya memiliki sudut yang bulat,
permukaannya halus atau beludru, memiliki panjang 4 mm, berwarna hitam atau
coklat gelap. Tipe perkecambahan yaitu epigeal dengan kotiledon berbentuk tapal
kuda (Westphal, 1994).

Viabilitas

Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang dapat diindikasi oeh
pertumbuhannya ataupun gejala metabolismenya, mencakup viabilitas total,
potensial, dormansi, dan vigor (Sadjad et al., 1999). Viabilitas suatu populasi
benih biasanya dinyatakan sebagai persentase dari individu yang berkecambah
saat diuji atau persentase individu yang pewarnaanya baik pada alternatif uji
viabilitas seperti uji tetrazolium (Probert dan Linnington, 2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan
dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat
genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor
eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang
simpan (Copeland dan Donald, 2001).

Vigor

Vigor adalah kemampuan benih atau bibit untuk tumbuh menjadi tanaman
normal yang berproduksi normal dalam keadaan yang suboptimum, dan di atas
normal dalam keadaan yang optimum atau mampu disimpan dalam kondisi
3

simpan yang suboptimum dan tahan disimpan lama dalam kondisi optimum
(Sadjad, 1993).
Vigor benih dibagi menjadi dua yaitu : Vigor Kekuatan Tumbuh benih yang
mencerminkan vigor benih bila ditanam di lapang, dan Vigor Daya Simpan yang
mencerminkan kemampuan benih untuk berapa lama benih dapat disimpan. Tolok
ukur vigor kekuatan tumbuh ialah kecepatan tumbuh benih yang mencerminkan
vigor individual benih dikaitkan dengan waktu, dan keserempakan tumbuh benih
yang menunjukkan vigor suatu lot benih (Widajati et al., 2013).
Uji Tetrazolium
Menurut Sadjad et al. (1999), reaksi tetrazolium (TZ) adalah contoh konkrit
proses biokimia aktivitas metabolisme benih dengan terjadinya endapan formazan
pada sel-sel hidup yang berwarna lain dari yang mati. Menurut Kuswanto (1997),
jika benih mengimbibisi larutan 2,3,5-triphenyl tetrazolium chloride maka terjadi
proses reduksi pada jaringan hidup. Adanya proses dari enzim dehidrogenase
menyebabkan larutan 2,3,5-triphenyl tetrazolium chloride atau bromide akan
berwarna merah sehingga jaringan yang hidup berwarna merah stabil dan
merupakan substan yang tidak terlarut. Jaringan yang hidup berwarna merah dan
yang mati tidak berwarna.
Menurut Copeland dan Donald (2001), uji tetrazolium dapat membedakan
antara jaringan embrio yang viabel dan mati berdasarkan laju respirasi relatif
dalam keadaan terhidrasi meskipun banyak enzim yang aktif selama respirasi. Uji
ini memanfaatkan aktivitas enzim dehidrogenase yang bereaksi dengan substrat
dan melepaskan ion hidrogen. Larutan garam tetrazolium yang tidak berwarna,
berubah menjadi formazan berwarna merah karena direduksi oleh ion hidrogen
(Gambar 1).

2,3,5-triphenyl formazan
tetrazolium chloride

Gambar 1. Reaksi kimia larutan tetrazolium menjadi formazan

Faktor–faktor yang perlu diperhatikan dalam uji tetrazolium ialah penyiapan


benih yang akan diuji dengan menghitung jumlahnya; pelembapan benih untuk
aktivasi enzim dan pelunakan jaringan benih; pembukaan jaringan benih untuk
pewarnaan (penusukan, pemotongan, pengupasan testa, dan pengeluaran embrio);
penyiapan larutan tetrazolium, suhu, dan lama perendaman; serta penilaian benih
vigor tinggi, vigor rendah, dan benih nonviabel (Ilyas dan Widajati, 2015).
Dewi (2001) memaparkan bahwa uji tetrazolium pada benih sengon buto
memberikan hasil kriteria benih viabel dicirikan oleh pola pewarnaan radikel dan
plumula berwarna merah dan merah muda serta kotiledon minimal mempunyai
pola pewarnaan 40% merah atau maksimal 15% tidak berwarna (putih),
4

sedangkan benih yang mempunyai pola pewarnaan merah, merah muda sampai
putih serta kotiledon maksimal mempunyai pola pewarnaan 40% merah atau
minimal 15% putih digolongkan benih non viabel. Dina et al. (2007) memaparkan
dalam penelitiannya pada benih kedelai bahwa pewarnaan seluruh bagian benih
berwarna merah atau bergradasi merah muda-merah dengan ujung poros embrio
merah atau merah tua, menunjukkan benih viable, sedangkan pola yang lebih
spesifik yaitu pewarnaan pada kotiledon terbentuk merata dan poros embrio
berwarna merah dengan atau tanpa merah tua di ujung radikula dikategorikan
sebagai pola vigor. Pola pewarnaan viable dan vigor dapat digunakan untuk
mengestimasi pertumbuhan tanaman namun pola vigor dapat mengestimasi lebih
baik.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih,


Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Juli 2015 sampai dengan
bulan Februari 2016.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam peneltian ini adalah empat lot benih kangkung
varietas Sutera berdasarkan uji DB V1=77,3%, V2=74,7%, V3=70,7%, dan V4=
68,7%, garam 2,3,5-triphenyl tetrazolium chloride, garam KH2PO4, garam
Na2HPO4, aquades, aluminium foil, silika gel, wadah plastik bening, kertas
merang, amplop, dan plastik. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat
pengepres kertas IPB 75-1, alat pengecambah benih IPB 72-1, inkubator,
desikator, oven, alat penjepit, timbangan analitik, mikroskop cahaya, gelas ukur,
pinset, pH meter, gelas kaca yang dilapisi kertas aluminium foil (warna gelap dan
tidak tembus cahaya).

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak satu faktor yaitu tingkat viabilitas benih.
Setiap taraf perlakuan diulang sebanyak tiga ulangan. Sehingga percobaan ini
terdiri dari 12 satuan percobaan. Model umum rancangan percobaan ini adalah
(Gomez dan Gomez, 1995) :

Yij = µ + αi + βj + єij

Dimana (i=1,2,3,4; j=1,2,3)


Keterangan :
Yij : pengamatan pada perlakuan tingkat viabilitas ke-i, dan ulangan ke-j
5

µ : rataan umum
αi : pengaruh dari tingkat viabilitas benih ke-i
βj : pengaruh ulangan ke-j
єij : pengaruh galat percobaan perlakuan tingkat viabilitas ke-i dan ulangan ke-j

Prosedur Percobaan

Pembuatan Lot Benih


Pembuatan lot benih bertujuan untuk mendapatkan beberapa tingkat
viabilitas. Benih terlebih dahulu dikemas dengan menggunakan aluminium foil
dan ditempatkan dalam wadah plastik. Benih disimpan pada 4 tempat yang
berbeda suhunya yaitu di kulkas (2-3 oC), showcase (5-9 oC), ruangan ber-AC
(16-18 oC), dan ruangan suhu kamar (28-31 oC) selama 6 bulan. Kadar air benih
sebelum simpan yaitu sebesar 7,8% dan daya berkecambah 87%.

Pengujian Fisiologis
Pengujian fisiologis meliputi daya berkecambah, potensi tumbuh
maksimum, berat kering kecambah normal, kecepatan tumbuh, dan indeks vigor
dilaksanakan dengan menggunakan metode UKDdp. Kertas buram disiapkan dan
dilembabkan terlebih dahulu dengan akuades. Kertas buram tersebut dipress
dengan alat pengepres kertas IPB 75-1. Benih ditanam di atas 3 media kertas
buram yang bawahnya telah dilapisi plastik lalu ditutup dengan 2 lembar kertas
buram, digulung, dan diberi label. Gulungan kertas buram diletakkan dengan cara
didirikan dalam alat pengecambah benih tipe IPB 72-1. Pengujian ini
menggunakan 100 butir per satuan percobaan untuk masing-masing tolok ukur.

Pembuatan Larutan Tetrazolium


Larutan penyangga terdiri atas dua larutan. Larutan 1 yaitu melarutkan
9,708 g KH2PO4 ke dalam 1.000 ml akuades. Larutan 2 yaitu melarutkan 9,472 g
Na2HPO4 ke dalam 1.000 ml akuades. Campurkan larutan 1 dan larutan 2 dengan
perbandingan 2:3 dan ukuran pH berkisar 6,5 – 7,5 (ISTA, 2014).
Menurut ISTA (2014), untuk mendapatkan larutan tetrazolium dengan
konsentrasi yang tepat dapat diperoleh dengan cara melarutkan garam tetrazolium
ke dalam larutan penyangga. Konsentrasi yang biasa digunakan yaitu 1%, tetapi
dengan konsentrasi yang rendah dan tinggi diperbolehkan. Larutan tetrazolium
harus memiliki pH berkisar 6,5 – 7,5. Larutan tetrazolium 1% sebanyak 100 ml
dapat diperoleh dengan cara melarutkan 1 gram garam tetrazolium ke dalam 100
ml larutan penyangga. Larutan tersebut harus dihindarkan dari cahaya atau sinar
langsung.
6

Uji Tetrazolium
Tahap pertama pengujian tetrazolium yaitu benih direndam dengan aquades
selama 24 jam. Kulit benih dikupas seluruhnya dan selaput pelindung embrio
dibuka sebagian untuk mempercepat masuknya larutan tetrazolium (Gambar 2).
Benih direndam dalam larutan tetrazolium lalu diinkubasi pada suhu 40 oC selama
kurang lebih 7 jam.
Lama inkubasi dalam penelitian ini berdasarkan percobaan pendahuluan
yang pengamatannnya dilakukan setiap jam sampai seluruh bagian benih
berwarna merah cerah. Jumlah benih yang digunakan dalam pengujian ini yaitu
100 butir per satuan percobaan.

