SITI HAPSHOH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Siti Hapshoh
NIM A253120091
RINGKASAN
Peranan cabai saat ini selain sebagai tanaman konsumsi mulai mengarah
ke tanaman hias. Cabai hias masih memiliki rasa pedas seperti cabai konsumsi
tetapi jarang dikonsumsi karena terdapat aroma langu pada saat dikonsumsi.
Peluang inilah yang bisa dijadikan salah satu ide untuk mengembangkan tanaman
cabai hias sekaligus sebagai cabai konsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk (1)
memperoleh informasi keragaman genetik dari cabai besar, cabai rawit dan cabai
keriting serta ketahanannya terhadap layu fusarium, dan (2) memperoleh
informasi tentang pola pewarisan beberapa karakter kualitatif dan kuantitatif pada
tanaman cabai yang berhubungan dengan kriteria cabai hias dan cabai yang
memiliki kualitas buah yang baik.
Penelitian ini terdiri atas 2 percobaan. Percobaan pertama karakterisasi 24
genotipe cabai yang berasal dari jenis cabai besar, cabai rawit dan cabai keriting
serta uji ketahanannya terhadap layu Fusarium. Percobaan kedua adalah studi pola
pewarisan karakter kualitatif dan kuantitatif hasil persilangan antara cabai besar
dan cabai rawit. Hasil percobaan pertama menunjukkan bahwa populasi yang
diamati memiliki keragaman tinggi. Hasil analisis gerombol menggunakan 34
peubah pada tingkat kemiripan 85% membagi genotipe cabai menjadi 6 kelompok.
Setiap jenis cabai mengelompok menjadi kelompok cabai rawit, cabai besar, dan
cabai keriting kecuali genotipe IPB C174, IPB C15, dan IPB C20. Hasil pengujian
ketahanan terhadap penyakit layu fusarium genotipe yang diuji berada pada
kisaran tahan hingga agak rentan. Genotipe yang tahan adalah IPB C4, IPB C111,
IPB C152, IPB C159, dan IPB C174 sedangkan genotipe yang agak rentan adalah
IPB C3, IPB C5, dan IPB C313.
Hasil percobaan kedua menunjukkan bahwa karakter pemendekan ruas
(shortened internode), orientasi buah dan warna antosianin pada tangkai anter
dikendalikan oleh satu gen sedangkan karakter warna antosianin pada anter
dikendalikan oleh dua gen. Nisbah Mendel 1:3 sesuai untuk karakter pemendekan
ruas dan orientasi buah ke atas yang menunjukkan bahwa karakter ini
dikendalikan oleh satu gen resesif sedangkan nisbah Mendel 3:1 sesuai untuk
karakter warna antosianin pada tangkai anter yang menunjukkan bahwa karakter
ini dikendalikan oleh satu gen dominan. Nisbah Mendel 13:3 sesuai untuk
karakter warna antosianin pada anter yang menunjukan bahwa karakter tersebut
dikendalikan oleh dua gen yang bekerja secara dominan dan resesif epistasis.
Model genetik aditif-dominan dengan interaksi aditif-aditif dan dominan-dominan
sesuai untuk semua karakter. Heritabilitas dalam arti luas pada karakter yang
diamati berada pada kisaran tinggi, sedangkan heritabilitas arti sempit berada pada
kisaran rendah-tinggi. Peran gen aditif lebih besar dibandingkan gen dominan
pada karakter panjang dan diameter buah sedangkan pada karakter tinggi tanaman
dan bobot per buah peran gen dominan lebih besar dibandingkan gen aditif.
Chili pepper has a function of consumption pepper this time began to shift
to be ornamental pepper. Ornamental pepper still have a spicy taste like
consumption pepper but rarely consumed because there is an unpleasant aroma
when consumed. This opportunity could be one idea to develop ornamental
pepper as well as consumption peppers. This study aims to (1) obtain information
about the genetic diversity of chili pepper, bird pepper and curly pepper also
resistance to Fusarium wilt, and (2) to obtain information about the pattern of
inheritance some characters of qualitative and quantitative in pepper associated
with criteria ornamental pepper and chili pepper that has a good fruit quality.
This study consisted of two experiments. The first experiment
characterization of 24 genotypes derived from chili peppers kinds chili pepper,
bird pepper and curly pepper also the test for resistance to Fusarium wilt. Then
proced with a second trial that studies patterns of inheritance of traits qualitative
and quantitative results of a breeding between chili pepper and bird pepper. The
first experimental results indicate that the observed population has a high
diversity. Results of analysis using 34 variables character at a rate of 85%
similarity genotype chili divide into 6 groups. Each type of clustered into groups
chili pepper, bird pepper and curly pepper except genotype IPB C174, IPB C15,
and IPB C20. Results of testing the resistance to Fusarium wilt disease genotypes
were tested in the range resistance-low susceptible. Resistant genotypes are IPB
C4, IPB C111, IPB C152, IPB C159, and IPB C174 while low susceptible
genotype is IPB C3, IPB C5, and IPB C313.
Results of the second experiment showed that the shortened internode
character, the orientation of the fruit and the anthocyanin color on anther stem
are controlled by one gene while at anther anthocyanin color character is
controlled by two genes. Mendel ratio shortened internode character and
orientation of fruit on 1:3 indicates that this character are controlled by a single
recessive gene Mendelian, while the ratio of the anthocyanin color on the stem
anther 3:1 indicates that this character is controlled by a single dominant gene.
Anthocyanin color characters on anther has a Mendelian ratio 13:3 shows that
the character is controlled by two genes that work in a dominant and recessive
epistasis. The additive-dominant genetic model with the interaction of additives
and dominant-dominant suitable for all characters. Heritability in the broad sense
on the characters observed in the range of high, whereas narrow sense
heritability in the range of low to high. The role of genes greater than the additive
dominant gene on the character length and diameter of the fruit, while the plant
height and weight per fruit dominant role of genes greater than additive gene.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEWARISAN KARAKTER KUALITATIF DAN
KUANTITATIF PADA PERSILANGAN CABAI BESAR DAN
CABAI RAWIT SERTA KETAHANANNYA TERHADAP
PENYAKIT LAYU FUSARIUM
SITI HAPSHOH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MSc Agr
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga tesis berjudul Pewarisan Karakter Kualitatif dan
Kuantitatif pada Persilangan Cabai Besar dan Cabai Rawit serta Ketahanannya
terhadap Penyakit Layu Fusarium dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan tugas
akhir penulis untuk memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:
1. Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS, Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi dan Dr
Ir Widodo, MS selaku dosen pembimbing atas segala arahan, masukan,
kesabaran, dan motivasi yang telah diberikan selama ini
2. Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MSc Agr dan Dr Ani Kurniawati, SP MSi selaku
dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan sehingga tesis ini
menjadi lebih baik
3. DIKTI atas beasiswa pendidikan yang telah diberikan melalui program
Beasiswa Unggulan 2012 dan Hibah Kompetensi 2014 atas nama M. Syukur
untuk dana penelitian
4. Kedua orang tua (Bapak Yunus dan Ibu Cartini) yang selalu berdoa dan
memberikan dukungan tiada henti, mamah mertua (Lilis Yunaningsih) dan
nenek (Karisah, Iwi Ruswi) yang menyayangi dan menyemangati tanpa lelah,
serta adik-adikku tersayang Siti sopiah, Siti Julfah Anissa dan Siti Sadiah
5. Suami tercinta Windu Purnomo, Anak-anakku tercinta Zara Tabita Kinanti
dan Zinedine Irhab Purnomo yang senantiasa memberi dukungan, semangat
dan kasih sayang yang berlimpah
6. Teman-teman Lab Pemuliaan Tanaman (Pak Undang, Kak Abdul, Mba Tia,
Kak Adi, Andra, Ana, Ntus), Teman-teman PBT 2013 (Dayah, Mba Yusnita,
Ami), Teman-teman PBT 2014 (Dea, Arin, Syafi’i), Anti, Ita, Ainun, Teh
Yeni, Kang Pudin, Mang Darwa, Bu Markah dan Bu Odeh atas segala
bantuannya selama ini
7. Rekan-rekan Program Studi Pemuliaan Tanaman, Sekolah Pascasarjana tahun
2012 atas dukungan dan kerjasama yang solid selama ini
8. Semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya penelitian ini
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, khususnya bidang pemuliaan tanaman dan pertanian pada umumnya.
Segala kekurangan dan kesalahan dalam penulisan karya ilmiah ini merupakan
bukti ketidaksempuranan penulis semoga tidak mengurangi ilmu yang ingin
disampaikan.
