MUHAMMAD ABDULLAH
A24130198
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pola Pewarnaan pada
Uji Tetrazolium untuk Deteksi Vigor Benih Bawang Merah (Allium ascalonicum
L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Muhammad Abdullah
NIM A24130198
ABSTRAK
ABSTRACT
MUHAMMAD ABDULLAH
A24130198
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan karya ilmiah dengan judul
Pola Pewarnaan pada Uji Tetrazolium untuk Deteksi Vigor Benih Bawang Merah
(Allium ascalonicum L.) dapat diselesaikan dengan baik. Karya ilmiah ini
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana. Karya ilmiah ini
secara khusus bertujuan untuk memperoleh pola pewarnaan pada uji tetrazolium
untuk kriteria vigor benih bawang merah (Allium ascalonicum L.). Kegiatan
penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 hingga bulan Mei 2017 di
Laboratorium Penyimpanan dan Pengujian Mutu benih serta Laboratorium Biologi
Reproduksi dan Biofisik Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Eny Widajati, M.S. selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan
penyusunan skripsi. Terimakasih juga kepada Dr. Dewi Sukma, S.P., M.Si. selaku
dosen pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan dan nasihat
selama penyusunan skripsi, serta kepada Dr. Ir. Ketty Suketi, M.Si., Ir. Winarso
Drajad Widodo, M.S., Ph.D., Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, M.S. dan Juang Gema
Kartika, S.P., M.Si. selaku dosen teknik penulisan ilmiah yang telah membimbing
penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, kakak, adik dan
seluruh kerabat Agronomi dan Hortikultura 50 yang telah memberikan doa, kasih
sayang serta semangat sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat menjadi acuan dalam perkembangan
ilmu pengetahuan di masa depan.
Muhammad Abdullah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Hipotesis 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Budidaya Bawang Merah 2
Anatomi Benih Bawang Merah 3
Mutu Benih 3
Kemampuan Tumbuh Benih 3
Pengujian Mutu Benih 4
Uji Tetrazolium 4
METODE 5
Tempat dan Waktu Penelitian 5
Bahan dan Alat 5
Rancangan Percobaan 5
Prosedur Percobaan 6
Pengamatan Percobaan 9
Analisis Data 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Pengujian Fisiologi Benih 11
Pengujian Tetrazolium 11
Evaluasi Vigor Benih melalui Pola Pewarnaan Tetrazolium 20
KESIMPULAN DAN SARAN 21
Kesimpulan 21
Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 22
LAMPIRAN 25
RIWAYAT HIDUP 29
DAFTAR TABEL
1. Hasil sidik ragam pengaruh lot benih terhadap parameter viabilitas 11
2. Pengaruh viabilitas benih terhadap beberapa parameter viabilitas 11
melalui uji fisiologi
3. Pola pewarnaan uji tetrazolium kriteria normal kuat 12
4. Pola pewarnaan uji tetrazolium kriteria normal lemah 13
5. Pola pewarnaan uji tetrazolium kriteria abnormal 15
6. Pola pewarnaan uji tetrazolium kriteria mati 16
7. Perbandingan uji tetrazolium dengan uji fisiologi 19
8. Hasil sidik ragam pengaruh tingkat viabilitas terhadap parameter 19
kriteria pola pewarnaan uji tetrazolium
9. Pengaruh viabilitas benih terhadap pola pewarnaan normal kuat 20
10. Nilai persamaan regresi, nilai korelasi (r) antar pengujian langsung 21
dan pola kecambah normal kuat (NK), normal (N), dan TZ (NK +
NL + Ab) pada pengujian tetrazolium
DAFTAR GAMBAR
1. Hasil pewarnaan pada beberapa periode perendaman akuades dan 7
perendaman tetrazolium
2. Skarifikasi bagian testa di sisi lengkung kotiledon 7
3. Skarifikasi pelubangan daerah di sisi radikula dan kotiledon 7
4. Skarifikasi bagian testa di sisi lengkung kotiledon serta pelubangan 8
daerah di sisi radikula dan kotiledon
5. Struktur benih bawang merah dengan perbesaran 2 x 10 12
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil daya berkecambah pada 5 lot benih bawang merah 27
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis
1. Terdapat korelasi yang tinggi antara pengujian fisiologi dan uji tetrazolium,
sehingga pengujian tetrazolium dapat dijadikan indikator uji cepat vigor pada
benih bawang merah.