Bagian kulit benih


yang dibuka

Radikula

Gambar 2. Perlakuan pendahuluan sebelum proses pewarnaan

Pengamatan Pola Pewarnaan


Pengamatan pola pewarnaan dilakukan setelah benih dicuci dengan
menggunakan aquades. Pengamatan pola pewarnaan diamati pada embrio benih
untuk membedakan benih yang hidup dan mati.

Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan adalah:
1. Daya Berkecambah (DB)
Pengamatan ini dilakukan dua kali pengamatan yaitu pada (5 x 24) jam
dan (7 x 24) jam setelah tanam. Persentase kecambah normal dihitung
dengan rumus:
∑k m no m l p n m n n
DB = x 100 %
∑ ni n i n m

2. Kecepatan Tumbuh (KCT)


Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan akumulasi persentase kecambah
normal per etmal (24 jam) selama periode perkecambahan yaitu sampai
hari ke-7 dengan rumus sebagai berikut:
KCT = ∑
7

Keterangan :
N : persentase kecambah normal (%)
t : waktu pengamatan dalam etmal

3. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)


Potensi tumbuh dihitung berdasarkan persentase benih berkecambah pada
akhir pengamatan yaitu pada hari ke-7 setelah pengecambahan.
Pengecambahan benih dilakukan dengan metode sama dengan pengujian
daya berkecambah. Rumus perhitungan sebagai berikut:

PTM = ∑

4. Berat Kering Kecambah Normal (BKKN)


Pengukuran berat kering kecambah normal dilakukan pada kecambah
normal berumur 7 HST menggunakan metode oven (60 oC selama 3 x 24
jam). Kecambah dimasukkan ke dalam desikator ± 30 menit sebelum
ditimbang.

5. Indeks Vigor
Pengukuran indeks vigor dilakukan pada saat hari ke-5 dengan rumus
sebagai berikut:
Indeks Vigor =

6. Pola pewarnaan uji tetrazolium


Pengamatan pola pewarnaan fokus pada warna yang terjadi pada embrio.
Tipe pola pewarnaan dipotret. Pengamatan pola pewarnaan tersebut
disusun berdasarkan kriteria benih berpotensi menjadi kecambah normal
kuat, normal, abnormal, dan mati.

Analisis Data

Analisis data untuk menguji tingkat viabilitas antara lot benih menggunakan
analisis sidik ragam (Uji F). Jika analisis sidik ragam berbeda nyata maka
dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncans Multiple Range Test
(DMRT) dengan taraf 5%. Data hasil uji tetrazolium dan hasil pengujian
fisiologis dianalisis menggunakan analisis regresi dan korelasi untuk menduga
seberapa erat hubungan kedua hasil uji tersebut. Data diolah menggunakan
software pengolahan data. Berikut persamaan regresi sederhana (Walpole, 1992) :

ŷ = a + bx
Keterangan :
ŷ : nilai vigor yang diduga
a : intersep/perpotongan dengan sumbu tegak
b : koefisien regresi atau gradien
x : nilai vigor yang diukur dengan tetrazolium
8

Penelitian ini menggunakan analisis korelasi regresi sederhana antara


peubah tetrazolium dan peubah pengujian fisiologis. Nilai koefisien korelasi (r)
digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara peubah tetrazolium dengan
peubah pengujian fisiologis. Ketentuan nilai koefisien korelasi sebagai berikut :
+1 : hubungan postif sempurna
-1 : hubungan negatif sempurna
0 : tidak ada hubungan linear (mungkin hubungan yang lain)
Nilai koefisien korelasi mendekati 1 menggambarkan adanya keeratan
korelasi antara pola pada pengujian tetrazolium dengan peubah pengujian
fisiologis. Berikut rumus koefisien korelasi :

r=b

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lot benih tidak berpengaruh nyata terhadap hasil pengujian fisiologis pada
f α = 5% (Lampiran 1). Hasil pengamatan secara fisiologis dapat dilihat pada
Tabel 1. Hal tersebut terjadi karena perbedaan nilai tolok ukur fisiologis antar
lotnya sedikit. Berdasarkan data tersebut dapat diduga bahwa benih memiliki daya
simpan yang baik karena persentase DB lot benih saat disimpan pada kondisi
suboptimum (V4) tidak berbeda nyata dengan lot benih yang disimpan pada
kondisi optimum (V1, V2, dan V3). Menurut Sadjad et al. (1999), benih yang
memiliki vigor daya simpan tinggi mampu disimpan untuk periode simpan yang
normal dalam keadaan suboptimum dan lebih panjang daya simpannya apabila
ruangan simpan dalam keadaan optimum.

