Nabi ah P aba a i Ai i
NIM A24140017
i
ABSTRAK
Jintan hitam (Nigella sativa L.) adalah tanaman herbal yang bermanfaat
sebagai obat dan rempah. Jintan hitam belum banyak dibudidayakan di Indonesia
karena perbedaan habitat. Pengembangan dan penelitian mengenai tanaman jintan
hitam lebih banyak dilakukan di daerah dataran tinggi, namun terkendala dengan
tanaman lain yang sudah dibudidayakan seperti tanaman sayur sehingga
dibutuhkan cara untuk melakukan budidaya tanaman jintan hitam dan tetap
mendapatkan keuntungan dari tanaman budidaya lain, dengan menanam secara
tumpangsari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan
produksi tanaman jintan hitam yang ditumpangsarikan dengan wortel dan kubis.
Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan kelompok lengkap teracak
dua faktor yaitu jarak tanam (15 cm x 15 cm, 20 cm x 15 cm, 30 cm x 15 cm) dan
pola tanam (monokultur dan tumpangsari). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan jarak tanam 15 cm x 15 cm dan pola tanam monokultur memberikan
hasil yang terbaik pada pertumbuhan tanaman jintan hitam, bobot biji per
tanaman, bobot 100 biji, produktivitas, panjang kapsul, diameter kapsul, jumlah
kapsul per tanaman, dan jumlah biji per kapsul. Nilai nisbah kesetaraan lahan
pada pola tanam tumpangsari jintan hitam dengan wortel maupun kubis memiliki
hasil yang saling menguntungkan.
ABSTRACT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
ii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penelitian yang berjudul Pertumbuhan dan
Produksi Jintan Hitam (Nigella sativa L.) pada Pola Tanam Tumpangsari dengan
Kubis dan Wortel dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ayah, mamah, Salsa, Kayysa serta seluruh keluarga atas do a, dukungan
dan kasih sayang yang diberikan.
2. Dr. Ani Kurniawati, S.P., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan masukan serta bimbingan selama penelitian dan penyelesaian
skripsi.
3. Prof. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, M.S. selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan masukan pada saat ujian akhir skripsi.
4. Anggi Nindita S.P., M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan saran, bimbingan, serta nasehat kepada penulis selama masa
studi di Departemen Agronomi dan Hortikultura.
5. Bapak Nana dan seluruh staf Kebun Percobaan Pasir Sarongge atas bantuan
teknis di lapangan.
6. Teman-teman AGH 51 (Azalea) yang telah memberikan motivasi dan
membantu penulis selama penelitian dan masa studi di Departemen
Agronomi dan Hortikultura.
7. Ayus, Rizka, Yeni, dan Witri yang selalu memberi semangat dan bantuan
kepada penulis dalam segala hal.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
memberikan informasi serta menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.
Nabi ah P aba a i Ai i
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Hipotesis 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Deskripsi Jintan Hitam 2
Budidaya Jintan Hitam 3
Manfaat dan Kandungan Jintan Hitam 4
Tumpangsari 4
Kubis 5
Wortel 6
METODE PENELITIAN 6
Tempat dan Waktu 6
Bahan dan Alat 6
Rancangan Percobaan 7
Analisis Data 7
Prosedur Percobaan 8
Pengamatan Percobaan 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Kondisi Umum 10
Fase Vegetatif 13
Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, dan Jumlah Cabang 13
Fase Generatif 15
Umur Berbunga dan Jumlah Bunga Antesis 15
Jumlah Kapsul per Tanaman dan Jumlah Kapsul Hampa 16
Panjang Kapsul, Diameter Kapsul, dan Jumlah Folikel 17
Bobot Biji per Tanaman, Bobot 100 Biji, dan Produktivitas 18
Produksi Kubis dan Wortel 19
Diameter, Bobot Kubis per Tanaman, dan Produktivitas 19
Panjang Umbi, Diameter Umbi, Bobot Segar Umbi per Tanaman,
dan Produktivitas 20
Produktivitas Lahan 21
KESIMPULAN DAN SARAN 22
Kesimpulan 22
Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 23
LAMPIRAN 27
RIWAYAT HIDUP 32
ix
DAFTAR TABEL
1. Perlakuan Percobaan 7
2. Pengaruh jarak tanam dan pola tanam terhadap tinggi tanaman 13
jintan hitam
3. Pengaruh jarak tanam dan pola tanam terhadap jumlah daun 14
tanaman jintan hitam
4. Pengaruh jarak tanam dan pola tanam terhadap jumlah cabang 15
tanaman jintan hitam
5. Umur berbunga dan jumlah bunga antesis tanaman jintan hitam 16
pada perlakuan jarak tanam dan pola tanam
6. Jumlah kapsul per tanaman dan jumlah kapsul hampa tanaman 17
jintan hitam pada perlakuan jarak tanam dan pola tanam
7. Panjang kapsul, diameter kapsul, dan jumlah folikel tanaman jintan 18
hitam pada perlakuan jarak tanam dan pola tanam
8. Bobot 100 biji, bobot biji per tanaman, dan produktivitas tanaman 19
jintan hitam pada perlakuan jarak tanam dan pola tanam
9. Pengukuran diameter, bobot per tanaman, dan produktivitas 20
tanaman kubis pada perlakuan pola tanam
10. Pengukuran panjang umbi, diameter umbi, bobot umbi per 21
tanaman, dan produktivitas tanaman wortel pada perlakuan pola
tanam
11. Nilai nisbah kesetaraan lahan tumpangsari jintan hitam dengan 22
wortel dan kubis
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. Layout percobaan 29
2. Rekapitulasi sidik ragam 31
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jintan hitam (Nigella sativa L.) merupakan tanaman yang berasal dari
wilayah Mediterania, kemudian tumbuh dan menyebar ke Afrika bagian utara,
Asia Timur, dan Eropa bagian selatan. Berdasarkan iklim dan kondisi tanah,
budidaya jintan hitam dapat tumbuh subur di negara-negara Timur Tengah,
Mediterania, dan Asia Selatan. Tanaman jintan hitam termasuk ke dalam famili
Rununculaceae. Jintan hitam merupakan tanaman semusim yang sudah
dibudidayakan di Arab, India dan sudah di introduksi ke beberapa negara di benua
Eropa, Asia, dan Africa (Lim, 2013).
