Anda di halaman 1dari 40

EVALUASI KEBERHASILAN PERSEMAIAN PERMANEN

DRAMAGA DALAM MEMBANGUN HUTAN RAKYAT


DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR

AYU JUNIATI NURMAIMUN

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Keberhasilan


Persemaian Permanen Dramaga dalam Membangun Hutan Rakyat di Kecamatan
Ciampea, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2019

Ayu Juniati Nurmaimun


NIM E44120066
ABSTRAK
AYU JUNIATI NURMAIMUN. Evaluasi Keberhasilan Persemaian Permanen Dramaga
dalam Membangun Hutan Rakyat di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh
SUPRIYANTO.

Pembangunan Persemaian Permanen Dramaga bertujuan menyediakan bibit


berkualitas untuk merehabilitasi hutan dan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum,
Ciliwung dan Cisadane, dengan memproduksi dan mendistribusikan bibit baik dengan tujuan
penelitian, seremonial, maupun dalam pembangunan hutan rakyat. Faktor teknis dan sistem
distribusi berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan hutan rakyat. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis keberhasilan pembangunan hutan rakyat yang memperoleh bibit
dari Persemaian Permanen Dramaga. Hasil penelitian dari 5 lokasi, terdapat 2 lokasi
penanaman yang tidak berhasil ditemukan dan 3 lokasi penanaman berhasil ditemukan, 1
lokasi penanaman dengan tujuan penghijauan dan 2 lokasi penanaman dengan tujuan hutan
rakyat. Dengan demikian dari 5 lokasi distribusi bibit tahun 2016 hanya 3 lokasi yang berhasil
ditemukan lokasi penanamannya. Keberhasilan evaluasi pertumbuhan pohon di Desa Bojong
Jengkol, dapat dilihat dari persentase jadi, tinggi dan diameter pohon. Kampung Bojong
Nyamplung memiliki persentase jadi 86.58%, rata-rata tinggi 8.80 m dan diameter 14.60 cm,
sedangkan Kampung Cikirang memiliki persentase jadi 55.72%, rata-rata tinggi 5.40 m dan
diameter 8.52 cm. Dengan demikian Kampung Bojong Nyamplung memiliki persentase jadi,
rata-rata tinggi dan diameter pohon lebih tinggi dari Kampung Cikirang.

Kata kunci: hutan rakyat, keberhasilan, Persemaian Permanen Dramaga

ABSTRACT
AYU JUNIATI NURMAIMUN. Evaluation of the Success of Dramaga Permanent Nursery
for Building Private Forests in Ciampea District, Bogor Regency. Supervised by
SUPRIYANTO.

The development of the Dramaga Permanent Nursery aims to provide good quality of
seedlings to rehabilitate degraded forests and lands in the Citarum, Ciliwung and Cisadane
Watersheds, by producing and distributing seedlings both for research, ceremonial and private
forest development purposes. Technical factors and distribution systems may affect the
success of private forest development. This study aims to analyze the success of private forest
development which obtained seedlings from the Dramaga Permanent Nursery. The results of
research from 5 locations, Bogor Regency, showed that 2 planting locations were not found
and 3 planting locations were found, 1 planting locations for reforestation and 2 planting
locations for private forest. Thus, only 3 planting locations were found in Ciampea District.
The success of evaluating tree growth in Bojong Jengkol Village, can be seen from the
survival percentage, height and diameter growth tree. The Subvillage of Bojong Nyamplung
has survival percentage of 86.58%, an average height of 8.80 m and diameter of 14.60 cm,
while in Cikirang Subvillage has survival percentage of 55.72%, an average height of 5.40 m
and diameter of 8.52 cm. Thus Bojong Nyamplung Subvillage has higher survival percentage
of trees, the average height and diameter of trees than that of Cikirang Subvillage.

Keywords: Dramaga Permanent Nursery, private forest, success


EVALUASI KEBERHASILAN PERSEMAIAN PERMANEN
DRAMAGA DALAM MEMBANGUN HUTAN RAKYAT
DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR

AYU JUNIATI NURMAIMUN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan judul Evaluasi
Keberhasilan Persemaian Permanen Dramaga dalam Membangun Hutan Rakyat di
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Karya ilmiah disusun sebagai salah satu
syarat mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik karena adanya
dukungan, bimbingan, serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr Ir Supriyanto selaku dosen pembimbing atas pengetahuan dan
saran yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah ini.
2. Bapak Heru Ruhendi S,Hut selaku manager Persemaian Permanen Dramaga
atas bantuan dan saran yang telah diberikan sehingga penulis dapat
memperoleh data penelitian sebagai bahan dalam karya ilmiah ini.
3. Seluruh pegawai Persemaian Permanen Dramaga khusunya Pak Pepen dan
Eryanto Risky yang telah membantu dalam pencarian data dan lokasi
penelitian.
4. Petani hutan rakyat di Kecamatan Ciampea yang telah bersedia menjadi
responden dan telah mengizinkan penulis melaksanakan penelitian,
sehingga penulis dapat memperoleh data penelitian sebagai bahan dalam
karya ilmiah ini.
5. Dosen penguji atas saran, arahan dan masukan yang telah diberikan
sehingga membantu dalam perbaikan karya ilmiah ini.
6. Keluarga besar Maimun atas motivasi dan dukungan yang telah diberikan
kepada penulis
7. Staf Tata Usaha Silvikultur dan teman–teman civitas IPB atas motivasi
yang telah diberikan kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan berbagai manfaat kepada semua
pihak pembaca.

Bogor, Februari 2019

Ayu Juniati Nurmaimun


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Persemaian Permanen Dramaga 2
Hutan Rakyat 4
METODE 5
Lokasi dan Waktu Penelitian 5
Alat dan Bahan Penelitian 5
Prosedur Pengumpulan Data 6
Prosedur Analisis Data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
SIMPULAN DAN SARAN 26
Simpulan 26
Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 28
RIWAYAT HIDUP 30
DAFTAR TABEL

1 Produksi dan distribusi bibit Persemaian Permanen Dramaga 13


2 Klasifikasi pengeluaran bibit untuk tujuan hutan rakyat tahun 2016 14
3 Pengeluaran bibit untuk tujuan hutan rakyat di Kecamatan Ciampea tahun
2016 14
4 Ringkasan penyebab keberhasilan dan kegagalan penananaman 15
5 Jumlah tanaman pada lokasi penelitian 17
6 Data sumber daya pengelola hutan rakyat 18
7 Persentase jadi tanaman 21
8 Rekapitulasi pertumbuhan diameter 22
9 Rekapitulasi pertumbuhan tinggi 22

DAFTAR GAMBAR

1 Alur distribusi bibit 3


2 Alur prosedur penelitian 6
3 Lokasi pengamatan 7
4 Peta wilayah Kecamatan Ciampea 9
5 Media tanam 10
6 Benih yang disemai 10
7 Bedeng tabur 11
8 Bedeng sapih 11
9 Hormon, pupuk dan pestisida untuk pembibitan 11
10 Pengemasan dan pengangkutan bibit 12
11 Alur produksi bibit pottrai 12
12 Alur produksi bibit polibag 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Dokumentasi kegiatan Persemaian Permanen Dramaga 28


2 Dokumentasi hutan rakyat Kampung Cikirang 28
3 Dokumentasi hutan rakyat Kampung Bojong Nyamplung 29
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Persemaian Permanen merupakan salah satu program Kementerian Lingkungan


Hidup dan Kehutanan dalam upaya rehabilitasi hutan dan lahan di Indonesia.
Persemaian Permanen sudah tersebar di 26 Provinsi di Indonesia dengan jumlah 53
Persemaian Permanen dan 5 diantaranya ada di Provinsi Jawa Barat. Salah satu
Persemaian Permanen yang berada di Provinsi Jawa Barat adalah Persemaian Permanen
Dramaga yang dibangun pada tahun 2012, berdasarkan perjanjian kerjasama antara
BPDAS Citarum-Ciliwung dengan Fakultas Kehutanan IPB. Pembangunan Persemaian
Permanen Dramaga bertujuan menyediakan bibit berkualitas untuk merehabilitasi hutan
dan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, Ciliwung dan Cisadane, yakni
dengan memproduksi dan mendistribusikan bibit baik dengan tujuan penelitian,
seremonial, maupun dalam pembangunan hutan rakyat.
Hutan rakyat adalah hutan hak yang berada pada tanah yang dibebani hak milik
(Undang-Undang No. 41 tahun 1999). Peraturan Menteri Kehutanan No: P. 22/Menhut-
V/2007 menyebutkan bahwa kategori hutan rakyat adalah hutan yang berada pada tanah
yang dibebani hak lainnya di luar kawasan hutan dengan luas minimal 0.25 hektar dan
penutupan tajuk lebih dari 50%. Hutan rakyat dikatakan berhasil apabila memberikan
dampak positif terhadap pembangunan nasional. Analisis tingkat keberhasilan
pembangunan hutan rakyat dapat dinilai melalui pertumbuhan tanaman hutan rakyat
yang baik dengan indikator persentase jadi tanaman, serta tinggi dan diameter tanaman.
Menurut Zulkarnain (2008), faktor teknis merupakan faktor dalam usaha tani hutan
rakyat yang berhubungan dengan hal-hal teknis. Faktor teknis berpengaruh secara
langsung terhadap keberhasilan pertumbuhan tanaman budidaya petani hutan rakyat.
Faktor teknis yang dimaksudkan diantaranya ukuran bibit tanaman, jarak tanam, ukuran
lubang tanam, cara penanaman, pemeliharaan dan pemupukan.
Budidaya hutan rakyat merupakan salah satu upaya yang banyak dilakukan oleh
masyarakat di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Masyarakat melakukan budidaya
hutan rakyat agar memperoleh pendapatan sampingan untuk memenuhi kebutuhan
hidup keluarganya. Mudahnya memperoleh bibit tanaman secara gratis dari Persemaian
Permanen Dramaga dan dekatnya lokasi Persemaian Permanen Dramaga ke lokasi
penanaman, membuat banyak masyarakat terutama Gapoktan (gabungan kelompok tani)
yang mengajukan permintaan bibit ke Persemaian Permanen Dramaga. Hal tersebut
berpengaruh secara langsung terhadap keberadaan hutan rakyat di Kecamatan Ciampea,
sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat keberhasilan Persemaian
Permanen Dramaga dalam pembangunan hutan rakyat dan mengetahui pengaruh sistem
distribusi dan faktor teknis terhadap tingkat keberhasilan pembangunan hutan rakyat di
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

Perumusan Masalah
Hutan rakyat berperan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi kayu,
meningkatkan pendapatan masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan. Keterlibatan
petani dalam pengelolaan hutan rakyat merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan
kesejahteraan dan merupakan bentuk nyata partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan kehutanan.
2

Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan dua pertanyaan yang dapat


dijawab dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana pengaruh teknik penanaman bibit dari Persemaian Permanen Dramaga
terhadap tingkat keberhasilan pembangunan hutan rakyat di Kecamatan Ciampea?
2. Bagaimana pengaruh sistem distribusi bibit terhadap pembangunan hutan rakyat
di Kecamatan Ciampea?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis keberhasilan pembangunan hutan
rakyat yang memperoleh bibit dari Persemaian Permanen Dramaga di Kecamatan
Ciampea, Kabupaten Bogor.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi mengenai
keberhasilan Persemaian Permanen Dramaga dalam pembangunan hutan rakyat yang
mungkin dipengaruhi oleh sistem distribusi dan faktor teknis, yang dapat dijadikan
pedoman bagi pemilik dan kelompok tani dalam membangun hutan rakyat yang lebih
baik, serta dapat menjadi acuan bagi pemerintah daerah dalam memutuskan kebijakan
yang terkait dengan pembangunan hutan rakyat terutama di Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor.