Siti Hapshoh
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
Botani dan Morfologi Cabai 4
Pemuliaan Tanaman Cabai di Indonesia 4
Penyakit Layu Fusarium 5
Komponen Ragam dan Heritabilitas 6
Karakter Kualitatif dan Karakter Kuantitatif 7
3 KERAGAMAN GENETIK 24 GENOTIPE CABAI DAN
KETAHANANNYA TERHADAP LAYU FUSARIUM 9
Pendahuluan 9
Bahan dan Metode 10
Waktu dan Tempat 10
Bahan Tanaman 10
Pelaksanaan Percobaan 11
Pengamatan 13
Analisis Data 17
Hasil dan Pembahasan 18
Keragaan Karakter Kualitatif 18
Analisis Ragam 22
Ketahanan terhadap Penyakit Layu Fusarium 24
Analisis Gerombol 25
Simpulan 27
4 PEWARISAN KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA
PERSILANGAN CABAI BESAR DAN CABAI RAWIT 29
Pendahuluan 29
Bahan dan Metode 30
Waktu dan Tempat 30
Bahan Tanaman 30
Pelaksanaan Percobaan 30
Pengamatan 31
Analisis Data 31
Hasil dan Pembahasan 32
Pendugaan Nisbah Fenotipe 32
Keragaan Karakter Kuantitatif 38
Analisis Pewarisan Karakter Kuantitatif 39
Simpulan 43
5 PEMBAHASAN UMUM 45
6 SIMPULAN DAN SARAN 48
DAFTAR PUSTAKA 50
RIWAYAT HIDUP 53
ii
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai adalah tanaman asli dari wilayah tropika dan subtropika. Tanaman
cabai termasuk famili Solanaceae, genus Capsicum. Capsicum annuum L.
merupakan salah satu spesies dari 20-30 spesies dalam genus Capsicum. Selain
Capsicum annuum spesies lain yang dibudidayakan adalah C. frutescens, C.
baccatum, C. pubescens, dan C. chinense. Capsicum annuum adalah spesies yang
paling banyak dibudidayakan dan paling penting secara ekonomis. Berdasarkan
karakter buahnya, terutama bentuk dan ukuran buah, C. annuum dapat
digolongkan dalam empat tipe yaitu cabai besar, keriting, rawit (hijau), dan
paprika (Syukur et al. 2012).
Pemuliaan cabai secara umum diarahkan untuk memperoleh cabai unggul
dengan karakter produktivitas tinggi, umur panen genjah, tahan terhadap serangan
hama dan penyakit, daya simpan buah lama, tingkat kepedasan tertentu, dan
kualitas buah sesuai selera konsumen (Syukur et al. 2012). Cabai yang memiliki
keunggulan kualitas buah yang sesuai selera konsumen dan tahan penyakit salah
satunya layu fusarium merupakan salah satu varietas yang diminati pasar saat ini
untuk cabai konsumsi.
Peranan cabai saat ini selain sebagai tanaman konsumsi mulai mengarah
ke tanaman hias, misalnya cabai yang memiliki warna buah yang berbeda pada
tingkat kematangan yang berbeda sangat diminati pecinta tanaman hias. Cabai
hias masih memiliki rasa pedas seperti cabai konsumsi tapi jarang dikonsumsi
karena terdapat aroma langu pada saat dikonsumsi. Peluang inilah yang dapat
dijadikan salah satu ide untuk mengembangkan tanaman cabai hias sekaligus
sebagai cabai konsumsi.
Modal awal dalam proses pemuliaan cabai adalah keragaman genetik.
Keragaman genetik dapat diperoleh melalui berbagai cara, antara lain introduksi,
mutasi, hibridisasi, dan ploidisasi. Menurut Syukur et al. (2010) keragaman
genetik yang luas untuk beberapa karakter pada populasi disebabkan latar
belakang genetik populasi yang berbeda. Pengetahuan tentang latar belakang
genetik populasi sangat penting untuk memulai seleksi. Yunianti et al. (2010)
menyatakan bahwa keragaman genetik yang luas pada karakter tertentu
menunjukkan bahwa karakter tersebut potensial diperbaiki karena lebih leluasa
diseleksi. Hal ini senada dengan Hasan et al. (2014) yang menyatakan bahwa
perbedaan genetik adalah dasar untuk seleksi yang efektif dalam populasi yang
ada atau populasi yang terbentuk dari hasil hibridisasi.
Perbaikan ketahanan terhadap penyakit layu fusarium dan kualitas
buahnya memerlukan informasi ketahanan maupun informasi karakter-karakter
tertentu yang menentukan tinggi rendahnya kualitas buah maupun hasil panen.
Informasi karakteristik setiap genotipe koleksi yang dimiliki secara rinci mutlak
diperlukan. Oleh karena itu proses karakterisasi genotipe di lapangan dilakukan.
Selain itu uji ketahanan koleksi genotipe yang dimiliki terhadap penyakit layu
fusarium perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi ketahanan terhadap
penyakit tersebut.
2
Tujuan
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pemuliaan tanaman adalah suatu ilmu dan seni dalam merakit suatu
tanaman untuk kepentingan manusia. Metode pemuliaan suatu tanaman berbeda
antara satu tanaman dengan tanaman lainnya. Metode pemuliaan tanaman dibagi
menjadi metode pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri, pemuliaan tanaman
menyerbuk silang, pemuliaan tanaman yang diperbanyak secara vegetatif, dan
pemuliaan varietas hibrida (Sleper dan Poehlman 2006).
5
perbandingan antara ragam aditif dan ragam fenotipe (h2ns = σ2a/σ2p). Umumnya
heritabilitas arti sempit banyak mendapat perhatian karena pengaruh aditif dari
setiap alelnya diwariskan dari tetua kepada keturunannya (Arif 2010).
Pada tanaman ada banyak metode untuk menduga nilai heritabilitas dan
komponen ragam. Heritabilitas dapat diduga dengan menggunakan cara antara
lain, perhitungan ragam turunan, regresi parent offspring dan dengan perhitungan
komponen ragam dari analisis ragam. Metode yang digunakan tergantung dari
populasi yang dimiliki oleh pemulia dan tujuan yang ingin dicapai. Nilai
heritabilitas dikatakan rendah apabila kurang dari 20%, cukup tinggi pada 20-
50%, tinggi jika lebih dari 50%. Namun, nilai-nilai ini sangat tergantung dari
metode dan populasi yang digunakan (Sujiprihati et al. 2003)
Nilai heritabilitas sangat diperlukan dalam memilih karakter yang akan
dijadikan kriteria seleksi. Seleksi dapat dilakukan pada karakter daya hasil
langsung atau karakter yang mendukung daya hasil dengan nilai heritabilitas yang
tergolong sedang atau tinggi. Jika karakter daya hasil memiliki heritabilitas rendah
maka seleksi dilakukan secara tidak langsung melalui karakter yang erat
hubungan dengan daya hasil dan heritabilitas sedang tinggi (Arif 2010).
Nilai heritabilitas yang rendah menunjukkan bahwa keragaman yang
terjadi lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor genetiknya,
sedangkan nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa keragaman yang
timbul lebih dipengaruhi oleh faktor genetik dibandingkan lingkungan. Kegiatan
seleksi karakter-karakter yang memiliki nilai heritabilitas tinggi dapat dilakukan
pada generasi awal, sedangkan terhadap karakter-karakter dengan nilai
heritabilitas rendah sebaiknya dilakukan seleksi pada generasi lanjut agar gen-gen
aditifnya sudah terfiksasi (Sleper dan Poehlman 2006).
Abstrak
Keragaman genetik merupakan modal dasar yang digunakan dalam proses
pemuliaan tanaman cabai. Keragaman genetik yang luas memberikan peluang
kepada pemulia untuk melakukan seleksi sesuai dengan tujuan perakitan varietas
yang akan dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari
keragaman genetik pada 24 genotipe tanaman cabai dan ketahanannya terhadap
layu fusarium. Penelitian ini menggunakan 24 genotipe cabai yang berasal dari
jenis cabai rawit, besar, dan keriting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
populasi yang diamati memiliki keragaman tinggi ditunjukan dengan hasil analisis
ragam seluruh karakter berpengaruh nyata pada semua peubah yang diamati.
Bobot buah per tanaman paling rendah adalah genotipe IPB C92 tetapi tidak
berbeda nyata dengan genotipe IPB C8, IPB C10, IPB C20, IPB C160, dan IPB
IPB C174 sedangkan yang paling tinggi adalah genotipe C143 tetapi tidak berbeda
nyata dengan genotipe IPB C5, IPB C37, IPB C152 dan IPB C313. Bobot buah
per tanaman merupakan salah satu karakter yang dijadikan sebagai pertimbangan
dalam perakitan varietas baru khususnya untuk cabai konsumsi. Genotipe IPB
C143, IPB C5, IPB C37, IPB C152 dan IPB C313 memiliki potensi untuk
dijadikan tetua. Namun, pada perakitan cabai hias karakter khusus dan unik lebih
diperhatikan seperti warna buah yang berwarna-warni pada genotipe IPB C92,
warna ungu pada beberapa bagian tanaman seperti pada genotipe IPB C20 dan
karakter ruas pendek yang membuat kesan buket bunga pada IPB C174 berpotensi
untuk dijadikan tetua dalam pemuliaan cabai hias. Hasil pengujian ketahanan
genotipe yang diuji berada pada kisaran tahan-agak rentan. Genotipe yang tahan
adalah IPB C4, IPB C111, IPB C152, IPB C159, dan IPB C174 sedangkan
genotipe yang agak rentan adalah IPB C3, IPB C5, dan IPB C313. Hasil analisis
gerombol genotipe terbagi menjadi 6 kelompok menggunakan 34 peubah pada
tingkat kemiripan 85%. Setiap jenis cabai mengelompok menjadi kelompok cabai
rawit, cabai besar, dan cabai keriting kecuali genotipe IPB C174, IPB C15, dan
IPB C20.
Kata kunci: cabai hias, cabai konsumsi, keragaman genetik, layu fusarium
Pendahuluan
Cabai adalah tanaman asli dari wilayah tropika dan subtropika. Capsicum
annuum adalah spesies yang paling banyak dibudidayakan dan paling penting
secara ekonomis (Rubatzky dan Yamaguchi 1997). Cabai di Indonesia merupakan
komoditas hortikultura unggulan dari jenis sayuran berdasarkan nilai ekonomis
dan strategis (Direktorat Jendral Hortikultura 2012).