Biji jintan hitam memiliki kandungan bahan aktif thymoquinone,
thymohydroquinone, dithymoquinone, dan p-cymene, selain itu biji jintan hitam
mengandung protein, lemak, karbohidrat, serat, vitamin dan mineral (Sultana et
al., 2015). Thymoquinone termasuk senyawa bioaktif yang berasal dari golongan
terpenoid yaitu monoterpen. Menurut Salem (2005) thymoquinone berpotensi
sebagai imun yang berhubungan dengan antitoksik, antihistamin, antimikroba, dan
juga sebagai antikanker.
Jintan hitam masih banyak diimpor untuk keperluan di industri jamu dan
obat, pelumatan buah-buahan, kecap, dan bumbu masak dalam industri besar
maupun menengah. Impor jintan hitam berasal dari India, Mesir, dan negara timur
tengah lainnya. Total impor tiap tahunnya mencapai 510,003 kg (Wahyuni, 2009).
Produk jintan hitam banyak dijual di Indonesia dalam bentuk serbuk dan minyak
yang dikemas dalam kapsul dan dikenal masyarakat dengan nama
Habbatussauda (Suryadi, 2014).
Jintan hitam di Indonesia sendiri belum banyak dibudidayakan, karena
termasuk tanaman introduksi yang adaptasi dan teknik budidaya belum banyak
diketahui. Pengembangan tanaman jintan hitam hanya di wilayah tertentu dengan
ketinggian > 700 m dpl, namun dengan karakter agronomis yang dimiliki,
tanaman ini potensial untuk dapat dikembangkan di Indonesia karena siklus
tumbuh yang relatif pendek (± 3 bulan) (Suryadi, 2016). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Ridwan (2014) tanaman jintan mampu menyelesaikan siklus
hidupnya di dataran tinggi Manoko Lembang dengan ketinggian 1301.5 m dpl.
Menurut Asobah (2017) dan Putra (2017) tanaman jintan yang ditanam di Kebun
Percobaan Pasir Sarongge, Cianjur pada ketinggian 1,117 m dpl dapat
menyelesaikan siklus hidupnya selama 105 hari. Berdasarkan hal tersebutlah
pengembangan dan penelitian mengenai tanaman jintan hitam lebih banyak
dilakukan di daerah dataran tinggi, namun dalam hal budidaya masih terkendala
karena bersaing dengan tanaman-tanaman lain yang sudah dibudidayakan di
dataran tinggi seperti tanaman sayur yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup
tinggi, sehingga dibutuhkan sebuah cara untuk melakukan budidaya tanaman
jintan hitam dan tetap mendapatkan keuntungan dari tanaman budidaya lain, yaitu
dengan penanaman secara tumpangsari.
Lahan pertanian yang semakin berkurang dan beralih fungsi menyebabkan
kesulitan dalam kegiatan bercocok tanam skala luas sehingga berpengaruh
terhadap pendapatan petani (Hermawati, 2016). Keterbatasan lahan tersebut
2
Tujuan
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Jintan Hitam
daun antara 1.8 cm – 4.6 cm dan panjang daun antara 2.7 cm – 6.4 cm dengan luas
daun antara 0.26 cm2 – 3.72 cm2. Daun jintan berwarna hijau dan terdapat bulu
halus berwarna putih dipermukaan daun.
Tanaman jintan hitam termasuk tanaman yang mempunyai bunga banyak
dan bunga terletak pada ujung batang. Bunga jintan hitam termasuk bunga
hermaphrodit, yaitu bunga yang mempunyai benang sari (alat kelamin jantan) dan
putik (alat kelamin betina) dalam satu bunga. Putik pada bunga jintan hitam
terletak lebih tinggi daripada benang sari. Proses penyerbukan tangkai putik
melengkung ke bawah mendekati benang sari sehingga kepala putik bersentuhan
dengan kepala benang sari (Suryadi, 2014).
tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, waktu berbunga hingga bunga antesis.
Penambahan pupuk hayati pada tanaman jintan hitam berpengaruh terhadap waktu
berbunga, semakin tinggi dosisnya maka waktu berbunga semakin lama.
Jintan hitam (Nigella sativa L.) termasuk tanaman rempah sekaligus obat
yang memiliki banyak manfaat. Biji dan minyak jintan hitam dimanfaatkan
masyarakat Arab sebagai bahan masakan untuk penambah rasa, bahan penyegar,
dan obat-obatan (Paarakh, 2010).
Biji jintan hitam memiliki kandungan bahan aktif thymoquinone,
thymohydroquinone, dithymoquinone, dan p-cymene, selain itu biji jintan hitam
mengandung protein, lemak, karbohidrat, serat, vitamin dan mineral (Sultana et
al., 2015). Jintan hitam digunakan sebagai obat herbal hampir diseluruh dunia
terutama negara-negara dibagian timur, Eropa, dan Asia. Tanaman ini dapat
menyembuhkan berbagai penyakit seperti asma, bronkitis, diabetes, hipertensi,
rematik, obesitas, kanker dan penyakit lainnya (Lim, 2013).
Thymoquinone merupakan salah satu senyawa yang paling banyak
terkandung pada tanaman jintan hitam sekitar 30%-48% (Sultana et al., 2015).
Thymoquinone termasuk senyawa bioaktif yang berasal dari golongan terpenoid
yaitu monoterpen. Menurut Salem (2005) thymoquinone berpotensi sebagai imun
yang berhubungan dengan antitoksik, antihistamin, antimikroba, dan juga sebagai
antikanker.