TINJAUAN PUSTAKA

Persemaian Permanen Dramaga

Persemaian Permanen Dramaga dibangun pada tahun 2012 berdasarkan


Perjanjian Kerjasama antara BPDAS (BPDASHL) Citarum-Ciliwung dengan Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Persemaian Permanen Dramaga berlokasi di
Kampus IPB Dramaga Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Persemaian Permanen
dibangun selain bertujuan untuk mendukung program Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan dalam upaya rehabilitasi hutan dan lahan, juga dapat menjadi sarana
penelitian dan praktik lapangan mahasiswa (Persemaian Permanen Dramaga Bogor
2018).
Persemaian Permanen Dramaga secara adminitratif berada di Desa Babakan
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Persemaian Permanen Dramaga memiliki area
seluas 2 ha dan memiliki kapasitas produksi bibit per tahun yang cukup memadai,
seperti halnya pada tahun 2013 realisasi produksi sebanyak 500,000 bibit, tahun 2014
sebanyak 750,000 bibit, tahun 2015 sebanyak 1,013,183 bibit, tahun 2016 sebanyak
800,000 bibit, tahun 2017 sebanyak 1,100,000 bibit dan pada tahun 2018 produksi
sebanyak 1,000,000 bibit. Jenis tanaman yang diproduksi Persemaian Permanen cukup
variatif yaitu 22 jenis tanaman kayu, 3 jenis tanaman perkebunan, 20 jenis tanaman
buah dan 3 jenis bambu (Peresemaian Permanen Dramaga Bogor 2018).
Persemaian Permanen Dramaga memiliki sarana dan prasarana untuk menunjang
kegiatan produksi bibit. Sarana dan prasarana yang terdapat di Persemaian Permanen
Dramaga adalah: Green House, Mother Plant, Mother Plant Green House, Production
House, Rooting Area/Germination Area, Open Area, Polytube, Polibag, Boom
3

Irrigation, Sprinkle Irrigation. Persemaian Permanen Dramaga adalah persemaian yang


dibuat menetap dengan organisasi yang mapan dan personil pelaksana yang tetap dan
terpilih. Persemaian Permanen Dramaga memiliki kelengkapan sarana dan prasarana
yang baik dan menggunakan teknologi modern dalam produksi bibit yang
memungkinkan pelaksanaan pekerjaan dilakukan secara efektif dan efisien. Persemaian
Permanen Dramaga dapat digunakan selama jangka waktu sekurang-kurangnya lima
tahun serta dapat mendukung produksi bibit dalam jumlah yang besar untuk pemenuhan
penanaman dengan skala luas dan berimbang (Persemaian Permanen Dramaga Bogor
2018).
Persemaian Permanen Dramaga terus berinovasi untuk peningkatan kapasitas
kelembagaan (peningkatan kualitas hasil, perbaikan struktur kelembagaan,
pengembangan inovasi, teknologi, penelitian, pendidikan dan pelatihan. Beberapa
inovasi yang telah dikembangkan di Persemaian Permanen Dramaga:
1. Pembuatan dan penggunaan Pupuk Organik Cair (POC) ramah lingkungan.
2. Pembuatan media tumbuh/kompos/arang sekam (sekam bakar) dari bahan di sekitar
Persemaian Permanen Dramaga yang ramah lingkungan.
3. Pembuatan dan pemanfaatan media dan wadah bibit ramah lingkungan (pot/polibag
organik).
4. Pemanfaatan/penggunaan bahan-bahan organik/alami ramah lingkungan sebagai
pengganti pupuk dan obat-obatan kimia di Persemaian Permanen Dramaga.
5. Pembangunan dan pemanfaatan kebun pangkas jati unggul dari beberapa klon.
Sistem distribusi Persemaian Permanen Dramaga diawali dengan mengajukan
permohonan. Setelah permohonan disetujui, Persemaian Permanen Dramaga akan
menghubungi pemohon untuk pengambilan bibit, alur distribusi bibit dapat dilihat pada
Gambar 1.

Pemohon
masyarakat, Pengecekan Distribusi
lembaga Pengelola bibit
ketersediaan
melampirkan Persemaian/ kepada
dan jumlah
jenis dan Kepala pihak
bibit
jumlah tanaman BPDAS pemohon

Sumber: Persemaian Permanen Dramaga Bogor 2018

Gambar 1 Alur distribusi bibit

Pihak-pihak yang memanfaatkan bibit harus mengajukan permohonan kepada


pengelola Persemaian Permanen Dramaga, surat permohonan ditujukan kepada Kepala
BPDASHL Citarum-Ciliwung dengan kelengkapan sebagai berikut:
1. Mencantumkan jumlah, jenis bibit dan peruntukannya.
2. Mencantumkan identitas lengkap dan alamat lengkap.
3. Melampirkan fotokopi KTP.
4. Mencantumkan nama dan nomor telepon.
5. Mencantumkan alamat lokasi tanam dan melampirkan peta lokasi penanaman serta
koordinat geografisnya.
6. Sanggup melaksanakan pemeliharaan tahun pertama dan tahun kedua.
4

7. Menandatangani berita acara serah terima bibit.

Hutan Rakyat

Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik
(Undang-Undang Kehutanan No. 41 tahun 1999). Definisi ini merupakan penegasan
bahwa hutan rakyat bukanlah hutan negara yang tanahnya tidak dibebani hak milik.
Menurut Suharjito (2000), terdapat konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan dari
pengertian tersebut, yaitu:
1. Hutan yang tumbuh di atas tanah adat dan dikelola oleh keluarga petani sebagai
anggota suatu kelompok masyarakat adat diklaim pemerintah sebagai hutan negara
dan tidak termasuk ke dalam hutan rakyat.
2. Hutan yang tumbuh di atas tanah milik dan diusahakan oleh orang-orang kota atau
perusahaan swasta yang menyewa atau membeli tanah masyarakat lokal dapat
dikategorikan sebagai hutan rakyat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan (2004) tentang Pedoman Pembuatan
Tanaman Hutan Rakyat Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan, pengertian
hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun
hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0.25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-
kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50%. Menurut Suharjito (2000) hutan rakyat
adalah hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan,
karena hutan rakyat juga disebut hutan milik. Bagi masyarakat Jawa, hutan rakyat lebih
dikenal dengan istilah tegalan, pekarangan, kebun, dan lain sebagainya.
Kelestarian hutan rakyat ditentukan oleh struktur tegakan hutan. Struktur
tegakan hutan yang diharapkan memenuhi syarat bagi tercapainya kelestarian, yakni
kurang lebih menyerupai hutan normal. Budidaya hutan rakyat pada dasarnya telah
dikuasai oleh para petani hutan rakyat, walaupun dalam pengertian apa adanya. Artinya,
mulai dari penyediaan bibit, penanaman, pemeliharaan sampai siap jual semuanya
dilakukan secara sederhana (Hardjanto 2000).
Usaha pengelolaan hutan rakyat dapat menyerap banyak tenaga kerja karena
kegiatannya yang meliputi penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.
Hutan rakyat yang ada di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa tidak lebih dari 0.25 ha,
hal ini disebabkan rata-rata kepemilikan lahan di Pulau Jawa sempit sehingga pemilik
lahan berusaha memanfaatkan lahannya dengan membudidayakan tanaman-tanaman
yang bernilai tinggi, cepat menghasilkan, dan tanaman konsumsi sehari-hari. Umumnya
hutan rakyat ditemui pada lahan marginal (lahan yang tidak/kurang menghasilkan
komoditi pangan), pekarangan rumah serta pada lahan-lahan terlantar (Hardjanto 2000).
Menurut Dinas Kehutanan Jawa Tengah (2007), pola hutan rakyat berdasarkan
jenis tanaman adalah:
1. Didominasi oleh satu jenis tanaman. Contoh: jati, akasia, mahoni.
2. Pola hutan rakyat campuran, didominasi oleh dua atau lebih jenis tanaman
kehutanan. Contoh: jati dan mahoni, jati dan sengon, mahoni, dan sengon.
3. Pola hutan rakyat agroforestri merupakan hutan rakyat campuran antara tanaman
kehutanan, tanaman perkebunan, dan tanaman hijau makanan ternak yang
dipadukan dengan tanaman pangan semusim (empon-empon, kunyit, jahe, dan lain-
lain). Pola agroforestri paling diminati masyarakat karena bisa menghasilkan panen
harian, mingguan, maupun tahunan (jangka panjang).
5

Manfaat hutan rakyat sangat dirasakan masyarakat, selain sebagai investasi


ternyata juga dapat memberi tambahan penghasilan yang dapat diandalkan. Masyarakat
bisa memanfaatkan kayu yang ditanam di lahan milik sendiri untuk berbagai keperluan
terutama untuk mencukupi kebutuhan kayu sebagai bahan baku bangunan atau mebel.
Petani juga dapat menjual kayunya sewaktu-waktu ketika ada kebutuhan ekonomi yang
mendesak dan mewariskan pohon yang masih berdiri untuk anak cucu mereka
(Sukadaryanti 2006).
Hutan rakyat telah memberikan manfaat ekonomi yang langsung dirasakan oleh
penduduk desa pemilik hutan rakyat. Manfaat yang dihasilkan adalah kayu yang
digunakan untuk bahan bangunan guna memperbaiki kondisi rumah mereka yang
dulunya terbuat dari bambu. Selain itu, petani dapat memperoleh tambahan pendapatan
dari menjual kayu hasil hutan rakyat baik dalam bentuk pohon berdiri maupun dalam
bentuk kayu bakar. Penjualan kayu hasil hutan rakyat ini biasanya dilakukan apabila ada
kebutuhan yang sangat mendesak dan keuangan yang ada kurang mampu mencukupi
(Suharjito 2000).
Pembangunan hutan rakyat saat ini perlu mendapat perhatian lebih, karena
merupakan program nasional yang sangat strategis, ditinjau dari aspek ekonomi,
ekologis maupun sosial budaya. Hutan rakyat yang bermula dari kegiatan penghijauan
lahan kritis milik masyarakat, sekarang sudah berkembang menjadi salah satu bidang
usaha yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memperluas kesempatan
kerja dan usaha lainnya serta menunjang pemenuhan bahan baku industri. Di Pulau
Jawa, hutan rakyat disamping berasal dari kegiatan program-program bantuan
pemerintah, juga dikembangkan oleh masyarakat secara swadaya murni baik pada lahan
kritis maupun lahan produktif (Widiarti 2000).