Penyakit utama yang menyerang pertanaman cabai di daerah Sumatera
Barat adalah antraknosa 24.40% menyerang daun, ranting dan batang, penyakit
bercak daun 12.50%, rebah kecambah 1.60% dan layu 4.50%. Penyakit layu disini
10
Bahan Tanaman
(Cilibangi 3), IPB C8 (ICPN 7#3), IPB C10 (PBC 495), IPB C15 (0209-4), IPB
C18 (Tit Super), IPB C19 (Randu), IPB C20 (CA-MAZ), IPB C37 (Tit Segitiga),
IPB C92 (Brazil), IPB C111 (Cabai Keriting Tegar), IPB C120 (Kopay), IPB
C140 (Lembang 1), IPB C141 (Trisula), IPB C142 (Gelora), IPB C143
(Tombak), IPB C145 (Bara), IPB C152 (Tanjung 2), IPB C159 (Ferosa), IPB
C160 (Genie), IPB C174 (Thai Hot Peppers 5503), IPB C313 (Seloka IPB) dan
IPB C316 (SSP IPB). Isolat yang digunakan untuk inokulasi berasal dari Blitar.
Pelaksanaan Percobaan
1
(a) 2 (b)
Gambar 3. Biakan Foc yang siap diinokulasikan : (a) biakan Foc pada media
PDA; (b) bentuk mikroskopis Foc (1.makrokonidia; 2.mikrokonidia)
(a) (b)
Gambar 4. Proses inokulasi Foc : (a) bibit yang telah dilukai direndam dalam
inokulum Foc; (b) akar terendam dalam inokulum Foc
Pengamatan
3 prostate
7 erect
5 intermediate
14
4: square 5: rectangular
6: trapezoidal
10: linear
6 Lekukan pangkal buah dan selain pangkal : 1 tidak ada atau sangat lemah;
3 lemah; 5 medium; 7 kuat; 9 sangat kuat
11 Jumlah lokul : 1 dominan dua; 3 dominan tiga; 5 dominan empat atau lebih
dominan empat
dominan dua dominan tiga
atau lebih
12 Shortened internode : 1 tidak ada; 9 ada
Analisis Data
Keragaan karakter pada warna batang, ada satu genotipe yang memiliki
warna batang ungu yaitu genotipe IPB C20, lima genotipe warna hijau yaitu
genotipe IPB C15, IPB C152, IPB C174, IPB C313, dan IPB C316 sedangkan
19
yang lainnya memiliki warna batang hijau dengan garis ungu. Karakter warna
buku yang memiliki warna buku hijau hanya satu genotipe yaitu IPB C174,
sedangkan yang memiliki warna ungu tua hanya satu genotipe yaitu IPB C20
selebihnya berwarna ungu muda dan ungu.
yang memiliki tunas air rapat ada dua genotipe yaitu IPB C20 dan IPB C174
selebihnya memiliki tunas air sedang. Karakter warna daun yang memiliki daun
warna ungu hanya satu genotipe yaitu IPB C20 selebihnya berwarna hijau dan
hijau tua. Hanya dua genotipe yang memiliki karakter shortened internode yaitu
IPB C92 dan IPB C174 pada Gambar 5.
Keragaan posisi bunga ada tujuh genotipe yang memiliki karakter bunga
erect yaitu IPB C8, IPB C10, IPB C20, IPB C92, IPB C145, IPB C160, dan IPB
C174 selebihnya memiliki posisi bunga pendant. Karakter warna mahkota ungu
hanya satu genotipe yaitu IPB C20 selebihnya berwarna putih sedangkan pada
karakter warna semburat mahkota ada tiga genotipe yang memiliki semburat
warna ungu yaitu genotipe IPB C4, IPB C20, dan IPB C316 selebihnya berwarna
putih.
Gambar 5. Genotipe cabai yang memiliki keunikan (a) IPB C92 dengan warna
buah yang berbeda pada tingkat kematangan yang berbeda dan
terdapat shortened internode (b) IPB C174 dengan karakter shortened
internode (c) IPB C20 dengan warna ungu pada bagian batang, daun,
bunga dan buah
Gambar 6. Keragaman bentuk, ukuran dan warna buah mentah beberapa genotipe
cabai
Keragaan warna anter ada enam genotipe yang memiliki warna anter agak
biru yaitu IPB C5, IPB C15, IPB C140, IPB C145, IPB C160, IPB C174, dan IPB
C313 selebihnya memiliki warna anter ungu. Ada satu genotipe yang memiliki
warna tangkai sari ungu yaitu IPB C20 dan ada dua genotipe yang memiliki warna
tangkai sari ungu muda yaitu IPB C4 dan IPB C111 selebihnya memiliki tangkai
sari berwarna putih. Posisi stigma lebih pendek dari anter ada satu genotipe yaitu
21
IPB C142 dan ada tiga genotipe yang memiliki posisi stigma sama panjang
dengan anter yaitu IPB C5, IPB C19, dan IPB C313 selebihnya lebih panjang dari
anter. Ada satu genotipe yang memiliki bentuk tipe kelopak intermediate yaitu
IPB C141 selebihnya memiliki bentuk tipe kelopak entire.
Karakter bercak antosianin pada buah ada empat genotipe yang memiliki
bercak antosianin yaitu IPB C8, IPB C10, IPB C20, dan IPB C92, selebihnya
tidak memiliki bercak antosianin pada buah. Satu genotipe memiliki warna buah
sebelum matang berwarna ungu yaitu IPB C20 dan satu genotipe yang memiliki
warna buah sebelum matang warna putih yaitu C92. Selebihnya memiliki warna
buah sebelum matang berwarna hijau seperti pada Gambar 6. Panjang buah yang
22
paling panjang adalah genotipe 120 dan yang paling pendek adalah genotipe IPB
C20 dan IPB C92. Genotipe yang memiliki twisting pada buah adalah IPB C15,
IPB C111, IPB C120, IPB C140, IPB C159, dan IPB C316.
Analisis Ragam
Tabel 7. Kuadrat tengah beberapa karakter vegetatif pada beberapa genotipe cabai
SK db Umur berbunga Tinggi tanaman Tinggi dikotomus
Ulangan 2 24.13* 47.78tn 23.73**
Genotipe 23 98.04** 614.10** 85.08**
Galat 46 5.01 24.42 2.72
KK 3.01 8.94 6.54
Keterangan : **nyata pada taraf 1%, *nyata pada taraf 5%, tntidak nyata
Berdasarkan uji lanjut pada Tabel 9 umur berbunga paling cepat adalah
genotipe IPB C92 dan yang paling lambat adalah genotipe IPB C174 tetapi tidak
berbeda nyata dengan genotipe IPB C10, IPB C15, IPB C19, IPB C20, dan IPB
C159. Tinggi tanaman yang paling tinggi adalah genotipe IPB C3 tetapi tidak
berbeda nyata dengan genotipe IPB C111, IPB C120, dan IPB C159 sedangkan
yang paling pendek adalah genotipe IPB C92. Karakter tinggi tanaman
berhubungan dengan ketahanan lapang terhadap penyakit busuk buah
(antraknosa), dimana buah dari tanaman yang lebih tinggi tidak menyentuh ke
tanah sehingga dapat mengurangi percikan air dari tanah ke buah yang merupakan
sumber infeksi jamur (Kirana dan Sofiari 2007).
23
Tinggi dikotomus paling tinggi adalah genotipe IPB C143 dan yang paling
pendek adalah genotipe IPB C92 tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB
C15. Karakter tinggi tanaman, tinggi dikotomus, dan diameter ujung buah tidak
berkorelasi terhadap bobot buah per tanaman (Syukur et al. 2010). Namun, tinggi
tanaman dan tinggi dikotomus bisa menjadi salah satu karakter cabai hias dimana
cabai hias lebih diminati yang pendek. Genotipe IPB C92 merupakan cabai hias
yang memiliki tinggi tanaman ±20 cm dengan umur berbunga 57 hari setelah
semai dengan warna buah yang berbeda sesuai tingkat kematangan buah.
Tanaman hias biasanya ditanam di pot sehingga kondisi pertumbuhannya lebih
terjaga dari hama dan penyakit khususnya yang berasal dari tanah lapang secara
langsung.
