SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
RINGKASAN
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit darah protozoa genus
Plasmodium yang menginfeksi sel darah merah. Indonesia merupakan salah satu
daerah endemik penyakit malaria dengan angka kejadian penyakit yang cukup
tinggi (terutama di daerah Indonesia Timur). Masalah yang dihadapi dalam
pengobatan malaria adalah resistensi penyakit terhadap obat malaria yang tersedia
di pasaran. Oleh karena itu, pencarian obat antimalaria yang lebih baik masih
perlu dilakukan. Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah memanfaatkan
tanaman yang memiliki khasiat antimalaria sebagai obat, seperti trengguli (Cassia
fistula) dan sinyo nakal (Duranta repens). Strategi lain yang perlu dikembangkan
adalah melakukan rekayasa fitofarmaka dalam bentuk nanopartikel sebagai sistem
pengantar obat dengan menggunakan kitosan.
Tujuan penelitian ini adalah sintesis nanopartikel kitosan ekstrak metanol
daun C. fistula dan buah D. repens sebagai antimalaria dan menentukan IC50
nanopartikel secara in vitro. Pada penelitian ini, ekstrak metanol daun C. fistula
dan buah D. repens sebagai model obat yang disalut menggunakan kitosan.
Nanopartikel ini disintesis menggunakan metode gelasi ionik yang memanfaatkan
natrium tripolifosfat sebagai penaut silang; serta asam oleat dan poloxamer 188
sebagai surfaktan. Pemecahan partikel dan homogenisasi nanopartikel berturut-
turut menggunakan metode sonikasi dan sentrifugasi. Penentuan ukuran
nanopartikel dilakukan menggunakan metode Particle Size Analyzer.
Surfaktan adalah salah satu komponen penting yang perlu diperhatikan
dalam proses sintesis nanopartikel, baik dari jenis dan konsentrasi surfaktan,
karena surfaktan dapat mengendalikan ukuran, sifat, dan stabilitas suspensi
nanopartikel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sintesis nanopartikel
menggunakan surfakan poloxamer 188 menghasilkan ukuran nanopartikel yang
lebih kecil dengan distribusi ukuran yang lebih sempit dibandingkan
menggunakan surfaktan asam oleat. Sintesis nanopartikel kitosan ekstrak metanol
daun C. fistula dan buah D. repens menggunakan metode gelasi ionik
menghasilkan partikel dengan ukuran 80-475 nm. IC50 formula BCP dan dan BDP
berturut-turut sebesar 0.004 dan 0.08 µg/mL, yang menunjukkan formula tersebut
berpotensi sebagai antiplasmodium.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kimia
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul karya
ilmiah ini ialah Sediaan Antimalaria Berbasis Nanopartikel Kitosan dari Ekstrak
Metanol Daun Cassia fistula dan buah Duranta repens.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Purwantiningsih Sugita, MS,
Dr Dra Gustini Syahbirin, MS, dan drh Rita Marleta Dewi, MKes selaku
pembimbing yang telah banyak memberi semangat, saran, dan arahan dengan
sabar dan ikhlas selama penelitian hingga penyelesaian karya ilmiah ini. Terima
kasih kepada Prof Dyah Iswantini, MScAgr selaku Ketua Program Studi S2
Kimia, moderatur dan penguji selama kolokium, seminar serta ujian akhir; serta
Ibu Dr Laksmi Ambarsari, MS selaku penguji luar komisi yang telah banyak
memberikan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Ayahanda Sakip, Ibunda Nemi Laynah, Rike Dwi Jayanti,
Ahmad Kurniawan, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada, Andi Adriani Wahditiya,
Luthfan Irfana, Andriawan Subekti, Nurmaida, Wahyu Aji Setianto, Dewi, staf
tenaga kependidikan Laboratorium Organik Departemen Kimia Institut Pertanian
Bogor yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
2 METODE PENELITIAN 3
Alat dan Bahan 3
Ekstraksi Tanaman 4
Analisis Kadar Air (AOAC 2007) 4
Analisis Kadar Abu (AOAC 2007) 4
Penentuan Bobot Molekul Kitosan (Tarbojevich & Cosani 1996) 5
Penentuan Derajat Deasetilasi Kitosan (Baxter et al. 1992) 5