Tabel 1. Rata-rata hasil pengujian fisiologis pada beberapa tingkat viabilitas


Tolok ukur fisiologis
Tingkat
KCT BKKN
viabilitas PTM (%) DB(%) IV (%) -1
(% etmal ) (gram)
V1 84,3 77,3 72,0 17,9 1,120
V2 83,7 74,7 69,7 18,6 1,017
V3 80,7 70,7 63,7 18,5 1,097
V4 81,3 68,7 64,3 19,1 1,053
Keterangan: PTM: potensi tumbuh maksimal; DB: daya berkecambah; IV: indeks vigor; K CT:
kecepatan tumbuh; BKKN: berat kering kecambah normal.

Pengujian Tetrazolium
Struktur benih kangkung meliputi testa, kotiledon dan radikula. Kulit benih
kangkung memiliki tekstur yang keras dan bersifat impermeabel sehingga kulit
benih perlu dikupas seluruhnya saat pengujian tetrazolium. Warna kulit benih
bervariasi dari coklat kehitaman hingga coklat muda atau kekuningan. Benih
9

kangkung termasuk dalam kelompok benih exalbuminus (non endospermus).


Menurut Widajati et al. (2013), benih exalbuminus adalah kelompok benih yang
memiliki ukuran embrio besar dan tidak terdapat endosperma yang berarti pada
struktur benih. Posisi embrio benih kangkung terletak di tengah yang bentuknya
foliata (terlipat). Cadangan makanan untuk perkecambahan berupa kotiledon.
Kotiledon benih terdiri atas dua keping dalam bentuk daun lembaga yang
menempel langsung pada radikula (Gambar 3).

Kotiledon

Radikula

Gambar 3. Struktur embrio benih kangkung


Tabel 2 menunjukkan adanya pengaruh lama inkubasi terhadap hasil
pewarnaan. Lama inkubasi selama kurang lebih 7 jam dapat memberikan warna
merah menyeluruh pada embrio. Berdasarkan hasil tersebut, penelitian ini
menggunakan lama inkubasi selama kurang lebih 7 jam.
Lot benih tidak berpengaruh nyata terhadap hasil pengujian tetrazolium
p f α = 5% (Lampiran 2), hal ini menunjukkan bahwa keempat lot
memiliki nilai viabilitas yang sama. Hasil pengamatan uji tetrazolium dapat
dilihat pada Tabel 3, hal ini terjadi karena nilai antar lot benih memiliki perbedaan
yang sedikit. Analisis ragam pengaruh lot benih terhadap pengujian tetrazolium
dan pengujian fisiologis memiliki hasil yang sama yaitu tidak berpengaruh nyata.
Hal ini menunjukkan bahwa pengujian tetrazolium dapat mendeteksi nilai
viabilitas suatu lot benih. Hasil Subantoro dan Prabowo (2013) menyatakan
bahwa pengujian viabilitas benih kedelai secara cepat dengan menggunakan uji
tetrazolium menunjukkan hasil yang sama dengan hasil pengujian perkecambahan
secara langsung. Menurut Sadjad et al. (1975), semua metode uji viabilitas benih
tidak bersifat subtitusi satu sama lain, melainkan bersifat suplemental satu sama
lain. Ini berarti, misalnya, suatu metode uji kekuatan tumbuh benih bukanlah
mengganti uji daya berkecambah benih, tetapi merupakan suplemen untuk suatu
kepentingan tertentu.
Pengujian tetrazolium benih kangkung didapatkan benih keras pada masing-
masing lot benih yang menyebabkan kulit benih tidak bisa dibuka sehingga benih
tidak dapat mengabsorbsi larutan tetrazolium dengan baik. Pengamatan pada
embrio benih juga tidak bisa dilakukan. Rata-rata persentase benih keras pada lot
V1=4,3%, V2=4,3%, V3=3,7%, dan V4=3,3%.
10

Tabel 2. Pengaruh lama inkubasi terhadap hasil pewarnaan


Lama inkubasi
Hasil Pewarnaan Kriteria
(jam)

Seluruh bagian radikula dan kotiledon


1
belum berwarna merah

Seluruh bagian radikula dan kotiledon


2
belum berwarna merah

Seluruh bagian radikula dan kotiledon


3
belum berwarna merah dengan sempurna

Seluruh bagian radikula dan kotiledon


belum berwarna merah sempurna, bagian
4
radikula yang menempel pada kotiledon
belum berwarna merah

Seluruh bagian radikula dan kotiledon


5
belum berwarna merah cerah

Bagian ujung radikula belum berwarna


6 merah, seluruh bagian kotiledon
berwarna merah cerah

Seluruh bagian radikula dan kotiledon


7 berwarna merah cerah

Keterangan: pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 2x10


11

Tabel 3. Rata-rata hasil pengujian tetrazolium pada beberapa tingkat viabilitas


Tingkat Pola pewarnaan
viabilitas NK N Ab Mati Benih hidup
V1 35,7 74,3 6,3 15,0 80,7
V2 34,0 69,3 9,7 16,7 79,0
V3 34,7 68,7 13,7 14,0 82,3
V4 34,3 73,0 6,7 17,0 79,7
Keterangan: V: viabilitas; NK: normal kuat; N: normal; Ab: abnormal.

