AGROTEKNOS
Volume 3 Nomor 3
Nopember 2013
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
J. Agroteknos Vol. 3 No. 3 Hal: 127-188 Kendari, Nopember 2013 ISSN: 2087-7706
JURNAL AGROTEKNOS
ISSN: 2087-7706
Redaksi Ahli:
Prof. Dr. Sahta Ginting (Kesuburan Tanah-UNHALU)
Prof. Dr. Sylvia Sjam (Entomologi-UNHAS)
Prof. Dr. Elka Wakib Syamun (Fisiologi Tanaman-UNHAS)
Prof. Dr. Andi Bahrun (Agrohidrologi-UNHALU)
Prof. Dr. Muhammad Taufik (Fitopatologi-UNHALU)
Dr. I Gusti Ray Sadimantara (Pemuliaan Tanaman-UNHALU)
Dr. Fransiscus S. Rembon (Pengelolaan Tanah-UNHALU)
Dr. Suaib (Pemuliaan Tanaman-UNHALU)
Dr. Teguh Wijayanto (Bioteknologi Tanaman-UNHALU)
Redaksi Pelaksana:
Dr. Gusti Ayu Kade Sutariati, Dr. La Ode Muhammad Harjoni Kilowasid, Asniah, M.Si,
Syamsu Alam, M.Sc
Bendahara:
Tresjia C. Rakian, M.P
Adminisitrasi:
Arsy Aysyah Anas, M.P, Asmar Hasan, M.P, Wahyu Arif Sudarsono, M.Si
Jurnal Agroteknos diterbitkan sebagai media komunikasi dan forum pembahasan ilmiah
masalah pertanian, khususnya dibidang ilmu dan teknologi: budidaya tanaman, pengendalian
organisme pengganggu tumbuhan, dan pengelolaan sumberdaya alam pertanian. Artikel yang
dipertimbangkan pemuatannya berupa hasil penelitian atau telaah (review) yang belum pernah
diterbitkan atau tidak sedang menunggu diterbitkan pada publikasi lain. Dewan penyunting
berhak memperbaiki naskah yang akan dimuat tanpa mengubah maksud dan isinya. Jurnal
Agroteknos terbit tiga kali setahun yakni pada bulan Maret, Juli dan Nopember.
JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013
Vol. 3 No. 3. Hal 127-132
ISSN: 2087-7706
ABSTRACT
The aim of the research was to study the effect of several glyochompost's dosages on
the growth and production of chilli. The research was carried out in Lamomea Village,
District Konda, Konawe, Southeast Sulawesi, from December 2012 to February 2013. This
research was arranged on completely randomized block design consisted of 4 treatments,
i.e : without glyochompost (Go), glyochompost 30 g (G1), glyochompost 40 g (G2) and
glyochompost 50 g (G3) per 20 kg soils. Analysis of variance (ANOVA) was used for statistical
data analysis. Duncan's Multiple Range Test (DMRT) was applied to determine the
significantly diferent among treatment with 95% convidence level. The results of the
research showed that : (1) glyochompost effectively influenced the plant hight, total
productive branch, total numbers and chillis weight, (2) Applications of glyochompost 50 gr
per 20 kg soils have given the best influence on growth and production of chilli plants.
Key words: chilli, growth, glyochompost, plants, production
yang nyata terhadap tinggi tanaman cabe tanaman diuji dengan Uji Jarak Berganda
merah pada saat tanaman berumur 20, 30, Duncan pada taraf kepercayaan 95%. Hasil
40, 50, 60, dan 70 hari sesudah tanam. Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf
Perbedaan pengaruh berbagai dosis kepercayaan 95% pengaruh berbagai dosis
gliokompos terhadap tinggi tanaman cabe gliokompos terhadap tinggi tanaman Cabe
merah pada setiap fase pertumbuhan disajikan pada Tabel 1.
50, 60, dan 70 hari sesudah tanam. menghasilkan cabang produktif yang lebih
Perbedaan pengaruh berbagai dosis sedikit adalah tanaman cabe yang tidak
gliokompos terhadap jumlah cabang memperoleh gliokompos.
produktif tanaman cabe merah diuji Setyorini et al. (2006) menyatakan bahwa
dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada aktifitas berbagai mikroorganisme di dalam
taraf kepercayaan 95%. Hasil Uji Jarak kotoran ternak (gliokompos dari pupuk
Berganda Duncan pada taraf kepercayaan kandang) menghasilkan hormon-hormon
95% pengaruh berbagai dosis gliokompos pertumbuhan, misalnya auksin, giberalin,
terhadap jumlah cabang produktif tanaman dan sitokinin yang memacu pertumbuhan
cabe disajikan pada Tabel 2. organ tanaman seperti batang, jumlah
Tabel 2. Rata-rata jumlah cabang produktif
cabang, dan perkembangan akar-akar
tanaman cabai pada berbagai dosis rambut sehingga daerah pencarian
gliokompos makanan lebih luas. Pernyataan ini sejalan
dengan pendapat Fatmawati (2009) yang
Gliokompo Jumlah cabang produktif menyatakan bahwa kotoran ternak setelah
s (cabang) terinkubasi merupakan bahan yang
(g/20k 50 60 70 mengandung banyak unsur hara.
g hs hs hs Keuntungan penambahan mikroorganisme
tanah) t t t efektif sebagai bioaktivator adalah
10,3 diantaranya: mempercepat dekomposisi
G0 = 0 2,4 c 4,1 d d bahan-bahan organik secara fermentasi,
11,4 15,0 melarutkan P(Phospat) yang tidak tersedia
G1 = 30 5,6 b c c menjadi bentuk P yang tersedia bagi
15,3 19,6 tanaman, mengikat nitrogen udara,
G2= 40 8,0 b b b menghasilkan berbagai enzim dan hormon
12,0 18,0 22,9 bagi senyawa bioaktif untuk pertumbuhan.
G3 = 50 a a a Jumlah Buah Cabai. Hasil penelitian
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh menunjukkan bahawa pemberian berbagai
huruf yang tidak sama pada kolom dosis gliokompos memberikan pengaruh
sama, berbeda nyata pada uji Jarak
yang nyata terhadap jumlah buah tanaman
Berganda Duncan dengan taraf
kepercayaan 95% cabe merah pada saat tanaman berumur
70, 80, dan 90 hari sesudah tanam.
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada saat Perbedaan pengaruh berbagai dosis
tanaman cabe berumur 50 hari sesudah gliokompos terhadap jumlah buah tanaman
tanam menunjukkan bahwa tanaman cabe cabe merah pada saat tanaman berumur
yang menghasilkan cabang produktif yang 70, 80, dan 90 hari sesudah tanam diuji
paling banyak adalah tanaman cabe pada dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada
perlakuan G3 dan berbeda nyata dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil Uji Jarak
perlakuan G2, G1, dan G0, sedangkan Berganda Duncan pada taraf kepercayaan
tanaman cabe yang mempunyai cabang 95% pengaruh berbagai dosis gliokompos
produktih yang lebih sedikit adalah terhadap jumlah buah tanaman Cabe
tanaman cabe yang tidak memperoleh disajikan pada Tabel 3.
gliokompos (G0), yang berda nyata dengan
Tabel 3. Rata-rata jumlah buah cabai pada
perlakuan G1, G2, dan G3. Pada saat tersebut
berbagai dosis gliokompos
perlakuan G1 tidak berbeda nyata dengan
perlakuan G2. Pada saat tanaman berumur Gliokompo Jumlah buah cabai (buah)
60 dan 70 HST, menunjukkan bahwa s pada pengamatan
perlakuan berbagai dosis gliokompos (g/20k ke..HST
menunjukkan perbedaan yang nyata. g
Perlakuan yang memberikan pengaruh tanah) 70 80 90
yang lebih baik terhadap peningkatan 11,2 10,9
jumlah cabang produktif adalah perlakuan G0 = 0 9,8 c d d
G3 dan berbeda nyata dengan perlakuan G2, 14,6 18,3 21,3
G1, dan G0, sedangkan tanaman cabe yang G1 = 30 b c c
131 Safuan et al.
J. Agroteknos
ABSTRACT
The research to study the effects of arbuscular mycorrhiza fungi (AMF) and organic
nutrients to enhance the growth of chili has been conducted in Experimental Field, Faculty of
Animal Husbandry and laboratory of Agrotechnology, Halu Oleo University, from June to
November 2012. The research was based on the split-plot design with a randomized block
design pattern (RAK) of two factors: Organic Nutrition as the main plot and AMF as subplot.
Organic nutrients as the main plot consisted of three levels, namely: without organic
nutrition (S0), 1 mL L-1 of water (S1) and 2 mL L -1 of water (S2); and AMF dose as subplot
consisted of three levels, namely: without AMF (M0), 5 g plant-1 (M1) and 10 g plant-1 (M2).
therefore, there were 9 combinations of treatments and each treatment combination was
repeated three times to obtain 27 experimental units. Each variable was analyzed by
analysis of variance, then followed by Duncan's Multiple Range Test (UJBD) at 95%
confidence level. The results of research indicated that the best interaction of AMF and
organic nutient treatment was 10 g AMF plant-1 (M2) and 2 mL L-1 (S2) of organic nutrients.
This treatment combination can improve growth on variables: leaf area, leaf area index and
yield index of the chili plants. The best treatment for AMF independently was at 10 g plant-1
(M2) because it can promoted growth of plant height of the chili plants. The best treatment
for organic matter independently was at 2 mL L-1(S2), because it can promoted growth of
plant height of the chili plants.
Keywords: FMA, organic nutrition, growth, chili
produktivitas tanaman akibat luasan lahan menyatakan bahwa pemberian melalui daun
yang tidak diimbangi dengan kesuburan tanah dapat mempercepat absorbsi senyawa pada
yang baik, penguasaan teknik budidaya yang tanaman dan efektif menanggulangi
kurang serta serangan hama dan penyakit. kekurangan unsur mikro. Nutrisi organik
Sulawesi Tenggara adalah salah satu wong tani dapat meningkatkan pertumbuhan
daerah dengan potensi lahan kering yang tanaman terutama pada daun, memicu
cukup luas dengan dominasi jenis tanah munculnya tunas, bunga, meningkatkan
ultisol. Hardjowigeno (2003), problema tanah pertumbuhan batang (pembelahan sel) serta
ultisol adalah reaksi tanah masam, kandungan akar akan berkembang pesat (Ardian, 2009).
Al tinggi dan unsur hara rendah. Oleh karena
itu, perlu adanya input teknologi sebagai BAHAN DAN METODE
upaya peningkatan kesuburan tanah dalam Bahan dan Alat. -Bahan yang digunakan
meningkatkan produktivitas tanah dan dalam penelitan ini yaitu bibit cabai merah
tanaman. Salah satu input teknologi tersebut besar varietas Wibawa F1, Fungi Mikoriza
yaitu penggunaan Fungi Mikoriza Arbuskula Arbuskula (FMA), Nutrisi Organik (Wong
(FMA). FMA merupakan alternatif teknologi Tani), pupuk kandang sapi. Alat-alat yang
yang dikembangkan pada budidaya tanaman digunakan dalam penelitian ini yaitu polybag
lahan kering yang secara efektif dapat ukuran 8 cm x 12 cm, cangkul, sabit, parang,
meningkatkan penyerapan unsur hara makro patok, mulsa plastik, timbangan analitik,
dan mikro. Selain itu, akar tanaman yang meteran, hand sprayer, ember, tali rafia, gelas
bermikoriza dapat menyerap unsur hara yang ukur kimia, mistar, jangka sorong, amplop
berbentuk terikat seperti hara P menjadi kopy, oven listrik, pisau, kamera dan alat tulis
tersedia bagi tanaman (Setiadi, 1989; Anas, menulis.
1997; Mulyati dan Sinwin, 2010). Rancangan Percobaan. Percobaan
Selain berbagai keuntungan penggunaan lapangan disusun berdasarkan rancangan
FMA terhadap tanah dan tanaman khususnya petak terpisah (RPT) dengan pola rancangan
dalam penyerapan unsur hara, namun FMA acak kelompok (RAK) sebagai ulangan.
juga memiliki kekurangan yakni tidak dapat Percobaan ini terdiri atas dua faktor yaitu
menyediakan seluruh unsur maupun nutrisi Nutrisi Organik sebagai petak utama terdiri
yang dibutuhkan oleh tanaman pada waktu dari tiga taraf uji yaitu tanpa Nutrisi Organik
yang bersamaan. Oleh karena itu, penambahan (S0), 1 mL L-1 air (S1) dan 2 mL L air (S2) dan
nutrisi organik lain menjadi alternatif dalam FMA sebagai anak petak terdiri atas tiga taraf
melengkapi kebutuhan nutrisi yang uji yaitu tanpa FMA (Mo), 5 g tan-1 (M1) dan 10
dibutuhkan oleh tanaman. Salah satu nutrisi g tan-1 (M2). Setiap taraf dari faktor dosis FMA
tersebut dapat dibantu dengan memberikan dikombinasikan dengan setiap taraf dari
Nutrisi Organik Wong Tani. faktor dosis Nutrisi Organik. Oleh karena itu,
Nutrisi merupakan salah satu bahan /unsur terdapat 9 kombinasi perlakuan. Setiap
yang dibutuhkan tanaman dalam kombinasi taraf diulang 3 kali sehingga
pertumbuhan dan perkembangannya. Nutrisi keseluruhan terdapat 27 unit percobaan.
organik dapat diaplikasikan melalui daun
tanaman karena mengandung senyawa- HASIL DAN PEMBAHASAN
senyawa yang secara langsung dapat
dimanfaatkan oleh tanaman dalam proses Tinggi.
fotosintesis. Lebih lanjut, Martin (2000)
Tabel 1. Pengaruh mandiri nutrisi organik terhadap tinggi tanaman cabai merah besar (cm) umur 48
HST.
P Q P
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama (a-b) dan baris
yang sama (p-q) berbeda nyata padaUJBD 0,05
Tabel 5. Pengaruh interaksi FMA dan nutrisi organik terhadap nilai indeks panen tanaman cabai merah
besar
merah besar serta perlu adanya penambahan Setiadi, 1989. Pemanfaatan Mikroorganisme
pupuk NPK sebagai pupuk dasar. dalam Kehutanan. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi IPB. Bogor.
DAFTAR PUSTAKA Solahuddin. S., 1993. Pengaruh inokulasi VAM
rhizobium terhadap pertumbuhan dan
Anas. I., 1997. Bioteknologi Tanah.
hasil kedelai. Majalah Ilmiah Universitas
Laboratorium Biologi Tanah. Jurusan
Halu Oleo. Kendari.
Tanah. Fakultas Pertanian. IPB.
Widawati, S. dan Sulisih, 1999. Status Jamur
Ardian, D., 2009. Hormon Wong Tani. (Online),
Mikoriza Vesikular-Arbuskular dan Bakteri
(http://npkjagotani.com/produk-terlaris-
Pelarut Fosfat pada Perakaran Beberapa
2/hormon-wong-tani/. Diakses tanggal 31
Tanaman dan Tanah dari Hutan Taman
Januari 2012).
Nasional Bukit Barisan Selatan.
Aryulina, D., 2011. Fungsi hormon dan vitamin
(Online),(http://ajo-
bagi tumbuhan. (Online),
biob.blogspot.com/2009/06/lichenes-dan-
(http://artikelterbaru.com/pendidikan/fu
mikoriza.html.Diakses tanggal 31 Januari
ngsi-hormon-dan-vitamin-untuk-
2012).
tumbuhan-20111107.html. Diakses tanggal
31 Januari 2012).
Badan Pusat Statistik Indonesia, 2012.
Statistik Indonesia 2012. Jakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi
Tenggara, 2012. Sulawesi Tenggara dalam
Angka 2012. Kendari.
Erliana, 2006. Pengaruh Pemberian Pupuk
Kandang dan Periode Penyiraman terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Cabai Merah
(Capsicum annuum L.). Skripsi Sarjana,
Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo.
Kendari.
Fermin, uli., 2013. Pertumbuhan dan Produksi
Jagung (Zea mays L.) dan Kacang Tanah
(Arachis hypogaea L.) melalui Pemberian
Nutrisi Organik dan Waktu Tanam dalam
Sistem Tumpangsari. Skripsi Sarjana,
Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.
