Anda di halaman 1dari 48

i

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JINTAN HITAM


(Nigella sativa L.) PADA POLA TANAM TUMPANGSARI
DENGAN KUBIS DAN WORTEL

NABILAH P ABA A I AINI


A24140017

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER


INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan dan


Produksi Jintan Hitam (Nigella sativa L.) pada Pola Tanam Tumpangsari dengan
Kubis dan Wortel adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2018

Nabi ah P aba a i Ai i
NIM A24140017
i

ABSTRAK

NABILAH PRABAWATI AINI. Pertumbuhan dan Produksi Jintan Hitam


(Nigella sativa L.) pada Pola Tanam Tumpangsari dengan Kubis dan Wortel.
Dibimbing oleh ANI KURNIAWATI.

Jintan hitam (Nigella sativa L.) adalah tanaman herbal yang bermanfaat
sebagai obat dan rempah. Jintan hitam belum banyak dibudidayakan di Indonesia
karena perbedaan habitat. Pengembangan dan penelitian mengenai tanaman jintan
hitam lebih banyak dilakukan di daerah dataran tinggi, namun terkendala dengan
tanaman lain yang sudah dibudidayakan seperti tanaman sayur sehingga
dibutuhkan cara untuk melakukan budidaya tanaman jintan hitam dan tetap
mendapatkan keuntungan dari tanaman budidaya lain, dengan menanam secara
tumpangsari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan
produksi tanaman jintan hitam yang ditumpangsarikan dengan wortel dan kubis.
Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan kelompok lengkap teracak
dua faktor yaitu jarak tanam (15 cm x 15 cm, 20 cm x 15 cm, 30 cm x 15 cm) dan
pola tanam (monokultur dan tumpangsari). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan jarak tanam 15 cm x 15 cm dan pola tanam monokultur memberikan
hasil yang terbaik pada pertumbuhan tanaman jintan hitam, bobot biji per
tanaman, bobot 100 biji, produktivitas, panjang kapsul, diameter kapsul, jumlah
kapsul per tanaman, dan jumlah biji per kapsul. Nilai nisbah kesetaraan lahan
pada pola tanam tumpangsari jintan hitam dengan wortel maupun kubis memiliki
hasil yang saling menguntungkan.

Kata kunci: habbatussauda, jintan hitam, kubis, tumpangsari, wortel


i

ABSTRACT

NABILAH PRABAWATI AINI. Growth and Production of Black Cumin


(Nigella sativa L.) on Intercropping with Cabbage and Carrot. Supervised by ANI
KURNIAWATI.

Black cumin (Nigella sativa L.) is an herbaceous plant that is useful as a


medicine and spice. Black cumin has not been widely cultivated in Indonesia due
to habitat differences. The development and research about black cumin is mostly
done in highlands, however constrained by other cultivation plants such as
vegetable crops, so needed a way to cultivate black cumin plants and still have the
advantage of other cultivation plants by planting intercropping. The purpose of
this study is to determine the growth and production of black cumin plants
intercropped with cabbage and carrot. The experimental design was arranged in
randomized complete block design in two factors, namely plant spacing (15 cm x
15 cm, 20 cm x 15 cm, 30 cm x 15 cm) and cropping patterns (monoculture and
intercropping). The results showed that the treatment of plants spacing of 15 cm x
15 cm and monoculture planting patterns can increase the growth of black cumin
plants, seed weight per plant, weight of 100 seeds, productivity, capsule length,
capsule diameter, number of capsules per plant, and number of seeds per capsule.
The value of the land equality ratio (LER) in the cropping pattern of black cumin
intercropping with carrots and cabbages has mutually beneficial results.

Keyword: black cumin, cabbage, carrots, habbatussauda, intercropping


i

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JINTAN HITAM


(Nigella sativa L.) PADA POLA TANAM TUMPANGSARI DENGAN
KUBIS DAN WORTEL

NABILAH P ABA A I AINI


A24140017

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
i

Judul : Pertumbuhan dan Produksi Jintan Hitam (Nigella sativa L.)


pada Pola Tanam Tumpangsari dengan Kubis dan Wortel
Nama : Nabilah Prabawati Aini
NIM : A24140017

Disetujui oleh

Dr. Ani Kurniawati, S.P., M.Si.


Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si.


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
ii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penelitian yang berjudul Pertumbuhan dan
Produksi Jintan Hitam (Nigella sativa L.) pada Pola Tanam Tumpangsari dengan
Kubis dan Wortel dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ayah, mamah, Salsa, Kayysa serta seluruh keluarga atas do a, dukungan
dan kasih sayang yang diberikan.
2. Dr. Ani Kurniawati, S.P., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan masukan serta bimbingan selama penelitian dan penyelesaian
skripsi.
3. Prof. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, M.S. selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan masukan pada saat ujian akhir skripsi.
4. Anggi Nindita S.P., M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan saran, bimbingan, serta nasehat kepada penulis selama masa
studi di Departemen Agronomi dan Hortikultura.
5. Bapak Nana dan seluruh staf Kebun Percobaan Pasir Sarongge atas bantuan
teknis di lapangan.
6. Teman-teman AGH 51 (Azalea) yang telah memberikan motivasi dan
membantu penulis selama penelitian dan masa studi di Departemen
Agronomi dan Hortikultura.
7. Ayus, Rizka, Yeni, dan Witri yang selalu memberi semangat dan bantuan
kepada penulis dalam segala hal.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
memberikan informasi serta menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.

Bogor, Oktober 2018

Nabi ah P aba a i Ai i
iii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Hipotesis 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Deskripsi Jintan Hitam 2
Budidaya Jintan Hitam 3
Manfaat dan Kandungan Jintan Hitam 4
Tumpangsari 4
Kubis 5
Wortel 6
METODE PENELITIAN 6
Tempat dan Waktu 6
Bahan dan Alat 6
Rancangan Percobaan 7
Analisis Data 7
Prosedur Percobaan 8
Pengamatan Percobaan 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Kondisi Umum 10
Fase Vegetatif 13
Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, dan Jumlah Cabang 13
Fase Generatif 15
Umur Berbunga dan Jumlah Bunga Antesis 15
Jumlah Kapsul per Tanaman dan Jumlah Kapsul Hampa 16
Panjang Kapsul, Diameter Kapsul, dan Jumlah Folikel 17
Bobot Biji per Tanaman, Bobot 100 Biji, dan Produktivitas 18
Produksi Kubis dan Wortel 19
Diameter, Bobot Kubis per Tanaman, dan Produktivitas 19
Panjang Umbi, Diameter Umbi, Bobot Segar Umbi per Tanaman,
dan Produktivitas 20
Produktivitas Lahan 21
KESIMPULAN DAN SARAN 22
Kesimpulan 22
Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 23
LAMPIRAN 27
RIWAYAT HIDUP 32
ix

DAFTAR TABEL

1. Perlakuan Percobaan 7
2. Pengaruh jarak tanam dan pola tanam terhadap tinggi tanaman 13
jintan hitam
3. Pengaruh jarak tanam dan pola tanam terhadap jumlah daun 14
tanaman jintan hitam
4. Pengaruh jarak tanam dan pola tanam terhadap jumlah cabang 15
tanaman jintan hitam
5. Umur berbunga dan jumlah bunga antesis tanaman jintan hitam 16
pada perlakuan jarak tanam dan pola tanam
6. Jumlah kapsul per tanaman dan jumlah kapsul hampa tanaman 17
jintan hitam pada perlakuan jarak tanam dan pola tanam
7. Panjang kapsul, diameter kapsul, dan jumlah folikel tanaman jintan 18
hitam pada perlakuan jarak tanam dan pola tanam
8. Bobot 100 biji, bobot biji per tanaman, dan produktivitas tanaman 19
jintan hitam pada perlakuan jarak tanam dan pola tanam
9. Pengukuran diameter, bobot per tanaman, dan produktivitas 20
tanaman kubis pada perlakuan pola tanam
10. Pengukuran panjang umbi, diameter umbi, bobot umbi per 21
tanaman, dan produktivitas tanaman wortel pada perlakuan pola
tanam
11. Nilai nisbah kesetaraan lahan tumpangsari jintan hitam dengan 22
wortel dan kubis

DAFTAR GAMBAR

1. Siklus pertumbuhan tanaman jintan hitam 11


2. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman jintan hitam 12
3. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman kubis 12
4. Perbedaan biji pada jintan hitam 17
5. Macam-macam jumlah folikel pada kapsul jintan hitam 18

DAFTAR LAMPIRAN

1. Layout percobaan 29
2. Rekapitulasi sidik ragam 31
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jintan hitam (Nigella sativa L.) merupakan tanaman yang berasal dari
wilayah Mediterania, kemudian tumbuh dan menyebar ke Afrika bagian utara,
Asia Timur, dan Eropa bagian selatan. Berdasarkan iklim dan kondisi tanah,
budidaya jintan hitam dapat tumbuh subur di negara-negara Timur Tengah,
Mediterania, dan Asia Selatan. Tanaman jintan hitam termasuk ke dalam famili
Rununculaceae. Jintan hitam merupakan tanaman semusim yang sudah
dibudidayakan di Arab, India dan sudah di introduksi ke beberapa negara di benua
Eropa, Asia, dan Africa (Lim, 2013).
Biji jintan hitam memiliki kandungan bahan aktif thymoquinone,
thymohydroquinone, dithymoquinone, dan p-cymene, selain itu biji jintan hitam
mengandung protein, lemak, karbohidrat, serat, vitamin dan mineral (Sultana et
al., 2015). Thymoquinone termasuk senyawa bioaktif yang berasal dari golongan
terpenoid yaitu monoterpen. Menurut Salem (2005) thymoquinone berpotensi
sebagai imun yang berhubungan dengan antitoksik, antihistamin, antimikroba, dan
juga sebagai antikanker.
Jintan hitam masih banyak diimpor untuk keperluan di industri jamu dan
obat, pelumatan buah-buahan, kecap, dan bumbu masak dalam industri besar
maupun menengah. Impor jintan hitam berasal dari India, Mesir, dan negara timur
tengah lainnya. Total impor tiap tahunnya mencapai 510,003 kg (Wahyuni, 2009).
Produk jintan hitam banyak dijual di Indonesia dalam bentuk serbuk dan minyak
yang dikemas dalam kapsul dan dikenal masyarakat dengan nama
Habbatussauda (Suryadi, 2014).
Jintan hitam di Indonesia sendiri belum banyak dibudidayakan, karena
termasuk tanaman introduksi yang adaptasi dan teknik budidaya belum banyak
diketahui. Pengembangan tanaman jintan hitam hanya di wilayah tertentu dengan
ketinggian > 700 m dpl, namun dengan karakter agronomis yang dimiliki,
tanaman ini potensial untuk dapat dikembangkan di Indonesia karena siklus
tumbuh yang relatif pendek (± 3 bulan) (Suryadi, 2016). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Ridwan (2014) tanaman jintan mampu menyelesaikan siklus
hidupnya di dataran tinggi Manoko Lembang dengan ketinggian 1301.5 m dpl.
Menurut Asobah (2017) dan Putra (2017) tanaman jintan yang ditanam di Kebun
Percobaan Pasir Sarongge, Cianjur pada ketinggian 1,117 m dpl dapat
menyelesaikan siklus hidupnya selama 105 hari. Berdasarkan hal tersebutlah
pengembangan dan penelitian mengenai tanaman jintan hitam lebih banyak
dilakukan di daerah dataran tinggi, namun dalam hal budidaya masih terkendala
karena bersaing dengan tanaman-tanaman lain yang sudah dibudidayakan di
dataran tinggi seperti tanaman sayur yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup
tinggi, sehingga dibutuhkan sebuah cara untuk melakukan budidaya tanaman
jintan hitam dan tetap mendapatkan keuntungan dari tanaman budidaya lain, yaitu
dengan penanaman secara tumpangsari.
Lahan pertanian yang semakin berkurang dan beralih fungsi menyebabkan
kesulitan dalam kegiatan bercocok tanam skala luas sehingga berpengaruh
terhadap pendapatan petani (Hermawati, 2016). Keterbatasan lahan tersebut
2