Pola pewarnaan pada kotiledon dan radikula yang dihasilkan berjumlah 14


pola. Kelompok normal kuat berjumlah satu pola, lima pola pewarnaan normal,
dua pola pewarnaan abnormal, dan enam pola pewarnaan mati. Pola pewarnaan
kriteria normal kuat (Tabel 4) dapat mengindikasikan viabilitas benih tinggi
karena pola warna yang dihasilkan berwarna merah cerah pada seluruh bagian
kotiledon dan radikula. Pola pewarnaan kriteria normal (Tabel 5) terdapat warna
merah tua di bagian kotiledon dan radikula mengindikasikan adanya kerusakan
pada benih.
Pola pewarnaan kriteria abnormal (Tabel 6) terdapat warna merah
kecoklatan pada bagian kotiledon namun bagian radikula masih memiliki tektur
yang segar. Warna merah kecoklatan pada kotiledon dapat mengindikasikan
jaringan mengalami pembusukan saat masih di dalam benih. Hal ini juga dapat
terlihat dari tekstur kotiledon yang lebih lunak dibandingkan dengan pola warna
merah cerah. Hasil Subantoro dan Prabowo (2013) pada benih kedelai dan jagung
menunjukkan adanya sebagian benih telah mengalami pembusukan saat uji
tetrazolium yang ditandai adanya kotiledon dan endosperm yang berwarna merah
kehitam-hitaman serta axis embrionya berwarna coklat kehitaman. Benih tersebut
umumnya tidak bisa lagi berkecambah atau apabila masih mampu berkecambah,
pertumbuhannya lambat dan abnormal, dan bahkan pertumbuhan yang demikian
sering berakhir dengan kematian.
Pola pewarnaan kriteria mati (Tabel 7) terdapat bagian jaringan yang tidak
terwarnai dan merah kecoklatan pada kotiledon dan radikula. Bagian radikula juga
memiliki tekstur yang tidak segar. Hal ini mengindikasikan bahwa benih
nonviabel karena bagian radikula mengalami kerusakan dan diduga tidak akan
tumbuh jika dikecambahkan. Menurut Sadjad (1993), enzim dehidrogenase dalam
menggiatkan sel-sel hidup bermetabolisme melepas ion-ion H+. Sel yang mati
tidak berpotensi dalam proses ini sehingga tidak terjadi penglepasan ion H+. Ion
H+ bereaksi dengan 2,3,5-triphenyl tetrazolium chloride (TZ) maka terjadi
endapan formazan yang berwarna merah. Apabila tidak terjadi reaksi maka
formazan tidak terbentuk dan sel-sel yang mati itu berwarna putih. Apabila sel
yang mati itu terjadi pada daerah struktur yang penting seperti di sekitar perakaran
misalnya, maka akan didapatkan gejala akar yang tidak tumbuh atau tidak normal.
Menurut Leist (2004), area kotiledon yang berdekatan dengan radikula adalah area
penting, sehingga tidak terwarnainya daerah ini menujukkan terjadinya kerusakan
yang menyebabkan benih tidak dapat menjadi kecambah normal. Pola pewarnaan
antar benih cukup beragam pada penelitian ini disebabkan oleh keragaman reduksi
dan viabilitas antar benih.
12

Jumlah benih viabel pada penelitian ini tidak sama dengan jumlah
kecambah normal. Hal ini disebabkan karena adanya benih keras pada pengujian
tetrazolium dan infeksi patogen (cendawan) saat pengujian fisiologis. Serangan
cendawan menyebabkan kecambah mengalami pembusukan pada kotiledon, akar,
dan hipokotil. Cendawan juga menyebabkan benih membusuk sehingga tidak
mampu berkecambah. Menurut ISTA (2014), tidak akan ada perbedaan yang
signifikan antara jumlah benih viabel dengan persentase kecambah normal bila
benih tidak dorman, benih tidak keras, benih telah diberi perlakuan untuk
mematahkan dormansi, benih tidak terinfeksi patogen atau telah disinfeksi, dan
dikecambahkan pada kondisi optimum.