Kendari.
Gardner. F., Breant Pearce dan roger L., 1991.
Fisisologi Tanaman Budidaya. Universitas
Indonesia. Jakarta.
Hardjowigeno, H., 2003. Ilmu tanah.
Akademika Presindo, Jakarta.
Martin. 2000. Harper Review Chemistry.
California CBA. California.
Mulyati dan Sinwin, 2010. Kontribusi
Pemanfaatan Pupuk Organik Kascing dan
Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan dan
Serapan Fosfor pada Jagung.
(Online),(http://ajo-
biob.blogspot.com/06/lichenes-dan-
mikoriza.html. Diakses tanggal 26 Januari
2012).
Sastrahidayat, I.R., 1995. Study rekayasa
tekhnologi pupuk hayati mikoriza.
Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya
JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013
Vol. 3 No. 3. Hal 139-143
ISSN: 2087-7706
UJI POTENSI TRICHODERMA INDIGENOUS SULAWESI TENGGARA
SEBAGAI BIOFUNGISIDA TERHADAP Phytophthora capsici SECARA IN-
VITRO
ABSTRACT
This research was conducted in the Laboratory of Plant Pest and Disease, Department
of Agrotecnologi, Faculty of Agriculture, Halu Oleo University Kendari, from May to August
2013. This study aimed to evaluate potential Trichoderma isolates indigeneous Southeast
Sulawesi as biofungicide against Phytophthora capsici and Fusarium oxysporum in-vitro. The
potential inhibitory test used multiple testing methods on PDA medium. The research design
was a completely randomized design (CRD) consisting of 11 treatments (trichoderma
isolates) with three replications. Variables measured were the inhibition of trichoderma
indigeneous on the growth of P. capsici and F. oxysporum. Results of the experiment showed
that the trichoderma isolates were potential as biofungicide of P. capsici and F. oxysporum
because they were able to inhibit the growth of pathogens in-vitro. All trichoderma isolates
tested had the same potential as biofungicide against P. capsici, and isolate DKT, BPS, LKA,
ASL, LTB, APS, DPA, LKO and DKP has the best potential as biofungicide against pathogenic F.
oxysporum in-vitro.
Keywords: F. oxysporum, inhibitory, indigenous of Southeast Sulawesi, P. capsici,
trichoderma
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan
uji jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan trichoderma indigenous. Trichoderma spp.
persentase daya hambat 11 isolat merupakan salah satu cendawan tanah yang
Trichoderma spp. terhadap P. capsici bersifat saprofit dan antagonis pada
berpengaruh tidak nyata pada pengamatan 1 cendawan patogen misalnya, P. infestan
HSI, 3 HSI, 4 HSI, 5 HSI, 6 HSI dan 7 HSI dan penyebab penyakit busuk daun dan umbi
berpengaruh nyata pada 2 HSI. Histogram kentang (Purwantisari, 2009), Pythium sp.
yang menunjukan perbedaan yang nyata penyebab penyakit rebah kecambah pada
pada pengamatan 2 HSI disajikan sebagai bibit durian (Octriana, 2011) dan F.
berikut: oxysporum penyebab penyakit layu pada
tanaman tomat (Taufik, 2008).
Berdasarkan hasil pengamatan uji antagonis
Trichodrma spp. terhadap P. capsici
memperlihatkan bahwa pertumbuhan jari-
jari koloni patogen kearah titik tengah
medium PDA lebih lambat dibanding
pertumbuhan Trichoderma spp. Purwantisari
dan Hastuti (2009) menyatakan bahwa
Trichoderma sp. merupakan jenis yang
potensial untuk pengendalian penyakit
secara hayati. Hasil penelitian yang telah
Gambar 1. Histogram daya hambat Trichoderma dilakukan mendukung pendapat tersebut
spp. terhadap P. capsici 2 HSI secara in- dimana ke-11 isolat Trichoderma spp. yang
vitro. diuji mampu menghambat pertumbuhan P.
Gambar 1. Menunjukan bahwa perlakuan capsici di medium PDA secara in-vitro.
P1T1 yang merupakan Trichoderma spp. isolat Berdasarkan hasil pengamatan terlihat
DKT yang memiliki daya hambat tertinggi bahwa semua isolat Trichoderma spp. yang
dibanding perlakuan lainnya pada 2 HSI yaitu diujikan memiliki kemampuan dalam
sebesar 41,64% dan yang terendah menekan pertumbuhan patogen uji (Tabel 1).
diperlihatkan oleh perlakuan P1T8 yang Hal ini mengindikasikan Trichoderma spp.
merupakan trichoderma isolat LKP yaitu indigenous Sulawesi Tenggara mampu
sebesar 9,91%. Seperti halnya dengan memanfaatkan nutrisi, ruang, serta diduga
pengamatan 2 HSI, pengamatan yang lain mampu menghasilkan senyawa antibiosis
juga memperlihatkan bahwa isolat DKT yang dan memarasit cendawan patogen yang
memilki nilai penghambatan tertinggi menyebabkan terhambatnya perkembangan
terhadap P. capsici namun tidak berbeda patogen.
dngan pengamatan lainnya hingga Trichoderma spp. yang diuji memiliki
pengamatan akhir oleh karena itu dianggap perbedaan kemampuan dalam melakukan
bahwa semua isolat trichoderma berpotensi aktivitas penghambatan terhadap P. capsici.
sebagai biofungisida terhadap P. capsici Perbedaan tersebut diduga karena
secara in-vitro perbedaan karakter setiap isolat
Phytophthora capsici penyebab Busuk Trichoderma spp. yang berkaitan dengan
Pangkal Batang (BPB) merupakan patogen kecepatan pertumbuhannya pada medium
tular tanah yang sering menginfeksi serta mekanisme dalam aktivitas daya
pertanaman lada di Sulawesi Tenggara. hambatnya terhadap P. capsici (Tabel 1).
Solusi pengendaliaan yang lebih efektif dan Menurut Djafaruddin (2000) faktor penting
ramah lingkungan dalam mengendalikan yang menentukan aktivitas mikroorganisme
kedua patogen tersebut, salah satunya adalah antagonis untuk megendalikan patogen
penggunaan agens hayati seperti adalah memiliki kecepatan pertumbuhan
yang tinggi sehingga mampu berkompetisi
Vol. 3 No.3, 2013 Uji Potensi Trichoderma Indigenous 142
dengan patogen dalam hal penguasaan ruang sebagai biofungisida terhadap P. capsici
dan makanan yang pada akhirnya dapat secara in-vitro.
menekan pertumbuhan cendawan patogen. Semua isolat trichoderma yang diujikan
Hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat menghambat P. capsici karena memiliki
menunjukan semua isolat Trichoderma spp. mekanisme berupa kompetisi ruang yang
yang diujikan terhadap P. capsici, rata-rata cepat dibanding patogen hal ini ditandai
dapat menghambat pertumbuhan pada dengan terhambatnya pertumbuhan patogen
pengamatan 2 HSI ditandai dengan koloni pada pengamatan 2 HSI selanjutnya setelah
cendawan patogen maupun agens antagonis isolat tersebut mengkolonisasi ruang tumbuh
saling mendekat dan terbentuk zona mekanisme antagonis selanjutnya yang
penghambatan. Zona penghambatan ini tidak dihasilkan adalah mekanisme mikoparasit
tetap selama pengamatan hal ini dikarenakan yaitu proses memarasit cendawan patogen
ke-11 isolat Trichoderma spp. masih aktif dimana koloni cendawan P. capsici ditumbuhi
dalam melakukan aktivitas penghambatan. oleh koloni Trichoderma spp. pada medium
Mekanisme penghambatan dari ke-11 isolat PDA hal ini diduga terjadinya pelilitan hifa
Trichoderma spp. terhadap Phytophthora pada pertemuan hifa patogen dengan
capsici secara umum berupa kompetisi ruang antagonisnya. Djaya (2003) melaporkan
dan mikoparasit (Tabel 4.) menurut bahwa Ketika mikoparasit itu mencapai
Purwantisari dan hastuti (2009) bahwa inangnya, hifanya kemudian membelit atau
cendawan yang tumbuh cepat mampu menghimpit hifa inang tersebut dengan
mengungguli dalam penguasaan ruang dan membentuk struktur seperti kait (hook-like
pada akhirnya bisa menekan pertumbuhan structure) kemudian menyerap nutrisi
cendawan lawannya. Selain mekanisme inangnya.
kompetisi ruang, ke-11 isolat tersebut juga Mekanisme antagonis lain yang diduga
diduga dapat menghambat patogen melalui dihasilkan oleh trichoderma dalam
mekanisme antibiosis yang ditandai dengan menghambat P. capsici berupa antibiosis
menipisnya koloni patogen karena enzim dimana isolat tersebut kemungkinan
yang dihasilkan, Fravel (1988) dalam menghasilkan enzim selulase sehingga
Achmad et al. (2011) menyatakan bahwa dinding sel patogen P. capsici menjadi lisis
antibiosis adalah antagonisme yang yang ditandai dengan menipisnya koloni P.
diperantarai oleh metabolit spesifik atau non capsici hal ini didukung oleh pernyataan
spesifik, enzim, senyawa volatil, atau zat Salma dan Gunarto (1999) bahwa
beracun (toksin) lainnya yang dihasilkan oleh Trichoderma sp. mampu menghasilkan enzim
mikroba. selulase untuk mendegradasi selulosa.
Hasil penelitian memperlihatkan semua Selulosa merupakan komponen utama
isolat trichoderma indigenous Sulawei penyusun dinding sel cendawan P. capsici.
Tenggara memiliki kemampuan yang sama
dari hasil analisis ragam dalam menekan SIMPULAN
pertumbuhan patogen P. capsici. Nilai Dari hasil pengamatan dan pembahasan
penghambatan Trichoderma spp. terhadap P. maka dapat disimpulkan bahwa Semua isolat
capsici diakhir pengamatan berturut-turut trichoderma indigenous Sulawesi Tenggara
yaitu isolat DKT sebesar 65,00%, DPA yang diujikan berpotensi sebagai
sebesar 62,22%, DKP sebesar 61,11%, LTB biofungisida terhadap P. capsici secara in-
sebesar 59,00%, ASL sebesar 58,89%, LPS vitro dengan persentase penghambatan
sebesar 57,78%, BPS sebesar 56,67%, LKO tertinggi dimiliki oleh isolat P1T1 yakni 65 %
sebesar 54,60% LKA sebesar 53,37%, APS pada 4 HSI.
sebesar 53,33% dan LKP sebesar 48,89%,
rata-rata isolat trichoderma memperlihatkan DAFTAR PUSTAKA
dapat menghambat P. caspici di atas 40% hal Alexopoulos, C.J., C.W ., Mims dan M.,Blackwell, 1996.
ini mengindikasikan semua isolat efektif Introductory Mycology. John Wiley dan Sons, Inc.
Canada America.
143 Gusnawaty et al. J. Agroteknos
Arwiyanto.T, 2003. Pengendalian hayati penyakit layu terhadap Jamur fusarium oxysporum f. Sp. Cubense
bakteri tembakau. Jurnal perlindungan tanaman penyebab penyakit layu Pada tanaman pisang serta
Indonesia, 3(1): 54-60. potensinya Sebagai agens pengurai serasah.
Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sultra, 2012. UNRAM. NTB.
Statistik Perkebunan Provinsi Sulawesi Souteast. Setiyono,R.T., 2009. Perakitan lada hibrida tahan
Djaenuddin .N, 2011. Bioekologi penyakit layu terhadap penyakit busuk pangkal batang. Jurnal
fusarium (Fusarium oxysforum). Prosiding Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Seminar dan Pertemuan xxi PEI. PFI Komda Sulsel Industri, 15(2): 19-20.
dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulsel. Taufik, M., 2011. Aplikasi rizobakteri dan trichoderma
Makassar. spp. Terhadap pertumbuhan tanaman dan kejadian
Erwanti, 2003. Potensi Mikroorganisme Tanah penyakit busuk pangkal batang dan kuning Pada
Antagonis Untuk Menekan Pseudomonas tanaman lada (piper nigrum l.). Prosiding Seminar
sollanacearum pada Tanaman Pisang. Secara in dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda
vitro di Pulau Lombok. Makalah Falsafah Sains Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan
Program Pasca Sarjana (S3). (Tidak Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar.
dipublikasikan)
Gultom, J.M., 2008. Pengaruh Pemberian Beberapa
Jamur Antagonis dengan Berbagai Tingkat
Konsentrasi Untuk Menekan Perkembangan Jamur
Phytium sp. Penyebab Rebah Kecambah pada
Tanaman Tembakau (Nicotiana tabaccum L.).
Diakses 10 Maret 2013.
Hindayana .D, 2002. Musuh Alami Hama dan Penyakit
Tanaman Lada. Deptan. Jakarta.
Jamilah. R, 2011. Potensi Trichoderma harzianum
(T38) dan Trichoderma pseudokoningii (T39)
sebagai Antagonis Terhadap Ganoderma sp.
Penyebab Penyakit Akar Pada Pohon Sengon
(Paraserianthes falcataria (L) Nielsen.). Skripsi
Sarjana. Departemen Silvikultur. Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian. Bogor. (Tidak
dipublikasikan).
Kethan. S.k., 2001. Mikrobial Pest Kontrol. Macel
Delker. Inc. New York.
Manohara, D dan Nurheru, 2007. Hama dan penyakit
utama tanaman lada dan pengendaliannya. Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman
Industri. Jurnal Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 29(4): 5-6.
Mulya, K., R. Noveriza, D. Manohara. 2003. Efikasi In
Vivo Pelet Erwinia BST4 dan Trichoderma
harzianum Blt1 dalam Menekan Infeksi
Phytophthora capsici pada Lada. Bull Peneliti TRO
12:1-6.
ABSTRACT
This study aimed to find the best medium for formulation and storage of B. subtilis.
The study consisted of two phases: (1) Selection of agricultural wastes as a propagation
medium for Bacillus subtilis, (2) test for the stability of Bacillus subtilis in material
formulation and its inhibition activity against Rhizoctonia solani. The second phase was
conducted based on completely randomized design, consisting of five treatments, namely:
100 % medium synthetic, 100% coconut water, 75% coconut water + 25 % synthetic
medium, 50% coconut water + 50% synthetic medium and 25% coconut water + 75%
synthetic medium. Each treatment was repeated three times, so that there were 15
experimental units. B. subtilis ST21e isolate was formulated in liquid medium according to
treatment and kept in plastic container at room temperature for 8 weeks to count the
number of colonies and inhibition activity every 2 weeks. The results showed that the
agricultural wastes (coconut water, tofu water and molasses) can be used as a media for B.
subtilis ST21e propogation in different cell growth pattern. B. subtilis propogation in
medium coconut water + 10% TSB had the best growth pattern compared to the other
media. On the other hand, medium containing 25% coconut water + 75% synthetic medium
was the best combination for storage medium of B. subtilis ST21e.