membuat petani memikirkan cara lain agar dapat meningkatkan pendapatannya,


salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menanam secara tumpangsari.
Menurut Setiawan (2009) tumpangsari merupakan salah satu program
intensifikasi pertanian yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk
melipatgandakan hasil pertanian. Hasil yang maksimal dapat diperoleh dengan
memilih tanaman yang mampu memanfaatkan ruang dan waktu seefisien mungkin
serta dapat menurunkan pengaruh kompetitif. Menurut Adiyoga (2004) pola
tanam tumpangsari memiliki keuntungan yang cukup banyak yang tidak ada pada
pola tanam monokultur seperti dapat mengatur populasi tanaman sesuai yang
dikehendaki, dalam satu areal terdapat berbagai komoditas, peluang memperoleh
hasil lebih banyak, kombinasi tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis serta
menekan jumlah hama dan penyakit.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui pertumbuhan dan produksi tanaman


jintan hitam yang ditumpangsarikan dengan tanaman kubis dan wortel.

Hipotesis

1. Pertumbuhan dan produksi jintan hitam tumpang sari berbeda dengan


monokulturnya.
2. Pola tanam tumpang sari antara tanaman sayur dan jintan hitam
menghasilkan nisbah kesetaraan lahan (NKL) yang lebih tinggi
dibandingkan pola tanam monokulturnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Jintan Hitam

Jintan hitam (Nigella sativa L.) termasuk ke dalam tanaman famili


Rununculaceae. Jintan hitam merupakan tanaman semusim yang sudah
dibudidayakan di Arab, India dan sudah diintroduksi ke beberapa negara di benua
Eropa, Asia, dan Africa (Lim, 2013). Jintan hitam memiliki karakter agronomis
yang potensial untuk dapat dikembangkan karena siklus tumbuh yang relatif
pendek (± 3 bulan), kecilnya kerusakan benih dan rendah terhadap serangan
penyakit (Suryadi, 2016).
Jintan hitam memiliki sistem perakaran tunggang. Akar akan terus tumbuh
hingga membentuk akar-akar yang lebih kecil. Batangnya bulat berwarna hijau
dengan permukaan berambut halus berwarna putih. Batangnya bercabang dengan
tipe percabangan simpodial, dimana batang pokok sulit ditemukan akibat
pertumbuhannya kalah cepat dengan pertumbuhan cabang. Cabang jintan hitam
terbagi menjadi cabang primer dan sekunder. Letak daun jintan hitam berseling
dan daun pada pangkal batang daun menyerupai tangkai daun dan helaian daun,
tetapi semakin ke atas daun hanya membentuk helaian daun, sehingga daun jintan
hitam termasuk daun yang tidak lengkap. Bentuk daun berbagi menyirip
(pinnatipartitus) dimana tepi berbagi dengan susunan tulang yang menyirip. Lebar
3

daun antara 1.8 cm – 4.6 cm dan panjang daun antara 2.7 cm – 6.4 cm dengan luas
daun antara 0.26 cm2 – 3.72 cm2. Daun jintan berwarna hijau dan terdapat bulu
halus berwarna putih dipermukaan daun.
Tanaman jintan hitam termasuk tanaman yang mempunyai bunga banyak
dan bunga terletak pada ujung batang. Bunga jintan hitam termasuk bunga
hermaphrodit, yaitu bunga yang mempunyai benang sari (alat kelamin jantan) dan
putik (alat kelamin betina) dalam satu bunga. Putik pada bunga jintan hitam
terletak lebih tinggi daripada benang sari. Proses penyerbukan tangkai putik
melengkung ke bawah mendekati benang sari sehingga kepala putik bersentuhan
dengan kepala benang sari (Suryadi, 2014).

Budidaya Jintan Hitam

Jintan hitam merupakan tanaman yang berasal dari Mediterania, kemudian


tumbuh dan menyebar ke Afrika bagian utara, Asia Timur, dan Eropa bagian
selatan. Beberapa dekade terakhir, jintan hitam juga dapat ditemui di Eropa
Timur, Amerika bagian utara, dan Afrika Selatan. Tanaman jintan hitam di daerah
tropika mampu tumbuh dan menyelesaikan siklus hidupnya secara lengkap di
dataran tinggi Manoko Lembang pada ketinggian tempat 1301.5 m dpl (Ridwan,
2014). Menurut penelitian Herlina et al. (2015) benih jintan hitam dapat tumbuh
dan dapat menyelesaikan siklus hidup hingga berproduksi dan membutuhkan
satuan panas sebesar 2070.25 oC, pada ketinggian 220 m dpl dengan kisaran suhu
minimal 18-22 oC dan suhu maksimal 36-42 oC di dataran rendah wilayah tropis.
Tanaman jintan hitam diperbanyak menggunakan biji yang dapat ditanam
langsung dengan cara ditebar di lapang atau melalui penyemaian terlebih dahulu
baru kemudian dipindah tanam. Masyarakat Iran pada umumnya menggunakan
sistem tanam dengan tebar langsung di lapang dengan kebutuhan benih per
hektarnya adalah 20-30 kg, jarak antar baris yang digunakan adalah 25-40 cm dan
jarak dalam baris 15 cm. Penanaman jintan hitam dapat dilakukan secara
monokultur maupun tumpangsari. Tanaman tumpangsari yang biasa digunakan
adalah tanaman gandum atau barley, menyesuaikan dengan kondisi iklim dan
tanaman yang tumbuh di negara tersebut (Ghouzhdi, 2010). Menurut Toncer dan
Kizil (2004) penggunaan benih sebanyak 10 kg ha-1 dapat menghasilkan produksi
yang lebih tinggi dari luas unit untuk tanaman jintan hitam.
Jintan hitam tidak selalu membutuhkan irigasi karena termasuk kedalam
tanaman daerah kering dan pertumbuhannya akan bermasalah jika terkena hujan
yang cukup tinggi, namun ketersediaan air (jumlah) dan waktu pemberian air akan
memberikan efek terhadap pertumbuhan, kemunculan bunga, pemasakan,
kandungan minyak dan bahan aktifnya (Ghouzhdi, 2010).
Menurut penelitian Putra (2017) penggunaan pupuk N dengan dosis 120 kg
ha-1 pada jintan hitam aksesi NS-US-16 dapat menghasilkan produktivitas sebesar
763.61 kg ha-1 dengan bobot biji per tanaman sebesar 7.53 g. Menurut
Widayatmoko (2018) pemupukan jintan hitam dengan dosis pupuk N sebanyak
240 kg ha-1 memberikan hasil lebih baik terhadap pertumbuhan tanaman dan
produktivitasnya. Menurut Malhotra dan Vashishtha (2008) pupuk dosis 50-60 kg
N ha-1, 25-30 kg P2O5 ha-1, 20-25 kg K2O ha-1 dapat meningkatkan hasil biji,
jumlah biji per kapsul, dan kandungan minyak atsiri. Menurut Asobah (2017)
penggunaan kapur sebanyak 4,000 kg ha-1 dapat meningkatkan pH tanah, tinggi
4

tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, waktu berbunga hingga bunga antesis.
Penambahan pupuk hayati pada tanaman jintan hitam berpengaruh terhadap waktu
berbunga, semakin tinggi dosisnya maka waktu berbunga semakin lama.

Manfaat dan Kandungan Jintan Hitam

Jintan hitam (Nigella sativa L.) termasuk tanaman rempah sekaligus obat
yang memiliki banyak manfaat. Biji dan minyak jintan hitam dimanfaatkan
masyarakat Arab sebagai bahan masakan untuk penambah rasa, bahan penyegar,
dan obat-obatan (Paarakh, 2010).
Biji jintan hitam memiliki kandungan bahan aktif thymoquinone,
thymohydroquinone, dithymoquinone, dan p-cymene, selain itu biji jintan hitam
mengandung protein, lemak, karbohidrat, serat, vitamin dan mineral (Sultana et
al., 2015). Jintan hitam digunakan sebagai obat herbal hampir diseluruh dunia
terutama negara-negara dibagian timur, Eropa, dan Asia. Tanaman ini dapat
menyembuhkan berbagai penyakit seperti asma, bronkitis, diabetes, hipertensi,
rematik, obesitas, kanker dan penyakit lainnya (Lim, 2013).
Thymoquinone merupakan salah satu senyawa yang paling banyak
terkandung pada tanaman jintan hitam sekitar 30%-48% (Sultana et al., 2015).
Thymoquinone termasuk senyawa bioaktif yang berasal dari golongan terpenoid
yaitu monoterpen. Menurut Salem (2005) thymoquinone berpotensi sebagai imun
yang berhubungan dengan antitoksik, antihistamin, antimikroba, dan juga sebagai
antikanker.