Tabel 9. Nilai tengah beberapa karakter kuantitatif pada beberapa genotipe cabai
Bobot
Umur Tinggi Tinggi Bobot Panjang Diameter Tebal
buah per
Genotipe berbunga tanaman dikotomus per buah buah buah kulit buah
tanaman
(hari) (cm) (cm) (gr) (cm) (mm) (mm)
(g)
Cabai rawit
IPB C8 74.00cde 54.52defg 25.63defg 1.23k 3.25jk 8.17kl 1.18ghij 45.71hi
IPB C10 81.33ab 55.01def 24.94efgh 1.24k 3.44j 8.42kl 0.80j 50.83hi
IPB C20 80.00ab 43.77hij 17.87jk 2.91ij 2.51k 15.43f 1.65cdef 51.92hi
IPB C92 57.00g 19.97k 12.98l 1.49jk 2.95jk 10.90h 1.22ghi 30.46i
def hij ghi k j ijk hij
IPB C145 71.00 44.01 22.90 1.43 3.59 9.19 1.04 140.33efg
def efghi fghi k j jkl ghij
IPB C160 73.00 47.31 23.17 1.31 3.50 8.60 1.16 104.75ghi
IPB C174 83.33a 41.36hij 26.04def 2.70ijk 5.32i 10.02hi 1.34fgh 46.02hi
Cabai besar
IPB C3 72.00def 77.60a 31.30b 6.69f 8.31h 20.56cd 1.50defg 203.56cde
IPB C4 70.00ef 56.45cde 30.66bc 10.16e 10.01g 17.95e 1.86bcd 243.12cd
IPB C5 78.00bc 64.05bc 25.65defg 14.63c 9.90efg 23.54a 2.46a 346.18ab
IPB C15 80.67ab 46.63fghij 15.25kl 5.21g 7.73h 17.22e 1.38fgh 198.25def
hi d de d cdef
IPB C18 68.67f 37.80j 22.12 11.61 12.02 20.35 1.72 222.49cde
IPB C19 80.33ab 68.35b 27.98cde 14.24c 11.00f 21.68bc 1.99bc 269.34bcd
IPB C37 77.33bc 63.16bcd 26.54de 19.00b 12.72cd 22.44ab 1.98bc 350.50ab
IPB C141 70.33ef 50.29efgh 22.60ghi 9.46e 11.01f 17.11e 1.70cdef 182.68defg
def bcd defg e ef ab
IPB C142 72.67 62.59 25.24 9.45 11.18 13.42g 2.12 219.62cde
IPB C143 79.00b 66.97b 35.54a 20.62a 12.78bcd 22.95ab 2.44a 356.08a
IPB C152 69.00f 39.22ij 20.32ij 12.21d 12.31cd 21.99b 1.81bcde 287.27abc
IPB C313 71.33def 53.40efg 22.02hi 11.91d 12.70cd 19.81d 1.97bc 345.76ab
Cabai keriting
bc ab bc
IPB C111 77.33 70.50 30.17 2.93ij 13.65b 6.05m 0.87ij 216.22cde
IPB C120 74.67cd 78.53a 30.46bc 4.73gh 15.94a 7.76l 1.16ghij 252.66cd
IPB C140 72.33ef 68.03b 28.14cd 2.67ijk 10.07g 7.27lm 0.91ij 117.02fgh
ab ab hi def l ghi
IPB C159 79.67 70.95 31.92b 3.80 11.87 7.80 1.21 219.58cde
IPB C316 73.00def 45.41ghij 25.25defg 5.57fg 12.98bc 9.82hij 1.44efgh 191.27def
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf 5% berdasarkan uji DMRT
24
Komponen hasil pada penelitian ini meliputi bobot per buah, panjang
buah, diameter buah, tebal kulit buah, dan bobot buah per tanaman. Bobot per
buah paling besar adalah genotipe IPB C143 dan paling kecil adalah genotipe IPB
C8 tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C10, IPB C92, IPB C140, IPB
C145, IPB C160 dan IPB C174. Panjang buah paling panjang adalah genotipe IPB
C120 dan paling pendek adalah genotipe IPB C20 tetapi tidak berbeda nyata
dengan genotipe IPB C8 dan IPB C92. Diameter paling besar adalah genotipe IPB
C5 tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C37 dan IPB C143 sedangkan
yang paling kecil adalah genotipe IPB C111 tetapi tidak berbeda nyata dengan
genotipe IPB C8, IPB C10, IPB C140, IPB C159, dan IPB C160. Tebal kulit buah
yang paling tebal adalah genotipe IPB C143 tetapi tidak berbeda nyata dengan
genotipe IPB C142 dan IPB C5 sedangkan yang paling tipis adalah genotipe IPB
C10 tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C8, IPB C111, IPB C120,
IPB C140, IPB C145, dan IPB C160. Bobot buah per tanaman tertinggi adalah
genotipe IPB C143 tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C5, IPB C37,
IPB C152 dan IPB C313 sedangkan yang paling rendah adalah IPB C92 tetapi
tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C8, IPB C10, IPB C20, IPB C160, dan
IPB C174.
Hasil analisis korelasi dari Syukur et al. 2010 menunjukkan bahwa
karakter yang berkorelasi positif dan sangat nyata dengan bobot buah per tanaman
adalah diameter pangkal buah, diameter tengah buah, panjang buah, bobot per
buah, dan jumlah buah per tanaman. Selain itu menurut Syukur et al. 2010
karakter yang memiliki pengaruh langsung terhadap bobot buah per tanaman
adalah jumlah buah per tanaman sedangkan panjang buah dan bobot per buah
berpengaruh tidak langsung terhadap bobot buah per tanaman. Hasil penelitian
menunjukkan hal yang sama dimana genotipe IPB C143 adalah jenis cabai besar
yang memiliki bobot per buah yang tinggi, diameter besar, dan kulit buah yang
tebal seperti pada Gambar 8 sehingga bobot pertanamannya juga tinggi.
Bobot buah pertanaman merupakan salah satu karakter yang dijadikan
sebagai pertimbangan dalam perakitan varietas baru khususnya untuk cabai
konsumsi. Namun, berbeda halnya dengan perakitan varietas cabai hias, bobot
buah per tanaman kurang diperhatikan. Pada perakitan cabai hias karakter khusus
dan unik yang lebih diperhatikan misalnya warna buah yang berwarna-warni pada
genotipe IPB C92, warna ungu pada beberapa bagian tanaman seperti pada
genotipe IPB C20 dan karakter ruas pendek yang membuat kesan buket bunga
karena buah menggerombol seperti genotipe cabai rawit IPB C174.
(a) (b)
Gambar 7. Keadaan tanaman cabai 3 minggu setelah inokulasi : (a) Kontrol tanpa
inokulasi; (b) tanaman yang diinokulasi
Tabel 10. Skala ketahanan 24 genotipe cabai terhadap penyakit layu fusarium
Skala Skala
Genotipe KP(%) IP(%) Genotipe KP(%) IP(%)
ketahanan ketahanan
Cabai rawit Cabai besar
IPB C8 3.33 6.67 Agak Tahan IPB C3 32.50 60.00 Agak Rentan
IPB C10 18.33 26.67 Agak Tahan IPB C4 0.00 0.00 Tahan
IPB C20 20.00 26.67 Agak Tahan IPB C5 28.33 40.00 Agak Rentan
IPB C92 10.00 13.33 Agak Tahan IPB C15 13.33 13.33 Agak Tahan
IPB C145 6.67 6.67 Agak Tahan IPB C18 10.00 13.33 Agak Tahan
IPB C160 6.67 6.67 Agak Tahan IPB C19 1.67 6.67 Agak Tahan
IPB C174 0.00 0.00 Tahan IPB C37 11.67 33.33 Agak Tahan
Cabai keriting IPB C141 6.67 13.33 Agak Tahan
IPB C111 0.00 0.00 Tahan IPB C142 1.67 6.67 Agak Tahan
IPB C120 13.33 13.33 Agak Tahan IPB C143 3.33 6.67 Agak Tahan
IPB C140 6.67 13.33 Agak Tahan IPB C152 0.00 0.00 Tahan
IPB C159 0.00 0.00 Tahan IPB C313 36.67 46.67 Agak Rentan
IPB C316 3.33 6.67 Agak Tahan
Analisis Gerombol
II
III
IV
V
VI
sendiri karena memiliki karakter pemendekan ruas. Genotipe IPB C15 memisah
dalam kelompok sendiri karena memiliki lekukan pada kelopaknya sedangkan
genotipe yang lain tidak memiliki lekukan (Gambar 9). Genotipe IPB C20
memisah sendiri karena memiliki warna bunga, warna daun, warna batang dan
warna buah sebelum matang berwarna ungu berbeda dengan genotipe yang
lainnya seperti pada Gambar 9.
Gambar 9. Karakteristik genotipe tunggal cabai kelompok II, V, dan VI : (a) IPB
C174 memiliki karakter pemendekan ruas (b) IPB C15 memiliki
lekukan kelopak; (c) IPB C20 memiliki bunga, buah, daun, dan batang
berwarna ungu
Simpulan
Abstrak
Metode seleksi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan
keberhasilan pemuliaan cabai. Metode seleksi akan lebih efektif jika didukung
oleh pengetahuan lengkap tentang pola pewarisan karakter genetik. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menyelidiki pola pewarisan karakter kualitatif dan
karakter kuantitatif dengan menggunakan enam populasi. Tetua betina (P1)
memiliki antosianin pada bunga, tetua jantan (P2) memiliki karakter pemendekan
ruas, P1 × P2 (F1), P2 × P1 (F1R), F1 × P1 (BCP1), F1 × P2 (BCP2), dan selfing
F1 (F2). Analisis data dilakukan dengan uji Chi-square untuk menentukan rasio
Mendel pada populasi F2. Hasil penelitian menunjukkan ada karakter yang
dikendalikan oleh satu gen atau dua gen. Karakter pemendekan ruas dan buah ke
atas dikontrol oleh gen resesif tunggal dengan perbandingan 1:3. Sebaliknya
antosianin pada tangkai anter dikendalikan oleh satu gen dominan dengan
perbandingan 3:1. Karakter yang dikendalikan oleh dua gen dominan dan epistasis
resesif adalah warna antosianin pada anter dengan rasio 13:3. Pewarisan tinggi
tanaman, bobot per buah, panjang buah dan diameter buah tidak dipengaruhi efek
maternal. Model genetik aditif-dominan dengan interaksi aditif-aditif dan
dominan-dominan sesuai dengan karakter tinggi tanaman, bobot per buah, panjang
buah, dan diameter buah. Heritabilitas dalam arti luas pada karakter yang diamati
berada pada kisaran tinggi, sedangkan heritabilitas dalam arti sempit berada pada
kisaran rendah-tinggi.