2. Dihasilkan pola pewarnaan yang dapat dikelompokkan sebagai standar untuk
membedakan benih yang berpotensi tumbuh menjadi kecambah normal kuat,
kecambah normal lemah, abnormal, dan mati.
TINJAUAN PUSTAKA
tempat penyimpanan khusus karena jumlahnya yang besar dan produktivitas rendah
(Sumanaratne dan Palipane, 2002).
Bahan tanam dengan cara generatif yaitu menggunakan biji botani atau true
shallot seed (TSS) yang memiliki beberapa keuntungan diantaranya kebutuhan
TSS sedikit berkisar 3-7,5 kg ha-1, biaya penyediaan lebih murah, penyimpanan
benih lebih mudah tidak diperlukan bangunan atau ruang yang besar untuk
penyimpanan benih karena ukuran TSS lebih kecil dibandingkan dengan umbi,
umur simpan benih lama, dapat ditanam saat dibutuhkan, mudah, dan murah untuk
didistribusikan, variasi mutu benih rendah dan produktivitas tinggi (Permadi,
1993). Penggunaan TSS sebagai bahan tanam mempunyai kelemahan yaitu harus
melewati masa pembibitan sehingga memerlukan biaya pembibitan dan waktu
panen yang lebih lama yaitu 121 hari setelah pindah tanam (Sumarni et al., 2005).
Mutu Benih
Mutu benih meliputi mutu genetik, fisik, dan fisiologi (Rahayu dan
Widajati, 2007). Mutu benih mencakup semua hal yang berkaitan dengan atribut
fisik, biologis, patologis dan genetis yang akan menentukan produksi tanaman.
Mutu benih sangat penting dan perlu diperhatikan karena berkaitan dengan
produktivitas tanaman di lapangan. Kemurnian secara genetik mencerminkan benih
dengan mutu genetik tertentu yang telah dideskripsikan oleh pemulia tanaman.
Mutu fisiologis benih ditentukan oleh viabilitas benih, sehingga mampu
menghasilkan tanaman yang normal (Hasanah, 2002). Mutu fisik benih berkaitan
dengan kondisi benih yang secara fisik normal dan seragam serta bebas dari
berbagai macam kotoran benih.
Viabilitas benih adalah daya tumbuh benih yang dibagi menjadi viabilitas
potensial dan vigor. Viabilitas potensial adalah kemampuan benih untuk tumbuh
normal dan berproduksi normal pada kondisi optimum. Vigor merupakan
kemampuan benih untuk tumbuh dan berproduksi normal pada kondisi sub
optimum (Widajati et al., 2013).
Faktor yang dapat mempengaruhi viabilitas benih adalah faktor genetik,
kerusakan mekanik pada bagian benih, kerusakan yang disebabkan
mikroorganisme selama masa penyimpanan benih, kondisi lingkungan seperti suhu,
kelembapan, air yang dapat mempengaruhi proses pertumbuhan benih menjadi
kecambah. Faktor-faktor tersebut menjadi penentu tingkat keberhasilan pertanaman
4
Benih bermutu dan bersertifikat diperoleh dari hasil pengujian mutu benih.