Tumpangsari
Sistem pola tanam tumpangsari merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan untuk memanfaatkan lahan secara optimum sekaligus dapat
meningkatkan produktivitas lahan. Sistem tanam ini menggabungkan beberapa
jenis tanaman yang sengaja dikombinasi untuk menghasilkan interaksi yang
menguntungkan. Menurut Adiyoga (2004) pola tanam tumpangsari memiliki
keuntungan yang cukup banyak yang tidak ada pada pola tanam monokultur
seperti dapat mengatur populasi tanaman sesuai yang dikehendaki, dalam satu
areal terdapat berbagai komoditas, peluang memperoleh hasil lebih banyak,
kombinasi tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis serta menekan jumlah
hama dan penyakit.
Tumpangsari merupakan salah satu program intensifikasi pertanian yang
dapat digunakan sebagai alternatif melipatgandakan hasil pertanian, terutama
daerah-daerah yang kurang produktif. Hasil yang maksimal dapat diperoleh
dengan memilih tanaman yang mampu memanfaatkan ruang dan waktu seefisien
mungkin, serta dapat menurunkan pengaruh kompetitif antar tanaman (Setiawan,
2009). Komoditas sayuran paling banyak diusahakan secara tumpangsari seperti
kentang, kubis, petsai, cabai, tomat, kacang merah, bawang daun, wortel dan
buncis. Evaluasi sistem pertanaman tumpangsari berkisar 1.13 – 2.10 dengan total
produktivitas sistem tumpangsari 47% lebih tinggi dibandingkan sistem
monokultur (Adiyoga, 2004).
Lithourgidis et al. (2011) menyatakan bahwa kegiatan tumpangsari
memberikan manfaat pada hasil produksi yang lebih baik dan meningkatkan
5
kesuburan tanah melalui fiksasi nitrogen. Hal-hal yang perlu diperhatikan supaya
kegiatan tumpangsari ini tercapai adalah penggabungan antar tanaman yang
memiliki kemampuan perakaran yang berbeda, stuktur kanopi atau tajuk tanaman,
tinggi tanaman, dan kebutuhan nutrisi tanaman.
Hasil produksi dan komponen produksi dipengaruhi oleh rasio tanam.
Tanaman jintan hitam yang ditanam secara tumpangsari dengan kacang arab
(Cicer arietinum L.) dengan rasio tanam 100% jintan hitam dan 10% kacang arab
dapat meningkatkan pendapatan para petani dan efisiensi penggunaan lahan
(Rezaei-Chiyaneh dan Gholinezhad, 2015). Menurut penelitian Rezaei-Chiyaneh
(2016) jintan hitam yang ditumpangsarikan dengan basil dan kacang-kacangan
memberikan NKL lebih tinggi dibandingkan dengan pola monokulturnya.
Persentase kandungan minyak pada jintan hitam juga lebih tinggi dibandingkan
dengan pola monokulturnya. Tanaman jintan hitam juga dapat ditumpangsarikan
dengan kunyit dan saffron, menurut Gorbani dan Koocheki (2017) jintan hitam
yang digunakan sebagai tanaman sela pada tanaman kunyit memberikan hasil
yang cukup baik pada produksi rimpang kunyit.
Kubis
Kubis (Brassica oleracea L.) atau yang lebih dikenal dengan sebutan kol
merupakan tanaman yang berasal dari subtropik yaitu Eropa dan Mediterrania
(Rukmana, 1994). Tanaman kubis merupakan tanaman semusim yang termasuk
dalam famili Brassicaceae. Daun berbentuk bulat telur sampai lonjong dan lebar.
Perakaran agak dangkal, tunggang dan bercabang, memiliki banyak akar serabut.
Kubis mengandung protein, Vitamin A, Vitamin C, Vitamin B1, Vitamin B2, dan
Niacin (Setiawati et al., 2007).
Kubis dapat tumbuh pada dataran rendah hinggi dataran tinggi dengan tanah
yang mengandung humus, gembur, porus, pH tanah sekitar 6-7, dan dapat ditanam
sepanjang tahun dengan pemeliharaan secara intensif (Edi dan Bobihoe, 2010).
Kubis dapat ditanam secara monokultur maupun tumpangsari dengan bawang
daun, tomat, dan tanaman sayuran lainnya pada dataran tinggi dengan ketinggian
800 – 2,000 m dpl dan di dataran rendah dengan ketinggian 200 m dpl (Setiawati
et al., 2007). Menanam kubis dimulai dengan menyemai benih yang sebelumnya
telah direndam selama ± 2 jam, kemudian dikeringkan. Media tanam yang
digunakan untuk persemaian adalah campuran tanah dan pupuk organik yang
kemudian ditutup dengan daun pisang. Bibit yang siap tanam adalah yang
berumur 3-4 minggu atau sudah memiliki 4-5 helai daun (Edi dan Bobihoe, 2010).
Menurut penelitian Setyowati et al. (2013) tanaman kubis yang ditanam
secara tumpangsari dengan bawang daun memiliki hasil NKL (Nilai Kesetaraan
Lahan) sebesar 2.68 sehingga lebih menguntungkan menggunakan pola tanam
tumpangsari dibandingkan monokultur. Menurut Eldriadi (2011) tanaman kubis
yang ditumpangsarikan dengan tomat dapat menekan perkembangan parasitoid C.
pavonana dan P. xylostella begitu pula dengan tanaman cabai yang dapat
menekan populasi P. xylostella.
6
Wortel
Wortel (Daucus carota L.) merupakan tanaman sayuran umbi biennial dari
famili Umbelliferae yang berbentuk semak. Tanaman wortel dapat tinggi tegak
mulai dari 30 cm – 100 cm. Daunnya majemuk menyirip ganda dua atau tiga,
memiliki anak daun berbentuk lanset. Batang pendek seolah-olah tidak ada.
Umbinya bervariasi tergantung varietas atau kultivarnya (Rukmana, 1995).
