Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

ANATOMI FISIOLOGI TUMBUHAN


KURVA SIGMOID PERTUMBUHAN

DISUSUN OLEH:
NAMA : DEWI NURAKMAL
NIM : F107171011
KELOMPOK : 4 (EMPAT)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2019
Abstrak

Praktikum kurva sigmoid pertumbuhan bertujuan mengetahui laju


pertumbuhan tanaman jagung. Adapun alat yang digunakan adalah kertas
milimeter blok, pisau, polibag/ pot, penggaris, oven, dan timbangan.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu biji jagung, pupuk dan media tanah.
Cara kerjanya adalah disiapkan media tanah dan diisi polibag dengan media
tanah ini. di beri lebel pada setiap polibag. Dipilih biji jagung yang baik dan
redam sebelum ditanam. Ditanam biji jagung sebanyak 10 biji pada setiap
polibag yang telah berisi media tanam dan disiram. Diletakkan polibag
tersebut pada lapangan terbuka dan disiram secukupnya. Dicek pertumbuhan
setiap minggu dengan destruktif/ non destruktif. Diukur tinggi tanaman, luas
daun dan jumlah daun, berat basah, berat kering dari bagian atas (batang dan
daun) dan bagian bawah akar setelah dibersihkan terlebih dahulu. Berat
kering didapatkan dengan mengukur berat tanaman yang telah dikeringkan
dengan oven pada suhu 80ºC dimana berat tidak berubah lagi. Hasil yang
diperoleh adalah kurva sigmoid pada perlakuan destruktif lebih tinggi
dibanding perlakuan nondestruktif, hal ini dikarenakan pada perlakuan
tersebut terdapat tanaman jagung yang dicabut sehingga mengurangi adanya
perebutan hara sehingga meningkatkan laju pertumbuhan tanaman jagung.

Kata kunci: pertumbuhan, destruktif, non destruktif

Abstract

Sigmoid growth curve practicum The tools used are millimeter paper, knives,
polybags / pots, rulers, ovens, and scales. While the materials used are corn
kernels, fertilizer and soil media. The way to prepare is prepared by soil
media and filled with polybags with this soil media. given labels on each
polybag. Good corn kernels are chosen before they are planted. Corn seeds
were planted with 10 seeds per polybag that contained planting media and
watered. The polybags were placed in an open field and watered sufficiently.
Checked growth every week with destructive / non destructive. Measured
plant height, leaf width and number of leaves, wet weight, dry weight of the
top (stems and leaves) and the bottom of the roots after cleaning first. Dry
weight is obtained by measuring the weight of plants that have been dried in
an oven at 80ºC where the weight does not change anymore. The results
obtained are in the form of sigmoid in destructive handling higher than in
nondestructive handling, this depends on this treatment related to corn plant
that is revoked thereby reducing the scramble which increases the growth of
corn plants.

Keywords: growth, destructive, non destructive

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses pertumbuhan merupakan hal yang mencirikan suatu


perkembangan bagi makhluk hidup baik manusia, hewan, maupun tumbuhan.
Dalam proses pertumbuhan terjadi penambahan dan perubahan volume sel
secara signifikan seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya umur
tanaman. Proses pertumbuhan menunjukkan suatu perubahan dan dapat
dinyatakan dalam bentuk kurva atau diagram pertumbuhan.

Pertumbuhan tanaman mula-mula lambat, kemudian berangsur-


angsur lebih cepat sampai tercapai suatu maksimum, akhirnya laju tumbuh
menurun. Apabila digambarkan dalam grafik, dalam waktu tertentu maka
akan terbentuk kurva sigmoid (bentuk S). Bentuk kurva sigmoid untuk semua
tanaman kurang lebih tetap, tetapi penyimpangan dapat terjadi sebagai akibat
variasi-variasi di dalam lingkungan. Ukuran akhir, rupa dan bentuk tumbuhan
ditentukan oleh kombinasi pengaruh faktor keturunan dan lingkungan.

Suatu hasil pengamatan pertumbuhan tanaman yang paling sering


dijumpai khususnya pada tanaman setahun adalah biomassa tanaman yang
menunjukkan pertambahan mengikuti bentuk S dengan waktu, yang dikenal
dengan model sigmoid. Biomassa tanaman mula-mula (pada awal
pertumbuhan) meningkat perlahan, kemudian cepat dan akhirnya perlahan
sampai konstan dengan pertambahan umur tanaman. Liku demikian dapat
simetris,yaitu setengah bagian pangkal sebanding dengan setengah bagian
ujung jika titik belok terletak di antara dua asimptot. Seorang ilmuan akan
tidak menerima begitu saja kenyataan tersebut, tetapi mengajukan pertanyaan
mengenai proses atau mekanisme yang mengajukan pertanyaan mengenai
proses atau mekanisme yang membuat hubungan biomassa dengan waktu
demikian, dan faktor-faktor yang mengendalikannya.

Sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut beberapa pertanyaan


kemudian akan muncul seperti apakah itu karena faktor X,Y dan Z. Apakah
itu karena hubungan yang demikian di antara faktor-faktor tersebut. Faktor-
faktor dan proses atau hubungan diantara satu dengan faktor lain, hipotatik
akan dilahirkan yaitu yang mendapatkan dukungan paling kuat (sesuai fakta
yang tersedia). Faktor dan hubungan yang ditempatkan tersebut kemudian
ditampilkan secara bersama dalam suatu bentuk bahasa matematik yaitu
model matematik.