Menurut Dermawan (2007), pengujian benih bertujuan untuk mengetahui mutu
benih suatu kelompok benih. Mutu benih dicirikan oleh viabilitas atau daya hidup
benih tersebut. Viabilitas atau daya hidup benih meliputi keterangan daya
berkecambah dan kekuatan tumbuh yang dapat ditunjukkan melalui gejala
metabolisme benih atau gejala pertumbuhan benih. Menurut Widajati et al. (2013),
daya berkecambah benih adalah parameter bagi kemampuan benih untuk tumbuh
normal dan berproduksi normal pada kondisi yang optimum. Vigor benih dilihat
dari kemampuannya berkecambah serta tumbuh dan berkembang secara normal
pada kondisi yang sub optimum.
Metode pengujian benih terdiri dari metode pengujian langsung dan tidak
langsung. Metode uji langsung dilakukan dengan mengamati kepada masing-
masing individu benih, sedangkan metode uji tidak langsung dilakukan dengan cara
mengamati sekelompok benih sekaligus. Indikasi viabilitas benih terdiri dari
indikasi langsung bila yang diamati gejala pertumbuhan seperti pengujian daya
berkecambah dan indikasi tidak langsung jika viabilitas benih ditunjukkan melalui
gejala metabolisme, bentuk fisik yang semuanya tidak menunjukkan gejala
pertumbuhan seperti uji tetrazolium (Widajati et al., 2013).
Uji Tetrazolium
Pengujian tetrazolium telah dilakukan sebagai salah satu metode uji cepat
yang cukup tepat untuk menduga viabilitas benih, sehingga dengan menggunakan
metode ini dalam waktu kurang lebih 24 jam viabilitas dari suatu lot benih dapat
diduga. Menurut Sadjad (1980), metode tetrazolium dapat mengindikasikan
viabilitas berdasarkan mati atau hidupnya sel-sel pada jaringan embrio bukan
berdasarkan perkecambahan atau perrtumbuhan benih.
Proses pada uji tetrazolium merupakan pengujian biokimia dengan
menggunakan larutan 2,3,5-trifeniltetrazolium klorida yang tidak berwarna.
Senyawa tersebut diimbibisi oleh benih dan di dalam jaringan benih yang hidup dan
akan bereaksi dengan proses reduksi dalam respirasi. Aktivitas enzim
dehidrogenase akan melepaskan ion H+ dan bereaksi dengan larutan tetrazolium
membentuk endapan formazan yang berwarna merah, stabil, dan tidak larut air.
Letak dan ukuran daerah yang terwarnai serta intensitas pewarnaan (disebut pola
topografi) menentukan klasifikasi benih viabel atau nonviabel (ISTA, 2014).
Pengamatan pola topografi dilakukan pada struktur esensial embrio yaitu plumula,
radikula dan kotiledon (Dina et al., 2007). Prinsip kerja uji tetrazolium adalah
berdasarkan perbedaan warna dari benih setelah direndam dalam larutan
tetrazolium. Jaringan dalam benih hidup akan menghasilkan suatu reaksi pada
benih dengan menimbulkan warna merah, sedangkan jika tidak menimbulkan
warna menunjukan bahwa benih sudah mati (Chapman dan Lark, 2005).
METODE
Rancangan Percobaan
Yij = μ + αi + βj + εij
Keterangan :
Yij : Nilai pengaruh tingkat viabilitas benih pada taraf ke-i (i = 1, 2, 3) dan
kelompok (lot) benih pada taraf ke-j (j = 1, 2, 3)
μ : Nilai rata-rata umum
αi : Pengaruh tingkat viabilitas benih ke-i
βj : Pengaruh kelompok (lot) benih ke-j
ɛij : Pengaruh galat tingkat viabilitas benih pada taraf ke-i dan kelompok (lot)
benih pada taraf ke-j
6
Prosedur Percobaan
Pengujian Tetrazolium
Pengujian tetrazolium ini dilakukan pada setiap lot benih sebanyak 100
benih dan di ulang sebanyak 3 kali, dengan perlakuan pendahuluan pelembaban.