Rekayasa formula nanopartikel (Sugita et al. 2013) 6
Uji aktivitas antimalaria secara in vitro 6
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Ekstraksi buah daun C. fistula dan D. repens 8
Hasil Karakterisasi Kitosan 8
Sediaan nanopartikel kitosan ekstrak metanol daun C. fistula dan
buah D. repens 10
Pengaruh jenis surfaktan terhadap ukuran nanopartikel kitosan
ekstrak D. repens 11
Pengaruh konsentrasi ekstrak D. repens terhadap ukuran
nanopartikel 14
Hasil enkapsulasi kitosan-ekstrak C. fistula 16
Hasil uji in vitro sediaan nanopartikel kitosan ekstrak metanol
daun C. fistula dan buah D. repens 17
4 SIMPULAN DAN SARAN 20
Simpulan 20
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
LAMPIRAN 24
vi
DAFTAR TABEL
1 Komposisi formula nanopartikel kitosan ekstrak herbal 6
2 Sifat fisiokimia kitosan Biotech Surindo 9
3 Laju pertumbuhan P. falciparum fraksi ekstrak metanol C. fistula dan
D. repens. 19
DAFTAR GAMBAR
1 Struktur kitosan (x≥50%) 8
2 Tipe pemuatan obat dalam nanopartikel (Tiyaboonchai 2003) 10
3 Interaksi kitosan-tripolifosfat (a) deprotonasi (b) taut silang ionik 10
4 Persiapan nanopartikel kitosan-tripolifosfat (Tripathy et al. 2012) 11
5 Struktur kimia (a) poloxamer 188 (a = 80, b = 27) dan (b) asam oleat 11
6 Hasil turbiditas (A) kelompok I (formula ADA, BDA, dan PDA) dan
(B) kelompok II (formula ADP, BDP, dan PDP) pada setiap tahap
perlakuan 12
7 Rerata ukuran nanopartikel (A) dan IP (B) pada kelompok I (formula
ADA, BDA, dan PDA) dan II (ADP, BDP, dan (PDP) 13
8 Proses terjadinya hamburan berganda 14
9 Hasil turbiditas (A) kelompok II (formula ADP, BDP, dan PDP) dan
(B) kelompok III (formula AD, BD, dan PD) pada setiap tahap
perlakuan 15
10 Rerata ukuran nanopartikel (A) dan IP (B) pada kelompok II (formula
ADP, BDP, dan PDP) dan III (formula AD, BD, dan PD) 15
11 Hasil turbiditas kelompok IV (formula AC, BC, dan PC) pada setiap
tahap perlakuan 16
12 Rerata ukuran nanopartikel (A) dan IP (B) pada kelompok IV (formula
AC, BC, dan PC) 17
13 Grafik pertumbuhan parasit P. falciparum formula BDP (M0 = 8
mg/ml) dan BCP (M0 = 4 mg/ml) 18
14 Grafik pertumbuhan parasit P. falciparum dengan surfaktan yang
berbeda (A) sampel D. repens (BDA dan BDP, M0 = 8 mg/mL ) dan
(B) sampel C. fistula (BCA dan BCP, M0 = 4 mg/mL) 19
DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian 24
2 Karakterisasi kitosan 25
3 Sertifikat analisis kitosan Biotech Surindo 28
4 Hasil pengukuran turbiditas setiap formula pada awal sintesis, setelah
sonikasi dan setelah sentrifugasi 28
5 Hasil analisis PSA nanopartikel kitosan-ekstrak metanol daun Cassia
fistula dan buah Duranta repens 29
6 Hasil uji in vitro 38
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit darah protozoa genus
Plasmodium yang menginfeksi sel darah merah. Ada 4 spesies Plasmodium yang
menjadi penyebab malaria pada manusia, yaitu Plasmodium falciparum,
Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Parasit ini
masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang
telah terinfeksi. Penularan penyakit ini juga dapat terjadi melalui transfusi darah
atau ditularkan dari ibu ke janin yang dikandungnya (Depkes 2009). Selama tahun
2015, diperkirakan terdapat 214 juta kasus (kisaran ketidakpastian: 149-300 juta)
dan 438.000 kematian (236.000-635.000) yang disebabkan penyakit ini
(WHO 2015a). Malaria juga masih menjadi penyakit endemik di lebih dari 90
negara, terutama pada negara berkembang (Sanchez et al. 2004). Indonesia
merupakan salah satu negara yang menjadi daerah endemik penyakit ini (terutama
di daerah Indonesia Timur). Jumlah kasus malaria di Indonesia pada tahun 2013
diperkirakan sebanyak 3.200.000–5.300.000 dengan jumlah kematian
diperkirakan sebanyak 540-12.000 kematian terjadi di Indonesia (WHO 2015b).
Oleh karena itu, malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat akut yang
perlu diperhatikan.