Bentuk kurva sigmoid untuk semua tanaman kurang lebih tetap,


tetapi penyimpangan dapat terjadi sebagai akibat variasi-variasi di dalam
lingkungan. Ukuran akhir, rupa dan bentuk tumbuhan ditentukan oleh
kombinasi pengaruh faktor keturunan dan lingkungan. Sehubungan dengan
itu maka kami melakukan percobaan mengenai kurva sigmoid untuk
mengamati laju tumbuh tanaman jagung (Zea mays) selama delapan minggu.

B. Dasar Teori

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting


dalam kehidupan dan perkembangan suatu spesies. Pertumbuhan dan
perkembangan berlangsung secara terus-menerus sepanjang daur hidup,
bergantung pada tersedianya meristem, hasil asimilasi, hormon dan substansi
pertumbuhan lainnya, serta lingkungan yang mendukung (Zulkifli, 2012).

Proses pertumbuhan merupakan hal yang mencirikan suatu perkembangan


bagi makhluk hidup baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dalam proses
pertumbuhan terjadi penambahan dan perubahan volume sel secara signifikan
seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya umur tanaman. Proses
pertumbuhan menunjukkan suatu perubahan dan dapat dinyatakan dalam
bentuk kurva/diagram pertumbuhan. Laju pertumbuhan suatu tumbuhan atau
bagiannya berubah menurut waktu. Oleh karena itu, bila laju tumbuh
digambarkan dengan suatu grafik, dengan laju tumbuh ordinat dan waktu
pada absisi, maka grafik itu merupakan suatu kurva berbentuk huruf S atau
kurva sigmoid. Kurva sigmoid ini berlaku bagi tumbuhan lengkap, bagian-
bagiannya ataupun sel-selnya (Latunra, 2012).

Salah satu ciri organisme adalah tumbuhdan berkembang. Tumbuhan tumbuh


dari kecil menjadi besar dan berkembang dari satu sel zigot menjadi embr io
kemudian menjadi individu dewasa (Campbell, 2002). Pertumbuhan
diartikan sebagai suatu proses pertambahan ukuran atau volume serta jumah
sel secara irreversible, yaitu tidak dapat kembali ke bentuk semula.
Pertambahan volume sel merupakan hasil sintesa dan akumulasi protein,
sedangkan pertambahan jumlah sel terjadi dengan pembelahan sel (Kaufman,
1975).

Pada batang yang sedang tumbuh, daerah pembelahan sel batang lebih jauh
letaknya dari ujung daripada daerah pembelahan akar, terletak beberapa
sentimeter di bawah ujung (tunas). Sedangkan pertambahan panjang tiap
lokus pada akar tidak diketahui pertambahan panjang terbesar dikarenakan
kecambah mati (Salisbury & Ross, 1992).

Teorinya, semua ciri pertumbuhan bisa diukur, tapi ada dua macam
pengukuran yang lazim digunakan untuk mengukur pertambahan volume atau
massa. Yang paling umum, pertumbuhan berarti pertambahan ukuran. Karena
organisme multisel tumbuh dari zigot, pertambahan itu bukan hanya dalam
volume, tapi juga dalam bobot, jumlah sel, banyaknya protoplasma, dan
tingkat kerumitan. Pada banyak kajian, pertumbuhan perlu diukur.
Pertambahan volume (ukuran) sering ditentukan denagn cara mengukur
perbesaran ke satu atau dua arah, seperti panjang (misalnya, tinggi batang)
atau luas (misalnya, diameter batang), atau luas (misalnya, luas daun).
Pengukuran volume, misalnya dengan cara pemindahan air, bersifat tidak
merusak, sehingga tumbuhan yang sama dapat diukur berulang-ulang pada
waktu yang berbeda (Salisbury & Ross, 1992).
Laju pertumbuhan suatu tumbuhan atau bagiannya berubah menurut waktu,
oleh karena itu, bila laju tumbuh digambarkan dengan suatu grafik, dengan
laju tumbuh ordinat dan waktu pada absisi. Maka grafik itu merupakan suatu
kurva berbentuk huruf S atau kurva sigmoid. Kurva sigmoid ini berlaku bagi
tumbuhan lengkap bagian-bagiannya ataupun sel-selnya (Sujarwati, 2004).

Pola pertumbuhan tanaman digambarkan dengan kurva sigmoid. Kurva


sigmoid merupakan kurva pertumbuhan pada fase vegetatif sampai titik
tertentu akibat pertambahn sel tanaman dan kemudian melambat. Periode
awal dengan laju pertumbuhan eksponensial yang pendek, kemudian linier
yang relative panjang. Laju pertumbuhan yang linier diikuti oleh fase yang
lajunya menurun (Perwtasari dkk., 2012).

Kurva pertumbuhan berbentuk-S (Sigmoid) yang ideal, yang dihasilkan oleh


banyak tumbuhan setahun dan beberapa bagian terbentuk dari tumbuhaan.
Kurva sigmoid menunjukkan ukuran kumulatif sebagai fungsi dan waktu.
Tiga fase utama biasanya mudah dikenali, fase logaritmik, linier dan penuaan
(Salisbury & Ross, 1992).