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Persemaian Permanen Dramaga untuk pengambilan
data distribusi bibit. Berdasarkan jumlah bibit yang didistribusikan serta kelengkapan
dokumen dalam perencanaan lokasi penanaman yang diarsipkan oleh Persemaian
Permanen Dramaga, penelitian ini dilaksanakan di Desa Bojong Jengkol, Desa
Ciampea, Desa Benteng, dan Kantor Kecamatan Ciampea, Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kuisioner/pedoman
wawancara, kamera dan laptop. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak
Microsoft Excel dan Microsoft Word.
Bahan atau objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah hutan rakyat yang
dibudidayakan oleh petani di lokasi penelitian yang menggunakan bibit dari Persemaian
Permanen Dramaga.
6

Prosedur Penelitian

Data yang dibutuhkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dengan melakukan observasi dan wawancara langsung kepada petani hutan
rakyat menggunakan kuisioner. Data sekunder diperoleh melalui Persemaian Permanen
Dramaga. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 alur prosedur penelitian

Prosedur Penelitian

Sistem produksi dan Analisis deskriptif Evaluasi pertumbuhan


distribusi bibit pembangunan hutan rakyat pohon

Data produksi dan distribusi 1. Sumber daya pengelola 1. Persentase jadI bibit
tahun 2016 hutan rakyat 2. Diameter pohon
2. Teknik pengelola hutan 3. Tinggi pohon
hutan rakyat

Analisis Data

Penulisan Skripsi

Gambar 2 Alur prosedur penelitian

Sistem Produksi dan Distribusi Bibit


Berdasarkan data produksi dan distribusi bibit Persemaian Permanen Dramaga
tahun 2016 diperoleh:
a. Produksi dan distribusi bibit Persemaian Permanen Dramaga.
b. Klasifikasi pengeluaran bibit untuk tujuan hutan rakyat.
c. Pengeluaran bibit untuk tujuan hutan rakyat di Kecamatan Ciampea.
Penentuan lokasi penelitian berdasarkan data distribusi bibit tahun 2016 dengan
memilih lokasi dengan data pendistribusian lengkap seperti adanya surat permohonan,
instansi, rencana lokasi penanaman, waktu penanaman, jumlah dan jenis bibit. Lokasi
pengamatan yang sudah di petakan dapat dilihat pada Gambar 3.
7

Desa Benteng
Desa Ciampea

Desa Bojong Rangkas

Desa Bojong Jengkol

Gambar 3 Lokasi pengamatan

Analisis Deskriptif Pembangunan Hutan Rakyat


Penelitian ini dilakukan dengan teknik wawancara terhadap suatu topik yang
telah ditentukan dengan menggunakan pedoman, terhadap responden yang memiliki dan
mengelola hutan rakyat yang bibitnya berasal dari Persemaian Permanen Dramaga.
Kriteria responden yang dipilih di lokasi penelitian yaitu, pemilik hutan rakyat yang
membudidayakan hutan rakyatnya sendiri dan bibit yang ditanam berasal dari
Persemaian Permanen Dramaga.

a. Sumber Daya Pengelola Hutan Rakyat


1. Umur yaitu umur petani dalam satuan tahun. Data diperoleh dengan wawancara
langsung kepada petani.
2. Tingkat pendidikan yaitu tingkat pendidikan formal terakhir petani. Data
diperoleh dengan wawancara langsung kepada petani.
3. Pendapatan yang diperoleh petani setiap bulan. Data diperoleh dengan
wawancara langsung kepada petani.
4. Luas lahan yang dimilik petani dalam satuan hektar. Data diperoleh dengan
wawancara langsung kepada petani.

b. Teknik Pengelolaan Hutan Rakyat


1. Pengadaan bibit yaitu asal bibit yang diperoleh petani. Data diperoleh dengan
wawancara langsung kepada petani.
2. Persiapan lahan yaitu kegiatan yang dilakukan petani sebelum melakukan
penanaman. Data diperoleh dengan wawancara langsung kepada petani.
3. Penanaman yaitu kegiatan yang dilakukan saat menanam, termasuk upah dan
tenaga kerja yang digunakan. Data diperoleh dengan wawancara langsung
kepada petani.
4. Pemeliharan lahan yaitu seberapa frekuensi petani melakukan pemeliharaan
lahan setelah penanaman. Data diperoleh dengan wawancara langsung kepada
petani.
5. Gangguan hutan yaitu kejadian-kejadian yang dianggap menurunkan
produkivitas hutan rakyat.
8

Evaluasi Pertumbuhan Pohon


Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan observasi lapangan
dengan melakukan pengamatan di daerah sasaran penelitian. Pengambilan data
dilakukan secara sensus, tanaman yang bibitnya berasal dari Persemaian Permanen
Dramaga seluruhnya dihitung dan diukur. Lokasi penelitian berjumlah 5 lokasi yaitu di
Kampung Bojong Nyamplung dan Cikirang Desa Bojong Jengkol, Desa Ciampea, Desa
Bojong Rangkas, dan Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
a. Persentase jadi tanaman diperoleh dengan membandingkan jumlah pohon yang
tumbuh dengan jumlah pohon yang ditanam. Data diperoleh dengan pengamatan
langsung di lapangan.
b. Tinggi dan diameter tanaman diperoleh dengan mengukur tinggi dan diameter
pohon pada plot pengamatan yang diperoleh dengan pengamatan langsung
dilapangan.

Prosedur Analisis Data

Persentase jadi tanaman


Perhitungan persentase jadi tanaman dilakukan dengan membandingkan jumlah
pohon yang tumbuh dengan jumlah pohon yang ditanam di hutan rakyat milik petani.
Hasil perhitungan disajikan dalam bentuk tabel dengan mengelompokan berdasarkan
kriteria keberhasilan pembangunan hutan rakyat. Menurut Zulkarnain (2008) kriteria
keberhasilan pembangunan hutan rakyat dapat dilihat berdasarkan persentase jadi
tanaman sebagai berikut:
a. Nilai > 85 % : Sangat baik
b. Nilai > 70 % sampai dengan 85 % : Baik
c. Nilai > 55 % sampai dengan 70 % : Cukup baik
d. Nilai ≤ 55 % : Tidak baik

Tinggi dan diameter tanaman


Hasil dari pengukuran tinggi dan diameter tanaman disajikan dalam bentuk tabel
dengan mengelompokan berdasarkan jenis tanaman dan wilayah pengamatan.

Data Sosial
Analisis data sosial dilakukan secara deskripif kualitatif, penelitian ini bertujuan
menjelaskan atau menerangkan keadaan di lapangan berdasarkan data yang telah
terkumpul yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat dan yang dikembangkan
menjadi permasalahan-permasalahan beserta pemecahannya yang diajukan untuk
memperoleh kebenaran dalam bentuk dukungan data empiris di lapangan.
9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Ciampea berlokasi di Kabupaten Bogor wilayah Barat, Pada tahun


2010 Kecamatan Ciampea memiliki luas sebesar 2816 ha dengan jumlah penduduk
sebesar 141,392 jiwa. Wilayah administrasi Kecamtan Ciampea dibagi menjadi 13 desa,
yaitu: Desa Ciampea Udik, Desa Cinangka, Desa Cibuntu, Desa Cicadas, Desa Tegal
Waru, Desa Bojong Jengkol, Desa Cihideung Udik, Desa Cihideung Ilir, Desa
Cibanteng, Desa Bojong Rangkas, Desa Cibadak, Desa Benteng, Desa Ciampea.
Kecamatan Ciampea memiliki 43 Dusun, 120 Rukun Warga (RW), serta 470 Rukun
Tetangga (RT). Peta wilayah Kecamatan Ciampea dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Peta wilayah Kecamatan Ciampea

Sistem Produksi dan Distribusi Bibit

Sistem produksi dan distribusi bibit merupakan hal yang penting dalam
manajemen Persemaian Permanen Dramaga. Sistem produksi dan distribusi bibit saling
mempengaruhi satu sama lain, ketika bibit yang diproduksi berkualitas maka
permohonan dan distribusi bibit akan meningkat sehingga kontinuitas produksi bibit
dapat dipertahankan dan dikembangkan.

A. Sistem Produksi Bibit


Proses produksi bibit dimulai dengan pemilihan media tanam, benih yang akan
ditanam, penaburan, penyapihan, pemeliharaan serta seleksi bibit untuk didistribusikan.

1. Media Tanam
Pemilihan media tergantung pada kemudahan dalam mendapatkan media di
sekitar Persemaian Permanen Dramaga. Media tanam untuk jenis tanaman kayu
10

umumnya terdiri dari campuran komponen organik dan mineral. Komponen organik
terdiri dari serabut kelapa, sekam padi, arang sekam dan serbuk gergaji. Komponen
mineral yang kasar, misalnya pasir dan tanah akan dicampurkan dengan komponen
organik untuk memperbaiki porositas media. Campuran media yang ideal tergantung
pada jenis tanaman dan ketersediaan media. Media tanam yang digunakan oleh
Persemaian Permanen Dramaga dapat dilihat pada Gambar 5. Kegiatan produksi yang
dilakukan Persemaian Permanen Dramaga dapat dilihat pada Lampiran 1.

A B
Keterangan: (A) Tanah, kompos dan arang sekam, (B) sekam padi

Gambar 5 Media tanam

2. Benih
Tidak semua benih di Persemaian Permanen Dramaga bersertifikat. Benih yang
bersertifikat adalah benih sengon, sedangkan benih lainnya seperti jati dan jabon tidak
bersertifikat. Menurut keterangan pegawai Persemaian Permanen Dramaga meskipun
beberapa tidak bersertifikat namun benih yang diperoleh berasal dari pengada benih
yang dapat dipercaya. Benih yang disemai oleh Persemaian Permanen Dramaga dapat
dilihat pada Gambar 6.