Tabel 4. Pola pewarnaan tetrazolium benih kangkung dengan kriteria normal kuat
Pola pewarnaan Kriteria

Semua bagian kotiledon berwarna merah cerah, semua


bagian radikula berwarna merah cerah

Keterangan: pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 2x10

Tabel 5. Pola pewarnaan tetrazolium benih kangkung dengan kriteria normal


Pola pewarnaan Kriteria

¼ bagian atas kotiledon berwarna merah tua, semua


bagian radikula berwarna merah cerah

Semua bagian kotiledon berwarna merah cerah, bagian


ujung radikula berwarna merah tua sepanjang < 1mm

Semua bagian kotiledon berwarna merah cerah,


terdapat bintik merah tua sepanjang <1mm pada
bagian radikula
13

Tabel 5. Pola pewarnaan tetrazolium benih kangkung dengan kriteria normal


(Lanjutan)

¼ bagian atas kotiledon berwarna merah keputihan,


semua bagian radikula berwarna merah cerah

½ bagian kotiledon berwarna merah tua, semua bagian


radikula berwarna merah cerah

Keterangan: pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 2x10

Tabel 6. Pola pewarnaan tetrazolium benih kangkung dengan kriteria abnormal


Pola pewarnaan Kriteria

Semua bagian kotiledon berwarna merah cerah, bagian


ujung radikula berwarna merah tua sepanjang >1mm

½ bagian kotiledon berwarna merah kecoklatan, semua


bagian radikula berwarna merah tua

Keterangan: pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 2x10

Tabel 7. Pola pewarnaan tetrazolium benih kangkung dengan kriteria mati

Semua bagian kotiledon berwarna merah tua, semua


bagian radikula berwarna merah tua

½ bagian kotiledon berwarna merah tua dan tidak


berwarna, semua bagian radikula berwarna merah tua
14

Tabel 7. Pola pewarnaan tetrazolium benih kangkung dengan kriteria mati


(Lanjutan)

Semua bagian kotiledon berwarna merah kecoklatan,


semua bagian radikula berwarna merah tua

Semua bagian kotiledon berwarna merah cerah, semua


bagian radikula berwarna merah kecoklatan

Semua bagian kotiledon berwarna merah tua, semua


bagian radikula berwarna merah kecoklatan

Semua bagian kotiledon berwarna merah tua, semua


bagian radikula tidak berwarna

Keterangan: pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 2x10

Evaluasi Kriteria Vigor melalui Pola Pewarnaan Tetrazolium

Pola pewarnaan tetrazolium dikelompokkan menjadi benih normal kuat,


normal, abnormal, dan mati. Menurut Patil dan Dadlani (2014), setelah
membedakan benih viabel dan nonviabel, kelompok benih viabel dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok vigor berdasarkan intesitas warna
dan pola pewarnaan bagian benih yang berbeda.
Kelompok pola pewarnaan dianalisis menggunakan analisis regresi dan
korelasi untuk mengetahui keeratan hubungan dengan pengujian fisiologis. Pola
pewarnaan normal kuat diharapkan dapat menduga vigor benih sehingga
dilakukan analisis korelasi dengan KCT dan IV. Pola pewarnaan normal kuat dan
normal diharapkan dapat menduga viabilitas benih sehingga dikorelasikan dengan
DB dan BKKN. Pola pewarnaan normal kuat, normal, dan abnormal (benih hidup)
diharapkan dapat menduga potensi tumbuh maksimum (PTM).
Pengujian fisiologis memiliki hubungan positif dengan kriteria benih normal
pada pengujian tetrazolium (Tabel 8). Salah satunya ditunjukkan oleh persamaan
15

regresi BKKN dengan nilai koefisien regresi (b) sebesar 0,0058. Koefisien regresi
tersebut bertanda positif mengindikasikan bahwa semakin banyak jumlah
kecambah normal pada pengujian fisiologis maka semakin banyak pula pola
pewarnaan normal pada pengujian tetrazolium. Berdasarkan nilai koefisien
korelasi dan p-value, BKKN memiliki hubungan yang erat dan nyata dengan
pengujian tetrazolium yaitu sebesar 0,7. PTM, DB, dan KCT belum memiliki
korelasi yang erat dan nyata dalam penelitian ini. Hal ini terlihat dari p-value >
0,05. Hasil Eviliani (2016) menunjukkan nilai koefisien korelasi BKKN dan DB
memiliki hubungan yang erat dengan pengujian tetrazolium pada benih cabai
(Capsicum annum).