Kurva menunjukkan ukuran kumulatif sebagai fungsi dari waktu. Tiga fase
utama biasanya mudah dikenali, yaitu fase logaritmik, fase linier dan fase
penuaan. Pada fase logaritmik ini berarti bahwa laju pertumbuhan lambat
pada awalnya, tapi kemudian meningkat terus. Laju berbanding lurus dengan
ukuran organisme. Semakin besar organisme, semakin cepat ia tumbuh. Pada
fase linier, pertambahan ukuran berlangsung secara konstan. Fase penuaan
dicirikan oleh laju pertumbuhan yang menurun, saat tumbuhan sudah
mencapai kematangan dan mulai menua (Srigandono, 1991).

Pola pertumbuhan tegakan antara lain dapat dinyatakan dalam bentuk kurva
pertumbuhan yang merupakan hubungan fungsional antara sifat tertentu
tegakan, antara lain volume, tinggi, bidang dasar, biomassa dan diameter
dengan umur tegakan. Bentuk kurva pertumbuhan yang ideal akan mengikuti
bentuk ideal bagi pertumbuhan organisme (termasuk tumbuh – tumbuhan),
yaitu berbentuk kurva sigmoid (Latifah, 2004).
Model pertumbuhan digunakan untuk mengetahui hubungan antara produk
pertumbuhan terhadap waktu. Suatu hasil pengamatan pertumbuhan tanaman
yang paling sering dijumpai adalah biomassa tanaman yang menunjukkan
pertumbuhan mengikuti bentuk S sering dengan pertambahan waktu yang
dikenal dengan nama model sigmoid (Ramadani, dkk., 2010).

Pengukuran daun tanaman mulai dari waktu embrio dengan menggunakan


kurva sigmoid juga memiliki hubungan erat dengan perkecambahan biji
tersebut yang otomatis juga dipengaruhi oleh waktu dormansi karena periode
dormansi juga merupakan persyaratan bagi perkecambahan banyak biji. Ada
bukti bahwa pencegah kimia terdapat di dalam biji ketika terbentuk. Pencegah
ini lambat laun dipecah pada suhu rendah sampai tidak lagi memadai untuk
menghalangi perkecambahan ketika kondisi lainnya menjadi baik. Waktu
dormansi berakhir umumnya didasarkan atas suatu ukuran yang bersifat
kuantitatif. Untuk tunas dan biji dormansi dinyatakan berhasil dipecahkan
jika 50 % atau lebih dari populasi biji tersebut telah berkecambah atau 50%
dari tunas yang diuji telah menunjukkan pertumbuhan. Bagi banyak
tumbuhan angiospermae di gurun pasir mempunyai pencegah yang telah
terkikis oleh air di dalam tanah. Dalam proses ini lebih banyak air diperlukan
daripada yang harus ada untuk perkecambahan itu sendiri (Kimbal, 1992).

Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam dan luar dan adalah
penyesuaian diri antara genetik dan lingkungan (Mukherji & Glosh, 2002).
Faktor lingkungan juga penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Tidak hanya lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan, tetapi
juga banyak faktor seperti cahaya, temperatur, kelembaban, dan faktor nutrisi
mempengaruhi akhir morfologi dari tanaman. Cahaya meliputi pada lekukan
dari batang morfogenesis. Temperatur, kelembaban,dan nutrisi mempunyai
efek yang lebih halus, tetapi juga mempengaruhi perubahan morfologi (Ting,
1987).

C. Masalah

1. Apa itu kurva sigmoid?


2. Mengapa perlakuan kelompok destruktif lebih cepat dari pada non
destruktif?

3. Apa yang menyebabkan pertumbuhan jagung terhambat?

4. Bagaimana bentuk kurva sigmoid berdasarkan hasil pengamatan pada


pertumbuhan jagung?

5. Mengapa kurva sigmoid pada destruktif lebih tinggi dibanding non


destruktif?

D. Tujuan

Mengetahui laju pertumbuhan tanaman jagung

BAB II

METODOLOGI

Praktikum kurva sigmoid pertumbuhan dilakukan pada hari Sabtu tanggal 28


September 2019 pukul 13.00-15.00 WIB di lapangan dekat Laboratorium Prodi
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Tanjungpura.

Adapun alat yang digunakan adalah kertas milimeter blok, pisau, polibag/ pot,
penggaris, oven, dan timbangan. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu biji
jagung, pupuk dan media tanah.

Cara kerjanya adalah disiapkan media tanah dan diisi polibag dengan media tanah
ini. di beri lebel pada setiap polibag. Dipilih biji jagung yang baik dan redam
sebelum ditanam. Ditanam biji jagung sebanyak 10 biji pada setiap polibag yang
telah berisi media tanam dan disiram. Diletakkan polibag tersebut pada lapangan
terbuka dan disiram secukupnya. Dicek pertumbuhan setiap minggu dengan
destruktif/ non destruktif. Diukur tinggi tanaman, luas daun dan jumlah daun,
berat basah, berat kering dari bagian atas (batang dan daun) dan bagian bawah
akar setelah dibersihkan terlebih dahulu. Berat kering didapatkan dengan
mengukur berat tanaman yang telah dikeringkan dengan oven pada suhu 80ºC
dimana berat tidak berubah lagi. Dicatat temperatur tanah dan udara, kelembaban
relatif, dan curah hujan setiap hari sebagai data pendukung setiap hari. Dibuat
tabel pengamatan untuk pertumbuhan dan faktor iklim, di buat grafik rerata dari
pertumbuhan tanaman dan faktor iklim dengan waktu sebagai absis.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

