Anda di halaman 1dari 66

STUDI KEEFEKTIVAN HERBISIDA DIURON DAN

AMETRIN UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA


PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.)
LAHAN KERING

Oleh
Vience Maria Fransisca Agustanti
A 34101018

PROGRAM STUDI AGRONOMI


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

RINGKASAN
VIENCE MARIA FRANSISCA AGUSTANTI. Studi Keefektivan Herbisida
Diuron dan Ametrin untuk Mengendalikan Gulma pada Pertanaman Tebu
(Saccharum Officinarum L.) Lahan Kering. (Dibimbing oleh ADOLF
PIETER LONTOH).
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas dari herbisida
diuron pada berbagai tingkat dosis dan formulasi dalam mengendalikan gulma
pada pertanaman tebu lahan kering. Penelitian dilakukan di PG Jati Tujuh (PT
Rajawali Nusantara), Kecamatan Jati Tujuh, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat
pada bulan Februari 2005 sampai Mei 2005.
Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan faktor tunggal
dan terdiri dari tiga ulangan. Adapun perlakuan yang diberikan adalah : (P1)
Diuron 50 % dengan dosis 1 l/ha, (P2) Diuron 50 % dengan dosis 2 l/ha, (P3)
Diuron 50 % dengan dosis 3 l/ha, (P4) Diuron 80 % dengan dosis 1 kg/ha , (P5)
Diuron 80 % dengan dosis 2 kg/ha , (P6) Diuron 80 % dengan dosis 3 kg/ha , (P7)
Diuron 500 g/l dengan dosis 2 l/ha , (P8) Diuron 800 g/kg dengan dosis 2 kg/ha,
(P9) Manual dan (P10) Kontrol.
Berdasarkan hasil analisis vegetasi sebelum aplikasi herbisida diuron dan
ametrine didapatkan empat spesies gulma dominan yaitu Digitaria adscendens,
Borreria alata, Cleome rutidosperma dan Cyperus kyllingia. Spesies gulma lain
sebelum aplikasi herbisida ini adalah Commelina diffusa, Fymbristillis milliaceae,
Cardiospermum halicacabum dan Centella asiatica. Hasil analisis vegetasi akhir
memberikan gambaran umum tentang dominasi gulma setelah aplikasi herbisida.
Diuron 50 % dan diuron 80 % efektif menekan pertumbuhan gulma hingg
12 MSA. Perlakuan herbisida diuron 80 % efektif menekan pertumbuhan gulma
jika dibandingkan dengan herbisida diuron 50 %. Ametrin 50 % kurang efektif
menekan pertumbuhan gulma jika dibandingkan dengan diuron 50 % pada taraf
dosis yang sama. Diuron 80 % efektif menekan pertumbuhan gulma jika
dibandingkan dengan ametrin 80 % pada dosis yang sama. Pengendalian dengan
menggunakan herbisida dan manual efektif menekan pertumbuhan gulma jika
dibandingkan dengan kontrol dan memberikan pengaruh yang nyata. Secara
umum perlakuan manual masih efektif menekan pertumbuhan gulma.
Selama penelitian tidak ditemukan adanya fitotoksisitas pada tanaman
tebu. Perlakuan pengendalian gulma tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap jumlah anakan tebu, kecuali pada 4 MSA. Hal ini menunjukkan tidak
adanya pengaruh aplikasi herbisida terhadap pertumbuhan dan pembentukan
anakan tebu. Pada 4 MSA umur tebu relatif masih muda sehingga anakan yang
terbentuk dan muncul belum seragam.

LEMBAR PENGESAHAN
Judul

STUDI KEEFEKTIVAN HERBISIDA DIURON DAN


AMETRIN UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA
PERTANAMAN

TEBU

(Saccharum

officinarum .

LAHAN KERING
Nama

VIENCE MARIA FRANSISCA AGUSTANTI

NRP

A34101018

Program Studi :

AGRONOMI

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS


NIP. 131 096 975

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M. Agr


NIP. 130 422 698

Tanggal lulus:

L)

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1982 di Tebing Tinggi,
Sumatera Utara.

Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara dari

pasangan Uce Samuel Wibowo Nurbiantoro dan Sandra Sisca Massie.


Tahun 1995 penulis lulus dari SD Kristen Kalam Kudus Pematangsiantar,
kemudian pada tahun 1998 penulis menyelesaikan studi di SLTPN II
Pematangsiantar. Penulis lulus dari SMUN 4 Pematangsiantar pada tahun 2001.
Tahun 2001 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI. Selanjutnya
tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Agronomi, Jurusan
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis kepada Tuhan YME atas berkat dan karunia -Nya
sehingga penulisan skripasi penelitian berjudul Studi Keefektivan Herbisida
Diuron dan Ametrin untuk Mengendalikan Gulma pada Pertanaman Tebu
(Saccharum officinarum. L) dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakulta s Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada :
1. Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS sebagai pembimbing atas bimbingan,
kesabaran dan masukan yang diberikan selama penelitian dan penulisan
skripsi ini.
2. Dr. Ir. Eko Sulistyono, MSi dan Dwi Guntoro, SP. MSi sebagai dosen
penguji atas masukan yang diberikan sehingga skripsi ini menjadi lebih
baik.
3. PT Rajawali Nusantara yang telah memberikan izin untuk melaksanakan
penelitian ini. Pak Yanto dan Pak Chandra yang telah membantu dan
mendukung terlaksananya penelitian ini.
4. Prof. Dr. Ir. Didy Soepandie, M. Agr sebagai dosen pembimbing
akademik atas arahan yang diberikan.
5. Bapak, Mami dan adik-adikku tersayang atas perhatian, dukungan dan
kasih yang tulus yang telah diberikan selama ini.
6. Pak Joko atas nasehat, saran dan bantuan yang diberikan selama di lapang
dan laboratium.
7. The Big Family of Agronomie 38 dan semua pihak yang telah membantu
selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang
berkepentingan.
Bogor, Februari 2006

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.......................................................................................

DAFTAR GAMBAR. .................................................................................

vii

PENDAHULUAN.......................................................................................

Latar Balakang .................................................................................


Tujuan Penelitian..............................................................................
Hipotesis ...........................................................................................

1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................

Gulma di Per tanaman Tebu Lahan Kering.......................................


Pengendalian Gulma Secara Kimiawi..............................................
Herbisida Pra Tumbuh .....................................................................
Diuron...............................................................................................
Ametrin.............................................................................................
Formulasi Herbisida...... ...................................................................
Aplikasi Herbisida ............................................................................

4
5
6
7
9
10
12

BAHAN DAN METODE...........................................................................

13

Tempat dan waktu ............................................................................


Bahan dan alat....................................................................... ...........
Metode Penelitian.............................................................................
Pelaksanaan Penelitian .....................................................................
Pengamatan......................................................................................

13
13
13
14
15

HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................

16

Kondisi Umum .................................................................................


Gulma Dominan...............................................................................
Persentase Penutupan Gulma Total..................................................
Bobot Kering Gulma ........................................................................
Bobot Kering Gulma Total...................................................
Bobot Kering Gulma Rumput Total.....................................
Bobot Kering Gulma Daun Lebar Total...............................
Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens.........................
Bobot Kering Gulma Borreria alata ....................................
Bobot Kering Gulma Cleome rutidosprema ........................
Bobot Kering Gulma Cyperus kyllingia ...............................
Pengaruh Pengendalian Gulma Terhadap Jumlah Anakan Tebu .....
Korelasi Antara Gulma Dominan Dengan Kelompok Gulma .........

16
17
20
23
23
25
27
29
31
34
37
39
41

Halaman
Keracunan Tananam Tebu ...............................................................
Pembahasan Umum..........................................................................

42
43

KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................

45

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................

46

LAMPIRAN ................................................................................................

49

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman
Teks

1. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Tiap Waktu Pengamatan.............

17

2. Hasil Analisis Vegetasi Sebelum Aplikasi Herbisida ....................

18

3. Hasil Analisis Vegetasi Sesudah Aplikasi Herbisida .....................

19

4. Data Curah Hujan Selama Percobaan............................................

20

5. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Persentase


Penutupan Gulma Total..................................................................
6. Pengaruh Perlakuan Pe ngendalian Gulma terhadap Bobot Kering
Gulma Total....................................................................................

22
24

7. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering


Gulma Rumput Total......................................................................

25

8. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering


Gulma Daun Lebar Total................................................................

28

9. Pengaruh Perla kuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering


Gulma Digitaria adscendens..........................................................

30

10. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering


Gulma Borreria alata.....................................................................

32

11. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering


Gulma Cleome rutidosperma .........................................................

35

12. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering


Gulma Cyperus kyllingia ................................................................

37

13. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Jumlah


Anakan Tebu ..................................................................................

40

Lampiran
1. Sidik Ragam Persentase Penutupan Gulma Total .........................

50

2. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Total.......................................

51

3. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Rumput Tota l ........................

51

4. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Daun Lebar Total ..................

52

5. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Digitaria adscendes ...............

52

6. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Borreria alata ........................

53

7. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma .............

53

8. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Cyperus kyllingia ...................

54

9. Sidik Ragam Jumlah Anakan Tebu................................................

55

10. Sidik Ragam Korelasi Antara Gulma Dominan dengan


Kelompok Gulma ...........................................................................

55

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman
Teks

1. Rumus Bangun Herbisida Diuron .................................................

2. Rumus Bangun Herbisida Ametrin ................................................

10

3. Kondisi Lahan Sebelum Aplikasi Herbisida ..................................

16

4. Digitaria adscendens, Borrreria alata, Cleome rutidosperma


dan Cyperus kyllingia .....................................................................

18

5. Histogram Persentase Penutupan Gulma ......................................

22

6. Histogram Bobot Kering Gulma Total ..........................................

24

7. Histogram Bobot Kering Gulma Rumput Total.............................

26

8. Histogram Bobot Kering Gulma Daun Lebar Total.......................

28

9. Histogram Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens.................

30

10. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan


Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens...................................

31

11. Histogram Bobot Kering Gulma Borreria alata ............................

33

12. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan


Bobot Kering Gulma Borreria alata ..............................................

33

13. Histogram Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma ................

36

14. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan


Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma ..................................

36

15. Histogram Bobot Kering Gulma Cyperus kyllingia .......................

38

16. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan


Bobot Kering Gulma Cyperus kyllingia .........................................

39

17. Kondisi Anakan Tebu Pada 2 MSA ...............................................

40

18. Histogram Jumlah Anakan Tebu....................................................

40

Lampiran
1. Denah Petak Penelitian ....................................................................

56

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tebu sebagai tanaman penghasil gula dibutuhkan untuk mencukupi
kebutuhan kalori, bahan pengawet, industri, bahan farmasi dan juga menambah
cita rasa. Salah satu jenis tanaman yang merupakan sumber pemanis adalah tebu
(Saccharum officinarum L.). Tebu merupakan tanaman setahun yang termasuk
famili Gramineae.
Pertambahan jumlah penduduk Indonesia, peningkatan pendapatan per
kapita

dan

semakin

berkembangnya

industri

makanan

dan

minuman

mengakibatkan permintaan gula semakin meningkat, tapi tingginya konsumsi gula


ini tidak diimbangi dengan produksi gula dalam negeri. Sampai saat ini indonesia
belum mampu memenuhi kebutuhan gula dalam negeri sebanyak 3.2 juta
ton/tahun dengan produksi yang hanya sebesar 2.015 juta ton pada tahun 2004
walaupun produksi ini mengalami peningkatan cukup tinggi daripada musim
giling tahun lalu yang hanya mencapai 1.7 juta ton (Deptan, 2004).
Meningkatnya harga gula di Indonesia disebabkan karena teknik budidaya
tanaman tebu yang semakin baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
produksi gula diantaranya karena adanya gulma pada areal pertanaman. Pada
tanaman tebu, gulma akan bersaing dalam hal mendapatkan air, unsur hara, sinar
matahari dan ruang gerak pertumbuhan tebu. Kadang-kadang ada beberapa jenis
gulma yang mengeluarkan zat racun yang dapat mempengaruhi perkembangan
dan pertunasan tebu. Kerugian pada tebu akibat dari persaingan tersebut terutama
terlihat pada bobot tebunya, besarnya kerugian akibat gulma ini sangat bervariasi
tergantung dari jenis spesies gulma dan kerapatannya.
Untuk menjaga agar pertumbuhan tanaman tebu tidak terganggu dan
mencegah kerugian akibat adanya gulma pada pertanaman tebu, maka perlu
dilakukan pengendalian. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan berbagai
cara, diantaranya adalah dengan cara kimiawi. Pengendalian gulma secara
kimiawi adalah pengendalian gulma dengan menggunakan bahan kimia yang
dapat menekan pertumbuhan gulma. Bahan kimia ini disebut herbisida. Aplikasi

herbisida biasanya ditentukan oleh stadia pertumbuhan tanaman utama dan gulma.
Untuk itu ada beberapa macam herbisida bila dilihat dari waktu aplikasinya, yaitu
herbisida pra tumbuh dan herbisida pasca tumbuh. Herbisida pra tumbuh
diaplikasikan setelah benih tanaman ditanam tetapi belum berkecambah dan
gulma pun belum tumbuh. Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida
mempunyai beberapa keuntungan diantaranya : membutuhkan waktu yang lebih
singkat, menghemat kebutuhan tenaga kerja, terhindar dari kerusakan akar dan
struktur tanah, mencegah terjadinya erosi dan total biaya yang lebih rendah dari
perlakuan manual (Kasasian, 1971 ; Tjitrosoedirdjo et al., 1984).
Herbisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan gulma pada
pertanaman tebu adalah diuron dan ametrin. Diuron mempunyai kemampuan
untuk menahan pencucian karena daya larutnya yang rendah dalam air, sehingga
persistensi diuron dalam tanah cukup lama yaitu sekitar 2-3 bulan (Tjitrosoedirdjo
et al., 1984). Kedua herbisida ini bersifat sistemik dan selektif. Herbisida selektif
adalah herbisida yang bila diaplikasikan dalam suatu komunitas campuran maka
dapat mematikan sekelompok tumbuhan tertentu (gulma) dan relatif tidak
mengganggu tumbuhan lain (tanaman budidaya). Herbisida ini diabsorbsi dan
ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman. Herbisida ini bekerja dengan cara
menghambat proses fotosintesis.
Formulasi herbisida merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan herbisida. Formulasi padat berbentuk serbuk halus yang dapat segera
membentuk suspensi jika dilarutkan dalam air, sedangkan formulsi cair berbentuk
larutan pekat. Formulasi padat dan cair mudah larut dalam air sehingga mudah
diserap oleh kecambah gulma. Secara umum formulasi padat dan cair mempunyai
sifat yang sama dalam mengendalikan gulma.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan dari herbisida
diuron dan ametrin pada berbagai tingkat dosis dan formulasi dalam
mengendalikan gulma pada pertanaman tebu lahan kering.

Hipotesis
1. Perbedaan formulasi menyebabkan perbedaan tanggap gulma terhadap
herbisida.
2. Peningkatan dosis herbisida sampai batas tertentu akan semakin efektif dalam
mengendalikan gulma.