Tabel 8. Nilai koefisien korelasi, persamaan regresi antara pengujian


tetrazolium dan pengujian fisiologis
Pola
Tolok ukur
pewarnaan Koefisien
fisiologis Persamaan regresi P-value
tetrazolium korelasi (r)
(Y)
(X)
BKKN 0,7 Y = 0,661 + 0,0058X 0,016*
Normal IV 0,6 Y = 48,34 + 0,2675X 0,054tn
KCT 0,4 Y = 14,57 + 0,0554X 0,179tn
DB 0,4 Y = 60,50 + 0,1729X 0,224tn
Benih hidup PTM 0,2 Y = 70,53 + 0,1489X 0,489tn
Keterangan: *= p n u n , n= i k p n u n p f α=5%, angka pada
kolom yang sama diperbandingkan secara vertikal. PTM: potensi tumbuh
maksimum; DB: daya berkecambah; BKKN: berat kering kecambah normal; IV:
indeks vigor; KCT: kecepatan tumbuh.

Koefisien korelasi pada KCT dan BKKN memiliki hubungan yang sangat
erat dan sangat nyata dengan nilai sebesar 0,9 dan 0,8 (Tabel 9), sedangkan DB
dan IV belum memiliki korelasi yang erat dan nyata dalam penelitian ini.
Koefisien korelasi yang tinggi pada KCT menunjukkan bahwa pola normal kuat
bisa digunakan untuk kriteria vigor. Hal ini sesuai dengan Leist (2004)
menyatakan bahwa benih dikotil bervigor tinggi memiliki ciri-ciri yaitu seluruh
bagian kotiledon terwarnai merah cerah dan merata. Warna merah terbentuk
karena larutan tetrazolium bereaksi dengan hasil respirasi pada benih. Menurut
Rahmayani (2015) pada penelitian benih koro pedang (Canavalia ensiformis)
menyatakan bahwa nilai koefisien korelasi sangat nyata antara laju respirasi
dengan KCT, nyata antara laju respirasi dengan DB, dan tidak nyata antara laju
respirasi dengan PTM, IV, serta KST.
16

Tabel 9. Nilai koefisien korelasi, persamaan regresi antara pengujian tetrazolium


dan pengujian fisiologis pada kelompok benih berpotensi tumbuh normal
kuat
Pola
Tolok ukur
pewarnaan Koefisien
fisiologis Persamaan regresi P-value
tetrazolium korelasi (r)
(Y)
(X)
KCT 0,9 Y = 16,18 + 0,0674X 0,000**
Normal BKKN 0,8 Y = 0,928 + 0,0042X 0,001**
kuat IV 0,5 Y = 62,86 + 0,1315X 0,115 tn
DB 0,3 Y = 69,94 + 0,0834X 0,320 tn
Keterangan: **= p n u s n n p f α=1%, n= i k p n u n p
f α=5%, n k p kolom n s m ip n in k n s v ik l. PTM:
potensi tumbuh maksimum; DB: daya berkecambah; BKKN: berat kering kecambah
normal; IV: indeks vigor; KCT: kecepatan tumbuh.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Keempat lot benih yang digunakan pada penelitian ini memiliki nilai yang
sama berdasarkan hasil pengujian fisiologis dan tetrazolium. Pola pewarnaan
kelompok normal memiliki nilai koefisien korelasi yang erat dan nyata dengan
berat kering kecambah normal dengan nilai sebesar 0,7. Pola pewarnaan
tetrazolium kelompok normal kuat memiliki korelasi yang sangat erat dan sangat
nyata dengan kecepatan tumbuh dan berat kering kecambah normal dengan nilai
sebesar 0,9 dan 0,8. Hasil penelitian menunjukkan kriteria normal kuat dapat
digunakan untuk indikasi vigor benih. Hasil uji viabilitas dengan uji tetrazolium
menunjukkan hasil yang sama dengan uji fisiologis.

Saran

Pengemasan dalam pembuatan lot benih sebaiknya menggunakan plastik


polietilen agar tingkat viabilitas yang dihasilkan dapat lebih beragam. Perlu
dilakukan pengembangan metode pengujian tetrazolium pada benih lainnya yang
tidak tercantum dalam ISTA sehingga evaluasi viabilitas dan vigor dapat
diterapkan pada benih hortikultura lainnya.
17

DAFTAR PUSTAKA

Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. 2015. Data statistik ketahanan