Tumpangsari

Sistem pola tanam tumpangsari merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan untuk memanfaatkan lahan secara optimum sekaligus dapat
meningkatkan produktivitas lahan. Sistem tanam ini menggabungkan beberapa
jenis tanaman yang sengaja dikombinasi untuk menghasilkan interaksi yang
menguntungkan. Menurut Adiyoga (2004) pola tanam tumpangsari memiliki
keuntungan yang cukup banyak yang tidak ada pada pola tanam monokultur
seperti dapat mengatur populasi tanaman sesuai yang dikehendaki, dalam satu
areal terdapat berbagai komoditas, peluang memperoleh hasil lebih banyak,
kombinasi tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis serta menekan jumlah
hama dan penyakit.
Tumpangsari merupakan salah satu program intensifikasi pertanian yang
dapat digunakan sebagai alternatif melipatgandakan hasil pertanian, terutama
daerah-daerah yang kurang produktif. Hasil yang maksimal dapat diperoleh
dengan memilih tanaman yang mampu memanfaatkan ruang dan waktu seefisien
mungkin, serta dapat menurunkan pengaruh kompetitif antar tanaman (Setiawan,
2009). Komoditas sayuran paling banyak diusahakan secara tumpangsari seperti
kentang, kubis, petsai, cabai, tomat, kacang merah, bawang daun, wortel dan
buncis. Evaluasi sistem pertanaman tumpangsari berkisar 1.13 – 2.10 dengan total
produktivitas sistem tumpangsari 47% lebih tinggi dibandingkan sistem
monokultur (Adiyoga, 2004).
Lithourgidis et al. (2011) menyatakan bahwa kegiatan tumpangsari
memberikan manfaat pada hasil produksi yang lebih baik dan meningkatkan
5

kesuburan tanah melalui fiksasi nitrogen. Hal-hal yang perlu diperhatikan supaya
kegiatan tumpangsari ini tercapai adalah penggabungan antar tanaman yang
memiliki kemampuan perakaran yang berbeda, stuktur kanopi atau tajuk tanaman,
tinggi tanaman, dan kebutuhan nutrisi tanaman.
Hasil produksi dan komponen produksi dipengaruhi oleh rasio tanam.
Tanaman jintan hitam yang ditanam secara tumpangsari dengan kacang arab
(Cicer arietinum L.) dengan rasio tanam 100% jintan hitam dan 10% kacang arab
dapat meningkatkan pendapatan para petani dan efisiensi penggunaan lahan
(Rezaei-Chiyaneh dan Gholinezhad, 2015). Menurut penelitian Rezaei-Chiyaneh
(2016) jintan hitam yang ditumpangsarikan dengan basil dan kacang-kacangan
memberikan NKL lebih tinggi dibandingkan dengan pola monokulturnya.
Persentase kandungan minyak pada jintan hitam juga lebih tinggi dibandingkan
dengan pola monokulturnya. Tanaman jintan hitam juga dapat ditumpangsarikan
dengan kunyit dan saffron, menurut Gorbani dan Koocheki (2017) jintan hitam
yang digunakan sebagai tanaman sela pada tanaman kunyit memberikan hasil
yang cukup baik pada produksi rimpang kunyit.

Kubis

Kubis (Brassica oleracea L.) atau yang lebih dikenal dengan sebutan kol
merupakan tanaman yang berasal dari subtropik yaitu Eropa dan Mediterrania
(Rukmana, 1994). Tanaman kubis merupakan tanaman semusim yang termasuk
dalam famili Brassicaceae. Daun berbentuk bulat telur sampai lonjong dan lebar.
Perakaran agak dangkal, tunggang dan bercabang, memiliki banyak akar serabut.
Kubis mengandung protein, Vitamin A, Vitamin C, Vitamin B1, Vitamin B2, dan
Niacin (Setiawati et al., 2007).
Kubis dapat tumbuh pada dataran rendah hinggi dataran tinggi dengan tanah
yang mengandung humus, gembur, porus, pH tanah sekitar 6-7, dan dapat ditanam
sepanjang tahun dengan pemeliharaan secara intensif (Edi dan Bobihoe, 2010).
Kubis dapat ditanam secara monokultur maupun tumpangsari dengan bawang
daun, tomat, dan tanaman sayuran lainnya pada dataran tinggi dengan ketinggian
800 – 2,000 m dpl dan di dataran rendah dengan ketinggian 200 m dpl (Setiawati
et al., 2007). Menanam kubis dimulai dengan menyemai benih yang sebelumnya
telah direndam selama ± 2 jam, kemudian dikeringkan. Media tanam yang
digunakan untuk persemaian adalah campuran tanah dan pupuk organik yang
kemudian ditutup dengan daun pisang. Bibit yang siap tanam adalah yang
berumur 3-4 minggu atau sudah memiliki 4-5 helai daun (Edi dan Bobihoe, 2010).
Menurut penelitian Setyowati et al. (2013) tanaman kubis yang ditanam
secara tumpangsari dengan bawang daun memiliki hasil NKL (Nilai Kesetaraan
Lahan) sebesar 2.68 sehingga lebih menguntungkan menggunakan pola tanam
tumpangsari dibandingkan monokultur. Menurut Eldriadi (2011) tanaman kubis
yang ditumpangsarikan dengan tomat dapat menekan perkembangan parasitoid C.
pavonana dan P. xylostella begitu pula dengan tanaman cabai yang dapat
menekan populasi P. xylostella.
6

Wortel

Wortel (Daucus carota L.) merupakan tanaman sayuran umbi biennial dari
famili Umbelliferae yang berbentuk semak. Tanaman wortel dapat tinggi tegak
mulai dari 30 cm – 100 cm. Daunnya majemuk menyirip ganda dua atau tiga,
memiliki anak daun berbentuk lanset. Batang pendek seolah-olah tidak ada.
Umbinya bervariasi tergantung varietas atau kultivarnya (Rukmana, 1995).
Wortel tumbuh optimum pada suhu 15-21 oC yang cocok untuk
pertumbuhan akar dan bagian atas tanaman. Wortel membutuhkan drainase yang
baik, kaya bahan organik dan subur pada ketinggian 1,200-1,500 m dpl, pH 5-8
dengan kelembaban tanah yang cukup agar dapat tumbuh seragam. Penanaman
wortel dilakukan dengan cara disebar langsung di lahan, perlakuan persemaian
tidak dilakukan karena saat pemindahan dapat terjadi kerusakan perakaran
sehingga pertumbuhan tanaman tidak baik (Setiawati et.al., 2007).
Varietas wortel cukup banyak, biasanya pengelompokkan didasarkan pada
bentuk umbi. Terdapat 3 kelompok yaitu imperator (umbi bulat panjang dan
meruncing), chantenay (umbi bulat panjang ujung tumpul), dan nantes atau
peralihan antara tipe imperator dan chantenay (Rukmana, 1995). Pemeliharaan
tanaman wortel diperlukan agar mendapat hasil umbi yang sesuai, salah satu
caranya adalah melakukan penyiangan. Penyiangan dilakukan agar tidak terjadi
perebutan unsur hara, air, sinar matahari, dan ruang tumbuh. Menurut Sobari dan
Fathurohman (2017) interval penyiangan pada tanaman wortel berpengaruh
terhadap hasil produksi. Penyiangan sebanyak 3 kali direkomendasikan untuk
dilakukan karena menghasilkan tanaman wortel yang lebih tinggi.
Wortel digolongkan kedalam 3 kelas mutu berdasarkan SNI, yaitu kelas
super, kelas 1 dan kelas 2. Mutu kelas super memiliki panjang 23 cm – 25 cm
dengan diameter > 4 cm. Mutu kelas 1 memiliki panjang umbi 12 cm – 22 cm
dengan diameter 3 cm – 4 cm. Mutu kelas 2 juga memiliki panjang umbi 8 cm –
14 cm, dan diameter 2 cm – 3 cm (BSN, 2004).

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu

Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Pasir Sarongge, Cianjur, Jawa


Barat dengan ketinggian tempat ± 1,000 m dpl pada bulan April hingga September
2018.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah ini benih jintan hitam aksesi NS-US-16 dari
Amerika Serikat, benih wortel varietas lokal Cipanas, bibit kubis varietas
Grand11, PGPR (Plant growth promoting rhizobacteria), insektisida karbofuran,
fungisida, bakterisida, pupuk Urea, SP-36, KCl, pupuk kandang, kapur pertanian.
Alat yang digunakan adalah alat pertanian, plastik UV, bambu, ajir, alat
tulis, penggaris, meteran, timbangan, dan alat dokumentasi.
7

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan kelompok lengkap


teracak (RKLT) 2 faktor yaitu terdiri dari pola tanam dan jarak antar baris.
Perlakuan kedua faktor disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perlakuan percobaan


Kode
Keterangan
perlakuan
J1 Monokultur jintan hitam jarak tanam 15 cm x 15 cm
J2 Monokultur jintan hitam jarak tanam 20 cm x 15 cm
J3 Monokultur jintan hitam jarak tanam 30 cm x 15 cm
W Monokultur wortel jarak tanam 60 cm
K Monokultur kubis jarak tanam 60 cm x 50 cm
WJ1 Tumpangsari wortel dan jintan hitam jarak tanam 15 cm x 15 cm
WJ2 Tumpangsari wortel dan jintan hitam jarak tanam 20 cm x 15 cm
WJ3 Tumpangsari wortel dan jintan hitam jarak tanam 30 cm x 15 cm
KJ1 Tumpangsari kubis dan jintan hitam jarak tanam 15 cm x 15 cm
KJ2 Tumpangsari kubis dan jintan hitam jarak tanam 20 cm x 15 cm
KJ3 Tumpangsari kubis dan jintan hitam jarak tanam 30 cm x 15 cm

Masing-masing satuan percobaan diulang sebanyak 4 kali, sehingga terdapat


44 satuan percobaan dengan masing-masing petak berukuran 1.5 m x 1.5 m
dengan jarak antar petak 50 cm. Penggambaran tata letak tanaman pada masing-
masing perlakuan dilampirkan pada Lampiran 1. Pengamatan dilakukan pada 5
tanaman contoh disetiap satuan percobaan. Model Matematika yang digunakan
adalah :

Yijk = µ + i + j +( )ij + k + ijk

Keterangan : Yijk = nilai pengamatan pada pola tanam ke-i, jarak baris ke-j
dan ulangan ke-k
µ = rataan umum
i = pengaruh pola tanam ke-i i = monokultur, tumpangsari
j = pengaruh jarak antar baris ke-j j = 1,2,3
ij = pengaruh interaksi pola tanam dan jarak tanam
k = pengaruh kelompok
ijk = pengaruh acak percobaan pola tanam ke-i, jarak baris
ke-j dan ulangan ke-k

Analisis Data
Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji F pada taraf nyata = 5%.
Perlakuan yang berpengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada taraf = 5%.
8

Prosedur Percobaan

Persiapan bahan tanam


Benih jintan hitam direndam terlebih dahulu menggunakan larutan PGPR
(Plant-growth promoting rhizobacteria) sebanyak 1 g l-1 kurang lebih selama 12
jam untuk memacu pertumbuhan tanaman, benih kemudian ditiriskan. Benih
wortel direndam dalam air hangat untuk mencegah perkembangan patogen tular
benih. Jumlah benih jintan hitam yang diperlukan sebanyak 30 kg ha-1, benih
wortel yang diperlukan sebanyak 5 kg ha-1.