Masalah yang dihadapi saat ini dalam pengobatan penyakit malaria adalah
resistensinya terhadap obat malaria yang tersedia di pasaran, seperti kuinin,
klomkuin, sulfadoksin, primetamin, kina, amodiakuin, meflokuin, dan halofantrin
(Sugita 2001). Ada 2 spesies Plasmodium utama yang ditemukan di Indonesia,
yaitu P. falcifarum (57%) dan P. vivax (43%) (WHO 2015b). Resistensi
P. falciparum di Indonesia ditemukan pertama kali pada tahun 1973 di
Kalimantan Timur, dan pada tahun 1990 resistensi telah meluas hingga ke seluruh
Indonesia. Selain itu, dilaporkan juga adanya kasus resistensi P. falcifarum
terhadap sulfadoksin-pirimetamin di beberapa tempat di Indonesia (Depkes 2008).
Keadaan seperti ini jika tidak segera diatasi dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas akibat penyakit malaria. Oleh karena itu, pencarian alternatif obat
malaria masih perlu dilakukan.
Malaria di Indonesia tersebar di seluruh wilayah dengan prevalensi parasit
yang berbeda-beda. Daerah yang sulit terjangkau secara geografis oleh tenaga
medik, yaitu daerah Indonesia Timur memiliki prevalensi parasit yang lebih tinggi
dibandingkan daerah lainnya. Oleh karena itu, diperlukan alternatif obat yang
mudah ditemukan dan terdapat di alam. Indonesia memiliki keanekaragaman
hayati tertinggi di dunia, yaitu mencapai 11% spesies tanaman yang terdapat di
permukaan bumi dan telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional.
Bahkan sampai saat ini, WHO memperkirakan sekitar 80% penduduk dunia masih
menggantungkan dirinya pada pengobatan tradisional dan seperempat dari obat-
obat modern yang beredar di dunia berasal dari bahan aktif yang diisolasi dan
dikembangkan dari tanaman (Radji 2005). Hal ini menegaskan bahwa Indonesia
merupakan negara yang sangat potensial dalam mengembangkan obat herbal
antimalaria. Tanaman yang secara empiris masih terus digunakan sebagai obat
herbal antimalaria, adalah daun Cassia fistula dan buah Duranta repens.
2
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 METODE PENELITIAN
Alat-alat analitis yang digunakan adalah FTIR jenis Perkin Elmer seri
SpectrumOne, High Speed Centrifuge Sorvall RC 5B Plus, PSA Delsa Nano C,
High Intensity Ultrasonik Prosesor Cole Palmer 130 Watt 20 kHz Jenis Probe CV
18, turbidimeter jenis 2100P, membrane milipore, viskometer Otswald dan alat-
alat gelas.
Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel daun C. fistula yang
diperoleh dari Kebun Raya Bogor, buah D. repens yang dikumpulkan dari
Kabupaten Jombang, metanol, n-heksana, kalium hidroksida, etil asetat, aseton,
asam asetat, etanol, kitosan Biotech Surindo, asam oleat, poloxamer 188, sodium
4
Ekstraksi Tanaman
Cawan porselen yang bersih dan kering dimasukkan ke dalam tanur untuk
menghilangkan sisa-sisa kotoran yang menempel di cawan. Setelah didinginkan
5
Kitosan dibuat pelet dengan KBr 1%, kemudian dilakukan pemayaran pada
daerah bilangan gelombang antara 4000 cm-1 dan 400 cm-1. DD ditentukan dengan
metode garis dasar. Nilai absorbans dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
P
A = log
P
P0 = % transmitan pada garis dasar
P = % transmitan pada puncak minimum
Penentuan %DD kitosan dengan cara membandingkan absorbans pada bilangan
gelombang 1655 cm-1 (serapan pita amida I) dengan absorbans pada bilangan
gelombang 3450 cm-1 (serapan gugus hidroksil). %DD kitosan dihitung dengan
persamaan:
A1655
DD = 100 - × 115
A3450
6
garis dasar merupakan cara yang digunakan dalam menghitung nilai DD. Oleh
karena itu, penggunaan garis dasar yang berbeda pada spektrum infra merah akan
memberikan nilai yang berbeda-beda. Baxter et al. (1992) membandingkan
serapan pada panjang gelombang 1655 dan 3450 nm dalam penentuan nilai DD
dengan pemilihan garis dasar yang baik untuk kitosan dengan DD >80%. DD
merupakan parameter yang sangat penting ditentukan. Selain menunjukkan
seberapa besar kadar monomer glukosamin dalam kitosan, nilai DD
mempengaruhi aktivitas immunobiologi dan biodegradabilitas kitosan. Hasil
penentuan DD kitosan menggunakan metode ini memberikan hasil yang relatif
sesuai dengan spesifikasi kitosan. Sifat fisiokimia spesifikasi kitosan BioTech
Surindo dapat dilihat pada Lampiran 3.