1. Tabel hasil pengamatan Destruktif + Pupuk

Berat daun +
Minggu Tinggi Jumlah Berat akar
Luas daun batang
ke- tanaman daun
Basah Kering Basah Kering
1 22.7 cm 2 16.4 cm 0.19g 0.01g 1.19g 0.01g
2 39.5 cm 4 53.28 cm 0.21g 0.02g 2.44g 0.19g
3 43.9 cm 4 99.47 cm 0.31g 0.03g 6.67g 0.56g
4 56.1 cm 4 50.66 cm 0.74g 0.09g 8.18g 0.68g
5 57.1 cm 4 124.5 cm 0.83g 0.10g 7.74g 0.84g
6 58.7 cm 4 126.9 cm 1.17g 0.77g 9.0g 0.13g
7 59 cm 6 128.64 cm 6.62g 2.19g 17.47g 0.45g
8 58 cm 7 122.85 cm 1.46g 0.21g 10.96g 1.43g

Minggu Suhu Suhu Curah


Dry Wet Kelembaban Evaporasi
ke- tanah udara hujan
1 30.3 24.8 24.8 24.2 25.8 11.9 10.8
2 31.8 26.4 25.2 22.7 38.4 8.5 5.7
3 32 21.9 24.7 24.4 28.5 1 2.8
4 31.5 31.8 30.2 29.4 45.3 3.2 10.8
5 30.1 29.4 38.3 30.2 42.5 6.4 5.3
6 31.6 30.7 35.9 31.3 39.3 4.3 6.3
7 29.75 29.7 32.1 31.2 38.1 6.3 8.1
8 31.62 30.3 32.8 30.3 34.7 4.3 6.3
2. Tabel hasil pengamatan Destruktif + Non Pupuk

Berat daun +
Minggu Tinggi Jumlah Berat akar
Luas daun batang
ke- tanaman daun
Basah Kering Basah Kering
1 21.8 cm 2 10.5 cm 0.17g 0.01g 1.15g 0.02g
2 31.9 cm 4 43.2 cm 0.24g 0.02g 1.89g 0.15g
3 37.5 cm 4 73.36 cm 0.50g 0.07g 4.17g 0.42g
4 41.4 cm 3 32.48 cm 0.50g 0.32g 3.09g 0.08g
5 45.7 cm 3 114.14 cm 0.30g 0.04g 5.24g 0.63g
6 60.8 cm 4 152 cm 1.11g 0.74g 11.12g 0.10g
7 60.2 cm 5 139.5 cm 1.49g 0.87g 12.89g 0.13g
8 66.5 cm 6 125 cm 1.31g 0.20g 12.39g 1.72g

Minggu Suhu Suhu Curah


Dry Wet Kelembaban Evaporasi
ke- tanah udara hujan
1 30.3 24.8 28.4 24.2 25.8 11.9 10.8
2 31.8 26.4 25.2 22.7 38.4 8.5 5.7
3 32 21.9 24.7 24.4 28.5 1 2.8
4 31.5 31.8 30.2 29.4 45.3 3.2 10.8
5 30.1 29.4 38.3 30.2 42.5 6.4 5.3
6 31.6 30.7 35.9 31.3 39.3 4.3 6.3
7 29.75 29.7 32.1 31.2 38.1 6.3 8.1
8 31.62 30.3 32.8 30.3 34.7 4.3 6.3

3. Tabel hasil pengamatan Non Destruktif + Pupuk

Minggu Tinggi Jumlah Luas daun Berat daun +


Berat akar
ke- tanama daun batang
Basah Kering Basah Kering
n
23.9
1 cm 3 19.2 cm 0.20g 0.01g 1.15g 0.04g
33.5
2 4 39.5 cm 0.15g 0.01g 1.54g 0.12g
cm
59.6
3 5 160.2 cm 0.84g 0.08g 11.35g 1.01g
cm
54.9
4 4 52.47 cm 1.05g 0.15g 7.16g 0.75g
cm
56.9
5 4 185.64 cm 1.9 g 0.29g 11.91g 1.31g
cm
6 52 cm 5 228 cm 2.25g 1.76g 20.41g 0.29g
53.7
7 6 134.4 cm 8.33 g 1.99g 14.56g 0.74g
cm
56.5
8 7 109.2 cm 0.96g 0.18 g 10.50g 2.04g
cm

Minggu Suhu Suhu Curah


Dry Wet Kelembaban Evaporasi
ke- tanah udara hujan
1 30.7 24.8 28.4 24.2 25.8 11.9 10.8
2 33.7 26.4 25.2 22.7 38.4 8.5 5.7
3 31.2 21.9 24.7 24.4 28.5 1 2.8
4 31.6 31.8 30.2 29.4 45.3 3.2 10.8
5 30.6 29.4 38.3 30.2 42.5 6.4 5.3
6 30.3 30.7 35.9 31.3 39.3 4.3 6.3
7 31.7 29.7 32.1 31.2 38.1 6.3 8.1
8 29.8 30.3 32.8 30.3 34.7 4.3 6.3