Persiapan lahan
Lahan penanaman seluas 200 m2 dibersihkan dari gulma dan dibagi menjadi
44 petak dengan masing-masing petak berukuran 1.5 m x 1.5 m dengan jarak antar
petak 50 cm. Lahan kemudian diberi pupuk kandang sebanyak 15 ton ha-1 dan
kapur pertanian sebanyak 4,000 kg ha-1 (Asobah, 2017). Persiapan lahan
dilakukan 2 minggu sebelum pelaksanaan penanaman. Lahan yang akan
digunakan untuk menanam kubis diberi persiapan tambahan yaitu dengan
mengangkat lapisan top soil dan mengganti dengan campuran tanah, pupuk
kandang sebanyak 1 kg per lubang tanam. Hal tersebut dilakukan untuk
meminimalisir tanaman kubis terserang penyakit akar gada.

Penanaman
Benih jintan hitam yang sudah direndam kemudian ditanam secara langsung
pada lubang tanam sesuai dengan perlakuan jarak tanam dengan jumlah benih per
lubang sebanyak 2 benih. Benih wortel yang sudah direndam kemudian ditanam
secara alur dengan jarak antar alur sebesar 60 cm. Bibit kubis yang sudah siap
tanam, ditanam dengan jarak tanam 60 cm x 50 cm.

Pemeliharaan tanaman
a. Penyiraman dilakukan saat pagi dan sore hari.
b. Pemupukan
Kebutuhan pupuk tanaman jintan hitam adalah 533 kg ha-1 Urea, 250
kg ha-1 KCl, dan 436 kg ha-1 SP-36 yang diaplikasikan sebanyak 2 kali
yaitu ½ dosis untuk urea dan KCl, dan keseluruhan untuk SP-36 sebagai
pupuk dasar pada 4 minggu setelah tanam (MST) dan ½ dosis lagi saat 8
MST (Widyatmoko, 2018).
Kebutuhan pupuk tanaman wortel adalah Urea 100 kg ha-1, KCl 30 kg
ha , dan SP-36 100 kg ha-1 yang diaplikasikan sebanyak 3 kali setelah
-1

kegiatan penyiangan gulma (Setiawati et.al., 2007).


Kebutuhan pupuk tanaman kubis adalah Urea 100 kg ha-1, KCl 200 kg
ha-1, dan SP-36 250 kg ha-1 yang diaplikasikan sebanyak 2 kali yaitu ½
dosis sebagai pupuk dasar pada awal tanam dan ½ dosis lagi saat 4 MST
(Setiawati et.al., 2007).
c. Pengajiran dilakukan pada 6 MST untuk mencegah tanaman jintan hitam
supaya tidak rebah.
d. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara mencabut gulma yang ada
disekitar tanaman.
9

e. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan optional dengan menggunakan


insektisida.

Pemanenan
Pemanenan jintan hitam dilakukan secara bertahap, dimulai pada saat
tanaman berumur 13 MST. Kapsul yang telah memenuhi kriteria panen adalah
kapsul yang sudah berwarna coklat dan kering. Pemanenan dilakukan dengan
memotong bagian tangkai menggunakan gunting dan diletakkan didalam plastik.
Pemanenan kubis dilakukan pada umur 12 MST saat krop kubis sudah
berukuran besar dan padat. Pemanenan wortel dilakukan pada umur 14 MST.

Pengamatan Percobaan

A. Komponen Pertumbuhan dan produksi jintan hitam

1. Tinggi tanaman. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setiap minggu sejak


tanaman berumur 5 MST. Pengukuran dilakukan dari pangkal batang hingga
titik tumbuh.
2. Jumlah daun. Pengamatan jumlah daun dilakukan setiap minggu sejak
tanaman berumur 5 MST. Pengamatan dilakukan dengan menghitung
jumlah daun yang telah terbuka sempurna pada setiap tanaman.
3. Jumlah cabang. Pengamatan jumlah cabang dilakukan setiap minggu sejak
tanaman berumur 7 MST. Pengamatan dilakukan dengan menghitung
jumlah cabang yang telah terbentuk pada setiap tanaman.
4. Waktu muncul bunga. Tanaman diamati hingga muncul kuncup bunga
pertama.
5. Jumlah bunga per tanaman. Jumlah bunga yang telah anthesis dihitung per
tanaman setiap minggu.
6. Jumlah kapsul per tanaman. Jumlah kapsul yang terbentuk dihitung per
tanaman setiap minggu.
7. Jumlah kapsul hampa. Jumlah kapsul yang tidak berisi diukur setelah panen.
8. Ukuran kapsul. Kapsul yang telah dipanen diukur panjang dan diameternya
menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan setelah panen.
9. Jumlah folikel (ruangan) per kapsul. Kapsul memiliki beberapa ruangan
(folikel) yang di dalamnya terdapat biji jintan hitam. Jumlah folikel yang
terbentuk pada setiap kapsul dihitung.
10. Jumlah biji per kapsul. Kapsul dipanen dan dikeluarkan bijinya. Jumlah
biji yang terdapat pada setiap kapsul dihitung.
11. Bobot 100 biji. Biji dipisahkan sebanyak 100 butir dan ditimbang
bobotnya menggunakan timbangan analitik.
12. Bobot biji per tanaman. Biji yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan
tanaman asal kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik.
13. Produktivitas. Bobot biji yang telah dipanen setiap petak perlakuan
kemudian dikonversi dalam satuan hektar.
10

B. Komponen produksi kubis


1. Pengukuran diameter krop kubis. Diameter krop diukur pada bagian
tengah krop.
2. Bobot kubis per tanaman. Pengukuran bobot dilakukan setelah tanaman
dipanen.
3. Produktivitas. Bobot kubis yang telah dipanen setiap petak dikonversi
dalam satuan hektar sehingga didapatkan produksi kubis per hektar.

C. Komponen produksi wortel


1. Pengukuran diameter umbi. Pengukuran diameter dilakukan dibagian
tengah umbi.
2. Pengukuran panjang umbi. Pengukuran panjang umbi dilakukan dari
pangkal umbi hingga ujung umbi.
3. Bobot umbi segar per tanaman.
4. Produktivitas. Bobot umbi yang telah dipanen setiap petak dikonversi
dalam satuan hektar sehingga didapatkan produksi wortel per hektar.

D. Produktivitas lahan
Nisbah kesetaraan lahan (NKL) dihitung berdasarkan produksi jintan
hitam, kubis, dan wortel pada pola tanam tumpangsari. Nilai NKL
menggambarkan suatu areal yang dibutuhkan untuk total produksi monokultur
yang setara dengan 1 ha produksi tumpangsari.
Tanaman saling menguntungkan apabila nilai NKL > 1. Nilai NKL dapat
dihitung menggunakan rumus berikut :

Keterangan : Yab = Produktivitas jintan pola tanam tumpang sari


Yaa = Produktivitas jintan pola tanam monokultur
Yba = Produktivitas wortel atau kubis pola tanam tumpang sari
Ybb = Produktivitas wortel atau kubis pola tanam monokultur

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kondisi Umum

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Pasir Sarongge, Kecamatan Pacet,


Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dengan ketinggian tempat kurang lebih 800 –
1,200 m dpl dengan tipe tanah andosol (USTP, 2015). Suhu harian rata-rata
selama penelitian berkisar 16 oC sampai 25 oC. Menurut Tuncturk et al. (2012),
jintan hitam dapat tumbuh di Turki dengan curah hujan rendah (349.4 - 424.1 mm
per tahun) dan suhu yang rendah (9.5-10 oC).
Tanaman jintan hitam ditanam secara langsung di lahan percobaan yang
dilakukan pada akhir musim hujan. Benih jintan hitam ditanam secara langsung
untuk meminimalisir kemungkinan kerusakan akar jika disemai terlebih dahulu.
Populasi yang didapat untuk tanaman jintan monokultur pada jarak tanam 15 cm x
11

15 cm sebanyak 100 tanaman, jarak tanam 20 cm x 15 cm sebanyak 70 tanaman,


dan jarak tanam 30 cm x 15 cm sebanyak 50 tanaman, sedangkan populasi untuk
jinta hitam pada pola tanam tumpangsari jarak tanam 15 cm x 15 cm sebanyak 60
tanaman, jarak tanam 20 cm x 15 cm sebanyak 40 tanaman, dan jarak tanam 30
cm x 15 cm sebanyak 20 tanaman. Populasi tanaman kubis per petaknya adalah 9
tanaman.
Tanaman jintan mulai berkecambah pada umur 12 hari setelah tanam (HST).
Tanaman jintan hitam yang ditanam dengan pola tanam tumpangsari dengan kubis
tidak mampu tumbuh dengan optimal dikarenakan pertumbuhan tanaman kubis
yang lebih cepat dibandingkan dengan jintan hitam sehingga menutupi dan
menghambat pertumbuhan tanaman jintan hitam. Tanaman jintan hitam mulai
muncul daun sempurna pada umur 35 HST, tanaman mulai berbunga (inisiasi)
pada umur 49 HST (Gambar 1a) dan mulai antesis pada umur 56 HST (Gambar
1b). Tanaman mulai membentuk kapsul pada umur 70 HST (Gambar 1c) dan
kapsul sudah matang mulai umur 98 HST. Tanaman jintan hitam pada penelitian
ini mampu tumbuh dan menyelesaikan siklus hidupnya selama 119 hari.

(a) (b) (c)


Gambar 1. Siklus pertumbuhan tanaman jintan hitam. a. fase inisiasi pembungaan,
b. fase antesis bunga, c. fase pemasakan kapsul

Gangguan hama dan penyakit menyerang tanaman pada fase vegetatif


maupun generatif. Penyakit yang menyerang tanaman jintan hitam pada fase
vegetatif yaitu busuk akar (Gambar 2c). Tanaman yang terkena busuk akar akan
layu dan pada bagian akar berwarna kehitaman. Hama menyerang tanaman pada
fase generatif terutama saat pembentukkan kapsul dan pemasakan kapsul. Hama
yang menyerang antara lain adalah ulat (Gambar 2a), belalang (Oxya sp.)
(Gambar 2b), dan kutu daun (Aphis gossypii).
Pengendalian yang dilakukan pada tanaman yang terkena penyakit adalah
dengan mencabut dan membuang ke luar area penelitian agar tidak menyebar,
sedangkan hama dikendalikan dengan mengaplikasikan insektisida Agrimec 18
EC dengan konsentrasi 0.5 ml l-1.
12

(a) (b) (c)


Gambar 2. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman jintan hitam. a. Belalang
(oxya sp.), b. ulat, c. tanaman yang terkena busuk akar

Tanaman kubis ditanam dengan menggunakan bibit berumur 28-30 hari


setelah semai (HSS), tanaman yang dipindah tanam merupakan tanaman yang
memiliki 2 buah daun atau lebih. Tanaman kubis mulai membentuk krop pada
umur 28 hari setelah tanam (HST).
Gangguan yang dialami oleh tanaman kubis sama halnya dengan tanaman
jintan hitam yaitu terserang penyakit dan hama. Hama yang menyerang tanaman
kubis adalah ulat daun (Plutella xylostella) dan ulat krop kubis (Crocidolomia
binotalis Zell.) (Gambar 3a), sedangkan penyakit yang menyerang adalah akar
gada (Gambar 3b) dan busuk lunak. Gejala akar gada yang terlihat pada penelitian
ini adalah daun tanaman mengalami kelayuan, saat digoyangkan tanaman seperti
akan terlepas, dan saat dicabut pada bagian akar terjadi pembengkakan.
Pengendalian terhadap hama dilakukan dengan mengaplikasikan insektisida
secara berkala dengan dosis rendah, sedangkan pengendalian penyakit dengan
mencabut tanaman dan memusnahkan tanaman agar tidak menyebar ke tanaman
lain.