H O H O
H O H O
OH H O OH H
H H
H NH3 H NH3
O
HO P O
OH O
HO P O
O
HO P O
O
NH 3 H
H
H OH O
O H
O H
CH2 OH
H O a O O a OH
b
O
OH
b
Gambar 5 Struktur kimia (a) poloxamer 188 (a = 80, b = 27) dan (b) asam oleat
12
260.7 244.2
250 185.8
150 130
254 222.6
200 110 103.6
212.2
100
150 ADA 107 91.4
100 BDA 85.6
A 50
PDA
B
50
0 0
awal sonikasi sentrifugasi awal sonikasi sentrifugasi
Tahap perlakuan Tahap perlakuan
Gambar 6 Hasil turbiditas (A) kelompok I (formula ADA, BDA, dan PDA) dan
(B) kelompok II (formula ADP, BDP, dan PDP) pada setiap tahap
perlakuan
Gambar 6 menunjukkan bahwa proses sonikasi dan sentrifugasi akan
menurunkan nilai turbiditas. Proses sonikasi memberikan penurunan nilai
turbiditas yang lebih besar dibandingkan proses sentrifugasi yang diindikasikan
dengan kemiringan kurva yang lebih curam. Pemecahan bulk partikel menjadi
partikel-partikel yang lebih kecil dengan memanfaatkan gelombang ultrasonik
yang merambat dalam medium cair menurunkan nilai turbiditas dari tahap awal
untuk kelompok I dan II berturut-turut sebesar 74% dan 58%, sedangkan
sentrifugasi menurunkan nilai turbiditas dari tahap sonikasi pada kelompok I dan
II berturut-turut sebesar 86% dan 81%. Proses sentrifugasi tidak menurunkan
ukuran partikel-partikel setelah tahap sonikasi, proses ini hanya menyeragamkan
ukuran partikel. Ukuran partikel yang besar akan terdistribusi di bawah saat
proses sentrifugasi dan dihilangkan. Keseluruhan tahap ini memberikan dampak
penurunan nilai turbiditas pada kelompok I dan II berturut-turut sekitar 64% dan
47%. Berdasarkan nilai turbiditas sebagai parameter awal proses degradasi
13
317.13 2.567
2.314
293.15 Nilai 2.5
300
IP 2 1.667
200 151.72 1.5
0.904
81.12 1
100
0.5
0 0
ADA BDA PDA ADP BDP PDP ADA BDA PDA ADP BDP PDP
Formula Formula
menjelaskan fenomena ini, 1 foton terhambur lebih dari sekali oleh partikel.
Akibatnya, detektor menerima lebih dari 1 hamburan untuk 1 foton. Hasil dari
hamburan berganda ini adalah partikel yang terukur lebih kecil dibandingkan
ukuran yang sebenarnya. Efek hamburan berganda juga dapat timbul jika media
yang diukur gelap. Sebagian dari foton teradsorpsi oleh media yang memicu
meningkatnya temperatur lokal, sehingga akan mengubah viskositas media dan
mobilitas partikel di dalamnya.
250 250
220.4 ADP 212 AD
200 BDP 200 190.2 BD
191
Turbiditas (NTU)
Turbiditas (NTU)
PDP PD
185.8 178
150 130 150
128.4
103.6 104
110 110
100 100 91.6
107 91.4 107.2
85.6 88
50 50
A B
0 0
awal sonikasi sentrifugasi awal sonikasi sentrifugasi
Tahap perlakuan Tahap perlakuan
Gambar 9 Hasil turbiditas (A) kelompok II (formula ADP, BDP, dan PDP) dan
(B) kelompok III (formula AD, BD, dan PD) pada setiap tahap
perlakuan
Gambar 9 A dan 9 B menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi ekstrak
pada kelompok II lebih besar 4× dibandingkan dengan kelompok III tidak
memberikan perbedaan yang signifikan terhadap nilai turbiditas. Nilai dan
penurunan turbiditas pada setiap tahap perlakuan relatif sama untuk kelompok II
dan III. Tahap sonikasi juga tetap memberikan efek yang lebih besar dalam proses
penuruan nilai turbiditas dibandingkan tahap sentifugasi. Perbedaan ukuran akibat
pengaruh konsentrasi D. repens dapat dilihat secara jelas dengan membandingkan
hasil PSA kedua kelompok tersebut (Gambar 10).
1.971
236.85
250 210.56 Nilai 2 1.667
200 IP 1.5
151.72
150 0.904
1
100 81.12
0.5
50
0 0
AD BD PD ADP BDP PDP AD BD PD ADP BDP PDP
Formula Formula
Gambar 10 Rerata ukuran nanopartikel (A) dan IP (B) pada kelompok II (formula
ADP, BDP, dan PDP) dan III (formula AD, BD, dan PD)
16
Gambar 10 menunjukkan bahwa ukuran dan IP formula ADP lebih baik dari
AD, BDP lebih baik dari BD, dan PDP lebih baik dari PD. Konsentrasi kitosan,
surfaktan, penaut silang, dan kondisi pembentukan nanopartikel sama untuk setiap
formula, tetapi konsentrasi ekstrak D. repens berbeda, yaitu ADP, BDP, dan PDP
4× lebih besar dibandingkan dengan AD, BD, dan PD. Hal inilah yang
menyebabkan ukuran dan IP ADP, BDP, dan PDP lebih baik. Pada formula
tersebut diduga terjadi fenomena hamburan berganda yang menyebabkan hasil
pengukuran lebih kecil.