pangan tahun 2014. http://www.bkp.pertanian.go.id. [4 Nopember 2015].
Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi tanaman sayuran kangkung 2013-2014.
http://www.bps.go.id. [4 Nopember 2015].
Copeland L.O. dan Mc Donald M.B. 2001. Principles of Seed Science and
Technology 4th Edition. Kluwer Academic Publishers, USA.
Dermawan M. 2007. Studi pengujian tetrazolium sebagai peubah viabilitas benih
buncis (Phaseolus vulgaris L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Dewi R. 2001. Pendugaan viabilitas benih sengon buto (Enterolobium
cyclocarpum Griseb.) dengan berbagai metode uji cepat. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Dina, Widajati E., Wirawan B. dan Ilyas S. 2007. Pola topografi pewarnaan
tetrazolium sebagai tolok ukur viabilitas dan vigor benih kedelai (Glycine
max L.merr.) untuk pendugaan pertumbuhan tanaman di lapangan. J. Agron.
35(2): 88 – 95.
Eviliani U. 2016. Uji tetrazolium untuk kriteria vigor benih cabai (Capsicum
annum). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gomez K.A. dan Gomez A.A. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian.
Syamsudin E., Baharsjah J.S., penerjemah. UI Press, Jakarta. Terjemahan
dari: Statistical Procedures for Agricultural Research.
Ilyas S. dan Widajati E. 2015. Teknik dan Prosedur Pengujian Mutu Benih
Tanaman Pangan. IPB Press, Bogor.
[ISTA] The International Seed Testing Association. 2014. Seed Science and
Technology. International Seed Testing Association, Zurich.
Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura. 2015. Statistik Produksi
Hortikultura 2014. Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian,
Jakarta.
Kuswanto H. 1997. Analisis Benih. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Leist N. 2004. Seed Vigour Determination by Means of the Topographical
Tetrazolium Test. Makalah dalam ISTA Seed Quality Assesment Training
Organised by ASPA, Hanoi, Vietnam.
Mugnisjah W.Q., Setiawan A., Suwarto dan Santiwa C. 1994. Panduan Praktikum
dan Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. Grafindo Persada,
Jakarta.
Patil V.N. dan Dadlani M. 2014. Tetrazolium test for seed viability and vigour.
http://seednet.gov.in/ pdffiles/chapter%2014.pdf [8 Juni 2016].
[PUSLITBANGHORTI] Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. 2009.
Budidaya dan produksi benih kangkung. http://hortikultura.litbang
.pertanian.go.id/index.php?bawaan=teknologi/isi_teknologi&id_menu=4&i
d_submenu=19&id=35. [22 Juni 2015].
Probert Robin J. and Linnington Simon L. 2006. Viability. In: Black M., Bewley
J.D. and Halmer P., (Eds). The Encyclopedia of Seeds Science, Technology
and Uses. Cromwell Press Trowbridge, UK.
Rahmayani S.F. 2015. Pengujian tetrazolium dan respirasi benih koro pedang
(Canavalia ensiformis). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
18

Sadjad S. 1972. Kertas merang untuk uji viabilitas benih di Indonesia. Disertasi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sadjad S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT. Gramedia Widiasarana, Jakarta.
Sadjad S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Grasindo, Jakarta.
Sadjad S., Murniati E. dan Ilyas S. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari
Komparatif ke Simulatif. Herfan D., editor. Grasindo, Jakarta.
Sadjad S., Suseno H., Harjadi S.S., Sutakaria J., Sugiharso dan Sudarsono. 1975.
Dasar-Dasar Teknologi Benih. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Subantoro R. dan Prabowo R. 2013. Pengkajian viabilitas benih dengan
tetrazolium test pada jagung dan kedelai. J. Ilmu Ilmu Pertanian 9(2):1-8.
Walpole R.E. 1992. Pengantar Statistika Edisi ke-3. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Westphal E. 1994. Ipomoea aquatica Forsskal. In: Siemonsma J.S. dan Piluek K.,
(Eds). Plant Resources of South-East Asia No. 8 Vegetables. Pudoc-DLO,
Wageningen.
Widajati E., Muniarti E., Palupi E. R., Kartika T., Suhartanto M. R., Qadir A.
2013. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. IPB Press, Bogor.
19

LAMPIRAN
20
21

Lampiran 1. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh lot benih terhadap pengujian


fisiologis
Tolok ukur P-value
DB 0,355tn
BKKN 0,766tn
IV 0,345tn
KCT 0,915tn
PTM 0,574tn
Keterangan: n= i k p n u n p f α=5%. DB: daya berkecambah; BKKN: berat
kering kecambah normal; IV: indeks vigor; PTM: potensi tumbuh maksimum; KCT:
kecepatan tumbuh.

.
Lampiran 2. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh lot benih terhadap pengujian
tetrazolium
Kriteria P-value
Normal kuat 1,000tn
Normal 0,963tn
Abnormal 0,827tn
Mati 0,952tn
Benih hidup 0,907tn
Keterangan: n= i k p n u n p f α=5%.
22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 27 Agustus 1993 dari ayah H. M.


Ridho dan ibu Hj. Rukoyah. Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara.
Penulis lulus dari SMAN 1 Leuwi Liang Kab. Bogor pada tahun 2011 dan pada
tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan S-1 Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian di Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan magang di
Balithi Cipanas pada tahun 2013, kepanitiaan Festival Bunga dan Buah Nusantara
(FBBN) pada tahun 2014, dan program pendampingan UPSUS-PAJALE pada
tahun 2015 yang diselenggarakan oleh Kementan. Penulis juga tergabung dalam
departemen PSDM Himagron (Himpunan Mahasiswa Agronomi dan
Hortikultura) pada tahun 2013/2014.

Anda mungkin juga menyukai