Pelembaban dilakukan dengan cara merendam benih selama 16 jam dalam akuades
dengan suhu 200C. Benih yang telah direndam kemudian ditiriskan dan dikering
anginkan di atas kertas. Proses selanjutnya dilakukan skarifikasi yaitu dengan
skarifikasi pemotongan testa di sisi lengkung kotiledon serta pelubangan bagian di
sisi radikula dan kotiledon.
Benih yang telah diskarifikasi kemudian direndam dengan menggunakan
larutan tetrazolium 1% pada suhu 300C selama 7 jam dalam kondisi gelap. Benih
dibelah secara melintang dan dilakukan pengamatan struktur pewarnaan
tetrazolium pada embrio benih dengan menggunakan mikroskop stereo pada
perbesaran 2 x 10.
Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih dengan Indikasi Langsung
(Uji Fisiologi)
Parameter yang diamati meliputi daya berkecambah (DB), berat kering
kecambah normal (BKKN), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT).
Pengamatan persentase benih berkecambah pertama pada hari ke-6 dan pengamatan
kedua pada hari ke-12 (ISTA, 2014). Pengecambahan benih dilakukan dengan
menggunakan metode uji di atas kertas (UDK) dengan menggunakan alat
pengecambah benih tipe IPB 73-2A. Jumlah benih yang ditanam sebanyak 100 butir
dengan 3 ulangan.
9
Pengamatan Percobaan
Keterangan :
KN 1 : Kecambah normal pada hitungan 1
KN 2 : Kecambah normal pada hitungan 2
Analisis Data
Y=a+bX
Keterangan :
Y : Nilai vigor berdasarkan uji fisiologi
A : Titik potong garis dengan sumbu Y
B : Kemiringan garis
X : Nilai vigor yang diukur dengan tetrazolium
Penelitian ini menggunakan metode analisis korelasi regresi antara nilai
vigor berdasarkan uji fisiologi dengan nilai vigor yang diukur dengan tetrazolium.
Sebagai sumbu X adalah nilai vigor yang di ukur dengan tetrazolium sedangkan
sumbu Y adalah nilai vigor berdasarkan uji fisiologi. Nilai koefisien korelasi (r)
digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara nilai vigor yang berdasarkan uji
fisiologi dengan nilai vigor yang diukur dengan tetrazolium. Nilai koefisien
korelasi mendekati 1 (r→1) menggambarkan adanya keeratan hubungan atau
korelasi antara nilai vigor berdasarkan uji fisiologi dengan nilai vigor yang diukur
dengan tetrazolium.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat viabilitas benih
berpengaruh sangat nyata terhadap seluruh parameter viabilitas benih yang di uji
yaitu DB, IV, PTM, KCT, dan BKKN. Uji lanjut pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
DB, IV, PTM, KCT, dan BKKN pada uji fisiologis dapat membedakan tingkat
viabilitas. Tingkat viabilitas V1 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan V2 dan V3
berdasarkan parameter DB, IV, PTM, KCT, dan BKKN. Tingkat viabilitas V2 nyata
lebih tinggi dibandingkan dengan V3 berdasarkan parameter DB dan PTM. Tingkat
viabilitas V2 dan V3 sama berdasarkan parameter IV, KCT, dan BKKN. Parameter
DB dan PTM menunjukkan sensitivitas tinggi untuk mengevaluasi viabilitas benih,
karena dapat membedakan 3 kriteria tingkat viabilitas pada hasil uji lanjut DMRT.
Tabel 1. Hasil sidik ragam pengaruh lot benih terhadap parameter viabilitas
Parameter viabilitas P-value
DB (%) 0,0002**
IV (%) <0,0001**
PTM (%) 0,0001**
-1
KCT (% etmal ) 0,0047**
BKKN (g) 0,0020**
Keterangan: **= berpengaruh sangat nyata berdasarkan analisis ragam pada taraf 5%, DB=
daya berkecambah, IV= indeks vigor, PTM= potensi tumbuh maksimum,
KCT= kecepatan tumbuh, BKKN= berat kering kecambah normal.