Ukuran dan IP merupakan parameter yang perlu diketahui untuk
menentukan keberhasilan sintesis nanopartikel. Parameter penting ini ditentukan
dengan metode PSA. Pengukuran partikel menggunakan PSA memiliki
keunggulan dibandingkan metode mikrografi (SEM, TEM, dan AFM), yaitu
ukuran partikel yang terbaca adalah ukuran partikel tunggal, sehingga hasil
pengukuran merupakan gambaran dari keseluruhan sistem. Selain itu, sampel
yang diukur didispersikan ke dalam media cair sehingga proses aglomerasi yang
sering terjadi untuk sampel dalam orde nanometer dapat ditiadakan.
Gambar 10 A menunjukkan hasil pengukuran PSA untuk sampel dengan
formula A, B, P untuk kelompok II dan III berada di kisaran 81.12-399.3 nm.
Hasil ini menunjukkan bahwa partikel yang dihasilkan dalam kategori
nanopartikel. Nilai IP untuk kedua kelompok berada di kisaran 0.904-3.198 yang
ditampilkan pada Gambar 10 B, menunjukkan bahwa sintesis nanopartikel
memiliki distribusi ukuran yang masih besar. Gambar 10 juga menunjukkan
bahwa formula P menghasilkan ukuran partikel dan keseragaman yang baik. Hal
ini disebabkan oleh jumlah surfaktan yang digunakan lebih banyak dibandingkan
dengan formula lainnya, sehingga proses degradasi ukuran selama sonikasi
berjalan dengan baik.
171.6 BC
150 PC
114
150 105
90.2
100
84.2
90.6
50 72.4
0
awal sonikasi sentrifugasi
Tahap perlakuan
Gambar 11 Hasil turbiditas kelompok IV (formula AC, BC, dan PC) pada setiap
tahap perlakuan
17
250
Nilai IP
2
200 1.502
137.54 1.5
150
100 1
50 0.5
0 0
AC BC PC AC BC PC
Formula Formula
Gambar 13 menunjukan bahwa IC50 dicapai formula BCP pada pengenceran 105×
(IC50 = 0.004 μg/ml) dan formula BDP 106× (0.08 μg/ml). O’Neil et al. (1985)
melaporkan bahwa suatu bahan memiliki aktifitas antiplasmodium jika nilai IC50
50 μg/ml untuk ekstrak dan 25 μg/ml untuk fraksi. Oleh karena itu, formula
BCP dan BDP memiliki potensi yang baik dalam menghambat P. falciparum.
Nilai ini lebih baik dibandingkan dengan nilai IC50 untuk komponen yang
terkandung dalam ekstrak daun C. fistula dan buah D. repens. Grace et al. (2012)
melaporkan senyawa pada ekstrak kloroform C. fistula, yaitu senyawa fitol, lutein,
dan dilineolil galaktopiranosil gliserol memiliki nilai IC50 berturut-turut sebesar
18.9±0.60; 12.5±0.35; dan 5.8±0.27 µM untuk parasit P. falciparum strain D10.
Ekstrak kloroform daun C. fistula memiliki nilai IC50 sebesar 12.3 µg/mL untuk
parasit yang sama. Pada penelitian lain, Wulandari (2008) melaporkan bahwa
aktivitas antimalaria fraksi kloroform dari ekstrak metanol buah D. repens mampu
menghambat pertumbuhan P. berghei dengan nilai IC50 41,125 mg/kgbb.
Uji in vivo menggunakan mencit jantan galur Balb-C untuk ekstrak metanol dan
kloroform buah D. repens, dan memberikan nilai IC50 berturut-turut sebesar 47.2
dan 38.9 mg/kg BB (Nuri et al. 2009).
100%
Pertumbuhan P. falciparum
90% BDP
80%
BCP
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
0.01 0.1 1 10 100
Pengenceran sampel (1 × 10-7)
Gambar 13 Grafik pertumbuhan parasit P. falciparum formula BDP
(M0 = 8 mg/ml) dan BCP (M0 = 4 mg/ml)
Jika dibandingkan dengan ekstrak beberapa tanaman herbal yang secara
empirik berkhasiat sebagai anti malaria, IC50 BDP dan BCP masih lebih baik,
seperti ekstrak metanol Calea tenuifolia (19.5 μg/ml), Momordica charantia L.