A B
Keterangan: (A) Benih sengon bersertifikat, (B) benih jati dan jabon yang tidak bersertifikat

Gambar 6 Benih yang disemai

3. Penaburan Benih
Penaburan adalah upaya untuk memperoleh kecambah yang normal dan sehat
dalam jumlah yang mendekati jumlah benih yang ditabur. Penaburan dilakukan di
rumah perkecambahan, sedangkan media tabur yang digunakan adalah pasir sungai
yang telah diayak dengan ayakan 5 mm, namun kegiatan penaburan benih belum
dilakukan dikarenakan produksi bibit tahun 2019 dimulai pada bulan Maret. Bedeng
tabur di Persemaian Permanen Dramaga dapat dilihat pada Gambar 7.
11

Gambar 7 Bedeng tabur


4. Penyapihan
Penyapihan adalah pemindahan kecambah sehat yang telah mencapai ukuran
dan umur tertentu pada pottrai atau polibag. Umur ideal kecambah untuk disapih adalah
ketika akar lateral mulai berkembang. Kecambah yang akar lateralnya sudah
berkembang akan sulit disapih dari media sapih karena akarnya akan rusak ketika proses
penyapihan. Penyapihan dilakukan di areal naungan dengan mencabut kecambah siap
sapih, kemudian kecambah diletakkan pada wadah berisi air dan dibawa ke areal
naungan untuk disapih ke polibag atau pottrai. Penyapihan dilakukan pada pagi hari dan
sore hari, namun kegiatan penyapihan belum dilakukan dikarenakan produksi bibit
tahun 2019 dimulai pada bulan Maret. Tata letak bedeng sapih Persemaian Permanen
Dramaga dapat dilihat pada Gambar 8.

A B
Keterangan: (A) Bedeng sapih, (B) kegiatan penyapihan

Gambar 8 Bedeng sapih


5. Pemeliharaan Bibit
Pemeliharaan bibit terdiri dari: 1) penyiraman, penyiraman harus membasahi
media secara merata, 2) pemberantasan hama dan penyakit menggunakan Decis dan
Furadan, 3) pemupukan, pemupukan dilakukan untuk menghindari defisiensi
(kekurangan) hara pada bibit dan pencucian, pupuk yang diberikan adalah urea,
Gandasil dan NPK. Hormon, pupuk dan pestisida yang digunakan Persemaian
Permanen Dramaga dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Hormon, pupuk dan pestisida untuk pembibitan


12

6. Seleksi, Pengemasan dan Pengangkutan Bibit


Tahap akhir pekerjaan produksi bibit adalah seleksi dan pengemasan bibit agar
dapat diangkut secara praktis. Tujuan seleksi bibit adalah:
1. Menjaga mutu bibit yang diterima pemohon
2. Mengurangi kematian selama pengangkutan, dan menjaga daya hidup ketika
bibit ditanam.
3. Mengelompokan bibit sisa seleksi untuk dapat dipelihara agar memiliki mutu
standar pada seleksi berikutnya.
Agar produksi bibit di persemaian Permanen Dramaga memiliki mutu yang
seragam, maka telah ditetapkan standar bibit siap tanam berdasarkan penampilan bibit
(mutu fisik). Bibit bermutu adalah jika bibit mampu tumbuh dalam waktu (10 hari)
setelah ditanam, kriteria mutu bibit siap tanam sebagai berikut:
1. Tinggi bibit 30-50 cm
2. Akar dan media membentuk gumpalan kompak
3. Batang semai kokoh (diameter 3 mm)
4. Bibit sehat, segar, dan batang berkayu
Pengangkutan bibit dari Persemaian Permanen ke lokasi pemohon ditanggung
oleh pemohon bibit (individu, kelompok dan lembaga). Kegiatan seleksi, pengemasan
dan pengangkutan bibit dapat dilihat pada Gambar 10.

A B
Keterangan: (A) Proses pengmasan bibit, (B) pengangkutan bibit

Gambar 10 Pengemasan dan pengangkutan bibit

Secara skematis, alur produksi bibit dibagi menjadi dua yaitu alur produksi
dengan menggunakan pottrai dan alur produksi dengan menggunakan polibag. Alur
produksi pottrai dapat dilihat pada Gambar 11, sedangkan alur produksi bibit polibag
dapat dilihat pada Gambar 12.

Sumber: Persemaian Permanen Dramaga Bogor 2018

Gambar 11 Alur produksi bibit pottrai


13

Sumber: Persemaian Permanen Dramaga Bogor 2018

Gambar 12 Alur produksi bibit polibag

B. Sistem Distribusi Bibit


Bibit dari Persemaian Permanen Dramaga telah tersebar di wilayah DAS
Citarum dan Ciliwung. Tahun 2013 Persemaian Permanen Dramaga telah memproduksi
bibit dan mendistribusikannya ke sejumlah wilayah di Jawa Barat, Banten dan Jakarta.
Data produksi dan distribusi bibit Persesmaian Permanen Dramaga dapat dilihat pada
Tabel 1.

Tabel 1 Produksi dan distribusi bibit Persemaian Permanen Dramaga


No Tahun Rencana Produksi (bt) Produksi Bibit (bt) Distribusi Bibit (bt) Sisa Bibit (bt)
1 2013 500,000 500,000 500,000 -
2 2014 750,000 750,000 750,000 -
3 2015 1,013,183 1,013,183 1,013,183 -
4 2016 800,000 800,000 800,000 -
5 2017 1,100,000 1,100,000 1,097,778 2222
6 2018 1,000,000 762,748 173,588 589,160
Total 5,163,183 4,925,931 4,334,588 591,160
Sumber: Data produksi dan distribusi bibit Persemaian Permanen Dramaga 2018

Berdasarkan data produksi dan distribusi bibit Persemaian Permanen Dramaga,


dari tahun 2013 sampai tahun 2018 bibit selalu terdistribusi dengan baik, hal tersebut
menunjukkan adanya antusiasme masyarakat dalam melakukan kegiatan penanaman.
Berdasarkan Tabel 1, 2, dan 3 pemohon bibit di Persemaian Permanen terdiri dari
berbagai kalangan, mulai dari pemohon individu, kelompok, dan lembaga, sedangkan
untuk distribusi bibit ada yang bertujuan untuk penelitian, seremonial dan pembangunan
hutan rakyat. Berdasarkan Tabel 1 Produksi dan distribusi bibit, dari tahun 2013 sampai
tahun 2015 produksi dan distribusi bibit selalu mengalami peningkatan dikarenakan
adanya penambahan jumlah bibit dalam rencana produksi. Tahun 2016 Produksi dan
distribusi bibit mengalami penurunan dan meningkat kembali pada tahun 2017, adanya
pengembangan dalam sarana prasarana membuat produksi bibit menjadi terhambat.
Produksi dan distribusi bibit pada tahun 2018 mengalami penurunan dikarenakan data
yang diperoleh hanya sampai dengan bulan September 2018. Klasifikasi pengeluaran
bibit untuk tujuan hutan rakyat tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 2.
14

Tabel 2 Klasifikasi pengeluaran bibit tujuan hutan rakyat tahun 2016


Instansi/Lembaga Lokasi Distribusi
No Luar Jumlah Bibit (bt)
Individu (bt) Kelompok (bt) Lembaga (bt) Bogor
Bogor
1 19,240  19,240
2 45,200  45,200
3 99,150  99,150
4 6100  6100
5 120,000  120,000
6 37,750  37,750
Total 25,340 165,200 136,900 327,440
Keterangan: () Bibit telah didistribusikan ke setiap instansi/lembaga di Bogor/luar Bogor
Sumbe : Data produksi dan distribusi bibit Persemaian Permanen Dramaga 2018

Berdasarkan Tabel 2 Klasifikasi pengeluaran bibit tujuan untuk hutan rakyat


tahun 2016, di wilayah Bogor bibit lebih banyak terdistribusi untuk pembangunan hutan
rakyat dengan pemohon individu (25,340 bibit), kelompok (165,200 bibit) dan lembaga
(136,900 bibit). Banyaknya pemohon individu dan lembaga di wilayah Bogor
dikarenakan jarak angkut yang lebih dekat, sedangkan pembangunan hutan rakyat
dengan pemohon kelompok bibit lebih banyak terdistribusi di luar wilayah Bogor
dibandingkan di wilayah Bogor. Banyaknya permintaan bibit dari Gapoktan dan
kelompok tani dari Provinsi Banten membuat pendistrisbusian bibit lebih banyak di luar
wilayah Bogor. Pengeluaran bibit untuk tujuan hutan rakyat di Kecamatan Ciampea
tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengeluaran bibit untuk tujuan hutan rakyat di Kecamatan Ciampea tahun
2016
No Instansi/Lembaga Lokasi Penanaman Jenis Bibit Jumlah
Bibit
(bt)
1 Gapoktan Tani Desa Ciampea Mahoni 2000
Rahayu
2 Edwin Desa Benteng Jabon 600
3 Karang Taruna Bojong Rangkas Mahoni 1500
4 Kelompok Tani Cikirang, Bojong Sengon, jati, 1500
Sumber Tani jengkol, Ciampea kayu afrika,
mahoni
5 H. Udung Bojong Jengkol Tanaman buah, 2000
Ciampea sengon, jabon,
kayu afrika, jati
Total 7600
Sumber: Data produksi dan distribusi bibit Persemaian Permanen Dramaga 2018

Berdasarkan Tabel 3 Pengeluaran bibit untuk tujuan hutan rakyat di Kecamatan


Ciampea, terdapat 5 instansi/lembaga dan lokasi penanaman, yakni Gapoktan Tani
Rahayu di Desa Ciampea, Edwin di Desa Benteng, Karang Taruna di Desa Bojong
Rangkas, Kelompok Tani Sumber Tani di Kampung Cikirang Desa Bojong Jengkol dan
H. Udung di Kampung Bojong Nyamplung Desa Bojong Jengkol. Setiap lokasi
penanaman telah dikunjungi berdasarkan alamat pada data distribusi, namun ada
15

beberapa kendala di lokasi penelitian. Fakta-fakta penyebab keberhasilan dan kegagalan


dalam penanaman dapat dibaca pada Tabel 4.
Tabel 4 Ringkasan penyebab keberhasilan dan kegagalan penananaman
No Instansi Lembaga Lokasi Penanaman Penyebab Keberhasilan/Kegagalan
1 Gapoktan Tani Desa Ciampea, Penanaman berhasil dilaksanakan
Rahayu Gunung Kapur di Gunung Kapur dengan tujuan
penghijauan tanpa pengelolaan.

2 Edwin Bantaran kali Lokasi penanaman dan identitas


Cinangneng, Kebon pemohon tidak berhasil ditemukan.
Eurih Desa Benteng Kepala Desa tidak mengetahui
mengenai pendistribusian bibit
tersebut.