(a) (b)
Gambar 3. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman kubis. a. ulat krop kubis
(Crocidolomia binotalis Zell.), b. tanaman yang terkena akar gada

Tanaman wortel ditanam dengan menggunakan benih dan di sebar dalam


alur dengan jarak 60 cm. Tanaman wortel mulai berkecambah pada umur 14 HST.
Pertumbuhan tanaman wortel tidak seragam akibat penanaman yang dilakukan
dengan cara disebar, sehingga dibeberapa bagian ada yang tumbuh banyak dan
ada juga yang tumbuh sedikit atau bahkan tidak tumbuh. Tanaman wortel mulai
muncul daun pada umur 28 HST. Gangguan yang dialami oleh tanaman wortel
adalah adanya hama yang menyerang yaitu belalang (Oxya sp.) dan kutu daun
13

(Aphis gossypii). Pengendalian dilakukan dengan mengaplikasikan insektisida


Agrimec 18 EC dengan konsentrasi 0.5 ml l-1.

Fase Vegetatif

Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, dan Jumlah Cabang

Laju pertumbuhan tanaman jintan hitam mengalami peningkatan sampai


umur 11 MST, lalu pada 13 MST mengalami penurunan laju pertumbuhan diduga
karena sudah memasuki waktu panen dan adanya gangguan hama yang memakan
bagian tanaman. Perlakuan jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap ukuran tinggi tanaman jintan hitam. Malhotra dan Vashishtha (2008)
menyatakan bahwa tanaman jintan hitam yang ditanam dengan jarak yang
semakin lebar (30 cm) akan meningkatkan ukuran tinggi tanaman jintan hitam,
namun dalam penelitian ini jarak tanam 15 cm x 15 cm memiliki ukuran yang
lebih tinggi dibandingkan dengan jarak tanam 20 cm x 15 cm dan jarak tanam 30
cm x 15 cm. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Marliah et al. (2012) bahwa
jarak tanam yang lebih rapat akan menghasilkan ukuran tanaman yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tanaman yang jarak tanamnya lebih longgar.
Perlakuan pola tanam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
tinggi tanaman pada umur 11 dan 13 MST (Tabel 2). Tanaman jintan hitam yang
ditanam dengan pola tanam monokultur memiliki hasil lebih tinggi, sedangkan
tanaman jintan hitam yang ditanam dengan pola tanam tumpangsari dengan kubis
memiliki hasil terendah dibandingkan dengan tumpangsari wortel. Kondisi
tersebut diduga karena pertumbuhan tajuk dari tanaman kubis yang ke arah
samping menyebabkan terjadinya persaingan ruang tumbuh dengan tanaman
jintan hitam yang pertumbuhan tajuknya ke atas, sehingga tanaman kubis
menutupi ruang untuk pertumbuhan tanaman jintan hitam.

Tabel 2. Pengaruh jarak tanam dan pola tanam terhadap tinggi tanaman jintan
hitam
Tinggi tanaman (cm) pada minggu ke-
Perlakuan 13
5 MST 7 MST 9 MST 11 MST
MST
Jarak Tanam
15 cm x 15 cm 7.37 25.39 38.99 44.60 43.44
20 cm x 15 cm 6.50 23.03 38.33 41.54 41.39
30 cm x 15 cm 6.89 17.48 30.55 35.64 34.48
Pola Tanam
Monokultur 6.32 22.92 39.00 46.97 46.38a
Tumpangsari dengan Wortel 6.83 24.24 41.13 46.71 45.84a
Tumpangsari dengan Kubis 7.44 18.33 27.13 27.66 27.45b
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf 5%.
14

Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun yang
dihasilkan oleh tanaman jintan hitam. Perlakuan pola tanam memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun (Tabel 3) tanaman jintan hitam.
Daun pada tanaman jintan hitam yang ditanam secara monokultur memiliki
jumlah daun lebih banyak 67.5% dibandingkan tanaman jintan hitam yang
ditanam secara tumpangsari dengan kubis.
Jumlah daun pada pola tanam tumpangsari dengan kubis memiliki angka
terendah. Hal ini dikarenakan pertumbuhan tanaman jintan hitam terhambat oleh
tanaman kubis yang pertumbuhan daunnya ke arah samping dan cepat, sehingga
sebagian tanaman jintan hitam tertutupi oleh daun kubis. Menurut Setiawati
(2017) peningkatan jumlah daun pada tanaman jintan hitam mengikuti
peningkatan tinggi tanaman. Daun tumbuh pada ruas-ruas batang tanaman,
sehingga semakin tinggi tanaman maka jumlah daun akan semakin banyak.

Tabel 3. Pengaruh jarak tanam dan pola tanam terhadap jumlah daun jintan hitam
Jumlah daun (helai) pada minggu ke-
Perlakuan
5 MST 7 MST 9 MST 11 MST 13 MST
Jarak tanam
15 cm x 15 cm 5.29 18.99 33.23 38.15 31.59
20 cm x 15 cm 4.83 16.14 33.92 43.19 38.05
30 cm x 15 cm 4.68 13.71 27.75 33.41 29.59
Pola tanam
Monokultur 5.02 18.36ab 42.24a 56.31a 47.91a
Tumpangsari dengan Wortel 5.31 17.86ab 34.78ab 41.61ab 35.03a
Tumpangsari dengan Kubis 4.21 12.06b 17.42b 17.31b 15.57b
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf 5%.

Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang


(Tabel 4) yang dihasilkan oleh tanaman jintan hitam. Marliah et al. (2012)
mengatakan bahwa dengan jarak tanam longgar, penerimaan cahaya matahari
akan menjadi lebih besar sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan ke arah
samping dan mempengaruhi pembentukkan cabang. Jumlah cabang terendah
terdapat pada jarak tanam 15 cm x 15 cm dan tertinggi pada jarak tanam 20 cm x
15 cm. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Koli (2013) bahwa perlakuan jarak
tanam 20 cm x 15 cm pada jintan hitam menghasilkan jumlah cabang tertinggi
dibandingkan jarak tanam lainnya.
Perlakuan pola tanam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
jumlah cabang (Tabel 4) tanaman jintan hitam pada umur 11 dan 13 MST serta
berpengaruh nyata pada umur 7 dan 9 MST. Cabang pada tanaman jintan hitam
yang ditanam secara monokultur memiliki jumlah yang lebih banyak
dibandingkan tanaman jintan hitam yang ditanam secara tumpangsari dengan
wortel dan kubis.
15

Tabel 4. Pengaruh jarak tanam dan pola tanam terhadap jumlah cabang tanaman
jintan hitam
Jumlah cabang pada minggu ke-
Perlakuan
7 MST 9 MST 11 MST 13 MST
Jarak tanam
15 cm x 15 cm 4.39 8.44 11.65 11.78
20 cm x 15 cm 3.49 8.62 14.98 15.66
30 cm x 15 cm 3.41 7.91 12.24 14.45
Pola tanam
Monokultur 4.60ab 11.92a 21.57a 23.23a
Tumpangsari dengan Wortel 4.19ab 8.53ab 12.53ab 12.74b
Tumpangsari dengan Kubis 2.17b 4.16b 4.69b 4.99c
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf 5%.

Jarak tanam 15 cm x 15 cm memberikan hasil pertumbuhan yang optimum


pada tinggi tanaman. Hasil pertumbuhan jumlah daun dan jumlah cabang
optimum terdapat pada jarak tanam 20 cm x 15 cm. Pertumbuhan vegetatif
tanaman jintan masih mengalami peningkatan hingga umur 13 MST. Interaksi
antara jarak tanam dengan pola tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap komponen pertumbuhan tanaman jintan hitam (Lampiran 2).

Fase Generatif

Umur Berbunga dan Jumlah Bunga Antesis

Jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap waktu


berbunga tanaman jintan hitam dan juga jumlah bunga yang dihasilkan tanaman,
sedangkan perlakuan pola tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap
jumlah bunga yang dihasilkan namun tidak berpengaruh nyata terhadap waktu
berbunga (Tabel 5).
Waktu berbunga pada penelitian ini 27.9% lebih cepat dibandingkan dengan
penelitian yang dilakukan Malhotra dan Vashishtha (2008), waktu yang
dibutuhkan tanaman jintan hitam di India untuk berbunga sebanyak 50% adalah
selama 76.6 hari sedangkan pada penelitian ini adalah 61.6 hari. Suryadi (2016)
mengatakan bahwa proses yang terjadi dalam waktu cepat di daerah tropis
dikarenakan suhu dan intensitas cahaya lebih tinggi dibandingkan dengan
subtropis.
Jumlah bunga terbanyak terdapat pada jarak tanam 15 cm x 15 cm dan
jumlah bunga terendah terdapat pada jarak tanam lebar 30 cm x 15 cm, sedangkan
pada perlakuan pola tanam, tanaman jintan hitam yang ditanam secara monokultur
mampu menghasilkan jumlah bunga lebih banyak dibandingkan dengan tanaman
yang ditanam secara tumpangsari dengan wortel maupun kubis. Kondisi tersebut
diduga karena pada saat tanaman jintan hitam dalam fase pembungaan, tanaman
kubis dan wortel juga dalam fase pembentukkan krop dan pengisian umbi
16

sehingga terjadi persaingan dalam penyerapan cahaya dan unsur hara lain yang
dibutuhkan untuk kegiatan fotosintesis.

Tabel 5. Umur berbunga dan jumlah bunga antesis tanaman jintan hitam pada
perlakuan jarak tanam dan pola tanam
Umur berbunga Jumlah bunga antesis per
Perlakuan
(MST) tanaman (tangkai)
Jarak tanam
15 cm x 15 cm 8.55 14.03
20 cm x 15 cm 8.07 13.35
30 cm x 15 cm 7.97 12.25
Uji F tn tn
Pola tanam
Monokultur 8.80 19.44a
Tumpangsari dengan Wortel 8.79 13.25ab
Tumpangsari dengan Kubis 6.98 6.30b
Uji F tn *
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf 5%. * = menunjukkan pengaruh nyata pada taraf nyata
5%, dan tn = pengaruh tidak nyata pada taraf nyata 5%.