Pendahuluan
Cabai adalah salah satu komoditas hortikultura yang berfungsi sebagai
tanaman hias dan tanaman konsumsi. Cabai sebagai tanaman hias dikembangkan
dengan proses seleksi dan persilangan untuk sejumlah karakter yang
meningkatkan daya tarik visualnya dan kesesuaian untuk berbagai permintaan
pasar. Salah satu karakter yang menarik adalah bentuk perdu tanaman yang
memiliki pemendekan ruas (shortened internode) sehingga menyerupai buket
bunga yang menarik. Selain itu menurut Lightbourn et al. (2008) warna adalah
kunci komponen yang mempengaruhi persepsi awal konsumen dan kualitas
produk. Pigmen warna biasanya terkait dengan bunga dan buah-buahan.
Antosianin adalah salah satu pigmen warna yang biasanya dikaitkan dengan
warna biru ke merah. Menurut Stommel et al. (2009) pigmen antosianin memiliki
berbagai fungsi dalam tanaman selain daya tarik visual diantaranya sebagai
perlindungan terhadap ultraviolet dan stres oksidatif ringan, penarik penyerbuk
30
serangga, sebagai makanan sehat yang potensial jika terkandung pada bagian yang
dikonsumsi.
Proses perbaikan karakter kualitatif maupun kuantitatif pada cabai
memerlukan beberapa informasi pewarisan karakter. Analisis pewarisan karakter
kualitatif dan kuantitatif berperan penting untuk mengetahui jumlah gen yang
mengendalikan karakter tersebut, aksi gen yang mengendalikan, dan informasi
genetik lainnya. Informasi genetik diperlukan dalam tahapan seleksi, agar lebih
efektif dan efisien. Pewarisan karakter kualitatif pada cabai telah diteliti oleh Arif
et al. (2011) pada karakter posisi bunga, warna buah muda, warna batang muda
dan tekstur permukaan buah pada saat panen. Pewarisan karakter kuantitatif pada
cabai telah diteliti oleh Arif et al. (2012) pada karakter tinggi dikotomus, umur
panen dan bobot per buah.
Analisis pewarisan karakter kuantitatif sangat penting dalam program
pemuliaan tanaman. Analisis ini digunakan untuk mendapatkan informasi genetik
yang terdiri atas jumlah gen yang mengendalikan karakter tersebut, aksi gen,
keragaman genetik, heritabilitas serta informasi-informasi genetik lainnya.
Informasi genetik tersebut sangat berguna dalam tahapan seleksi, sehingga seleksi
dapat lebih efektif dan efisien (Sujiprihati et al. 2001).
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang pola
pewarisan beberapa karakter kualitatif dan kuantitatif pada tanaman cabai hasil
persilangan cabai besar dan cabai rawit.
Bahan Tanaman
Bahan tanaman yang digunakan terdiri atas tetua pertama (P1) adalah
cabai besar IPB C4, tetua kedua (P2) adalah cabai rawit IPB C174, P1 × P2 (F1)
dan P2 × P1 (F1R) masing-masing 20 tanaman. Populasi silang balik ke tetua
betina F1 × P1 (BCP1) dan silang balik ke tetua jantan F1 × P2 (BCP2), masing-
masing terdiri atas 100 tanaman. Populasi selfing F1 (F2) sebanyak 200 tanaman.
Pelaksanaan Percobaan
warna putih dan karakter pemendekan ruas. Penelitian melalui dua tahapan, yaitu
pembentukan materi genetik dan studi pewarisan sifat kualitatif di lapangan.
Penanaman cabai untuk pembentukan materi genetik dilakukan menggunakan pot
sedangkan untuk studi pewarisan ditanam di lapangan.
Genotipe cabai yang digunakan sebagai tetua adalah cabai besar IPB C4
(P1) dan cabai rawit IPB C174 (P2). Persilangan menggunakan rancangan
biparental dan silang balik (back cross). Tetua cabai besar dan cabai rawit
disilangkan (hibridisasi) untuk mendapatkan tanaman F1 dan F1R. Sebagian benih
hasil persilangan disimpan dan sebagian lainnya ditanam untuk keperluan silang
balik dengan tetuanya masing-masing, dan sebagian lainnya dibiarkan menyerbuk
sendiri. Hasilnya akan diperoleh materi genetik F1, F1R, F2, BCP1, dan BCP2
dimana F2 adalah F1 selfing, BCP1 persilangan antara F1 × P1 dan BCP2 adalah
persilangan antara F1 × P2. Setiap populasi ditanam pada bedeng berukuran 5 m ×
1 m, masing-masing bedengan terdiri atas 20 tanaman dengan jarak tanam 50 cm
× 50 cm.
Pengamatan
Analisis Data
Keterangan:
h2bs = Heritabilitas arti luas VF1 = Ragam populasi F1
h2ns = Heritabilitas arti sempit VF2 = Ragam populasi F2
VBCP1 = Ragam populasi silang balik ke P1 VP1 = Ragam Populasi P1
VBCP2 = Ragam populasi silang balik ke P2 VP2 = Ragam populasi P2
♀ ♂
IPB C4 × IPB C174
Tidak ada SI (AA) Ada SI (aa)
BCP1 × BCP2
100% Tidak ada SI (AA atau Aa) 1 Tidak ada SI (Aa) : 1 Ada SI (aa)
F2
3 Tidak ada SI (AA atau Aa) : 1 Ada SI (aa)
Gambar 10. Bagan persilangan dan model genetik untuk gen yang
mengendalikan karakter pemendekan ruas pada cabai hasil
persilangan IPB C4 × IPB C174
Batang utama
A B C D
Keterangan : buku tunas air batang utama bunga
Gambar 11. Fenotipe karakter pemendekan ruas (shortened internode) pada cabai
: A. tanaman normal tanpa karakter pemendekan ruas, B. tanaman
dengan karakter pemendekan pada batang utama, C. tanaman dengan
karakter pemendekan ruas pada cabang pertama sampai ketiga, D.
Tanaman dengan karakter pemendekan ruas pada lebih dari cabang
ketiga
Orientasi buah dibagi menjadi dua kelas yaitu ke atas (erect) dan ke bawah
(dropping). Orientasi buah tetua betina (IPB C4) ke bawah dan tetua jantan (IPB
C174) ke atas (Tabel 11). Orientasi buah yang biasanya diinginkan untuk tanaman
hias adalah orientasi buah ke atas. Hasil penelitian menunjukkan F1 maupun F1R
dan hasil silang balik antara F1 × IPB C4 orientasi buahnya ke bawah (Tabel 8).
Perbandingan orientasi buah ke atas dan ke bawah pada populasi silang balik
antara F1 × IPB C174 adalah 1:1 sedangkan populasi F2 perbandingannya adalah
1:3 (Tabel 13). Hal ini menunjukkan orientasi buah ke atas bersifat resesif.
Tabel 11. Jumlah tanaman hasil pengamatan pada karakter shortened internode
dan orientasi buah cabai beberapa populasi hasil persilangan IPB C4 ×
IPB C174
Pemendekan ruas (SI) Orientasi buah
Genotipe Ke atas Ke bawah
Tidak ada Ada
(erect) (dropping)
-------------------------- tanaman -------------------------
IPB C4 20 0 0 20
IPB C174 0 20 20 0
F1 (IPB C4 × IPB C174) 20 0 0 20
F1R (IPB C174 × IPB C4) 20 0 0 20
F1 × IPB C4 94 0 0 97
F1 × IPB C174 53 47 55 43
F2 IPB C4 × IPB C174 153 42 56 138
35
Orientasi buah dapat dilihat lebih awal dari posisi bunga pada tanaman.
Posisi bunga erect cenderung akan menghasilkan orientasi buah ke atas juga
sedangkan posisi bunga intermediate dan pendant cenderung akan menghasilkan
orientasi buah ke bawah. Hasil penelitian Arif et al. (2011) menunjukkan bahwa
posisi bunga dikendalikan oleh satu gen dan tidak ada dominansi. Posisi bunga
pendant dikendalikan oleh gen homozigot dominan (PP), intermediate dikendalikan
oleh gen heterozigot (Pp), dan erect dikendalikan oleh gen homozigot resesif (pp).
Gambar 12 menunjukkan bagan persilangan dan model genetik untuk gen yang
mengendalikan karakter orientasi buah hasil persilangan IPB C4 × IPB C174.
♀ ♂
IPB C4 × IPB C174
Ke bawah (BB) Ke atas (bb)
BCP1 × BCP2
100% Ke bawah (BB atau Bb) 1 Ke bawah (Bb) : 1 Ke atas (bb)
F2
3 Ke bawah (BB atau Bb) : 1 Ke atas (bb)
Gambar 12. Bagan persilangan dan model genetik untuk gen yang
mengendalikan karakter orientasi buah pada cabai hasil persilangan
IPB C4 × IPB C174
Karakter warna antosianin anter dibagi menjadi dua kelas yaitu tidak ada
warna antosianin dan ada warna antosianin. Tetua betina (IPB C4) memiliki
warna antosianin pada anter dan tetua jantan (IPB C174) tidak ada (Tabel 12).
Populasi F1 maupun F1R dan hasil silang balik antara F1 × IPB C4 memiliki
warna antosianin pada anternya (Tabel 12). Hal ini menunjukkan karakter
memiliki antosianin bersifat dominan.
Perbandingan antara karakter warna anter yang memiliki antosianin dan
tidak memiliki antosianin pada populasi silang balik F1 × IPB C174 adalah 1:1
sedangkan pada populasi F2 13:3 (Tabel 13). Menurut Griffith et al. (2006)
perbandingan 13:3 menunjukkan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh dua
gen yang berkerja secara dominan dan resesif epistasis misalnya A epistasis
terhadap B dan b; bb epistasis terhadap A dan a. Hasil penelitian Kirana et al.