Wortel tumbuh optimum pada suhu 15-21 oC yang cocok untuk
pertumbuhan akar dan bagian atas tanaman. Wortel membutuhkan drainase yang
baik, kaya bahan organik dan subur pada ketinggian 1,200-1,500 m dpl, pH 5-8
dengan kelembaban tanah yang cukup agar dapat tumbuh seragam. Penanaman
wortel dilakukan dengan cara disebar langsung di lahan, perlakuan persemaian
tidak dilakukan karena saat pemindahan dapat terjadi kerusakan perakaran
sehingga pertumbuhan tanaman tidak baik (Setiawati et.al., 2007).
Varietas wortel cukup banyak, biasanya pengelompokkan didasarkan pada
bentuk umbi. Terdapat 3 kelompok yaitu imperator (umbi bulat panjang dan
meruncing), chantenay (umbi bulat panjang ujung tumpul), dan nantes atau
peralihan antara tipe imperator dan chantenay (Rukmana, 1995). Pemeliharaan
tanaman wortel diperlukan agar mendapat hasil umbi yang sesuai, salah satu
caranya adalah melakukan penyiangan. Penyiangan dilakukan agar tidak terjadi
perebutan unsur hara, air, sinar matahari, dan ruang tumbuh. Menurut Sobari dan
Fathurohman (2017) interval penyiangan pada tanaman wortel berpengaruh
terhadap hasil produksi. Penyiangan sebanyak 3 kali direkomendasikan untuk
dilakukan karena menghasilkan tanaman wortel yang lebih tinggi.
Wortel digolongkan kedalam 3 kelas mutu berdasarkan SNI, yaitu kelas
super, kelas 1 dan kelas 2. Mutu kelas super memiliki panjang 23 cm – 25 cm
dengan diameter > 4 cm. Mutu kelas 1 memiliki panjang umbi 12 cm – 22 cm
dengan diameter 3 cm – 4 cm. Mutu kelas 2 juga memiliki panjang umbi 8 cm –
14 cm, dan diameter 2 cm – 3 cm (BSN, 2004).
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Bahan yang digunakan adalah ini benih jintan hitam aksesi NS-US-16 dari
Amerika Serikat, benih wortel varietas lokal Cipanas, bibit kubis varietas
Grand11, PGPR (Plant growth promoting rhizobacteria), insektisida karbofuran,
fungisida, bakterisida, pupuk Urea, SP-36, KCl, pupuk kandang, kapur pertanian.
Alat yang digunakan adalah alat pertanian, plastik UV, bambu, ajir, alat
tulis, penggaris, meteran, timbangan, dan alat dokumentasi.
7
Rancangan Percobaan
Keterangan : Yijk = nilai pengamatan pada pola tanam ke-i, jarak baris ke-j
dan ulangan ke-k
µ = rataan umum
i = pengaruh pola tanam ke-i i = monokultur, tumpangsari
j = pengaruh jarak antar baris ke-j j = 1,2,3
ij = pengaruh interaksi pola tanam dan jarak tanam
k = pengaruh kelompok
ijk = pengaruh acak percobaan pola tanam ke-i, jarak baris
ke-j dan ulangan ke-k
Analisis Data
Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji F pada taraf nyata = 5%.
Perlakuan yang berpengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada taraf = 5%.
8
Prosedur Percobaan
Persiapan lahan
Lahan penanaman seluas 200 m2 dibersihkan dari gulma dan dibagi menjadi
44 petak dengan masing-masing petak berukuran 1.5 m x 1.5 m dengan jarak antar
petak 50 cm. Lahan kemudian diberi pupuk kandang sebanyak 15 ton ha-1 dan
kapur pertanian sebanyak 4,000 kg ha-1 (Asobah, 2017). Persiapan lahan
dilakukan 2 minggu sebelum pelaksanaan penanaman. Lahan yang akan
digunakan untuk menanam kubis diberi persiapan tambahan yaitu dengan
mengangkat lapisan top soil dan mengganti dengan campuran tanah, pupuk
kandang sebanyak 1 kg per lubang tanam. Hal tersebut dilakukan untuk
meminimalisir tanaman kubis terserang penyakit akar gada.
Penanaman
Benih jintan hitam yang sudah direndam kemudian ditanam secara langsung
pada lubang tanam sesuai dengan perlakuan jarak tanam dengan jumlah benih per
lubang sebanyak 2 benih. Benih wortel yang sudah direndam kemudian ditanam
secara alur dengan jarak antar alur sebesar 60 cm. Bibit kubis yang sudah siap
tanam, ditanam dengan jarak tanam 60 cm x 50 cm.
Pemeliharaan tanaman
a. Penyiraman dilakukan saat pagi dan sore hari.
b. Pemupukan
Kebutuhan pupuk tanaman jintan hitam adalah 533 kg ha-1 Urea, 250
kg ha-1 KCl, dan 436 kg ha-1 SP-36 yang diaplikasikan sebanyak 2 kali
yaitu ½ dosis untuk urea dan KCl, dan keseluruhan untuk SP-36 sebagai
pupuk dasar pada 4 minggu setelah tanam (MST) dan ½ dosis lagi saat 8
MST (Widyatmoko, 2018).
Kebutuhan pupuk tanaman wortel adalah Urea 100 kg ha-1, KCl 30 kg
ha , dan SP-36 100 kg ha-1 yang diaplikasikan sebanyak 3 kali setelah
-1
Pemanenan
Pemanenan jintan hitam dilakukan secara bertahap, dimulai pada saat
tanaman berumur 13 MST. Kapsul yang telah memenuhi kriteria panen adalah
kapsul yang sudah berwarna coklat dan kering. Pemanenan dilakukan dengan
memotong bagian tangkai menggunakan gunting dan diletakkan didalam plastik.
Pemanenan kubis dilakukan pada umur 12 MST saat krop kubis sudah
berukuran besar dan padat. Pemanenan wortel dilakukan pada umur 14 MST.