(50 μg/ml), Jatropha curcas L. (50 μg/ml), Samanea saman (10 μg/ml),
Hymenaea courbaril L. (50 μg/ml), Moringa oleifera Lam. (50 μg/ml)
(Köhler et al. 2002). Tona et al. (1999) melaporkan bahwa ekstrak etanol dan
kloroform daun Cassia occidentalis, kulit akar Cryptolepis sanguinolenta,
tanaman Euphorbia hirta, kulit batang dan akar Garcinia kola, daun Morinda
lucida, dan tanaman Phyllanthus niruri memberikan aktivitas inhibisi lebih dari
60% pertumbuhan parasit P. falcifarum secara in vitro pada konsentrasi 6 µg/mL.
Madureira et al. (2002) juga menentukan aktivitas antimalaria pada berbagai
tanaman secara in vitro pada P. falcifarum. Hasil yang didapat adalah Struchium
sparganophorum, Pycnanthus angolensis, Morinda Lucia, Tithonia diversifolia,
dan Cinchona succirubra memberikan nilai IC50 10 µg/mL. Sha’a et al. (2011)
menunjukkan aktivitas antimalaria ekstrak etanol Vernonia amygdalina sebesar
78.10% pada konsentrasi 11.2 µg/mL dan ekstrak air sebesar 74.02% pada
19
Pertumbuhan P. falciparum
80% 80%
70% 70%
60% 60%
50% 50%
40% 40%
30% BDA 30%
BCA
20% 20%
BDP BCP
10% 10%
0% 0%
0.01 0.10 1.00 10.00 100.00 0.01 0.10 1.00 10.00 100.00
Pengenceran sampel (1.00 × 10-07) Pengenceran sampel (1.00×10-07)
Cf-2, Cf-3, dan Cf-4 merupakan hasil fraksinasi ekstrak metanol daun
C. fistula secara kromatografi vakum menggunakan eluen n-heksana:etil asetat
dengan perbandingan, berturut-turut, 8-2, 7-3, dan 6-4. Dr 35 merupakan ekstrak
kasar D. repens bebas tanin, Dr 36 merupakan fraksi hasil Kromatografi Cair
Vakum (KCV) menggunakan eluen n-heksana:etil asetat (8:2), sedangkan Dr 37
merupakan fraksi hasil KCV menggunakan pelarut metanol. Berdasarkan Tabel 3
tersebut dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan P. falciparum setiap fraksi lebih
besar dibandingkan BCP dan BDP. Hal ini sangat berkaitan dengan modifikasi
pengantaran obat yang BCP dan BDP, sehingga kemampuan formula tersebut
menghambat pertumbuhan P. falciparum sangat baik.
Simpulan
Sintesis sediaan kitosan ekstrak metanol daun C. fistula dan buah D. repens
menggunakan metode gelasi ionik menghasilkan partikel dengan kisaran ukuran
80-475 nm (IP = 0.904-4.173). Pada proses sintesis, surfaktan poloxamer 188
memberikan rerata nanopartikel dan nilai IP yang lebih baik dibandingkan dengan
surfaktan asam oleat. Hasil sintesis secara keseluruhan pada penelitian ini belum
mampu memberikan nanopartikel dengan dispersi ukuran yang kecil, nanopartikel
yang dihasilkan masih heterogen. Penyalutan bahan aktif ekstrak menggunakan
kitosan dalam bentuk nanopartikel mampu meningkatkan kemampuan ekstrak
kasar dan fraksi ekstrak kedua tanaman dalam menghambat pertumbuhan
P. falcifarum. IC50 formula BCP dan BDP berturut-turut sebesar 0.004 dan 0.08
μg/ml, yang menunjukkan formula tersebut berpotensi sebagai antiplasmodium.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2007. Official Methods of
AOAC International. Revisi ke-2. Volume ke-1. Maryland: AOAC
International.
[WHO] World Health Organization. 2015. Achieving the Malaria MDG Target:
Reversing the incidence of malaria 2000-2015. Geneva: WHO Press.
[WHO]. 2015. World malaria report 2015. Geneva: WHO Press.
Ahmed WS, Mohamed MA, El-Dib RA, Hamed MM. 2009. New triterpene
saponins from Duranta repens Linn. and their cytotoxic activity.
Molecules. 14:1952-1965.
Baxter A, Dillon M, Taylor KDA, Roberts GAF. 1992. Improved method for i.r.
determination of the degree of N-acetylation of chitosan. Intl J Biol
Macromol 14: 166-169.
Depkes. 2008. Pelayanan kefarmasian untuk penyakit malaria. Jakarta.
Depkes. 2009. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta:
17-25.