(2005) memperlihatkan bahwa karakter jumlah bunga tiap nodus diwariskan
secara kualitatif mengikuti pola 13:3 yang menunjukkan bahwa karakter tersebut
dikendalikan sedikitnya oleh dua gen yang bekerja secara epistasis dan resesif.
Gambar 13 menunjukkan bagan persilangan dan model genetik untuk gen yang
mengendalikan karakter warna antosianin anter hasil persilangan IPB C4 × IPB
C174.
36
♀ ♂
IPB C4 × IPB C174
Ada antosianin (DDee) Tidak ada antosianin (ddEE)
BCP1 × BCP2
100% Ada antosianin 1 Ada antosianin : 1 Tidak ada
(DDEe, Ddee, DdEe atau Ddee) (DdEe, ddEe : ddEE, DdEE)
F2
13 Ada antosianin : 3 Tidak ada antosianin
(DDEE, DDEe, DdEe, DDEe, Ddee, ddEe, ddee : DdEE, ddEE)
Gambar 13. Bagan persilangan dan model genetik untuk gen yang
mengendalikan karakter warna antosianin anter pada cabai hasil
persilangan IPB C4 × IPB C174
Karakter warna antosianin tangkai anter cabai dibagi menjadi dua kelas
yaitu tidak ada warna antosianin dan ada warna antosianin. Tetua betina (IPB C4)
memiliki antosianin pada tangkai anternya sedangkan tetua jantan (IPB C174)
tidak ada (Tabel 12). Nisbah Mendelian ada warna antosianin tangkai anter
dengan tidak ada warna antosianin pada populasi F2 adalah 3:1 (Tabel 13). Hal ini
menunjukkan bahwa karakter ini dikendalikan oleh gen dominan. Keragaman
warna antosianin pada bunga populasi F2 dapat dilihat pada Gambar 14
sedangkan bagan persilangan dan model genetik untuk gen yang mengendalikan
karakter warna antosianin tangkai anter hasil persilangan IPB C4 × IPB C174
dapat dilihat pada Gambar 15. Wang dan Bossland (2006) melaporkan bahwa gen
pengendali warna ungu bersifat dominan pada karakter bunga dan buah muda
tanaman cabai. Mes et al. (2008) melaporkan gen pengendali warna ungu pada
buah tomat adalah alel dominan Aft, gen Abg, dan atv. Hal senada juga dilaporkan
oleh Ritonga (2013) dimana gen pengendali warna ungu bersifat dominan
terhadap gen pengendali warna hijau pada hipokotil cabai.
Gambar 14. Keragaman warna antosianin anter, tangkai anter dan mahkota bunga
pada populasi F2 cabai
37
Tabel 12. Jumlah tanaman hasil pengamatan pada karakter warna antosianin anter
dan warna antosianin tangkai anter cabai beberapa populasi hasil
persilangan IPB C4 × IPB C174
Antosianin tangkai
Antosianin anter
Genotipe anter
Tidak ada Ada Tidak ada Ada
----------------------- tanaman --------------------
IPB C4 0 20 0 20
IPB C174 20 0 20 0
F1 (IPB C4 × IPB C174) 0 20 0 20
F1R (IPB C174 × IPB C4) 0 20 0 20
F1 × IPB C4 0 94 0 94
F1 × IPB C174 46 49 49 46
F2 IPB C4 × IPB C174 28 166 53 141
♀ ♂
IPB C4 × IPB C174
Ada antosianin (CC) Tidak ada antosianin (cc)
F2
3 Ada antosianin (CC atau Cc) : 1 Tidak ada antosianin (cc)
Gambar 15. Bagan persilangan dan model genetik untuk gen yang
mengendalikan karakter warna antosianin tangkai anter pada cabai
hasil persilangan IPB C4 × IPB C174
antosianin pada bunga (R-1) dan (R-2), tangkai putik (As), tangkai putik dan
tangkai anter (Asf).
Tabel 13. Nilai X2hitung karakter shortened internode, orientasi buah, warna
antosianin anter dan warna antosianin tangkai anter cabai populasi
BCP1 (F1 × IPB C174) dan F2 (IPB C4 × IPB C174)
Populasi Fenotipe Nisbah Harapan Pengamatan X2hitung
Shortened internode
F1 × IPB C174 Tidak ada : Ada 1:1 50:50 53:47 0.360tn
F2 IPB C4 × IPB C174 Tidak ada : Ada 3:1 146:49 153:42 1.246tn
Orientasi buah
F1 × IPB C174 Ke atas : Ke bawah 1:1 49:49 55:43 1.469 tn
F2 IPB C4 × IPB C174 Ke atas : Ke bawah 1:3 49:146 56:138 1.546 tn
Warna antosianin anter
F1 × IPB C174 Tidak ada : Ada 1:1 47:48 46:49 0.042tn
F2 IPB C4 × IPB C174 Tidak ada : Ada 3:13 36:158 28:166 2.373tn
Warna antosianin tangkai anter
F1 × IPB C174 Tidak ada : Ada 1:1 48:47 49:46 0.042tn
F2 IPB C4 × IPB C174 Tidak ada : Ada 1:3 48:146 53:141 0.557tn
Keterangan : tn rasio sesuai nisbah mendel berdasarkan uji Chi-kuadrat
Nilai tengah tinggi tanaman, bobot per buah, panjang buah, dan diameter
buah pada populasi P1 lebih besar dibandingkan populasi P2. Nilai tengah F1
karakter tinggi tanaman mengarah pada tetua P1 yang lebih tinggi sedangkan pada
bobot per buah nilai tengah F1 berada diantara P1 dan P2. Nilai tengah F1 pada
karakter panjang buah lebih mengarah pada P1 tetua yang memiliki panjang buah
lebih panjang sedangkan pada karakter diameter buah lebih mengarah pada tetua
P2 yang memiliki diameter buah lebih kecil (Gambar 16).
Populasi F2 pada karakter tinggi tanaman memiliki jangkauan yang
terlebar dibandingkan populasi lainnya (Gambar 16). Hal ini menunjukkan bahwa
populasi F2 memiliki keragaman tertinggi dibandingkan populasi lainnya.
Berbeda halnya dengan karakter bobot per buah, panjang buah, dan diameter buah
jangkauan populasi F2 tidak terlalu lebar menunjukkan bahwa keragaman tidak
terlalu tinggi.
39
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 16. Sebaran data hasil persilangan IPB C4 × IPB C174 pada populasi P1,
P2, F1, F2, BCP1 dan BCP2 cabai : (a) tinggi tanaman, (b) bobot per
buah, (c) panjang buah, dan (d) diameter buah
1. Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk melihat sebaran frekuensi populasi F2.
Sebaran data yang normal merupakan asumsi awal yang harus dipenuhi dalam
pengolahan data lebih lanjut. Semua karakter yang diamati memiliki sebaran
frekuensi populasi F2 yang normal dan kontinu (Gambar 17). Kenormalan data
dan sifat sebaran populasi F2 mencerminkan jumlah gen yang mengendalikan
karakter tersebut. Sebaran yang kontinu dan normal pada F2 mengindikasikan
bahwa karakter-karakter tersebut dikendalikan banyak gen (poligenik). Hasil
penelitian ini senada dengan hasil penelitian Arif et al. (2012) pada karakter tinggi
dikotomus, umur berbunga, dan bobot per buah sebaran F2 normal dan kontinu
yang mengindikasikan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh banyak gen.
(Tabel 14). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh tetua betina
dalam pewarisan karakter-karakter tersebut pada tanaman cabai. Tidak adanya
pengaruh tetua betina mengindikasikan bahwa hanya gen-gen dalam inti yang
mengendalikan karakter-karakter tersebut. Hasil penelitian Arif et al. (2012)
menunjukkan tidak ada efek maternal pada karakter tinggi tanaman, umur panen
dan bobot per buah cabai hasil persilangan cabai besar dan cabai keriting.