Pengamatan Percobaan
D. Produktivitas lahan
Nisbah kesetaraan lahan (NKL) dihitung berdasarkan produksi jintan
hitam, kubis, dan wortel pada pola tanam tumpangsari. Nilai NKL
menggambarkan suatu areal yang dibutuhkan untuk total produksi monokultur
yang setara dengan 1 ha produksi tumpangsari.
Tanaman saling menguntungkan apabila nilai NKL > 1. Nilai NKL dapat
dihitung menggunakan rumus berikut :
(a) (b)
Gambar 3. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman kubis. a. ulat krop kubis
(Crocidolomia binotalis Zell.), b. tanaman yang terkena akar gada
Fase Vegetatif
Tabel 2. Pengaruh jarak tanam dan pola tanam terhadap tinggi tanaman jintan
hitam
Tinggi tanaman (cm) pada minggu ke-
Perlakuan 13
5 MST 7 MST 9 MST 11 MST
MST
Jarak Tanam
15 cm x 15 cm 7.37 25.39 38.99 44.60 43.44
20 cm x 15 cm 6.50 23.03 38.33 41.54 41.39
30 cm x 15 cm 6.89 17.48 30.55 35.64 34.48
Pola Tanam
Monokultur 6.32 22.92 39.00 46.97 46.38a
Tumpangsari dengan Wortel 6.83 24.24 41.13 46.71 45.84a
Tumpangsari dengan Kubis 7.44 18.33 27.13 27.66 27.45b
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf 5%.
14
Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun yang
dihasilkan oleh tanaman jintan hitam. Perlakuan pola tanam memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun (Tabel 3) tanaman jintan hitam.
Daun pada tanaman jintan hitam yang ditanam secara monokultur memiliki
jumlah daun lebih banyak 67.5% dibandingkan tanaman jintan hitam yang
ditanam secara tumpangsari dengan kubis.
Jumlah daun pada pola tanam tumpangsari dengan kubis memiliki angka
terendah. Hal ini dikarenakan pertumbuhan tanaman jintan hitam terhambat oleh
tanaman kubis yang pertumbuhan daunnya ke arah samping dan cepat, sehingga
sebagian tanaman jintan hitam tertutupi oleh daun kubis. Menurut Setiawati
(2017) peningkatan jumlah daun pada tanaman jintan hitam mengikuti
peningkatan tinggi tanaman. Daun tumbuh pada ruas-ruas batang tanaman,
sehingga semakin tinggi tanaman maka jumlah daun akan semakin banyak.
Tabel 3. Pengaruh jarak tanam dan pola tanam terhadap jumlah daun jintan hitam
Jumlah daun (helai) pada minggu ke-
Perlakuan
5 MST 7 MST 9 MST 11 MST 13 MST
Jarak tanam
15 cm x 15 cm 5.29 18.99 33.23 38.15 31.59
20 cm x 15 cm 4.83 16.14 33.92 43.19 38.05
30 cm x 15 cm 4.68 13.71 27.75 33.41 29.59
Pola tanam
Monokultur 5.02 18.36ab 42.24a 56.31a 47.91a
Tumpangsari dengan Wortel 5.31 17.86ab 34.78ab 41.61ab 35.03a
Tumpangsari dengan Kubis 4.21 12.06b 17.42b 17.31b 15.57b
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf 5%.
Tabel 4. Pengaruh jarak tanam dan pola tanam terhadap jumlah cabang tanaman
jintan hitam
Jumlah cabang pada minggu ke-
Perlakuan
7 MST 9 MST 11 MST 13 MST
Jarak tanam
15 cm x 15 cm 4.39 8.44 11.65 11.78
20 cm x 15 cm 3.49 8.62 14.98 15.66
30 cm x 15 cm 3.41 7.91 12.24 14.45
Pola tanam
Monokultur 4.60ab 11.92a 21.57a 23.23a
Tumpangsari dengan Wortel 4.19ab 8.53ab 12.53ab 12.74b
Tumpangsari dengan Kubis 2.17b 4.16b 4.69b 4.99c
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf 5%.
Fase Generatif
sehingga terjadi persaingan dalam penyerapan cahaya dan unsur hara lain yang
dibutuhkan untuk kegiatan fotosintesis.
Tabel 5. Umur berbunga dan jumlah bunga antesis tanaman jintan hitam pada
perlakuan jarak tanam dan pola tanam
Umur berbunga Jumlah bunga antesis per
Perlakuan
(MST) tanaman (tangkai)
Jarak tanam
15 cm x 15 cm 8.55 14.03
20 cm x 15 cm 8.07 13.35
30 cm x 15 cm 7.97 12.25
Uji F tn tn
Pola tanam
Monokultur 8.80 19.44a
Tumpangsari dengan Wortel 8.79 13.25ab
Tumpangsari dengan Kubis 6.98 6.30b
Uji F tn *
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf 5%. * = menunjukkan pengaruh nyata pada taraf nyata
5%, dan tn = pengaruh tidak nyata pada taraf nyata 5%.
Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah kapsul per
tanaman dan jumlah kapsul hampa pada tanaman jintan hitam. Hasil penelitian ini
lebih tinggi dibandingkan Wahyuni (2018) pada perlakuan jarak tanam yang lebih
lebar. Perlakuan pola tanam memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah
kapsul per tanaman, dan berpengaruh nyata terhadap jumlah kapsul hampa pada
tanaman jintan hitam (Tabel 6). Jumlah kapsul yang dihasilkan pada jarak tanam
20 cm x 15 cm lebih tinggi dibandingkan dengan jarak tanam 15 cm x 15 cm dan
30 cm x 15 cm. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Koli (2013) bahwa
perlakuan jarak tanam 20 cm x 15 cm menghasilkan jumlah kapsul lebih banyak
dibandingkan jarak tanam 15 cm x 15 cm.
Jumlah kapsul jintan hitam pada pola tanam tumpangsari dengan kubis
memiliki hasil terendah. Hal tersebut diduga terjadi karena rendahnya cahaya
matahari yang diterima oleh tanaman jintan hitam sehingga mengganggu
metabolisme tanaman. Menurut Setiawati (2017) cahaya memiliki peranan
penting terhadap pembentukan kapsul dan pengisian kapsul.