Jumlah Kapsul per Tanaman dan Jumlah Kapsul Hampa

Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah kapsul per
tanaman dan jumlah kapsul hampa pada tanaman jintan hitam. Hasil penelitian ini
lebih tinggi dibandingkan Wahyuni (2018) pada perlakuan jarak tanam yang lebih
lebar. Perlakuan pola tanam memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah
kapsul per tanaman, dan berpengaruh nyata terhadap jumlah kapsul hampa pada
tanaman jintan hitam (Tabel 6). Jumlah kapsul yang dihasilkan pada jarak tanam
20 cm x 15 cm lebih tinggi dibandingkan dengan jarak tanam 15 cm x 15 cm dan
30 cm x 15 cm. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Koli (2013) bahwa
perlakuan jarak tanam 20 cm x 15 cm menghasilkan jumlah kapsul lebih banyak
dibandingkan jarak tanam 15 cm x 15 cm.
Jumlah kapsul jintan hitam pada pola tanam tumpangsari dengan kubis
memiliki hasil terendah. Hal tersebut diduga terjadi karena rendahnya cahaya
matahari yang diterima oleh tanaman jintan hitam sehingga mengganggu
metabolisme tanaman. Menurut Setiawati (2017) cahaya memiliki peranan
penting terhadap pembentukan kapsul dan pengisian kapsul.
Taiz dan Zeiger (1991) menyatakan bahwa kondisi lingkungan tumbuh yang
kurang optimal akan berpengaruh pada proses inisiasi bunga dan akan
menurunkan jumlah bunga dan jumlah kapsul yang terbentuk. Menurut Fufa
(2016) jumlah kapsul per tanaman menunjukkan korelasi yang positif terhadap
jumlah cabang per tanaman dan juga berpengaruh terhadap jumlah biji per kapsul.
17

Tabel 6. Jumlah kapsul per tanaman dan jumlah kapsul hampa tanaman jintan
hitam pada perlakuan jarak tanam dan pola tanam
Jumlah kapsul per Jumlah kapsul hampa
Perlakuan
tanaman (buah) (%)
Jarak tanam
15 cm x 15 cm 9.42 21.44
20 cm x 15 cm 11.84 14.18
30 cm x 15 cm 8.34 24.46
Uji F tn tn
Pola tanam
Monokultur 16.28a 19.90a
Tumpangsari dengan Wortel 10.28b 20.62a
Tumpangsari dengan Kubis 3.02c 12.91b
Uji F ** *
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf 5%. * = menunjukkan pengaruh nyata pada taraf nyata
5%, ** = menunjukkan pengaruh nyata pada taraf 1%, dan tn = pengaruh tidak nyata
pada taraf nyata 5%.

Asobah (2017) menyatakan bahwa kapsul isi ditandai dengan kondisi biji
yang keras, kapsul tidak keriput dan berwarna kuning kecoklatan, biji yang
dihasilkan berwarna hitam. Kapsul yang hampa ditandai dengan biji yang matang
tidak sempurna, biji ini dihasilkan dari kondisi kapsul yang keriput berwarna putih
sampai kuning kecoklatan. Biji yang berkembang tidak sempurna ditandai dengan
tekstur biji yang lunak, tidak berisi, dan keriput (Gambar 4).

(a) (b) (c)

Gambar 4. Perbedaan biji pada jintan hitam. a. berkembang sempurna, b. biji tidak
berkembang sempurna, c. biji tidak berkembang

Panjang Kapsul, Diameter Kapsul, Jumlah Folikel, dan Jumlah Biji per
Kapsul

Jumlah folikel pada tanaman jintan hitam sesuai dengan jumlah antena pada
kapsul. Perlakuan jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
diameter kapsul, jumlah folikel kapsul, dan jumlah biji per kapsul. Hal tersebut
tidak sejalan dengan penelitian Wahyuni (2018) yang menyatakan bahwa jarak
tanam berpengaruh nyata terhadap panjang kapsul dan jumlah folikel per
kapsulnya.
Perlakuan pola tanam memberikan pengaruh yang nyata pada diameter
kapsul dan jumlah folikel kapsul, serta berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah
biji per kapsul (Tabel 7). Rendahnya ukuran kapsul jintan hitam pada pola tanam
18

tumpangsari diduga akibat adanya persaingan antar tanaman dalam penyerapan


cahaya matahari. Tajuk tanaman kubis yang cukup besar dan lebar membuat
tanaman kubis dapat menerima cahaya matahari yang lebih banyak dibandingkan
dengan tanaman jintan hitam. Menurut Setiawati (2017) intensitas cahaya
berpengaruh terhadap laju fotosintesis dan hasil fotosintat, sehingga akan
berpengaruh terhadap ukuran kapsul.
Jumlah biji per kapsul dihitung dengan memperhatikan kondisi dari biji
jintan hitam yang dihasilkan. Biji yang dihitung merupakan biji yang berkembang
sempurna, dimana keseluruhan biji berwarna hitam pekat dan teksturnya keras
(Gambar 4).

Tabel 7. Panjang kapsul, diameter kapsul, dan jumlah folikel tanaman jintan
hitam pada perlakuan jarak tanam dan pola tanam
Panjang Diameter Jumlah Jumlah
Perlakuan kapsul kapsul Folikel biji per
(cm) (mm) (buah) kapsul
Jarak tanam
15 cm x 15 cm 1.14 7.95 4.79 67.66
20 cm x 15 cm 1.04 7.38 4.38 63.55
30 cm x 15 cm 0.82 5.76 3.52 48.49
Uji F tn tn tn tn
Pola tanam
Monokultur 1.24a 9.09a 5.40a 84.48a
Tumpangsari dengan Wortel 1.11a 8.08a 4.75a 68.40a
Tumpangsari dengan Kubis 0.64b 3.92b 2.55b 28.80b
Uji F * * * **
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf 5%. * = menunjukkan pengaruh nyata pada taraf nyata
5%, ** = menunjukkan pengaruh nyata pada taraf 1%, dan tn = pengaruh tidak nyata
pada taraf nyata 5%.

Jumlah folikel pada tanaman jintan hitam memiliki jumlah yang beragam
(Gambar 5), Marschner (1995) menyatakan bahwa pemupukan unsur N dapat
mengoptimalkan hasil fotosintat, sehingga dapat mengoptimalkan ukuran organ
penyimpanan tanaman.

(a) (b) (c) (d) (e)


Gambar 5. Macam-macam jumlah folikel pada kapsul jintan hitam. a. 3 folikel,
b. 4 folikel, c. 5 folikel, d. 7 folikel, e. 8 folikel
19

Bobot Biji per Tanaman, Bobot 100 Biji, dan Produktivitas

Perlakuan jarak tanam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot biji
per tanaman, bobot 100 biji, dan produktivitas. Jarak tanam 15 cm x 15 cm
meningkatkan bobot 100 biji hingga 40% dan meningkatkan produktivitas hingga
50% dibandingkan jarak tanam 30 cm x 15 cm (Tabel 8). Pola tanam memberikan
pengaruh yang nyata pada bobot biji per tanaman, bobot 100 biji, dan
produktivitas tanaman jintan hitam. Jintan hitam yang ditanam secara monokultur
mengasilkan bobot biji 21% lebih banyak dan menghasilkan produktivitas
tanaman 87% lebih tinggi dibandingkan yang ditanam secara tumpangsari.

Tabel 8. Bobot 100 biji, bobot biji per tanaman, dan produktivitas tanaman jintan
hitam pada perlakuan jarak tanam dan pola tanam
Bobot biji per Bobot 100 Produktivitas
Perlakuan
tanaman (g) biji (g) (kg ha-1)
Jarak tanam
15 cm x 15 cm 1.34 0.25a 515.50a (19.58t)
20 cm x 15 cm 1.63 0.20ab 422.40ab (16.93t)
30 cm x 15 cm 1.41 0.15b 248.60b (11.52t)
Uji F tn tn tn
Pola tanam
Monokultur jintan 2.80a 0.28a 906.80a (28.81t)
Tumpangsari dengan Wortel 1.33b 0.22a 227.80b (13.92t)
Tumpangsari dengan Kubis 0.25c 0.10b 51.90c (5.30t)
Uji F * * **
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf 5%. * = pengaruh nyata pada taraf nyata 5%, dan tn =
pengaruh tidak nyata pada taraf nyata 5%, t= menunjukkan data setelah di
transformasi √

Hasil produktivitas pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan penelitian


Wahyuni (2018). Hasil penelitian Wahyuni (2018) dengan jarak tanam 30 cm
menghasilkan produktivitas sebesar 49.94 kg ha-1, sedangkan pada penelitian
Malhotra dan Vashishta (2008) untuk jarak 30 cm produktivitas tanaman jintan
hitam bisa mencapai 786 kg ha-1. Hasil produksi jintan hitam pada penelitian
Asobah (2017) dengan perlakuan kapur dan pupuk hayati menghasilkan biji jintan
hitam sebanyak 222.79 – 223.13 kg ha-1, sedangkan pada penelitian Putra (2017)
dengan perlakuan pemupukan N dan K mampu menghasilkan sebanyak 715.99 –
724.32 kg ha-1.

Produksi Kubis dan Wortel

Diameter Krop Kubis, Bobot Kubis per Tanaman, dan Produktivitas Kubis

Perlakuan pola tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil
panen dari tanaman kubis. Diameter tanaman, bobot tanaman, dan produktivitas
yang dihasilkan tidak jauh berbeda antara yang ditanam secara monokultur
20

maupun tumpangsari (Tabel 9). Menurut Herlina et al. (2017) kubis yang ditanam
lebih awal sebelum tanaman cabai akan lebih mendominasi ruang tumbuh
dibandingkan dengan kubis yang ditanam setelah tanaman cabai ditanam,
sehingga tanaman kubis lebih mampu berkompetisi untuk mendapatkan cahaya
matahari, air dan unsur hara. Berdasarkan hasil penelitian Subhan et al. (2005)
kubis pada pola tanam monokultur memiliki bobot kubis dan diameter krop lebih
rendah dibandingkan dengan kubis yang ditanam secara tumpangsari. Menurut
penelitian Setyowati et al. (2013) bobot krop kubis yang ditanam tumpangsari
dengan bawang daun memiliki hasil lebih besar 54.7% dibandingkan dengan
kubis yang ditanam secara monokultur.