Tabel 14. Uji pengaruh tetua betina populasi F1 dan F1R pada beberapa karakter
cabai persilangan IPB C4 × IPB C174
Nilai tengah±standar deviasi
Tinggi
Populasi Bobot per Panjang Diameter
tanaman
buah (g) buah (mm) buah (mm)
(cm)
F1 (IPB C4 X IPB C174) 65.05±8.33 5.43±0.32 83.23±3.56 11.68±0.31
F1R (IPB C174 X IPB C4) 69.56±5.40 5.46±0.46 82.76±3.73 11.65±0.41
t-hitung -2.00 -0.26 0.43 0.26
Prob 0.054tn 0.80tn 0.67tn 0.80tn
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada uji t (α = 0.05)
Tabel 15. Komponen ragam dan heritabilitas beberapa karakter cabai persilangan
IPB C4 × IPB C174
Tinggi Bobot per Panjang Diameter
Komponen
tanaman buah buah buah
Ragam P1 75.00 1.25 25.07 1.41
Ragam P2 48.11 0.28 22.86 0.30
Ragam BCP1 138.35 1.74 112.74 2.06
Ragam BCP2 203.25 0.57 74.98 0.73
Ragam F2 212.47 1.27 134.18 2.00
Heritabilitas arti luas (h2bs) 70.36 57.54 85.10 69.94
Heritabilitas arti sempit (h2ns) 39.22 18.24 60.09 60.43
Heritabilitas arti luas (h2bs) maupun arti sempit (h2ns) karakter panjang
buah dan diameter buah berada pada kisaran tinggi. Heritabilitas dalam arti sempit
yang mendekati heritabilitas arti luas menunjukan bahwa proporsi ragam aditif
lebih besar dibandingkan ragam dominan. Heritabilitas arti luas karakter tinggi
tanaman berada pada kisaran tinggi sedangkan heritabilitas arti sempit berada
pada kisaran sedang, sejalan dengan karakter bobot per buah heritabilitas arti luas
41
berada pada kisaran tinggi sedangkan heritabilitas arti sempitnya berada pada
kisaran sedang (Tabel 15). Heritabilitas dalam arti sempit yang lebih rendah
dibandingkan heritabilitas arti luas menunjukkan bahwa proporsi ragam non-aditif
lebih besar dibandingkan ragam aditif.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 17. Sebaran populasi F2 (IPB C4 × IPB C174) cabai : (a) karakter tinggi
tanaman (b) karakter bobot per buah (c) karakter panjang buah (d)
karakter diameter buah
42
Beberapa penelitian lain pada cabai yang memiliki nilai heritabilitas yang
tinggi diantaranya adalah karakter umur berbunga (Lestari et al. 2006; Qosim et
al. 2013) umur panen (Arif et al. 2012), bobot buah (Marame et al. 2008; Sharma
et al. 2010; Syukur et al. 2010), bobot buah per tanaman (Syukur et al. 2010;
Qosim et al. 2013), panjang buah (Syukur et al. 2011), diameter buah (Syukur et
al. 2011; Qosim et al. 2013), tinggi tanaman, diameter batang, jumlah buah per
tanaman, jumlah buah per plot, bobot per buah, dan bobot buah per plot (Qosim et
al. 2013).
Tabel 16. Uji kecocokan model genetik beberapa karakter cabai persilangan IPB
C4 × IPB C174
Tinggi
Model genetik Bobot buah Panjang buah Diameter buah
tanaman
m [d] 39.927** 93.671** 107.976** 133.936**
m [d] [h] 36.082** 93.387** 36.592 ** 17.847**
m [d] [h] [i] 9.863** 4.745tn 2.691tn 4.445tn
m [d] [h] [j] 34.366* 91.468** 36.445** 17.794**
m [d] [h] [l ] 29.679** 44.139** 17.250** 12.935**
m [d] [h] [i] [j] 8.940** 1.563tn 2.321tn 1.797tn
m [d] [h] [i] [l] 0.541tn 0.991tn 0.149tn 0.742tn
m [d] [h] [j] [l] 28.063** 37.720** 16.563** 10.397**
Keterangan : ** model tidak sesuai pada taraf α = 1%, * model tidak sesuai
pada taraf α = 5%, tn model genetik sesuai pada taraf α = 5%
Tabel 17. Pendugaan komponen genetik beberapa karakter cabai persilangan IPB
C4 × IPB C174
Komponen genetik
Karakter Model genetik
m d h I j l
Tinggi 28.70±5.86 8.34±1.17 66.50±14.93 30.51±5.65 -30.15±9.88
m [d] [h] [i] [l] -
tanaman ** ** ** ** **
Bobot per 3.12±0.45 2.87±0.113 3.67±1.12 2.89±0.44 -1.36±0.70
m [d] [h] [i] [l] -
buah ** ** ** ** *
Panjang 55.61±4.45 19.67±0.77 38.69±11.07 18.02±4.36 -11.03±6.92
m [d] [h] [i] [l] -
buah ** ** ** ** tn
Diameter 11.70±0.53 3.10±0.12 1.51±1.29 1.82±0.52 -1.52±0.79
m [d] [h] [i] [l] -
buah ** ** tn ** *
Keterangan: m = nilai tengah, d = pengaruh aditif, h = pengaruh dominan, i = pengaruh interaksi
aditif x aditif, j = pengaruh interaksi aditif x dominan, l = pengaruh interaksi
dominan x dominan,* berbeda nyata pada taraf α = 5%, ,** berbeda nyata pada taraf
α = 1%, tn = tidak berbeda nyata pada taraf α = 5%
Simpulan
Karakter pemendekan ruas (shortened internode), orientasi buah dan
warna antosianin pada tangkai anter dikendalikan oleh satu gen sedangkan
karakter warna antosianin pada anter dikendalikan oleh dua gen. Nisbah Mendel
karakter pemendekan ruas dan orientasi buah ke atas 1:3 menunjukkan bahwa
karakter ini dikendalikan oleh satu gen resesif sedangkan nisbah Mendel karakter
44
warna antosianin pada tangkai anter 3:1 menunjukkan bahwa karakter ini
dikendalikan oleh satu gen dominan. Karakter warna antosianin pada anter
memiliki nisbah Mendel 13:3 menunjukkan bahwa karakter tersebut dikendalikan
oleh dua gen yang bekerja secara dominan dan resesif epistasis.
Pewarisan tinggi dikotomus, bobot per buah, panjang buah dan diameter
buah tidak dipengaruhi oleh tetua betina. Model genetik aditif-dominan dengan
interaksi aditif-aditif dan dominan-dominan sesuai untuk semua karakter.
Heritabilitas dalam arti luas pada karakter yang diamati berada pada kisaran
tinggi, sedangkan heritabilitas arti sempit berada pada kisaran rendah-tinggi.
Peran gen aditif lebih besar dibandingkan gen dominan pada karakter panjang dan
diameter buah sedangkan pada karakter tinggi tanaman dan bobot per buah peran
gen dominan lebih besar dibandingkan gen aditif.
45
5 PEMBAHASAN UMUM
keriting (66.68 cm) selanjutnya cabai besar (57.21 cm) dan yang paling pendek
adalah cabai rawit (43.71 cm). Tinggi tanaman yang lebih tinggi memungkinkan
penghindaran terhadap penyakit lebih besar khususnya musim hujan dibandingkan
dengan cabai besar. Namun, cabai hias lebih diminati yang pendek. Genotipe IPB
C92 merupakan cabai hias yang memiliki tinggi tanaman ±20 cm dengan warna
buah yang berbeda sesuai tingkat kematangan. Tanaman hias biasanya ditanam di
pot sehingga kondisi pertumbuhannya lebih terjaga dari hama dan penyakit
Karakter selanjutnya yang menjadi pertimbangan dalam perakitan varietas
baru adalah ketahanan terhadap penyakit salah satunya adalah layu fusarium.
Ketahanan 24 genotipe yang diuji berada pada kisaran tahan-agak rentan.
Genotipe yang tahan dari jenis cabai rawit adalah IPB C174, dari jenis cabai besar
adalah IPB C4 dan IPB C152, sedangkan dari jenis cabai keriting adalah IPB
C111 dan IPB C159. Genotipe yang agak rentan semuanya berasal dari jenis cabai
besar yaitu genotipe IPB C3, IPB C5, dan IPB C313. Perakitan varietas tanaman
cabai yang tahan terhadap layu Fusarium perlu adanya informasi pewarisan
ketahanan terhadap layu itu sendiri. Pewarisan ketahanan terhadap penyakit layu
fusarium dapat diamati dengan menyilangkan genotipe yang memiliki tingkat
ketahanan yang distinc misalnya yang tahan dengan yang rentan atau jika tidak
ada dengan yang agak rentan.
Salah satu karakter tanaman cabai hias adalah adanya keunikan pada
tanaman cabai tersebut salah satunya adalah adanya pemendekan ruas (shortened
internode) seperti pada genotipe IPB C174. Pewarisan karakter pemendekan ruas
ini berdasarkan hasil penelitian dikendalikan oleh gen resesif dengan nisbah
Mendel 1:3 untuk tanaman cabai yang memiliki karakter pemendekan ruas. Selain
itu orientasi buah ke atas lebih banyak digunakan untuk tanaman hias karena
memberikan kesan seperti bunga, biasanya bentuk buah kecil dan berwarna warni
atau berwarna tidak seperti biasanya. Karakter perilaku buah juga dikendalikan
oleh gen resesif dengan nisbah mendel 1:3 untuk karakter buah ke atas. Karakter
yang dikendalikan oleh gen resesif memberikan sebuah kemudahan bagi seorang
peneliti untuk melakukan seleksi. Jika peneliti menginginkan ada karakter tersebut
maka fenotipe di lapangan yang menunjukkan karakter tersebut kemungkinan
besar susunan genotipenya homozigot dan bisa diseleksi untuk dilanjutkan ke
generasi berikutnya.
Karakter selanjutnya yang menarik untuk dikembangkan menjadi cabai
hias adalah karakter bunga yang memiliki warna antosianin baik pada anter,
tangkai anter atau mahkota bunganya. Hasil penelitian ini menunjukkan karakter
warna tangkai anter dikendalikan oleh gen dominan dengan nisbah 3:1 untuk
karakter ada antosianin. Sedangkan karakter warna antosianin pada anter
dikendalikan oleh gen dominan resesif epistasi dengan perbandingan 13:3 untuk
karakter ada antosianin. Karakter yang dikendalikan oleh gen dominan atau
dominan epistasis memerlukan seleksi pada generasi lanjut agar bisa dipastikan
bahwa karakter tersebut mampu diturunkan pada generasi selanjutnya.