3 Karang Taruna Kantor Kecamatan Lokasi penanaman tidak berhasil


Ciampea, Bojong ditemukan. Beberapa pihak yang
Rangkas terkait seperti Kepala Desa, Ketua
Karang Taruna dan Kepala bagian
pertanian Kantor Kecamatan
Ciampea tidak mengetahui secara
jelas mengenai lokasi penanaman,
selain itu tidak ada tanda bukti
penerimaan bibit dari Karang
Taruna ke Kepala Desa.

4 Kelompok Tani Cikirang, Bojong Penanaman berhasil dilaksanakan.


Sumber Tani jengkol, Ciampea Penanaman hanya dilakukan oleh
2 petani, beberapa petani tidak
melakukan penanaman bibit
dikarenakan jenis bibit yang
diajukan tidak sesuai dengan jenis
bibit yang diperoleh, bibit yang
diperoleh dianggap kurang
memiliki nilai ekonomi.

5 H. Udung Bojong Nyamplung, Penanaman berhasil dilaksanakan.


Bojong Jengkol Lokasi penanaman merupakan
Ciampea lokasi yang direkomendasikan
oleh Persemaian Permanen
Dramaga.

Penanaman yang dilakukan oleh Gapoktan Tani Rahayu Desa Ciampea untuk
penghijauan di Gunung Kapur, bukan untuk pembangunan hutan rakyat, sehingga
penelitian tidak dapat dilakukan di lokasi tersebut karena tidak adanya pengelolaan
hutan. Lokasi penanaman Kebon Eurih, Desa Benteng dan identitas pemohon tidak
berhasil ditemukan. Lokasi penanaman Kantor Kecamatan Ciampea juga tidak berhasil
ditemukan. Beberapa pihak yang terkait seperti Kepala Desa, Ketua Karang Taruna dan
Kepala bagian pertanian Kantor Kecamatan Ciampea tidak mengetahui secara jelas
mengenai lokasi penanaman bibit dari Persemaian Permanen Dramaga. Berdasarkan
keterangan Ketua Karang Taruna Kecamatan Ciampea bibit dari Persemaian Permanen
16

Dramaga di distribusikan secara merata di 13 Desa Kecamatan Ciampea, namun setelah


dikonfirmasi ke beberapa Desa, Kepala Desa tidak mengetahui lokasi penanaman bibit
yang didistribusikan Karang Taruna, selain itu tidak ada tanda bukti penerimaan bibit
dari Karang Taruna ke Kepala Desa.
Lokasi berikutnya adalah Kampung Cikirang, Desa Bojong Jengkol.
Penanaman bibit dilakukan dengan tujuan pembangunan hutan rakyat yang dikelola
oleh kelompok tani Sumber Tani. Kelompok tani Sumber Tani memiliki 30 anggota,
namun yang melakukan penanaman hanya 2 anggota. Berdasarkan keterangan ketua
kelompok Tani Sumber Tani, beberapa petani tidak melakukan penanaman bibit
dikarenakan jenis bibit yang diajukan tidak sesuai dengan jenis bibit yang diperoleh.
Petani sebelumnya mengajukan jenis jati untuk ditanam, namun stok bibit jati di
Persemaian Permanen Dramaga telah habis sehingga jenis bibit yang banyak
didistribusikan adalah kayu afrika. Petani tidak menanam jenis kayu afrika karena
dianggap tidak bernilai ekonomi tinggi. Dokumentasi hutan rakyat Kampung Cikirang
dapat dilihat pada Lampiran 2.
Lokasi berikutnya adalah Kampung Bojong Nyamplung, Desa Bojong Jengkol.
Lokasi penanaman ini merupakan lokasi yang direkomendasikan oleh Persemaian
Permanen Dramaga, pengecekan lokasi mendapat arahan dari Persemaian Permanen
Dramaga dikarenakan lokasi tidak ada pada data distribusi. Penanaman bibit pada lokasi
ini dilakukan dengan tujuan pembangunan hutan rakyat yang dikelola oleh individu di
lahan seluas 8 ha. Penanaman di Bojong Nyamplung dengan pola agroforestri yang
terdiri dari kebun singkong, kebun jambu, kebun terong, kebun pisang, kebun bambu,
dan kebun bengkoang yang diselingi beberapa tanaman kayu seperti sengon, jati, jabon,
kayu afrika dan beberapa tanaman buah-buahan dari Persemaian Pemanen Dramaga.
Dokumentasi hutan rakyat Kampung Bojong Nyamplung dapat dilihat pada Lampiran 3.

Analisis Deskriptif Pembangunan Hutan Rakyat

Secara umum pengelolaan hutan rakyat di lokasi penelitian dikelola dengan pola
agroforestri yang merupakan campuran antara tanaman kehutanan dengan tanaman
perkebunan, dan pertanian, hal tersebut dikarenakan adanya keterbatasan kepemilikan
lahan untuk beberapa petani Desa Bojong Jengkol. Salah satu upaya untuk mengatasi
keterbatasan kepemilikan lahan adalah dengan mengoptimalkan penggunaan lahan
dengan pola agroforestri. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan lapangan
diketahui bahwa jenis yang ditanam petani di Desa Bojong Jengkol dapat dibaca pada
Tabel 5. Salah satu keunggulan penerapan pola agroforestri adalah dapat diperolehnya
kontinuitas pendapatan dimana tanaman semusim dan perkebunan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sedangkan pendapatan dari kayu sifatnya
temporal seperti kebutuhan anak sekolah, hajatan/pesta, membangun rumah, dan
kebutuhan mendesak lainnya. Jumlah tanaman pada setiap lokasi penelitian dapat dilihat
pada Tabel 5.
17

Tabel 5 Jumlah tanaman pada lokasi penelitian


No Lokasi Desa Bojong Jengkol Tahun Umur Jumlah Keterangan
Tanam (Tahun) Tanaman Tanaman
(Tahun) Hidup (bt)
1 Kampung Cikirang 2016 3 145 Kayu afrika 116,
Sengon 7, Jati 14,
Mahoni 7
2 Kampung Bojong 2016 3 223 Kayu afrika 30,
Nyamplung Sengon 116, Jati
55, Jabon 16,
Sirsak 6
2017 2 312 Jambu kristal 113,
Sirsak 35, menteng
26, Nangka 38,
Jeruk nipis 50,
Dukuh 30,
Lengkeng 20
2018 1 278 Belimbing 118,
matoa 21, Durian
10, Jambu air 40,
menteng 30, Jeruk
30, Manggis 6,
Kelewih 8,
Cempedak 15

Berdasarkan Tabel 5 Jumlah tanaman pada lokasi penelitian, terdapat 145


tanaman di Cikirang dan 813 tanaman di Bojong Nyamplung. Lokasi Bojong
Nyamplung memiliki lebih banyak jumlah tanaman dengan umur tanaman yang berbeda
karena seringnya melakukan pengambilan bibit ke Persemaian Permanen Dramaga.
Jenis dengan jumlah terbanyak di Cikirang adalah kayu afrika, sedangkan jenis dengan
jumlah terbanyak di Bojong Nyamplung tahun tanam 2016 adalah sengon, tahun tanam
2017 adalah jambu kristal, dan tahun tanam 2018 adalah belimbing. Jenis tanaman yang
dipilih petani adalah jenis dengan nilai ekonomi tinggi, mudah dipasarkan dan bibit
yang masih tersedia di Persemaian Permanen Dramaga seperti tanaman buah, jati,
sengon, jabon dan mahoni. Banyaknya jumlah dan jenis tanaman yang di tanam juga
dipengaruhi oleh luas lahan yang dimiliki petani.
Secara deskriptif penyebab keberhasilan penanaman di hutan rakyat dibagi
menjadi dua yaitu, sumber daya pengelola hutan rakyat dan teknik pengelolaan hutan
rakyat.

A. Sumber Daya Pengelola Hutan Rakyat


Petani merupakan bagian dari sumber daya pengelola hutan rakyat yang
mempengaruhi pembangunan hutan rakyat. Beberapa faktor sumber daya petani
pengelola hutan rakyat dapat dilihat pada Tabel 6.
18

Tabel 6 Data sumber daya pengelola hutan rakyat


Umur Tingkat Pendapatan Luas Lahan
No Lokasi
(Tahun) Pendidikan (Rp) (ha)
35 SLTA 2.500.000 0.10
1 Cikirang
62 SMP 1.500.000 0.20
2 Bojong Nyamplung 70 SLTA 10.000.000 8.00
Sumber: Hasil wawancara dengan responden

1. Umur Petani Hutan Rakyat


Karakter petani hutan rakyat merupakan salah satu bagian penting yang harus
diperhatikan, hal ini karena karakteristik masyarakat setempat akan memberikan
pengaruh terhadap pengelolaan hutan rakyat. Umur petani hutan rakyat Desa Bojong
Jengkol Ciampea yang menanam bibit dari Persemaian Permanen Dramaga adalah umur
35 tahun, 62 tahun, dan 70 tahun.

2. Tingkat Pendidikan Petani Hutan Rakyat


Tingkat pendidikan dari petani hutan rakyat Desa Bojong Jengkol Ciampea
adalah SLTA dan SMP.

3. Pendapatan Petani Hutan Rakyat


Pekerjaan sebagai petani memang diakui petani hutan rakyat belum mencukupi
kebutuhan sehingga petani hutan rakyat memiliki pekerjaan sampingan sebagai
pedagang dan adapula yang menjadi petani hutan rakyat sebagai pekerjaan sampingan.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pendapatan responden per bulan adalah
Rp 1,500,000, 2,500,000, dan 10,000,000.

4. Luas Kepemilikan Lahan


Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang mempengaruhi hasil produksi
usaha tani. Luas kepemilikan lahan petani hutan rakyat di lokasi penelitian adalah 0.1
ha, 0.2 ha, dan 8 ha

B. Teknik Pengelolaan Hutan Rakyat


Kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh petani meliputi
persiapan lahan, pengadaan bibit, penanaman dan pemeliharaan. Penjelasan masing-
masing kegiatan dijelaskan di bawah ini:

1. Pengadaan bibit
Bibit diperoleh petani dari Persemaian Permanen Dramaga dan menyemai bibit
sendiri. Bibit yang diperoleh petani dari Persemaian Permanen Dramaga memiliki tinggi
sekitar 30 cm. Petani dari Kampung Bojong Nyamplung menyemai bibit tanaman palm
karena tanaman palm yang sedang berbuah. Buah palm diekstraksi dengan direndam
sampai kulitnya terkelupas kemudian ditanam. Benih palem yang sedang diekstraksi
dapat dilihat pada Gambar.