TINJAUAN PUSTAKA
Gulma di Pertanaman Tebu Lahan Kering
Pengertian gulma selalu dikaitkan dengan perencanaan penggunaan
sesuatu lahan, contohnya pada kondisi tertentu alang-alang masih berguna bagi
manusia karena dapat mengurangi erosi dan meningkatkan bahan organik dalam
tanah. Namun, bila tanah itu akan dipergunakan maka berubahlah statusnya
menjadi gulma. Gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang tumbuh di tempat
yang tidak dikehendaki, terutama di tempat mana manusia bermaksud
mengusahakan

tanaman

lain

(Isely,

1962).

Persaingan

gulma

dalam

memperebutkan unsur hara, air, cahaya matahari dan ruang akan mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi tanaman pokok (Tjitrosoedirdjo et al., 1984).
Gulma mempunyai sifat genetic plasticity yang besar dimana gulma dapat
dengan mudah beradaptasi dengan tempat lingkungan tumbuhnya. Beberapa sifat
gulma adalah : (1) mampu berkecambah dan tumbuh pada kondisi zat hara dan air
yang sedikit, biji tidak mati dan mengalami dorman apabila lingkungan kurang
baik untuk pertumbuhannya, (2) tumbuh dengan cepat dan mempunyai pelipat
gandaan yang relatif singkat, apabila kondisi menguntungkan, (3) dapat
mengurangi hasil tanaman budidaya walaupun dalam populasi sedikit, (4) mampu
berbunga dan berbiji banyak, (5) mampu tumbuh da n berkembang dengan cepat,
terutama yang berkembang biak secara vegetatif. Biji gulma memiliki masa
dormansi yang panjang (Mercado, 1979).
Gulma

dibedakan

berdasarkan

tempat

hidup,

siklus

hidup

dan

morfologinya. Menurut Mercado (1979), secara morfologi gulma dibedakan atas


gulma golongan daun lebar, gulma golongan rumput dan golongan teki.
Gulma merupakan kendala utama di areal pertanaman tebu lahan kering.
Permasalahan gulma di areal pertanaman tebu lahan kering terutama karena
terjadi peningkatan kelebatan pertumbuhan gulma yang cepat dan lebat dengan
berbagai macam spesies yang mendominasi (Kuntohartono, 1987). Pada masa
tebu bertunas dan memulai fase anakan, seharusnya tanaman bebas dari
persaingan dengan gulma. Selepas masa kritis tersebut tanaman tebu mampu

bersaing dengan gulma. Gulma tumbuh rapat sejak tanaman tebu berumur 4-6
minggu dan sangat lebat pada saat umur tanaman tebu 8-12 minggu
(Kuntohartono, 1987).

Kehadiran gulma akan mempersulit pemeliharaan dan


pemanenan serta menurunkan kualitas penebangan tebu, baik
yang dilakukan secara manual maupun mekanik. Peng (1984)
menyatakan bahwa penurunan hasil yang disebabkan oleh gulma
pada pertanaman tebu bisa mencapai 6.6-11.7 persen pada
berbagai jenis tanah yang beragam. Menurut Soediatso (1983),
penurunan hasil tebu oleh gulma disebabkan oleh persaingan
dalam memperebutkan air dan unsur hara, dan hal ini
dipengaruhi oleh curah hujan dan sistem pertanaman tebu.
Pengaruh buruk yang diberikan oleh gulma dapat dilihat pada
berkurangnya jumlah anakan tebu, batang tebu menjadi kecil,
ruas pendek-pendek dan berwarna pucat.
Pada areal pertanaman tebu lahan kering terdapat beberapa gulma
dominan, diantaranya gulma golongan daun lebar : Borreria alata, Centrosema
pubescens, Ageratum conyzoides, Phyllanthus amarus, Stachytarpeta indica dan
Hyptis brevipes. Gulma golongan rumput yaitu : Digitaria sanguinalis,
Echinochloa crusgalli, Paspalum conjugatum dan Axonopus compressus
sedangkan dari golongan teki : Cyperus rotundus dan Cyperus iria .

Pengendalian Gulma Se cara Kimiawi


Pengendalian gulma dapat didefinisikan sebagai proses membatasi
infestasi gulma sedemikian rupa sehingga tanaman budidaya lebih produktif.
Dengan kata lain pengendalian bertujuan hanya menekan populasi gulma sampai
tingkat populasi yang tidak merugikan secara ekonomik atau tidak melampaui
ambang ekonomi, sehingga sama sekali tidak bertujuan menekan populasi gulma
sampai nol. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pada
dasarnya ada enam macam metode pengendalian gulma, yaitu : mekanis, kultur
teknis, fisik, biologis, kimia dan terpadu.

Pengendalian gulma dengan cara

kimia lebih diminati akhir-akhir ini, terutama untuk lahan pertanian yang cukup
luas (Sukman dan Yakup, 1991).

Pengendalian dengan cara kimia ini adalah dengan menggunakan


herbisida.

Menurut

Tjitrosoedirdjo et

al.

(1984),

pengendalian

dengan

menggunakan herbisida memiliki beberapa keuntungan yaitu penggunaan tenaga


kerja yang lebih sedikit dan lebih mudah dan cepat dalam pelaksanaan
pengendaliannya.
Salah satu pert imbangan yang penting dalam pemakaian herbisida adalah
untuk mendapatkan pengendalian yang selektif, yaitu mematikan gulma tetapi
tidak merusak tanaman budidaya. Keberhasilan aplikasi suatu herbisida
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : jenis herbisida , formulasi herbisida,
ukuran butiran semprot, volume semprotan dan waktu pemakaian (pra
pengolahan, pra tanam, pra tumbuh atau pasca tumbuh). Faktor lainnya yang
mempengaruhi keberhasilan aplikasi herbisida adalah sifat kimia dari herbisida itu
sendiri, iklim, kondisi tanah dan aktivitas mikroorganisme. Teknik penyemprotan
dan air pelarut yang digunakan juga mempengaruhi efektivitas herbisida yang
diaplikasikan (Utomo et al., 1998).

Herbisida Pra Tumbuh


Herbisida dapat diaplikasikan ke dalam beberapa kategori. Klasifikasi ini
dapat didasarkan pada tipe gulma yang akan dikendalikan, waktu aplikasi dan
bagaimana cara aplikasinya (Tjitrosoedirdjo et al., 1984).
Aplikasi herbisida biasanya ditentukan oleh stadia pertumbuhan tanaman
utama dan gulma. Menurut waktu herbisida diaplikasikan, maka herbisida
dibedakan menjadi, herbisida pra pengolahan tanah diaplikasikan pada vegetasi
secara total agar mudah dalam pembersihan lahan, herbisida pra tanam
diaplikasikan pada saat tanaman belum ditanam tetapi tanah sudah diolah,
herbisida pra tumbuh diaplikasikan segera setelah benih tanaman ditanam tetapi
belum tumbuh dan gulma yang ada pun belum tumbuh, herbisida pasca tumbuh
diaplikasikan pada saat gulma dan tanaman sudah lewat stadia perkecambahan.
Herbisida pra tumbuh bekerja dengan cara mematikan biji-biji gulma yang
akan berkecambah di dalam maupun di atas permukaan tanah. Agar dapat merata
ke seluruh gulma sasaran, herbisida pra tumbuh memerlukan proses pengolahan

tanah yang baik dan tekstur tanah yang gembur serta tidak berbongkah-bongkah.
Selain itu, aplikasi herbisida pra tumbuh memerlukan cukup banyak pelarut
(Barus, 2003). Karena jika kadar air rendah dapat mengurangi efisiensi dan
efektivitas pengendalian gulma.
Periode aktif herbisida pra tumbuh dalam mengendalikan gulma secara
umum sangat bergantung pada jenis herbisida yang digunakan, dosis aplikasi,
suhu, kelembaban tanah serta struktur tanah. Sebagian besar herbisida pra tumbuh
terdegradasi di lingkungan sejalan dengan penguraian yang dilakukan oleh
mikroorganisme. Menurut Shurtleff et al. (1987), pencucian, hanyut maupun
dekomposisi kimiawi pada herbisida pra tumbuh umumnya sedikit.

Herbisida pra tumbuh akan efektif kerjanya di dalam


tanah, apabila herbisida itu dapat mencapai kedalaman sampai
beberapa cm di dalam tanah. Apabila herbisida itu hanya
mencapai kurang lebih 1-2 cm, maka pada umumnya hanya akan
dapat membunuh biji-biji tumbuhan pengganggu yang setahun
(annual) saja. Agar tidak mengganggu tanaman budidaya, maka
harus diusahakan konsentrasi herbisida yang ada dalam tanah
serendah mungkin, sehingga apabila ada yang mengenai bagian
dari tanaman, tidak akan begitu menimbulkan kerusakan pada
tanaman budidaya (Sumintapura dan Soeratno, 1975).
Menurut Tjitrosoedirdjo et al. (1984), bahwa pemakaian he rbisida pra
tumbuh kurang efektif saat kurang hujan karena herbisida tersebut memerlukan
kelembaban tanah untuk mengaktifkan senyawanya. Herbisida pra tumbuh
mampu mengendalikan gulma sejak awal, karena kompetisi sejak awal inilah yang
banyak menyebabkan kerugian pada tanaman yang akan dibudidayakan.

Diuron
Diuron merupakan herbisida dari turunan urea. Herbisida ini merupakan
herbisida yang selektif dan dipakai lewat tanah, walaupun ada beberapa yang
lewat daun. Termasuk dalam kelompok ini adalah diuron, linuron, monuron dan
sebagainya. Nama kimia dari herbisida diuron adalah 3-(3,4-dichlorophenyl)-1,1dimethylurea (Gambar 1). Menurut Thomson (1967 diuron dapat digunakan

sebagai herbisida pra tumbuh, pasca tumbuh serta herbisida soil sterilant
(sterilisasi tanah).

O
CH 3
Cl

NH C N
CH3

Cl

3-(3,4-dichlorophenyl)-1,1-dimethylurea
Gambar 1. Rumus Bangun Herbisida Diuron

Herbisida diuron bersifat sistemik. Herbisida ini biasanya diabsorbsi


melalui akar dan ditranslokasikan ke daun melalui batang. Pemakaian lewat daun
tidak ditranslokasikan lagi. Di dalam tubuh tumbuhan diuron mengalami
degradasi, terutama melalui pelepasan gugus metil. Herbisida diuron menghambat
reaksi Hill pada fotosintesis, yaitu dalam fotosistem II. Dengan demikian
pembentukan ATP dan NADPH terganggu (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
Menurut Ashton et al. (1982), seperti kebanyakan herbisida yang berasal
dari golongan urea, diuron lebih cepat diserap melalui akar tumbuhan dan denga n
segera ditranslokasikan ke bagian atas tumbuhan (daun dan batang) melalui sistem
apoplastik. Ada dua hal yang menyebabkan diuron tetap berada di permukaan
tanah dalam waktu yang relatif agak lama yaitu : (1) tidak mudah larut dalam air
sehingga diuron me mpunyai kemampuan untuk bertahan dari pencucian dan (2)
tingkat absorbsi yang tinggi oleh koloid tanah. Toksisitas diuron sangat tinggi
untuk kecambah tumbuhan pengganggu. Diuron banyak digunakan untuk
pengendalian gulma pada tanaman tebu, kapas, karet ,teh dan sebagainya. Dalam
keadaan murni diuron akan berupa kristal putih, tidak menguap, tidak mudah
terbakar dan tidak berbau, akan meleleh pada suhu 158-159o C, larut dalam air
pada suhu 25o C sebanyak 42 ppm dan tahan terhadap dekomposisi. Toksisitas
diuron terhadap manusia dan ternak rendah (Sumintapura dan Iskandar, 1975).

Gejala yang terjadi akibat aplikasi diuron tergantung pada jenis tumbuhan
itu sendiri. Biasanya kematiannya diawali pada ujung daun dan apabila ujung
daun telah mati, maka tidak akan te rjadi turgor lagi. Kemudian akan khlorosis
yang biasanya akan diikuti oleh pertumbuhan yang lambat dan kematian yang
mendadak.
Radosevich (1997) menyatakan sebagai herbisida pra tumbuh diuron
biasanya diaplikasikan melalui tanah dan herbisida yang diaplikasikan melalui
tanah biasanya disemprotkan mengelilingi tanaman pokok atau disemprotkan
diantara barisan untuk meningkatkan selektivitas herbisida dan mengurangi biaya
pengendalian gulma.

Ametrin
Ametrin merupakan herbisida selektif untuk mengendalikan gulma pada
tanaman tebu, nanas, pisang, jagung dan kentang (Ashton dan Monaco, 1991).
Herbisida ini dikembangkan di Swiss sejak tahun 1952 sebagai herbisida yang
menghambat fotosintesis (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
Ametrin termasuk herbisida golongan methiltio -s-triazine yang merupakan
anggota kelompok herbisida triazine. Herbisida ini diaplikasikan sebagai herbisida
pra tumbuh maupun pasca tumbuh. Ametrin memiliki kemampuan sebagai
herbisida karena mempunyai gugus substitusi alkil dan amino pada posisi atom C
keempat dan keenam. Gugus pada atom C kedua sangat menentukan keselektifan
herbisida ametrin. Gugus metiltio (-SCH3) pada atom kedua menentukan
keselektifan yang sedang (Gysin dalam Kuntohartono, 1976). Gambar rumus
bangun ametrin dapat dilihat pada Gambar 2.
Absorbsi terjadi lewat akar dan translokasikan dengan cepat sekali melalui
sistem

apoplas,

tetapi

herbisida

yang

masuk

lewat

daun

tidak

lagi

ditranslokasikan. Di dalam tubuh tumbuhan herbisida ametrin ini mengalami


degradasi yang kadang-kadang sangat intensif sehingga tanaman resistan terhadap
herbisida ini (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).

C-S-CH 3
N

C2H5-NH-C

C-NH-CH (CH 3)2


N

Gambar 2. Rumus Bangun Herbisida Ametrin


Herbisida

ini

membunuh

tanaman

dengan

penggangguan

proses

fotosintesisnya. Tepatnya yang diganggu adalah pada reaksi Hill. Menurut Ashton
dan Craft (1973), akibat adanya gangguan reaksi Hill tersebut, tanaman tidak
membentuk karbohidrat, sehingga terjadi kekurangan bekal persenyawaan gulagula untuk memperoleh proses-proses metabolisme selanjutnya.
Tjitrosoedirdjo et al. (1984) menyatakan bahwa ametrin menghambat
fotosintesis, terutama dalam fotosistem II pada saat pecahnya air. Ternyata reaksi
ini menimbulkan senyawa lain yang mematikan tumbuhan. Gejala yang
ditimbulkan karena aplikasi herbisida ametrin adalah klorosis dan nekrosis pada
daun. Gejala yang lain adalah menurunnya fiksasi CO2. Ametrin lebih banyak
dijerap oleh tanah dengan kandungan liat dan bahan organik yang tinggi.