Pengujian Tetrazolium
merupakan bagian penting benih dalam menentukan jumlah nutrisi yang masuk
pada benih saat pertumbuhan embrio setelah perkecambahan (Brewster, 2008).
Hipokotil
Radikula
Endosperma
Testa
Kotiledon
Tabel 8. Hasil sidik ragam pengaruh tingkat viabilitas terhadap parameter kriteria
pola pewarnaan uji tetrazolium
Pola pewarnaan (%) P-value
NK 0,0481*
NL 0,2706tn
∑N 0,1051tn
Ab 0,3791tn
M 0,0968tn
Keterangan: NK= normal kuat, NL= normal lemah, Ab= abnormal, M= mati, ∑N= jumlah
kecambah normal (NK+NL)
Uji lanjut pada Tabel 9 menunjukkan bahwa pola pewarnaan kriteria normal
kuat dapat membedakan tingkat viabilitas. Tingkat viabilitas V1 dan V2, serta V2
20
dan V3 memiliki viabilitas yang sama berdasarkan pola pewarnaan normal kuat,
sedangkan V1 berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan V3.
Tabel 9. Pengaruh viabilitas benih terhadap pola pewarnaan normal kuat
Tingkat viabilitas %NK
V1 85,3a
V2 77,3ab
V3 64,7b
Keterangan: angka-angka pada kolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda
nyata menurut uji DMRT pada taraf α = 5%, V= tingkat viabilitas, %NK=
persentase pola pewarnaan normal kuat
Kesimpulan
Saran
Perlu dilakukan pengujian tetrazolium pada lot benih yang beragam mulai
dari tingkat viabilitas tinggi hingga rendah, dapat dilakukan dengan cara
pengusangan secara fisik maupun kimia sehingga dihasilkan pola pewarnaan yang
lebih beragam. Penelitian lanjutan mengenai teknik skarifikasi dan pemotongan
pada benih bawang merah perlu dikembangkan sehingga dapat mengurangi tingkat
kegagalan saat pemotongan pada tahap evaluasi benih bawang merah.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki R.S. 2009. Analisis kelayakan teknis dan ekonomis teknologi budidaya
bawang merah dengan benih biji botani dan benih umbi tradisional. J. Hort.
19(3):5-8.
Brewster J.L. 2008. Onion and Other Vegetable Alliums. Crop Production Science
in Horticulture, London.
Budiarti T. 2002. Kemungkinan Pengembangan Metode Uji untuk Penentuan
Viabilitas Benih Secara Tepat. Industri Benih di Indonesia. IPB Press,
Bogor.
Chapman S.R. and Lark P.C. 2005. Crop Production Principle and Practise. W.H.
Freeman Co., San Fransisco.
Copeland L.O and McDonald M.B. 2001. Principles of Seed Science and
Technology. Chapman and Hall, New York.
Dermawan M. 2007. Studi pengujian tetrazolium sebagai peubah viabilitas benih
buncis (Phaseolus vulgaris L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Dina, Widajati E., Wirawan B. dan Ilyas S. 2007. Pola topografi pewarnaan
tetrazolium sebagai tolok ukur viabilitas dan vigor benih kedelai (Glycine
max L) untuk pendugaan pertumbuhan tanaman di lapangan. J. Agron.
Indonesia. 32(2): 88-95.
Glagliardi B. and Filho J.M. 2011. Assesment of the physiological potential of bell
pepper seeds and relationship with seedling emergence. Revista Brasileira
de Sementes. 33(1): 162-170.
Hasanah M. 2002. Peran mutu fisiologik benih dan pengembangan industri benih
tanaman industri. Jurnal Litbang Pertanian. 21: 84-91.
Ilyas S. dan Widajati E. 2015. Teknik dan Prosedur Pengujian Mutu Benih. IPB
Press, Bogor.