2. Persiapan lahan
Kegiatan persiapan lahan yang dilakukan yaitu membersihkan lahan dari semak
belukar, alang-alang dan tumbuhan pengganggu lainnya. Lahan diolah dengan
dicangkul untuk menggemburkan tanah, selanjutnya dilakukan pelubangan tanah
19

dengan kedalaman kira-kira berukuran 20 cm x 20 cm x 30 cm dengan jarak tanam yang


berbeda-beda tergantung keinginan petani berdasarkan kondisi lahan dan
menyesuaiakan dengan kondisi tanaman yang sudah ada sebelumnya, namun biasanya
jarak tanam yang banyak digunakan adalah 3 m x 3 m. Kegiatan ini biasanya dilakukan
oleh petani sendiri dan atau menggunakan tenaga buruh tani tergantung luasan hutan
rakyat yang dimiliki. Biasanya petani menggunakan ajir sampai bibit yang ditanam
berusia 3 bulan, bagi petani yang menggunakan ajir biasanya memperoleh ajir dengan
membuat sendiri dari bambu yang tumbuh di hutan rakyat sendiri atau dengan cara
meminta bambu ke orang lain/tetangga.

3. Penanaman
Kegiatan penanaman biasanya dilakukan pada musim hujan dan pada saat bibit
dan lahan telah siap. Kegiatannya dimulai dari pembuatan lubang tanam kemudian
memasukkan bibit ke lubang tersebut. Lamanya kegiatan dan biaya yang dikeluarkan
petani pada kegiatan penanaman tergantung banyaknya tanaman yang ditanam. Tenaga
kerja yang digunakan adalah tenaga kerja pemilik hutan rakyat termasuk keluarganya
dan tetangga. Petani hutan rakyat Kampung Cikirang memberi upah per hari sebesar Rp
50,000 biasanya penanaman dilakukan dari pukul 6 pagi sampai pukul 12 siang atau
disebut dengan bedugan, sedangkan petani Bojong Nyamplung memberi upah per bulan
kepada pegawai tetap yang berjumlah 10 orang sebesar Rp 800,000 untuk penanaman,
pembersihan dan pekerjaan lainnya.

4. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan di hutan rakyat diantaranya adalah pemupukan,
penyiangan, pendangiran, dan penyemprotan. Berdasarkan hasil wawancara, adapun
kegiatan-kegiatan tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Pemupukan
Kegiatan pemupukan dilakukan untuk memacu pertumbuhan tanaman sehingga
diperoleh hasil kayu yang optimal, responden dari Kampung Cikirang hanya
melakukan pemupukan diawal penanaman, sedangkan responden dari Kampung
Bojong Nyamplung melakukan pemupukan satu tahun sekali setelah penanaman.
Pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang diberikan di sekitar tanaman
secukupnya, hal ini dikarena alasan modal yang terbatas. Pemupukan dilakukan
menggunakan pupuk kandang yang biasanya diperoleh dari ternaknya sendiri atau
membeli dari peternak dengan harga Rp 5,000 - Rp 10,000/karung, 1 karung pupuk
kandang setara dengan 20 kg.

b. Penyulaman
Kegiatan penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman apabila ada tanaman
yang mati, petani hutan rakyat Kampung Cikirang, Desa Bojong Jengkol tidak
melakukan penyulaman atau mengganti tanaman yang mati dengan tanaman untuk
pakan ternak, sedangkan petani hutan rakyat Kampung Bojong Nyamplung, Desa
Bojong Jengkol melakukan penyulaman dengan mengganti tanaman yang mati
dengan jenis tanaman awal seperti sengon, jati, jabon dan kayu afrika apabila masih
ada bibit dari sisa penanaman atau diganti dengan jenis tanaman pakan ternak seperti
lamtoro. Penyulaman dengan jenis pakan ternak dikarenakan petani juga beternak
kambing.
20

c. Pendangiran
Kegiatan pendangiran dilakukan dengan cara membersihkan tanaman
pengganggu ataupun rumput alang-alang yang dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman. Kegiatan pendangiran rata-rata dilakukan 3 bulan sekali sampai tanaman
berumur 1 tahun. Setelah tanaman berumur 1 tahun pendangiran dilakukan 6 bulan
sekali, hal tersebut dikarenakan tanaman sudah tumbuh tinggi sehingga pertumbuhan
rumput tidak terlalu mengganggu tanaman pokok.

d. Pemangkasan
Kegiatan pemangkasan dilakukan dengan memangkas cabang pohon yang
dianggap mengganggu pertumbuhan dan menghalangi jalan. Tanaman dengan umur
dibawah satu tahun tidak dilakukan pemangkasan, setelah berumur satu tahun cabang
dengan tinggi kurang dari 1 m dipangkas karena dianggap menghalangi jalan.
Kegiatan pemangkasan cabang dilakukan 6 bulan sekali.

e. Penjarangan
Kegiatan penjarangan dilakukan dengan menebang tanaman yang dianggap
mengganggu pertumbuhan. Kegiatan penjarangan sudah dilakukan sebanyak 1 kali di
Kampung Cikirang, Bojong Jengkol, penjarangan dilakukan pada pohon sengon
karena banyak yang tumbang terkena angin. Diameter pohon yang di jarangi sekitar
6 cm dengan jumlah 30 pohon, selanjutnya pohon sengon hasil penjarangan dijual ke
pemborong dengan harga Rp 1,500,000.

f. Pemberantasan Hama dan Penyakit


Hama dan penyakit yang menyerang pohon yang ada di hutan rakyat seperti ulat
tanah dan ulat daun, namun jarang mendapat perhatian petani. Pengendalian hama
dan penyakit tidak dilakukan hutan rakyat Bojong Nyamplung dan hutan rakyat
Cikirang, jika ada pohon yang terkena hama seperti serangan ulat tanah dan ulat
daun, yang dilakukan hanya dengan menebang pohon tersebut kemudian dijual.

5. Gangguan Hutan
Gangguan hutan yang sering terjadi di hutan rakyat Kampung Cikirang dan
Bojong Nyamplung, adalah angin dan banjir. Banyak pohon yang tumbang karena
diterjang angin, dan di lokasi penanaman yang dekat dengan sungai banyak tanaman
yang mati karena tergenang air. Pencurian pohon tidak pernah terjadi baik di Kampung
Cikirang maupun Bojong Nyamplung.

Evaluasi Pertumbuhan Pohon

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 2 lokasi penelitian yang digunakan


yaitu Kampung Cikirang dan Kampung Bojong Nyamplung, terdapat jenis tanaman
kayu dan jenis tanaman buah-buahan.
21

Tabel 7 Persentase jadi tanaman


Rata-Rata
Lokasi Desa Bojong Persentase
No Jenis Tanaman Persentase
Jengkol Jadi (%)
Jadi (%)
1 Kampung Cikirang Kayu afrika 56.86 55.72
Sengon 53.84
Jati 53.84
Mahoni 58.33
2 Kampung Bojong Kayu afrika 85.71 86.58
Nyamplung Sengon 96.66
Jati 91.66
Jabon 80.16
Sirsak 87.50
Jambu kristal 94.10
Menteng 73.68
Nangka 95.00
Jeruk nipis 90.90
Dukuh 85.71
Belimbing 98.33
Matoa 84.00
Durian 83.33
Jambu air 80.00
Jeruk 93.75
Manggis 60.00
Kelewih 80.00
Cempedak 93.75
Lengkeng 90.90

Tabel 7 menunjukan, rata-rata persentase jadi tanaman di lokasi Cikirang adalah


55.72%, termasuk dalam kategori cukup baik berdasarkan persentase jadi tanam
(Zulkarnain 2008), dengan persentase jadi tanaman tertinggi mahoni sebesar 58.33%
termasuk dalam kategori cukup baik, dan persentase terendah sengon dan jati sebesar
53.84% termasuk dalam kategori tidak baik. Rata-rata persentase jadi tanaman di lokasi
Bojong Nyamplung 86.58% termasuk dalam kategori sangat baik, dengan persentase
jadi tanaman tertinggi mahoni sebesar 96.66% termasuk kategori sangat baik, dan
persentase jadi terendah manggis sebesar 60.00% termasuk kategori cukup baik.
Persentase hidup buah-buahan rata-rata lebih tinggi dari tanaman kehutanan, hal
tersebut dikarenakan jenis buah-buahan memiliki nilai ekonomi tinggi dalam jangka
pendek.
Perbedaan persentase yang signifikan pada dua lokasi tersebut dipengaruhi oleh
lokasi dan pengelolaan hutan rakyat. Di hutan rakyat Cikirang terdapat 4 lokasi
penanaman, beberapa lokasi berada di bantaran kali sehingga banyak mengalami
gangguan seperti banjir. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, banyak juga
gangguan hutan yang disebabkan oleh angin dan yang paling banyak tumbang adalah
jenis sengon, sedangkan di hutan rakyat Bojong Nyamplung lokasi penanaman berada
di sekitar rumah pemilik lahan dan ada beberapa petani yang dipekerjakan untuk
mengelola lahan tersebut, sehingga pengelolaan hutan rakyat lebih terkontrol.
22

Tabel 8 Rekapitulasi pertumbuhan diameter


Rata-rata Diameter (cm)
No Tanaman Bojong
Cikirang
Nyamplung
1 Kayu afrika 9.71 15.40
2 Sengon 9.71 16.80
3 Jati 8.66 14.83
4 Mahoni 6.00
5 Jabon 15.15
6 Sirsak 11.43
Rata-Rata 8.52 14.72

Berdasarkan Tabel 8, rata-rata diameter tanaman tertinggi di hutan rakyat


Cikirang adalah kayu afrika dan sengon dengan rata-rata diameter 9.71 cm, dan rata-rata
diameter terendah adalah mahoni dengan rata-rata diameter 6.00 cm, sedangkan untuk
rata-rata diameter seluruh jenis adalah 8.52 cm. Hutan rakyat Bojong Nyamplung
memiliki rata-rata diameter tanaman tertinggi sengon dengan rata-rata diameter 16.80
cm dan rata-rata diameter terendah adalah sirsak dengan rata-rata diameter 11.43 cm,
sedangkan untuk rata-rata diameter seluruh jenis adalah 14.72 cm. Perbedaan rata-rata
diameter di dua lokasi dipengaruhi oleh faktor teknis dalam pengelolan hutan rakyat
seperti pemeliharaan dan pemupukan, di lokasi Cikirang pemupukan hanya dilakukan
diawal penanaman sedangkan di lokasi Bojong Nyamplung pemupukan dilakukan
setiap tahun.