Key words: biological agents, Bacillus subtilis, agricultural waste
Fusarium oxysporum, Sclerotium rolfsii, vitro dalam bahan formulasi. Tahapan ini
Phytopthora capsici dan Rhizoctonia solani dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap
secara in-vitro (Khaeruni et al., 2010a) dan (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dengan tiga
secara in-vivo mampu menghambat penyakit kali ulangan sehingga terdapat 15 unit
percobaan. Perlakuan yang diuji sebagai media
layu Fusarium pada tomat (Khaeruni et al.
pertumbuhan bakteri B. subtilis ST21e, yang
2010b); penyakit busuk batang Rhizoctonia meliputi: A=100% Media sintetik, B= 100% Air
pada kedelai (Khaeruni et. al, 2012); dan kelapa, C= 75% Air kelapa + 25% Media sintetik
penyakit busuk akar Sklerotium pada kedelai (3:1 v/v), D= 50% Air kelapa + 50% Media
(Nengtias et. al, 2012), sehingga sangat sintetik (1:1 v/v), dan E= 25% Air kelapa + 75%
potensial dikembangkan sebagai agens hayati Media sintetik (1:3 v/v).
patogen tanaman. Tahapan-tahapan pelaksanaan Penelitian:
Bacillus subtilis merupakan bakteri Peremajaan isolat bakteri B. subtilis ST21e.
saprofit yang mampu bertahan dan Strain bakteri Bacillus subtilis ST21e yang berasal
berkembang biak pada sisa-sisa bahan dari stok penyimpanan (larutan glyserol 15%)
organik. Berdasarkan sifat tersebut sehingga dikultur ulang pada media TSA di dalam cawan
petri dan diinkubasi pada suhu ruang selama 2 x
bakteri ini dapat ditumbuhkan dan
24 jam.
diperbanyak pada limbah organik cair yang
Penyediaan media perbanyakan limbah
tersedia melimpah di masyarakat seperti cair pertanian dan inokulum B. subtilis ST21e.
limbah air kelapa, air tahu dan molase. Bahan yang digunakan sebagai media
Giyanto et. al. (2009) menyatakan bahwa perbanyakan B. subtilis yaitu limbah cair
limbah cair organik sangat berpotensi pertanian berupa: air kelapa dan air tahu segar
sebagai media perbanyakan agens hayati yang diambil masing-masing dari pasar
karena mengandung komposisi nutrisi yang Mandonga Kendari dan tempat pengolahan tahu
baik untuk pertumbuhan mikroba seperti di Konda Kab. Konawe Selatan, serta molase yang
karbohidrat, protein, air, asam amino, lemak, dipesan dari industri gula di Kediri Jawa Timur.
garam-garam mineral dan nutrisi lainnya. Masing-masing limbah cair pertanian secara
terpisah dimasukkan dalam erlenmeyer ukuran
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
250 mL sebanyak 50 mL, lalu ditambahkan
tentang potensi limbah cair pertanian dengan bahan-bahan kimia TSB 10%, selanjutnya
seperti : air tahu, air kelapa dan molase ditambahkan akuades sehingga mencapai
sebagai media perbanyakan dan formulasi B. volume 200 mL. Campuran media tersebut
subtilis sebagai agens hayati. disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC
selama 15 menit, setelah sterilisasi media
BAHAN DAN METODE didinginkan dan siap digunakan sebagai media uji
Lokasi dan Waktu Penelitian. Penelitian ini pertumbuhan. Penyediaan inokulum B. subtilis
bertempat di Laboratorium Agroteknologi Unit ST21e dilakukan dengan membuat suspensi B.
Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas subtilis umur 48 jam dalam akuades steril
Pertanian Universitas Halu Oleo Kampus Bumi kemudian ditentukan nilai optical densitynya
Tridharma Kendari yang dilaksanakan pada (OD=1,00) dengan menggunakan
bulan Maret sampai dengan bulan September spektrofotometer UV-VIS pada panjang
2013. gelombang 550 nm.
Bahan. Bahan-bahan digunakan dalam Perbanyakan Bacillus subtilis ST21e dalam
penelitian ini adalah limbah air kelapa, air tahu, media limbah cair pertanian. Sebanyak 10 mL
molase, Bacillus subtilis ST21e (koleksi suspensi inokulum B. subtilis ST21e tersebut
Laboratorium IHPT), cendawan Rhizoctonia dimasukkan ke dalam masing-masing media
solani, akuades, media Tryptic Soy Broth (TSB, perbanyakan yang berisi limbah cair pertanian
media Tryptic Soy Agar (TSA), media Potato yang berbeda dan diinkubasi pada suhu ruang di
Dextrose Agar (PDA), agar-agar, alkohol 70%, dalam shaker dengan kecepatan 200 rpm selama
spritus dan media sintetik (Protease pepton dan 48 jam untuk mengukur pertumbuhan bakteri
MgSO4). dan jumlah koloni bakteri. Perlakuan yang diuji
Rancangan Penelitian. Rancangan penelitian adalah media limbah cair pertanian yang terdiri
hanya dilakukan pada tahap uji stabilitas dan dari : Media limbah air kelapa + 10% TSB; Media
penghambatan Bacillus subtilis ST21e secara in-
146 Khaeruni et al. J. Agroteknos
limbah air tahu + 10% TSB; Media molase + 10% 2. Jumlah koloni (log CFU/mL) B. subtilis ST21e
TSB; dan 4. TSB 100%. pada media perbanyakan pada umur 48 jam.
Uji Stabilitas dan Penghambatan B. subtilis Perhitungan jumlah koloni dilakukan dengan
ST21e dalam Bahan Formulasi pembiakan pada media TSA melalui metode
Uji stabilitas B. subtilis ST21e dalam bahan pengenceran berseri. Jumlah koloni yang
formulasi. Pada tahapan ini digunakan limbah tumbuh selanjutnya dikonversikan ke dalam
air kelapa sebagai media formulasi (hasil terbaik bentuk log CFU/mL,
pada tahap penelitian I). Kultur bakteri B. subtilis 3. Jumlah koloni B. subtilis ST21e pada media
ST21e yang berumur 48 jam disuspensikan formulasi air kelapa pada umur 2, 4, 6 dan 8
dengan akuades steril hingga mencapai minggu. Bahan formulasi terlebih dahulu
kerapatan sel 10-10 CFU/mL. Sebanyak 40 mL dihomogenkan dengan cara mengocok hingga
suspensi bakteri ditambahkan ke dalam media air tercampur secara merata, lalu diambil
kelapa hingga volume akhir mencapai 200 mL, sebanyak 1 mL bahan formulasi dan
lalu disimpan dalam jerigen plastik volume 250 diencerkan ke dalam air steril hingga
mL dan diletakkan pada suhu ruang sesuai mencapai pengenceran 10-10 lalu
dengan rancangan percobaan yang digunakan, ditumbuhkan pada media TSA dan diinkubasi
untuk dihitung perkembangan bakteri antagonis pada suhu ruang. Perhitungan jumlah koloni
B. subtilis dan daya hambatnya setiap 2 minggu (log CFU/mL) B. subtilis pada umur 2 hari
selama 2 bulan penyimpanan. setelah inkubasi (HSI).
Uji daya hambat B. subtilis ST21e secara in- 4. Daya hambat isolat B. subtilis ST21e terhadap
vitro setelah penyimpanan dalam bahan cendawan patogen (Rhizoctonia solani),
formulasi. Untuk mengetahui pengaruh bahan dilakukan pada umur 3 hari setelah uji
formulasi terhadap aktivitas penghambatan tantang dengan mengukur jari-jari
bakteri B. subtilis ST21e selama penyimpanan 2 pertumbuhan patogen. Rumus untuk
bulan, maka dilakukan uji daya hambat terhadap mengetahui daya hambat bakteri terhadap
patogen Rhizoctonia solani dengan metode uji patogen uji menurut Nielsen et al. (1998)
ganda. Bacillus subtilis yang diisolasi dari setiap adalah: DH = (R1 - R2) / R1 x 100%, dimana
perlakuan pada setiap waktu pengamatan DH = Daya hambat bakteri B. subtilis
diremajakan pada media TSA. Masing-masing terhadap patogen uji (%), R1 = Jari-jari
isolat B. subtilis yang diuji digoreskan memanjang pertumbuhan patogen ke arah tepi cawan
pada media PDA dengan jarak 3 cm dari tepi (cm), dan R2 = Jari-jari pertumbuhan patogen
cawan, lalu diinkubasi pada suhu ruang. ke arah bakteri (cm).
Potongan medium PDA padat dengan diameter Analisis Data. Data pada tahap pertama
0,5 cm yang ditumbuhi hifa R. solani digunakan dianalisis secara sederhana dengan
sebagai inokulum dan diinfestasi pada cawan membandingkan pola pertumbuhan B. subtilis
petri yang berisi medium PDA yang sebelumnya ST21e pada setiap jenis media cair yang
telah diinokulasikaan bakteri antagonis B. subtilis digunakan, sedangkan data hasil pengamatan
umur 24 jam secara berlawanan dengan jarak 3 pada tahap kedua dianalisis menggunakan
cm. Setiap isolat agens antagonis B. subtilis dari analisis sidik ragam. Apabila terdapat pengaruh
perlakuan yang berbeda diulang 3 kali. Kultur nyata pada perlakuan maka dilakukan uji lanjut
kembali diinkubasi dalam ruang bersuhu 260- menggunakan Uji BNT.
280C selama 3 hari untuk dilakukan pengamatan
daya hambat agens antagonis terhadap patogen HASIL DAN PEMBAHASAN
uji.
Nilai absorbansi (Optical Density) B.
Variabel Penelitian. Variabel penelitian
subtilis ST21e dalam berbagai media
yang diamati pada penelitian ini yaitu :
1. Kerapatan sel bakteri B. subtilis ST21e dalam
limbah cair. Hasil pengukuran absorbansi
media cair, dihitung dengan cara: diukur pertumbuhan B. subtilis ST21e pada berbagai
berdasarkan nilai absorbansi (Optical media cair limbah pertanian pada
Density) dengan alat spektrofotomer UV-VIS pengamatan 5 jam pertama hingga 25 jam
pada panjang gelombang 550 nm pada pada terakhir disajikan pada Tabel 1, sedangkan
umur 5 jam, 10 jam, 15 jam, 20 jam dan 25 pola pertumbuhannya disajikan pada
jam pertumbuhan, Gambar 2.
Tabel 1. Nilai absorbansi (OD) B. subtilis ST21e dalam berbagai media perlakuan
Vol. 3 No.3, 2013 Efektivitas Limbah Cair Pertanian 147
adalah media limbah air kelapa. Limbah rataan jumlah koloni B. subtilis pada berbagai
inilah yang selanjutnya digunakan sebagai perlakuan konsentrasi air kelapa pada
bahan formulasi pada tahap selanjutnya pengamatan minggu ke 2, 4, 6 dan 8 dapat
(kedua). dilihat pada Tabel 3.
Jumlah koloni Bacillus subtilis ST21e
dalam bahan formulasi air kelapa. Hasil uji
Tabel 3. Jumlah koloni B. subtilis ST21e pada berbagai perlakuan konsentrasi media air kelapa
Berdasarkan uji lanjut hasil pengamatan log 13,60 CFU/mL, kedua nilai tersebut
pada Tabel 3, menunjukkan bahwa jumlah berbeda tidak nyata dengan perlakuan air
koloni B. subtilis tertinggi pada umur 2 kelapa konsentrasi 50%, namun berbeda
minggu setelah penyimpanan dalam bahan nyata terhadap perlakuan lainnya.
formulasi terlihat pada perlakuan Sementara pada umur 8 minggu jumlah
konsentrasi air kelapa 25% yaitu log 13,41 koloni bakteri tertinggi tetap ditunjukkan
CFU/mL. Nilai tersebut berbeda tidak nyata pada perlakuan air kelapa konsentrasi 50%
dengan perlakuan media air kelapa 50%, yaitu log 12,58 CFU/mL.
75% dan 100% MS, namun berbeda nyata Persentase Daya Hambat Bacillus
dengan perlakuan konsentrasi air kelapa subtilis ST21e terhadap Rhizoctonia
100%. Rata-rata jumlah koloni B. subtilis solani. Hasil rataan daya hambat B. subtilis
pada umur 4 dan 6 minggu setelah pada berbagai perlakuan konsentrasi air
penyimpanan jumlah koloni tertinggi kelapa pada pengamatan minggu ke 2, 4, 6
diperlihatkan pada perlakuan air kelapa dan 8 setelah penyimpanan dapat dilihat
konsentrasi 25% yaitu log 13,31 CFU/mL dan pada Tabel 5.
Tabel 4. Daya hambat B. subtilis ST21e terhadap patogen Rhizoctonia solani pada pengamatan 2 sampai 8
minggu setelah masa penyimpanan.
hambat di atas 40% ialah perlakuan dengan kelapa dan media TSB. Menurut Vigliar et al.
media penyimpanan air kelapa 50% . (2006) air kelapa mempunyai komposisi
Perlakuan ini juga memperlihatkan daya nutrisi yang lengkap berupa 95,5% air; 4%
hambat tertinggi pada masa penyimpanan 8 karbohidrat; 0,1% lemak; 0,02% kalsium;
minggu yaitu 52,59% yang berbeda nyata 0,01% fosfor; 0,5% besi, asam amino, vitamin
dengan perlakuan MS 100% dan media air C, vitamin B kompleks dan garam-garam
kelapa 100%, namun berbeda tidak nyata mineral. Kandungan nutrisi yang lengkap
dengan konsentrasi air kelapa 25% dan 75%. pada air kelapa menyebabkan pertumbuhan
Berdasarkan hasil penelitian populasi/jumlah koloni B. subtilis cukup baik
menunjukkan bahwa pola pertumbuhan B. dan stabil selama dalam proses
subtilis ST21e pada setiap media biakan yang penyimpanan.
digunakan menghasilkan kerapatan sel (OD) Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
yang berbeda-beda. Perbedaan kerapatan sel penyimpanan bahan formulasi bakteri pada
pada masing-masing media diduga umur 2, 4, 6 dan 8 minggu memberikan
disebabkan oleh perbedaan kandungan pengaruh yang berbeda terhadap
nutrisi pada media tersebut, baik dari segi pertumbuhan jumlah koloni B. subtilis ST21e.
kuantitas maupun kualitasnya. Menurut Hal ini menggambarkan bahwa waktu
Giyanto et al. (2009) salah satu faktor penyimpanan dapat mempengaruhi
penting yang mempengaruhi pertumbuhan pertumbuhan jumlah sel B. subtilis.
bakteri selain kondisi untuk pertumbuhan Berdasarkan hasil penelitian rata-rata
seperti suhu, pH, kadar air, aerasi dan agitasi, pertumbuhan sel bakteri yang tinggi untuk
juga sangat ditentukan oleh kandungan semua perlakuan terjadi pada umur
nutrisi media perbanyakannya. penyimpanan 2 minggu. Sedangkan pada
Pada Tabel 1 dan Gambar 2 dapat dilihat umur penyimpanan 4 dan 6 minggu rata-rata
bahwa dari tiga jenis limbah pertanian yang pertumbuhan tertinggi hanya diperlihatkan
digunakan, yang terbaik digunakan sebagai pada perlakuan 25% air kelapa + 75% MS
media perbanyakan dan penyimpanan B. dan 50% air kelapa + 50% MS. Sementara
subtilis ST21e adalah media air kelapa + pengamatan pada minggu ke-8 rata-rata
10% TSB, media cair ini menunjukkan pertumbuhan bakteri pada semua perlakuan
konsistensi peningkatan pertumbuhan hal ini cenderung memperlihatkan penurunan
diperlihatkan dengan nilai OD pada selama jumlah koloni/sel (lihat Tabel 4). Penurunan
masa pertumbuhan 25 jam, sementara media jumlah sel diduga adanya pengaruh
yang mengandung air tahu dan molase hanya komposisi nutrisi yang dibutuhkan oleh
memperlihatkan peningkatan OD pada awal bakteri baik dari segi kualitas maupun
pertumbuhan, penurunan nilai OD pada kuantitasnya. Semakin berkurang nutrisi di
media air tahu mulai terjadi setelah 15 jam dalam media maka jumlah sel semakin
pertumbuhan, sedangkan pada media molase menurun. Berkurangnya komposis nutrisi
terjadi setelah 10 jam pertumbuhan. Hasil ini dalam media karena nutrisi tersebut
semakin diperkuat dari hasil perhitungan dimanfaatkan oleh bakteri untuk
populasi B. subtilis diakhir pengamatan yang perkembangbiakannya. Kematian bakteri
menunjukkan jumlah koloni pada media air disebabkan karena zat makanan yang
kelapa + 10% TSB, cenderung lebih tinggi diperlukan berkurang (Dwijoseputro, 2003).
yaitu berkisar pada nilai log 15,35 CFU/mL Hal ini menunjukkan bahwa komposisi media
setelah media TSB 100%, sementara populasi berperan penting dalam pertumbuhan B.
pada media TSB 100% setara dengan log subtilis. Secara umum pertumbuhan B.
15,43 CFU/mL, suatu perbedaan nilai yang subtilis yang paling baik diperlihatkan pada
tidak signifikan. Peningkatan jumlah bakteri perlakuan media 25% air kelapa + 75% MS.
dalam media air kelapa + 10% TSB diduga Peningkatan jumlah bakteri disebabkan
karena kandungan nutrisi untuk karena nutrisi untuk pertumbuhan tersedia
pertumbuhan bakteri tersedia cukup banyak, cukup banyak, dimana sumber nutrisi ini
dimana sumber nutrisi ini berasal dari air berasal dari air kelapa dan media sintetik.