Karakter kuantitatif yang perlu diperhatikan dalam proses pemuliaan
selanjutnya adalah karakter bobot per buah, panjang buah, dan diameter buah
untuk komponen hasil yang berpengaruh terhadap bobot buah per tanaman
khususnya untuk cabai konsumsi. Heritabilitas arti luas (h2bs) maupun arti sempit
(h2ns) karakter panjang buah dan diameter buah berada pada kisaran tinggi. Hal ini
menunjukan bahwa kedua karakter tersebut ragam aditifnya lebih besar
47
Simpulan
Pemisahan kelompok cabai rawit dengan cabai besar dan cabai keriting
ditentukan oleh orientasi buah dimana cabai rawit ke atas sedangkan cabai besar
dan cabai keriting ke bawah. Sedangkan pemisahan kelompok cabai besar dan
cabai keriting ditentukan oleh adanya twisting dimana cabai keriting ada twisting
sedangkan cabai besar tidak ada. Genotipe IPB C174 memisah dalam kelompok
sendiri karena memiliki karakter pemendekan ruas. Genotipe IPB C15 memisah
dalam kelompok sendiri karena memiliki lekukan pada kelopaknya sedangkan
genotipe IPB C20 memisah dalam kelompok sendiri karena memiliki warna
bunga, warna daun, warna batang, dan warna buah sebelum matang berwarna
ungu.
Cabai besar merupakan jenis cabai yang memiliki produktivitas tinggi
karena memiliki bobot buah, panjang buah, dan diameter buah yang tinggi
selanjutnya diikuti cabai keriting dan cabai rawit. Hal ini menjadi modal utama
pemulia untuk merakit varietas yang memiliki daya hasil tinggi khususnya cabai
konsumsi. Berbeda dengan perakitan cabai hias karakter tinggi tanaman menjadi
salah satu pertimbangan dalam penentuan tetua. Cabai yang pendek lebih diminati
menjadi cabai hias karena tujuannya untuk ditanaman dalam pot sehingga cabai
rawit memiliki potensi dikembangkan menjadi cabai hias karena memiliki tinggi
tanaman yang paling pendek selanjutnya diikuti cabai besar dan cabai keriting.
Karakter selanjutnya yang menjadi pertimbangan dalam perakitan varietas
baru adalah ketahanan terhadap penyakit salah satunya adalah layu fusarium.
Ketahanan 24 genotipe yang diuji berada pada kisaran tahan-agak rentan.
Genotipe yang tahan dari jenis cabai rawit adalah IPB C174, dari jenis cabai besar
adalah IPB C4 dan IPB C152, sedangkan dari jenis cabai keriting adalah IPB
C111 dan IPB C159. Genotipe yang agak rentan semuanya berasal dari jenis cabai
besar yaitu genotipe IPB C3, IPB C5, dan IPB C313.
Hasil analisis kualitatif menggunakan nisbah Mendel menunjukkan
beberapa karakter yang potensial untuk dikembangkan menjadi tanaman hias yaitu
karakter pemendekan ruas dan orientasi buah ke atas dikendalikan oleh gen resesif
sehingga memudahkan pemulia untuk melakukan seleksi pada generasi awal.
Sedangkan karakter warna antosianin pada tangkai anter dikendalikan oleh gen
dominan dan karakter warna antosianin pada anter dikendalikan gen dominan
resesif epistasis sehingga seleksi dapat dilakukan pada generasi lanjut untuk kedua
karakter tersebut.
Hasil analisis rata-rata generasi menunjukkan bahwa karakter panjang buah
dan diameter buah dikendalikan oleh aksi gen aditif komplementer dengan
heritabilitas arti sempit tinggi sehingga seleksi dapat dilakukan pada generasi
awal. Berbeda halnya dengan karakter tinggi tanaman dan bobot per buah dimana
dikendalikan oleh aksi gen dominan duplikat dengan heritabilitas arti sempit
rendah-sedang sehingga seleksi dapat dilakukan pada generasi lanjut.
49
Saran
Perakitan varietas cabai konsumsi lebih menekankan pada daya hasil
sedangkan varietas cabai hias pada keunikan tanaman cabai yang memiliki
penampilan fenotipe menarik. Hal ini menjadi penentu bagi pemulia untuk
melakukan seleksi pada karakter yang sesuai dengan tujuan pemuliaannya.
Namun, tidak menutup kemungkinan jika varietas cabai hias mampu sekaligus
menjadi cabai konsumsi yang memiliki daya hasil tinggi dengan menentukan tetua
yang memiliki daya hasil tinggi tetapi memiliki karakter unik yang ditonjolkan
sebagai tanaman cabai hias.
50
DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Fifth Edition. California (US): Elsevier
Academic Press.
Allard RW.1960. Principle fo Plant Breeding. New York (US): John Wiley and
Son Inc.
Arif AB. 2010. Pendugaan parameter genetika beberapa karakter kualitatif dan
kuantitatif pada tiga kelompok cabai (Capsicum annuum L.) [Tesis].
Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Arif AB, Sujiprihati S, Syukur M. 2011. Pewarisan sifat beberapa karakter
kualitatif pada tiga kelompok cabai. Bul. Plasma Nutfah 17:1-6.
Arif AB, Sujiprihati S, Syukur M. 2012. Pendugaan parameter genetik pada
beberapa karakter kuantitatif pada persilangan antara cabai besar dengan
cabai keriting (Capsicum annuum L.). J. Agron. Indonesia 40(2):119-
124.
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2014. Data curah hujan,
temperatur, kelembaban udara dan intensitas cahaya matahari. Darmaga,
Bogor (ID) : BMKG.
Bosland PW, Votava E. 1999. Peppers: vegetables and spice Capsicums. New
York (US): CABI Publishing.
Crowder LV. 1986. Genetika Tumbuhan. Kusdiarti L, penerjemah; Soetarso,
editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Dean R, Kan JALV, Pretorius ZA, Kosack KEH, Pietro AD, Spanu PD, Rudd JJ,
Dickman M, Kahmann R, Ellis J, Foster GD. 2012. Review : The top 10
fungal pathogens in molecular plant pathology. Molecular Plant
Pathology. 13(4):414-430.
[Dirjen Horti] Direktorat Jendral Hortikultura. 2012. Komoditas hortikultura
unggulan. [diunduh 2013 Jan 4]. Tersedia pada:
http://hortikultura.deptan.go.id/?q=node/479.
[EAPVPF] East Asia Plant Variety Protection Forum 4th Meeting . 2012.
Guidelines for the conduct of test for distinctness, uniformity and
stability pepper Capsicum annum L. Jakarta (ID): EAPVPF.
Griffiths AJF, Wessler SR, Lewontin RC, Carroll SB. 2006. Introduction to
Genetic Analysis. 8th Edition. New York (US): W.H. Freeman and
Company.
Hasan MJ, Kulsum MU, Ullah MZ, Hossain MM, Mahmud ME. 2014. Genetic
diversity of some chilli (Capsicum annuum L.) genotypes. Int. J. Agril.
Res. Innov. & Tech. 4 (1): 32-35.
[IPGRI] International Plant Genetic Resources Institute. 1995. Descriptor for
Capsicum (Capsicum spp). Roma (IT): International Plant Genetic
Resources Institute.
Kirana R, Sofiari E. 2007. Heterosis dan heterobeltiosis pada persilangan 5
genotipe cabai dengan metode dialel. J. Hort. 17(2):111-117.
Leslie JF, Summerell BA. 2006. The fusarium laboratory manual. Iowa (US):
Blackwell Publishing.
51
Stommel JR, Lightbourn GJ, Winkel BS. 2009. Transcription factor families
regulate the anthocyanin biosynthetic pathway in Capsicum annuum. J.
Amer. Soc. Hort. Sci. 134:244-251.
Sujiprihati S, Saleh GB, Ali ES. 2001. Combining ability of yield and related
characteriser in single cross hybrid. SABRAO J. Breed. Genet. 33:111-12.
Sujiprihati S, Saleh GB, Ali ES. 2003. Heritability, performance and correlation
studies on single cross hybrids of tropical maize. Asian J. Plant Sci.
2(1):51-57.
Sujiprihati S, Yunianti R, Syukur M, Undang. 2007. Pendugaan nilai heterosis dan
daya gabung beberapa komponen hasil pada persilangan dialel penuh
enam genotipe cabai (Capsicum annuum L.). Bul. Agron. 35(1):28-35.
Strickberger MW. 1976. Genetics. 2nd . New York (US): Macmillan Publ Co.
Syukur M. 2007. Analisis genetik dan studi pewarisan sifat ketahanan cabai
(Capsicum annuum L.) terhadap antraknosa yang disebabkan oleh
Colletotrichum acutatum [Disertasi]. Bogor (ID) : Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R, Nida K. 2010. Pendugaan komponen ragam,
heritabilitas dan korelasi untuk menentukan kriteria seleksi cabai
(Capsicum annuum L.) populasi F5. J. Hort. Indonesia 1:74-80.
Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R, Kusumah DA. 2011. Pendugaan ragam
genetik dan heritabilitas karakter komponen hasil. J. Agrivigor.
10(2):148-156.
Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Bogor
(ID): Penebar Swadaya.
Undang. 2014. Identifikasi dua spesies cabai rawit dan pewarisan karakter penting
pada cabai rawit spesies Capsicum annuum L.. [Tesis]. Bogor (ID):
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Wang D, Bosland PW. 2006. The genes of Capsicum. Hort. Sciences. 41:1169-
1187.
Warner JN. 1952. A method of estimating heritability. J Agron. 44:427-430
Yunianti R, Sastrosumarjo S, Sujiprihati S, Surahman M, Hidayat SH. 2010.
Kriteria seleksi untuk perakitan varietas cabai tahan Phytophthora
capsici Leonian. J. Agron. Indonesia 38 : 122 – 129.
53
RIWAYAT HIDUP