Formulasi Herbisida
Formulasi herbisida adalah bentuk herbisida yang dapat mempengaruhi
daya larut, daya penguapan, daya meracun pada tanaman dan sifat-sifat lainnya
(Moenandir, 1988). Pada umumnya hanya sejumlah kecil herbisida ynag
diperlukan untuk mengendalikan gulma secara efisien. Tetapi justru ini yang
sangat perlu agar jumlah yang kecil itu dapat disebarkan secara merata keseluruh
gulma yang ada. Apabila tidak merata atau terlalu sedikit, tidak dapat mematikan
gulma, sedang bila terlalu banyak mungkin dapa t menjadi racun bagi tanaman
budidaya. Oleh kerena itu herbisida harus diformulasikan sedemikian rupa agar
mudah mengaturnya, aman dan efektif. Para ahli kimia dapat membuat formulasi
yang dapat mempengaruhi solubilitas, volatilitas (kemudahan menguap), berat
jenis (specific gravity), toksisitas dan banyak lagi sifat fisik dan kimia yang dapat

di manipulasi. Bahan lain yang disebut adjuvants ditambahkan ke formulasi


herbisida agar dapat memperbaiki daya racun herbisida itu dengan jalan
mempermudah herbisida menembus lapisan luar daun (Tjitrosoedirdjo et al.,
1984).
Herbisida diformulasikan untuk memudahkan pengaturan, penyimpanan
dan pemakaian agar lebih aman serta meningkatkan keefektifan dalam mematikan
gulma sasaran. Pemilihan formulasi yang akan digunakan harus disesuaikan
dengan kemudahan aplikasi, peralatan yang tersedia, jenis gulma sasaran, jenis
tanaman budidaya dan keefektifannya (Wudianto, 2004)
Herbisida yang diformulasikan dalam bentuk padat penggunaannya harus
terlebih dahulu dibasahi dengan air. Hasil campurannya dengan air disebut
suspensi. Herbisida dengan formulasi padat ini umumnya mengandung bahan
yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan tepung pembawa herbisida untuk
didespersikan dalam air agar tidak mengambang pada permukaan. Selain itu juga
ditambahkan juga bahan perata dan perekat agar mampu ditempeli oleh herbisida
ini. Penambahan bahan-bahan tersebut dimaksudkan untuk memudahkan dan
meratakan pembentukan suspensi pada saat herbisida dicampur dengan air
(Audus, 1976).
Herbisida yang diformulasikan dalam bentuk cair dapat tercampur air
dengan baik dan mempunyai sifat-sifat yang serupa dengan formulasi dalam
bentuk padat yang ditambah sedikit air. Kedua formulasi ini biasanya digunakan
sebagai herbisida yang akan diaplikasikan lewat tanah.
Menurut Akobundu (1984), herbisida yang diformulasikan dalam bentuk
cair lebih mudah digunakan karena mudah dalam proses pengukuran jika
dibandingkan dengan formulasi dalam bentuk padat. Herbisida dalam bentuk cair
lebih efektif dari herbisida yang diformulasikan dalam bentuk padat karena
partikel-partikel dari bahan aktif yang terkandung dalam formulasi ini lebih halus
sehingga proses penyebaran dan penyerapan herbisida ke permukaan tanah dan
gulma lebih baik.

Aplikasi Herbisida
Menurut Barus (2003), aplikasi herbisida dipengaruhi oleh faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang terdapat pada gulma itu
sendiri yaitu fase pertumbuhan gulma. Berdasarkan faktor internalnya, waktu
aplikasi herbisida yang paling tepat adalah pada saat gulma masih muda dan
belum memasuki pertumbuhan generatif. Pada fase ini, penyerapan bahan aktif
herbisida yang diaplikasikan dapat berlangsung lebih efektif. Faktor eksternal
adalah faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi keefektifan dan efisiensi
aplikasi herbisida, misalnya curah hujan, angin, sinar matahari (cahaya),
temperatur dan kelembaban udara. Curah hujan dapat menyebabkan bahan aktif
herbisida tercuci, angin yang kencang dapat menerbangkan butiran-butiran larutan
herbisida dan sina r matahari yang terik dapat menyebabkan terjadinya penguapan
larutan herbisida yang diaplikasikan.
Untuk dapat mengurangi pengaruh negatif faktor -faktor tersebut, namun
memanfaatkannya, diperlukan teknik aplikasi yang lebih baik. Peralatan yang
benar, nozel yang tepat, kecepatan jalan penyemprot, penetapan lebar semprotan
dan sebagainya, perlu mendapat pertimbangan yang matang sebelum mengadakan
aplikasi. Kalibrasi hendaknya dilakukan secara cermat disertai perhitungan yang
tepat. Dengan demikian diusahakan dapat meningkatkan efisiensi kerja dan
mendapatkan efikasi pemberantasan setinggi mungkin. Ditambah dengan
pengalaman disertai latihan, maka diharapkan bisa dikuasai teknik aplikasi yang
jauh lebih baik (Sutiyoso, 1988).
Akibat yang akan terjadi jika dosis yang direkomendasikan secara merata
akibat dari penggunaan teknik aplikasi yang tidak benar adalah : (1) gulma tidak
akan mampu dikendalikan di areal-areal yang disemprot herbisida lebih sedikit
dari dosis rekomendasi dan (2) timbulnya kematian pada ta naman pokok maupun
gulma di areal yang mendapat dosis dan herbisida lebih tinggi dari dosis
rekomendasi.

BAHAN DAN METODE


Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di PG Jati Tujuh (PT Rajawali Nusantara),
Kecamatan Jati Tujuh, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Lokasi berada pada
ketinggian 42 m dpl dengan jenis tanah mediteran ultik dan curah hujan rata -rata
1.834, 1 mm per tahun. Penelitian ini diadakan pada bulan Februari 2005 sampai
Mei 2005.

Bahan dan alat


Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah herbisida diuron 50 %
dengan tiga taraf dosis (1 l/ha, 2 l/ha dan 3 l/ha), herbisida diuron 80 % dengan
tiga taraf dosis (1 kg/ha, 2 kg/ha dan 3 kg/ha, herbisida ametrin 50 % dengan
dosis 2 l/ha, herbisida ametrin 80 % dengan dosis 2 kg/ha dan air sebagai pelarut.
Alat-alat yang digunakan yaitu knapsack sprayer dengan nozel biru,
ember, gelas ukur, pengaduk, timbangan, spidol, kantung plastik, kantung kertas,
oven dan kuadrat dengan ukuran 0.5 m x 0.5 m.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan faktor
tunggal. Terdapat 10 perlakuan dengan 3 ulangan, sehingga seluruhnya berjumlah
30 petak percobaan.
Perlakuan yang digunakan adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Diuron 50 % dengan dosis 1 l/ha


Diuron 50 % dengan dosis 2 l/ha
Diuron 50 % dengan dosis 3 l/ha
Diuron 80 % dengan dosis 1 kg/ha
Diuron 80 % dengan dosis 2 kg/ha
Diuron 80 % dengan dosis 3 kg/ha
Ametrin 50 % dengan dosis 2 l/ha
Ametrin 80 % dengan dosis 2 kg/ha
Manual
Kontrol

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap percobaan yang diamati,


digunakan model linier sebagai berikut :
Yij = + i + j + ij
Dimana:
Yij = Nilai pengamatan umtuk perlakuan dosis herbisida ke -i dan
ulangan ke-j

= Rataan umum

i = Pengaruh perlakuan dosis herbisida ke-i


j = Pengaruh ulangan ke-j
ij = Pengaruh galat percobaan
Pengaruh perlakuan terhadap tolak ukur yang diamati dilakukan analisis
ragam. Selanjutnya dilakukan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) terhadap
perlakuan yang berpengaruh nyata.

Pelaksanaan Penelitian
Analisis vegetasi dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan aplikasi
untuk mengetahui jenis gulma yang dominan. Analisis vegetasi dilakukan dengan
menggunakan alat kuadrat berukuran 0.5 m x 0.5 m, dengan mengambil contoh
gulma secara sistematis dari areal percobaan. Perlakuan manual dilakukan dengan
menggunakan cangkul, koret dan sabit. Sebelum Aplikasi herbisida dilakukan
terlebih dahulu pembagian petak. Pembagian petak dilaksanakan untuk membagi
lahan yang akan diberi perlakuan menjadi 30 petak sesuai dengan jumlah satuan
percobaan, setiap petak berukuran 10 m x 7 m dengan jarak antar petak 1. 3 m.
Herbisida diaplikasikan pada tiap petak percobaan dengan volume semprot
500 l/ha. Aplikasi dilakukan satu kali pada awal percobaan. Waktu penyemprotan
dilakukan pada pagi hari da n diperkirakan tidak turun hujan pada saat
penyemprotan dan selama enam jam setelah penyemprotan.

Pengamatan
Pengamatan dimulai dua minggu setelah aplikasi (MSA), meliputi
pengamatan pada tanaman tebu dan gulma. Parameter yang diamati meliputi :
1. Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi dilakukan pada awal percobaan dan akhir percobaan untuk
memperoleh dinamika populasi.
2. Persentase Penutupan Gulma
Pengamatan dilakukan secara visual pada setiap petak baik yang disebabkan
oleh gulma re-growth (pertumbuhan gulma kembali) dan new-growth (gulma
baru). Selang penutupan gulma antara 0% - 100%, yang diamati pada 2, 4, 6,
8, 10 dan 12 MSA.
3. Bobot Kering Gulma
Bobot kering gulma dihitung setiap petak dengan mengambil contoh melalui
dua kali penempatan kuadran secara sistematis. Bobot keringnya dipisahkan
berdasarkan bobot kering total, rumput, daun lebar dan gulma dominan.
Penimbangan gulma kering dilaksanakan pada 2, 4, 8 dan 12 MSA.
4. Keracunan Herbisida terhadap Tanaman Tebu
Tingkat keracunan tanaman pokok yang disebabkan oleh aplikasi herbisida
dilakukan secara visual dengan tingkat keracunan sebagai berikut :
0 = Tidak ada keracunan, 0%-5% bentuk dan warna daun muda tidak
normal
1 = Keracunan ringan, 5%-10% bentuk dan warna daun muda tidak
normal
2 = Keracunan sedang, 10%-20% bentuk dan warna daun muda tidak
normal
3 = Keracunan berat, 20%-50% bentuk dan warna daun muda tidak
normal
4 = Keracunan sangat berat, >50% bentuk dan warna daun muda tidak
normal, daun mengering dan rontok sampai tanaman mati.
5. Jumlah Anakan Tebu
Jumlah anakan tebu dihitung sejak 4 MSA sampai 12 MSA, untuk
mengetahui adanya pengaruh perlakuan herbisida terhadap pertumbuhan
anakan tebu. Jumlah anakan tebu dihitung berdasarkan anakan yang
tumbuh di buku.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kondisi Umum
Kondisi tanaman tebu pada awal penelitian terlihat cukup baik. Aplikasi
herbisida dilakukan pada pagi hari yang diperkirakan tidak turun hujan atau
maksimal turun hujan 6 jam setelah aplikasi. Aplikasi dilakukan pada pagi hari
untuk menghindari penguapan herbisida oleh sinar matahari yang dapat
mengurangi efektivitas herbisida yang diaplikasikan. Selama penelitian ini
berlangsung curah hujannya cukup tinggi sehingga akan mempengaruhi populasi
gulma yang ada. Pengaruh tersebut berupa peningkatan pertumbuhan kembali
gulma (re-growth) dan mempercepat pertumbuhan biji gulma. Herbisida yang
diaplikasikan efektif hingga 12 MSA selanjutnya frekuensi turun hujan lebih
sering di areal penelitian sehingga banyak gulma yang mengalami pertumbuhan
dan akhirnya herbisida tidak mampu menekan pertumbuhan gulma lebih efektif
lagi.

Gambar 3. Kondisi Lahan Sebelum Aplikasi Herbisida

Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Tiap Waktu Pengamatan


Waktu
(MSA)

Peubah Pengamatan
PPG

BKT BKRT BKDT BKD BKB BKCL BKC

ANK

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

tn

**

**

**

tn

**

**

**

**

**

**

**

tn

10

**

tn

12

**

**

**

**

**

tn

Keterangan :
*
= Berpengaruh nyata pada taraf 5 %
**
= Berpengaruh nyata pada taraf 1 %
+
= Berpengaruh nyata pada taraf 10 %
tn
= Tidak berpengaruh nyata
= Tidak dilakukan pengamatan
BKD
= Bobot Kering Digitaria adscendens
BKB
= Bobot Kering Borreria alata

PPG
BKT
BKRT
BKDT
BKC
BKCL
ANK

= Persentase Penutupan Gulm a


= Bobot Kering Gulma Total
= Bobot Kering Rumput Total
= Bobot Kerin g Daun Lebar Total
= Bobot Kering Cyperus kylinggia
= Bobot Kering Cleome rutidosperma
= Jumlah Anakan

Gulma Dominan
Analisis vegetasi dilakukan sebelum dan sesudah aplikasi herbisida untuk
mengetahui jenis gulma dominan di lahan percobaan. Spesies gulma dominan
ditunjukkan oleh besarnya Nilai Jumlah Dominansi (NJD) dalam % pada areal
percobaan. Nilai Jumlah Dominansi merupakan rata -rata jumlah kerapatan nisbi,
nilai frekuensi nisbi dan nilai berat kering nisbi gulma yang diperoleh dari hasil
analisis vegetasi terhadap areal percobaan. Sebelum aplikasi herbisida dilakukan
analisis vegetasi untuk mengetahui gulma dominan pada lahan percobaan. Hasil
analisis vegetasi sebelum aplikasi herbisida diuron dan ametrin disajikan pada
Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis vegetasi sebelum aplikasi herbisida diuron dan
ametrin didapatkan empat spesies gulma dominan yaitu Digitaria adscendens,
Borreria alata, Cleome rutidosperma dan Cyperus kyllingia. Spesies gulma lain
sebelum aplikasi herbisida ini adalah Commelina diffusa, Fymbristillis milliaceae,
Cardiospermum halicacabum dan Centella asiatica.

Tabel 2. Hasil Analisis Vegetasi Sebelum Aplikasi Herbisida

No.

Spesies

NJD
..........(%)..

1.

Digitaria adscendens

24.3

2.

Borreria alata

22.83

3.

Cleome rutidosperma

22.57

4.

Cyperus kyllingia

18.21

5.

Gulma lain

12.09

Gambar 4. Digitaria adscendens (kiri atas), Borreria alata (kanan atas),


Cleome rutidosperma (kiri bawah) dan Cyperus kyllingia
(kanan bawah)

Pada akhir percobaan juga dilakukan analisis vegetasi untuk mengetahui


jenis gulma yang dominan. Hasil analisis vegetasi akhir pada 12 Minggu Setelah
Aplikasi (MSA) disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis Vegetasi Setelah Aplikasi Herbisida
No.

Spesies

NJD
............................(%)...............................

1.
2.
3.
4.

Digitaria adscendens
Borreria alata
Fymbristillis milliaceae
Cleome rutidosperma

30.07
21.39
11.94
9.53

5.

Gulma lain

27.07

Hasil analisis vegetasi akhir memberikan gambaran umum tentang


dominasi gulma setelah aplikasi herbisida. Pada Tabel 3. digambarkan bahwa
dominasi gulma yang ada meningkat. Hal ini terlihat dari gulma Digitaria
adscendens yang mengalami peningkatan NJD. Dalam hal ini juga terjadi
perubahan dominansi gulma Cyperus kyllingia yang digantikan oleh gulma
Fymbristillis milliaceae yang meningkat di akhir percobaan. Mercado (1979)
menyatakan bahwa perubahan dominasi gulma dari satu jenis gulma kejenis yang
lainnya disebabkan oleh pengaruh perubahan tanah, iklim, perla kuan herbisida
dan tanaman budidaya. Respon gulma terhadap aplikasi herbisida tertentu berbeda
berdasarkan struktur morfologinya dan fisiologi gulma tersebut. Dari Tabel 3.
dapat dilihat juga bahwa NJD gulma Borreria alata dan Cleome rutidosperma
mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa herbisida diuron dan ametrin
sudah cukup mampu mengendalikan gulma golongan daun lebar.
Adanya peningkatan gulma Digitaria adscendens disebabkan karena
kurangnya efektifitas herbisida diuron dan ametrin untuk mengendalikan gulma
dari golongan tersebut. Selain sifat herbisida tersebut, faktor lingkungan juga
sangat berpengaruh dalam efektifitas suatu herbisida. Barus (2003) menyatakan
bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi efektifitas herbisida yang

diaplikasikan adalah cahaya, suhu, curah hujan, kandungan bahan organik,


kelembaban dan PH.
Curah hujan selama percobaan di perkebunan Jati Tujuh cukup tinggi.
Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan herbisida berkurang konsentrasinya
dalam tanah karena terbawa erosi tanah maupun pencucian. Hal ini dapat
mengurangi efektivitas herbisida yang diaplikasikan. Data curah hujan selama
percobaan terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4. Data Curah Hujan Selama Percobaan


Bulan

Curah Hujan
..........(mm/bulan).