Taiz dan Zeiger (1991) menyatakan bahwa kondisi lingkungan tumbuh yang
kurang optimal akan berpengaruh pada proses inisiasi bunga dan akan
menurunkan jumlah bunga dan jumlah kapsul yang terbentuk. Menurut Fufa
(2016) jumlah kapsul per tanaman menunjukkan korelasi yang positif terhadap
jumlah cabang per tanaman dan juga berpengaruh terhadap jumlah biji per kapsul.
17
Tabel 6. Jumlah kapsul per tanaman dan jumlah kapsul hampa tanaman jintan
hitam pada perlakuan jarak tanam dan pola tanam
Jumlah kapsul per Jumlah kapsul hampa
Perlakuan
tanaman (buah) (%)
Jarak tanam
15 cm x 15 cm 9.42 21.44
20 cm x 15 cm 11.84 14.18
30 cm x 15 cm 8.34 24.46
Uji F tn tn
Pola tanam
Monokultur 16.28a 19.90a
Tumpangsari dengan Wortel 10.28b 20.62a
Tumpangsari dengan Kubis 3.02c 12.91b
Uji F ** *
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf 5%. * = menunjukkan pengaruh nyata pada taraf nyata
5%, ** = menunjukkan pengaruh nyata pada taraf 1%, dan tn = pengaruh tidak nyata
pada taraf nyata 5%.
Asobah (2017) menyatakan bahwa kapsul isi ditandai dengan kondisi biji
yang keras, kapsul tidak keriput dan berwarna kuning kecoklatan, biji yang
dihasilkan berwarna hitam. Kapsul yang hampa ditandai dengan biji yang matang
tidak sempurna, biji ini dihasilkan dari kondisi kapsul yang keriput berwarna putih
sampai kuning kecoklatan. Biji yang berkembang tidak sempurna ditandai dengan
tekstur biji yang lunak, tidak berisi, dan keriput (Gambar 4).
Gambar 4. Perbedaan biji pada jintan hitam. a. berkembang sempurna, b. biji tidak
berkembang sempurna, c. biji tidak berkembang
Panjang Kapsul, Diameter Kapsul, Jumlah Folikel, dan Jumlah Biji per
Kapsul
Jumlah folikel pada tanaman jintan hitam sesuai dengan jumlah antena pada
kapsul. Perlakuan jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
diameter kapsul, jumlah folikel kapsul, dan jumlah biji per kapsul. Hal tersebut
tidak sejalan dengan penelitian Wahyuni (2018) yang menyatakan bahwa jarak
tanam berpengaruh nyata terhadap panjang kapsul dan jumlah folikel per
kapsulnya.
Perlakuan pola tanam memberikan pengaruh yang nyata pada diameter
kapsul dan jumlah folikel kapsul, serta berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah
biji per kapsul (Tabel 7). Rendahnya ukuran kapsul jintan hitam pada pola tanam
18
Tabel 7. Panjang kapsul, diameter kapsul, dan jumlah folikel tanaman jintan
hitam pada perlakuan jarak tanam dan pola tanam
Panjang Diameter Jumlah Jumlah
Perlakuan kapsul kapsul Folikel biji per
(cm) (mm) (buah) kapsul
Jarak tanam
15 cm x 15 cm 1.14 7.95 4.79 67.66
20 cm x 15 cm 1.04 7.38 4.38 63.55
30 cm x 15 cm 0.82 5.76 3.52 48.49
Uji F tn tn tn tn
Pola tanam
Monokultur 1.24a 9.09a 5.40a 84.48a
Tumpangsari dengan Wortel 1.11a 8.08a 4.75a 68.40a
Tumpangsari dengan Kubis 0.64b 3.92b 2.55b 28.80b
Uji F * * * **
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf 5%. * = menunjukkan pengaruh nyata pada taraf nyata
5%, ** = menunjukkan pengaruh nyata pada taraf 1%, dan tn = pengaruh tidak nyata
pada taraf nyata 5%.
Jumlah folikel pada tanaman jintan hitam memiliki jumlah yang beragam
(Gambar 5), Marschner (1995) menyatakan bahwa pemupukan unsur N dapat
mengoptimalkan hasil fotosintat, sehingga dapat mengoptimalkan ukuran organ
penyimpanan tanaman.
Perlakuan jarak tanam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot biji
per tanaman, bobot 100 biji, dan produktivitas. Jarak tanam 15 cm x 15 cm
meningkatkan bobot 100 biji hingga 40% dan meningkatkan produktivitas hingga
50% dibandingkan jarak tanam 30 cm x 15 cm (Tabel 8). Pola tanam memberikan
pengaruh yang nyata pada bobot biji per tanaman, bobot 100 biji, dan
produktivitas tanaman jintan hitam. Jintan hitam yang ditanam secara monokultur
mengasilkan bobot biji 21% lebih banyak dan menghasilkan produktivitas
tanaman 87% lebih tinggi dibandingkan yang ditanam secara tumpangsari.