Tabel 9 Rekapitulasi pertumbuhan tinggi


Rata-rata Tinggi (m)
No Tanaman Bojong
Cikirang
Nyamplung
1 Kayu afrika 6.40 9.30
2 Sengon 6.20 10.00
3 Jati 5.40 9.20
4 Mahoni 3.70
5 Jabon 10.40
6 Sirsak 5.50
Rata-Rata 5.40 8.80

Berdasarkan Tabel 9, jenis tanaman dengan rata-rata tertinggi di hutan rakyat


Cikirang adalah kayu afrika dengan rata-rata tinggi 6.4 m dan rata-rata tinggi terendah
adalah mahoni dengan rata-rata tinggi 3.70 m, sedangkan untuk rata-rata tinggi seluruh
jenis adalah 5.40 m. Jenis dengan rata-rata tinggi tertinggi di hutan rakyat Bojong
Nyamplung adalah sengon dengan rata-rata tinggi 10.00 m dan rata-rata tinggi terendah
adalah sirsak dengan rata-rata tinggi 5.30 m, sedangkan untuk rata-rata tinggi seluruh
jenis adalah 8.80 m. Perbedaan rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman pada
setiap tanaman dipengaruhi oleh jenis tanaman yang di tanam, jenis pohon cepat
tumbuh seperti sengon, jabon, kayu afrika pertumbuhannya akan berbeda dengan jati
dan mahoni.
23

Meskipun jenis tanaman tersebut memiliki umur yang sama hutan rakyat Bojong
Nyamplung memiliki rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman lebih baik
dibandingakan dengan hutan rakyat Cikirang. Perbedaan rata-rata tinggi dan diameter
tanaman dipengaruhi oleh pengelolaan seperti pemupukan dan pemeliharaan. Hutan
rakyat Bojong Nyamplung melakukan pemupukan setiap tahun karena banyaknya jenis
tanaman buah yang ditanam yang secara langsung akan mempengaruhi pertumbuahan
tanaman disekitarnya.

Pembahasan

Manajemen Distribusi Bibit

Sistem distribusi Persemaian Permanen Dramaga diawali dengan mengajukan


surat permohonan. Pihak-pihak yang memanfaatkan bibit harus mengajukan
permohonan kepada pengelola Persemaian Permanen Dramaga, surat permohonan
ditujukan kepada Kepala BPDASHL Citarum-Ciliwung dengan kelengkapan sebagai
berikut: 1) mencantumkan jumlah, jenis bibit dan peruntukannya, 2) mencantumkan
identitas lengkap dan alamat lengkap, 3) melampirkan fotokopi KTP, 4) mencantumkan
nama dan nomor telepon, 5) mencantumkan alamat lokasi tanam dan melampirkan peta
lokasi penanaman serta koordinat geografisnya, 6) sanggup melaksanakan pemeliharaan
tahun pertama dan tahun kedua, 7) menandatangani berita acara serah terima bibit.
Berdasarkan data distribusi tahun 2015 sampai dengan tahun 2018, ada beberapa
kendala terkait pendistribusian bibit seperti kelengkapan administrasi dan monitoring di
lokasi penanaman.
Data distribusi bibit Persemaian Permanen Dramaga termasuk tidak lengkap jika
mengacu pada standar kelengkapan adiminstrasi pemohon bibit yang telah ditentukan.
Beberapa data yang kurang diantaranya: 1) kontak pemohon bibit, berdasarkan data
distribusi hampir seluruh kontak pemohon seperti nomor telepon dan e-mail tidak
dicantumkan, 2) rencana lokasi penanaman yang kurang lengkap, seperti nama
kampung atau dusun tidak dicantumkan. Tidak lengkapnya data distribusi menyebabkan
sulitnya monitoring dan evaluasi ke lokasi penanaman. Pengarsipan dan sistem
adiminstrasi yang baik sangat diperlukan oleh Persemaian Permanen Dramaga, karena
arsip merupakan rekaman dari suatu kegiatan dan informasi yang berfungsi
menyediakan bahan bukti untuk pertanggung jawaban kegiatan organisasi yang
digunakan untuk keperluan pengambilan keputusan atau kebijaksanaan oleh pimpinan
instansi (Boedi Martono 1992).
Persemaian Permanen Dramaga tidak melakukan evaluasi atau monitoring bibit
yang telah didistribusikan. Distribusi bibit dianggap berhasil apabila sesuai dengan
rencana produksi. Evaluasi bibit yang telah didistribusikan perlu dilakukan untuk
menentukan tindakan selanjutnya yang diperlukan. Tindakan tersebut diperlukan
seandainya hasil pengamatan menunjukkan adanya kondisi yang tidak sesuai dengan
yang direncanakan.
Menurut Sutjipta (2009) ada lima ciri evaluasi suatu program: 1) kualitas:
program tersebut berjalan dengan baik, 2) kesesuaian (suitability): dapat memenuhi
kebutuhan dan harapan masyarakat, program tidak menyulitkan atau membebani
masyarakat, sesuai dengan tingkat teknis, sosial dan ekonomis masyarakat, 3)
keefektifan: seberapa jauh tujuan tercapai, 4) efisiensi: penggunaan sumber daya dengan
baik, dan 5) kegunaan (importance): kegunaan bagi masyarakat yang ikut terlibat dalam
24

program. Berdasarkan uraian diatas, maka evaluasi program Persemaian Permanen


Dramaga adalah: 1) kualitas: program Persemaian Permanen Dramaga berjalan dengan
baik karena target produksi dan distribusi bibit selalu tercapai sesuai dengan rencana
produksi, 2) kesesuaian: program telah sesuai karena bibit yang diberikan kepada
masyarakat dalam beberapa jenis tanaman telah sesuai dengan permintaan, 3)
keefektifan: tujuan merehabilitasi hutan dan lahan tercapai bagi masyarakat yang
merawat tanaman dengan baik, 4) efisiensi: beberapa kegiatan yang dilakukan
Persemaian Permanen Dramaga tidak terprogram dengan baik karena data distribusi
yang tidak lengkap dan tidak adanya pemantauan distribusi di lapangan, 5) kegunaan:
sangat berguna bagi masyarakat apabila tanaman yang ditanam cepat menghasilkan,
berdasarkan hasil penelitian persentase jadi tanaman buah lebih tinggi dibandingkan
dengan persentase jadi tanaman kayu karena tanaman buah dianggap lebih cepat
menghasilkan.

Faktor Penunjang Keberhasilan Hutan Rakyat di Ciampea

Faktor penunjang keberhasilan hutan rakyat di Ciampea terdiri dari faktor


sumber daya pengelola hutan rakyat dan faktor teknik pengelolaan hutan rakyat.

A. Faktor Sumber Daya Pengelola Hutan Rakyat


Sumber daya pengelola hutan rakyat yang mempengaruhi keberhasilan
pembangunan hutan rakyat di Kecamatan Ciampea yaitu umur petani, tingkat
pendidikan petani, pendapatan petani dan luasan lahan yang dimiliki petani. Umur
petani hutan rakyat Desa Bojong Jengkol Ciampea yang aktif dalam pengelolaan hutan
rakyat berada pada usia yang produktif dan produktif akhir (berumur lebih dari 50
tahun) Tjiptoherijanto (2001), hal ini disebabkan masyarakat yang berusia muda lebih
tertarik bekerja di sektor lain bukan hutan rakyat. Berdasarkan Tjiptoherijanto (2001)
struktur umur dapat mempengaruhi tingkat produktivitas kerja petani dalam kurun
waktu 10 tahun mendatang. Menurut Putri (2014) usia produktif merupakan usia ideal
untuk bekerja dan mempunyai kemampuan yang besar dalam menyerap informasi dan
teknologi yang inovatif di bidang pertanian dan kehutanan. Sehingga diharapkan petani
dalam umur produktif awal dan menengah jumlahnya lebih banyak karena memiliki
kemampuan lebih besar dalam menyerap informasi dan teknologi sehingga bisa ikut
menyebarkan informasi pada petani lainnya.
Tingkat pendidikan dari petani hutan rakyat Desa Bojong Jengkol Ciampea
adalah SMP dan SLTA. Tingkat pendidikan petani dipengaruhi beberapa faktor seperti
faktor biaya, dan jarak tempuh yang cukup dekat membuat petani melanjutkan sekolah
ke jenjang yang lebih tinggi. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terutama dalam
kemampuan untuk menerima proses perubahan berupa informasi dan inovasi terbaru.
Pendapatan petani hutan rakyat Desa Bojong Jengkol Ciampea menurut BPS
(2014) termasuk dalam kategori sedang dan sangat tinggi. Jumlah tanggungan keluarga
di lokasi penelitian masing-masing berjumlah 4 orang. Menurut BKKBN (2000),
tanggungan keluarga ideal adalah sebanyak empat orang, petani berkeluarga ideal
berarti memiliki beban yang lebih sedikit dibandingkan petani berkeluarga non ideal.
Oleh karena itu, petani berkeluarga ideal memiliki kesempatan lebih besar untuk
meningkatkan kondisi sosial ekonomi keluarga.
Petani hutan rakyat Bojong Jengkol rata-rata memiliki luasan lahan tidak lebih
dari 0,25 ha. Menurut Hardjanto (2000) rata-rata kepemilikan lahan di Pulau Jawa
25

sempit sehingga pemilik lahan berusaha memanfaatkan lahannya dengan


membudidayakan tanaman-tanaman yang bernilai tinggi, cepat menghasilkan, dan
tanaman konsumsi sehari-hari. Faktor yang mendorong keberhasilan hutan rakyat di
Ciampea walaupun tingkat pendidikan rendah, pendapatan rendah dan lahan terbatas
yaitu terbatasnya sumber daya membuat petani memiliki ketahanan terhadap tekanan
sehingga lahan akan dioptimalkan dan melakukan sesuatu yang lebih menghasilkan. Hal
lain yang diduga menjadi penyebab kegagalan penanaman karena bibit diberikan secara
gratis sehingga petani merasa tidak ada beban investasi.