Februari
Maret
April
Sumber : PT Rajawali Nusantara

114
124
175

Curah hujan yang tinggi akan menyebabkan kelembaban tanah meningkat.


Kondisi ini sangat membantu proses pengecambahan gulma yang ada dalam
tanah, baik yang berupa biji, umbi maupun potensi gulma lainnya.

Persentase Penutupan Gulma

Persentase Penutupan Gulma (PPG) diperoleh dari


penutupan gulma hasil pertumbuhan potensi gulma yang ada
dalam tanah. Hasil Perhitungan sidik ragam persentase
penutupan gulma (PPG) disajikan pada Tabel Lampiran 1.
Aplikasi dari perlakuan yang diberikan menunjukkan bahwa
perlakuan pengendalian memberikan pengaruh yang sangat
nyata terhadap persentase penutupan gulma pada 2, 4, 6, 8, 10
dan 12 MSA. Hasil dari uji perbedaan pengaruh antar perlakuan
yang diberikan terhadap persentase penutupan gulma dapat
dilihat pada Tabel 5 bentuk grafiknya pada Gambar 2.
Aplikasi diuron 50 % dan diuron 80 % efektif menekan
persentase penutupan gulma hingga 12 MSA. Perlakuan diuron
50 % menurunkan persentase penutupan gulma pada 2, 4, 6, 8, 10

dan 12 MSA. Penggunaan diuron 50 % dengan dosis 1 l/ha belum


cukup mampu menekan pertumbuhan gulma dengan baik jika
dibandingkan dengan diuron 80 % pada taraf dosis yang sama.
Penambahan ke tingkat dosis yang lebih tinggi (2 l/ha dan 3 l/ha)
memberikan persentase penutupan gulma yang cenderung lebih
rendah. Persentase penutupan gulma terendah ditunjukkan oleh
perlakuan pengendalian diuron 50 % dengan dosis 3 l/ha sebesar
2.08 pada saat 2 MSA. Pemberian herbisida ametrin 50 % dosis 2
l/ha kurang mampu menurunkan persentase penutupan gulma
jika dibandingkan dengan ametrin 80 % pada taraf dosis yang
sama.
Perlakuan herbisida diuron 80 % pada dosis 1 kg/ha belum cukup untuk
menurunkan persentase penutupan gulma, sedangkan penambahan herbisida ke
dosis ya ng lebih tinggi mampu menekan persentase penutupan gulma dengan
cukup baik dari 2 MSA hingga 12 MSA. Penambahan herbisida ke tingkat dosis
yang lebih tinggi (2 kg/ha dan 3 kg/ha) secara umum memberikan hasil yang lebih
baik dalam menekan pertumbuhan gulma. Persentase penutupan gulma terendah
ditunjukkan oleh perlakuan pengendalian diuron 80 % dengan dosis 3 kg/ha
sebesar 2.00 pada saat 2 MSA dan 4 MSA. Hal ini menunjukkan bahwa
pengendalian herbisida diuron 80 % cenderung lebih baik dalam menekan
persentase penutupan gulma dibandingkan dengan herbisida diuron 50 %, walau
secara statistik kedua formulasi tersebut tidak berbeda nyata.
Perlakuan Diuron 80 % 2 l/ha dan 3 l/ha memberikan penekanan
persentase penutupan gulma total yang lebih baik jika dibandingkan dengan
diuron 50 % pada taraf dosis yang sama. Perlakuan manual memberikan hasil
yang lebih baik hanya pada 2 MSA sebesar 1.00, dimana perlakuan pengendalian
dilakukan pada awal percobaan. Persentase penutupan gulma semakin meningkat
hingga akhir percobaan sebesar 5.03 pada 12 MSA.
Tidak mampunya herbisida diuron dan ametrin mengendalikan gulma pada
12 MSA diduga karena konsentrasi herbisida tersebut sudah menurun pada lapisan
tanah. Penyebab penurunan konsentrasi herbisida dalam tanah adalah karena
pencucian, diserap oleh tumbuhan, mengalami penguraian dan mengalami
perpindahan fisik (Zaenudin, 1986).

Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Persentase


Penutupan Gulma Total
Minggu Setelah Aplikasi (MSA)
Perlakuan

Dosis

10

12

..............................................................(%).............................................................
Diuron 50 %
1 l/ha
5.67 b
11.33 b
15.00 b
18.67 b
23.67 b
35.67 b
Diuron 50 %
2 l/ha
6.67 b
7.67 bc
9.00 bc
12.67 bcd
18.00 bc
27.33 c
Diuron 50 %
3 l/ha
3.33 b
4.00 cd
5.33 c
7.67 cd
11.33 d
20.00 d
Diuron 80 %
1 kg/ha
5.33 b
5.33 bcd
6.67 c
9.00 cd
14.33 cd
26.67 c
Diuron 80 %
2 kg/ha
3.33 b
3.33 cd
4.67 c
8.00 cd
11.67 d
20.00 d
Diuron 80 %
3 kg/ha
3.00 b
3.00 cd
4.33 c
7.00 d
11.00 d
20.00 d
Ametrin50 %
2 l/ha
8.33 b
8.67 bc
10.00 bc
14.00 bc
18.00 bc
26.67 c
Ametrin 80 %
2 kg/ha
5.00 b
5.00 bcd
5.33 c
10.33 c
16.67 c
27.00 c
Manual
0.00 c
1.33 b
4.00 c
9.00 cd
15.00 cd
24.33 cd
Kontrol
41.67 a
45.00 b
48.33 a
53.33 a
66.67 a
95.00 a
Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji
Duncan

Secara statistik, perlakuan herbisida diuron dan ametrin pada dua


formulasi hampir sama dalam menekan penutupan gulma. Hal ini ditunjukkan
dengan persentase penutupan gulma yang diberikan oleh masing-masing
perlakuan pada tiap tingkat dosis yang berbeda hampir sama

PPG (%)

100.00
90.00
80.00

2 msa

70.00
60.00

4 msa

50.00
40.00

8 msa

6 msa
10 msa

30.00
20.00
10.00
0.00

12 msa

P1

P2

P3

P4

P5
P6
Perlakuan

P7

P8

P9

P10

Gambar 5. Histogram Persentase Penutupan Gulma (PPG)


Kedua formulasi tampak memberikan hasil yang cenderung lebih baik
pada tingkat dosis yang lebih tinggi. Semakin tinggi dosis yang digunakan oleh
kedua formulasi ini akan cenderung semakin efektif dalam menekan pertumbuhan

gulma. Pemberian herbisida dengan dosis yang rendah memberikan persentase


penutupan gulma yang tinggi. Hal ini disebabkan semakin rendah dosis yang
dipakai maka bahan aktif yang terkandung akan semakin rendah dan tidak mampu
mengendalikan pertumbuhan gulma dengan baik (Hartati, 1998).
Dari Gambar 5 terlihat bahwa semua perlakuan memiliki persentase
penutupan gulma (PPG) terendah pada 2 MSA , kecuali untuk perlakuan secara
manual dan kontrol. Perlakuan secara manual PPG terendahnya terjadi pada 2
MSA dan terus meningkat sampai akhir pengamatan. Begitu juga dengan kontrol
yang memiliki PPG terendah ha nya pada awal pengamatan dan hampir mencapai
100% di akhir pengamatan.

Bobot Kering Gulma


Bobot Kering Gulma Total
Hasil sidik ragam bobot kering gulma total diperlihatkan pada Tabel
Lampiran 2. Dari Tabel Lampiran 2 tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan
herbisida diuron dan ametrin berpengaruh sangat nyata pada 2, 4, 6 dan 8 MSA.
Tabel 6 menunjukkan pengaruh pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma
total. Aplikasi diuron 50 % dan diuron 80 % efektif menekan bobot kering gulma
total hingga 12 MSA.
Aplikasi diuron 50 % kurang efektif menekan bobot kering gulma total
dibandingkan dengan diuron 80 %. Diuron 50 % dengan dosis 1 l/ha memberikan
hasil yang kurang efektif dalam menekan bobot kering gulma total dibandingkan
dengan diuron 80 % pada taraf dosis yang sama kecuali pada 2 MSA, diuron 50
% memberikan hasil yang setara dengan diuron 80 %. Diuron 50 % dengan dosis
2 l/ha dan 3l/ha kurang menunjukkan hasil bobot kering gulma total yang lebih
baik dari diuron 80 % kecuali pada 2 MSA, diuron 50 % pada taraf dosis 2 l/ha
dan 3 l/ha menunjukkan hasil bobot kering gulma total yang lebih baik dari diuron
80 % pada taraf dosis yang sama, walaupun secara statistik perlakuan diuron 50 %
pada taraf dosis 2 l/ha dan 3 l/ha tidak berbeda nyata dengan diuron 80 % pada
taraf dosis yang sama (2 kg/ha dan 3 kg/ha).

Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering


Gulma Total
Perlakuan

Minggu Setelah Aplikasi (MSA)


4
8

Dosis
2

12

.......(g/0.25 m2)....
Diuron 50 %
1 l/ha
(0.24) 1.11 b
(6.94) 2.67 b
(10.37) 3.29 bc (12.80) 3.70 b
Diuron 50 %
2 l/ha
(0.15) 1.07 b
(3.29) 2.05 b
(11.03) 3.37 bc (7.63) 2.92 b
Diuron 50 %
3 l/ha
(0.15) 1.07 b
(2.53) 1.86 b
(9.03) 3.15 bc
(9.87) 3.29 b
Diuron 80 %
1 kg/ha
(0.24) 1.11 b
(2.97) 1.99 b
(9.40) 3.22 bc
(11.93) 3.50 b
Diuron 80 %
2 kg/ha
(0.26) 1.12 b
(1.96) 1.70 b
(7.00) 2.78 bc
(5.77) 2.57 b
Diuron 80 %
3 kg/ha
(0.23) 1.11 b
(2.48) 1.83 b
(4.53) 2.32 c
(7.40) 2.89 b
Ametrin 50 %
2 l/ha
(0.51) 1.22 b
(3.24) 1.94 b
(9.80) 3.25 bc
(11.67) 3.41 b
Ametrin 80 %
2 kg/ha
(0.27) 1.12 b
(6.44) 2.56 b
(9.27) 3.20 bc
(9.80) 3.28 b
Manual
(0.00) 1.00 b
(1.45) 1.56 b
(13.17) 3.70 b
(11.77) 3.57 b
Kontrol
(14.46) 3.90 a
(25.33) 5.04 a
(56.80) 7.59 a
(57.47) 7.64 a
Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji
Duncan

- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di


luar kurung merupakan data hasil transformasi

(x+1)

Perlakuan diuron 80 % pada taraf dosis 2 kg/ha sudah mampu menekan


bobot kering gulma total dibandingkan ametrin 80 % pada dosis yang sama
kecuali pada 2 MSA hasil bobot kering gulma total yang dihasilkan oleh diuron
80 % setara dengan ametrin 80 % dengan dosis 2 kg/ha. Perlakuan diuron 50 %
pada taraf dosis 2 l/ha tidak berbeda keefektifannya dalam mengendalikan gulma

2)
Bobot Kering (g/0.25m

total dengan ametrin 50 % pada taraf dosis yang sama.

9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00

2 MSA
4 MSA
8 MSA
12 MSA

P1

P2

P3

P4

P5

P6

Perlakuan

P7

P8

P9

P10

Gambar 6. Histogram Bobot Kering Gulma Total

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa bobot kering gulma total terendah
terjadi pada 2 MSA dan mengalami peningkatan hingga akhir pengamatan,
kecuali pada perlakuan kontrol yang memang menunjukkan pertumbuhan gulma
yang tinggi sejak awal pengamatan. Penggunaan dosis 3 l/ha dan 3 kg/ha
menunjukkan pengendalian gulma yang cukup baik. Peningkatan gulma mulai
terlihat pada 8 MSA dan semakin meningkat hingga akhir pengamatan.

Bobot Kering Gulma Rumput Total


Hasil sidik ragam bobot kering gulma rumput total dapat dilihat pada
Tabel Lampiran 3. Dari Tabel Lampiran 3 tersebut dapat dilihat bahwa aplikasi
herbisida diuron dan ametrin memberikan pengaruh yang sangat nyata pada 2, 4, 8
dan 12 MSA. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering
gulma rumput total dapat dilihat pada Tabel 7.
Aplikasi herbisida diuron 50 % dan 80 % efektif menekan bobot kering
gulma rumput total hingga 12 MSA. Diuron 80 % memberikan hasil yang lebih
baik dari diuron 50 %. Diuron 50 % pada taraf dosis 1 l/ha tidak menunjukkan
hasil yang lebih baik dalam mengendalikan gulma rumput total dibandingkan
dengan diuron 80 % pada taraf dosis yang sama. Secara umum diuron 80 % pada
taraf dosis 2 l/ha dan 3 l/ha memberikan hasil penekanan bobot kering gulma
rumput total yang lebih baik dari diuron 50 % pada taraf dosis yang sama.
Tabel 7. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering
Gulma Rumput Total
Perlakuan

Dosis

Minggu Setelah Aplikasi (MSA)


4
8

12

.....(g/0.25 m2 )....
Diuron 50 %
Diuron 50 %

1 l/ha
2 l/ha

(0.14) 1.07 b
(0.08) 1.04 b

(5.65) 2.39 b
(1.20) 1.46 bc

(6.33) 2.60 b
(5.70) 2.58 b

(8.07)
(4.30)

3.00 b
2.19 b

Diuron 50 %
Diuron 80 %
Diuron 80 %

3 l/ha
1 kg/ha
2 kg/ha

(0.14) 1.07 b
(0.10) 1.05 b
(0.11) 1.05 b

(1.83) 1.67 bc
(2.33) 1.82 bc
(1.23) 1.46 bc

(5.53) 2.54 b
(5.83) 2.61 b
(5.43) 2.49 b

(5.57)
(5.97)
(3.30)

2.56 b
2.52 b
2.07 b

Diuron 80 %

3 kg/ha

(0.13) 1.06 b

(2.13) 1.72 bc

(3.20) 2.01 b

(4.90)

2.43 b

Ametrin 50 %
Ametrin 80 %
Manual

2 l/ha
2 kg/ha
-

(0.46) 1.20 b
(0.05) 1.02 b
(0.00) 1.00 b

(0.77) 1.32 bc
(2.80) 1.92 bc
(0.53) 1.23 c

(5.43) 2.41 b
(6.40) 2.72 b
(2.90) 1.87 b

(7.10)
(3.63)
(6.63)

2.50 b
2.13 b
2.75 b

Kontrol
(6.23) 2.64 a
(15.60) 3.98 a
(9.20) 5.48 a
(32.20) 5.74 a
Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji
Duncan

- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di


luar kurung merupakan data hasil transformasi

(x+1)

Penekanan pada bobot kering gulma rumput total dari aplikasi diuron 50
% ditunjukkan oleh dosis 2 l/ha pada 2, 4 dan 12 MSA. Jika dibandingkan dengan
perlakuan manual, perlakuan diuron 50 % pada semua tingkat dosis menunjukkan
penekanan bobot kering gulma rumput total yang lebih baik pada 4 dan 8 MSA.
Ametrin 50 % dan ametrin 80 % kurang efektif dalam menekan bobot kering
gulma rumput total jika dibandingkan diuron 50 % dan 80 % pada taraf dosis yang
sama. Pada perlakuan diuron 80 %, penekanan terhadap bobot kering gulma
rumput total yang terbaik ditunjukkan oleh dosis 2 kg/ha pada 4 dan 12 MSA,
sedangkan pada 8 MSA bobot kering terendah ditunjukkan oleh dosis 3 kg/ha.
Diuron 80 % dengan dosis 1 kg/ha memberikan bobot kering gulma rumput total
yang lebih rendah pada 2 MSA. Perlakuan herbisida dan manual memberikan
pengaruh yang nyata jika dibandingkan dengan kontrol. Secara umum perlakuan
manual masih mampu menekan bobot kering gulma rumput total. Berdasarkan
keterangan di atas kedua formulasi herbisida diuron dan ametrine mempunyai
efektivitas yang sama pada dosis berbeda.