Tabel 9. Pengukuran diameter, bobot per tanaman, dan produktivitas tanaman


kubis pada perlakuan pola tanam
Diameter Bobot per Produktivitas
Perlakuan
krop (cm) tanaman (kg) (ton ha-1)
Monokultur 17.57ab 1.90b 65.56
Kubis dan jinten 15 cm x 15 cm 16.03c 1.61b 51.67
Kubis dan jinten 20 cm x 15 cm 16.71bc 1.67b 65.00
Kubis dan jinten 30 cm x 15 cm 18.55a 2.24a 70.56
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf 5%.

Produksi tanaman kubis menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun
2017 adalah sebesar 1,442,624 ton, hasil tersebut lebih rendah dibandingkan
dengan tahun 2016 yang menghasilkan kubis sebanyak 1,513,326 ton (BPS,
2016). Berdasarkan hasil penelitian, tanaman kubis yang ditanam secara
monokultur dan juga tumpangsari dengan jintan hitam pada jarak 30 cm x 15 cm
memiliki hasil yang cukup tinggi. Hal ini diduga karena tanaman kubis
mendominasi ruang tumbuh dan juga mendapatkan cahaya matahari yang cukup
untuk melakukan laju fotosintesis.
Menurut Subhan et al. (2005) produksi tanaman kubis yang ditanam secara
monokultur memberikan hasil sebesar 22.60 ton ha-1, sedangkan yang ditanam
secara tumpangsari dengan tomat memberikan hasil sebesar 26.40 ton ha-1.

Panjang Umbi Wortel, Diameter Umbi Wortel, Bobot Segar Umbi Wortel
per Tanaman, dan Produktivitas Wortel

Perlakuan pola tanam pada tanaman wortel tidak memberikan pengaruh


yang nyata terhadap panjang umbi, diameter umbi, bobot umbi per tanaman, dan
produktivitas tanaman (Tabel 10). Berdasarkan hasil dari empat perlakuan, wortel
yang ditumpangsari dengan jintan hitam jarak tanam 15 cm x 15 cm memberikan
hasil yang lebih tinggi dibandingkan wortel yang ditanam secara monokultur.
Penanaman secara tumpangsari memberikan pengaruh yang baik terhadap ekologi
pertanian, salah satunya adanya dapat menekan jumlah hama yang menyerang
tanaman (Adiyoga, 2004).
Hasil bobot umbi segar wortel yang tinggi pada pola tanam tumpangsari
diduga karena adanya pengaruh lingkungan dan keterkaitan antar tanaman wortel
21

dengan tanaman jintan, menurut penelitian Jankowska dan Zytko (2016)


tumpangsari tanaman wortel dengan tanaman herbal memberikan efek yang
signifikan terhadap penurunan jumlah kerusakan pada daun dan akar tanaman
wortel, sehingga daun yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis
dapat bekerja lebih baik untuk menghasilkan zat-zat yang diperlukan dalam
pembentukkan umbi wortel.

Tabel 10. Pengukuran panjang umbi, diameter umbi, bobot umbi per tanaman, dan
produktivitas tanaman wortel pada perlakuan pola tanam
Panjang Diameter Bobot
Produktivitas
Perlakuan umbi umbi umbi
(ton ha-1)
(cm) (cm) segar (g)
Monokultur 19.16 2.47 71.97 4.71
Wortel dan jinten 15 cm x 15 cm 19.97 3.31 96.34 13.30
Wortel dan jinten 20 cm x 15 cm 20.10 3.75 94.05 9.80
Wortel dan jinten 30 cm x 15 cm 20.18 3.89 86.77 7.81
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf 5%.

Produksi tanaman wortel menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun
2017 adalah sebesar 537,341 ton, hasil tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan tahun 2016 yang menghasilkan wortel sebanyak 537,526 ton (BPS, 2016).
Jankowska et al. (2012) menyatakan bahwa kegiatan tumpangsari pada tanaman
wortel tidak menurunkan hasil tanaman wortel, namun memberikan efek positif
terhadap peningkatan gula total pada umbi wortel sehingga lebih manis. Menurut
penelitian Rahayu et al. (2014) tanaman wortel yang ditumpangsarikan dengan
bawang daun mampu memproduksi sebanyak 26.43 ton ha-1. Penelitian Sudiarto
dan Sri (1988) pada tanaman wortel yang ditumpangsarikan dengan tanaman
terong menghasilkan produksi wortel sebanyak 9.90 ton ha-1, dan untuk
tumpangsari wortel dengan tanaman kubis bunga mampu memproduksi wortel
sebanyak 13.13 ton ha-1.

Produktivitas Lahan

Produktivitas lahan diperoleh dari nilai nisbah kesetaraan lahan (NKL)


yang merupakan penggambaran suatu areal pertanaman yang dibutuhkan untuk
total produksi monokultur yang setara dengan 1 ha produksi tumpangsari.
Produktivitas lahan dikatakan saling menguntungkan jika nilai NKL lebih dari 1.
Berdasarkan nilai NKL dapat terlihat bahwa semua perlakuan sistem
tumpangsari memiliki nilai NKL > 1 (Tabel 11). Hal tersebut menunjukkan bahwa
penanaman secara tumpangsari dapat meningkatkan penggunaan lahan
dibandingkan penanaman secara monokultur. Menurut Herlina dan Aisyah (2018)
semakin tinggi nilai NKL maka semakin tinggi tingkat efisiensi lahan serta risiko
kegagalan panen dapat berkurang.
22

Tabel 11. Nilai nisbah kesetaraan lahan tumpangsari jintan hitam dengan wortel
dan kubis
Nisbah kesetaraan lahan
Perlakuan
(NKL)
Tumpangsari Wortel dengan jintan 15 cm x 15 cm 3.39
Tumpangsari Wortel dengan jintan 20 cm x 15 cm 2.55
Tumpangsari Wortel dengan jintan 30 cm x 15 cm 1.93
Tumpangsari Kubis dengan jintan 15 cm x 15 cm 1.36
Tumpangsari Kubis dengan jintan 20 cm x 15 cm 1.46
Tumpangsari Kubis dengan jintan 30 cm x 15 cm 1.35

Nilai Nisbah kesetaraan lahan untuk tumpangsari kubis dengan jintan


hitam pada penelitian ini menghasilkan angka sebesar 1.35 - 1.46. Tumpangsari
kubis dengan tomat mampu menghasilkan NKL sebesar 2.45 – 2.71 (Subhan et
al., 2005), kubis dengan bawang daun menghasilkan NKL sebesar 2.68
(Setyowati et al., 2013). Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman kubis dapat
ditanam secara tumpangsari dengan tanaman lain karena dapat meningkatkan
produktivitas lahan.
NKL untuk tumpangsari wortel dengan jintan hitam pada penelitian ini
menghasilkan angka sebesar 1.93 – 3.39. NKL tumpangsari wortel dengan terong
sebesar 1.55 dan pada tumpangsari dengan kubis bunga menghasilkan NKL
sebesar 1.45 (Sudiarto dan Sri, 1988). Nilai 3.39 pada perlakuan tumpangsari
wortel dengan jintan hitam jarak 15 cm x 15 cm menunjukkan bahwa diperlukan
lahan seluas 3.39 kali lebih luas untuk menanam wortel dan jintan hitam agar
memperoleh hasil yang setara dengan hasil tumpangsari.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

Pola tanam monokultur memberikan hasil terbaik pada pertumbuhan


tanaman jintan hitam, bobot biji per tanaman, bobot 100 biji, panjang kapsul,
diameter kapsul, jumlah kapsul per tanaman, jumlah biji per kapsul, jumlah
folikel, jumlah bunga antesis, dan produktivitas. Perlakuan jarak tanam 15 cm x
15 cm memberikan hasil terbaik pada tinggi tanaman, panjang kapsul, diameter
kapsul, jumlah folikel, jumlah biji per kapsul, bobot 100 biji, dan produktivitas
tanaman. Kegiatan tumpangsari tanaman jintan hitam dengan tanaman wortel
maupun tanaman kubis saling menguntungkan dengan nilai nisbah kesetaraan
lahan tertinggi dari perlakuan tumpangsari tanaman wortel dengan jintan hitam
pada jarak 15 cm x 15 cm, sedangkan untuk perlakuan tumpangsari dengan kubis
pada jarak tanam jintan 20 cm x 15 cm.
23

Saran

Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan mengamati waktu tanam


antara tanaman jintan hitam dengan tanaman yang akan ditumpangsarikan,
sehingga dapat memberikan hasil pertumbuhan dan produksi yang lebih baik
untuk kedua tanaman.

DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga W., R. Suherman, N. Gunadi, A. Hidayat. 2004. Aspek nonteknis dan
indikator efisiensi sistem pertanaman tumpangsari sayuran dataran tinggi. J.
Hort. 14(3): 1-7.
Asobah I.N. 2017. Peningkatan pertumbuhan dan produksi jintan hitam (Nigella
sativa L.) dengan aplikasi kapur dan pupuk hayati. Skripsi. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2004. Wortel. http://sisni.bsn.go/index.php/
sni_main/sni/detail_sni/3567 [13 November 2017].
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Tabel Dinamis Produksi Tanaman Sayuran.
https://www.bps.go.id/site/resultTab [15 Oktober 2018].
Edi S., J. Bobihoe. 2010. Budidaya Tanaman Sayuran. BPTP Jambi, Jambi.
Eldriadi Y. 2011. Peran berbagai jenis tanaman tumpangsari dalam pengelolaan
hama utama dan parasitoidnya pada kubis bunga organik. Fakultas Pertanian
Universitas Andalas. Padang.
Fufa M. 2016. Correlation studies in yield and some yield components of black
cumin (Nigella sativa L.) landraces evaluated at Southeastern Ethiopia. Adv
Corp Sci Tech. 4(5): 239.
Ghouzhdi H.G. 2010. Indigenous knowledge in agriculture with particular
reference to black cumin (Nigella sativa) production in Iran. Scientific
Research and Essays 5(25): 4107-4109.
Gorbani R., A. Koocheki. 2017. Sustainable cultivation of saffron in Iran.
Lichtfouse E, editor. Springer, United Kingdom.
Herlina, A. Kurniawati, S.A. Aziz. 2015. Kebutuhan satuan panas pertumbuhan
jintan hitam (Nigella sativa L.) di dataran rendah wilayah tropis Indonesia.
Dalam: Maharijaya A., Efendi D., dan Susanto S, (Eds). Prosiding Seminar
Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia; Bogor, 19-20 Oktober 2015.
Herlina N., D. Haryono, D.T. Margawati. 2017. Pengaruh watu tanam kubis
(Brasssica oleraceae L. Var capitata) dan cabai (Capsicum annum L.)
terhadap efisiensi penggunaan lahan pada sistem tumpangsari. J. Hort.
Indonesia 8(2): 111-119.
Herlina N., Y. Aisyah. 2018. Pengaruh jarak tanam jagung manis dan varietas
kedelai terhadap pertumbuhan dan hasil kedua tanaman dalam sistem tanam
tumpangsari. Buletin Palawija 16(1): 9-16.
Hermawati D.T. 2016. Kajian ekonomi antara pola tanam monokultur dan
tumpangsari tanaman jagung, kubis dan bayam. J. Inovasi 18(1) : 66-71.
Koli S.A. 2013. Effect of variety and plant spacing on seed yield and yield
attributes of black cumin (Nigella sativa L.). Thesis. Faculty of Agriculture.
Sher-e-Bangla Agricultural University. Dhaka.
24