[ISTA] International Seed Testing Association. 2014. International Rules for Seed
Testing. International Seed Testing Association, Zurich.
23
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2016. Produksi dan luas panen bawang merah
nasional tahun 2013-2015. http://www.pertanian.go.id/Data5tahun/HortiA
SEM2016(pdf)/L.%20Panen%20Bawang%20Merah.pdf [ 20 Juli 2017].
Kolasinka K., Szyrmer J. and Dul S. 2011. Relationship between laboratory seed
quality test and field emergence of common bean seed. Crop Sci. 40: 470-
475.
Leist N. 2004. Seed Vigour Determination by Means of the Topographical
Tetrazolium Test. Makalah dalam ISTA Seed Quality Assesment Training
Organised by APSA, Hanoi, Vietnam.
McDonald M.B. 1998. Seed quality assessment. J. Seed Sci. 8: 265-275.
Neto J.B.F., Krzyzanowski F.C. and Costa N.P. 1998. The Tetrazolium Test for
Soybean Seeds. Embrapa, Londrina.
Permadi A.H. 1993. Growing shallot from true seed. Research Result and Probelm
Onion Newslatter from The Tropics. 5: 35-38.
Permadi A.H. 1995. Pemuliaan bawang merah. Dalam: Sunarjono H., Suwandi,
Permadi A.H., Bahar F.A., Sulihantini S. dan Broto W. Editor. Teknologi
Produksi Bawang Merah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikutura.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Permadi A.H. dan Putrasamedja S. 1991. Penelitian pendahuluan variasi sifat-sifat
bawang merah yang berasal dari biji. Bul. Penel Hort. 20(4):120-134.
Putri P.W. 2016. Uji tetrazolium untuk evaluasi viabilitas pada benih tomat
(Solanum lycopersicum L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rahayu E. dan Widajati E. 2007. Pengaruh kemasan, kondisi ruang simpan dan
periode simpan terhadap viabilitas benih caisin (Brassica cinensis L.). Bul.
Agron. 35: 191-196.
Ridwan H., Sutapradja H. dan Margono. 1989. Daya produksi dan harga pokok
benih/biji bawang merah. Bul. Penel Hort. 17(4):1989.
Sadjad S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia,
Jakarta.
Sadjad S. 1980. Panduan Pembinaan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di
Indonesia. Lembaga Afilisi IPB, Bogor.
Shrivastava M. 2013. 2,3,5 triphenyl tetrazolium chloride as an indicator of the
viability and vigor in deed of Acacia catechu Willd. Indian J. Applied &
Pure Bio. 28(2): 245-250.
Subantoro R. dan Prabowo R. 2013. Pengkajian viabilitas benih dengan
tetrazolium test pada jagung dan kedelai. Mediagro. 9(2):1-8.
Suherman R. dan Basuki R.S. 1990. Strategi pengembangan luas usahatani bawang
merah di Jawa Barat, tinjauan dari segi biaya usahatani terendah. Bul. Penel
Hort. 18(1):11-18.
Sumanaratne J.P. and Palipane W.M.U. 2002. Feasibility of small onion (Allium
cepa L. Aggregatum Group) cultivation from true seeds. Annals of the Sri
Lanka Departement of Agriculture. 4 : 39-46
Sumarni N., Sumiati E. dan Suwandi. 2005. Pengaruh kerapatan tanaman dan
aplikasi zat pengatur tumbuh terhadap prosuksi umbi bibit bawang merah
asal biji kultivar Bima. J. Hort. 15(3) : 208-214.
Walpole R.E. 1992. Pengantar Statistik. Bambang S. penerjemah. Introduction to
Ststistic 3rd Edition. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
24
Widajati E., Murniati E., Palupi E.R., Kartika T., Suhartanto M.R. dan Qadir A.
2013. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. IPB Pr., Bogor.
LAMPIRAN
27