Tabel 8. Bobot 100 biji, bobot biji per tanaman, dan produktivitas tanaman jintan
hitam pada perlakuan jarak tanam dan pola tanam
Bobot biji per Bobot 100 Produktivitas
Perlakuan
tanaman (g) biji (g) (kg ha-1)
Jarak tanam
15 cm x 15 cm 1.34 0.25a 515.50a (19.58t)
20 cm x 15 cm 1.63 0.20ab 422.40ab (16.93t)
30 cm x 15 cm 1.41 0.15b 248.60b (11.52t)
Uji F tn tn tn
Pola tanam
Monokultur jintan 2.80a 0.28a 906.80a (28.81t)
Tumpangsari dengan Wortel 1.33b 0.22a 227.80b (13.92t)
Tumpangsari dengan Kubis 0.25c 0.10b 51.90c (5.30t)
Uji F * * **
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf 5%. * = pengaruh nyata pada taraf nyata 5%, dan tn =
pengaruh tidak nyata pada taraf nyata 5%, t= menunjukkan data setelah di
transformasi √
Diameter Krop Kubis, Bobot Kubis per Tanaman, dan Produktivitas Kubis
Perlakuan pola tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil
panen dari tanaman kubis. Diameter tanaman, bobot tanaman, dan produktivitas
yang dihasilkan tidak jauh berbeda antara yang ditanam secara monokultur
20
maupun tumpangsari (Tabel 9). Menurut Herlina et al. (2017) kubis yang ditanam
lebih awal sebelum tanaman cabai akan lebih mendominasi ruang tumbuh
dibandingkan dengan kubis yang ditanam setelah tanaman cabai ditanam,
sehingga tanaman kubis lebih mampu berkompetisi untuk mendapatkan cahaya
matahari, air dan unsur hara. Berdasarkan hasil penelitian Subhan et al. (2005)
kubis pada pola tanam monokultur memiliki bobot kubis dan diameter krop lebih
rendah dibandingkan dengan kubis yang ditanam secara tumpangsari. Menurut
penelitian Setyowati et al. (2013) bobot krop kubis yang ditanam tumpangsari
dengan bawang daun memiliki hasil lebih besar 54.7% dibandingkan dengan
kubis yang ditanam secara monokultur.
Produksi tanaman kubis menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun
2017 adalah sebesar 1,442,624 ton, hasil tersebut lebih rendah dibandingkan
dengan tahun 2016 yang menghasilkan kubis sebanyak 1,513,326 ton (BPS,
2016). Berdasarkan hasil penelitian, tanaman kubis yang ditanam secara
monokultur dan juga tumpangsari dengan jintan hitam pada jarak 30 cm x 15 cm
memiliki hasil yang cukup tinggi. Hal ini diduga karena tanaman kubis
mendominasi ruang tumbuh dan juga mendapatkan cahaya matahari yang cukup
untuk melakukan laju fotosintesis.
Menurut Subhan et al. (2005) produksi tanaman kubis yang ditanam secara
monokultur memberikan hasil sebesar 22.60 ton ha-1, sedangkan yang ditanam
secara tumpangsari dengan tomat memberikan hasil sebesar 26.40 ton ha-1.
Panjang Umbi Wortel, Diameter Umbi Wortel, Bobot Segar Umbi Wortel
per Tanaman, dan Produktivitas Wortel
Tabel 10. Pengukuran panjang umbi, diameter umbi, bobot umbi per tanaman, dan
produktivitas tanaman wortel pada perlakuan pola tanam
Panjang Diameter Bobot
Produktivitas
Perlakuan umbi umbi umbi
(ton ha-1)
(cm) (cm) segar (g)
Monokultur 19.16 2.47 71.97 4.71
Wortel dan jinten 15 cm x 15 cm 19.97 3.31 96.34 13.30
Wortel dan jinten 20 cm x 15 cm 20.10 3.75 94.05 9.80
Wortel dan jinten 30 cm x 15 cm 20.18 3.89 86.77 7.81
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf 5%.
Produksi tanaman wortel menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun
2017 adalah sebesar 537,341 ton, hasil tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan tahun 2016 yang menghasilkan wortel sebanyak 537,526 ton (BPS, 2016).
Jankowska et al. (2012) menyatakan bahwa kegiatan tumpangsari pada tanaman
wortel tidak menurunkan hasil tanaman wortel, namun memberikan efek positif
terhadap peningkatan gula total pada umbi wortel sehingga lebih manis. Menurut
penelitian Rahayu et al. (2014) tanaman wortel yang ditumpangsarikan dengan
bawang daun mampu memproduksi sebanyak 26.43 ton ha-1. Penelitian Sudiarto
dan Sri (1988) pada tanaman wortel yang ditumpangsarikan dengan tanaman
terong menghasilkan produksi wortel sebanyak 9.90 ton ha-1, dan untuk
tumpangsari wortel dengan tanaman kubis bunga mampu memproduksi wortel
sebanyak 13.13 ton ha-1.
Produktivitas Lahan
Tabel 11. Nilai nisbah kesetaraan lahan tumpangsari jintan hitam dengan wortel
dan kubis
Nisbah kesetaraan lahan
Perlakuan
(NKL)
Tumpangsari Wortel dengan jintan 15 cm x 15 cm 3.39
Tumpangsari Wortel dengan jintan 20 cm x 15 cm 2.55
Tumpangsari Wortel dengan jintan 30 cm x 15 cm 1.93
Tumpangsari Kubis dengan jintan 15 cm x 15 cm 1.36
Tumpangsari Kubis dengan jintan 20 cm x 15 cm 1.46
Tumpangsari Kubis dengan jintan 30 cm x 15 cm 1.35
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga W., R. Suherman, N. Gunadi, A. Hidayat. 2004. Aspek nonteknis dan
indikator efisiensi sistem pertanaman tumpangsari sayuran dataran tinggi. J.
Hort. 14(3): 1-7.
Asobah I.N. 2017. Peningkatan pertumbuhan dan produksi jintan hitam (Nigella
sativa L.) dengan aplikasi kapur dan pupuk hayati. Skripsi. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2004. Wortel. http://sisni.bsn.go/index.php/
sni_main/sni/detail_sni/3567 [13 November 2017].
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Tabel Dinamis Produksi Tanaman Sayuran.
https://www.bps.go.id/site/resultTab [15 Oktober 2018].
Edi S., J. Bobihoe. 2010. Budidaya Tanaman Sayuran. BPTP Jambi, Jambi.
Eldriadi Y. 2011. Peran berbagai jenis tanaman tumpangsari dalam pengelolaan
hama utama dan parasitoidnya pada kubis bunga organik. Fakultas Pertanian
Universitas Andalas. Padang.
Fufa M. 2016. Correlation studies in yield and some yield components of black
cumin (Nigella sativa L.) landraces evaluated at Southeastern Ethiopia. Adv
Corp Sci Tech. 4(5): 239.