Jankowska B., E. Jedrszczyk, M. Poniedzialek. 2012. Effect of intercropping


carrot (Daucus carota L.) with french marigold (Tagetes patulanana L.) and
pot marigold (Calendula officinalis L.) on the occurrence of some pests and
quality of carrot yield. ACTA AGROBOTANICA 65(4): 133-138.
Jankowska B., E.W. Zytko. 2016. Effect of intercropping carrot (Daucus carota
L.) with two aromatic plants, coriander (Coriandrum sativum L.) and
summer savory (Satureja hortensis L.), on the population density of select
carrot pests. Folia Hort. 28(1): 13-18.
Lim T.K. 2013. Edible Medical and Non-Medical Plants. Springer, United
Kingdom.
Lithourgidis A.S., C.A. Dordas, C.A. Damalas, D. N. Vlachostergios. 2011.
Annual intercrops: an alternative pathway for sustainable agriculture.
Australian Journal of Crop Science 5(4): 396-410.
Malhotra S.K., B.B. Vashishta. 2008. Respons of nigella (Nigella sativa L.)
variety NRCSS AN 1 to different agrotechniques. Journal of Science and
Aromatic Crops 17(2): 190-193.
Marchner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. Academic Press, London.
Marliah A., T. Hidayat, N. Husna. 2012. Pengaruh varietas dan jarak tanam
terhadap pertumbuhan kedelai (Glycine max L. Merrill). Jurnal Agrista
16(1):22-28.
Paarakh P.M. 2010. Nigella sativa Linn.-a comprehensive review. Indian Journal
of natural Products and Resources 1(4): 409-429.
Putra B.P. 2017. Pengaruh pupuk N dan K terhadap pertumbuhan dan produksi
jintan hitam (Nigella sativa L.). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Rahayu B.T., S. Bistok H., Suprihati. 2014. Pemberian kotoran kambing terhadap
pertumbuhan dan hasil wortel (Daucus carota) dan bawang daun (Allium
fistulosum L.) dengan budidaya tumpangsari. AGRIC 26(1-2): 52-60).
Rezaei-Chiyaneh E., E.Gholinezhad. 2015. Agronomic characteristics of
intercropping of additive series of chickpea (Cicer arietinum L.) and black
cumin (Nigella sativa L.). Journal of Agroecology 7(3): 381-396.
Rezaei-Chiyaneh E. 2016. Evaluation of quantitative and qualitative traits of black
cumin (Nigella sativa L.) and basil (Ocimum basilicum L.) in different
intercropping patterns with bean (Phaseolus vulgaris L.). Journal of
Agroecology 8(2): 263-280.
Ridwan T. 2014. Karakter agro-fisiologi dan senyawa sekunder tanaman jintan
hitam (Nigella sativa L.) dengan aplikasi pupuk kandang sapi dan fosfat
alam. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rukmana R. 1994. Seri Budidaya Tanaman Kubis. Kanisius, Yogyakarta.
Rukmana R. 1995. Bertanam Wortel. Kanisius, Yogyakarta.
Salem M.L. 2005. Immunomodulatory and therapeutic properties of the Nigella
sativa L. seed. International Immunopharmacology 5: 1749-1770.
Subhana, W. Setiawati, N. Nurtika. 2005. Pengaruh tumpangsari tomat dan kubis
terhadap perkembangan hama dan hasil. J. Hort. 15(1): 22-28.
Sudiarto, S. Rosita. 1988. Pertumbuhan dan produksi Solanum khasianum pada
pola tumpangsari dengan wortel dan kubis bunga. Bul. Littro 3(2): 102-106.
25

Sultana S., H.M. Asif, N. Akhtar, A. Iqbal, H. Nazar, R.U. Rehman. 2015. Nigella
sativa: monograph. Journal of Pharmacognosy dan Phytochemistry 4(4):
103-106.
Suryadi R. 2014. Karakter morfologi dan pemupukan N dan P anorganik terhadap
pertumbuhan dan produksi bioaktif thymoquinone jintan hitam (Nigella
sativa L.). Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suryadi R. 2016. Adaptasi jintan hitam (Nigella sativa) di dataran tinggi Jawa
Barat. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 22(3): 13-16.
Setiawan E. 2009. Kearifan lokal pola tanam tumpangsari di Jawa Timur. Jurnal
Agrivor 2(2): 79-88.
Setiawati W., R. Murtiningsih, G.A. Sopha, T. Handayani. 2007. Petunjuk Teknis
Budidaya Sayuran. DIPA Balitsa, Bandung.
Setiawati E. 2017. Pertumbuhan tanaman dan produksi bioaktif timokuinon jintan
hitam (Nigella sativa L.) pada berbagai taraf naungan dan pemupukan N.
Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Setyowati M.L., E. Sulistyaningsih, E.T.S. Putra. 2013. Pertumbuhan dan hasil
kubis (Brassica oleraceae L.) dalam sistem tumpangsari dengan bawang
daun (Allium fistulosum L.). J. Vegetika 2(3): 32-44.
Sobari E., F. Fathurohman. 2017. Efektivitas penyiangan terhadap hasil tanaman
wortel (Daucus carota L.) lokal Cipanas Bogor. J. Biodjati 2 (1): 1-8.
Taiz L., E. Zeiger. 1991. Plant Physiology. The Benjamin/Cummings Publishing
Company Inc., California.
Toncer O., S. Kizil. 2004. Effect of seed rate on agronomic and technologic
characters of Nigella sativa L.. Int. J. Agri. Biol. 6(3): 529-532.
Tuncturk R., M. Tuncturk, V. Ciftci. 2012. The effect of varying nitrogen doses
on yield and some yield components of black cumin (Nigella sativa L.).
Advances in Eviromental Biology 6(2): 855-858.
[USTP] Unit Science and Techo Park. 2015. Peta unit lapangan pasir sarongge.
http://ustp.ipb.ac.id// [8 Agustus 2018].
Wahyuni S. 2009. Peluang budidaya dan manfaat jintan hitam (Nigella sativa).
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 15(1): 23-25.
Wahyuni S.A. 2018. Penentuan jarak tanam dan waktu panen untuk meningkatkan
produksi dan mutu benih jintan hitam (Nigella sativa L.). Skripsi. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Widyatmoko S.A.N. 2018. Peningkatan pertumbuhan dan produksi biji tanaman
jintan hitam (Nigella sativa L.) melaui aplikasi pupuk nitrogen dan kalium.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
26
27

LAMPIRAN
28
29

Lampiran 1. Layout petak penelitian


Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4
J1 K W J3

W J2 WJ3 WJ1

K WJ1 J2 KJ3

WJ2 W K J1

KJ2 J3 WJ1 K

J2 KJ2 WJ3 W

KJ1 WJ3 J1 WJ2

WJ3 KJ1 KJ2 J2

J3 J1 WJ2 KJ2

KJ3 WJ2 KJ1 WJ3

WJ1 KJ3 J3 KJ1

Keterangan :

(J1) (J2)
30

(J3) (KJ3 dan WJ3)

(KJ2 dan WJ2) (KJ1 dan WJ1)

B T

Luas petak : 1.5 m x 1.5 m


O : Tanaman hintan hitam
X : Tanaman kubis atau wortel
31

Lampiran 2. Rekapitulasi sidik ragam

Parameter Umur JT PT JT*PT KK (%)


Tinggi 5 MST tn tn tn 26.89t (38.30)
t
7 MST tn tn tn 26.42 (31.44)
9 MST tn tn tn 26.73t (29.20)
11 MST tn * tn 24.74t (26.63)
t
13 MST tn * tn 25.12 (26.64)
Jumlah Daun 5 MST tn * tn 25.97
7 MST tn * tn 26.17t (35.66)
9 MST tn * tn 27.24t (35.67)
11 MST tn ** tn 25.53t (40.43)
t
13 MST tn ** tn 26.83 (44.71)
t
Jumlah Cabang 7 MST tn * tn 28.88 (51.41)
t
9 MST tn * tn 29.04 (47.02)
11 MST tn ** tn 27.85t (49.47)
13 MST tn ** tn 29.64t (53.44)
Umur Berbunga tn tn tn 25.72
Jumlah Bunga Antesis tn * tn 34.81t (58.51)
t
Jumlah Kapsul tn ** tn 34.02 (56.96)
t
Jumlah Kapsul Hampa tn * tn 39.97 (99.16)
Jumlah Folikel tn * tn 28.21t (42.68)
Panjang Kapsul tn * tn 16.97t (41.88)
Diameter Kapsul tn * tn 29.56t (39.53)
t
Bobot 100 Biji tn * tn 6.66 (47.03)
t
Bobot Biji per Tanaman tn * tn 28.60 (82.22)
Jumlah Biji per Kapsul tn ** tn 35.32t (38.35)
Produktivitas tn ** tn 42.07t (83.78)
Keterangan : JT = Jarak tanam, PT = Pola tanam, JTxPT = interaksi jarak tanam dan pola tanam,
KK = Koefisien keragaman, * = menunjukkan pengaruh nyata pada taraf nyata 5%,
** = menunjukkan pengaruh nyata pada taraf 1%, tn = pengaruh tidak nyata pada
taraf nyata 5%, dan t= menunjukkan nilai KK setelah di transformasi √
32

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Banjarnegara, Jawa Tengah pada tanggal 17 Mei 1996 dari
pasangan Geni Prahastono dan Diana Yuliyanti Khadijah. Penulis merupakan
anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SDN Wanasari
12 Bekasi, kemudian melanjutkan pendidikan di SMPS Al Muslim dan SMAS Al
Muslim, Bekasi, Jawa Barat. Penulis lulus pada tahun 2014 dan berhasil lolos
seleksi masuk perguruan tinggi negeri di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur
undangan. Penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan dan kepanitiaan di IPB. Organisasi yang aktif diikuti penulis yaitu
Himpunan Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura periode 2015-2016 dan periode
2016-2017. Kegiatan kepanitiaan yang pernah diikuti penulis yaitu Masa
Pengenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) 52 tahun 2015, 2nd Youth Camp
and Agriculture tahun 2015, Pembinaan Himagron 2016, Fruit Indonesia 2016,
Flori Indonesia 2017, dan TEGAR (Temu Keluarga Agronomi) tahun 2017.

Anda mungkin juga menyukai