Desjardins RE, Canfield CJ, Haynes DE, Chulay JD. 1979. Quantitative
assessment of antimalarial activity in vitro by a semiautomated
microdilution technique. Antimicrob Agents and Chemotheraphy. Vol. 16:
710-718.
Govindarajan M, Jebanesa A, Pushpanathan T. 2008. Larvicidal and ovicidal
activity of Cassia fistula Linn. Leaf extract against filarial and malarial
vector mosquitoes. Parasitol Res 102 (2): 289-292.
Grace MH, Lategan C, Graziose R, Smith PJ, Raskin I, Lila MA. 2012.
Antiplasmodial activity of the ethnobotanical plant Cassia fistula. Nat
Prod Commun. Vol. 7(10):1263-1266.
Inbaneson SJ, Ravikumar S, Suganthi P. 2012. In vitro antiplasmodial effect of
ethanolic extracts of coastal medicinal plants Long Palk Strait against
Plasmodium falciparum. Asian Pac J of Trop Biomed 2(5): 364-367.
Irwanto I. 2014. Prediksi keberadaan pelargonidin-3-(feruloil)diglukosida-5-
(malonil) glukosida fraksi terlarut etil asetat dari ekstrak metanol daun
trengguli (Cassia fistula) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Januar SE. 2014. Komponen fraksi polar ekstrak metanol buah sinyo nakal
(Duranta repens) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Köhler I, Jenett-Siems K, Kraft C, Siems K, Abbiw D, Bienzle U, Eich E. 2002.
Herbal remedies traditionally used against malaria in Ghana: bioassay-
guided fractionation of Microglossa pyrifolia (Asteraceae). Z Naturforsch
C 57(11-12):1022-1027.
Lam TD, Hoang VD, Lien LN, Thinh NN, Dien PG. 2006. Synthesis and
characterization of chitosan nanoparticles used as drug carrier. J Chem 44:
105-109.
Madureira MC, Martins AP, Gomes M, Paiva J, Cunha AP, Rosário V. 2002.
Antimalarial activity of medicinal plants used in tradisional medicine in
S. Tomé and Príncipe islands. J of Ethnopharm 81: 23-29.
22
LAMPIRAN
Kitosan TPP Ekstrak Kitosan
Kitosan terikat
silang TPP
Homogenisasi
13500 rpm, 5 menit
Viskositas
Ultrasonikasi
A=40, t=60 menit
Turbiditas
Sentrifugasi
19900 rpm, 120 menit
Supernatan PSA
Freeze Dry
Bobot (g)
Sampel
K W (W+K)3 (W+K)4 (W+K)5 (W+K)6 (W+K)7 (W+K)8
K1 1.0058 18.0413 18.9965 18.9797 18.9916 18.9632 18.9577 18.9576
K2 1.0044 16.9245 17.8760 17.8668 17.8724 17.8482 17.8417 17.8417
K3 1.0036 18.6066 19.5602 195466 19.5570 19.5309 19.5257 19.5253
Keterangan: K = kitosan
W = wadah kosong
(W+K)n; n = waktu (jam)
3
|xi -x|2 |8.90-8.68|2 + |8.68-8.68|2+ |8.46-8.68|2
SD = = = 0.22
n-1 3-1
i=1
3
|xi -x|2 |0.80-0.79|2 + |0.85-0.79|2+ |0.72-0.79|2
SD = = = 0.07
n-1 3-1
i=1
Konsentrasi kitosan
r sp sp/c ln(sp/c) ln(t/to-1)
(10-4 g/mL)
0 - - - - -
2 1.2312 0.2312 1156.00 7.0527
4 1.4763 0.4763 1190.75 7.0823
6 1.7647 0.7647 1274.50 7.1503
8 2.1148 1.1148 1393.50 7.2395
10 2.4569 1.4569 1456.90 7.2841
7.30
y = 310x + 6,9758
7.25 r² = 0.9769
7.20
7.15
7.10
7.05
7.00
0.0000 0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0.0010 0.0012
20
18
602.32
16
14 1603.26
%T 1382.35
Keterangan:
12
=P
10
+ = P0
1081.97
8
3410.80
6 .0
4 00 0.0 3 00 0 2 00 0 1 50 0 1 00 0 4 50 .0
cm-1
17.0 21.8
A1655 = log = 0.0304 A3450 = log = 0.4085
15.8489 8.5114
0.0304
DD = 100 - × 115 = 91.44%
0.4085
Derajat Deasetilasi kitosan yang digunakan sebesar 91.44%.