Bobot Kering (g/0.25m 2)

7.00
6.00
5.00

2 msa

4.00

4 msa

3.00

8 msa

2.00

12 msa

1.00
0.00
P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

P8

P9

P10

Perlakuan

Gambar 7. Histogram Bobot Kering Gulma Rumput Total


Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa bobot kering gulma total terendah
terjadi pada 2 MSA dan mengalami peningkatan hingga akhir pengamatan.
Perlakuan manual masih lebih efektif dalam mengendalikan gulma jika
dibandingkan dengan perlakuan diuron 50 % dengan dosis 1 l/ha. Penggunaan
dosis 3 l/ha dan 3 kg/ha menunjukkan pengendalian gulma yang cukup baik.
Peningkatan gulma mulai terlihat pada 8 MSA dan semakin meningkat hingga
akhir pengamatan.

Bobot Kering Gulma Daun Lebar Total


Tabel Lampiran 4 menunjukkan hasil sidik ragam bobot kering gulma
daun lebar total. Dari Tabel dapat dilihat bahwa aplikasi herbisida diuron dan
ametrin memberikan pengaruh yang sangat nyata pada 2, 4 , 6 dan 8 MSA.
Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma daun lebar
total disajikan pada Tabel 8.
Diuron 50 % dan diuron 80 % efektif menekan bobot kering gulma daun lebar
total hingga 12 MSA. Secara umum aplikasi diuron 80 % efektif dalam
mengendalikan gulma daun lebar dibandingkan ddengan diuron 50 %. Perlakuan
diuron 50 % pada taraf dosis 1 l/ha tidak berbeda efektivitasnya dalam
mengendalikan gulma daun lebar tota l dengan perlakuan diuron 80 % pada taraf
dosis yang sama (1 kg/ha). Perlakuan diuron 80 % pada taraf dosis 2 kg/ha
mampu menekan bobot kering gulma daun lebar total secara efektif hingga akhir

pengamatan dan memiliki kemampuan yang berbeda nyata dengan kontrol


dibandingkan dengan perlakuan diuron 50 % pada taraf dosis yang sama kecuali
pada 2 MSA walaupun secara statistik pengaruh yang diberikan tidak berbeda
nyata. Secara umum dapat dilihat bahwa diuron 50 % pada dosis 3 l/ha kurang
efektif menekan bobot kering gulma daun lebar dibandingkan diuron 80 % pada
dosis yang sama. Aplikasi diuron 50 % dengan dosis 2 l/ha tidak berbeda nyata
efektivitasnya dalam mengendalikan gulma daun lebar total jika dibandingkan
dengan ametrin 50 % dengan dosis yang sama, begitu juga dengan ametrin 80 %
jika dibandingkan dengan diuron 80 % pada taraf dosis yang sama.
Pengaruh aplikasi herbisida diuron 50 % pada beberapa tingkat dosis
efektif menekan pertumbuhan gulma total dari 2 hingga 12 MSA. Penekanan
terhadap bobot kering gulma daun lebar total yang lebih baik ditunjukkan pada
dosis 3 l/ha, kecuali pada 12 MSA ditunjukkan oleh dosis 2 l/ha. Jika
dibandingkan dengan dengan perlakuan manual, perlakuan diuron 50 % pada
semua tingkat dosis menunjukkan penekanan bobot kering gulma daun lebar total
yang lebih baik dari 2 hingga 12 MSA. Pengaruh perlakuan herbisida dan manual
efektif menekan bobot kering gulma daun lebar total dan memberikan pengaruh
yang sangat nyata jika dibandingkan dengan kontrol.

Tabel 8. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering


Gulma Daun Lebar Total
Perlakuan

Dosis
2

Minggu Setelah Aplikasi (MSA)


4
8

12

.....(g/0.25 m2 )....
Diuron 50 %
Diuron 50 %
Diuron 50 %
Diuron 80 %
Diuron 80 %
Diuron 80 %
Ametrin 50 %
Ametrin 80 %
Manual
Kontrol
Keterangan : - Angka pada
Duncan

1 l/ha
2 l/ha

(0.10)
(0.07)

3 l/ha
(0.01)
1 kg/ha
(0.14)
2 kg/ha
(0.16)
3 kg/ha
(0.10)
2 l/ha
(0.05)
2 kg/ha
(0.22)
(0.00)
(8.23)
kolom yang sama dan

1.05 b
1.04 b

(1.29)
(2.09)

1.00 b (0.69)
1.07 b (0.64)
1.07 b (0.73)
1.05 b (0.35)
1.02 b (2.48)
1.10 b (3.64)
1.00 b (0.91)
3.03 a
(9.73)
diikuti oleh huruf

1.51 b
1.68 b

(4.03)
(5.33)

2.23 bc
2.35 bc

1.29 b
1.28 b
1.31 b
1.16 b
1.68 b
1.97 b
1.38 b
3.20 a
yang sama

(3.50) 2.09
(3.57) 2.12
(1.57) 1.58
(1.33) 1.52
(4.37) 2.29
(2.87) 1.94
(10.27) 3.19
(27.60) 5.33
tidak berbeda

bc
bc
c
c
bc
c
b
a
nyata

(4.73) 2.39 bc
(3.33) 2.05 bc
(4.30) 2.28 bc
(5.97) 2.57 b
(2.47) 1.78 c
(2.50) 1.87 c
(4.57) 2.33 bc
(6.17) 2.68 b
(5.13) 2.41 bc
(25.27) 5.12 a
pada taraf 5 % uji

- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di


luar kurung merupakan data hasil transformasi

(x+1)

Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa bobot kering gulma terendah terjadi
pada 2 MSA dan semakin meningkat hingga akhir percobaan. Bobot kering
perlakuan manual semakin meningkat hingga akhir percoba an, hal ini disebabkan
perlakuan hanya dilakukan sekali pada awal percobaan.

Bobot Kering (g/0.25m 2 )

6.00
5.00
2 MSA

4.00

4 MSA

3.00

8 MSA

2.00

12 MSA

1.00
0.00
P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

P8

P9

P10

Perlakuan

Gambar 8. Histogram Bobot Kering Gulma Daun Lebar Total


Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens
Sidik ragam bobot kering gulma Digitaria adscendens dapat dilihat pada
Tabel Lampiran 5. Dari Tabel Lampiran 5 dapat dilihat bahwa aplikasi herbisida
diuron dan ametrin memberikan pengaruh yang sangat nyata pada 2 dan 4 MSA.
Pada Tabel 9 disajikan pengaruh perlakuan gulma terhadap bobot kering gulma
Digitaria adscendens.
Secara umum diuron 80 % sudah efektif menekan bobot kering gulma
Digitaria adscendens dibandingkan dengan diuron 50 %. Diuron dengan dosis 1
l/ha tidak berbeda nyata keefektivitasannya dalam mengendalikan bobot kering
gulma Digitaria adscendens dibandingkan diuron 80 % pada dosis yang sama.
Pada dosis 2 l/ha dan 3 l/ha diuron 80 % lebih efektif dalam mengendalikan gulma
Digitaria adscendens jika dibandingkan dengan diuron 50 % pada taraf dosis

yang sama. Diuron 50 % tidak berbeda efektifitasnya dengan ametrin 80 % da lam


mengendalikan gulma Digitaria adscendens pada taraf dosis yang sama. Diuron
80 % memberikan hasil yang lebih baik dari ametrin 80 % pada taraf dosis yang
sama. Secara umum perlakuan manual masih mampu mengendalikan gulma
Digitaria adscendens jika dibandingkan dengan kontrol.
Aplikasi diuron 50 % pada semua tingkat dosis cenderung efektif
mengendalikan gulma Digitaria adscendens dari 2 hingga 12 MSA. Hal ini
menujukkan bahwa pada taraf dosis yang rendah herbisida diuron 50 % belum
mampu mengendalikan gulma Digitaria adscendens. Aplikasi diuron 80 % pada
semua tingkat dosis cenderung efektif mengendalikan gulma Digitaria
adscendens dari 2 hingga 12 MSA. Digitaria adscendens

tergolong

rumput

semusim. Gulma ini hidup berumpun dengan batang menjalar dan st olon yang
mengeluarkan akar dan tunas. Digitaria adscendens menghasilkan biji yang
banyak sehingga sering dominan di areal tanaman budidaya (Sastroutomo, 1990).
Pengendalian gulma Digitaria adscendens dengan herbisida pra tumbuh dapat
mencegah gulma ini untuk tumbuh dan berkembang biak dan menghasilkan biji
yang banyak sehingga sering dominan pada jalur tanaman yang terbuka atau
belum ternaungi.
Tabel 9. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering
Digitaria adscendens
Perlakuan

Dosis

Minggu Setelah Aplikasi (MSA)


2

12

........(g/0.25 m2 )....
Diuron 50 %
Diuron 50 %

1 l/ha
2 l/ha

(0.05) 1.02 b
(0.02) 1.01 b

(0.80)
(0.23)

1.33 b
1.10 b

(3.20) 1.94 ab
(2.53) 1.83 b

(4.60) 2.36 ab
(2.60) 1.87 b

Diuron 50 %

3 l/ha

(0.01) 1.00 b

(0.80)

1.31 b

(3.23) 1.99 ab

(2.27) 1.73 b

Diuron 80 %
Diuron 80 %

1 kg/ha
2 kg/ha

(0.09) 1.04 b
(0.05) 1.02 b

(0.90)
(0.20)

1.35 b
1.09 b

(3.30) 2.03 ab
(1.77) 1.60 b

(4.43) 2.25 ab
(1.97) 1.66 b

Diuron 80 %

3 kg/ha

(0.00) 1.00 b

(0.77)

1.30 b

(2.33) 1.75 b

(2.77) 1.85 b

Ametrin 50 %
Ametrin 80 %

2 l/ha
2 kg/ha

(0.23) 1.11 b
(0.04) 1.02 b

(0.03)
(1.53)

1.02 b
1.49 b

(2.23) 1.72 b
(4.77) 2.39 ab

(3.57) 1.95 b
(2.63) 1.80 b

Manual

(0.00) 1.00 b

(0.23)

1.11 b

(1.27) 1.40 b

(3.53) 2.07 b

Kontrol
(1.18) 1.47 a
(5.07) 2.43 a
(7.80) 2.95 a
(11.53) 3.48 a
Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji
Duncan

- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di


luar kurung merupakan data hasil transformasi

(x+1)

Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa bobot kering gulma terendah terjadi
pada 2 MSA dan semakin meningkat hingga akhir percobaan. Perlakuan Herbisida
Ametrin 80 % memberikan bobot kering gulma Digitaria adscendens tertinggi
pada 8 MSA, jik a dibandingkan dengan herbisida ametrin 50 % masih
memberikan hasil yang lebih baik dalam menekan bobot kering gulma Digitaria
adscendens.

Bobot Kering (g/0.25m 2 )

4.00
3.50
3.00

2 MSA

2.50

4 MSA

2.00

8 MSA

1.50

12 MSA

1.00
0.50
0.00
P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

P8

P9

P10

Perlakuan

Gambar 9. Histogram Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens

BK Digitaria adscendens

2.5
2

y = -0.29x + 2.2733
2

R = 0.4732
1.5

Diuron 50 %

y = -0.355x + 2.26

Diuron 80 %

R = 0.3571

Linear (Diuron 80 %)
Linear (Diuron 50 %)

0.5
0
0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

Dosis

Gambar 10. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan


Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens
Dari hasil regresi (Gambar 10) menunjukkan bahwa herbisida diuron 80 %
dan diuron 50 % efektif menekan bobot kering gulma Digitaria adscendens.
Herbisida diuron 80 % lebih efektif menekan bobot kering Digitaria adscendens
jika dibandingkan dengan diuron 50%. Hasil regresi menunjukkan bahwa semakin
tinggi dosis cenderung memberikan bobot kering yang lebih rendah.
Bobot Kering Gulma Borreria alata
Hasil sidik ragam bobot kering gulma Borreria alata dapat dilihat pada
Tabel Lampiran 6. Dari Tabel Lampiran 6 dapat dilihat bahwa aplikasi diuron dan
ametrin memberikan pengaruh yang sangat nyata pada 2, 8 dan 12 MSA.
Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma Borreria
alata dapa t dilihat pada Tabel 10.
Aplikasi herbisida diuron 50 % dan diuron 80 % efektif menekan bobot
kering gulma Borreria alata hingga 12 MSA. Secara umum diuron 80 %
memberikan hasil yang lebih baik dari diuron 50 %. Diuron 50 % pada taraf dosis
1 l/ha tidak berbeda efektivitasnya dengan diuron 80 % pada taraf dosis yang
sama, pada 2 MSA, diuron 50 % memberikan hasil yang setara dengan diuron 80
%. Diuron 80 % dengan dosis 2 l/ha dan 3 l/ha memberikan hasil yang lebih baik
dari diuron 50 % pada taraf dosis yang sama. Diuron 50 % tidak berbeda
efektivitasnya dalam menekan bobot kering gulma Borreria alata dengan ametrin
50 % dengan dosis yang sama. Diuron 80 % memberikan hasil bobot kering yang

lebih rendah dari ametrin 80 % pada setiap waktu pengamatan. Bobot kering
gulma Borreria alata terendah terjadi pada 2 MSA dengan dosis herbisida diuron
50 % sebesar 3 l/ha. Penambahan ke taraf dosis yang lebih tinggi (2 l/ha dan 3
l/ha) cenderung memberikan nilai bobot kering yang lebih rendah.
Tabel 10. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering
Borreria alata
Perlakuan

Dosis

Minggu Setelah Aplikasi (MSA)


4
8

12

........(g/0.25 m2 )....
Diuron 50 %
Diuron 50 %
Diuron 50 %
Diuron 80 %
Diuron 80 %