B. Faktor teknik Pengelolaan Hutan Rakyat


Faktor teknik pengelolaan hutan rakyat terdiri dari penanaman, pemeliharaan
dan gangguan hutan. Kegiatan penanaman berupa persiapan lahan, penyediaan bibit,
pemilihan jenis bibit dan penanaman. Kegiatan persiapan lahan dan penanaman yang
dilakukan yaitu membersihkan lahan dari semak belukar, alang-alang dan tumbuhan
pengganggu. Kegiatan persiapan lahan penanaman biasanya dilakukan pada musim
hujan dan pada saat bibit dan lahan telah siap dengan rata-rata jarak tanam 3 m x 3 m.
Kegiatan pemeliharaan di hutan rakyat antara lain adalah pemupukan,
penyulaman, pendangiran, pemangkasan, penjarangan dan pemberantasan hama dan
penyakit. Intensitas kegiatan pemeliharaan di Kampung Bojong Nyamplung lebih sering
dibandingkan dengan kampung Cikirang, hal tersebut menyebabkan pertumbuhan
tanaman di Kampung Bojong Nyamplung lebih baik dibandingkan Kampung Cikirang.
Pemeliharaan perlu dilakukan terhadap tanaman agar tanaman tersebut dapat tumbuh
dan berkembang secara optimal tanpa merusak fungsi kawasan hutan (Pramono, 2010).
Rutinnya pemupukan yang dilakukan petani Kampung Bojong Nyamplung
membuat pertumbuhan tanaman lebih baik dibandingkan di lokasi Kampung Cikirang.
Hasil penelitian Fitriani (1999) dalam Prasetya (2009) melaporkan peningkatan
pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh adanya penambahan unsur Nitrogen,
Posfor, dan Kalium dalam pupuk yang diberikan, hal ini didukung oleh pendapat
Aliudin et al (2000) dalam Parnata (2004) yang mengemukakan bahwa peningkatan
pertumbuhan sangat berkaitan dengan sumbangan hara yang relatif lengkap, meskipun
dalam jumlah kecil. Dikemukakan juga bahwa pada dasarnya unsur hara yang
diperlukan bagi tanaman tidak harus berada dalam jumlah besar, tetapi hal yang
terpenting adalah menjaga agar jumlah hara dalam tanah tetap di atas jumlah minimum.
Kegiatan pemupukan di Kampung Cikirang hanya dilakukan diawal penanaman,
sedangkan Kampung Bojong Nyamplung kegiatan pemupukan dilakukan satu tahun
sekali. Ketersediaan unsur hara merupakan salah satu faktor penting sebagai penunjang
pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Pertumbuhan vegetatif tanaman dapat
terganggu jika suplai unsur hara seperti unsur N, unsur P maupun unsur K tidak
tercukupi dengan baik.
Kegiatan pemeliharaan dilakukan sampai dua tahun setelah penanaman yakni
melakukan kegiatan penyulaman tanaman yang mati dengan mengganti tanaman baru
(sulaman), jenis tanaman sulaman tidak selalu sama dengan jenis tanaman yang mati,
biasanya tanaman yang mati akan diganti dengan tanaman pakan ternak. Pemilihan jenis
tanaman dalam penanaman sangat menentukan tingginya persentase jadi tanam.
Beragamnya pertimbangan dalam pengambilan keputusan dialami oleh petani dalam
menentukan jenis pohon yang akan ditanam di lahan miliknya. Suharjito (2000)
mengatakan bahwa beberapa faktor telah mendorong budidaya hutan rakyat di Jawa,
yaitu faktor ekologis, ekonomi, dan budaya. Ketiga faktor tersebut turut menentukan
26

pemilihan jenis pohon oleh petani hutan rakyat. Alasan yang mendasari petani dalam
memilih jenis pohon kayu adalah 1) pertumbuhannya cepat, 2) pemasaran mudah, 3)
harga cukup baik, 4) produksinya bagus, 5) bibit mudah didapat, 6) tempat tumbuh
sesuai, dan 7) pemeliharaan mudah, sedangkan alasan petani memilih membudidayakan
jenis pohon penghasil buah: 1) mereka mendapatkan penghasilan secara rutin dari hasil
buah-buahan dan tanaman lainnya, 2) ketersediaan pasar produk kebun campuran.
Berdasarkan data persentase jadi tanaman pada umumnya bibit yang ditanam
relatif terpelihara, namun di lokasi penelitian kampung Cikirang persentase jadi tanam
cukup rendah. Persentase jadi yang rendah tersebut dipengaruhi oleh faktor lokasi
penanaman. Lokasi penanaman di dekat sungai menyebabkan banyak gangguan hutan
seperti banjir. Gangguan hutan yang sering terjadi di hutan rakyat Kampung Cikirang
dan Bojong Nyamplung adalah angin dan banjir. Di dua lokasi penelitian terdapat
perbedaan yang sangat mencolok dalam hal pertumbuhan tanaman (tinggi dan
diameter), hal ini dikarenakan perbedaan cara pemeliharaan di dua lokasi penelitian.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Hasil penelitian dari 5 lokasi di Kecamatan Ciampea, terdapat 2 lokasi penanaman
yang tidak berhasil ditemukan dan 3 lokasi penanaman berhasil ditemukan dengan
tujuan penghijauan (1 lokasi penanaman) dan dengan tujuan hutan rakyat (2 lokasi
penanaman). Dengan demikian dari 5 lokasi distribusi bibit tahun 2016 di Kecamatan
Ciampea hanya 3 lokasi yang berhasil ditemukan lokasi penanamannya. Keberhasilan
evaluasi pertumbuhan pohon di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea dapat dilihat
dari tinggi dan diameter pohon. Kampung Bojong Nyamplung memiliki persentase jadi
86.58% (sangat baik), rata-rata tinggi 8.80 m dan diameter 14.60 cm, sedangkan
Kampung Cikirang memiliki persentase jadi 55.72% (cukup baik), rata-rata tinggi 5.40
m dan diameter 8.52 cm. Dengan demikian Kampung Bojong Nyamplung memiliki
persentase jadi, rata-rata tinggi dan diameter pohon lebih tinggi dari Kampung Cikirang.

Saran
Adanya penataan sistem administrasi dan pemantauan bibit yang didistribusikan,
adanya evaluasi keberhasilan penanaman di masyarakat, serta adanya pelaporan dari
masyarakat tentang kegiatan penanaman bibit ke Persemaian Permanen Dramaga.

DAFTAR PUSTAKA

[BKKBN] Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2000. Pengelompokan


Besar Rumah Tangga. Jakarta (ID): Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Data Statistik Indonesia Golongan Pendapatan
Penduduk Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
Martono Boedi. 1992. Penyimpanan Berkas Dalam Manajemen Kearsipan. Jakarta
(ID): Pustaka Sinar Harapan.
27

[Dephut] Departemen Kehutanan RI. 1999. Undang-undang Republik Indonesia Nomor


41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan
Republik Indonesia.
[Dishut] Dinas Kehutanan. 2007. Pola Hutan Rakyat di Jawa Tengah. Semarang (ID):
Dinas Kehutana Jawa Tengah.
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan
Republik Indonesia. 2007. Pedoman Teknis Gerakan Nasional Rehabilitasi
Hutan dan Lahan. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan Republik Indonesia.
Hardjanto. 2000. Beberapa Ciri Pengusahaan Hutan Rakyat di Jawa. Bogor (ID):
P3KM Fakultas Kehutanan.
Parnata. 2004. Pupuk Organik Cair Aplikasi dan Manfaatnya. Jakarta (ID): Agromedia.
[PPDB] Persemaian Permanen Dramaga Bogor. 2018. Profil Persemaian Permanen
Dramaga. PPDB [Internet]. [diunduh 2018 November]. Tersedia pada:
http://www.ppdramagaipb.info
Pratama AR. 2015. Pengelolaan hutan rakyat oleh kelompok pemilik hutan rakyat di Desa
Bandar Dalam Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan. Sylva
Lestari. 3(2): 99-112.
Prasetya. 2009. Pengaruh Dosis dan Frekuensi Pupuk Cair Terhadap Serapan N dan
Pertumbuhan Sawi (Brassica juncea L.)Pada Entisol. Fakultas Pertanian. Malang
(ID): Universitas Brawijaya.
Putri TL. 2014. Pendapatan dan kesejahteraan pendapatan rumah tangga petani padi organik
perserta SL-PTT (Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu) dan non
perseta SL-PTT di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu [skripsi].
Lampung (ID): Universitas Lampung..
Suharjito. 2000. Pengelolaan Hutan Berbasiskan Masyarakat. Yogyakarta (ID): Aditya
Media.
Sutjipta. 2009. Agro Ergonomi. Bali (ID): Udayana University Press.
Sukadaryanti. 2006. Potensi Hutan Rakyat di Indonesia dan permasalahannya. Bogor
(ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
Tjiptoherijanto. 2001. Proyeksi Penduduk, Angkatan Kerja, Tenaga Kerja dan Peran
Serikat Pekerja dalam Peningkatan Kesejahteraan. Majalah Perencanaan
Pembangunan Ed 23.
Widiarti A. 2000. Kajian teknik silvikultur hutan rakyat. Kumpulan Makalah. Peran
penelitian dan pengembangan dalam upaya meningkatkan produktivitas hutan
rakyat menunjang ekonomi daerah. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan
Pengembangan hutan dan Konservasi Alam.
Zulkarnain E. 2008. Analisis tingkat keberhasilan hutan rakyat dan strategi
pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta. [Tesis]. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
28

Lampiran 1 Kegiatan produksi bibit di Persemaian Permanen Dramaga

A B

C D

E F
Keterangan: (A) Pengolahan media, (B) pengisian polibag, (C) seleksi benih, (D)
pemeliharaan bibit, (E) pembersihan lahan, (F) penataan bibit.

Lampiran 2 Dokumentasi hutan rakyat Kampung Cikirang

A B
29

C D

Keterangan: (A) Agroforestri mahoni dan singkong, (B) agroforestri kayu afrika dan
pisang, (C) agroforestri sengon, pisang dan singkong, (D) agroforestri jati,
mahoni dan singkong.

Lampiran 3 Dokumentasi hutan rakyat Kampung Bojong Nyamplung

A B

C D
Keterangan: (A) Agroforestri MPTS, (B) agroforestri kayu afrika jambu Kristal dan
kunyit, (C) agroforestri sengon dan bambu, (D) agroforestri sengon dan
bambu.
30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Majalengka pada tanggal 6 Juni 1994 sebagai


anak ke empat dari pasangan Philip Maimun dan Sariah. Penulis menyelesaikan
pendidikan di SDN 2 Girimukti di Kecamatan Kasokandel, Kabupaten Majalengka pada
tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikannya di SMPN 1 Majalengka, Kabupaten
Majalengka yang lulus pada tahun 2009. Penulis kemudian melanjutkan pendidikannya
di SMAN 2 Majalengka Kabupaten Majalengka dan lulus pada tahun 2012. Penulis
memasuki perguruan tinggi pada tahun 2012 di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan mayor
Silvikultur, Fakultas Kehutanan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam Himpunan Profesi
Departemen Silvikultur yang dikenal dengan Tree Grower Community (TGC) sebagai
anggota dalam divisi Science Improvement pada periode 2013-2014 dan Agroforestry
group pada tahun 2014-2015. Penulis melakukan kegiatan praktik kerja lapang di Perum
Perhutani KPH Bogor, BKPH Parung Panjang, dan penelitian hutan rakyat di
Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada November sampai dengan
Desember 2018 dan kemudian menjadikannya karya ilmiah yang berjudul “Evaluasi
Keberhasilan Persemaian Permanen Dramaga dalam Membangun Hutan Rakyat di
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor”.

Anda mungkin juga menyukai