150 Khaeruni et al. J. Agroteknos
Pertumbuhan B. subtilis ST21e pada setiap optimal (terhambat). Hal ini sejalan dengan
media perlakuan menunjukkan jumlah koloni penelitian Khaeruni et. al. (2010a) yang
yang berbeda (berfluktuasi). Hal ini menyatakan bahwa bakteri Bacillus subtilis
dikarenakan di dalam setiap perlakuan ST21e mampu menghasilkan enzim protease
memiliki konsentrasi kandungan nutrisi yang dan kitinase yang berperan sebagai enzim
berbeda-beda. Kandungan nutrisi pada pengurai dinding sel patogen. Aktivitas
setiap media sangat menentukan viabilitas antagonis B. subtilis terjadi melalui beberapa
sel bakteri tersebut. Perbedaan nutrisi yang mekanisme antara lain yaitu produksi
tersedia pada media berpengaruh terhadap senyawa anti mikroba, kompetisi nutrisi
pembentukan sel mikroorganisme (Giyanto (karbon dan nitrogen) dan ruang tempat
et. al., 2009). infeksi (Liu et. al. 2009; Supartono, et. al.,
Uji antagonis B. subtilis ST21e terhadap 2011).
Rhizoctonia solani secara in-vitro ditujukan
untuk mengetahui pengaruh bahan formulasi SIMPULAN
yang diuji terhadap aktivitas antagonis B. Berdasarkan hasil penelitian dapat
subtilis terhadap patogen selama masa disimpulkan bahwa:
penyimpanan 8 minggu. Hasil penelitian 1. Limbah pertanian air kelapa, air tahu dan
menunjukkan bahwa perlakuan yang molase dapat digunakan sebagai media
menggunakan media cair 50% air kelapa + perbanyakan agens hayati Bacillus subtilis
50% MS secara konsisten memperlihatkan ST21e dengan pola pertumbuhan sel yang
daya hambat relatif stabil (50%) terhadap berbeda-beda. Namun limbah yang paling
R. solani selama masa penyimpanan 8 minggu efektif dijadikan sebagai media perbanyakan
dalam bahan formulasi, sementara perlakuan adalah limbah air kelapa.
lain memiliki daya hambat yang berfluktuasi, 2. Dari 3 limbah cair pertanian yang digunakan,
limbah cair yang terbaik sebagai media
hal ini diduga adanya pengaruh dari lamanya
perbanyakan Bacillus subtilis ST21e adalah
penyimpanan dan kandungan nutrisi yang limbah air kelapa + 10% TSB karena secara
tersedia dalam formulasi terhadap produksi konsisten memperlihatkan pola
antibiotik oleh B. subtilis. Menurut Giyanto et pertumbuhan yang terus meningkat hingga
al. (2009) lama penyimpanan suatu formulasi 25 jam pertumbuhan.
dapat mempengaruhi konsentrasi nutrisi 3. Penggunaan limbah air kelapa 25% - 50%
yang ada sehingga secara tidak langsung merupakan konsentrasi terbaik untuk media
dapat berpengaruh terhadap aktivitas formulasi Bacillus subtilis ST21e, karena
antagonis suatu agens hayati. Hal ini mampu memperlihatkan jumlah koloni
menunjukkan bahwa konsentrasi media cair bakteri yang tertinggi tanpa menurunkan
air kelapa berpengaruh pada aktifitas aktifitas antagonis secara drastis pada masa
penyimpanan 8 minggu.
antagonis B. subtilis terhadap patogen.
Pada uji daya hambat yang dilakukan pada DAFTAR PUSTAKA
umur penyimpanan 2-8 minggu terlihat
perbedaan antara miselium cendawan yang Dwidjoseputro, D., 2003. Dasar-dasar Mikrobiologi,
Edisi 14. Djambatan. Jakarta
tumbuh berdekatan dengan agens antagonis Giyanto A, Suhendar dan Rustam. 2009. Kajian
dengan miselium yang tidak berdekatan pembiakan bakteri kitinolitik Pseudomonas
dengan agen antagonis. Pertumbuhan fluorescens dan Bacillus sp. pada limbah organik
miselium yang berdekatan dengan B. subtilis dan formulasinya sebagai pestisida hayati (BIO-
terlihat lebih tebal dan pendek dibandingkan Pesticide). Prosiding seminar hasil penelitian. IPB
Khaeruni A., Sutariati GAK, Wahyuni S. 2010a.
dengan miselium yang tidak berdekatan Karakterisasi dan uji aktifitas bakteri rizosfer lahan
dengan B. subtilis. Hal ini diduga bahwa ultisol sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan
bakteri tersebut dapat menekan agensia hayati cendawan patogen tular tanah
pertumbuhan R. solani melalui aktivitas secara in-vitro. Jurnal Hama dan Penyakit Tanaman
antifungal kitinolitik yaitu enzim yang dapat Tropika, 10(2):123-130.
Khaeruni A., Sutariati GAK, Wahyuni S. 2010b. Potensi
mendegradasi dinding sel cendawan rizobakteria indigenus tanah podsolik merah
sehingga pertumbuhan cendawan tidak kuning sebagai agens pengendali hayati penyakit
Vol. 3 No.3, 2013 Efektivitas Limbah Cair Pertanian 151
ABSTRACT
The research aimed to formulate a natural fertilizer based on local resources to
improve the efficiency of fertilizer P and K and yield of soybean in acid soils of Southeast
Sulawesi. The research involved natural fertilizer formulations with mica schist rock
materials, harzburgite, and rock phosphate, and further testing of fertilizers. Laboratory
fertilizer testing was performed by experimental methods to determine the slow release
properties and the amelioration capabilities of fertilizer. Fertilizer treatments were
fertilizer of mica schist and rock phosphate without coating harzburgite (L0), semifagit
fertilizer with coatings harzburgite 1 time (L1), semifagit fertilizer with coatings harzburgite
2 times (L2), and semifagit fertilizer with coatings harzburgite 3 times (L3). Further testing
was fertilizers test on acid soils, soybean yield and fertilizer efficiency with experimental
methods. The treatments were fertilizer factors consisting of two levels: fertilizer of mica
schist and rock phosphate without harsburgit coatings and semifagit coated fertilizers best
harzburgite on experiments in the laboratory, and fertilizer factor of five levels: 0%, 40%,
60%, 80%, 100% P2O5 kg.ha-1 of the recommended dosage (100 kg.ha-1). The research
concluded that the natural fertilizer was slow release, use of harsburgit as the outer layer of
fertilizer increased fertility of acid soils, fertilizers of mica schist and rock phosphate with
coatings harsburgit 3 time (L3) was the best to amelioration of acid soil, the higher dose of
fertilizer was followed by the higher the pH, total N, available P, exchangeable K, Mg, and CEC
and the lower content of Al-dd soil; the use of semifagit fertilizer dose of 80% of the
recommendated dose (100 kg P2O5.ha-1) gave a better effect on plant height, wet weight, dry
weight, number of pods, weight of 10 seeds and soybean yield per hectare (2.74 ton.ha -1).
The higher the dose of fertilizer was followed by the higher uptake of P and K, and the
highest efficiency of fertilizer P and K was at 19.32% and 15.26% for fertilizer using
semifagit with a dose of 80% of the recommended dose (100 kg P2O5.ha-1).
Keywords: mica schist rocks, harsburgit, rock phosphate, soybean, natural fertilizer
kontrol menggunakan pupuk sekis mika dan polong, bobot 10 biji, dan hasil kedelai ton.ha-
fosfat alam biasa. Pada akhir masa inkubasi, 1.
Tabel 1. Karakteristik pupuk sekis mika dan fosfat alam granuler (L0) dan semifagit lapis satu (L1), dua
(L2), dan tiga kali (L3)
Kandungan
Karakteristik Satuan
L0 L1 L2 L3
pH - 6,89 7,04 7,12 7,51
DHL S 136,21 149,17 153,35 165,67
P2O5 % 8,97 8,65 7,86 7,34
MgO % 0,75 6,20 8,73 10,67
CaO % 10,40 11,25 11,12 11,03
K2O % 19,38 18,35 18,50 17,27
Na2O % 0,65 0,56 0,53 0,56
Al2O3 % 0,17 0,14 0,15 0,18
Kadar air % 3,25 3,69 3,07 4,08
Bahan organik % 2,78 2,33 2,19 2,08
Sifat lepas terkendali hara P dan K Pupuk terhadap P total pupuk pada inkubasi 20 hari.
.Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa Hal ini diduga pada inkubasi 20 hari bahan
perlakuan pupuk Lo, L1, L2, dan L3 secara pelapis pupuk (L1, L2, dan L3) telah terurai ke
umum berpengaruh nyata terhadap kandungan dalam tanah sehingga yang tersisa adalah
P dan K total pupuk pada inkubasi 1, 10, 20, hanya inti pupuk yang sama dengan pupuk Lo.
dan 30 hari tetapi tidak berpengaruh nyata
Tabel 2. Purata kandungan P dan K total pupuk Lo, L1, L2, dan L3 pada inkubasi 1, 10, 20, dan 30 hari
Perlakuan Lama inkubasi (hari)
10 1 20 30
P total K total P total K total P total K total P total K total
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
Lo 8,96 d*) 19,36 c*) 7,25 b*) 16,94 d *) 5,05 a*) 12,15 a*) 2,75 a*) 6,25 a*)
L1 8,63 c 18,30 b 7,28 b 17,28 c 5,09 a 14,09 b 3,11 b 7,11 b
L2 7,80 b 18,49 b 7,15 b 18,28 b 5,16 a 14,46 b 3,08 b 7,59 c
L3 7,33 a 17,25 a 6,80 a 16,29 a 5,12 a 14,52 b 3,13 b 7,23 bc
*) Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata Duncan
5%
Gambar 1 menunjukkan bahwa selama menunjukkan bahwa pupuk yang dibuat
inkubasi berlangsung terjadi pelepasan hara P mempunyai sifat lepas terkendali (slow
dan K pupuk secara berkala atau tidak terjadi release).
pelepasan hara secara draktis. Hal ini
10
2.5
9
Lo
8 L1 2
Pelepasan P (%)
Kadar P total (%)
L2
7
L3 1.5 Lo
6
L1
5 1
L2
4 L3
0.5
3
2 0
25 8 0 10 20 30 40
0 5 10 15 20 25 30
Lama inkubasi (hari) 7 Lama inkubasi (hari)
Lo
20
L1 6
Kadar K total (%)
L2
Pelepasan K (%)
15 5 Lo
L3
L1
4 L2
10 L3
3
2
5
1
0 0
0 10 20 30 40 0 10 20 30 40
Lama inkubasi (hari) Lama inkubasi (hari)
Gambar 1. Hubungan antara lama inkubasi dengan kadar P dan K total serta pelepasan P dan K pupuk Lo,
L1, L2, dan L3
156 Tufaila dan Alam J. Agroteknos
Penurunan kandungan P dan K pupuk atau umumnya mempunyai kandungan H-dd yang
pelepasan P dan K pupuk yang paling tajam sangat terbatas, sumber kemasaman terutama
terjadi pada pupuk Lo, kemudian menyusul akibat reaksi protonasi Al atau Fe (Essington,
L1, L2, dan L3. Hal ini dapat terjadi karena 2004).
pupuk Lo tidak dilapisi harburgit sehingga Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin
langsung terjadi pelepasan P dan K pada banyak pelapis bubuk harsburgit pada pupuk
waktu inkubasi, sedangkan pupuk L1, L2, dan maka semakin tinggi pH tanah, semakin
L3 yang dilapisi harsburgit terlebih dahulu rendah Al-dd, dan kejenuhan Al. Hal ini
melepaskan unsur yang terdapat pada bahan dimungkinkan karena semakin tinggi jumlah
pelapis kemudian menyusul P dan K sebagai bubuk harsburgit sebagai pelapis pupuk
inti pupuk. semifagit maka semakin banyak kandungan
Kemampuan Amelorasi Pupuk Semifagit. Mg, bubuk harsburgit mengandung Mg
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa 44,83%. Mg yang terdapat dalam harsburgit
perlakuan pupuk Lo, L1, L2, dan L3 melalui proses hidrolisis akan melepaskan ion
berpengaruh nyata terhadap pH (H2O), Al-dd, OH-. Kehadiran hidroksida yang tinggi akan
dan kejenuhan Al tetapi tidak berpengaruh meningkatkan pH tanah, menurunkan Al-dd,
nyata terhadap H-dd tanah. Tanah mineral dan kejenuahan Al (Lesovaya et al., 2012).
Tabel 3. Purata pH, Al-dd, kejenuhan Al, dan H-dd tanah pada perlakuan pupuk Lo, L1, L2, dan L3
Al-dd Kejen. Al H-dd
Perlakuan pH(H2O) (cmol(+).kg-1) (%) (cmol(+).kg-1)
Lo 4,27 a*) 5,05 c*) 20,10 c*) 0,07 a*)
L1 5,28 b 4,72 b 18,89 b 0,08 a
L2 5,75 c 2,34 a 9,45 a 0,10 a
L3 6,68 d 2,28 a 9,14 a 0,08 a
*) Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata Duncan
5%
8 6
6.67 5.05
7 4.75
Al-dd (cmol(+).kg-1)
5.75 5
6 5.28
4
pH tanah
5 4.27
4 3 2.28 2.34
3 2
2
1
1
0 0
Lo L1 L2 L3 Lo L1 L2 L3
Pupuk Semifagit Pupuk Semifagit
25 0.14
20.39
19.16 0.12 0.11
20
H-dd (cmol(+).kg-1)
0.1
Kej. Al (%)
15 0.08 0.08
0.08 0.07
9.2 9.46
10 0.06
5 0.04
0.02
0
Lo L1 L2 L3 0
Lo L1 L2 L3
Pupuk Semifagit
Pupuk Semifagit
Gambar 2. pH (H2O) tanah, Al-dd, kejenuhan Al, dan H-dd tanah pada perlakuan pupuk Lo, L1, L2, dan L3
Berdasarkan pengaruh pupuk terhadap pH, Al- diperlakukan tersebut adalah pupuk semifagit
dd, kejenuhan Al, dan H-dd sebagaimana dengan pelapis harsburgit 3 kali (L3).
ditunjukkan pada Tabel 3 dan Gambar 2, maka Pengaruh pupuk terhadap tanah masam
pupuk terbaik dari empat jenis pupuk yang dan tanaman kedelai . Hasil analisis
keragaman menunjukkan bahwa perlakuan
Vol. 3 No.3, 2013 Perakitan Pupuk Alam 157
pupuk berpengaruh nyata terhadap pH, Al-dd, mempengaruhi karakteristik tanah menjadi
N total, dan P tersedia. semakin tinggi sehingga memungkinkan
Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin tinggi terjadinya peningkatan pH tanah, kandungan
dosis pupuk cenderung diikuti dengan N total dan P tersedia tanah. Peningkatan pH
semakin tinggi pH, N total, dan P tersedia tanah selanjutnya mengakibatkan semakin
tanah tetapi untuk kandungan Al-dd terjadi rendahnya kandungan Al-dd tanah setelah
sebaliknya yaitu semakin tinggi dosis pupuk percobaan. Johnson and Richard (2006) dan
diikuti dengan semakin rendah Al-dd tanah. Kpomblekou and Tabatabai (2003)
Hal ini dapat terjadi karena dengan semakin menyebutkan bahwa bahan organik dapat
tinggi dosis kedua jenis pupuk maka jumlah meningkatkan ketersediaan P.