1 l/ha
2 l/ha
3 l/ha
1 kg/ha
2 kg/ha

(0.03)
(0.03)
(0.01)
(0.04)
(0.02)

1.02
1.01
1.00
1.02
1.01

c
c
c
c
c

(0.21)
(0.87)
(0.32)
(0.33)
(0.37)

1.09
1.32
1.15
1.15
1.17

b
ab
b
b
b

(2.97)
(3.17)
(1.23)
(1.13)
(1.07)

1.99
1.87
1.49
1.39
1.40

b
b
b
b
b

(2.60)
(1.60)
(2.03)
(2.87)
(2.13)

1.88
1.56
1.66
1.90
1.66

b
b
b
b
b

Diuron 80 %
Ametrin 50 %
Ametrin 80 %

3 kg/ha
2 l/ha
2 kg/ha

(0.01) 1.01 c
(0.02) 1.01 c
(0.19) 1.09 b

(0.21)
(2.41)
(3.23)

1.10 b
1.65 ab
1.86 ab

(0.93)
(1.63)
(2.33)

1.39 b
1.57 b
1.81 b

(2.00)
(1.90)
(4.73)

1.72 b
1.62 b
2.39 b

Manual
(0.00) 1.00 c
(0.57) 1.24 b
(5.77) 2.32 b
(1.70) 1.59 b
Kontrol
(1.28) 1.51 a
(4.63) 2.28 a
(12.50) 3.65 a
(12.33) 3.65 a
Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji
Duncan

- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di


luar kurung merupakan data hasil transformasi

(x+1)

Aplikasi herbisida diuron 80 % pada semua tingkat dosis cenderung efektif


dalam mengendalikan bobot kering gulma Borreria alata dari 2 hingga 12 MSA.
Peningkatan dosis 2 kg/ha memberikan nilai bobot kering terendah pada 2 dan 12
MSA, sedangkan peningkatan dosis 3 kg/ha memberikan nilai bobot kering
terendah pada 2 dan 4 MSA. Penambahan ke tingkat dosis yang lebih tinggi
cenderung efektif hingga 12 MSA. Jika dibandingkan dengan kontrol, perlakuan
herbisida ametrin 50 % dan ametrin 80 % efektif menekan bobot kering Borreria
alata hingga 12 MSA. Perlakuan manual menunjukkan nilai bobot kering gulma
total yang lebih rendah dari perlakuan kontrol hingga 12 MSA.
Secara umum diuron 80 % cenderung lebih efektif dalam mengendalikan
bobot kering gulma Borreria alata. Hal ini ditunjukkan oleh bobot kering gulma

Borreria alata total yang dihasilkan oleh semua perlakuan diuron 80 % cenderung
lebih rendah dari perlakuan herbisida diuron 50 % pada 2, 4 dan 8 MSA.
Borreria alata termasuk gulma semusim yang tumbuh merambat atau
tegak, percabangan dari pangkal batang. Gulma ini berkembang biak dengan biji.
(Sastroutomo, 1990).

Bobot Kering (g/0.25m2 )

4.00
3.50
3.00

2 MSA

2.50

4 MSA

2.00

8 MSA

1.50

12 MSA

1.00
0.50
0.00
P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

P8

P9

P10

Perlakuan

Gambar 11. Histogram Bobot Kering Gulma Borreria alata

Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa bobot kering gulma Borreria alata
terendah ditunjukkan pada 2 MSA dan semakin meningkat hingga akhir
pengamatan. Perlakuan herbisida diuron 80 % pada beberapa taraf dosis
memberikan hasil pengendalian gulma Borreria alata yang lebih baik
dibandingkan dengan perlakuan diuron 50 %.

1.8

BK Borreria alata

1.6
1.4
y = -0.275x + 1.8067
R2 = 0.7908

1.2
1
0.8
0.6

y = -0.15x + 1.2267
R2 = 0.9768

0.4
0.2
0
0.00

1.00

2.00
Dosis

3.00

4.00

Diuron 50 %
Diuron 80 %
Linear (Diuron 50 %)
Linear (Diuron 80 %)

Gambar 12. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan


Bobot Kering Gulma Borreria alata
Dari gambar 12, hasil regresi pengaruh perlakuan herbisida antara dosis
dengan bobot kering gulma Borreria alata menunjukkan bahwa herbisida diuron
50 % dan 80% efektif menekan bobot kering gulma Borreria alata. Diuron 80 %
memberikan penekanan bobot kering yang lebih baik dari diuron 50 %. Hasil
regresi juga menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis maka bobot ke ring yang
dihasilkan cenderung lebih rendah.

Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma


Hasil sidik ragam bobot kering gulma Cleome rutidosperma dapat dilihat
pada Tabel Lampiran 7. Dari Tabel Lampiran 7 dapat dilihat bahwa aplikasi
diuron dan ametrin memberikan pengaruh yang sangat nyata pada 2, 4 dan 8 MSA
dan berpengaruh nyata pada 12 MSA. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma
terhadap bobot kering gulma Cleome rutidosperma dapat dilihat pada Tabel 11.
Diuron 80 % memberikan hasil penekanan bobot kering yang lebih baik
dari diuron 50 %. Diuron 1 l/ha memiliki keefektivitasan yang sama dengan
diuron 80 % pada taraf dosis yang sama. Diuron 80 % dosis 2 l/ha memberikan
hasil yang lebih baik dari diuron 50 % pada taraf dosis yang sama, kecuali pada 2
MSA diuron 80 % memberikan hasil yang setara dengan diuron 50 %. Diuron 50
% dosis 3 l/ha tidak berbeda keefektivitasannya dalam menekan bobot kering
gulma Cleome rutidosperma. Diuron 50 % 2 l/ha memberikan hasil penekanan
bobot kering yang lebih baik dari ametrin 50 % pada dosis yang sama begitu juga
dengan diuron 80 % dosis 2 l/ha dengan ametrin 80 % pada dosis yang sama.
Perlakuan manual memberikan bobot kering yang rendah dari kontrol.
Dari tabel dapat dilihat bahwa semua perlakuan mampu mengendalikan
gulma Cleome rutidosperma dari 2 hingga 12 MSA. Penekanan bobot kering
gulma Cleome rutidosperma yang lebih baik ditunjukkan oleh dosis 3 l/ha pada 2
dan 8 MSA, sedangkan pada 4 dan 12 MSA penekanan terhadap bobot kering
gulma cleome yang lebih baik ditunjukkan ole h dosis 2 l/ha. Jika dibandingkan
dengan perlakuan manual, perlakuan diuron 50 % pada semua tingkat dosis

menunjukkan penekanan bobot kering gulma Cleome rutidosperma yang lebih


baik hingga 8 MSA.
Aplikasi diuron 80 % pada semua tingkat dosis cenderung efektif
mengendalikan gulma Cleome rutidosperma dari 2 hingga 12 MSA. Penekanan
terhadap bobot kering gulma Cleome rutidosperma yang lebih baik ditunjukkan
pada dosis 3 kg/ha, kecuali pada 4 MSA ditunjukkan oleh dosis 2 kg/ha. Jika
dibandingkan dengan perlakuan manual, perlakuan diuron 80 % pada beberapa
tingkat dosis dapat mengendalikan gulma Cleome rutidosperma dengan lebih baik
dari 2 hingga 12 MSA.

Tabel 11. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering


Cleome rutidosperma
Perlakuan

Dosis

Minggu Setelah Aplikasi (MSA)


2

Diuron 50 %
Diuron 50 %

1 l/ha
2 l/ha

Diuron 50 %
Diuron 80 %
Diuron 80 %
Diuron 80 %

3 l/ha
1 kg/ha
2 kg/ha
3 kg/ha

Ametrin 50 %
Ametrin 80 %
Manual

2 l/ha
2 kg/ha
-

12

........(g/0.25 m2 )....
(0.01) 1.01 b
(0.53) 1.23 b
(0.27) 1.12 bc (0.83) 1.33 b
(0.02) 1.01 b
(0.16) 1.07 bc
(1.33) 1.48 bc (0.47) 1.20 b
(0.00)
(0.07)
(0.02)
(0.01)
(0.03)
(0.03)
(0.00)

1.00
1.03
1.01
1.01
1.01
1.01
1.00

b
b
b
b
b
b
b

(0.24)
(0.25)
(0.07)
(0.11)
(0.07)
(0.22)
(0.04)

1.11
1.11
1.03
1.05
1.03
1.11
1.02

bc
bc
c
c
c
bc
c

(0.00)
(0.63)
(0.30)
(0.00)
(2.33)
(0.10)
(1.57)

1.00 c
1.26 bc
1.13 bc
1.00 c
1.74 b
1.05 c
1.55 bc

(0.87)
(0.67)
(0.27)
(0.20)
(0.53)
(0.40)
(0.73)

1.34
1.28
1.12
1.09
1.23
1.16
1.29

b
b
b
b
b
b
b

Kontrol
(3.28) 2.04 a
(1.80) 1.67 a
(6.37) 2.71 a
(3.53) 2.10 a
Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji
Duncan
- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung merupakan data hasil
transformasi

(x+1)

Pengendalian gulma berdaun lebar lebih sukar karena gulma berdaun lebar
biasanya berkembang biak dengan biji (Sastroutomo, 1990). Kemampuan
reproduksi gulma Cleome rutidosperma cukup tinggi sehingga kemungkinan
untuk tumbuh kembali setela h dikendalikan akan lebih besar. Cleome
rutidosperma termasuk penghasil biji yang banyak, sehingga sering tumbuh rapat
pada tanah yang baru selesai diolah.
Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa bobot kering terendah terjadi pada 2
dan 4 MSA. Perlakuan herbisida ametrin 50 % menunjukkan bobot kering yang

tinggi pada 8 MSA. Secara umum herbisida diuron 80 % sudah mampu menekan
bobot kering gulma Cleome rutidosperma pada 2 hingga 12 MSA. Perlakuan
herbisida ametrin 80 % memberikan hasil yang kurang baik jika dibandingkan

2)
Bobot Kering (g/0.25m

dengan diuron 80 % pada dosis yang sama.

3.00
2.50
2 MSA

2.00

4 MSA
1.50

8 MSA

1.00

12 MSA

0.50
0.00
P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

P8

P9

P10

Perlakuan

Gambar 13. Histogram Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma

Dari gambar 13 dapat dilihat bahwa diuron 50 % dan 80 % efektif


menekan bobot kering gulma Cleome rutidosperma. Penekanan bobot kering
terendah ditunjukkan oleh diuron 80 %. Semakin tinggi dosis semakin rendah
bobot kering yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari garis regresi yang

BK Cleome rutidosperma

menurun.
0.60
0.50
y = -0.065x + 0.5267
2
R = 0.3454

0.40

Diuron 80 %

0.30

Linear (Diuron 50 %)
Linear (Diuron 80 %)

0.20
0.10
0.00
0.00

Diuron 50 %

y = -0.165x + 0.55
2
R = 0.9356
1.00

2.00

3.00

4.00

Dosis

Gambar 14. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan


Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma

Bobot Kering Gulma Cyperus kyllingia


Hasil sidik ragam bobot kering gulma Cyperus kyllingia dapat dilihat pada
Tabel Lampiran 8. Dari Tabel Lampiran 8 dapat dilihat bahwa aplikasi diuron dan
ametrin memberikan pengaruh yang sangat nyata pada 2 dan 8 MSA dan
berpengaruh nyata pada 12 MSA. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma
terhadap bobot kering gulma Cyperus kyllingia dapat dilihat pada Tabel 12.
Diuron 50 % 1 l/ha memberikan penekanan yang lebih baik dari diuron 80
% kecuali pada 12 MSA diuron 50 % memberikan hasil bobot kering yang setara
dengan diuron 80 % pada taraf dosis yang sama. Diuron 80 % 2 l/ha dan 3 l/ha
memberikan penekanan bobot kering yang lebih baik dari diuron 50 % pada taraf
dosis yang sama. Ametrin 50 % dosis 2 l/ha memberikan hasil yang lebih baik
dari diuron 50 % dengan dosis yang sama. Ametrin 80 % 2 l/ha memberikan hasil
yang lebih baik dari diuron 80 % pada dosis yang sama, kecuali pada 2 dan 12
MSA kedua herbisida tersebut memberikan bobot kering yang setara.
Tabel 12. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot
Kering Cyperus kylling ia
Perlakuan

Dosis

Minggu Setelah Aplikasi (MSA)


4
8

12

........(g/0.25 m2 )....
Diuron 50 %
Diuron 50 %

1 l/ha
2 l/ha

(0.07) 1.04 b
(0.04) 1.02 b

(1.88) 1.55 ab
(0.47) 1.20 b

(0.27) 1.11 b
(0.13) 1.06 b

(0.00) 1.00 b
(0.10) 1.05 b

Diuron 50 %

3 l/ha

(0.12) 1.06 b

(0.27) 1.12 b

(1.23) 1.48 b

(0.00) 1.00 b

Diuron 80 %
Diuron 80 %

1 kg/ha
2 kg/ha

(0.00) 1.00 b
(0.00) 1.00 b

(0.19) 1.09 b
(0.37) 1.16 b

(1.57) 1.55 b
(0.93) 1.37 b

(0.00) 1.00 b
(0.00) 1.00 b

Diuron 80 %
Ametrin 50 %
Ametrin 80 %

3 kg/ha
2 l/ha
2 kg/ha

(0.04) 1.02 b
(0.03) 1.01 b
(0.01) 1.00 b

(0.13) 1.06 b
(0.10) 1.05 b
(0.00) 1.00 b

(0.43) 1.19 b
(0.70) 1.28 b
(0.67) 1.27 b

(0.40) 1.16 b
(0.00) 1.00 b
(0.00) 1.00 b

Manual

(0.00) 1.00 b

(0.23) 1.11 b

(0.00) 1.00 b

(0.00) 1.00 b

Kontrol
(2.77) 1.90 a
(3.07) 1.91 a
(7.23) 2.70 a
(1.77) 1.60 a
Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji
Duncan
- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di ul ar kurung merupakan data hasil
transformasi (x+1)

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan herbisida diuron 50 % sudah


dapat mengendalikan gulma Cyperus kyllingia dari 2 hingga 12 MSA. Penekanan
terhadap bobot kering terendah ditunjukkan oleh perlakuan herbisida diuron 50 %
dengan dosis 2 l/ha pada 2 dan 8 MSA, kecuali pada 4 MSA dosis terendah

ditunjukkan oleh dosis 3 l/ha. Perlakuan manual memberikan penekanan bobot


kering terendah pada 2, 8 dan 12 MSA sebesar 1.00 gr/0.25 m2.
Aplikasi herbisida ametrin 50 % memberikan nilai bobot kering yang lebih
rendah dari herbisida diuron 50 %. Aplikasi diuron 80 % pada dosis 1 l/ha dan 2
l/ha sudah cukup mampu menekan pertumbuhan gulma Cyperus kyllingia pada 2
dan 12 MSA. Namun secara umum penggunaan herbisida diuron 80 % sudah
cukup efektif dalam mengendalikan gulma Cyperus kyllingia. Perlakuan herbisida
dan manual efektif menekan bobot kering gulma Cyperus kyllingia dan
memberikan

pengaruh

yang

nyata

jika

dibandingkan

dengan

kontrol.