4. Tabel hasil pengamatan Non Destruktif + Non Pupuk

Minggu Tinggi Jumla Luas daun Berat akar Berat daun +


batang
ke- tanaman h daun
Basah Kering Basah Kering
1 16.7 cm 2 7.5 cm 0.19g 0.03g 1.11g 0.03g
2 21.7 cm 4 27.75 cm 0.14g 0.01g 1.22g 0.10g
3 46.5 cm 4 90 cm 0.24g 0.05g 8.18g 0.68g
4 47.6 cm 4 39.6 cm 0.67g 0.08g 4.64g 0.42g
142.29
5 53.1 cm 4 1.21g 0.17g 7.74g 0.77g
cm
6 59 cm 4 93.6 cm 1.45g 0.71g 6.53g 0.18g
7 60.9 cm 6 145 cm 3.42 g 0.84g 14.21g 0.74g
8 62 cm 6 132.5 cm 0.68g 0.14g 9.86g 1.58g
Rata-
45,93 4,25 84.78 0,68 0,58 6,69 0,56
rata

Minggu Suhu Suhu Curah


Dry Wet Kelembaban Evaporasi
ke- tanah udara hujan
1 30.25 24.8 28.4 24.2 25.8 11.9 10.8
2 32.5 26.4 25.2 22.7 38.4 8.5 5.7
3 30.37 21.9 24.7 24.4 28.5 1 2.8
4 30.87 31.8 30.2 29.4 45.3 3.2 10.8
5 28.37 29.4 38.3 30.2 42.5 6.4 5.3
6 29.25 30.7 35.9 31.3 39.3 4.3 6.3
7 28.62 29.7 32.1 31.2 38.1 6.3 8.1
8 31.25 30.3 32.8 30.3 34.7 4.3 6.3

B. Pembahasan

Cara kerja yang dilakukan pada praktikum kurva sigmoid pertumbuhan


adalah pertama-tama disiapkan disiapkan media tanah dan diisi polibag
dengan media tanah ini sebanyak sepuluh polibag. Masing-masing dua
polibag untuk destruktif + pupuk, destruktif + non pupuk, non destruktif +
pupuk dan non destruktif + non pupuk, di beri label pada setiap polibag.
Dipilih biji jagung yang baik dan redam sebelum ditanam. Ditanam biji
jagung sebanyak 10 biji pada setiap polibag yang telah berisi media tanam
dan disiram. Diletakkan polibag tersebut pada lapangan terbuka dan disiram
secukupnya. Dicek pertumbuhan setiap minggu dengan destruktif/ non
destruktif. Diukur tinggi tanaman, luas daun dan jumlah daun, berat basah,
berat kering dari bagian atas (batang dan daun) dan bagian bawah akar setelah
dibersihkan terlebih dahulu. Berat kering didapatkan dengan mengukur berat
tanaman yang telah dikeringkan dengan oven pada suhu 80ºC dimana berat
tidak berubah lagi. Dicatat temperatur tanah dan udara, kelembaban relatif,
dan curah hujan setiap hari sebagai data pendukung setiap hari. Dibuat tabel
pengamatan untuk pertumbuhan dan faktor iklim, di buat grafik rata-rata dari
pertumbuhan tanaman dan faktor iklim dengan waktu sebagai absis.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 8 minggu, untuk


perlakuan destruktif dan pupuk diperoleh tinggi tanaman dari minggu ke 1
sampai minggu ke 8 berturut-turut 22.7 cm, 39.5 cm, 43.9 cm, 56.1 cm, 57.1
cm, 58.7 cm, 59 cm, dan 58 cm. Lebar daun dari minggu ke 1 sampai minggu
ke 8 adalah 16.4 cm, 53.28 cm, 99.47 cm, 50.66 cm, 124.5 cm, 126.9 cm,
128.64 cm, dan 122.85 cm. Jumlah daun pada Minggu ke 1 sampai ke 8 ialah
2, 4, 4, 4, 4, 4, 6 dan 7. Berat basah akar dari minggu ke 1 sampai minggu ke
8 yaitu 0.20g, 0.15g, 0.84g, 1.05g, 1.9 g, 1.76g, 1.99g, dan 0.96g. Berat
kering akar yang diperoleh dari minggu ke 1 sampai minggu ke 8 adalah
0.01g, 0.02g, 0.03g, 0.09g, 0.10g, 1.17g, 6.62g, dan 0.21g. Kemudian berat
basah dari batang dan daun berturut-turut dari minggu 1 ke minggu 8 adalah
1.19g, 2.44g, 6.67g, 8.18g, 7.74g, 9.0g, 17.47g dan 10.96g. diperoleh berat
kering dari batang dan daun dari minggu ke 1 sampai minggu ke 8 adalah
0.01g, 0.19g, 0.56g, 0.68g, 0.84g, 0.13g, 0.45g, dan 1.43g.

Pada perlakuan destruktif dan non pupuk diperoleh tinggi tanaman dari
minggu ke 1 sampai minggu ke 8 berturut-turut 21.8 cm, 31.9 cm, 37.5 cm,
41.4 cm, 45.7 cm, 60.8 cm, 60.2 cm, dan 66.5 cm. Lebar daun dari minggu
ke 1 sampai minggu ke 8 adalah 10.5 cm, 43.2 cm, 73.36 cm, 32.48 cm,
114.14 cm, 152 cm, 139.5 cm, dan 125 cm. Jumlah daun pada Minggu ke 1
sampai ke 8 ialah 2, 4, 4, 3, 3, 4, 5, dan 6. Berat basah akar dari minggu ke 1
sampai minggu ke 8 yaitu 0.17g, 0.24g, 0.50g, 0.50g, 0.30g, 0.74g, 0.87g, dan
1.31g. Berat kering akar yang diperoleh dari minggu ke 1 sampai minggu ke
8 adalah 0.01g, 0.02g, 0.07g, 0.32g, 0.04g, 1.11g, 1.49g, dan 0.20g.
Kemudian berat basah dari batang dan daun berturut-turut dari minggu 1 ke
minggu 8 adalah 1.15g, 1.89g, 4.17g, 3.09g, 5.24g, 11.12g, 12.89g, dan
12.39g. diperoleh berat kering dari batang dan daun dari minggu ke 1 sampai
minggu ke 8 adalah 0.02g, 0.15g, 0.42g, 0.08g, 0.63g, 0.10g, 0.13g, dan
1.72g.