Ghouzhdi H.G. 2010. Indigenous knowledge in agriculture with particular
reference to black cumin (Nigella sativa) production in Iran. Scientific
Research and Essays 5(25): 4107-4109.
Gorbani R., A. Koocheki. 2017. Sustainable cultivation of saffron in Iran.
Lichtfouse E, editor. Springer, United Kingdom.
Herlina, A. Kurniawati, S.A. Aziz. 2015. Kebutuhan satuan panas pertumbuhan
jintan hitam (Nigella sativa L.) di dataran rendah wilayah tropis Indonesia.
Dalam: Maharijaya A., Efendi D., dan Susanto S, (Eds). Prosiding Seminar
Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia; Bogor, 19-20 Oktober 2015.
Herlina N., D. Haryono, D.T. Margawati. 2017. Pengaruh watu tanam kubis
(Brasssica oleraceae L. Var capitata) dan cabai (Capsicum annum L.)
terhadap efisiensi penggunaan lahan pada sistem tumpangsari. J. Hort.
Indonesia 8(2): 111-119.
Herlina N., Y. Aisyah. 2018. Pengaruh jarak tanam jagung manis dan varietas
kedelai terhadap pertumbuhan dan hasil kedua tanaman dalam sistem tanam
tumpangsari. Buletin Palawija 16(1): 9-16.
Hermawati D.T. 2016. Kajian ekonomi antara pola tanam monokultur dan
tumpangsari tanaman jagung, kubis dan bayam. J. Inovasi 18(1) : 66-71.
Koli S.A. 2013. Effect of variety and plant spacing on seed yield and yield
attributes of black cumin (Nigella sativa L.). Thesis. Faculty of Agriculture.
Sher-e-Bangla Agricultural University. Dhaka.
24
Sultana S., H.M. Asif, N. Akhtar, A. Iqbal, H. Nazar, R.U. Rehman. 2015. Nigella
sativa: monograph. Journal of Pharmacognosy dan Phytochemistry 4(4):
103-106.
Suryadi R. 2014. Karakter morfologi dan pemupukan N dan P anorganik terhadap
pertumbuhan dan produksi bioaktif thymoquinone jintan hitam (Nigella
sativa L.). Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suryadi R. 2016. Adaptasi jintan hitam (Nigella sativa) di dataran tinggi Jawa
Barat. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 22(3): 13-16.
Setiawan E. 2009. Kearifan lokal pola tanam tumpangsari di Jawa Timur. Jurnal
Agrivor 2(2): 79-88.
Setiawati W., R. Murtiningsih, G.A. Sopha, T. Handayani. 2007. Petunjuk Teknis
Budidaya Sayuran. DIPA Balitsa, Bandung.
Setiawati E. 2017. Pertumbuhan tanaman dan produksi bioaktif timokuinon jintan
hitam (Nigella sativa L.) pada berbagai taraf naungan dan pemupukan N.
Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Setyowati M.L., E. Sulistyaningsih, E.T.S. Putra. 2013. Pertumbuhan dan hasil
kubis (Brassica oleraceae L.) dalam sistem tumpangsari dengan bawang
daun (Allium fistulosum L.). J. Vegetika 2(3): 32-44.
Sobari E., F. Fathurohman. 2017. Efektivitas penyiangan terhadap hasil tanaman
wortel (Daucus carota L.) lokal Cipanas Bogor. J. Biodjati 2 (1): 1-8.
Taiz L., E. Zeiger. 1991. Plant Physiology. The Benjamin/Cummings Publishing
Company Inc., California.
Toncer O., S. Kizil. 2004. Effect of seed rate on agronomic and technologic
characters of Nigella sativa L.. Int. J. Agri. Biol. 6(3): 529-532.
Tuncturk R., M. Tuncturk, V. Ciftci. 2012. The effect of varying nitrogen doses
on yield and some yield components of black cumin (Nigella sativa L.).
Advances in Eviromental Biology 6(2): 855-858.
[USTP] Unit Science and Techo Park. 2015. Peta unit lapangan pasir sarongge.
http://ustp.ipb.ac.id// [8 Agustus 2018].
Wahyuni S. 2009. Peluang budidaya dan manfaat jintan hitam (Nigella sativa).
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 15(1): 23-25.
Wahyuni S.A. 2018. Penentuan jarak tanam dan waktu panen untuk meningkatkan
produksi dan mutu benih jintan hitam (Nigella sativa L.). Skripsi. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Widyatmoko S.A.N. 2018. Peningkatan pertumbuhan dan produksi biji tanaman
jintan hitam (Nigella sativa L.) melaui aplikasi pupuk nitrogen dan kalium.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
26
27
LAMPIRAN
28
29
W J2 WJ3 WJ1
K WJ1 J2 KJ3
WJ2 W K J1
KJ2 J3 WJ1 K
J2 KJ2 WJ3 W
J3 J1 WJ2 KJ2
Keterangan :
(J1) (J2)
30
B T
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Banjarnegara, Jawa Tengah pada tanggal 17 Mei 1996 dari
pasangan Geni Prahastono dan Diana Yuliyanti Khadijah. Penulis merupakan
anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SDN Wanasari
12 Bekasi, kemudian melanjutkan pendidikan di SMPS Al Muslim dan SMAS Al
Muslim, Bekasi, Jawa Barat. Penulis lulus pada tahun 2014 dan berhasil lolos
seleksi masuk perguruan tinggi negeri di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur
undangan. Penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan dan kepanitiaan di IPB. Organisasi yang aktif diikuti penulis yaitu
Himpunan Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura periode 2015-2016 dan periode
2016-2017. Kegiatan kepanitiaan yang pernah diikuti penulis yaitu Masa
Pengenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) 52 tahun 2015, 2nd Youth Camp
and Agriculture tahun 2015, Pembinaan Himagron 2016, Fruit Indonesia 2016,
Flori Indonesia 2017, dan TEGAR (Temu Keluarga Agronomi) tahun 2017.