Pengendalian gulma dengan cara manual mampu menekan bobot kering gulma
Cyperus kyllingia.
Cyperus kyllingia adalah tumbuhan teki tahunan, berbunga sepanjang
tahun, tumbuh pada tanah lembab dan berair terutama pada tanah alluvial yang
terbuka atau sedikit ternaungi ; penyebarannya meliputi 0-300 m, jarang sampai
1200 m di atas permukaan laut (Nasution, 1986).
Dari Gambar 15 dapat dilihat bahwa penge ndalian gulma terendah terjadi
pada 12 MSA. Perlakuan manual menunjukkan hasil penekanan bobot kering
gulma yang lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Bobot Kering (g/0.25m2)

3.00
2.50
2.00

2 msa
4 msa

1.50

8 msa
12 msa

1.00
0.50
0.00
P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

P8

P9

P10

Perlakuan

Gambar 15. Histogram Bobot Kering Gulma Cyperus kyllingia

Gambar 16 menunjukkan bahwa aplikasi herbisida diuron 80 % efektif


menekan robot kering gulma Cyperus kyllingia jika dibandingka n dengan diuron
50 %. Hasil regresi menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis cenderung
menghasilkan bobot kering gulma yang rendah.

BK Cyperus kyllingia

0.6
0.5

y = -0.075x + 0.5367
R 2 = 0.1624

0.4

Diuron 50 %
y = -0.095x + 0.53

0.3

Diuron 80 %

R = 0.9918

Linear (Diuron 50 %)
Linear (Diuron 80 %)

0.2
0.1
0
0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

Dosis

Gambar 16. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan


Bobot Kering Gulma Cyperus kyllingia
Pengaruh Pengendalian Gulma Terhadap Jumlah Anakan Tebu
Hasil sidik ragam jumlah anakan tebu dapat dilihat pada Tabel Lampiran
9. Dari Tabel Lampiran 9 dapat dilihat bahwa aplikasi herbisida diuron dan
ametrin tidak memberikan pengaruh yang nyata pada 6, 8, 10 dan 12 MSA namun
berpengaruh nyata pada 4 MSA. Kondisi anakan tebu pada 2 MSA (sebelum
pengamatan dilakukan) dapat dilihat pada Gambar 7. Pengaruh perlakuan
pengendalian gulma terhadap jumlah anakan tebu disajikan pada Tabel 13.
Berdasarkan Tabel 13, perlakuan pengendalian gulma tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap jumlah anakan tebu, kecuali pada 4 MSA. Hal ini
diduga bahwa umur tebu saat 4 MSA masih relatif muda sehingga jumlah anakan
yang muncul belum seragam. Pengeluaran anakan tebu terjadi pada 2-3 bulan
Karena itu diharapkan tidak terlalu banyak memberikan tanah pada tanaman
sebelum umur tersebut, karena dapat menghambat pertumbuhan anakan. Suhu
udara yang lebih rendah juga diperlukan dalam pembentukan anakan.

Gambar 17. Kondisi Anakan Tebu pada 2 MSA


Tabel 13. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Anakan Tebu
Perlakuan

Dosis

Minggu Setelah Aplikasi (MSA)


6
8
10
12

.........(jumlah/ruas buku) ..
Diuron 50 %
Diuron 50 %
Diuron 50 %

1 l/ha
2 l/ha
3 l/ha

2.00
1.33
1.60

ab
bcd
abc

3.13
2.53
2.73

3.40
2.73
2.93

3.73
3.00
3.07

4.33
3.53
3.60

Diuron 80 %
Diuron 80 %

1 kg/ha
2 kg/ha

1.40 abcd
2.13 a

2.27
2.53

2.53
2.67

2.80
2.87

3.33
3.47

Diuron 80 %
Ametrin 50 %
Ametrin 80 %

3 kg/ha
2 l/ha
2 kg/ha

1.93
0.87
1.67

3.33
1.87
2.40

3.93
2.00
2.80

4.13
2.13
3.27

4.53
2.87
3.73

ab
d
ab

Manual
1.00 cd
2.13
2.60
2.80
3.27
Kontrol
2.13 a
2.80
3.00
3.13
3.80
Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji
Duncan

Dari Gambar 18 dapat dilihat bahwa pertumbuhan anakan tebu semakin


meningkat hingga akhir pengamatan. Anakan terendah terjadi pada 4 MSA. Selain
faktor eksternal, faktor internal juga dapat mempengaruhi pertumbuhan anakan,
seperti kadar air di dalam pelepah daun. Kadar air yang tinggi sangat diperlukan
dalam pertumbuhan anakan. Jumlah anakan juga dipengaruhi oleh jarak tanam
antar bibit-bibit di dalam juringan dan jarak antar juringan. Kuntohartono (1979)
menyatakan, jumlah anakan tebu tidak dipengaruhi aplikasi herbisida. Hal ini
menunjukkan tidak adanya pengaruh herbisida terhadap pertumbuhan anakan
tebu.

Rataan (jumlah/ruas buku)

2.50
2.00

4 msa
6 msa

1.50

8 msa
1.00

10 msa
12 msa

0.50
0.00
P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

P8

P9

P10

Perlakuan

Gambar 18. Histogram Jumlah Anakan Tebu

Korelasi Antara Gulma Dominan dengan Kelompok Gulma


Korelasi antara gulma dominan dengan kelompok gulma menunjukkan
korelasi atau hubungan yang positif secara keseluruhan. Gulma dominan
menghasilkan korelasi yang berbeda nyata terhadap gulma golongannya dan
gulma total (Tabel Lampiran 10.)
Korelasi antara gulma dominan yaitu Digitaria adscendens, Borreria
alata, Cleome rutidosperma dan Cyperus kyllingia menunjukkan hubungan yang
positif (korelasi positif) secara keseluruhan. Masing-masing spesies menghasilkan
korelasi yang berbeda nyata terhadap gulma golongannya (gulma kelompok)
dengan gulma total, contohnya gulma Digitaria adscendens menghasilkan
korelasi yang berbeda nyata terhadap gulma rumput total dan gulma total, begitu
juga dengan spesies gulma dominan lainnya.
Keracunan Tanaman Tebu
Dari semua dosis yang digunakan, kedua formualsi herbisida diuron dan
ametrin yang diaplikasikan tidak menunjukkan adanya gejala keracunan pada
tanaman tebu dari awal hingga akhir pengamatan. Aplikasi diuron tidak
menunjukkan adanya gejala keracunan pada tanaman te bu. Hal ini disebabkan
karena tanaman tebu mampu memetabolisme komponen-komponen yang terdapat
pada herbisida diuron. Anonim (1979) menyatakan bahwa herbisida diuron lebih
mudah diserap oleh tanaman lewat akar daripada lewat daun ataupun batang.

Herbisida diuron yang diaplikasikan lewat tanah akan diserap oleh akar dan
ditransportasikan ke seluruh bagian tumbuhan melalui jaringan xylem untuk
kemudian menghambat proses pembentukan klorofil dan fotosintesis. Gejala
keracunan yang ditimbulkan akibat perlakuan herbisida diuron apabila melebihi
dosis rekomendasikan adalah terjadinya klorosis pada daerah disekitar tulang dan
urat daun yang akan menimbulkan warna kekuningan pada daun kemudian akan
diikuti oleh pertumbuhan anakan yang melambat.
Pengaruh apliaksi ametrin 50 % dan ametrin 80 % tidak menunjukkan
adanya gejala keracunan pada tanaman tebu. Menurut Kuntohartono (1976),
gejala keracunan tebu terhadap herbisida ametrin pada 2 - 4 minggu setelah
aplikasi ametrin adalah menguningnya daun dan menggulung serta daun muda
mati mulai dari bagian ujung ke bagian pangkal. Selain itu keracunan pada
tanaman tebu akibat aplikasi herbisida ametrin juga menyebabkan berkurangnya
jumlah tunas dan menurunkan hasil tebu saat dipanen.
Menurut Ashton dan Monaco (1991), ametrin lebih banyak diserap melalui
daun tebu dari pada lewat akar.

Ametrin yang diserap melalui akar akan

ditranslokasikan ke jaringan tubuh gulma secara acropetal dan terakumulasi di


daun (Ashton dan Craft, 1973). Ametrin bekerja dengan cara menghambat proses
fotosintesis dengan jalan menghambat transfer elektron hasil fotolisis air pada
reaksi Hill.
Untuk menghindari keracunan tebu akibat adanya aplikasi herbisida, harus
diperhatikan faktor -faktor yang mempengaruhi selektifitas herbisida tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi selektifitas herbisida adalah jenis herbisida,
volume semprot, ukuran butiran sempot dan waktu apliaksi (Tjitrosoedirdjo et al.,
1984). Waktu aplikasi memegang peranan penting, karena keracunan pada
tanaman tebu lebih besar apabila da un tebu sudah terbentuk.

Pembahasan Umum
Perlakuan dua formulasi herbisida diuron pada semua tingkat dosis efektif
dalam mengendalikan gulma hingga 12 MSA. Aplikasi herbisida diuron 50 % dan
80 % memberikan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dalam

menekan bobot kering gulma total, gulma rumput, gulma daun lebar dan gulma
dominan. Daya berantas diuron terlihat lebih baik pada gulma golongan daun
lebar dibandingkan dengan gulma golongan rumput. Menurut Thomson (1967)
diuron merupakan herbisida berspektrum luas, namun diuron lebih baik
mengendalikan gulma dari golongan daun lebar.
Moenandir (1988) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi
herbisida yang diterima oleh gulma akan meningkatkan penekanan herbisida
terhadap pertumbuhan gulma. Herbisida diuron yang digunakan dalam percobaan
ini efektif dalam mengendalikan gulma sasaran. Hal ini diduga oleh bahan aktif
yang cukup tinggi terkandung di dalam herbisida yang diaplikasikan. Selain itu
formulasi herbisida dalam bentuk cair dan padat diduga juga turut membantu
partikel herbisida diserap ke dalam tubuh tanaman.
Menurut Palm (1968) kelarutan herbisida di dalam tanah ditentukan oleh
jenis formulasi yang diberikan. Herbisida berbentuk padat lebih mudah larut di
dalam tanah daripada bentuk granular. Meskipun Akobundu (1984) menyatakan
bahwa herbisida yang diformulasikan dalam bentuk cair diharapkan untuk lebih
efektif dari formulasi padat karena molekul-molekul herbisida dalam formulasi ini
lebih halus dan lebih mudah untuk diserap oleh tumbuhan serta partikel tanah.
Namun konsentrasi bahan aktif yang lebih tinggi pada diuron 80 % meningkatkan
kecepatan absorbsi herbisida ini oleh gulma.
Diuron 80 % lebih efektif menekan pertumbuhan gulma, hal ini
disebabkan oleh kandungan bahan aktif dalam herbisida diuron 80 % lebih tinggi
dibandingkan dengan herbisida diuron 50 %. Efektivitas diuron sebagai herbisida
pra tumbuh sangat tergantung pada ketersediaan air dalam tanah. Anonim (1979)
menyatakan bahwa untuk mendapatkan efektivitas maksimum dari herbisida pra
tumbuh maka selama satu minggu setelah aplikasi kadar air tanah harus berada
pada kisaran 30 %. Efektivitas herbisida akan lebih baik pada tanah yang telah
diolah, karena biji gulma akan terangkat ke permukaan tanah dan dapat
dikendalikan dengan lebih baik.
Dari semua dosis yang digunakan, kedua formulasi herbisida diuron dan
ametrin yang diaplikasikan tidak menunjukkan adanya gejala keracunan pada

tanaman tebu dari awal hingga akhir pengamatan. Menurut Rochecouste (1967)
herbisida diuron secara umum tidak beracun saat diaplikasikan pada tanaman tebu
pada dosis yang direkomendasikan, meskipun herbisida ini mengenai permukaan
daun tanaman tebu, tetapi tidak akan menimbulkan gejala keracunan. Keracunan
pada tanaman tebu akibat aplikasi ametrin lebih besar apabila daun tebu sudah
terbentuk. Hal ini disebabkan ametrin lebih banyak diserap melalui daun tebu
daripada lewat akar (Ashton dan Monaco, 1991).

Respon

gulma

terhadap

efektivitas herbisida berbeda-beda dan kepekaan suatu jenis tumbuhan terhadap


herbisida dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah bentuk
permukaan daun tumbuhan, waktu aplikasi, umur gulma dan jenis herbisida
(Anonim, 1979).

DAFTAR PUSTAKA
Akobundu, I. O. 1984. Weed Science in The Tropics : Principles and Practices. A
Wiley Interscience Publications. John Wiley and Sons. p 262-265.
Anonim. 1979. Herbicide Handbook of The WSSA (4th ed.). Weed Science
Society of Amerika. Champaign, Illionis, USA. 479 p.
Ashton, F. M., G. C Klingman and L.J Noordhoff. 1982. Weed and Science :
Principles and Practices (2nd ed.). John Wiley and Sons, Inc. New York. p
257-259.
... and A. S. Craft. 1973. Mode of Action of Herbicides. John Wiley
and Sons, Inc. New York. 504 p.
... and T. J. Monaco. 1991. Weed Sc ience : Principles and Practices
(3rd ed). John Wiley and Sons, Inc. New York. 466 p.
Audus, L. J. 1976. Herbicides : Physiology, Biochemisrty & Ecology (2nd ed.
Volume 1). Academic Press. London. 608 p.
Barus, E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta. 103 hal.
Deptan. 2004. Perkembangan Pelaksanaan Program Akselerasi Peningkatan
Produktivitas Gula Dari Sisi Produksi Tebu Tahun 2004. www. Deptan.
go. Id / ditjenbun/ player/ INDEX. Html. 27 Januari 2006.
Hartati, M. 1998. Studi Efektivitas Herbisida Diuron Dalam Mengendalikan
Gulma pada Pertanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) Lahan Kering.
Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. (Tidak Dipublikasikan). 45 hal.
Isely, D. 1962. Weed Identification and Control. Iowa State University Press.
Ames, Iowa, USA. 400 p.
Kasasian, L. 1971. Weed Control in The Tropic. Leonard Hill Book Co., London.
307 p.
Kusnanto, U., R. Sukarji, T. L. Tobing. 1990. Pengendalian Gulma Secara
Terpadu pada Tanaman Kelapa Sawit. Kumpulan Makalah Pertemuan
Teknis Kelapa Sawit. Pekanbaru. 16 hal.
Kuntohartono. 1976. Keselektifan Ametrina Terhadap Beberapa Varietas Tebu.
Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 6-14.

Kuntohartono. 1987. Pergeseran Gulma di Kebun Tebu dan Penanggulangannya.


Balai Penelitian Perusahaan perkebunan Gula. Pasuruan. 7 hal.
Mercado, B. L. 1979. Introduction to Weed Science. Southeast Asia Regional
Centre for Graduate Study and Research in Agriculture. p 37-69.
Moenandir, J. 1988. Fisiologi Herbisida
Pers. Jakarta. 143 hal.

(Ilmu Gulma: Buku II).