28
Turbiditas (NTU)
Kelompok Formula
Awal Sonikasi Sentrifugasi
ADA 368.0 272.2 244.2
I BDA 352.3 260.7 222.6
PDA 337.6 254.0 212.2
ADP 220.4 130.0 103.6
II BDP 191.0 110.0 91.4
PDP 185.8 107.0 85.6
AD 212.0 128.4 104.0
III BD 190.2 110.0 91.6
PD 178.0 107.2 88.0
AC 193.0 114.0 90.2
IV BC 171.6 105.0 84.2
PC 150.0 90.6 72.4
29
Sampel
Name : ADP Comments from user :
Measured on : 11/10/2013 Mode : Acquisition
Time : 15:09:04 Profil : Admin
Measure conditions
Temperature : 25.0°C Average count rate : 1188.35 kcps
Refractive Index (nd) : 1.33 DTC position : DOWN
Viscosity : 0.894 Wavelength : 657.00
Cumulants method
Sampel
Name : ADA Comments from user :
Measured on : 11/10/2013 Mode : Acquisition
Time : 14:19:05 Profil : Admin
Measure conditions
Temperature : 25.0°C Average count rate : 759.97 kcps
Refractive Index (nd) : 1.33 DTC position : DOWN
Viscosity : 0.894 Wavelength : 657.00
Cumulants method
Sampel
Name : PDA Comments from user :
Measured on : 11/10/2013 Mode : Acquisition
Time : 14:49:53 Profil : Admin
Measure conditions
Temperature : 25.0°C Average count rate : 1381.58 kcps
Refractive Index (nd) : 1.33 DTC position : DOWN
Viscosity : 0.894 Wavelength : 657.00
Cumulants method
Sampel
Name : PDP Comments from user :
Measured on : 11/10/2013 Mode : Acquisition
Time : 13:51:42 Profil : Admin
Measure conditions
Temperature : 25.0°C Average count rate : 1421.93 kcps
Refractive Index (nd) : 1.33 DTC position : DOWN
Viscosity : 0.894 Wavelength : 657.00
Cumulants method
Sampel
Name : BDP Comments from user :
Measured on : 4/10/2013 Mode : Acquisition
Time : 13:34:48 Profil : Admin
Measure conditions
Temperature : 25.0°C Average count rate : 1269.48 kcps
Refractive Index (nd) : 1.33 DTC position : DOWN
Viscosity : 0.894 Wavelength : 657.00
Cumulants method
Sampel
Name : BDA Comments from user :
Measured on : 11/10/2013 Mode : Acquisition
Time : 14:00:25 Profil : Admin
Measure conditions
Temperature : 25.0°C Average count rate : 1289.93 kcps
Refractive Index (nd) : 1.33 DTC position : DOWN
Viscosity : 0.894 Wavelength : 657.00
Cumulants method
Sampel
Name : BD Comments from user :
Measured on : 17/1/2014 Mode : Acquisition
Time : 13:37:56 Profil : Admin
Measure conditions
Temperature : 25.0°C Average count rate : 1368.34 kcps
Refractive Index (nd) : 1.33 DTC position : DOWN
Viscosity : 0.894 Wavelength : 657.00
Cumulants method
Sampel
Name : AD Comments from user :
Measured on : 5/2/2014 Mode : Acquisition
Time : 10:38:58 Profil : Admin
Measure conditions
Temperature : 25.0°C Average count rate : 1127.66 kcps
Refractive Index (nd) : 1.33 DTC position : DOWN
Viscosity : 0.894 Wavelength : 657.00
Cumulants method
Sampel
Name : PD Comments from user :
Measured on : 5/2/2014 Mode : Acquisition
Time : 10:45:56 Profil : Admin
Measure conditions
Temperature : 25.0°C Average count rate : 1027.04 kcps
Refractive Index (nd) : 1.33 DTC position : DOWN
Viscosity : 0.894 Wavelength : 657.00
Cumulants method
Sampel
Name : AC Comments from user :
Measured on : 5/2/2014 Mode : Acquisition
Time : 11:00:36 Profil : Admin
Measure conditions
Temperature : 25.0°C Average count rate : 1148.32 kcps
Refractive Index (nd) : 1.33 DTC position : DOWN
Viscosity : 0.894 Wavelength : 657.00
Cumulants method
Sampel
Name : BC Comments from user :
Measured on : 5/2/2014 Mode : Acquisition
Time : 10:55:01 Profil : Admin
Measure conditions
Temperature : 25.0°C Average count rate : 1046.51 kcps
Refractive Index (nd) : 1.33 DTC position : DOWN
Viscosity : 0.894 Wavelength : 657.00
Cumulants method
Sampel
Name : PC Comments from user :
Measured on : 17/1/2014 Mode : Acquisition
Time : 13:57:21 Profil : Admin
Measure conditions
Temperature : 25.0°C Average count rate : 1763.50 kcps
Refractive Index (nd) : 1.33 DTC position : DOWN
Viscosity : 0.894 Wavelength : 657.00
Cumulants method
RIWAYAT HIDUP