Untuk perlakuan non destruktif dan pupuk diperoleh tinggi tanaman dari
minggu ke 1 sampai minggu ke 8 berturut-turut 23.9 cm, 33.5 cm, 59.6 cm,
54.9 cm, 56.9 cm, 52 cm, 53.7 cm, dan 56.5 cm. Jumlah daun pada minggu ke
1 sampai ke 8 ialah 3, 4, 5, 4, 4, 5, 6, dan 7. Lebar daun dari minggu ke 1
sampai minggu ke 8 adalah 19.2 cm, 39.5 cm, 160.2 cm, 52.47 cm, 185.64
cm, 228 cm, 134.4 cm, dan 109.2 cm. Berat basah akar dari minggu ke 1
sampai minggu ke 8 yaitu 0.20g, 0.15g, 0.84g, 1.05g, 1.9 g, 1.76g, 1.99g, dan
0.96g. Berat kering akar yang diperoleh dari minggu ke 1 sampai minggu ke
8 adalah 0.01g, 0.01g, 0.08g, 0.15g, 0.29g, 2.25g, 8.33 g, dan 0.18 g.
Kemudian berat basah dari batang dan daun berturut-turut dari minggu 1 ke
minggu 8 adalah 1.15g, 1.54g, 11.35g, 7.16g, 11.91g, 20.41g, 4.56g, dan
10.50g. Diperoleh berat kering dari batang dan daun dari minggu ke 1 sampai
minggu ke 8 adalah 0.04g, 0.12g, 1.01g, 0.75g, 1.31g, 0.29g, 0.74g, dan
2.04g.

Untuk perlakuan non destruktif dan non pupuk diperoleh tinggi tanaman dari
minggu ke 1 sampai minggu ke 8 berturut-turut 16.7 cm, 21.7 cm, 46.5 cm,
47.6 cm, 53.1 cm, 59 cm, 60.9 cm, dan 62 cm. Jumlah daun pada minggu ke 1
sampai ke 8 ialah 2, 4, 4, 4, 4, 4, 6, dan 6. Lebar daun dari minggu ke 1
sampai minggu ke 8 adalah 7.5 cm, 27.75 cm, 90 cm, 39.6 cm, 142.29 cm,
93.6 cm, 145 cm, dan 132.5 cm. Berat basah akar dari minggu ke 1 sampai
minggu ke 8 yaitu 0.19g, 0.14g, 0.24g, 0.67g, 1.21g, 1.45g, 0.84g, dan 0.68g.
Berat kering akar yang diperoleh dari minggu ke 1 sampai minggu ke 8
adalah 0.03g, 0.01g, 0.05g, 0.08g, 0.17g, 0.71g, 3.42 g, dan 0.14g. Kemudian
berat basah dari batang dan daun berturut-turut dari minggu 1 ke minggu 8
adalah 1.11g, 1.22g, 8.18g, 4.64g, 7.74g, 6.53g, 14.21g, dan 9.86g. Diperoleh
berat kering dari batang dan daun dari minggu ke 1 sampai minggu ke 8
adalah 0.03g, 0.10g, 0.68g, 0.42g, 0.77g, 0.18g, 0.74g, dan 1.58g.

Dilakukan 2 macam perlakuan pada pengamatan laju pertumbuhan jagung


yaitu dengan cara non dekstruktif dan destruktif. Secara non dekstruktif,
tumbuhan jagung dilakukan pengukuran suhu tanah, suhu udara, kelembaban,
dry, wet, evaporasi, tinggi tanaman, dan jumlah daun. Sedangkan secara
destruktif, tumbuhan jagung diukur pertumbuhannya dengan mengambil
organ tanaman secara lengkap, kemudian mengukur berat basah dan berat
kering dari tanaman (batang dan daun) serta akar. Dengan adanya pencabutan
tanaman pada perlakuan destruktif membuat tanaman yang lainnya lebih
cepat tumbuh atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tanaman secara
non destruktif. Hal ini dikarenakan saat tanaman dicabut dari polibag, maka
akan mengurangi persaingan tanaman dalam menyerap zat hara yang ada
dalam polibag. Sedangkan pada tanaman non destruktif, tidak dilakukan
pengurangan jumlah tanaman (jumlah tanaman tetap /tidak berkurang),
sehingga persaingan tanaman dalam menerima unsur hara meningkat. Hal ini
menyebabkan tanaman yang dilakukan secara non dekstruktif pertumbuhan
menjadi lambat.