Rajawali

Murwandono. 1984. Survei Gulma di Proyek Gula Camming. Prosiding


Pertemuan Teknis Tengah Tahunan II Lahan Kering di Luar Jawa Tahun
1984. Pasuruan hal 123-131.
Nasution, U. 1986. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatra
Utara dan Aceh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Tanjung
Morawa (P4TN). PT Gramedia Jakarta. 225 hal.
Palm, C. E. 1968. Weed Control. Subcomittee on Weed Control on Plant and
Animal Pests Agricultural Board National Research Council. National
Academy of Science. Washington D. C. 471 p.
Peng, S. Y. 1984. The Biology and Control of Weeds in Sugarcanes. Elsevier
Science Publishing Company Inc. New York. 336 p.
Radosevich, S., Jodie Holt., Claudio G. 1997. Weed Ecology : Implication for
Management (2nd ed.). John Wiley and Sons, Inc. USA. 589 p.
Rochecouste, E. 1967. Weed Control in Sugarcane : Research and Application.
Mauritius Sugar Industry Research. Reduit. Mauritius. 117 p.
Sastroutomo, S. S. 1990. Ekologi Gulma. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
254 hal.
Shurtleff, M., T. W. Fermanian dan R. Randell. 1987. Controlling Turfgrass Pests.
Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. 449 p.
Soediatso, S. 1983. Bertanam Tebu. Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 42 hal.
Sukman, Yarnelis dan Yakup. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya.
Rajawali Pers. Jakarta. 157 hal.
Sumintapura, A. Z dan I. Soeratno. 1975. Herbisida dan Pemakaiannya. Bagian
Ilmu Produksi Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran.
Bandung. Hal 15-77.
Sutiyoso, S. 1988. Penggunaan Herbisida di Lahan Kering. Dalam Prosiding
Seminar HIGI-UNILA. Hal 53-65.

Tarmani. P, Darma nto. H dan Agresiana. M. 1984. Gulma di Kebun Tebu di


Sumatera Utara. Prosiding Pertemuan Teknis Tengah Tahunan II Lahan
Kering di Luar Jawa Tahun 1984. Pasuruan hal 116-120.
Thomson, W. T. 1967. Agricultural Chemicals. Book II Herbicides (1967 rev.).
Thomson Publications. Davis, California, USA. P 163-166.
Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo dan J. Wiroatmodjo (Eds). 1984. Pengelolaan
Gulma di Perkebunan. Kerjasama Biotrop Bogor PT. Gramedia. Jakarta.
225 hal.
Utomo, I. H., A. P. Lontoh., S. Zaman dan D. Guntoro. 1998. Panduan Praktikum
Pengendalian Gulma. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Dipublikasikan). 24 hal.
Wudianto, R. 2004. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta. 83
hal.
Yani, S. 2004. Pengaruh Jarak Tanam dan Varietas Tebu Terhadap Pertumbuhan
Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.). Skripsi. Jurusan Budidaya
Pertanian. Faperta IPB. Bogor. Hal 1-6.
Zaenudin. 1996. Efisiensi Penggunaan Herbisida Melalui Cara -cara Aplikasi yang
Benar. Warta BPP Jember. Hal 8-34.

LAMPIRAN

Tabel Lampiran 1. Sidik Ragam Persentase Penutupan Gulma Total


Parameter
(MSA)

10

12

Keterangan:

Ulangan
Dosis
Galat
Total

Derajat
Bebas
2
9
18
29

Jumlah
Kuadrat
1.89206000
56.23640333
5.18600667
63.31447000

Kuadrat
Tengah
0.94603000
6.24848926
0.28811148

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

1.76152667
58.52721333
5.64560667
65.93434667

0.88076333
6.50302370
0.3136448

2.81+
20.73* *

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

1.95940667
55.88048000
5.19786000
63.03774667

0.97970333
6.20894222
0.28877000

3.39*
21.50* *

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

3.21122000
49.45394667
4.01171333
56.67688000

1.60561000
5.49488296
0.22287296

7.20* *
24.65 **

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

2.59074667
53.17348333
2.31618667
58.08041667

1.29537333
5.90816481
0.12867704

10.07* *
45.91* *

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

0.90354667
65.11327000
2.00792000
68.02473667

0.45177333
7.23480778
0.11155111

4.05*
64.86* *

Sumber

Nilai F

Pr > F

3.28+
21.69* *

0.0609
0.0001

KK
(%)

20.11
0.0868
0.0001
19.48

0.0562
0.0001
16.85

0.0050
0.0001
12.58

0.0012
0.0001
8.08

0.0353
0.0001

- ** =Berpengaruh nyata pada taraf 1%


- * =Berpengaruh nyata pada taraf 5%
- + =Berpengaruh nyata pada taraf 10%

Tabel Lampiran 2. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Total

5.99

Keterangan:

- ** =Berpengaruh nyata pada taraf 1%

Parameter
(MSA)

Sumber

Ulangan
Dosis
Galat
Total

Derajat
Bebas
2
9
18
29

Jumlah
Kuadrat
0.03750000
21.18392000
0.80670000
22.02812000

Kuadrat
Tengah
0.01875000
2.35376889
0.04481667

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

2.33142000
27.89080333
8.22484667
38.44707000

1.16571000
3.09897815
0.45693593

2.55+
6.78* *

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

0.55188667
56.90052000
7.30178000
64.75418667

0.27594333
6.32228000
0.40565444

0.68tn
15.59* *

12

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

0.52690667
55.53452000
6.54636000
62.60778667

0.26345333
6.17050222
0.36368667

0.72tn
16.97* *

Nilai F

Pr > F

0.42tn
52.52* *

0.6644
0.0001

KK
(%)

15.30

0.1058
0.0003
29.15

0.519
0.0001

17.74

0.4982
0.0001
16.40

- + =Berpengaruh nyata pada taraf 10%


- tn =Tidak berbeda nyata

Tabel Lampiran 3. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Rumput Total


Parameter
(MSA)

Sumber

Ulangan
Dosis
Galat
Total

Derajat
Bebas
2
9
18
29

Jumlah
Kuadrat
0.09268667
6.85692000
0.69918000
7.64878667

Kuadrat
Tengah
0.04634333
0.76188000
0.03884333

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

1.00616667
17.47260000
5.77570000
24.25446667

0.50308333
1.94140000
0.32087222

1.57tn
6.05 **

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

0.28842667
27.15314667
6.72617333
34.16774667

0.14421333
3.01701630
0.37367630

0.39tn
8.07 **

12

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

0.54144667
31.26921333
9.89748667
41.70814667

0.27072333
3.47435704
0.54986037

0.49tn
6.32 **

Keterangan:

- ** =Berpengaruh nyata pada taraf 1%


- tn =Tidak berbeda nyata

Nilai F

Pr > F

1.19tn
19.61* *

0.3262
0.0001

KK
(%)

16.15

0.2357
0.0006
29.87
0.6853
0.0001
22.38

0.6192
0.0005
26.59

Tabel Lampiran 4. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Daun Lebar Total
Parameter
(MSA)

Sumber

Ulangan
Dosis
Galat
Total

Derajat
Bebas
2
9
18
29

Jumlah
Kuadrat
0.00024667
10.67920333
0.19548667
10.87493667

Kuadrat
Tengah
0.00012333
1.18657815
0.01086037

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

0.95608667
9.64741333
5.78964667
16.39314667

0.47804333
1.07193481
0.32164704

1.49tn
3.33* *

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

0.65414000
33.14041667
7.29959333
41.09415000

0.32707000
3.68226852
0.40553296

0.81tn
9.08* *

12

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

1.98666000
24.37456333
2.27360667
28.63483000

0.99333000
2.70828481
0.12631148

7.86tn
21.44**

Keterangan:

Nilai F

Pr > F

0.01t n
109.3* *

0.9887
0.0001

KK
(%)

8.39

0.2527
0.0142
34.47

0.4619
0.0001
25.83

0.0035
0.0001
13.95

- ** =Berp engaruh nyata pada taraf 1%


- tn =Tidak berbeda nyata

Tabel Lampiran 5. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens


Parameter
(MSA)

12

Keterangan:

Jumlah
Kuadrat
0.00008667
0.56829667
0.09171333
0.66009667
0.40402667
4.42901667
1.96457333
6.79761667
1.46826000
5.17748000
5.64034000
12.28608000

Kuadrat
Tengah
0.00004333
0.06314407
0.00509519

Nilai F

Pr > F

Ulangan
Dosis
Galat
Total
Ulangan
Dosis
Galat
Total
Ulangan
Dosis
Galat
Total

Derajat
Bebas
2
9
18
29
2
9
18
29
2
9
18
29

0.01 tn
12.39* *

0.9915
0.0001

0.20201333
0.49211296
0.10914296

1.85 tn
4.51* *

0.73413000
0.57527556
0.31335222

2.34+
1.84+

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

1.01660667
7.62636333
8.69732667
17.34029667

0.50830333
0.84737370
0.48318481

1.05 tn
1.75 +

Sumber

- ** =Berpengaruh nyata pada taraf 1%


- + =Berpengaruh nyata pada taraf 10%
- tn =Tidak berbeda nyata

KK
(%)

6.67
0.1858
0.0032
24.44
0.1246
0.1303
28.59

0.3698
0.1484
33.11

Tabel Lampiran 6. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Borreria alata


Parameter
(MSA)
2

12

Keterangan:

Ulangan
Dosis
Galat
Total

Derajat
Bebas
2
9
18
29

Jumlah
Kuadrat
0.00132667
0.67353333
0.02880667
0.70366667

Kuadrat
Tengah
0.00066333
0.07483704
0.00160037

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

0.89502000
4.31173667
5.34271333
10.54947000

0.44751000
0.47908185
0.29681741

1.51 tn
1.61 tn

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

1.82722667
12.96132000
6.52524000
21.31378667

0.91361333
1.44014667
0.36251333

2.52+
3.97**

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

0.68968667
11.11833667
4.32111333
16.12913667

0.34484333
1.23537074
0.24006185

1.44 tn
5.15 **

Sumber

Nilai F

Pr > F

0.41 tn
46.76* *

0.6668
0.0001

KK
(%)

3.75

0.2481
0.1850
38.89
0.1084
0.006
31.90

0.2638
0.0016
24.97

- ** =Berpengaruh nyata pada taraf 1%


- + =Berpengaruh nyata pada taraf 10%
- tn =Tidak berbeda nyata

Tabel Lampiran 7. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma


Parameter
(MSA)
2

12

Keterangan:

Ulangan
Dosis
Galat
Total
Ulangan
Dosis
Galat
Total

Derajat
Bebas
2
9
18
29
2
9
18
29

Jumlah
Kuadrat
0.03122667
2.87093667
0.34197333
3.24413667
0.01286000
1.02738667
0.12467333
1.16492000

Kuadrat
Tengah
0.01561333
0.31899296
0.01899852

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

0.00074667
7.44100333
2.11358667
9.55533667

0.00037333
0.82677815
0.11742148

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

0.03922667
2.25894667
1.46917333
3.76734667

0.01961333
0.25099407
0.08162074

Sumber

0.00643000
0.11415407
0.00692630

- ** =Berpengaruh nyata pada taraf 1%


- tn =Tidak berbeda nyata
- * = Berpengaruh nyata pada taraf 5%

KK
(%)

Nilai F

Pr > F

0.82tn

0.4555
0.0001

12.39

0.4133
0.0001

7.27

0.00tn
7.04**

0.9968
0.0002

24.40

0.24tn
3.08 *

0.7889
0.0203

21.79

16.79* *
0.93tn
16.48* *

Tabel Lampiran 8. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Cyperus kyllingia


Parameter
(MSA)

12

Keterangan:

Ulangan
Dosis
Galat
Total

Derajat
Bebas
2
9
18
29

Jumlah
Kuadrat
0.05304667
2.10001333
0.47188667
2.62494667

Kuadrat
Tengah
0.02652333
0.23333481
0.02621593

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

0.51338000
2.17921667
2.44595333
5.13855000

0.25669000
0.24213519
0.13588630

1.89tn
1.78+

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

0.28268667
6.42568000
3.80038000

0.14134333
0.71396444
0.21113222

0.67tn
3.38**

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

10.50874667
0.12498667
0.96812000
0.66168000
1.75478667

0.06249333
0.10756889
0.03676000

1.70**
2.93*

Sumber

- ** =Berpengaruh nyata pada taraf 1%


- * =Berpengaruh nyata pada taraf 5%
- + =Berpengaruh nyata pada taraf 10%
- tn =Tidak berbeda nyata

Nilai F

Pr > F

1.01tn
8.90**

0.3834
0.0001

KK
(%)

14.66

0.1800
0.1419
30.09
0.5243
0.0133
32.79

0.2107
0.0251
17.74

Tabel Lampiran 9. Sidik Raga m Jumlah Anakan


Parameter
(MSA)

10

12

Ulangan
Dosis
Galat
Total

Derajat
Bebas
2
9
18
29

Jumlah
Kuadrat
2.32266667
5.55866667
2.31733333
10.19866667

Kuadrat
Tengah
1.16133333
0.61762963
0.12874074

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

0.73866667
5.36533333
9.31466667
15.41866667

Ulangan
Dosis
Galat
Total
Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29
2
9
18
29

Ulangan
Dosis
Galat
Total

2
9
18
29

Sumber

Keterangan: -

**

KK
(%)

Nilai F

Pr > F

9.02**
4.80**

0.0019
0.0023

0.36933333
0.59614815
0.51748148

0.71 tn
1.15 tn

0.5032
0.3794

0.88800000
7.31866667
10.36533333
18.57200000
0.97866667
8.03200000
11.20800000
20.21866667

0.44400000
0.81318519
0.57585185

0.77 tn
1.41 tn

0.4772
0.2543

0.48933333
0.89244444
0.62266667

0.79 tn
1.43 tn

0.4707
0.2460

0.81066667
6.56133333
9.40266667
16.77466667

0.40533333
0.72903704
0.52237037

0.78 tn
1.40 tn

22.33

27.95

26.53

25.51
0.4751
0.2609
19.82

=Berpengaruh nyata pada taraf 1%


tn

=Tidak berpengaruh nyata

Tabel 10. Korelasi Antara Gulma Dominan Dengan Kelompok Gulma


Waktu

Kelompok
Gulma

D.
adscendensX

B.
alataX

C. rutidosperma X

C.
kyllingiaX

2
MSA

GK

0.98**

0.99**

0.99**

0.99**

GT

0.98**

0.98**

0.99**

0.99**

4
MSA

GK

0.96**

0.94**

0.88**

0.90**

GT

0.95**

0.79**

0.98**

0.88**

8
MSA

GK

0.88**

0.97**

0.92**

0.94**

GT

0.76**

0.95**

0.91**

0.87**

12
MSA

GK

0.96**

0.98**

0.96**

0.91**

GT

0.96**

0.91**

0.98**

0.90**

Keterangan :

GK = Gulma Kelompok
GT = Gulma Total
X = Dikorelasikan dengan biomassa spes ies pada satuan waktu
yang sama

pengamatan

U
Ulangan I

Ulangan III

P1

P7

P10

P3

P5

P7

P5

P9

P8

P6

P2

P9

P2

P8

P1

P4

P10

P6

P6

P4

P2

P7

P1

P8

P3

P10

P5

P9

P3

P4

Gambar Lampiran 1. Denah Petak Percobaan


Keterangan:
P1 = Diuron 50 % dengan dosis 1 l/ha
P2 = Diuron 50 % dengan dosis 2 l/ha
P3 = Diuron 50 % dengan dosis 3 l/ha
P4 = Diuron 80 % dengan dosis 1 kg/ha
P5 = Diuron 80 % dengan dosis 2 kg/ha
P6 = Diuron 80 % dengan dosis 3 kg/ha
P7 = Ametrin 50 % dengan dosis 2 l/ha
P8 = Ametrin 80 % dengan dosis 2 kg/ha
P9 = Manual
P10 = Kontrol

Ulangan II

Anda mungkin juga menyukai