hara (seperti P, K, dan bahan organik) yang
Tabel 4. Purata pH, Al-dd, N total, P tersedia tanah pada akhir percobaan
Perlakuan pH (H2O) Al-dd N total (%) P tersedia
(cmol(+).kg-1) (ppm)
PK0 4,13 a*) 5,74 g*) 0,14 a*) 3,21 a*)
PK1 4,50 b 5,42 f 0,15 a 8,13 b
PK2 4,80 c 5,17 f 0,18 cd 10,07 c
PK3 5,17 d 4,61 e 0,18 cd 12,04 d
PK4 5,60 e 3,55 d 0,19 cd 13,11 e
PKH0 4,17 a 5,75 g 0,15 a 3,23 a
PKH1 4,90 c 3,52 d 0,16 ab 12,55 de
PKH2 5,57 e 3,09 c 0,17 bc 16,37 f
PKH3 6,20 f 2,21 b 0,18 cd 20,27 g
PKH4 6,67 g 1,27 a 0,20 d 23,73 h
*) Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata Duncan
5%
7 0.22
6.5
0.2
6
0.18
N total (%)
5.5
pH
5 0.16
4.5
Sekis mika dan BFA 0.14
4 Sekis mika dan BFA
3.5 Semifagit 0.12 Semifagit
3 0.1
0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi) Dosis pupuk (% dari sosis rekomendasi)
25 7
Sekis mika dan BFA
6
Al-dd (cmol(+).kg )
20 Semifagit
-1
P tersedia (ppm)
5
15
4
10 3
2 Sekis mika dan BFA
5
1 Semifagit
0 0
0 20 40 60 80 100
0 20 40 60 80 100
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)
Gambar 3. Hubungan antara dosis pupuk dengan pH (H2O), N total, P tersedia, dan Al-dd tanah setelah
percobaan
Gambar 3 juga menunjukkan bahwa dimungkinkan karena semakin tinggi dosis
peningkatan pH dan P tersedia cenderung pupuk semifagit berlapis harsburgit, semakin
lebih tinggi dan penurunan kandungan Al-dd tinggi kandungan harsburgit yang kaya dengan
tanah cenderung lebih rendah pada perlakuan Mg. Harsburgit sebagai lapisan luar pupuk akan
pupuk semifagit berlapis harsburgit bereaksi terlebih dahulu menetralkan tanah
dibandingkan pupuk sekis mika dan fosfat sebelum terjadi pelepasan P dan K sebagai inti
alam tanpa pelapis harsburgit. Hal ini pupuk. Sebagaimana disebutkan sebelumnya
158 Tufaila dan Alam J. Agroteknos
bahwa kehadiran Mg dalam jumlah yang tinggi tetapi tidak berbeda nyata terhadap bobot 10
sebagai lapisan luar pupuk, selama proses biji, berpengaruh nyata terhadap serapan dan
hidrolisis dalam tanah akan melepaskan efisiensi serapan P dan K tanaman kedelai.
hidroksil dalam jumlah yang tinggi pula Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin tinggi
sehingga mengakibatkan meningkatnya pH dan dosis pupuk sekis mika dan BFA tanpa pelapis
menurunnya Al-dd tanah. Kondisi seperti ini harsburgit dan pupuk semifagit pelapis
memungkinkan pada waktu pelepasan P dan K harsburgit cenderung diikuti dengan semakin
sebagai inti pupuk, jumlah P yang terfiksasi Al tinggi K-dd, Mg-dd, dan KPK tanah. Hal ini
dan Fe dalam tanah menjadi berkurang dimungkinkan karena semakin tinggi dosis
sehingga mengakibatkan meningkatnya kedua jenis pupuk tersebut maka kandungan P
kandungan P tersedia tanah. dan K sebagai inti pupuk serta harsburgit yang
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa kaya dengan Mg sebagai lapisan luar pupuk
perlakuan pupuk berpengaruh nyata terhadap semifagit juga semakin banyak yang diberikan
K-dd dan Mg-dd tetapi tidak berpengaruh pada tanah sehingga mengakibatkan semakin
nyata terhadap KPK tanah, berpengaruh nyata banyak pula kandungan P, K, dan Mg tanah.
terhadap tinggi tanaman 28, 63, dan 88 HST Terjadinya peningkatan KPK tanah diduga
tetapi tidak berbeda nyata terhadap tinggi akibat kandungan bahan organik yang
tanaman kedelai 14 HST, berpengaruh nyata terdapat pada kedua jenis pupuk tersebut
terhadap bobot basah, bobot kering, jumlah tetapi peningkatannya dianggap tidak
polong, dan hasil per hektar tanaman kedelai berpengaruh nyata.
Tabel 5. Purata K-dd, Mg-dd, dan KPK tanah pada akhir percobaan
K-dd Mg-dd KPK
Perlakuan
(cmol(+).kg-1) (cmol(+).kg-1) (cmol(+).kg-1)
PK0 0,09 a*) 0,14 a*) 24,78
PK1 0,26 bc 0,18 a 25,37
PK2 0,29 cd 0,19 a 26,37
PK3 0,34 e 0,21 a 26,23
PK4 0,45 f 0,21 a 26,27
PKH0 0,09 a 0,15 a 24,73
PKH1 0,25 b 0,57 b 25,98
PKH2 0,27 bc 0,74 c 26,43
PKH3 0,31 de 0,90 d 26,85
PKH4 0,43 f 1,10 e 26,90
*) Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata Duncan
5%
Mg-dd (cmol(+).kg )
1 27
-1
0.8 26.5
0.3
0.6 26
0.2
0.4 25.5
Sekis mika dan BFA
0.1 Semifagit 0.2 25
0 0 24.5
0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi) Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi) Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)
Gambar 4. Hubungan antara dosis pupuk dengan K-dd, Mg-dd, dan KPK tanah setelah percobaan
Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pupuk 100% dari dosis rekomendasi,
dosis pupuk cenderung diikuti dengan jumlah hara yang terkandung dalam pupuk
semakin tinggi tanaman kedelai pada 14 dan tersebut diduga melebihi kebutuhan tanaman
28 HST sedangkan tinggi tanaman 63 dan 88 sehingga berpengaruh negatif terhadap
HST cenderung mengalami peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman pada 63 dan 88
sampai pada dosis 80% dari dosis HST.
rekomendasi. Hal ini disebabkan karena pada
Tabel 6. Purata tinggi tanaman kedelai pada 14, 28, 63, dan 88 HST
Vol. 3 No.3, 2013 Perakitan Pupuk Alam 159
15
Tinggi tanaman
28 HST (cm)
8 14
7.8 13
Tinggi tanaman
14 HST (cm)
7.6
12
7.4 Sekis mika dan BFA
11 Semifagit
7.2
7 10
Sekis mika dan BFA
6.8 0 20 40 60 80 100
Semifagit
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)
6.6
0 20 40 60 80 100
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)
44 45
42 44
43
Tinggi tanaman
Tinggi tanaman
88 HST (cm)
63 HST (cm)
40
42
38 41
36 40
39
34 Sekis mika
Sekis mika dan BFA 38 dan BFA
32 37
Semifagit Semifagit
30 36
0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi) Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)
Gambar 5. Hubungan antara dosis pupuk dengan tinggi tanaman kedelai 14, 28, 63, dan 88 HST
Tabel 7. Purata bobot basah, bobot kering, jumlah polong, bobot 10 biji, dan hasil per hektar tanaman
kedelai
Bobot basah Bobot kering Bobot 10 biji Hasil (ton.ha-
Perlakuan Jumlah polong
(g) (g) (g) 1)
PK0 23,03 a*) 10,13 a*) 27,33 ab*) 0,93 1,60 a*)
PK1 25,77 b 11,43 abc 28,67 abc 1,13 2,04 b
PK2 25,90 b 11,70 bc 28,67 abc 1,10 1,98 ab
PK3 28,67 c 12,10 c 30,33 bc 1,13 2,16 b
PK4 28,27 bc 12,03 c 29,67 abc 1,07 1,99 ab
PKH 22,47 a 10,40 ab 26,67 a 0,97 1,62 a
PKH1 28,63 c 12,87 c 30,33 bc 1,13 2,16 b
PKH2 28,50 c 12,83 c 31,00 c 1,10 2,13 b
PKH3 29,90 c 14,37 d 37,33 d 1,17 2,74 c
PKH4 29,73 c 14,20 d 35,33 d 1,03 2,29 b
*) Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata Duncan
5%
160 Tufaila dan Alam J. Agroteknos
31 15 40
14
29 36
Jumlah polong
27 12
11 32
25 10
28
23 9 Sekis mika dan BFA
Sekis mika dan BFA 8 Sekis mika dan BFA
21 Semifagit 24
Semifagit 7 Semifagit
19 6 20
0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi) Dosis Pupuk (% dari dosis rekomendasi) Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)
1.2 3.0
Bobot 10 biji (g)
1.1 2.5
Hasil (ton.ha-1 )
1 2.0
0.9 Sekis mika dan BFA 1.5 Sekis mika dan BFA
Semifagit Semifagit
0.8 1.0
0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi) Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)
Gambar 6. Hubungan antara dosis pupuk dengan bobot basah, bobot kering, jumlah polong, bobot 10 biji, dan
hasil per hektar tanaman kedelai
Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin tinggi tanaman kedelai. Namun efisiensi serapan
dosis pupuk sampai dosis 80% dari dosis hara P dan K tertinggi dicapai pada dosis 80%
rekomendasi cenderung diikuti dengan dari dosis rekomendasi, sedangkan
semakin tinggi bobot basah, bobot kering, penggunaan pupuk melebih dosis tersebut
jumlah polong, bobot 10 biji, dan hasil per adalah tidak efisien lagi untuk menunjang
hektar tanaman kedelai. Hal ini menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman
bahwa perbaikan pertumbuhan dan kedelai. Secara keseluruhan penggunaan
perkembangan tanaman kedelai dapat dicapai pupuk semifagit berlapis harsburgit
pada dosis 80% dari dosis rekomendasi, memberikan pengaruh yang lebih baik
pemberian dosis pupuk lebih dari itu diduga terhadap serapan dan efisiensi serapan P dan
melebihi kebutuhan tanaman dan berdampak K daripada pupuk tanpa lapis harsburgit. Hal
negatif terhadap hasil tanaman kedelai. Secara ini diduga karena pupuk semifagit yang
keseluruhan penggunaan pupuk semifagit berlapis harsburgit, pada waktu pelepasan
berlapis harsburgit memberikan pengaruh hara, lapisan luar pupuk yang kaya Mg terlebih
yang lebih baik daripada pupuk tanpa lapis dahulu akan bereaksi menetralkan kondisi
harsburgit. tanah masam sehingga pelepasan hara P dan K
Gambar 7 menunjukkan bahwa semakin tinggi dari inti pupuk kedalam tanah memungkinkan
dosis pupuk cenderung diikuti dengan sebagai besar dimanfaatkan oleh tanaman dan
semakin tinggi serapan P dan K. Hal ini diduga sangat minim terfiksasi oleh Al atau Fe.
disebabkan karena dengan semakin tinggi Kondisi seperti ini mengakibatkan serapan
dosis pupuk yang diberikan diduga dan efisiensi pupuk P dan K lebih tinggi terjadi
mengakibatkan semakin tinggi kandungan P pada pupuk semifagit berlapis harsburgit dari
dan K tanah selanjutnya didikuti dengan pada pupuk tanpa pelapis harburgit.
semakin banyak kedua unsur tersebut diserap
60 330
Serapan P (mg.tanaman )
Serapan K (mg.tanaman )
-1
-1
50 320 Sekis mika dan BFA
Sekis mika dan BFA
Semifagit
40 Semifagit 310
30 300
20 290
10 280
0 270
0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100
18
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi) Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)
Efisiensi serapan K (%)
12 16
Efisiensi serapan P (%)
10 14
12
8 10
6 8
6
4 Sekis mika dan BFA
Sekis mika dan BFA 4
2 Semifagit
2 Semifagit
0
0
0 20 40 60 80 100
0 20 40 60 80 100
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)
Gambar 7. Hubungan antara dosis pupuk dengan serapan dan efisiensi serapan P dan K tanaman kedelai
kedelai. Efisiensi pemupukan P dan K yang
SIMPULAN tertinggi yaitu sebesar 19,32% dan 15,26%
Pupuk sekis mika dan fosfat alam terasidulasi terjadi pada penggunaan pupuk semifagit
bahan humat tanpa atau dengan pelapis dengan dosis 80% dari dosis rekomendasi
harsburgit bersifat lepas terkendali. Kelarutan (100 kg P2O5.ha-1).
sekis mika dan fosfat alam terasidulasi bahan
humat tanpa pelapis harsburgit lebih tinggi DAFTAR PUSTAKA
daripada yang dilapisi harsburgit. Penggunaan Atman, 2009. Strategi peningkatan produksi kedelai di
harsburgit sebagai lapisan luar pupuk dapat Indonesia. Jurnal Ilmiah Tambua, VIII(1):39-45.
meningkatkan kesuburan tanah masam. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007.
Pupuk sekis mika dan fosfat alam dengan Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis
pelapis harsburgit tiga kali adalah pembenah Kedelai. Departemen Pertanian Indonesia.
tanah masam yang terbaik. Semakin tinggi BBSDLP, 2008. Potensi dan ketersediaan lahan untuk
dosis pupuk diikuti dengan semakin tinggi pH, pengembangan kedelai di Indonesia. Warta
Litbang Pertanian. (30)1:3-5.
N total, P tersedia, K-dd, Mg-dd, dan KPK tanah
Bougnom, B.P., J. Mair, F.X. Etoa, H. Insam, 2009.
serta semakin rendah kandunga Al-dd tanah. Composts withwood ash addition: A risk or a
Penggunaan pupuk semifagit dengan dosis chance for ameliorating acid tropical soils.
80% dari dosis rekomendasi (100 kg P2O5.ha- Geoderma. 153: 402-407.
1) memberikan pengaruh yang lebih baik Eladia, M., Pea, M., Josef, H. and Ji, P., 2005.
terhadap tinggi tanaman, bobot basah, bobot Humic substances compounds of still unknown
kering, jumlah polong, bobot 10 biji dan hasil structure: applications in agriculture, industry,
per hektar tanaman kedelai (2,74 ton.ha-1). environment, and biomedicine. J. Appl. Biomed.
Semakin tinggi dosis pupuk diikuti dengan 3:13-24.
semakin tinggi serapan P dan K tanaman
162 Tufaila dan Alam J. Agroteknos
Essington, M.E., 2004. Soil and water chemistry. CRC Formulated Diets for Tiger Grouper, Epinephelus
Press LLC, USA. 534 p. Fuscoguttatus Juvenile. Part I: Effects on growth,
Gruba, P. and J. Mulder, 2008. Relationship between survival, feed utilization and body compositions.
Aluminum in Soils and Soil Water in Mineral Agricultural Sciences. 4(7):317-323.
Horizons of a Range of Acid Forest Soils. Soil Sci. Santoso, D., 1991. Agricultural land of Indonesia.
Soc. Am. J. 72(4):1150-1157. IARD, J. 13:33-36.
Guelfi-Silva, D.R., G. Marchi, C.R. Spehar, L.R.G. Simatupang, P., Marwoto, dan D.K.S. Swastika, 2005.
Guilherme, and V. Faquin, 2013. Agronomic Pengembangan kedelai dan kebijakan penelitian di
Efficiency of Potassium Fertilization in Lettuce Indonesia. Makalah disampaikan pada Lokakarya
Fertilized with Alternative Nutrient Sources. Rev. Pengembangan Kedelai di Lahan Sub Optimal.
Cinc. Agron. 44(2):267-277. Balitkabi Malang, 26 Juli 2005.
Johnson, S. E. and R.H. Loeppert, 2006. Role of Straaten, P.v., 2007. Agrogeology : The use of rocks
organic acids in phosphate mobilization from iron for crops. Departemen of Land Resource Science
oxide. Soil Sci. Soc. Am. J. 70:222234. University of Guelph, Ontario. Canada. 440 p.
Kadarusman, A., S. Miyashita, S. Maruyama, C.D. Takeshita, H., C. Gouzu and T. Itaya, 2004. Chemical
Parkinson and A. Ishikawa, 2004. Petrology, features of white micas from The Piemonte Calc-
geochemistry and paleogeographyc reconstruction schist, Western Alps and Implications for K-Ar
of the east Sulawesi ophiolite, Indonesia. Ages of Metamorphism. Gondwana Research.
Tectonophysics. 392: 55-83. 7(2):457-466.
Kanev, V.V., 2011. Dynamics of Acid-Soluble Iron Tufaila, M., B.H. Sunarminto, D. Shiddieq, and A.
Compounds in Soddy-Podzolic Soils of the Syukur, 2011. Characteristics of soil derived from
Southern Komi Republic. Eur. Soil Sci. ultramafic rocks for Extensification of Oil Palm in
44(11):1201-1214. Langgikima, North Konawe, Southeast Sulawesi.
Kasno, A., S. Adiningsih, dan M. Sediyarso, 1998. J. Agrivita. 33(1):93-102.
Keefektifan waktu pemberian dan jenis fosfat alam Zwolicki, A., K. M. Zmudczynska-Skarbek, L.
pada tanah plinthic kandiudults. J. Tanah Trop. Iliszko, and L. Stempniewicz, 2013. Guano
7:59-73. Deposition and Nutrient Enrichment in the
Kochian, L.V., Hoekenga, O.A., Pineros, M.A., 2004. Vicinity of Planktivorous and Piscivorous Seabird
How do crop plants tolerate acid soils. Colonies in Spitsberg. Polar Biol, 36:363-372.
Mechanisms of aluminum tolerance and
phosphorous efficiency. Annu. Rev.Plant Biol.
55:459-493.
Kpomblekou, A. K. and M. A. Tabatabai, 1994. Effect
of organic acids on release of phosphorus from
phosphate rocks. Soil Sci. 158:443-453.
Kpomblekou, A. K. and M. A. Tabatabai, 2003. Effect
of low-molecular weightorganic acids on
phosphorus release and phyto availability of
phosphorus in phosphate rocks added to soil.
Agric. Ecosystem Environ. 100:275-284.
Li, Li, W. Huang, P. Peng, G. Sheng, and J. Fu, 2003.
Chemical and Molecular Heterogeneity of Humic
Acids Repetitively Extracted from a Peat. Soil Sci.
Soc. Am. J. 67(3): 740-746.
Lesovaya, S. N., S. V. Goryachkin, and Yu. S.
Polekhovskii, 2012. Soil Formation and
Weathering on Ultramafic Rocks in the
Mountainous Tundra of the Rai-Iz Massif, Polar
Urals. Eurasian Soil Science. 45(1):33-44.
Nichols, D.M., K.D. Glover, S.R. Carlson, J.E. Specht
and B.W. Diers, 2006. Fine Mapping of a Seed
Protein QTL on Soybean Linkage Group I and Its
Correlated Effects on Agronomic Traits. Crop Sci.
46:834-839.
Rocha, J. C., A.H. Rosa and M. Furlan, 1998. An
alternative metodology for the extraction of humic
substances from organic soils. J. Braz. Chem.
Soc.,9(1):52-56.
Rossita Shapawi, R., I. Ebi, and A. Yong, 2013.
Soybean Meal as a Source of Protein in
JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013
Vol. 3 No. 3. Hal 163-169
ISSN: 2087-7706
ABSTRACT
Twenty-four accessions that belong to four groups of kepok banana in Muna Regency
have been analyzed for their genetic diversity based on morphological characters
(qualitative and quantitative characters), and a few accessions based on RAPD markers. This
study aimed to determine the genetic diversity and phylogenetic relationship of accessions
of kepok bananas based on 52 qualitative and 12 quantitative morphological characteristics
and DNA characteristics. Results of clustering analysis showed the euclidian values ranged
between 0.50 to 1.00 for the qualitative data, 0.01 to 0.50 for quantitative data, and 0.83 to
0.88 for DNA profile data. Combined qualitative and quantitative data had similarity
coefficient ranged from 0.00 to 2.50. Dendogram of each character produced 2 main groups.
The main group 1 formed subgroups. Although the qualitative and quantitative characters
resulted in different accession groupings, the combined data analysis of quantitative and
qualitative data showed that kepok banana in Muna regency was classified into 4 sub
groups namely banana Manuru, Bugisi, Jiwaka and Manuru Lakabu.
Keywords: cluster analysis, kepok banana, qualitative and quantitative characters,
morphology, RAPD markers.
hasil modifikasi Rabiah (2005). Bahan beberapa aksesi yang memiliki penampilan
campuran untuk satu tabung reaksi PCR sama. Secara visual, keragaman karakter
terdiri atas dNTPs (gabungan dari dATP, kualitatif yang diamati pada daun adalah
dCTP, dGTPdan dTTP), satu macam primer bentuk pangkal daun, bentuk membuka
RAPD, buffer PCR, DNA template hasil isolasi, pangkal daun, lilin bawah daun, simetris
enzim Taq DNA polymerase dan air bebas ion. pangkal daun, warna belakang daun
Eletroforesis dan visualisasi hasil amplifikasi menggulung, warna permukaan atas daun,
PCR menggunakan alat photophoresis, untuk warna permukaan bawah daun, warna tepi
melihat karakteristik pita DNA yang daun, warna tulang daun atas dan warna
teramplifikasi. tulang daun bawah. Variasi yang terdapat
Data hasil pengamatan morfologi berupa pada tangkai daun (petiola) adalah: bentuk
data kualitatif disajikan dalam bentuk data tepian petiola, lilin petiola, warna petiola dan
biner dan dianalisis hubungan warna tepian petiola. Variasi pada batang
kekerabatannya dengan menggunakan jarak muda yang diamati adalah keadaan bercak
genetik Match Maching, selanjutnya data batang, warna pigmentasi batang bagian
kuantitatif distandarisasi terlebih dahulu dalam, warna pigmentasi batang bagian luar,
selanjunya dianalisis hubungan warna bercak batang, warna dasar batang
kekerabatannya dengan menggunakan jarak bagian dalam, warna dasar batang bagian luar
genetik euclidian. Selanjutnya data tersebut dan lilin pada batang. Variasi pada anakan
dianalisis gerombol dengan menggunakan adalah: warna daun anakan, warna tepian
program NTSYS (Numerical Taxonomy and daun anakan, warna tulang daun atas, warna
Multivariate). tulang daun bawah, keadaan lilin permukaan
Data hasil RAPD juga disajikan dalam bawah daun, warna petiola daun anakan,
bentuk data biner berdasarkan ada tidaknya warna tepian petiola anakan, warna tepi
pita DNA. Analisis kemiripan antar aksesi petiola,warna tunas anakan dan bercak batang
dilakukan dengan menggunakan prosedur anakan. Variasi yang nampak pada karakter
SIMQUAL (Similarity for Qualitative). buah adalah keadaan permukaan kulit buah,
warna daging buah masak dan bentuk ujung
HASIL DAN PEMBAHASAN buah.
Hasil analisis gerombol terhadap seluruh
Analisis Hubungan Kekerabatan Pisang
data kualitatif pisang kepok menghasilkan
Kepok Berdasarkan Data Kualitatif. Hasil
dendogram dengan koefisien kemiripan
pengamatan terhadap 52 karakter kualitatif
sebesar 0,50 1,00 seperti tampak pada
menunjukkan adanya penampilan yang
Gambar 1.
beragam pada beberapa aksesi, namun ada
a1
a
a2
1 b
Gambar 1. Dendogram hubungan kekerabatan 24 aksesi pisang kepok berdasarkan data 52 karakter
kualitatif
Vol. 3 No.3, 2013 Hubungan Kekerabatan Aksesi Pisang Kepok 166
1a
1b 1
Gambar 2. Dendogram hubungan kekerabatan 24 aksesi pisang kepok berdasarkan data 12 karakter
kuanlitatif
167 Wijayanto et al. J. Agroteknos
a1
a1 a
a 1
a2 a2
1
b
b
2
2
Gambar 3. Dendogram aksesi pisang kapok berdasarkan gabungan data kualitatif dan kuantitatif
Analisis Hubungan Kekerabatan Pisang dengan PCR, yaitu aksesi K20-H2, K06-C1 dan
Kepok Berdasarkan Penanda RAPD K11-D4. Hasil amplifikasi DNA-PCR
Sebanyak 5 aksesi pisang kepok yang diisolasi ditampilkan pada Gambar 4.
DNA nya, hanya 3 aksesi yang teramplifikasi
Vol. 3 No.3, 2013 Hubungan Kekerabatan Aksesi Pisang Kepok 168
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 M
Gambar 4. Profil pita DNA pisang kepok hasil PCR. Primer OPA-18 untuk sumur 1,2 dan 3, primer
OPH-07 untuk sumur 5, 6 dan 7, dan primer OPD-10 untuk sumur 9,10 dan 11. Sumur 4 dan
8 adalah DNA Phage Lamda PstI. Sumur 1, 5 dan 9 untuk aksesi K20-H2, sumur 2, 6 dan 10
untuk aksesi K06-C1 dan sumur 3, 7 dan 11 untuk aksesi K11-D4. M adalah ukuran
(Ladder) Phage Lambda DNA PstI.
Berdasarkan analisis clustering penanda dengan koefisien kemiripan 0,88, sehingga
RAPD nampak bahwa secara genetik dari 3 tergabung dalam satu kelompok, sedangkan
aksesi yang teramplifikasi dalam PCR memiliki aksesi K11-D4 sedikit berbeda dengan aksesi
keragaman dengan nilai koefisien kemiripan K20-H2 dan K06-C1 dengan nilai koefisien
antara 0,83 - 0,88. Aksesi K20-H2 dan K06-C1 kemiripan sebesar 0,83. Hal ini tampak
memiliki kekerabatan yang sangat dekat seperti pada Gambar 5.
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, F. dan Samsurianto, 2010.
Konservasi invitro Plasma Nutfah Pisang
untu aplikasi di Bank Gen. Bioprospek, Vol.
7(2): 86-90.
Darmono, T.W., 1996. Ulas balik analisis
keragaman tanaman dengan teknik
molekuler (Analysis of plant genetic
variation with molecular technique).
Hayati, 3(1): 7-11.
Ekasa, B.N., 2012. Bioaccessibility of provit A
in banana (Musa sp). Food Chemistry 133:
1471-1477.
Galal, A.A., I.A. Ibrahiem, and J.M. Salem, 2014.
Influence of triadimefon on the growth and
development of banana cultivars. African J.
of Biotech. Vol 13(16): 1694-1701.
INIBAP, 2001. Banana diversity.
International network for the
improvement of Banana and plantain.
IPGRI, 1996. Discriptors for banana (Musa spp
). International plant genetic, Resources
Institute Rome Monllier, 55 pp.
Lengkong, E., 2008. Keragaman genetic
plasma nutfah pisang (Musa sp) di
Kabupaten Minahasa Selatan dan Minahasa
Tenggara. Jurnal Formas, hal. 302-310.
Ocimati, W., G. Blomme, and C. Murekezi,
2014. Musa germplasm diversity status. J.
Appl. Biosc. 73:5979-5990.
Prahardini, PER., Yuniarti, dan A. Krismawati,
2010. Karaterisasi varietas unggul pisang
Mas Kirana dan Agung Semeru di
Kabupaten Lumajang. Buletin Plasma
Nutfah, Vol 16(2): 126-133.
Prihatman, K., 2000. Pisang (Musa spp).
http://www. Ristek.go.id
Robiah R.H., 2005. Analisis keanekaragaman
genetik pisang introduksi (Musa spp)
berdasarkan penanda fenotipik dengan
penanda RAPD. Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013
Vol. 3 No. 3. Hal 170-177
ISSN: 2087-7706
ABSTRAK
Tembakau merupakan tanaman penting di Indonesia karena peranannya bagi
ekonomi Indonesia dan lapangan kerja. Salah satu faktor penghambat produksi tembakau
adalah penyakit patik (frogeye), penyakit cendawan yang disebabkan oleh Cercospora
nicotianae Ell. Et. Ev. Ledakan penyakit ini diduga berhubungan erat dengan aspek cuaca,
seperti kecepatan angin, suhu, intensitas radiasi matahari dan kelembapan relatif.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi, Program Studi Hama dan Penyakit
Tanaman, Fakultas pertanian, UGM dan di dua perkebunan tembakau di Jember dan Klaten
untuk mempelajari pengaruh/peranan suhu dan intensitas radiasi matahari terhadap
perkembangan penyakit patik pada tembakau. Hasil penelitian menunjukan bahwa
perkembangan penyakit patik dipengaruhi oleh faktor-faktor cuaca, seperti: suhu, namun
intensitas radiasi bukan merupakan faktor penting pada perkembangan penyakit ini.
Kata Kunci: tembakau, suhu, intensitas radiasi matahari, perkembangan penyakit patik.
al. 1996; Agrios, 1997). Based on conducted from November to December. The
Dickinson (1976), the weather factors that determination of location for the temperature
affect fungi are: 1). Temperature, affect on measurement, the solar radiation intensity,
the growth line and the existence of and the growth of frogeye are implemented in
the PTPN X plantation area in Jember and
hyphae and propagules, 2). Rain fall and
Klaten which were the frogeye endemic. The
moisture, will directly affect on the
selective location is based on the age of the
humidity of the leaves that will enable the even plants and still enable to do research for
existence of germination and the growth two months, the width of overlay is 5 hectares,
of pathogens, exudation and the cropping area is flat, which is not blocked
sendimentating konidium on the surface by tall trees, with the result that the solar
of the plant and the dispersal. 3).Humidity, radiation is not blocked, and the frogeye is
gives influence on the ability to survive, found. The observation of temperature and
the growth of pathogen and the release of solar radiation intensity is conducted for each
the spore, 4). Wind, will become as the 4 hours, during ten days, for each month.
medium of the spreading process and the
sedimentating konidium on the plant RESULT AND DISCUSSION
surface, and 5). Light, affect on exudation, The observation result for the relation
sporulation, konidium dispersal, between temperature and the solar radiation
germination and growth. intensity toward the frogeye intensity can be
Although there is a lot of information seen in Table 1, 2, 3, and Picture 1, 2, 3.
related to the influence of the weather toward The intensity of disease at pre harvest
the growth of frogeye, but the research on phase of NO besuki tobacco in Jember. In
frogeye forecasting on tobacco, has not been the dry month, which coincides with the pre
conducted yet. The forecasting on frogeye harvest phase in Jember, the intensity of
infection rate, particularly for the type of frogeye shows a progress which is in accord
forecasting which is arranged based on the with the lowness of wind velocity (X1),
amount of konidium in the air, the complete temperature (X2), length of time of solar
weather elements, and the relation with the radiation (X5) and the increase of air humidity,
infection rate has not been found yet. Whereas the solar radiation intensity, and the konidium
this information is important as the basic dispersal (X7). The air humidity (X3) and the
forecasting of frogeye on tobacco with the solar radiation intensity (X4) indicate the tiny
result that the anticipation can be role toward the increase of frogeye at pre
implemented before the explosion of frogeye harvest phase in the dry month. The
emerges. correlation analysis result (data is not shown)
Based on the matter, the research is seems that during the pre harvest, all weather
conducted which has a purpose of elements indicate a tiny influence toward the
understanding the contribution of intensity of frogeye, whereas the influence of
temperature and the intensity of solar amount of konidium seems bigger. It means
radiation toward the growth of frogeye on that during the dry month, all weather
tobacco. elements do not support the growth of
frogeye, with the result that the frogeye grows
MATERIAL AND METHOD slowly. (Table 1, Pigure 1). Kerr (1998), based
on his research on Cercospora beticola, the
The research is conducted at Mikrologi infection and the epidemic development of
Laboratorium, Department of Plant Pest and Cercospora leaf spot, depends on the existence
Disease, Agriculture Faculty, Gajah Mada of susceptive of parent varieties, the enough
University and in the tobacco cropping which amount of inokulum, and the length of period
is the property of PTPN X with the second of wet leaf on the high temperature inside the
series of location of cropping in Jember and in plant canopy. Generally, the infection occurs if
Klaten. The tobacco varieties used are H382 the night temperature is higher than 60 F (15,
and TV38 x G. The observation in Jember is 5 oC), the day temperature is 80 90 oF (26, 7
conducted from September to October; 32, 2 oC), and the length of period of wet leaf
meanwhile the observation in Klaten is
172 Tantawi et al. J. Agroteknos
is more than 11 hours. In the dry month, in supports the increase of the disease intensity.
Jember, the period of moisture just occurs for Besides, at harvest phase, the crop canopies
7 8 hours, with the result that the period of have covered one another, with the result that
wet leaf does not occur simultaneously with it can increase the humidity inside the canopy.
the konidium dispersal. The air humidity and the high amount of
The intensity of disease at harvest phase konidium, temperature and the short length of
of NO besuki tobacco in Jember. The time of solar radiation increase the intensity of
intensity of disease in the humid month which frogeye on tobacco. The solar radiation
coincides with the harvest phase indicates the intensity indicates the unworthy effect toward
frogeye intensity increases rapidly and the disease intensity in the humid month
exponentially. The increase of this disease (Table 2, Pigure 2).
intensity is supported by the high humidity In the humid month, the period of wet leaf
(X3), the reducing length of time of solar is longer. Kerrs research (1998) indicates
radiation (X5), and the konidium dispersal that; at 60 F (15,5 C), it is required at least 20
(X7). The decrease of temperature (X2), as the hours wet leaf for the occurrence of infection.
effect of the weather change (from dry to At 70 oF (21 oC) the infection has been able to
humid) has a tiny effect toward the occur if the period of wet leaf is 3 hours. Kerrs
development of frogeye. research (1998) is conducted in the sub tropic
The humid month which coincides with the condition. The temperature condition that is
harvest phase, the wind velocity is slower than examined in Kerrs research is very difficult to
during the pre harvest in the dry month. simulate in the tropic area. The data that has
Besides, at harvest phase in humid month, been collected during the research in the
konidium is heavier, because of containing the humid month (Table 2), indicates that the
higher water content that is compared with humidity during the day never reaches 90 %.
konidium in dry month at pre harvest phase. The intensity of frogeye in the humid month
This circumstance creates a condition that increases from 13,4 32,29 %.
Table 1. The average daily temperature, solar radiation intensity, and the intensity of frogeye on tobacco
in the dry month at the pre harvest phase of besuki tobacco in Jember.
No. Date Hour Temperature () Solar Radiation Intensity Disease Intensity (%)
1. 11-Sep 06.00-18.00 * * 0,635
18.00-06.00 24,5 0,0 0,716
2. 12-Sep 06.00-18.00 29,8 215,5 0,796
18.00-06.00 25,0 0,0 0,876
3. 13-Sep 06.00-18.00 30,5 215,0 0,957
18.00-06.00 26,0 0,0 1,037
4. 14-Sep 06.00-18.00 28,3 156,7 1,117
18.00-06.00 24,5 0,0 1,198
5. 15-Sep 06.00-18.00 29 169,3 1,278
18.00-06.00 25,63 0,0 1,358
6. 16-Sep 06.00-18.00 30,0 144,0 1,438
18.00-06.00 25,6 0,0 1,519
7. 17-Sep 06.00-18.00 29,8 110,3 1,599
18.00-06.00 26,0 0,0 1,679
8. 18-Sep-01 06.00-18.00 28,3 180,0 1,760
18.00-06.00 26,0 0,0 1,841
9. 19-Sep-01 06.00-18.00 28,7 228,3 1,923
18.00-06.00 25,0 0,0 2,005
10. 20-Sep 06.00-18.00 28,5 228,3 2,086
18.00-06.00 24,5 0,0 2,168
11. 21-Sep 06.00-18.00 27,5 229,0 2,250
18.00-06.00 24,0 0,0 2,331
12. 22-Sep 06.00-18.00 28,3 188,3 2,413
18.00-06.00 24,0 0,0 2,494
13. 23-Sep 06.00-18.00 29,0 274,7 2,576
18.00-06.00 23,0 0,0 2,658
14. 24-Sep 06.00-18.00 29,3 258,3 2,739
18.00-06.00 25,0 0,0 2,821
15. 25-Sep 06.00-18.00 28,8 153,0 2,903
Vol. 3 No.3, 2013 Studi Pengaruh Suhu dan Intensitas Radiasi Matahari 173
Table 2. The average daily temperature, solar radiation intensity, and the intensity of frogeye on tobacco
in the humid month at harvest phase of besuki tobacco in Jember.
No. Date Hour Temperature Solar Radiation Disease Intensity
(C) Intensity (%)
1. 11-Okt 06.00-18.00 28,8 176,7 13,477
18.00-06.00 24,0 0,0 13,793
2. 12-Okt 06.00-18.00 27,3 263,3 14,108
18.00-06.00 24,2 0,0 14,424
3. 13-Okt 06.00-18.00 27,7 225,0 14,739
18.00-06.00 24,7 0,0 15,055
4. 14-Okt 06.00-18.00 28,5 176,7 15,370
18.00-06.00 25,3 0,0 15,685
5. 15-Okt 06.00-18.00 28,5 246,7 16,001
18.00-06.00 25,5 0,0 16,316
6. 16-Okt 06.00-18.00 29,3 285,0 16,632
18.00-06.00 24,7 0,0 16,947
7. 17-Okt 06.00-18.00 29,7 366,7 17,263
18.00-06.00 27,3 0,0 17,578
8. 18-Okt 06.00-18.00 29,8 296,7 17,894
18.00-06.00 24,5 0,0 18,922
9. 19-Okt 06.00-18.00 28,7 206,7 19,951
18.00-06.00 25,5 0,0 20,979
10. 20-Okt 06.00-18.00 28,7 258,7 22,008
18.00-06.00 24,7 0,0 23,037
11. 21-Okt 06.00-18.00 81,0 380,67 24,065
18.00-06.00 91,0 0,0 25,094
12. 22-Okt 06.00-18.00 81,7 42000 26,122
18.00-06.00 92,7 0,0 27,151
13. 23-Okt 06.00-18.00 82,7 30767 28,180
18.00-06.00 91,0 0,0 29,208
14. 24-Okt 06.00-18.00 81,3 34900 30,237
18.00-06.00 91,0 0,0 31,266
15. 25-Okt 06.00-18.00 82,3 30433 32,294
18.00-06.00 0,0 0,0 0
The Intensity of disease in the planted in the wet month is based on the linier
vorstenland tobacco in Klaten. The research line. Pigure 3 indicates that the intensity of
that is held in Klaten, conducted in plant series frogeye in vorstenland tobacco, which is
II from two series that are planted in PTPN Xs planted during the rainy season, is affected by
farm in Klaten. The early process of plantation the increase of wind velocity and the konidium
series II occurs in the rainy season. Therefore dispersal, temperature decrease, air humidity,
the observation occurs in the wet month. The the intensity and the length of time of solar
disease intensity in the vorstenland tobacco, radiation and rain fall. Several weather
which is planted in the wet month, differs elements indicate the different influence
from the disease intensity in the humid month toward the disease intensity during the rainy
in Jember, the development is based on the season in the wet month, compared with the
exponential curve, and the disease dry and humid months.
development in vorstenland tobacco which is
Vol. 3 No.3, 2013 Studi Pengaruh Suhu dan Intensitas Radiasi Matahari 175
Pigure 1. The estimation curve of temperature effect and solar radiation intensity, toward the
intensity of frogeye in the dry month in Jember.
Pigure 2. The estimation curve of temperature effect and solar radiation intensity, toward the
intensity of frogeye in the humid month during the harvest phase.
Pigure 3. The estimation curve of relation between weather elements and the intensity of frogeye on
vorstenland tobacco during the wet month.
176 Tantawi et al. J. Agroteknos
Table 3. The average daily temperature, solar radiation intensity, and the intensity of frogeye on tobacco
in the wet month at the harvest phase of vorstenland in Klaten.
Date Hour Temperature (C) Solar Radiation Intensity Disease Intensity
REFERENCES
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th Eds.
Academic Press, San Diego.
Akehurst, B.C. 1981. Tobacco. Tropical
Agriculture Series, Longman, London. 764
hlm.
Cahyono, B. 1998. Tembakau. Budidaya dan
Analisis Usaha Tani. Edisi Revisi. Kanisius,
Yogyakarta. 126 hlm.
Cahyono, B. 1998. Tembakau. Budidaya dan
Analisis Usaha Tani. Edisi Revisi. Kanisius,
Yogyakarta. 126 hlm.
Dalmadiyo G. 1999. Pengendalian Penyakit
Tembakau secara Terpadu. Di dalam :
Prosiding Semiloka Teknologi Tembakau.
Tirtosastro S, Rahman A, Isdijoso SH,
Gothama AAA, Dalmadijo G & Mukani
(eds.).. Balai Penelitian Tembakau dan
Tanaman Serat, Malang.
Dickinson CH. 1976. Fungi on the Aerial
Surface of Higher Plants. Di dalam :
Micrology of Phyllosphere. Dickinson CH &
Preece TF (eds.). Cambridge University
Press.Cambridge. hlm. 77-100.
Hartana I. 1998. Penyakit-penyakit Jamur
pada Tanaman Tembakau dan Cara
Pengendaliannya. Makalah Penyegaran
Tenaga Peneliti/Praktisi Tembakau
Lingkup PTP Nusantara II dan X di Jember
pada 3-5 Nopember 1998.
Kerr, E.D. 1998. Cercospora Leaf Spot of Sugar
Beet. Cooperative Extension, Institute of
Agriculture and Natural Resources.
University of Nebrasca, Lincoln.
http://www.ianr.unl.edu/pubs/plantdiseas
e/g1348. htm
JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013
Vol. 3 No. 3. Hal 178-182
ISSN: 2087-7706
ABSTRACT
The research aimed to know biochemical characters of rhizobacteria from broadleaf
weed that are potential as deleterious rhizobacteria. The research was conducted at
Agronomy Laboratory of Agriculture Faculty Halu Oleo University Kendari from January
until March 2013. The results showed that 9 of 10 rhizobacteria isolates tested from
broadleaf weeds rhizosphere had the ability to solubilize phosphate with different
diameters. For nitrogen fixation ability, all isolates tested were potential but only isolates of
ML-01 and KL-06 had high capability. All isolates had different ability to produce IAA, with
isolates of KL-06 produced higher concentration of IAA (33,07 ppm) compared to other
isolates. Isolates that had the ability to produce HCN were isolates BL-07, with filter paper
change from yellow to dark brown, and BL-08 and BL-03 light brown color changes indicated
to that the production of HCN was increased. Result of research showed that some isolates
tested had biochemical character as deleterious rhizobacteria by the ability to solubilize
phosphate, fix nitrogen, produce IAA and HCN.
Keywords: biochemical characterization, rhizobacteria, broadleaf weeds, deleterious.
karakter biokimiawi rizobakteri asal gulma sekitar lubang yang berisi suspensi bakteri
berdaun lebar yang berpotensi sebagai (Thakuria et al., 2004).
deleterious rhizobacteria Kemampuan Memfiksasi Nitrogen.
Kemampuan rizobakteri sebagai pemfiksasi
BAHAN DAN METODE nitrogen secara bebas dari udara dilakukan
secara kualitatif dengan menggunakan media
Bahan dan Alat. Bahan yang digunakan
Burk sebagai berikut: (1) MgSO4 2 g, K2HPO4 8
dalam penelitian ini adalah koleksi isolat
g, KH2PO4 2 g, dan CaSO4 1,3 gram dicampur
rizobakteri, plastik wrap, alumunium foil,
menjadi satu dan digunakan sebagai stok
alkohol 70 %, tissue, aquadesh, media TSA,
media Burk Salt; (2) FeCl3 0,145 g dan
media glisin, agar, TCP, glukosa, yeast extract,
Na2MoO4 0,0235 g di larutkan dalam 100 mL
sukrosa, asam amino triptofan, NaCl, KCl,
aquades dan dijadikan sebagai stok larutan Fe-
MgSO4, MnSO4, FeSO4, (NH4)2SO4, KOH, H2SO4,
Mo. Sebanyak 1,3 gram media Burk Salt
FeCL3, K2HPO4, KH2PO4, CaSO4 dan Na2MOO4.
dicampur dengan 1 mL stok larutan Fe-Mo lalu
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
ditambahkan 10 g sukrosa, semua bahan
adalah gelas kimia, timbangan analitik,
tersebut dilarutkan dalam 1000 mL aquades
wiseclave, spatula, cawan petri, pelubang
steril dan selanjutnya disterilisasi dengan
gabus, pH meter, botol schoot, pipet mikro, hot
autoclave pada suhu 121oC tekanan 1 atm
plate, erlenmeyer, shaker, tabung reaksi,
selama 15 menit. Sebanyak 20 l media Burk
vortex, oven, laminar air flow cabinet, jarum
salt dimasukan dengan tahap reaksi steril.
ose, spektrofotometer.
Sebanyak 1 ose isolat rizobakteri yang diuji
Sejumlah 10 isolat potensial yang diisolasi
dimasukan kedalam larutan tersebut lalu
dari rizosfer gulma berdaun lebar yang diuji
diinkubasi pada shaker inkubator selama 48
adalah berasal dari empat Kabupaten di
jam menggunakan 150 rpm. Isolat positif
Sulawesi Tenggara yaitu Buton, Muna, Kolaka
sebagai pemfiksasi nitrogen jika bakteri
dan Konawe Selatan. Kesepuluh isolat tersebut
tersebut mampu tumbuh dalam larutan Burk
telah dilakukan uji potensi sebagai pemacu
Salt yang ditandai dengan kekeruhan media
pertumbuhan tanaman dan biherbisida pada
dalam tabung reaksi. Isolat yang tumbuh
penelitian sebelumnya, kemudian penelitian
diberi tanda + (positif), sedangkan yang tidak
ini dilakukan karakterisasi Biokimiawinya.
tumbuh diberi kode (negatif).
Kemampuan Melarutkan Fosfat. Produksi Asam Indol Asetat (IAA) .
Untuk menguji kemampuan rizobakteri Kemampuan masing-masing isolat rizobakteri
melarutkan fosfat digunakan media uji
untuk memproduksi IAA dianalisis dengan
Pikovskayas agar dengan penambahan tri- metode Glickman dan Dessaux (1995). Isolat
calcium posphate (TCP) sebagai sumber fosfat. bakteri rizosfer ditumbuhkan selama 24 jam
Komposisi per liter media yang digunakan dalam medium TSB untuk memacu sintesis
terdiri atas: glukosa (10g), NaC1 (0,2g), KC1
auksin, kedalam masing-masing media
(0,2g), MgSO4 (0,1g), MnSO4 (2,5mg), FeSO4 ditambahkan asam amino triptofan 0,5 gl.
(2,5mg), yeast extract (0,25g), (NH4)2SO4 Kultur bakteri disentrifugasi dengan
(0,25g), dan agar-agar (15g). Media kecepatan 5000 rpm selama 30 menit,
disterilisasi dengan pemanasan menggunakan kemudian supernatan dipisahkan dari
autoklaf. Setelah sterilisasi pH media diatur endapan bakteri, disaring dengan membran
menjadi 7,2 dengan KOH 5 N. Media uji nitroselulosa berporositas 0,2 g dan dianalisis
dituangkan kedalam cawan petri, dibuat kandungan IAA-nya. Kandungan IAA dalam
lubang dengan pelubang gabus dan diisi filtrat kultur bakteri dideteksi dengan
dengan 0,2 mL suspensi masing-masing 10 menggunakan pereaksi FeCI3 12gl. dalam 7,9
isolat rizobakteri yang diuji. Media uji yang M H2SO4. Pereaksi FeCI3 (1 ml) dan filtrat dan
telah berisikan bakteri di inkubasi selama 3
kultur bakteri (1 mL) dimasukan dalam
hari dalam inkubasi dengan suhu 280C. tabung eppendorf (Volume 2 mL), dan
Perlakuan ini dilakukan dengan 3 kali
campuran di inkubasi didalam ruang gelap
pengulangan. Kemampuan melarutkan fosfat pada suhu 26oC selama 30 menit. Setelah
dari isolat yang diuji dievaluasi secara periode inkubasi, nilai absorbansi dibaca
kualitatif berdasarkan terbentuknya halo di dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 550 nm. Kurva standar bedasarkan
180 Asniah et al. J. AGROTEKNOS
nilai absorbansi larutan, IAA murni dengan senyawa HCN. Warna kertas saring yang tetap
kosentrasi 0; 6,25; 12,5; 25; 50; 75; 100; 150 kuning mengindikasikan isolat yang diuji tidak
dan 200 ug/mL digunakan untuk menghitung memproduksi HCN sedangkan warna coklat
kandungan IAA dalam filtrat kultur bakteri. muda, coklat dan merah bata mengindikasikan
Kemampuan Menghasilkan senyawa produksi HCN yang semakin meningkat.
HCN. Produksi senyawa HCN dari setiap isolat Semua data hasil pengamatan karakterisasi
rizobakteri dilakukan berdasarkan metode biokimiawi dari setiap isolat rizobakteri yang
yang dikembangkan Bakker dan Schipper diperoleh dianalisis secara deskriptif.
(Munif, 2001). Isolat bakteri rizosfer yang diuji
ditumbuhkan pada media glisin dalam cawan HASIL DAN PEMBAHASAN
petri. Pada bagian tengah tutup cawan petri
Hasil pengamatan menunjukkan semua
ditempelkan potongan kertas saring yang
isolat yang diuji dapat melakukan fiksasi N
telah direndam dalam larutan untuk
tetapi tidak semua mampu memproduksi
mendeteksi HCN (asam pikrat 2 g, natrium
senyawa metabolit HCN. Hasil pengamatan
karbonat 8 g, dalam 200 mL air). Kultur
karakter biokimia dari isolat rizobakteri dapat
bakteri diinkubasikan selama 4 hari pada suhu
dilihat pada Tabel 1.
24oC dan perubahan warna kertas saring
digunakan sebagai indikator terbentuknya
Tabel 1. Kemampuan isolat rizobakteri dalam melarutkan fosfat, memfiksasi nitrogen, memproduksi IAA
dan HCN.
dari tanaman dan mikroorganisme dan nitrogen serta sebagai pelarut fosfat dari
tersusun dari asam nukleat, fosfolipid dan fitin bentuk tersedia menjadi tersedia bagi
(Rao, 1994). lebih lanjut menurut Rao (1994) tanaman menunjukkan isolat-isolat tersebut
mikroorganisme tanah yang dapat melarutkan memiliki potensi sebagai agensia pemacu
fosfat memegang peranan dalam memperbaiki pertumbuhan tanaman.
tanaman yang mengalami defisiensi fosfor. Selain sebagai pemacu pertumbuhan
Kemampuan isolat rizobakteri melarutkan tanaman, isolat rizobakteri yang diuji bisa
fosfat merupakan salah satu karakter fisiologi bersifat menghambat pertumbuhan gulma
rizobakteri yang berhubungan dengan dengan senyawa metabolit sekunder yang
perannya sebagai pemacu pertumbuhan dihasilkannya seperti HCN. Rizobakteri yang
tanaman (Sutariati, 2006). Selain melarutkan sifatnya menghambat atau merugikan disebut
fosfat, karakteristik biokimia yang dimiliki dengan Deleterious rhizobakteria (DRB). Hal
oleh rizobakteri adalah kemampuan ini dapat dilihat pada penelitian pengujian
memfiksasi nitrogen. Hasil penelitian HCN yang dilakukan terhadap setiap isolat
menunjukkan bahwa isolat KL-06 dan ML-01 yang berasal dari rizosfer gulma berdaun
memiliki kemampuan yang lebih baik lebar pada tabel 4, terdapat 3 isolat yang diuji
dibandingkan dengan isolat yang lain dalam mampu memproduksi HCN yaitu dengan
mengikat nitrogen dengan dihasilkan terjadinya perubahan warna kertas saring. Hal
kekeruhan yang sangat keruh pada media ini sejalan dengan penelitian Kremer dan
yang digunakan. Souissi (2001), mengemukakan bahwa DRB
Interaksi rizobakteri terhadap sistem menunjukkan reaksi positif dalam
perakaran tanaman berpengaruh terhadap menghasilkan HCN yang jumlahnya bervariasi
keberhasilan pertumbuhan tanaman yang dapat terdeteksi berdasarkan intensitas
diatasnya. Bakteri penambat N non simbiotik warna yang diuji.
termasuk kelompok rizobakteri yang berperan Hasil penelitian menunjukkan isolat BL-07
dalam penyediaan unsur N bagi tanaman dengan produksi HCN yang lebih tinggi
(Khairul, 2001). Keberadaan populasi bakteri dibandingkan dengan isolat BL-08 dan BL-03,
penambat N non simbiotik serta sedangkan 7 isolat lainnya tidak mampu
distribusinya yang cukup luas memberikan memproduksi HCN. 3 isolat yang mampu
arti penting bagi tersedianya unsur N bagi menghasilkan senyawa HCN ini juga mampu
tanaman. Menurut Rao (1994), bakteri melarutkan fosfat, memfiksasi nitrogen dan
penambat N non simbiotik mampu memproduksi IAA sehingga isolat ini
menyumbang sekitar 10 sampai 15 kg diindikasikan sebagai deleterious rhizobacteria
N/ha/tahun, tergantung dari tersedianya karena berpengaruh negatif bagi gulma tetapi
sumber karbon. Karakteristik penting yang berpengaruh baik untuk tanaman. Senyawa
dimiliki oleh rizobakteri selain mampu HCN yang dihasilkan oleh rizobakteri khusus
melarutkan fosfat dan memfiksasi nitrogen menghambat pertumbuhan gulma tapi tidak
adalah kemampuannya dalam memproduksi pada tanaman. Beberapa DRB yang diisolasi
asam indol asetat (IAA). Berdasarkan nilai dari berbagai akar gulma dapat mengurangi
absorbansi isolat uji yang diperoleh perkecambahan benih, vigor dan
menunjukkan isolat-isolat rizobakteri mampu pertumbuhan tanaman (Kremer dan Souissi,
memproduksi IAA dengan produksi tertinggi 2001). Cara DRB menginfeksi gulma adalah
dihasilkan oleh isolat KL-06 yaitu dengan dengan memproduksi phytotoksin yang dapat
konsentrasi 33,07 ppm dibandingkan dengan diserap oleh biji-biji gulma. DRB tidak
isolat lainnya dengan kemampuan yang memberantas gulma, akan tetapi hanya
berbeda dalam menghasilkan IAA yaitu menekan pertumbuhan awal dari gulma dan
kisaran 17,30 sampai dengan 29,47 ppm menekan perkecambahan biji.
Perbedaan produksi IAA dari berbagai
rizobakteri bergantung pada isolat yang diuji SIMPULAN
dan kemampuan masing-masing isolat dalam
mengolonisasi perakaran tanaman (Thakuria Berdasarkan hasil penelitian dan
et al., 2004). pembahasan dapat disimpulkan bahwa isolat-
Kemampuan suatu isolat rizobakteri isolat rizobakteri berpotensi memiliki
karakter biokimiawi sebagai deleterious
sebagai penghasil IAA mampu memfiksasi
182 Asniah et al. J. AGROTEKNOS
ABSTRACT
The aim of this research was to study the effects of alternative medium composition
on micropropagation of Phalaenopsis amabilis. The species is one of the most important
queen of flowercommodities in Indonesia and it can increase domestic incomes.
Completely randomized design was used for the experiment. The experiment used a single
factor, multiplication media, consisted of 6 different compositions, i.e. VW + BAP 2 ppm,
VW+ coconut water 150 ml/L, VW + Ambon banana extract 50 gt/L, POY + BAP 2 ppm, POY+
coconut water 150 ml/L, POY + Ambon banana extract 50 gt/L . Parameters observed were
the number of shoots, leaves and roots. The results showed that addition of coconut water,
banana extract, and BAP on media VW (Vacin and Went) or POY (liquid organic fertilizer
Yoga) were not significantly different. Shoot number obtained was as many as 2 shoots.
Key words: coconut water , banana extract, liquid organic fertilizer, Phalaenopsis
Air kelapa 150 ml/L pada media VW Penelitian Siska (2010) pada anggrek D.
mampu mendorong pembentukan phalaenopsis, BAP 2 ppm menghasilkan jumlah
plb(protocorm like bodies) sebagai calon tunas 2.50. Penelitian Muawanah (2005)
tanaman. Protocorm adalah bentukan bulat menunjukkan bahwa penambahan ekstrak
yang siap membentuk pucuk dan akar sebagai pisang pada media kultur anggrek Dendrobium
awal perkecambahan anggrek. Morel (1974) canayo mendukung pertumbuhan tunas
dan Gunawan (1995) menyatakan didalam air menjadi lebih baik, di mana konsenrasi yang
kelapa terkandung hormone sitokinin 5,8 optimum untuk pertumbuhan tunas adalah
mg/l, auksin 0,07 mg/l dan giberalin yang 100 g/l. Menurut Arditti dan Ernst ( 1992 )
dapat menstimulasi perkecambahan dan bahwa dalam buah pisang terdapat hormon
pertumbuhan tanaman, berfungsi sebagai auksin dan giberalin. Giberalin berfungsi
penstimulir dalam proliferasi jaringan, untuk menginduksi tumbuhnya mata tunas
memperlancar metabolisme dan respirasi. yang dorman (Wattimena et al., 1992).Ahmadi
Oleh karena itu air kelapa mempunyai ( 1996 ) melaporkan bahwa ekstrak pisang
kemampuan besar untuk mendorong pada dosis 50 gr/L memberikan pengaruh
pembelahan sel dan proses deferensiasi. nilai yang tertinggi terhadap parameter tinggi
Menurut Bey dkk. (2006) perlakuan tunggal tanaman, jumlah akar, panjang akar, panjang
air kelapa dapat mempercepat munculnya plb daun, dan berat basah planlet anggrek
pada tanaman anggrek bulan (Phalaenopsis dendrobium dibandingkan dengan dosis yang
amabilis sp.).Hasil penelitian Syafii (2006) lebih tinggi.
saat munculnya plb lebih cepat pada Keseimbangan nutrisi diperlukan dalam
perlakuan tunggal air kelapa pada konsentrasi metabolisme pertumbuhan tanaman, dalam
200 ml/L dimana plb tumbuh pada rentang hal ini komposisi nutrisi dalam POY mampu
waktu 14 18 hsp pada tanaman anggrek mengimbangi komposisi media VW. Vany
bulan. (2011) menyatakan bahwa penambahan POC
sebanyak 20 ml/l memberikan pengaruh
Vol. 3 No. 3, 2013 Media Alternatif perbanyakan in-vitro Anggrek Bulan 186
terhadap banyaknya jumlah tunas yang rasio perbanyakan yang cukup tinggi dengan
terbentuk yaitu 0,94 pada tanaman pegagan. mutu tunas terbaik (kelayakan tunas) (Yusnita
Kombinasi POC 20 ml/l dan ekstrak meniran 5 2003; Kasutjianingati 2004).
ml/l menunjukkan saat muncul tunas pegagan Hasil analisis ragam variabel planlet
yaitu 9 HST. anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) yang
Morfogenesis Planlet Anggrek Bulan disubkultur kembali ke medium MS0 dari
(Phalaenopsis amabilis)untuk Mencapai Vigor berbagai perlakuan komposisi media
Siap Aklimatisasi multiplikasisebelumnya dapat dilihat di Tabel
Morfogenesis merupakan proses 2. Hasil menunjukkan bahwa total planlet
pembesaran tunas membentuk struktur organ pada semua perlakuan bertambah walaupun
tanaman (tinggi tanaman/batang, daun dan menunjukan pengaruh yang tidak berbeda
akar). Pada fase tersebut perlu diingat bahwa nyata secara statistik. Kesempurnaan
pilihan terbaik bukan pada perlakuan yang pendewasaan planlet diperoleh pada media
menghasilkan tunas terbanyak, tetapi pada MS0
Tabel 2. Morfogenesis planlet umur 1 bulan (jumlah tunas, PLB, jumlah akar dan jumlah daun) pada
media MS0
Perlakuan Jumlah Tunas Jumlah Akar Jumlah Daun
VW +BAP 2mg/L 3.6 5.3 9.7
+Air kelapa 150mL/L 7.9 4.4 6.8
+Ps Ambon 50g/L 4.6 5.4 5.6
PO +BAP 2mg/L 6.1 5.6 6.3
Y +Air kelapa 150mL/L 3.2 4.3 6.7
+Ps Ambon 50g/L 4.9 5.3 5.4
keseluruhan naskah tanpa harus memberi Ucapan Terima Kasih. Bab ini dapat
keterangan terperinci dari setiap bab. Hindari digunakan untuk menyebutkan sumber dana
penggunaan singkatan. Kata kunci dengan penelitian yang hasilnya dilaporkan pada
judul Keywords ditulis dalam Bahasa Inggris jurnal ini dan untuk memberi penghargaan
di bawah abstrak. kepada institusi atau orang yang membantu
Pendahuluan. Bab ini harus memberikan dalam pelaksanaan penelitian dan atau
latar belakang yang mencukupi sehingga penulisan laporan.
pembaca dapat memahami dan dapat Daftar Pustaka. Daftar Pustaka ditulis
mengevaluasi hasil yang dicapai dari memakai sistem nama tahun dan disusun
penelitian yang dilaksanakan. Gunakan secara abjad.
pustaka yang benar-benar dapat mendukung
pengungkapan latar belakang. Pendahuluan Beberapa contoh penulisan sumber acuan:
harus berisi latar belakang dan tujuan
penelitian. Jurnal
Bahan dan Metode. Bab ini harus berisi Singh, P.P., C.S. Shin, dan Y.R. Chung. 1999.
informasi teknis yang cukup sehingga orang Biological control of Fusarium wilt of
lain dapat berhasil mengulangi percobaan cucumber by chitinolitic bacteria.
dengan teknik yang dikemukakan. Uraikan Phytophatol. 89:92-99.
secara lengkap jika metode yang digunakan
merupakan metode baru. Demikian juga Buku
sebutkan dengan jelas jika peralatan, bahan Alexopoulus, C.J., C.W. Mims, dan M. Blackwell.
dan galur mikroba yang tidak umum 1996. Introductory Mycology 4th edition.
digunakan. John Wiley and Sons Inc. New York.
Hasil. Bab ini berisi hanya hasil-hasil
penelitian baik yang disajikan dalam bentuk Bab dalam Buku
tubuh tulisan, tabel, maupun gambar. Thomashow, L.S. dan D.M. Weller. 1996.
Hindarkan penggunaan grafik secara Current conseptin the use of introduced
berlebihan bila dapat disajikan dalam bentuk bacterial for biological diseases control:
tubuh tulisan singkat. Batasi penggunaan mechanism and antifungal metabolities,
fotograf, sajikan yang nyata-nyata mewakili pp.187-235. dalam Stacey, G. dan N.T. Keen
hasil penemuan. Beri nomor gambar dan tabel (Eds), Plant microbe Interaction, vol. 1. New
secara berurutan. York, Chapman and Hall.
Pembahasan. Bab ini berisi interpretasi
dari hasil penelitian yang diperoleh dan Skripsi
pembahasan yang dikaitkan dengan hasil-hasil Herdiana, N. 2000. Pengaruh Penambahan
yang pernah dilaporkan. Pengulangan Pasir pada Media Tanam Tanah Podsolik
penyajian metode dan hasil penelitian serta Merah Kuning terhadap Serangan Patogen
hal-hal yang telah diungkapkan di Bab Lodoh Rhizoctonia solani pada Beberapa
Pendahuluan harus dihindarkan. (atau hasil Tingkat Umur Semai Acacia crassicarpa
dan pembahasan digabung sehingga menjadi [Skripsi] Bogor. Fakultas Kehutanan
Hasil dan Pembahasan) Institut Pertanian Bogor.
Simpulan. Bab ini berisi simpulan hasil
penelitian yang telah dilakukan, ditulis secara
singkat dan jelas.
Vol. 3, 2013 J. AGROTEKNOS
Artikel:
Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis La Ode Safuan, Tresjia C. Rakian, 127-132
Gliokompos terhadap Pertumbuhan dan Endi Kardiansa
Produksi Tanaman Cabai Merah (Capsicum
annuum L.)
Pengaruh Fungi Mikoriza Arbuskula dan Makmur Jaya Arma, Risnawati, 133-138
Nutrisi Organik terhadap Pertumbuhan Gusnawaty H.S.
Tanaman Cabai Merah Besar (Capsicum
annuum L.)
Efektivitas Limbah Cair Pertanian sebagai Andi Khaeruni, Asrianti, Abdul 144-151
Media Perbanyakan dan Formulasi Bacillus Rahman
subtilis sebagai Agens Hayati Patogen
Tanaman
Hubungan Kekerabatan Aksesi Pisang Kepok Teguh Wijayanto, Dirvamena Boer, 163-169
(Musa paradisiaca Formatypica) di La Ente
Kabupaten Muna Berdasarkan Karakter
Morfologi dan Penanda RAPD
DITERBITKAN OLEH:
JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAPERTA UNHALU
PERAGI CABANG SULAWESI TENGGARA
TERBIT 3 KALI SETAHUN