Ada beberapa penyebab pertumbuhan jagung terhambat, yang pertama adalah


naungan. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat
dan memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk
buah. Menurut Menegristek (2000) suhu yang dikehendaki tanaman jagung
antara 21-34°C, akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal
memerlukan suhu optimum antara 23-27°C. Pada proses perkecambahan
benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30°C. Kedua yaitu iklim,
Keadaan iklim yang tidak stabil dapat menghambat pertumbuhan jagung. Di
daerah curah hujan tinggi, pertumbuhan jagung mengalami banyak hambatan
dan gangguan, misalnya busuk dan tumbuh kerdil.
Kurva sigmoid adalah kurva pertumbuhan pada fase vegetatif sampai titik
tertentu akibat pertambahan sel tanaman dan kemudian melambat. Periode
awal dengan laju pertumbuhan eksponensial yang pendek, kemudian linier
yang relative panjang. Laju pertumbuhan yang linier diikuti oleh fase yang
lajunya menurun.

Berdasarkan hasil pengamatan kurva sigmoid belum membentuk huruf S,


karena pada pertumbuhan tanaman jagung belum terjadi fase stasioner dan
fase senesen (penuaan), tanaman belum menghasilkan buah. Pada praktikum
ini, tumbuhan jagung baru mencapai fase eksponensial dimana sel-sel pada
tanaman jagung aktif mebelah dan menyebabkan pertumbuhan panjang/
tinggi tanaman akan semakin pesat.

Kurva sigmoid pada perlakuan destruktif lebih tinggi dibanding perlakuan


nondestruktif, pada tanaman jagung perlakuan destruktif pupuk s laju
pertumbuhannya paling tinggi. Hal ini dikarenakan tanaman pada perlakuan
tersebut terdapat tanaman jagung yang dicabut sehingga mengurangi adanya
perebutan hara. Secara teoritis ,apabila dalam suatu populasi yang terdiri dari
dua spesies, maka akan terjadi interaksi diantara keduanya. Bentuk interaksi
tersebut dapat bermacam-macam, salah satunya adalah kompetisi. Kompetisi
dalam arti yang luas ditujukan pada interaksi antara dua organisme yang
memperebutkan sesuatu yang sama misalnya unsur hara. Kompetisi antar
spesies merupakan suatu interaksi antar dua atau lebih populasi spesies yang
Grafik 1. Tinggi Tanaman mempengaruhi
pertumbuhannya dan
hidupnya secara merugikan (Ewusie,1990).

70
60
Berdasarkan grafik
50 Destruktif pupuk
40 tinggi tanaman,
30 Destruktif non tanaman jagung
20 pupuk
dari minggu ke 1
10 Non destruktif
0 pupuk
Non destruktif non
g e-6

pupuk
g e-1

M gu 2
-3

M gu 4
M gu K 5

gg e-7
-8
-

g e-
-
in k e
in k e

in k e

ke
M gu k

M gu k

M gu k
M gu

u
g

g
g

g
in
in

in

in
in
M
sampai minggu 8, tinggi tanamannya tidak selalu naik, ada juga terjadi
penurunan, hal ini dikarenakan pada waktu pengukuran, tanaman yang
diambil berbeda beda, walaupun dalam satu perlakuan yang sama. Namun
apabila dilihat tinggi tanaman pada minggu ke 8, maka tanaman yang
memiliki laju pertumbuhan yang tinggi adalah tanaman jagung dengan
perlakuan destruktif non pupuk, karena mempunyai tinggi tanaman paling
tinggi dari pada tanaman jagung dengan perlakuan lainnya.

Grafik 2. Jumlah Daun

8
7
6
D+P
5
D+NP
4
ND+P
3
ND+NP
2
1
0
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6 ke-7 ke-8

Grafik di atas menunjukkan jumlah daun pada tanaman jagung. Perlakuan


non destruktif pupuk menunjukkan jumlah daun yang paling banyak di
bandingkan dengan perlakuan lainnya. Jumlah daun tanaman jagung berbeda-
beda setiap minggunya.
Grafik 3. Luas Daun

250

200
D+P
150
D+NP
100 ND+P
ND+NP
50

0
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6 ke-7 ke-8

Grafik di atas menunjukkan luas daun tanaman jagung setiap minggunya. Ke


empat perlakuan yang diberikan pada tanaman jagung ini mempunyai luas
daun yang berbeda-beda. Terjadi peningkatan dan penurunan setiap
minggunya. Luas daun yang paling tinggi terdapat pada non destruktif pupuk,
dan yang paling rendah adalah nondestruktif non pupuk.

Grafik 4. Berat Basah Akar

9
8
7
6 D+P
5 D+NP
4 ND+P
3 ND+NP
2
1
0
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6 ke-7 ke-8

Grafik 4 menunjukkan berat basah akar tanaman jagung setiap minggu. Dari
minggu ke 1 sampai minggu ke 8 menunjukkan peningkatan dan penurunan
berat basah akar pada setiap perlakuan. Tanaman jagung yang mempunyai
berat basah akar paling tinggi adalah yang diberi perlakuan non destruktif
pupuk. Sedangkan paling rendah adalah destruktif non pupuk.
Grafik 5. Berat Kering Akar

2,5

2
D+P
1,5 D+NP
1 ND+P
ND+NP
0,5

0
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6 ke-7 ke-8

Grafik 5 menunjukkan berat kering akar tanaman jagung di setiap minggunya.


Berat kering akar tanaman jagung dari minggu ke 1 sampai minggu terjadi
peningkatan dan penurunan. Tanaman jagung yang mempunyai berat kering
akar yang paling tinggi adalah yang diberi perlakuan destruktif pupuk.
Kemudian diikuti oleh non destruktif pupuk dan destruktif non pupuk.
Sedangkan tanaman jagung yang mempunyai berat kering akar paling rendah
adalah yang diberi perlakuan non destruktif non pupuk.

Grafik 6. Berat Basah Batang dan Daun

25
20
D+P
15 D+NP
10 ND+P
5 ND+NP

0
-1

-2

-3

-4

-5

-6

-7

-8
ke

ke

ke

ke

ke

ke

ke

ke
u

u
u

u
gg

gg

gg

gg

gg

gg

gg

gg
in

in

in

in

in
in

in

in
M

Grafik 6 menunjukkan berat basah batang dan daun tanaman jagung. Berat
basah batang dan daun tanaman jagung mengalami peningkatan dan
penurunan. Tanaman jagung pada perlakuan non destruktif pupuk mempunyai
berat basah batang dan daun yang tinggi, kemudian destruktif pupuk, dan non
destruktif non pupuk. Sedangkan berat basah paling rendah adalah destruktif
non pupuk.

Grafik 7. Berat Kering Batang dan Daun

2,5

2
D+P
1,5
D+NP
1 ND+P
ND+NP
0,5

0
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6 ke-7 ke-8

Grafit 7 menunjukkan berat kering batang dan daun tanaman jagung.


Tanaman jagung yang diberi perlakuan non destruktif pupuk mempunyai
berat kering batang dan daun paling tinggi, kemudian yang memiliki berat
kering batang dan daun paling rendah adalah tanaman jagung diberi
perlakuan destruktif non pupuk.

Berdasarkan penjelasan di atas, yang berpengaruh pada laju pertumbuhan


jagung tidak hanya perlakuan destruktif dan non destruktif. Pupuk dapat juga
berpengaruh terhadap laju pertumbuhan tanaman jagung. Karena pupuk
memberikan tambahan nutrisi bagi tanaman untuk mengalami pertumbuhan.

KESIMPULAN

Dilakukan 2 macam perlakuan pada pengamatan laju pertumbuhan jagung yaitu


dengan cara non dekstruktif dan destruktif. Dengan adanya pencabutan tanaman
pada perlakuan destruktif maka akan mengurangi persaingan tanaman dalam
menyerap zat hara yang ada dalam polibag, sehingga membuat tanaman yang
lainnya lebih cepat tumbuh atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tanaman
secara non destruktif. Ada beberapa penyebab pertumbuhan jagung terhambat,
yaitu naungan, keadaan iklim yang tidak stabil. Kurva sigmoid pada perlakuan
destruktif lebih tinggi dibanding perlakuan nondestruktif, hal ini dikarenakan
tanaman pada perlakuan tersebut terdapat tanaman jagung yang dicabut sehingga
mengurangi adanya perebutan hara. Pada tanaman jagung perlakuan destruktif
pupuk laju pertumbuhannya paling tinggi. Kurva sigmoid belum membentuk
huruf S, karena pada pertumbuhan tanaman jagung belum terjadi fase stasioner
dan fase senesen (penuaan), tanaman belum menghasilkan buah. Pada praktikum
ini, tumbuhan jagung baru mencapai fase eksponensial dimana sel-sel pada
tanaman jagung aktif mebelah dan menyebabkan pertumbuhan panjang/ tinggi
tanaman akan semakin pesat.Pupuk dapat juga berpengaruh terhadap laju
pertumbuhan tanaman jagung. Karena pupuk memberikan tambahan nutrisi bagi
tanaman untuk mengalami pertumbuhan

SARAN

Pada saat melakukan pengukuran dan penimbangan berat kering dan berat basah,
sebaiknya lebih teliti. Agar tidak terjadi kesalahan hasil pengukuran maupun
penimbangan.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell. (2002). Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.


Ewusie. (1990). Ekologi Tropika. Bandung: ITB Pess.
Kaufman, d. (1975). Laboratory Experiment in Plant Physiology. New York:
Macmillan Publishing Co.
Kimbal. (1992). Tinjauan Konseptual Model Pertumbuhan dan Hasil Tegakan
Hutan. Medan: USU Digital Liberary.
Latifah, S. (2004). Tinajuan Konseptual Model Pertumbuhan dan Hasil Tegakan
Hutan. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Latunra, A. I. (2012). Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan II. Makassar:
Universitas Hasanuddin.
Menegristek, Deputi. (2000). Jagung. Jakarta: Kantor Deputi Menegristek Bidang
Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu dan Teknolog.
Mukherji, S., & Glosh, A. (2002). Plant Fisiology. New Delhi: Tata Mc-Graw.
Perwtasari, B., Tripatmasari, M., & Wasonowati, C. (2012). Pengaruh Media
Tanam dan Nutrisi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pakchoi
dengan Sistem Hidroponi. Malaysia: Universitas Negeri Malaysia.
Ramadani, B. W., Wayan, N., & Loekito. (2010). Penerapan Schnute Growth
pada Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.). Malang: Universitas
Brawijaya.
Salisbury, F., & Ross, C. (1992). Fisiologi Tumbuhan Jilid Tiga Edisi Keempat.
Bandung: ITB-Press.
Srigandono, B. (1991). Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Sujarwati, d. (2004). Perkecambahan dan Pertumbuhan Palem Jepang akibat
Perendaman Biji dalam Lumpur. Jurnal Natur Indonesia. 6(2).
Ting, I. (1987). Plant Physiology. California: Addision-Wesley Publishing
Company.
Zulkifli, T. (2012). Respon Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah Terhadap
Pemberian Kompos Jerami. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai