Anda di halaman 1dari 68

JURNAL ISSN: 2087-7706

AGROTEKNOS
Volume 3 Nomor 3
Nopember 2013

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI

J. Agroteknos Vol. 3 No. 3 Hal: 127-188 Kendari, Nopember 2013 ISSN: 2087-7706
JURNAL AGROTEKNOS
ISSN: 2087-7706

Diterbitkan oleh Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo,


Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) Cabang Sulawesi Tenggara
Alamat : Gedung Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo
Jl. H.E.A. Mokodompit, E-mail :agroteknos_unhalu@yahoo.co.id

SUSUNAN DEWAN REDAKSI


Pelindung/Penasehat:
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo
Penanggung Jawab:
Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo

Ketua Dewan Redaksi:


Dr. Andi Khaeruni R.
Wakil Ketua:
Dr. Dirvamena Boer
Sekretaris:
Dr. La Ode Afa

Redaksi Ahli:
Prof. Dr. Sahta Ginting (Kesuburan Tanah-UNHALU)
Prof. Dr. Sylvia Sjam (Entomologi-UNHAS)
Prof. Dr. Elka Wakib Syamun (Fisiologi Tanaman-UNHAS)
Prof. Dr. Andi Bahrun (Agrohidrologi-UNHALU)
Prof. Dr. Muhammad Taufik (Fitopatologi-UNHALU)
Dr. I Gusti Ray Sadimantara (Pemuliaan Tanaman-UNHALU)
Dr. Fransiscus S. Rembon (Pengelolaan Tanah-UNHALU)
Dr. Suaib (Pemuliaan Tanaman-UNHALU)
Dr. Teguh Wijayanto (Bioteknologi Tanaman-UNHALU)

Redaksi Pelaksana:
Dr. Gusti Ayu Kade Sutariati, Dr. La Ode Muhammad Harjoni Kilowasid, Asniah, M.Si,
Syamsu Alam, M.Sc

Bendahara:
Tresjia C. Rakian, M.P

Adminisitrasi:
Arsy Aysyah Anas, M.P, Asmar Hasan, M.P, Wahyu Arif Sudarsono, M.Si

Jurnal Agroteknos diterbitkan sebagai media komunikasi dan forum pembahasan ilmiah
masalah pertanian, khususnya dibidang ilmu dan teknologi: budidaya tanaman, pengendalian
organisme pengganggu tumbuhan, dan pengelolaan sumberdaya alam pertanian. Artikel yang
dipertimbangkan pemuatannya berupa hasil penelitian atau telaah (review) yang belum pernah
diterbitkan atau tidak sedang menunggu diterbitkan pada publikasi lain. Dewan penyunting
berhak memperbaiki naskah yang akan dimuat tanpa mengubah maksud dan isinya. Jurnal
Agroteknos terbit tiga kali setahun yakni pada bulan Maret, Juli dan Nopember.
JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013
Vol. 3 No. 3. Hal 127-132
ISSN: 2087-7706

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS GLIOKOMPOS TERHADAP


PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI MERAH
(Capsicum annuum L.)

Effect of Various Dosages of Gliocompos on Growth and Production of


Chilli Pepper (Capsicum annuum L.)
LA ODE SAFUAN*), TRESJIA C. RAKIAN, ENDI KARDIANSA
Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari

ABSTRACT
The aim of the research was to study the effect of several glyochompost's dosages on
the growth and production of chilli. The research was carried out in Lamomea Village,
District Konda, Konawe, Southeast Sulawesi, from December 2012 to February 2013. This
research was arranged on completely randomized block design consisted of 4 treatments,
i.e : without glyochompost (Go), glyochompost 30 g (G1), glyochompost 40 g (G2) and
glyochompost 50 g (G3) per 20 kg soils. Analysis of variance (ANOVA) was used for statistical
data analysis. Duncan's Multiple Range Test (DMRT) was applied to determine the
significantly diferent among treatment with 95% convidence level. The results of the
research showed that : (1) glyochompost effectively influenced the plant hight, total
productive branch, total numbers and chillis weight, (2) Applications of glyochompost 50 gr
per 20 kg soils have given the best influence on growth and production of chilli plants.
Key words: chilli, growth, glyochompost, plants, production

1PENDAHULUAN masih sangat rendah yaitu pada tahun


2011 sekitar 2,50 ton ha-1 dan
Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) produktivitas pada tahun 2010 yaitu
merupakan salah satu komoditas tanaman sekitar 3,98 ton ha-1 (BPS Sultra, 2011).
hortikultura yang mempunyai nilai Rendahnya produktivitas tanaman cabai di
ekonomis yang tinggi. Buahnya mempunyai Sulawesi Tenggara disebabkan karena
nilai gizi yang cukup tinggi, terutama lahan pertanian di dominasi oleh tanah
vitamin A dan C, juga mengandung minyak ultisol yang mempunyai tingkat kesuburan
atsiri yang rasanya pedas dan diminati oleh rendah. Oleh karena itu maka untuk
masyarakat terutama di Asia, sehingga meningkatkan produktivitas tanaman cabai
kebutuhan cabai terus meningkat. Berbagai di Sulawesi Tenggara perlu aplikasi pupuk
upaya telah dilakukan untuk meningkatkan untuk memperbaiki kesuburan tanah.
produksi cabai di Indonesia, namun Gliokompos adalah bahan organik dalam
Menurut Muharam dan Sumarni (2005) bentuk kompos dengan bahan aktif
produktivitas cabai merah di Indonesia Glyocladium sp. Beberapa kelebihan dari
masih rendah, yaitu baru mencapai 6,70 bahan organik ini adalah berbahan baku
ton ha-1. alami dan ramah lingkungan yang mampu
Sulawesi Tenggara mempunyai lahan kering menekan serangan penyakit tular tanah
yang cukup luas untuk pengembangan yang dapat menyerang tanaman cabai.
tanaman cabai merah, namun demikian Selain itu, bahan organik ini diketahui
produktivitas cabai merah di daerah ini berfungsi sebagai pupuk yang berguna
untuk menunjang pertumbuhan tanaman
*) Alamat Korespondensi: dan menekan kehilangan hasil yang
E-mail: safuan65@yahoo.com
Vol. 3 No.3, 2013 Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Gliokompos 128

diakibatkan oleh serangan Organisme menghindari terjadinya penguapan yang


Pengganggu Tumbuhan (OPT) serta dapat berlebihan. Benih ini ditempatkan pada
menjaga kualitas hasil pertanian (BPTPH, larikan, ukuran larikan semai ini berjarak
2010). Namun demikian pemberian bahan 5 cm antar larikan dengan kedalaman 2 cm.
organik yang terlalu banyak, selain tidak Setelah semai berumur 21 hari, maka siap
efisien, juga dapat menurunkan produksi untuk dipindahkan.
tanaman karena kelebihan unsur hara Penanaman. Media tanam terdiri atast anah
mikto dan peningkatan serangan hama dan dan sekam padi yang dicampur secara
penyakit tanaman, oleh karena itu perlu merata kemudian dimasukkan ke dalam
dilakukan penellitian untuk mengetahui polibag berukuran 40x40 cm, banyaknya
Pengaruh gliokompos dengan dosis yang media adalah 8 kg per polibag. Gliokompos
berbeda terhadap pertumbuhan dan diberikan pada setiap polibag dengan dosis
produksi tanaman cabai. sesuai perlakuan (0 g, 30 g, 40 g dan 50 g)
dengan cara ditugal kemudian ditutup
BAHAN DAN METODE tanah. Bibit tanaman cabai dipindah tanam
ke polibag, yaitu pada saat bibit
Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini
dipersemaian berumur 3 minggu setelah
dilaksanakan pada bulan Desember 2012
semai.
sampai Februari 2013 di Kebun Percobaan
Pemangkasan/Perempelan. Pemangkasan
Balai Proteksi Tanaman Pangan dan
dilakukan untuk mengurangi tunas
Hortikultura (BPTPH) Provinsi Sulawesi
diantara ketiak daun, sehingga
Tenggara di Desa Lamomea Kecamatan
perkembangan buahnya maksimal. Daun-
Konda Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi
daun di bawah cabang utama dipangkas
Sulawesi Tenggara.
pada saat tajuk tanaman telah optimal,
Bahan dan Alat. Bahan yang digunakan
yaitu telah berumur 75 HST. Pemangkasan
adalah benih tanaman cabai, gliokompos,
juga bertujuan untuk mengurangi
tanah, air, sekam padi, dan polibag ukura
gangguan hama dan penyakit (Prajnanta,
40x40 cm. Alat yang digunakan pada
2007).
penelitian ini adalah parang, cangkul,
Pemeliharaan dan Panen. Pemeliharaan
sekop, handsprayer, kertas label,
meliputi penyiraman, pengendalian gulma,
timbangan, mistar, ember plastik, bak
dan pengendalian hama dan penyakit.
persemaian, gembor, kamera dan alat tulis
Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore
menulis.
hari atau sesuai kebutuhan. Pengendalian
Rancangan Percobaan. Penelitian ini disusun
gulma dilakukan secara manual dengan
berdasarkan Rancangan Acak Kelompok
cara mencabut gulma yang tumbuh di
(RAK) terdiri dari 4 taraf perlakuan yaitu:
polibag. Panen dilakukan pada saat
gliokompos 0 g (Go), gliokompos 30 g (G1),
tanaman menghasilkan buah pertama yaitu
gliokompos 40 g (G2), dan gliokompos 50 g
pada saat tanaman berumur 90 HST.
(G3) per 20 kg tanah, yang diulang
Parameter Penelitian. Variabel yang diamati
sebanyak 4 kali sehingga diperoleh 16 unit
dalama penelitian ini adalah : Tinggi
petak percobaan. Masing-masing unit
tanaman (cm) pada saat tanaman berumur
percobaan terdiri dari 4 tanaman sehingga
20, 30, 40, 50, 60, dan 70 hari sesudah
jumlah tanaman dalam penelitian ini
tanam. Jumlah cabang produktif pada saat
adalah 64 tanaman.
tanaman berumur 50, 60, dan 70 hari
Perlakuan Benih. Benih cabai yang
sesudah tanam, Jumlah buah cabai
disemaikan terlebih dahulu direndam
saattanaman berumur 70, 80 dan 90 hari
dalam air hangat selama 30 menit, guna
sesudah tanam, dan Berat buah segat per
mempercepat proses perkecambahan,
tanaman (g).
benih yang tenggelam adalah benih yang
siap untuk disemaikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persemaian. Media persemaian terdiri atas
campuran tanah dan sekam padi dengan Tinggi tanaman. Hasil penelitian
perbandingan 1 : 1 setebal 5 cm. Benih menunjukkan bahawa pemberian berbagai
cabai disemai pada waktu sore hari untuk dosis gliokompos memberikan pengaruh
129 Safuan et al.
J. Agroteknos

yang nyata terhadap tinggi tanaman cabe tanaman diuji dengan Uji Jarak Berganda
merah pada saat tanaman berumur 20, 30, Duncan pada taraf kepercayaan 95%. Hasil
40, 50, 60, dan 70 hari sesudah tanam. Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf
Perbedaan pengaruh berbagai dosis kepercayaan 95% pengaruh berbagai dosis
gliokompos terhadap tinggi tanaman cabe gliokompos terhadap tinggi tanaman Cabe
merah pada setiap fase pertumbuhan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman cabai pada berbagai dosis gliokompos


Gliokompos Tinggi tanaman (cm) pada pengamatan ke...HST
(g/20kg tanah) 20 30 40 50 60 70
G0 = 0 8,8 c 12,6 c 15,0 d 16,2 d 17,5 d 20,7 d
G1 = 30 11,5 b 17,2 b 19,5 c 21,7 c 23,8 d 28,2 c
G2= 40 15,1 a 20,6 a 22,0 b 23,9 b 26,3 b 29,5 b
G3 = 50 15,7 a 21,8 a 23,7 a 25,8 a 28,0 a 30,9 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom sama, berbeda nyata
pada uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf kepercayaan 95%
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada umur 20 (2011) menyatakan bahwa pertumbuhan
dan 30 HST rata-rata tinggi tanaman cabai tinggi dipengaruhi oleh unsur nitrogen (N)
yang lebih tertinggi berada pada perlakuan yang tersedia di dalam tanah. Nitrogen
G3, namun demikian tidak bereda nyata yang terdapat dalam gliokompos tersedia
dengan tinggi tanaman cabe pada pelakuan perlahan-lahan bagi pertumbuhan tanaman
G2, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan yang diperlukan untuk pembentukan atau
G1 dan G0, sedangkan tanaman cabe yang pertumbuhan bagian-bagian vegetatif
paling pendek adalah pada pelakuan G0, tanaman. Peranan unsur nitrogen yaitu
yang berbeda nyata dengan perlakuan G1, meningkatkan pertumbuhan, membentuk
G2, dan G3. Pada saat tanaman berumur 40, warna hijau daun karena merupakan bahan
50, 60, dan 70 HST, menunjukkan bahwa penyusun klorofil serta meningkatkan
terjadi perbedaan yang nyata antar semua jumlah anakan. Selain itu juga berperan
perlakuan dosis gliokompos terhadap dalam merangsang pertumbuhan tanaman
tinggi tanaman, dan tanaman yang cabe secara keseluruhan khususnya batang,
tertinggi adalah tanaman cabe yang cabang dan daun.
mempeoleh giokompos 50 g per 20 kg Pada umur 70, 80 dan 90 HST, tanaman cabai
tanah, sedangkan yang paling pendek diduga telah mengalami perkembangan
adalah tanaman cabe yang tidak mendapat akar dan dengan pemberian pupuk
gliokompos. Hasil tersebut menunjukkan gliokompos ini mampu memperbaiki
bahwa tanaman cabe yang ditanam pada kondisi tanah. Pupuk kandang mempunyai
tanah ultisol perlu diberi pupuk organik peranan yang cukup besar terhadap
untuk meningkatkan pertumbuhan pertumbuhan tanaman. Pengaruh pupuk
tanaman cabe yang lebih baik. Tabel 1 juga kandang terhadap tanaman adalah
menunjukkan bahwa kebutuhan pupuk menyebabkan akar tanaman dapat tumbuh
pada vegetatig lebih rendah, dan dengan leluasa, kebutuhan unsur hara
peningkatan kebutuhan akan terus terpenuhi sehingga tanaman dapat tumbuh
meningkat hingga masuk fase generatif dengan baik dan mempercepat
untuk mendukung pertumbuhan dan pertumbuhan dan perkembangannya
perkembangan buah. (Suwandi dan Rosliani, 2004).
Pupuk organik organik selain mengandung Jumlah Cabang Produktif Tanaman Cabai.
unsur mikro juga mmengandung unsur Hasil penelitian menunjukkan bahwa
hara makro sperti N, P, dan K yang sangat pemberian berbagai dosis gliokompos
dibutuhkan oleh tanaman, pada saat fase memberikan pengaruh yang nyata
vegetatif tanaman membutuhkan hara N terhadap jumlah cabang produktif tanaman
dalam jumlah yang lebih banyak. Hutasoit cabe merah pada saat tanaman berumur
Vol. 3 No.3, 2013 Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Gliokompos 130

50, 60, dan 70 hari sesudah tanam. menghasilkan cabang produktif yang lebih
Perbedaan pengaruh berbagai dosis sedikit adalah tanaman cabe yang tidak
gliokompos terhadap jumlah cabang memperoleh gliokompos.
produktif tanaman cabe merah diuji Setyorini et al. (2006) menyatakan bahwa
dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada aktifitas berbagai mikroorganisme di dalam
taraf kepercayaan 95%. Hasil Uji Jarak kotoran ternak (gliokompos dari pupuk
Berganda Duncan pada taraf kepercayaan kandang) menghasilkan hormon-hormon
95% pengaruh berbagai dosis gliokompos pertumbuhan, misalnya auksin, giberalin,
terhadap jumlah cabang produktif tanaman dan sitokinin yang memacu pertumbuhan
cabe disajikan pada Tabel 2. organ tanaman seperti batang, jumlah
Tabel 2. Rata-rata jumlah cabang produktif
cabang, dan perkembangan akar-akar
tanaman cabai pada berbagai dosis rambut sehingga daerah pencarian
gliokompos makanan lebih luas. Pernyataan ini sejalan
dengan pendapat Fatmawati (2009) yang
Gliokompo Jumlah cabang produktif menyatakan bahwa kotoran ternak setelah
s (cabang) terinkubasi merupakan bahan yang
(g/20k 50 60 70 mengandung banyak unsur hara.
g hs hs hs Keuntungan penambahan mikroorganisme
tanah) t t t efektif sebagai bioaktivator adalah
10,3 diantaranya: mempercepat dekomposisi
G0 = 0 2,4 c 4,1 d d bahan-bahan organik secara fermentasi,
11,4 15,0 melarutkan P(Phospat) yang tidak tersedia
G1 = 30 5,6 b c c menjadi bentuk P yang tersedia bagi
15,3 19,6 tanaman, mengikat nitrogen udara,
G2= 40 8,0 b b b menghasilkan berbagai enzim dan hormon
12,0 18,0 22,9 bagi senyawa bioaktif untuk pertumbuhan.
G3 = 50 a a a Jumlah Buah Cabai. Hasil penelitian
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh menunjukkan bahawa pemberian berbagai
huruf yang tidak sama pada kolom dosis gliokompos memberikan pengaruh
sama, berbeda nyata pada uji Jarak
yang nyata terhadap jumlah buah tanaman
Berganda Duncan dengan taraf
kepercayaan 95% cabe merah pada saat tanaman berumur
70, 80, dan 90 hari sesudah tanam.
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada saat Perbedaan pengaruh berbagai dosis
tanaman cabe berumur 50 hari sesudah gliokompos terhadap jumlah buah tanaman
tanam menunjukkan bahwa tanaman cabe cabe merah pada saat tanaman berumur
yang menghasilkan cabang produktif yang 70, 80, dan 90 hari sesudah tanam diuji
paling banyak adalah tanaman cabe pada dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada
perlakuan G3 dan berbeda nyata dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil Uji Jarak
perlakuan G2, G1, dan G0, sedangkan Berganda Duncan pada taraf kepercayaan
tanaman cabe yang mempunyai cabang 95% pengaruh berbagai dosis gliokompos
produktih yang lebih sedikit adalah terhadap jumlah buah tanaman Cabe
tanaman cabe yang tidak memperoleh disajikan pada Tabel 3.
gliokompos (G0), yang berda nyata dengan
Tabel 3. Rata-rata jumlah buah cabai pada
perlakuan G1, G2, dan G3. Pada saat tersebut
berbagai dosis gliokompos
perlakuan G1 tidak berbeda nyata dengan
perlakuan G2. Pada saat tanaman berumur Gliokompo Jumlah buah cabai (buah)
60 dan 70 HST, menunjukkan bahwa s pada pengamatan
perlakuan berbagai dosis gliokompos (g/20k ke..HST
menunjukkan perbedaan yang nyata. g
Perlakuan yang memberikan pengaruh tanah) 70 80 90
yang lebih baik terhadap peningkatan 11,2 10,9
jumlah cabang produktif adalah perlakuan G0 = 0 9,8 c d d
G3 dan berbeda nyata dengan perlakuan G2, 14,6 18,3 21,3
G1, dan G0, sedangkan tanaman cabe yang G1 = 30 b c c
131 Safuan et al.
J. Agroteknos

19,3 23,6 28,3 dosis gliokompos memberikan pengaruh


G2= 40 a b b yang nyata terhadap berat buah tanaman
22,3 29,4 31,8 cabe merah. Perbedaan pengaruh berbagai
G3 = 50 a a a dosis gliokompos terhadap berat buah
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh tanaman cabe merah diuji dengan Uji Jarak
huruf yang tidak sama pada kolom Berganda Duncan pada taraf kepercayaan
sama, berbeda nyata pada uji Jarak 95%. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan
Berganda Duncan dengan taraf pada taraf kepercayaan 95% pengaruh
kepercayaan 95%
berbagai dosis gliokompos terhadap jumlah
Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah buah tanaman Cabe disajikan pada Tabel 4.
buah masak terbanyak pada tanaman cabai Tabel 4. Rata-rata berat buah cabai per tanaman
pada umur 70, 80 dan 90 HST berada pada pada berbagai dosis gliokompos
perlakuan G3 (50 g), yakni masing-masing
sebanyak 22,3, 29,4 dan 31,8 buah dan Gliokompos Berat buah cabai
jumlah buah terendah berada pada (g/20kg (g/tanaman)
perlakuan kontrol (G0). Perlakuan yang tanah)
memberikan pengaruh terbaik terhadap G0 = 0 96.3 d
jumlah buah berada pada pelakuan G3 G1 = 30 200.8 c
(50gr) dan terendah berada pada G2= 40 276.7 b
perlakuan tanpa menggunakan gliokompos G3 = 50 318.1 a
(G0) serta berbeda nyata dengan perlakuan Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh
lainnya. Perbedaan ini dapat disebabkan huruf yang tidak sama pada kolom,
berbeda nyata pada uji Jarak
karena pada perlakuan G3 menggunakan
Berganda Duncan dengan taraf
gliokompos dengan dosis tertinggi diantara kepercayaan 95%
perlakuan lainnya sehingga jumlah buah
yang dihasilkan lebih banyak dibanding Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata berat
pada perlakuan lainnya. buah cabai berkisar antara 96,3318,1
Denis and Webster (1971) menyatakan bahwa gram per tanaman dengan perlakuan yang
penggunaan gliokompos dipersemaian memberikan pengaruh terbaik terhadap
yang tepat dosis dengan komposisi berat buah berada pada pelakuan G3 (50gr)
campuran yang tepat, selain mampu yang berda nayata dengan perlakuan G2,
menanggulangi kerugian akibat serangan G1, dan G0, sedangkan tanaman yang
penyakit tular tanah, juga mampu menghasilkan buah yang terendah berada
meningkatkan kesuburan tanaman, dan pada perlakuan tanpa menggunakan
meningkatkan produksi bunga dan buah. gliokompos (G0) serta berbeda nyata
Selain itu, hasil penelitian Suwandi dan dengan perlakuan lainnya. Perbedaan ini
Rosliani (2004), mengenai Pengaruh dapat disebabkan karena pada perlakuan
gliokompos, pupuk nitrogen, dan kalium G3 menggunakan gliokompos dengan dosis
pada cabai yang ditanam tumpanggilir lebih tinggi diantara perlakuan lainnya
dengan bawang merah menunjukkan sehingga mempengaruhi berat buah yang
bahwa pemberian pupuk gliokompos pada dihasilkan tanaman cabai. Hal ini sesuai
tanah aluvial untuk tanaman bawang dengan hasil penelitian Rosmahani (2004)
merah (tumpanggilir dengan cabai) tidak mengenai sistem usahatani berbasis
nyata meningkatkan hasil bawang merah, bawang merah di lahan kering dataran
tetapi dapat menekan susut bobot bawang rendah, yang menunjukkan bahwa
merah setelah dikeringkan/disimpan. pemberian gliokompos dari pupuk kandang
Pemupukan N dan K serta kombinasinya ayam dan gliokompos dari pupuk kandang
dengan gliokompos berpengaruh nyata sapi dapat menekan serangan busuk buah
terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, dan memberikan produksi berat basah
jumlah cabang, jumlah buah sehat, dan yang lebih baik bagi tanaman bawang
bobot buah sehat cabai per petak. merah.
Berat Buah Cabai. Hasil penelitian
menunjukkan bahawa pemberian berbagai
Vol. 3 No.3, 2013 Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Gliokompos 132

SIMPULAN Mardiasih, P.W. et al. 2010. Pedoman


Pengenalan dan Pengendalian
Kesimpulan
Organisme Pengganggu Tumbuhan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
Utama pada Tanaman Cabai. Dirjen
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Hortikultura. Jakarta.
1. Pemberian pupuk gliokompos
Moekasan, K.T. et al. 2011. Pengelolaan
memberikan pengaruh yang sangat
Tanaman Terpadu pada Cabai Merah
nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah
Sistem Tanam Tumpanggilir dengan
cabang produktif, jumlah buah dan
Bawang Merah. Balitsa. Kementerian
berat buah cabai.
Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.
2. Pemberian dosis 50 g gliokompos
Muharam, A. dan Sumarni, N., 2005.
memberikan pengaruh terbaik
Panduan Teknis Budidaya Tanaman
terhadap pertumbuhan dan produksi
Cabai Merah. Balittanah. Litbang.
tanaman cabai.
Deptan.
Saran
Nurmawati, S. dan Suhardianto, A. 2000.
Berdasarkan hasil penelitian untuk
Studi Perbandingan Penggunaan Pupuk
memperoleh produksi cabai yang lebih baik
Kotoran Sapi dengan Pupuk Kascing
dapat menggunakan aplikasi gliokompos
terhadap Produksi Tanaman Selada.
dengan dosis 50 gram per tanaman.
Laporan Penelitian. Universitas
Terbuka. Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA Prajnanta, F. 2007. Kiat Sukses Bertanam
Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Cabai di Musim Hujan. Penebar
Hortikultura (BPTPH) Provinsi Sulawesi Swadaya. Jakarta.
Tenggara, 2010. Teknik Pembuatan Pustika, A.B. dan Musofie, A. 2007.
Kompos dengan Menggunakan Agens Perkembangan Penyakit Berbagai
Hayati. Leaflet. Laboratorium PHP Tanaman Hortikultura Pada
Kendari. Penggunaan Trichoderma spp. dan
Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi). Gliocladium spp. Di Kawasan Pertanian
2012. Gliokompos Berpeluang Pantai Kulonprogo. Balai Pengkajian
Menggantikan Fungisida Sintetis. Teknologi Pertanian Yogyakarta.
Jakarta. Ripangi, A. 2012. Budidaya Cabai. PT.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Buku Kita. Yogyakarta.
Sulawesi Tenggara. 2011. Sulawesi Rosmahani, L. et al. 2004. Sistem Usahatani
Tenggara dalam Angka. Kendari. Berbasis Bawang Merah Di Lahan Kering
Denis, C and J. webster 1971. Antagonistic Dataran Rendah. Pusat Penelitian dan
Propertis of Spesies Groups of Pengembangan Sosial Ekonomi
Trichoderma. Trans. Br. Micol. soc. 57 Pertanian, Bogor. Bogor.
(1):25-39. Saediman, 2003. Tantangan dan Peluang
Dinas Perkebunan dan Hortikultura. 2003. pemasaran Produk-Produk Pertanian
Buku Petunjuk Teknis Budidaya Provinsi Sulawesi Tenggara di Era
Tanaman Sayuran. Kendari. Globalisasi. Makalah disampaikan pada
Fatmawati. U. 2009. Potensi Kotoran Sapi. Semiloka Pengembangan Kurikulum
Http//www.wordpress.org. Diakses GBPP/SAP Fakultas Ekonomi
Tanggal 8 Juli 2012. Universitas Haluoleo. Kendari.
Hutasoit Nella. 2011. Pengaruh Pemberian Sarwono Hardjowigeno 2003. Ilmu Tanah.
Pupuk Nitrogen dan Pupuk Fosfat Cetakan Kelima. Akademika Pressindo.
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jakarta.
Tanaman Cabai Merah, (online), Setiadi. 2006. Bertanam Cabai. Penebar
(nellahutasoits Swadaya. Jakarta.Setyamidjaja, D. 1986.
blog)http:nellahutasoit.wordpress.com. Pupuk dan Pemupukan. CV. Simpleks.
Diakses pada tanggal 11 Juli 2012. Jakarta.
Lingga, P. dan Marsono. 2003. Petunjuk Setyorini, D., Saraswati. R., Anwar. E.K.
Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati :
Bogor. Kompas. Balittanah.litbang.Deptan.
133 Safuan et al.
J. Agroteknos

Supriadi. 2006. Analisis Resiko Agens


Hayati Untuk Pengendalian Patogen
Pada Tanaman. Jurnal Litbang
Pertanian. Jakarta.
Suwandi dan Rosliani, R. 2004. Pengaruh
Gliokompos, Pupuk Nitrogen, Dan
Kalium Pada Cabai Yang Ditanam
Tumpanggilir Dengan Bawang Merah.
Balai Penelitian Tanaman Sayuran,
Lembang.
Warisno. 2001. Peluang Usaha dan
Budidaya Cabai. Kres Dahana. Jakarta.
Yusuf. T. 2010. Agens Hayati Untuk
Pengendalian Organisme Pengganggu
Tanaman. (online),
(http://tohariyusuf.wordpress.com.
Diakses Pada Tanggal 3 April 2012).
JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013
Vol. 3 No. 3. Hal 133-138
ISSN: 2087-7706

PENGARUH FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DAN NUTRISI ORGANIK


TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI MERAH BESAR
(Capsicum annuum L.)

The Effect of Arbuscular Mycorrhizal Fungi and Organic Nutrition


on Growth of Chili Plant (Capsicum annuum L.)

MAKMUR JAYA ARMA*), RISNAWATI, GUSNAWATY H.S.


Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari

ABSTRACT
The research to study the effects of arbuscular mycorrhiza fungi (AMF) and organic
nutrients to enhance the growth of chili has been conducted in Experimental Field, Faculty of
Animal Husbandry and laboratory of Agrotechnology, Halu Oleo University, from June to
November 2012. The research was based on the split-plot design with a randomized block
design pattern (RAK) of two factors: Organic Nutrition as the main plot and AMF as subplot.
Organic nutrients as the main plot consisted of three levels, namely: without organic
nutrition (S0), 1 mL L-1 of water (S1) and 2 mL L -1 of water (S2); and AMF dose as subplot
consisted of three levels, namely: without AMF (M0), 5 g plant-1 (M1) and 10 g plant-1 (M2).
therefore, there were 9 combinations of treatments and each treatment combination was
repeated three times to obtain 27 experimental units. Each variable was analyzed by
analysis of variance, then followed by Duncan's Multiple Range Test (UJBD) at 95%
confidence level. The results of research indicated that the best interaction of AMF and
organic nutient treatment was 10 g AMF plant-1 (M2) and 2 mL L-1 (S2) of organic nutrients.
This treatment combination can improve growth on variables: leaf area, leaf area index and
yield index of the chili plants. The best treatment for AMF independently was at 10 g plant-1
(M2) because it can promoted growth of plant height of the chili plants. The best treatment
for organic matter independently was at 2 mL L-1(S2), because it can promoted growth of
plant height of the chili plants.
Keywords: FMA, organic nutrition, growth, chili

1PENDAHULUAN Berdasarkan data Badan Pusat Statistik


(2012) bahwa Indonesia mampu
Tanaman cabai merupakan salah satu memproduksi tanaman cabai sebesar
komoditas andalan hortikultura yang banyak 1.378.727 ton pada tahun 2009 dengan luasan
mendapat perhatian karena memiliki nilai lahan 233.904 ha atau sekitar 5,89 ton ha-1,
ekonomis yang cukup tinggi. Cabai banyak kemudian pada tahun 2010 sebesar 1.328.864
digunakan sebagai bumbu dapur, yakni bahan ton dengan luasan lahan 237.105 ha atau
penyedap berbagai macam masakan antara menurun sekitar 3,26% dan pada tahun 2011
lain sambal, saus, aneka sayur dan produk- produksi cabai mencapai 1.483.079 ton
produk makanan kaleng. Selain digunakan dengan luasan lahan 239.770 ha atau sekitar
sebagai penyedap masakan,cabai juga dapat 6,19 ton ha-1. Produksi cabai Sulawesi
dimanfaatkan dalam pembuatan ramuan obat- Tenggara pada tahun 2010 sebesar 7.817 ton
obatan (industri farmasi), industri kosmetik, dengan luasan lahan 1.959 ha atau mengalami
industri pewarna makanan dan bahan peningkatan sebesar 3.054 ton atau sekitar
campuran pada berbagai industri pengolahan 39,07% dibanding produksi pada tahun 2009.
makanan dan minuman (Erliana, 2006). Pada tahun 2011 produksi cabai mencapai
4.764 ton, atau menurun sebesar 3.053 ton
atau sekitar 39% dibanding produksi pada
tahun 2010. Penurunan produksi yang terjadi
*) Alamat Korespondensi:
Email: armamakmur@gmail.com diperkirakan karena semakin rendahnya
Vol. 3 No.3, 2013 Pengaruh Fungi Mikoriza Arbuskula 134

produktivitas tanaman akibat luasan lahan menyatakan bahwa pemberian melalui daun
yang tidak diimbangi dengan kesuburan tanah dapat mempercepat absorbsi senyawa pada
yang baik, penguasaan teknik budidaya yang tanaman dan efektif menanggulangi
kurang serta serangan hama dan penyakit. kekurangan unsur mikro. Nutrisi organik
Sulawesi Tenggara adalah salah satu wong tani dapat meningkatkan pertumbuhan
daerah dengan potensi lahan kering yang tanaman terutama pada daun, memicu
cukup luas dengan dominasi jenis tanah munculnya tunas, bunga, meningkatkan
ultisol. Hardjowigeno (2003), problema tanah pertumbuhan batang (pembelahan sel) serta
ultisol adalah reaksi tanah masam, kandungan akar akan berkembang pesat (Ardian, 2009).
Al tinggi dan unsur hara rendah. Oleh karena
itu, perlu adanya input teknologi sebagai BAHAN DAN METODE
upaya peningkatan kesuburan tanah dalam Bahan dan Alat. -Bahan yang digunakan
meningkatkan produktivitas tanah dan dalam penelitan ini yaitu bibit cabai merah
tanaman. Salah satu input teknologi tersebut besar varietas Wibawa F1, Fungi Mikoriza
yaitu penggunaan Fungi Mikoriza Arbuskula Arbuskula (FMA), Nutrisi Organik (Wong
(FMA). FMA merupakan alternatif teknologi Tani), pupuk kandang sapi. Alat-alat yang
yang dikembangkan pada budidaya tanaman digunakan dalam penelitian ini yaitu polybag
lahan kering yang secara efektif dapat ukuran 8 cm x 12 cm, cangkul, sabit, parang,
meningkatkan penyerapan unsur hara makro patok, mulsa plastik, timbangan analitik,
dan mikro. Selain itu, akar tanaman yang meteran, hand sprayer, ember, tali rafia, gelas
bermikoriza dapat menyerap unsur hara yang ukur kimia, mistar, jangka sorong, amplop
berbentuk terikat seperti hara P menjadi kopy, oven listrik, pisau, kamera dan alat tulis
tersedia bagi tanaman (Setiadi, 1989; Anas, menulis.
1997; Mulyati dan Sinwin, 2010). Rancangan Percobaan. Percobaan
Selain berbagai keuntungan penggunaan lapangan disusun berdasarkan rancangan
FMA terhadap tanah dan tanaman khususnya petak terpisah (RPT) dengan pola rancangan
dalam penyerapan unsur hara, namun FMA acak kelompok (RAK) sebagai ulangan.
juga memiliki kekurangan yakni tidak dapat Percobaan ini terdiri atas dua faktor yaitu
menyediakan seluruh unsur maupun nutrisi Nutrisi Organik sebagai petak utama terdiri
yang dibutuhkan oleh tanaman pada waktu dari tiga taraf uji yaitu tanpa Nutrisi Organik
yang bersamaan. Oleh karena itu, penambahan (S0), 1 mL L-1 air (S1) dan 2 mL L air (S2) dan
nutrisi organik lain menjadi alternatif dalam FMA sebagai anak petak terdiri atas tiga taraf
melengkapi kebutuhan nutrisi yang uji yaitu tanpa FMA (Mo), 5 g tan-1 (M1) dan 10
dibutuhkan oleh tanaman. Salah satu nutrisi g tan-1 (M2). Setiap taraf dari faktor dosis FMA
tersebut dapat dibantu dengan memberikan dikombinasikan dengan setiap taraf dari
Nutrisi Organik Wong Tani. faktor dosis Nutrisi Organik. Oleh karena itu,
Nutrisi merupakan salah satu bahan /unsur terdapat 9 kombinasi perlakuan. Setiap
yang dibutuhkan tanaman dalam kombinasi taraf diulang 3 kali sehingga
pertumbuhan dan perkembangannya. Nutrisi keseluruhan terdapat 27 unit percobaan.
organik dapat diaplikasikan melalui daun
tanaman karena mengandung senyawa- HASIL DAN PEMBAHASAN
senyawa yang secara langsung dapat
dimanfaatkan oleh tanaman dalam proses Tinggi.
fotosintesis. Lebih lanjut, Martin (2000)
Tabel 1. Pengaruh mandiri nutrisi organik terhadap tinggi tanaman cabai merah besar (cm) umur 48
HST.

Nutrisi Organik Rata-rata tinggi tanaman (cm) UJBD 0,05


0 mL L-1 (S0) 52,87 a 2= 2,09
1 mL L-1 (S1) 50,53 b 3= 2,14
2 mL L-1 (S2) 53,49 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada baris dan kolom yang sama
berbeda nyata pada UJBD 0,05
135 Arma et al. J. Agroteknos

Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata asetik Indol), hormon-hormon tersebut dapat


tinggi tanaman 48 HST tertinggi diperoleh memicu pertumbuhan tanaman dan menjadi
pada perlakuan S2 yang berbeda tidak nyata hara atau nutrisi organik bagi pertumbuhan
dengan perlakuan S0, namun berbeda nyata tanaman (Aryulina, 2011). Hasil penelitian
dengan perlakuan S1. Hal ini diduga karena Fermin (2013) menunjukkan bahwa
tanaman cabai merah besar telah mampu pemberian nutrisi organik mampu
memanfaatkan substrat senyawa organik yang meningkatkan pertumbuhan, perkembangan
disediakan oleh nutrisi organik berupa dan hasil tanaman jagung dan kacang tanah.
hormon giberelin, sitokinin yaitu zeatin dan
kinetin serta hormon auksin yaitu IAA (Asam
Tabel 2. Pengaruh mandiri FMA terhadap tinggi tanaman cabai merah besar (cm) umur 34 HST.

Fungi Mikoriza Arbuskula Rata-rata tinggi tanaman (cm) UJBD 0,05


0 g tan-1 (M0) 39,64 ab 2= 3,42
5 g tan-1 (M1) 37,30 b 3= 3,58
10 g tan-1 (M2) 41,93 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada baris dan kolom yang sama
berbeda nyata pada UJBD 0,05.
Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata meningkatkan kapasitas tanaman dalam
tinggi tanaman 34 HST tertinggi diperoleh menyerap unsur hara dan air. Selain itu,
pada perlakuan M2 yang berbeda nyata Setiadi (1989) menambahkan bahwa mikoriza
dengan perlakuan M1, namun berbeda tidak juga mampu memperluas permukaan area
nyata dengan perlakuan M0 dan perlakuan M1 serapan unsur hara dan CO2 pada tanah-tanah
berbeda tidak nyata terhadap M0. Hal ini yang kurang subur (tanah marginal) serta
menunjukkan bahwa pada dosis FMA 10 g tan- menyerap unsur hara P berbentuk terikat
1 telah mampu membantu tanaman dalam menjadi tersedia bagi tanaman. Satrahidayat
penyerapan unsur hara yang cukup untuk (1999) mengungkapkan bahwa meningkatnya
memenuhi kebutuhan tanaman dalam penyerapan P akan diikuti oleh peningkatan
pertumbuhannya. Hal ini juga disebabkan oleh penyerapan unsur-unsur lain (chelator) baik
adanya mikoriza yang bersimbiosis dengan dalam bentuk kation (Kalsium (Ca++),
akar tanaman cabai merah besar yang sejalan Magnesium (Mg++), Seng (Zn++), Besi (Fe++)
dengan pernyataan Solahuddin (1993) yang dan protein) maupun dalam bentuk terikat
menyatakan bahwa tanaman yang dikolonisasi seperti Ca-P, Mg-P, Al-P, Fe-P atau occluded-P.
mikoriza akan memberikan pertumbuhan Hal ini karena P akan membentuk ATP
yang lebih baik. (Adenosin Triphospat) yang sangat berguna
Widawati dan Sulisih (1999) menyatakan untuk penyerapan hara mineral.
bahwa mikoriza berperan dalam
Tabel 3. Pengaruh interaksi FMA dan Nutrisi Organik terhadap luas daun tanaman cabai merah besar
(dm2) pada umur 20, 34, 48, 62 dan 76 HST.
Umur Tanaman Nutrisi Organik (ml L-1) Dosis Fungi Mikoriza Arbuskula UJBD
(HST) 0g tan-1 (M0) 5 g tan-1 (M1) 10 g tan-1 (M2) 0,05
20 0 mL L-1 (S0) 2,458 b 2,420 a 2,689 bc 2=0,377
P P P 3=0,395
1 mL L-1 (S1) 2,614 ab 2,667 a 2,661 c
P P P
2 mL L-1 (S2) 2,972 a 2,581 a 3,486 a
QR R P
34 0 mL L-1 (S0) 4,486 b 3,649 a 4,754 ab 2=0,736
P Q P 3=0,772
1 mL L-1 (S1) 3,493 c 3,966 a 4,189 b
P P P
2 mL L-1 (S2) 5,623 a 3,353 a 5,107 a
P Q p
Vol. 3 No.3, 2013 Pengaruh Fungi Mikoriza Arbuskula 136

48 0 mL L-1 (S0) 8,187 b 6,032 c 7,358 b 2=1,076


P Q P 3=1,128
1 mL L-1 (S1) 6,046 c 8,325 a 9,374 a
Q P P
2 mL L-1 (S2) 10,364 c 7,101 bc 10,145 a
P Q P
62 0 mL L (S0)
-1 14,785 a 11,924 bc 14,042 ab 2=1,736
P Q p 3=1,820
1 mL L-1 (S1) 8,384 b 14,166 a 13,026 b
Q P P
2 mL L-1 (S2) 13,790 a 11,435 c 15,480 a
P Q p
76 0 mL L-1 (S0) 16,041 b 13,712 c 16,485 c 2=1,585
P Q P 3=1,663
1 mL L-1 (S1) 10,023 c 16,532 a 16,502 bc
Q P P
2 mL L-1 (S2) 19,488 a 14,659 bc 18,284 a
P Q P
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama (a-b) dan baris
yang sama (p-q) berbeda nyata padaUJBD 0,05
Tabel 4. Pengaruh interaksi FMA dan nutrisi organik terhadap indeks luas daun tanaman cabai merah
besar pada umur 20, 34, 48, 62 dan 76 HST.
Umur Tanaman Nutrisi Organik Fungi Mikoriza Arbuskula UJBD 0,05
(HST)
0 g tan-1 5 g tan-1 10 g tan-1
(M0) (M1) (M2)
20 0 mL L-1 (S0) 0,051 b 0,050 a 0,056 bc 2= 0,008
P P P 3= 0,008
1 mL L-1 (S1) 0,054ab 0,056 a 0,055 c
P P P
2 mL L-1 (S2) 0,062 a 0,054 a 0,073 a
Q R P
34 0 mL L-1 (S0) 0,093 b 0,076 a 0,099 ab 2= 0,015
P Q P 3= 0,016
1 mL L-1 (S1) 0,073 c 0,083 a 0,087 b
P P P
2 mL L-1 (S2) 0,117 a 0,070 b 0,106 a
P Q P
48 0 mL L-1 (S0) 0,171 b 0,126 c 0,153 c 2= 0,022
P Q P 3= 0,024
1 mL L-1 (S1) 0,126 c 0,173 a 0,195 b
Q P P
2 mL L-1 (S2) 0,216 a 0,148bc 0,211 a
P Q P
62 0 mL L-1 (S0) 0,308 a 0,248 bc 0,293 ab 2= 0,036
P Q P 3= 0,038
1 mL L-1 (S1) 0,175 b 0,295 a 0,271 b
Q P P
2 mL L-1 (S2) 0,287 a 0,238 c 0,323 a
P Q P
76 0 mL L-1 (S0) 0,355 b 0,275 c 0,377 a 2= 0,033
P Q P 3= 0,035
1 mL L-1 (S1) 0,210 c 0,368 a 0,339 b
Q P P
2 mL L-1 (S2) 0,403 a 0,312 b 0,372 ab
137 Arma et al. J. Agroteknos

P Q P
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama (a-b) dan baris
yang sama (p-q) berbeda nyata padaUJBD 0,05
Tabel 5. Pengaruh interaksi FMA dan nutrisi organik terhadap nilai indeks panen tanaman cabai merah
besar

Fungi Mikoriza Arbuskula


Nutrisi Organik 0g tan-1 5 g tan-1 10 g tan-1 UJBD 0,05
(M0) (M1) (M2)
2,924 b 3,551 a 3,446 bc 2= 0,588
0 mL L-1 (S0)
Q P PQ 3= 0,616
3,962 a 3,857 a 3,441 c
1 mL L-1 (S1)
P P P
4,136 a 3,410 a 5,436 a
2 mL L-1 (S2)
Q R P
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama (a-b) dan baris
yang sama (p-q) berbeda nyata padaUJBD 0,05
serta hasil bahan kering tanaman sebagai
Luas Daun (dm2), Indeks Luas Daun dan hasil fotosintesis yang tertimbun. Hal ini
Indeks Panen Tanaman. Daun mempunyai sejalan dengan hasil penelitian yang
peranan yang penting dalam penyerapan menunjukkan bahwa perlakuan FMA 10 g
radiasi surya dan variasi pengaruhnya tan-1 dan nutrisi organik 2 mL L-1 (S2) baik
terhadap pertumbuhan dapat dikaji secara interaksi maupun mandiri
melalui indeks luas daun (Muhadjir, 1988 berpengaruh nyata terhadap nilai indeks
dalam Fermin, 2013). Hasil pengamatan panen tanaman cabai merah besar.
menunjukkan bahwa kombinasi dosis
Nutrisi organik 2 mL L-1 (S2) pada FMA 10 SIMPULAN DAN SARAN
g tan-1 (M2) berpengaruh sangat nyata Kesimpulan
terhadap luas daun dan indeks luas daun Kesimpulan yang dapat diperoleh dari
tanaman pada umur 34, 48, 62 dan 76 hasil penelitian adalah sebagai berikut:
HST dan berpengaruh nyata pada umur 20 1. Interaksi FMA dan dosis nutrisi organik
HST. Gardner et al., (1991) menyatakan yang terbaik pada perlakuan FMA 10 g tan-
bahwa produksi dan perluasan daun yang 1 dan dosis nutrisi organik 2 mL L-1 karena

cepat dapat memaksimalkan penyerapan dapat meningkatkan pertumbuhan luas


cahaya dan asimilasi. daun, indeks luas daun dan nilai indeks
Luas daun dan ILD berkorelasi positif panen tanaman cabai merah besar.
dengan nilai indeks panen tanaman cabai 2. Perlakuan FMA terbaik pada dosis 10 g tan-
merah besar. Muhadjir (1988) dalam
1 karena dapat meningkatkan
Fermin, (2013) mengemukakan bahwa pertumbuhan tinggi tanaman cabai merah
besar.
agar diperoleh hasil panen yang tinggi,
3. Perlakuan dosis nutrisi organik terbaik
tanaman budidaya harus dapat pada dosis 2 mL L-1 karena dapat
menghasilkan indeks luas daun yang meningkatkan pertumbuhan tinggi
cukup dengan cepat untuk menyerap tanaman cabai merah.
sebagian besar cahaya guna mencapai Saran
produksi berat kering maksimum. Perlu adanya penelitian lebih lanjut
Menurut Heddy (1987) dalam Fermin mengenai pengaruh berbagai jenis FMA dan
(2013), indeks luas daun yang tinggi nutrisi oeganik yang lebih tinggi dalam
biasanya akan meningkatkan proses meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai
fotosintesis dan penyerapan unsur hara
Vol. 3 No.3, 2013 Pengaruh Fungi Mikoriza Arbuskula 138

merah besar serta perlu adanya penambahan Setiadi, 1989. Pemanfaatan Mikroorganisme
pupuk NPK sebagai pupuk dasar. dalam Kehutanan. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi IPB. Bogor.
DAFTAR PUSTAKA Solahuddin. S., 1993. Pengaruh inokulasi VAM
rhizobium terhadap pertumbuhan dan
Anas. I., 1997. Bioteknologi Tanah.
hasil kedelai. Majalah Ilmiah Universitas
Laboratorium Biologi Tanah. Jurusan
Halu Oleo. Kendari.
Tanah. Fakultas Pertanian. IPB.
Widawati, S. dan Sulisih, 1999. Status Jamur
Ardian, D., 2009. Hormon Wong Tani. (Online),
Mikoriza Vesikular-Arbuskular dan Bakteri
(http://npkjagotani.com/produk-terlaris-
Pelarut Fosfat pada Perakaran Beberapa
2/hormon-wong-tani/. Diakses tanggal 31
Tanaman dan Tanah dari Hutan Taman
Januari 2012).
Nasional Bukit Barisan Selatan.
Aryulina, D., 2011. Fungsi hormon dan vitamin
(Online),(http://ajo-
bagi tumbuhan. (Online),
biob.blogspot.com/2009/06/lichenes-dan-
(http://artikelterbaru.com/pendidikan/fu
mikoriza.html.Diakses tanggal 31 Januari
ngsi-hormon-dan-vitamin-untuk-
2012).
tumbuhan-20111107.html. Diakses tanggal
31 Januari 2012).
Badan Pusat Statistik Indonesia, 2012.
Statistik Indonesia 2012. Jakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi
Tenggara, 2012. Sulawesi Tenggara dalam
Angka 2012. Kendari.
Erliana, 2006. Pengaruh Pemberian Pupuk
Kandang dan Periode Penyiraman terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Cabai Merah
(Capsicum annuum L.). Skripsi Sarjana,
Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo.
Kendari.
Fermin, uli., 2013. Pertumbuhan dan Produksi
Jagung (Zea mays L.) dan Kacang Tanah
(Arachis hypogaea L.) melalui Pemberian
Nutrisi Organik dan Waktu Tanam dalam
Sistem Tumpangsari. Skripsi Sarjana,
Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.
Kendari.
Gardner. F., Breant Pearce dan roger L., 1991.
Fisisologi Tanaman Budidaya. Universitas
Indonesia. Jakarta.
Hardjowigeno, H., 2003. Ilmu tanah.
Akademika Presindo, Jakarta.
Martin. 2000. Harper Review Chemistry.
California CBA. California.
Mulyati dan Sinwin, 2010. Kontribusi
Pemanfaatan Pupuk Organik Kascing dan
Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan dan
Serapan Fosfor pada Jagung.
(Online),(http://ajo-
biob.blogspot.com/06/lichenes-dan-
mikoriza.html. Diakses tanggal 26 Januari
2012).
Sastrahidayat, I.R., 1995. Study rekayasa
tekhnologi pupuk hayati mikoriza.
Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya
JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013
Vol. 3 No. 3. Hal 139-143
ISSN: 2087-7706
UJI POTENSI TRICHODERMA INDIGENOUS SULAWESI TENGGARA
SEBAGAI BIOFUNGISIDA TERHADAP Phytophthora capsici SECARA IN-
VITRO

In-vitro Potential test of Trichoderma indigenous Sulawesi Southeast


As Biofungicide Against Phytophthora capsici
GUSNAWATY HS, ASNIAH*, MUHAMMAD TAUFIK, FAULIKA
Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari

ABSTRACT
This research was conducted in the Laboratory of Plant Pest and Disease, Department
of Agrotecnologi, Faculty of Agriculture, Halu Oleo University Kendari, from May to August
2013. This study aimed to evaluate potential Trichoderma isolates indigeneous Southeast
Sulawesi as biofungicide against Phytophthora capsici and Fusarium oxysporum in-vitro. The
potential inhibitory test used multiple testing methods on PDA medium. The research design
was a completely randomized design (CRD) consisting of 11 treatments (trichoderma
isolates) with three replications. Variables measured were the inhibition of trichoderma
indigeneous on the growth of P. capsici and F. oxysporum. Results of the experiment showed
that the trichoderma isolates were potential as biofungicide of P. capsici and F. oxysporum
because they were able to inhibit the growth of pathogens in-vitro. All trichoderma isolates
tested had the same potential as biofungicide against P. capsici, and isolate DKT, BPS, LKA,
ASL, LTB, APS, DPA, LKO and DKP has the best potential as biofungicide against pathogenic F.
oxysporum in-vitro.
Keywords: F. oxysporum, inhibitory, indigenous of Southeast Sulawesi, P. capsici,
trichoderma

penggunaan agens hayati lokal Sulawesi


1PENDAHULUAN
Tengara berupa trichoderma indigenous
Phytophthora capsici merupakan patogen yang telah beradaptasi dengan lingkungan
penting yang seringkali menginfeksi tanaman asalnya dan tidak menimbulkan efek negatif
lada di Sulawesi Tenggara. P. capsici bagi manusia sehingga dapat menjadi
merupakan penyebab busuk pangkal batang pengendali hayati yang efektif di daerahnya.
(BPB) pada tanaman lada. Kerusakan Ernawanti (2003) menyatakan bahwa
tanaman lada akibat penyakit BPB di pengendalian hayati bersifat spesifik lokal,
Sulawesi Tenggara tahun 2011 berkisar yaitu mikroorganisme antagonis yang
antara 487.60 Ha dari total tanaman lada terdapat di suatu daerah hanya akan
Sulawesi Tenggara berkisar 11.683 Ha (Dinas memberikan hasil yang baik di daerah
Perkebunan dan Hortikultura Sulawesi asalnya.
Tenggara, 2012). Mekanisme agens antagonis cendawan
Metode pengendalian yang sering dilakukan Trichoderma sp. terhadap patogen adalah
oleh para petani yaitu penggunaan bahan kompetisi, mikoparasit dan antibiosis selain
pestisida sintetik yang melebihi dosis itu cendawan Trichoderma sp. juga memiliki
anjuran dan digunakan secara terus-menerus beberapa kelebihan seperti mudah diisolasi,
sehingga mengakibatkan akumulasi pestisida daya adaptasi luas, dapat tumbuh dengan
tinggi sehingga menimbulkan dampak negatif cepat pada berbagai substrat, memiliki
terhadap lingkungan. Untuk itu, alternatif kisaran mikroparasitisme yang luas dan tidak
pengendalian yang ditawarkan adalah bersifat patogen pada tanaman (Arwiyanto,
2003). Beberapa hasil penelitian dilaporkan
*) Alamat Korespondensi: bahwa Trichoderma sp. dapat mengendalikan
E-mail: asniah_ani@yahoo.com
Vol. 3 No.3, 2013 Uji Potensi Trichoderma Indigenous 140

patogen pada berbagai komoditas tanaman Isolasi Cendawan Patogen. Isolasi


diantaranya P. infestan penyebab penyakit cendawan patogen P. capsici dilakukan
busuk daun dan umbi kentang (Purwantisari, dengan cara mengisolasi bagian tanaman
2009). Pythium sp. penyebab penyakit rebah yang terinfeksi patogen .Apabila telah
kecambah pada bibit durian (Octriana, 2011) terdapat isolat yang kita inginkan kemudian
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perlu dimurnikan hingga mendapatkan betul-betul
dilakukan penelitian tentang uji potensi isolat yang diharapkan sesuai dengan
trichoderma indigenous Sulawesi Tenggara identifikasi menurut Alexopoulos et
sebagai biofungisida terhadap P. capsici asal al.,(1996).
tanaman lada secara in-vitro. Peremajaan Isolat Trichoderma.
Peremajaan isolat Trichoderma spp.
METODOLOGI PENELITIAN dilakukan dengan cara menumbuhkan
Rancangan Penelitian. Penelitian ini kembali isolat tersebut dimedia PDA yang
menggunakan Rancangan Acak Lengkap baru kemudian diingkubasi selama tujuh hari
(RAL) terdiri dari 11 isolat trichoderma hingga siap untuk dilakukan pengujian.
indigenous Sulawesi Tengara yaitu: isolat Uji Daya Hambat Cendawan Trichoderma
DKT (P1T1), isolat BPS (P1T2), isolat LKA spp. terhadap P. Capsici. Pengujian daya
(P1T3), isoat ASL (P1T4), isolat LTB (P1T5), hambat cendawan Trichoderma spp.
isolat APS (P1T6), isolat LPS (P1T7), isolat LKP terhadap P. capsici dilakukan menggunakan
(P1T8), isolat DPA (P1T9), isolat LKO (P1T10) metode Uji Ganda pada media PDA. Satu
dan isolat DKP (P1T11) ke-11 kombinasi potong koloni isolat Trichoderma spp. dan
perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga patogen yang berumur 7 hari ditumbuhkan
terdapat 33 unit percobaan. bersamaan pada media PDA dengan jarak 3
Pengambilan Sampel Tanaman Terinfeksi cm yang di letakkan secara berlawanan
Patogen. Sampel tanaman yang terinfeksi dalam cawan petri yang berukuran 9 cm.
patogen P. capsici yang diambil yaitu berupa Masing-masing isolat cendawan Trichoderma
daun, batang dan akar yang masih belum spp. Persentase penghambatan (P) dihitung
bergejala lanjut yaitu antara bagian tanaman sebagai berikut: P= (R1
R2)/R1X100%, dimana P= Persentase
yang telah terinfeksi dan bagain tanaman
penghambatan, R1= jari-jari pertumbuhan
yang masih segar kemudian dimasukkan patogen ke arah tepi cawan petri, dan R2=jari-jari
dalam kantong plastik agar terjaga pertumbuhan patogen ke arah cendawan
kelembabannya sampai akan digunakan. Trichoderma spp.
Sampel yang terinfeksi patogen tersebut
harus segera diisolasi untuk menghindari HASIL DAN PEMBAHASAN
kontaminasi mikroba lain selain patogen
Persentase Daya Hambat Trichoderma spp.
yang diinginkan.
terhadap P. capsici.
Tabel 1. Daya hambat (%) isolat Trichoderma spp. terhadap P. capsici
Persentase Daya Hambat pada Pengamatan ke......HSI
Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7
P1T1 16,67 41,64 a 59,56 65,00 65,00 65,00 65,00
P1T2 13,89 25,16 ab 42,01 56,67 56,67 56,67 56,67
P1T3 11,11 22,33 ab 42,93 53,37 53,37 53,37 53,37
P1T4 16,24 35,84 ab 52,52 58,89 58,89 58,89 58,89
P1T5 8,84 38,52 a 51,05 59,00 59,00 59,00 59,00
P1T6 8,58 25,59 ab 45,33 53,33 53,33 53,33 53,33
P1T7 11,36 32,55 ab 47,71 57,78 57,78 57,78 57,78
P1T8 13,89 15,58 b 39,37 48,89 48,89 48,89 48,89
P1T9 8,84 37,12 a 54,00 62,22 62,22 62,22 62,22
P1T10 8,33 28,39 ab 46,50 54,60 54,60 54,60 54,60
P1T11 15,02 40,79 ab 57,10 61,11 61,11 61,11 61,11
141 Gusnawaty et al. J. Agroteknos

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan
uji jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan trichoderma indigenous. Trichoderma spp.
persentase daya hambat 11 isolat merupakan salah satu cendawan tanah yang
Trichoderma spp. terhadap P. capsici bersifat saprofit dan antagonis pada
berpengaruh tidak nyata pada pengamatan 1 cendawan patogen misalnya, P. infestan
HSI, 3 HSI, 4 HSI, 5 HSI, 6 HSI dan 7 HSI dan penyebab penyakit busuk daun dan umbi
berpengaruh nyata pada 2 HSI. Histogram kentang (Purwantisari, 2009), Pythium sp.
yang menunjukan perbedaan yang nyata penyebab penyakit rebah kecambah pada
pada pengamatan 2 HSI disajikan sebagai bibit durian (Octriana, 2011) dan F.
berikut: oxysporum penyebab penyakit layu pada
tanaman tomat (Taufik, 2008).
Berdasarkan hasil pengamatan uji antagonis
Trichodrma spp. terhadap P. capsici
memperlihatkan bahwa pertumbuhan jari-
jari koloni patogen kearah titik tengah
medium PDA lebih lambat dibanding
pertumbuhan Trichoderma spp. Purwantisari
dan Hastuti (2009) menyatakan bahwa
Trichoderma sp. merupakan jenis yang
potensial untuk pengendalian penyakit
secara hayati. Hasil penelitian yang telah
Gambar 1. Histogram daya hambat Trichoderma dilakukan mendukung pendapat tersebut
spp. terhadap P. capsici 2 HSI secara in- dimana ke-11 isolat Trichoderma spp. yang
vitro. diuji mampu menghambat pertumbuhan P.
Gambar 1. Menunjukan bahwa perlakuan capsici di medium PDA secara in-vitro.
P1T1 yang merupakan Trichoderma spp. isolat Berdasarkan hasil pengamatan terlihat
DKT yang memiliki daya hambat tertinggi bahwa semua isolat Trichoderma spp. yang
dibanding perlakuan lainnya pada 2 HSI yaitu diujikan memiliki kemampuan dalam
sebesar 41,64% dan yang terendah menekan pertumbuhan patogen uji (Tabel 1).
diperlihatkan oleh perlakuan P1T8 yang Hal ini mengindikasikan Trichoderma spp.
merupakan trichoderma isolat LKP yaitu indigenous Sulawesi Tenggara mampu
sebesar 9,91%. Seperti halnya dengan memanfaatkan nutrisi, ruang, serta diduga
pengamatan 2 HSI, pengamatan yang lain mampu menghasilkan senyawa antibiosis
juga memperlihatkan bahwa isolat DKT yang dan memarasit cendawan patogen yang
memilki nilai penghambatan tertinggi menyebabkan terhambatnya perkembangan
terhadap P. capsici namun tidak berbeda patogen.
dngan pengamatan lainnya hingga Trichoderma spp. yang diuji memiliki
pengamatan akhir oleh karena itu dianggap perbedaan kemampuan dalam melakukan
bahwa semua isolat trichoderma berpotensi aktivitas penghambatan terhadap P. capsici.
sebagai biofungisida terhadap P. capsici Perbedaan tersebut diduga karena
secara in-vitro perbedaan karakter setiap isolat
Phytophthora capsici penyebab Busuk Trichoderma spp. yang berkaitan dengan
Pangkal Batang (BPB) merupakan patogen kecepatan pertumbuhannya pada medium
tular tanah yang sering menginfeksi serta mekanisme dalam aktivitas daya
pertanaman lada di Sulawesi Tenggara. hambatnya terhadap P. capsici (Tabel 1).
Solusi pengendaliaan yang lebih efektif dan Menurut Djafaruddin (2000) faktor penting
ramah lingkungan dalam mengendalikan yang menentukan aktivitas mikroorganisme
kedua patogen tersebut, salah satunya adalah antagonis untuk megendalikan patogen
penggunaan agens hayati seperti adalah memiliki kecepatan pertumbuhan
yang tinggi sehingga mampu berkompetisi
Vol. 3 No.3, 2013 Uji Potensi Trichoderma Indigenous 142

dengan patogen dalam hal penguasaan ruang sebagai biofungisida terhadap P. capsici
dan makanan yang pada akhirnya dapat secara in-vitro.
menekan pertumbuhan cendawan patogen. Semua isolat trichoderma yang diujikan
Hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat menghambat P. capsici karena memiliki
menunjukan semua isolat Trichoderma spp. mekanisme berupa kompetisi ruang yang
yang diujikan terhadap P. capsici, rata-rata cepat dibanding patogen hal ini ditandai
dapat menghambat pertumbuhan pada dengan terhambatnya pertumbuhan patogen
pengamatan 2 HSI ditandai dengan koloni pada pengamatan 2 HSI selanjutnya setelah
cendawan patogen maupun agens antagonis isolat tersebut mengkolonisasi ruang tumbuh
saling mendekat dan terbentuk zona mekanisme antagonis selanjutnya yang
penghambatan. Zona penghambatan ini tidak dihasilkan adalah mekanisme mikoparasit
tetap selama pengamatan hal ini dikarenakan yaitu proses memarasit cendawan patogen
ke-11 isolat Trichoderma spp. masih aktif dimana koloni cendawan P. capsici ditumbuhi
dalam melakukan aktivitas penghambatan. oleh koloni Trichoderma spp. pada medium
Mekanisme penghambatan dari ke-11 isolat PDA hal ini diduga terjadinya pelilitan hifa
Trichoderma spp. terhadap Phytophthora pada pertemuan hifa patogen dengan
capsici secara umum berupa kompetisi ruang antagonisnya. Djaya (2003) melaporkan
dan mikoparasit (Tabel 4.) menurut bahwa Ketika mikoparasit itu mencapai
Purwantisari dan hastuti (2009) bahwa inangnya, hifanya kemudian membelit atau
cendawan yang tumbuh cepat mampu menghimpit hifa inang tersebut dengan
mengungguli dalam penguasaan ruang dan membentuk struktur seperti kait (hook-like
pada akhirnya bisa menekan pertumbuhan structure) kemudian menyerap nutrisi
cendawan lawannya. Selain mekanisme inangnya.
kompetisi ruang, ke-11 isolat tersebut juga Mekanisme antagonis lain yang diduga
diduga dapat menghambat patogen melalui dihasilkan oleh trichoderma dalam
mekanisme antibiosis yang ditandai dengan menghambat P. capsici berupa antibiosis
menipisnya koloni patogen karena enzim dimana isolat tersebut kemungkinan
yang dihasilkan, Fravel (1988) dalam menghasilkan enzim selulase sehingga
Achmad et al. (2011) menyatakan bahwa dinding sel patogen P. capsici menjadi lisis
antibiosis adalah antagonisme yang yang ditandai dengan menipisnya koloni P.
diperantarai oleh metabolit spesifik atau non capsici hal ini didukung oleh pernyataan
spesifik, enzim, senyawa volatil, atau zat Salma dan Gunarto (1999) bahwa
beracun (toksin) lainnya yang dihasilkan oleh Trichoderma sp. mampu menghasilkan enzim
mikroba. selulase untuk mendegradasi selulosa.
Hasil penelitian memperlihatkan semua Selulosa merupakan komponen utama
isolat trichoderma indigenous Sulawei penyusun dinding sel cendawan P. capsici.
Tenggara memiliki kemampuan yang sama
dari hasil analisis ragam dalam menekan SIMPULAN
pertumbuhan patogen P. capsici. Nilai Dari hasil pengamatan dan pembahasan
penghambatan Trichoderma spp. terhadap P. maka dapat disimpulkan bahwa Semua isolat
capsici diakhir pengamatan berturut-turut trichoderma indigenous Sulawesi Tenggara
yaitu isolat DKT sebesar 65,00%, DPA yang diujikan berpotensi sebagai
sebesar 62,22%, DKP sebesar 61,11%, LTB biofungisida terhadap P. capsici secara in-
sebesar 59,00%, ASL sebesar 58,89%, LPS vitro dengan persentase penghambatan
sebesar 57,78%, BPS sebesar 56,67%, LKO tertinggi dimiliki oleh isolat P1T1 yakni 65 %
sebesar 54,60% LKA sebesar 53,37%, APS pada 4 HSI.
sebesar 53,33% dan LKP sebesar 48,89%,
rata-rata isolat trichoderma memperlihatkan DAFTAR PUSTAKA
dapat menghambat P. caspici di atas 40% hal Alexopoulos, C.J., C.W ., Mims dan M.,Blackwell, 1996.
ini mengindikasikan semua isolat efektif Introductory Mycology. John Wiley dan Sons, Inc.
Canada America.
143 Gusnawaty et al. J. Agroteknos

Arwiyanto.T, 2003. Pengendalian hayati penyakit layu terhadap Jamur fusarium oxysporum f. Sp. Cubense
bakteri tembakau. Jurnal perlindungan tanaman penyebab penyakit layu Pada tanaman pisang serta
Indonesia, 3(1): 54-60. potensinya Sebagai agens pengurai serasah.
Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sultra, 2012. UNRAM. NTB.
Statistik Perkebunan Provinsi Sulawesi Souteast. Setiyono,R.T., 2009. Perakitan lada hibrida tahan
Djaenuddin .N, 2011. Bioekologi penyakit layu terhadap penyakit busuk pangkal batang. Jurnal
fusarium (Fusarium oxysforum). Prosiding Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Seminar dan Pertemuan xxi PEI. PFI Komda Sulsel Industri, 15(2): 19-20.
dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulsel. Taufik, M., 2011. Aplikasi rizobakteri dan trichoderma
Makassar. spp. Terhadap pertumbuhan tanaman dan kejadian
Erwanti, 2003. Potensi Mikroorganisme Tanah penyakit busuk pangkal batang dan kuning Pada
Antagonis Untuk Menekan Pseudomonas tanaman lada (piper nigrum l.). Prosiding Seminar
sollanacearum pada Tanaman Pisang. Secara in dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda
vitro di Pulau Lombok. Makalah Falsafah Sains Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan
Program Pasca Sarjana (S3). (Tidak Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar.
dipublikasikan)
Gultom, J.M., 2008. Pengaruh Pemberian Beberapa
Jamur Antagonis dengan Berbagai Tingkat
Konsentrasi Untuk Menekan Perkembangan Jamur
Phytium sp. Penyebab Rebah Kecambah pada
Tanaman Tembakau (Nicotiana tabaccum L.).
Diakses 10 Maret 2013.
Hindayana .D, 2002. Musuh Alami Hama dan Penyakit
Tanaman Lada. Deptan. Jakarta.
Jamilah. R, 2011. Potensi Trichoderma harzianum
(T38) dan Trichoderma pseudokoningii (T39)
sebagai Antagonis Terhadap Ganoderma sp.
Penyebab Penyakit Akar Pada Pohon Sengon
(Paraserianthes falcataria (L) Nielsen.). Skripsi
Sarjana. Departemen Silvikultur. Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian. Bogor. (Tidak
dipublikasikan).
Kethan. S.k., 2001. Mikrobial Pest Kontrol. Macel
Delker. Inc. New York.
Manohara, D dan Nurheru, 2007. Hama dan penyakit
utama tanaman lada dan pengendaliannya. Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman
Industri. Jurnal Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 29(4): 5-6.
Mulya, K., R. Noveriza, D. Manohara. 2003. Efikasi In
Vivo Pelet Erwinia BST4 dan Trichoderma
harzianum Blt1 dalam Menekan Infeksi
Phytophthora capsici pada Lada. Bull Peneliti TRO
12:1-6.

Octriana.L, 2011. Potensi agen hayati dalam


menghambat pertumbuhan Phytium sp. secara in
vitro. Buletin Plasma Nutfah, 17(2): 7-9.
Purwantisari. P. dan R.B. Hastuti, 2009. Uji
antagonisme jamur patogen Phytophthora infestans
penyebab penyakit busuk daun dan umbi tanaman
kentang dengan menggunakan Trichoderma spp.
isolat lokal. Jurnal BIOMA, 11(1): 24-32.
Salma. S. Dan L. Gunarto, 1999 Enzim selulase dari
Trichoderma spp. Buletin Agribio. Balai Penelitian
Bioteknolgi Tanaman Pangan, 2(2)
Semangun, H. 2008. Penyakit-Penyakit Tanaman
Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Sudanta, i. M., i. M. Kesratarta, i. Sudana. Uji
antagonisme beberapa jenis jamur saprofit
JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013
Vol. 3 No. 3. Hal 144-151
ISSN: 2087-7706
EFEKTIVITAS LIMBAH CAIR PERTANIAN SEBAGAI MEDIA
PERBANYAKAN DAN FORMULASI Bacillus subtilis SEBAGAI AGENS
HAYATI PATOGEN TANAMAN

Effectivity of Agricultural Waste as Media Propagation and


Formulation of Bacillus subtilis As Biological Agents of Plant
Pathogens
ANDI KHAERUNI*), ASRIANTI, ABDUL RAHMAN
Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari

ABSTRACT
This study aimed to find the best medium for formulation and storage of B. subtilis.
The study consisted of two phases: (1) Selection of agricultural wastes as a propagation
medium for Bacillus subtilis, (2) test for the stability of Bacillus subtilis in material
formulation and its inhibition activity against Rhizoctonia solani. The second phase was
conducted based on completely randomized design, consisting of five treatments, namely:
100 % medium synthetic, 100% coconut water, 75% coconut water + 25 % synthetic
medium, 50% coconut water + 50% synthetic medium and 25% coconut water + 75%
synthetic medium. Each treatment was repeated three times, so that there were 15
experimental units. B. subtilis ST21e isolate was formulated in liquid medium according to
treatment and kept in plastic container at room temperature for 8 weeks to count the
number of colonies and inhibition activity every 2 weeks. The results showed that the
agricultural wastes (coconut water, tofu water and molasses) can be used as a media for B.
subtilis ST21e propogation in different cell growth pattern. B. subtilis propogation in
medium coconut water + 10% TSB had the best growth pattern compared to the other
media. On the other hand, medium containing 25% coconut water + 75% synthetic medium
was the best combination for storage medium of B. subtilis ST21e.
Key words: biological agents, Bacillus subtilis, agricultural waste

lingkungan disamping dapat menginduksi


1PENDAHULUAN
patogen menjadi resisten terhadap pestisida
Seiring dengan kemajuan teknologi dan yang digunakan. Oleh karena itu diperlukan
ilmu pengetahuan, teknologi di bidang alternatif yang ramah lingkungan yaitu
pertanian, termasuk pengendalian penyakit berupa pengendalian hayati sehingga
tanaman juga berkembang dengan mengurangi penggunaan pestisida sintetik.
cepat, namun perkembangannya masih Bacillus subtilis merupakan salah satu
terfokus pada pengendalian secara kimiawi bakteri yang banyak dikembangkan sebagai
yaitu penggunaan pestisida sintetik. agens hayati untuk mengendalikan patogen
Ketergantungan terhadap pestisida ini tanaman. B. subtilis termasuk bakteri gram
karena penggunannya praktis dan positif, berbentuk batang, dapat tumbuh pada
cepat. Namun disisi lain penggunaan kondisi aerob dan anaerob. Bakteri tersebut
pestisida sintetik belum mampu dapat membentuk endospora dan dapat
menyelesaikan masalah penyakit tanaman, bertahan hidup dalam waktu yang lama pada
malah sering menimbulkan masalah-masalah kondisi lingkungan yang tidak
baru, seperti terjadinya kerusakan menguntungkan untuk pertumbuhannya
(Woitke, 2004).
Bacillus subtilis ST21e dilaporkan mampu
*) Alamat Korespondensi: menghambat perkembangan patogen
E-mail: akhaeruni@yahoo.com
Vol. 3 No.3, 2013 Efektivitas Limbah Cair Pertanian 145

Fusarium oxysporum, Sclerotium rolfsii, vitro dalam bahan formulasi. Tahapan ini
Phytopthora capsici dan Rhizoctonia solani dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap
secara in-vitro (Khaeruni et al., 2010a) dan (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dengan tiga
secara in-vivo mampu menghambat penyakit kali ulangan sehingga terdapat 15 unit
percobaan. Perlakuan yang diuji sebagai media
layu Fusarium pada tomat (Khaeruni et al.
pertumbuhan bakteri B. subtilis ST21e, yang
2010b); penyakit busuk batang Rhizoctonia meliputi: A=100% Media sintetik, B= 100% Air
pada kedelai (Khaeruni et. al, 2012); dan kelapa, C= 75% Air kelapa + 25% Media sintetik
penyakit busuk akar Sklerotium pada kedelai (3:1 v/v), D= 50% Air kelapa + 50% Media
(Nengtias et. al, 2012), sehingga sangat sintetik (1:1 v/v), dan E= 25% Air kelapa + 75%
potensial dikembangkan sebagai agens hayati Media sintetik (1:3 v/v).
patogen tanaman. Tahapan-tahapan pelaksanaan Penelitian:
Bacillus subtilis merupakan bakteri Peremajaan isolat bakteri B. subtilis ST21e.
saprofit yang mampu bertahan dan Strain bakteri Bacillus subtilis ST21e yang berasal
berkembang biak pada sisa-sisa bahan dari stok penyimpanan (larutan glyserol 15%)
organik. Berdasarkan sifat tersebut sehingga dikultur ulang pada media TSA di dalam cawan
petri dan diinkubasi pada suhu ruang selama 2 x
bakteri ini dapat ditumbuhkan dan
24 jam.
diperbanyak pada limbah organik cair yang
Penyediaan media perbanyakan limbah
tersedia melimpah di masyarakat seperti cair pertanian dan inokulum B. subtilis ST21e.
limbah air kelapa, air tahu dan molase. Bahan yang digunakan sebagai media
Giyanto et. al. (2009) menyatakan bahwa perbanyakan B. subtilis yaitu limbah cair
limbah cair organik sangat berpotensi pertanian berupa: air kelapa dan air tahu segar
sebagai media perbanyakan agens hayati yang diambil masing-masing dari pasar
karena mengandung komposisi nutrisi yang Mandonga Kendari dan tempat pengolahan tahu
baik untuk pertumbuhan mikroba seperti di Konda Kab. Konawe Selatan, serta molase yang
karbohidrat, protein, air, asam amino, lemak, dipesan dari industri gula di Kediri Jawa Timur.
garam-garam mineral dan nutrisi lainnya. Masing-masing limbah cair pertanian secara
terpisah dimasukkan dalam erlenmeyer ukuran
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
250 mL sebanyak 50 mL, lalu ditambahkan
tentang potensi limbah cair pertanian dengan bahan-bahan kimia TSB 10%, selanjutnya
seperti : air tahu, air kelapa dan molase ditambahkan akuades sehingga mencapai
sebagai media perbanyakan dan formulasi B. volume 200 mL. Campuran media tersebut
subtilis sebagai agens hayati. disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC
selama 15 menit, setelah sterilisasi media
BAHAN DAN METODE didinginkan dan siap digunakan sebagai media uji
Lokasi dan Waktu Penelitian. Penelitian ini pertumbuhan. Penyediaan inokulum B. subtilis
bertempat di Laboratorium Agroteknologi Unit ST21e dilakukan dengan membuat suspensi B.
Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas subtilis umur 48 jam dalam akuades steril
Pertanian Universitas Halu Oleo Kampus Bumi kemudian ditentukan nilai optical densitynya
Tridharma Kendari yang dilaksanakan pada (OD=1,00) dengan menggunakan
bulan Maret sampai dengan bulan September spektrofotometer UV-VIS pada panjang
2013. gelombang 550 nm.
Bahan. Bahan-bahan digunakan dalam Perbanyakan Bacillus subtilis ST21e dalam
penelitian ini adalah limbah air kelapa, air tahu, media limbah cair pertanian. Sebanyak 10 mL
molase, Bacillus subtilis ST21e (koleksi suspensi inokulum B. subtilis ST21e tersebut
Laboratorium IHPT), cendawan Rhizoctonia dimasukkan ke dalam masing-masing media
solani, akuades, media Tryptic Soy Broth (TSB, perbanyakan yang berisi limbah cair pertanian
media Tryptic Soy Agar (TSA), media Potato yang berbeda dan diinkubasi pada suhu ruang di
Dextrose Agar (PDA), agar-agar, alkohol 70%, dalam shaker dengan kecepatan 200 rpm selama
spritus dan media sintetik (Protease pepton dan 48 jam untuk mengukur pertumbuhan bakteri
MgSO4). dan jumlah koloni bakteri. Perlakuan yang diuji
Rancangan Penelitian. Rancangan penelitian adalah media limbah cair pertanian yang terdiri
hanya dilakukan pada tahap uji stabilitas dan dari : Media limbah air kelapa + 10% TSB; Media
penghambatan Bacillus subtilis ST21e secara in-
146 Khaeruni et al. J. Agroteknos

limbah air tahu + 10% TSB; Media molase + 10% 2. Jumlah koloni (log CFU/mL) B. subtilis ST21e
TSB; dan 4. TSB 100%. pada media perbanyakan pada umur 48 jam.
Uji Stabilitas dan Penghambatan B. subtilis Perhitungan jumlah koloni dilakukan dengan
ST21e dalam Bahan Formulasi pembiakan pada media TSA melalui metode
Uji stabilitas B. subtilis ST21e dalam bahan pengenceran berseri. Jumlah koloni yang
formulasi. Pada tahapan ini digunakan limbah tumbuh selanjutnya dikonversikan ke dalam
air kelapa sebagai media formulasi (hasil terbaik bentuk log CFU/mL,
pada tahap penelitian I). Kultur bakteri B. subtilis 3. Jumlah koloni B. subtilis ST21e pada media
ST21e yang berumur 48 jam disuspensikan formulasi air kelapa pada umur 2, 4, 6 dan 8
dengan akuades steril hingga mencapai minggu. Bahan formulasi terlebih dahulu
kerapatan sel 10-10 CFU/mL. Sebanyak 40 mL dihomogenkan dengan cara mengocok hingga
suspensi bakteri ditambahkan ke dalam media air tercampur secara merata, lalu diambil
kelapa hingga volume akhir mencapai 200 mL, sebanyak 1 mL bahan formulasi dan
lalu disimpan dalam jerigen plastik volume 250 diencerkan ke dalam air steril hingga
mL dan diletakkan pada suhu ruang sesuai mencapai pengenceran 10-10 lalu
dengan rancangan percobaan yang digunakan, ditumbuhkan pada media TSA dan diinkubasi
untuk dihitung perkembangan bakteri antagonis pada suhu ruang. Perhitungan jumlah koloni
B. subtilis dan daya hambatnya setiap 2 minggu (log CFU/mL) B. subtilis pada umur 2 hari
selama 2 bulan penyimpanan. setelah inkubasi (HSI).
Uji daya hambat B. subtilis ST21e secara in- 4. Daya hambat isolat B. subtilis ST21e terhadap
vitro setelah penyimpanan dalam bahan cendawan patogen (Rhizoctonia solani),
formulasi. Untuk mengetahui pengaruh bahan dilakukan pada umur 3 hari setelah uji
formulasi terhadap aktivitas penghambatan tantang dengan mengukur jari-jari
bakteri B. subtilis ST21e selama penyimpanan 2 pertumbuhan patogen. Rumus untuk
bulan, maka dilakukan uji daya hambat terhadap mengetahui daya hambat bakteri terhadap
patogen Rhizoctonia solani dengan metode uji patogen uji menurut Nielsen et al. (1998)
ganda. Bacillus subtilis yang diisolasi dari setiap adalah: DH = (R1 - R2) / R1 x 100%, dimana
perlakuan pada setiap waktu pengamatan DH = Daya hambat bakteri B. subtilis
diremajakan pada media TSA. Masing-masing terhadap patogen uji (%), R1 = Jari-jari
isolat B. subtilis yang diuji digoreskan memanjang pertumbuhan patogen ke arah tepi cawan
pada media PDA dengan jarak 3 cm dari tepi (cm), dan R2 = Jari-jari pertumbuhan patogen
cawan, lalu diinkubasi pada suhu ruang. ke arah bakteri (cm).
Potongan medium PDA padat dengan diameter Analisis Data. Data pada tahap pertama
0,5 cm yang ditumbuhi hifa R. solani digunakan dianalisis secara sederhana dengan
sebagai inokulum dan diinfestasi pada cawan membandingkan pola pertumbuhan B. subtilis
petri yang berisi medium PDA yang sebelumnya ST21e pada setiap jenis media cair yang
telah diinokulasikaan bakteri antagonis B. subtilis digunakan, sedangkan data hasil pengamatan
umur 24 jam secara berlawanan dengan jarak 3 pada tahap kedua dianalisis menggunakan
cm. Setiap isolat agens antagonis B. subtilis dari analisis sidik ragam. Apabila terdapat pengaruh
perlakuan yang berbeda diulang 3 kali. Kultur nyata pada perlakuan maka dilakukan uji lanjut
kembali diinkubasi dalam ruang bersuhu 260- menggunakan Uji BNT.
280C selama 3 hari untuk dilakukan pengamatan
daya hambat agens antagonis terhadap patogen HASIL DAN PEMBAHASAN
uji.
Nilai absorbansi (Optical Density) B.
Variabel Penelitian. Variabel penelitian
subtilis ST21e dalam berbagai media
yang diamati pada penelitian ini yaitu :
1. Kerapatan sel bakteri B. subtilis ST21e dalam
limbah cair. Hasil pengukuran absorbansi
media cair, dihitung dengan cara: diukur pertumbuhan B. subtilis ST21e pada berbagai
berdasarkan nilai absorbansi (Optical media cair limbah pertanian pada
Density) dengan alat spektrofotomer UV-VIS pengamatan 5 jam pertama hingga 25 jam
pada panjang gelombang 550 nm pada pada terakhir disajikan pada Tabel 1, sedangkan
umur 5 jam, 10 jam, 15 jam, 20 jam dan 25 pola pertumbuhannya disajikan pada
jam pertumbuhan, Gambar 2.

Tabel 1. Nilai absorbansi (OD) B. subtilis ST21e dalam berbagai media perlakuan
Vol. 3 No.3, 2013 Efektivitas Limbah Cair Pertanian 147

No. Perlakuan Nilai OD pada Waktu Pengukuran (jam)


Limbah Pertanian 5 10 15 20 25
1. Air Kelapa + 10% TSB 0,041 0,046 0,222 0,275 0,329
2. Air Tahu + 10% TSB 0,047 0,056 0,459 0,414 0,305
3. Molase + 10% TSB 0,041 0,535 0,072 0,045 0,047
4. TSB 100% 0,275 0,724 1,078 1,114 1,011

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan B. subtilis ST21e pada berbagai media cair


Hasil pengamatan Tabel 1 menunjukkan penurunan setelah pertumbuhan 20 jam, hal
bahwa pada dasarnya agens hayati B. subtilis yang sama terjadi pada media perbanyakan
ST21e dapat tumbuh dan berkembang pada limbah air tahu dan molase. Sebaliknya pada
berbagai media limbah cair pertanian seperti media perbanyakan yang menggunakan air
air kelapa, air tahu dan molase, hal ini kelapa + 10% media TSB, secara konsistensi
ditandai dengan terjadinya peningkatan nilai terus mengalami peningkatan pertumbuhan
absorbansi kerapatan sel bakteri pada semua yang baik hingga akhir pengamatan, dengan
media yang digunakan. Hasil pengukuran nilai OD pada waktu pertumbuhan 5 jam
kerapatan sel (OD) menunjukkan bahwa dari pertama hingga 25 jam berturut-turut 0,041;
awal pengamatan hingga diakhir pengamatan 0,046; 0,222; 0,275 dan 0,329.
pertumbuhan tertinggi bakteri terdapat pada Jumlah koloni pada berbagai media
media cair berbahan kimia sintetik (TSB), limbah cair. Hasil perhitungan rata-rata
namun dari grafik pola pertumbuhan jumlah koloni B. subtilis ST21e dari berbagai
menunjukkan bahwa kerapatan sel bakteri media limbah cair pada pengamatan umur
dalam media TSB 100% mengalami pertumbuhan 24 jam disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata jumlah koloni B. subtilis ST21e dari berbagai media cair pada umur 25 jam

No. Media Pertumbuhan Jumlah koloni


(log CFU/mL)
1 Air Kelapa + 10% TSB 15,35
2 Air Tahu + 10% TSB 15,04
3 Molase + 10% TSB 15,13
4 TSB100% 15,43
Rata-rata hasil pengamatan pada Tabel 2 berbeda dengan jumlah koloni yang terdapat
menunjukkan bahwa jumlah koloni B. subtilis pada perlakuan air kelapa + 10% TSB yaitu
ST21e dalam berbagai media berkisar antara log 15,35 CFU/mL. Berdasarkan kurva
log 15,04 sampai log 15,43 CFU/mL. Jumlah pertumbuhan dan jumlah koloni B. subtilis
koloni tertinggi didapatkan pada media ST21e pada waktu pengamatan 25 jam,
perbanyakan TSB 100% yaitu log 15,43 didapatkan bahwa media limbah cair yang
CFU/mL, namun nilai tersebut tidak jauh terbaik sebagai media perbanyakan B. subtilis
148 Khaeruni et al. J. Agroteknos

adalah media limbah air kelapa. Limbah rataan jumlah koloni B. subtilis pada berbagai
inilah yang selanjutnya digunakan sebagai perlakuan konsentrasi air kelapa pada
bahan formulasi pada tahap selanjutnya pengamatan minggu ke 2, 4, 6 dan 8 dapat
(kedua). dilihat pada Tabel 3.
Jumlah koloni Bacillus subtilis ST21e
dalam bahan formulasi air kelapa. Hasil uji
Tabel 3. Jumlah koloni B. subtilis ST21e pada berbagai perlakuan konsentrasi media air kelapa

No Perlakuan Rata-rata jumlah koloni (log CFU/mL) B. subtilis pada


. penyimpanan minggu ke-
2 4 6 8
1. (A) 100% MS 13,20a 12,57bc 12,17bc 12,08ab
2. (B) 100% Air kelapa 12,58b 12,12c 11,51c 11,50b
3. (C) 75% Air kelapa + 25% MS 13,38a 12,07c 10,90c 11,86b
4. (D) 50% Air kelapa + 50% MS 13,11a 12,95ab 13,08ab 12,58a
5. (E) 25% Air kelapa + 75% MS 13,41a 13,31a 13,60a 12,50a
Keterangan: MS = Media sintetik. Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata dalam uji BNT pada taraf kepercayaan 95%

Berdasarkan uji lanjut hasil pengamatan log 13,60 CFU/mL, kedua nilai tersebut
pada Tabel 3, menunjukkan bahwa jumlah berbeda tidak nyata dengan perlakuan air
koloni B. subtilis tertinggi pada umur 2 kelapa konsentrasi 50%, namun berbeda
minggu setelah penyimpanan dalam bahan nyata terhadap perlakuan lainnya.
formulasi terlihat pada perlakuan Sementara pada umur 8 minggu jumlah
konsentrasi air kelapa 25% yaitu log 13,41 koloni bakteri tertinggi tetap ditunjukkan
CFU/mL. Nilai tersebut berbeda tidak nyata pada perlakuan air kelapa konsentrasi 50%
dengan perlakuan media air kelapa 50%, yaitu log 12,58 CFU/mL.
75% dan 100% MS, namun berbeda nyata Persentase Daya Hambat Bacillus
dengan perlakuan konsentrasi air kelapa subtilis ST21e terhadap Rhizoctonia
100%. Rata-rata jumlah koloni B. subtilis solani. Hasil rataan daya hambat B. subtilis
pada umur 4 dan 6 minggu setelah pada berbagai perlakuan konsentrasi air
penyimpanan jumlah koloni tertinggi kelapa pada pengamatan minggu ke 2, 4, 6
diperlihatkan pada perlakuan air kelapa dan 8 setelah penyimpanan dapat dilihat
konsentrasi 25% yaitu log 13,31 CFU/mL dan pada Tabel 5.
Tabel 4. Daya hambat B. subtilis ST21e terhadap patogen Rhizoctonia solani pada pengamatan 2 sampai 8
minggu setelah masa penyimpanan.

No Perlakuan Rata-rata daya hambat B. subtilis (%) pada


. penyimpanan minggu ke-
2 4 6 8
1. (A) 100% MS 47,41 c 46,66 tn 60,74 a 11,11c
2. (B) 100% Air kelapa 62,96a 48,89 tn 53,33a 17,04c
3. (C) 75% air kelapa + 25% MS 54,07 bc 39,26 tn 59,26 a 48,15ab
4. (D) 50% air kelapa + 50% MS 57,04ab 51,11 tn 48,15a 52,59a
5. (E) 25% air kelapa + 75% MS 56,30ab 38,52 tn 17,78 b 40,00ab
Keterangan: MS = Media sintetik. Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata dalam uji BNT pada taraf kepercayaan 95%

Hasil pengamatan pada Tabel 4, pengamatan (8 minggu setelah


menunjukkan bahwa B. subtilis ST212e penyimpanan), dengan persentase daya
dalam penyimpanan pada berbagai hambat yang berbeda-beda. Perlakuan yang
konsentrasi limbah kelapa masih memiliki memperlihatkan konsistensi daya hambat
daya hambat terhadap R. solani hingga akhir yang relatif stabil dengan aktivitas daya
Vol. 3 No.3, 2013 Efektivitas Limbah Cair Pertanian 149

hambat di atas 40% ialah perlakuan dengan kelapa dan media TSB. Menurut Vigliar et al.
media penyimpanan air kelapa 50% . (2006) air kelapa mempunyai komposisi
Perlakuan ini juga memperlihatkan daya nutrisi yang lengkap berupa 95,5% air; 4%
hambat tertinggi pada masa penyimpanan 8 karbohidrat; 0,1% lemak; 0,02% kalsium;
minggu yaitu 52,59% yang berbeda nyata 0,01% fosfor; 0,5% besi, asam amino, vitamin
dengan perlakuan MS 100% dan media air C, vitamin B kompleks dan garam-garam
kelapa 100%, namun berbeda tidak nyata mineral. Kandungan nutrisi yang lengkap
dengan konsentrasi air kelapa 25% dan 75%. pada air kelapa menyebabkan pertumbuhan
Berdasarkan hasil penelitian populasi/jumlah koloni B. subtilis cukup baik
menunjukkan bahwa pola pertumbuhan B. dan stabil selama dalam proses
subtilis ST21e pada setiap media biakan yang penyimpanan.
digunakan menghasilkan kerapatan sel (OD) Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
yang berbeda-beda. Perbedaan kerapatan sel penyimpanan bahan formulasi bakteri pada
pada masing-masing media diduga umur 2, 4, 6 dan 8 minggu memberikan
disebabkan oleh perbedaan kandungan pengaruh yang berbeda terhadap
nutrisi pada media tersebut, baik dari segi pertumbuhan jumlah koloni B. subtilis ST21e.
kuantitas maupun kualitasnya. Menurut Hal ini menggambarkan bahwa waktu
Giyanto et al. (2009) salah satu faktor penyimpanan dapat mempengaruhi
penting yang mempengaruhi pertumbuhan pertumbuhan jumlah sel B. subtilis.
bakteri selain kondisi untuk pertumbuhan Berdasarkan hasil penelitian rata-rata
seperti suhu, pH, kadar air, aerasi dan agitasi, pertumbuhan sel bakteri yang tinggi untuk
juga sangat ditentukan oleh kandungan semua perlakuan terjadi pada umur
nutrisi media perbanyakannya. penyimpanan 2 minggu. Sedangkan pada
Pada Tabel 1 dan Gambar 2 dapat dilihat umur penyimpanan 4 dan 6 minggu rata-rata
bahwa dari tiga jenis limbah pertanian yang pertumbuhan tertinggi hanya diperlihatkan
digunakan, yang terbaik digunakan sebagai pada perlakuan 25% air kelapa + 75% MS
media perbanyakan dan penyimpanan B. dan 50% air kelapa + 50% MS. Sementara
subtilis ST21e adalah media air kelapa + pengamatan pada minggu ke-8 rata-rata
10% TSB, media cair ini menunjukkan pertumbuhan bakteri pada semua perlakuan
konsistensi peningkatan pertumbuhan hal ini cenderung memperlihatkan penurunan
diperlihatkan dengan nilai OD pada selama jumlah koloni/sel (lihat Tabel 4). Penurunan
masa pertumbuhan 25 jam, sementara media jumlah sel diduga adanya pengaruh
yang mengandung air tahu dan molase hanya komposisi nutrisi yang dibutuhkan oleh
memperlihatkan peningkatan OD pada awal bakteri baik dari segi kualitas maupun
pertumbuhan, penurunan nilai OD pada kuantitasnya. Semakin berkurang nutrisi di
media air tahu mulai terjadi setelah 15 jam dalam media maka jumlah sel semakin
pertumbuhan, sedangkan pada media molase menurun. Berkurangnya komposis nutrisi
terjadi setelah 10 jam pertumbuhan. Hasil ini dalam media karena nutrisi tersebut
semakin diperkuat dari hasil perhitungan dimanfaatkan oleh bakteri untuk
populasi B. subtilis diakhir pengamatan yang perkembangbiakannya. Kematian bakteri
menunjukkan jumlah koloni pada media air disebabkan karena zat makanan yang
kelapa + 10% TSB, cenderung lebih tinggi diperlukan berkurang (Dwijoseputro, 2003).
yaitu berkisar pada nilai log 15,35 CFU/mL Hal ini menunjukkan bahwa komposisi media
setelah media TSB 100%, sementara populasi berperan penting dalam pertumbuhan B.
pada media TSB 100% setara dengan log subtilis. Secara umum pertumbuhan B.
15,43 CFU/mL, suatu perbedaan nilai yang subtilis yang paling baik diperlihatkan pada
tidak signifikan. Peningkatan jumlah bakteri perlakuan media 25% air kelapa + 75% MS.
dalam media air kelapa + 10% TSB diduga Peningkatan jumlah bakteri disebabkan
karena kandungan nutrisi untuk karena nutrisi untuk pertumbuhan tersedia
pertumbuhan bakteri tersedia cukup banyak, cukup banyak, dimana sumber nutrisi ini
dimana sumber nutrisi ini berasal dari air berasal dari air kelapa dan media sintetik.
150 Khaeruni et al. J. Agroteknos

Pertumbuhan B. subtilis ST21e pada setiap optimal (terhambat). Hal ini sejalan dengan
media perlakuan menunjukkan jumlah koloni penelitian Khaeruni et. al. (2010a) yang
yang berbeda (berfluktuasi). Hal ini menyatakan bahwa bakteri Bacillus subtilis
dikarenakan di dalam setiap perlakuan ST21e mampu menghasilkan enzim protease
memiliki konsentrasi kandungan nutrisi yang dan kitinase yang berperan sebagai enzim
berbeda-beda. Kandungan nutrisi pada pengurai dinding sel patogen. Aktivitas
setiap media sangat menentukan viabilitas antagonis B. subtilis terjadi melalui beberapa
sel bakteri tersebut. Perbedaan nutrisi yang mekanisme antara lain yaitu produksi
tersedia pada media berpengaruh terhadap senyawa anti mikroba, kompetisi nutrisi
pembentukan sel mikroorganisme (Giyanto (karbon dan nitrogen) dan ruang tempat
et. al., 2009). infeksi (Liu et. al. 2009; Supartono, et. al.,
Uji antagonis B. subtilis ST21e terhadap 2011).
Rhizoctonia solani secara in-vitro ditujukan
untuk mengetahui pengaruh bahan formulasi SIMPULAN
yang diuji terhadap aktivitas antagonis B. Berdasarkan hasil penelitian dapat
subtilis terhadap patogen selama masa disimpulkan bahwa:
penyimpanan 8 minggu. Hasil penelitian 1. Limbah pertanian air kelapa, air tahu dan
menunjukkan bahwa perlakuan yang molase dapat digunakan sebagai media
menggunakan media cair 50% air kelapa + perbanyakan agens hayati Bacillus subtilis
50% MS secara konsisten memperlihatkan ST21e dengan pola pertumbuhan sel yang
daya hambat relatif stabil (50%) terhadap berbeda-beda. Namun limbah yang paling
R. solani selama masa penyimpanan 8 minggu efektif dijadikan sebagai media perbanyakan
dalam bahan formulasi, sementara perlakuan adalah limbah air kelapa.
lain memiliki daya hambat yang berfluktuasi, 2. Dari 3 limbah cair pertanian yang digunakan,
limbah cair yang terbaik sebagai media
hal ini diduga adanya pengaruh dari lamanya
perbanyakan Bacillus subtilis ST21e adalah
penyimpanan dan kandungan nutrisi yang limbah air kelapa + 10% TSB karena secara
tersedia dalam formulasi terhadap produksi konsisten memperlihatkan pola
antibiotik oleh B. subtilis. Menurut Giyanto et pertumbuhan yang terus meningkat hingga
al. (2009) lama penyimpanan suatu formulasi 25 jam pertumbuhan.
dapat mempengaruhi konsentrasi nutrisi 3. Penggunaan limbah air kelapa 25% - 50%
yang ada sehingga secara tidak langsung merupakan konsentrasi terbaik untuk media
dapat berpengaruh terhadap aktivitas formulasi Bacillus subtilis ST21e, karena
antagonis suatu agens hayati. Hal ini mampu memperlihatkan jumlah koloni
menunjukkan bahwa konsentrasi media cair bakteri yang tertinggi tanpa menurunkan
air kelapa berpengaruh pada aktifitas aktifitas antagonis secara drastis pada masa
penyimpanan 8 minggu.
antagonis B. subtilis terhadap patogen.
Pada uji daya hambat yang dilakukan pada DAFTAR PUSTAKA
umur penyimpanan 2-8 minggu terlihat
perbedaan antara miselium cendawan yang Dwidjoseputro, D., 2003. Dasar-dasar Mikrobiologi,
Edisi 14. Djambatan. Jakarta
tumbuh berdekatan dengan agens antagonis Giyanto A, Suhendar dan Rustam. 2009. Kajian
dengan miselium yang tidak berdekatan pembiakan bakteri kitinolitik Pseudomonas
dengan agen antagonis. Pertumbuhan fluorescens dan Bacillus sp. pada limbah organik
miselium yang berdekatan dengan B. subtilis dan formulasinya sebagai pestisida hayati (BIO-
terlihat lebih tebal dan pendek dibandingkan Pesticide). Prosiding seminar hasil penelitian. IPB
Khaeruni A., Sutariati GAK, Wahyuni S. 2010a.
dengan miselium yang tidak berdekatan Karakterisasi dan uji aktifitas bakteri rizosfer lahan
dengan B. subtilis. Hal ini diduga bahwa ultisol sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan
bakteri tersebut dapat menekan agensia hayati cendawan patogen tular tanah
pertumbuhan R. solani melalui aktivitas secara in-vitro. Jurnal Hama dan Penyakit Tanaman
antifungal kitinolitik yaitu enzim yang dapat Tropika, 10(2):123-130.
Khaeruni A., Sutariati GAK, Wahyuni S. 2010b. Potensi
mendegradasi dinding sel cendawan rizobakteria indigenus tanah podsolik merah
sehingga pertumbuhan cendawan tidak kuning sebagai agens pengendali hayati penyakit
Vol. 3 No.3, 2013 Efektivitas Limbah Cair Pertanian 151

layu Fusarium dan pemacu pertumbuhan tanaman


mentimun. Jurnal Fitomedika, 7(1):25-30.
Khaeruni A., Rahman A. 2012. Penggunaan bakteri
kitinolitik sebagai agens biokontrol penyakit busuk
batang oleh Rhizoctonia solani pada kedelai. Jurnal
Fitopatologi Indonesia, 8(2):37-41.
Kumar RS et al. 2005. Characterization of fungal
metabolite produced by a new strain Pseudomonas
aeruginosa PUPa3 that exhibits broad-spectrum
antifungal activity and biofertilizing traits. Journal
of Applied Microbiology, 98:145-154.
Liu X., Pang J., Yang Z. 2009. The biocontrol effect of
Trichoderma and Bacillus subtilis SY1. Journal of
Agricultural Science, 1(2):132-136.
Nengtias, SP., Darwis, Khaeruni A. 2012. Potensi
rizobakteri indigenous tanah ultisol sebagai agen
pengendali hayati penyakit layu sklerotium dan
pemacu pertumbuhan tanaman. Berkala Penelitian
Agronomi, 1(2): 148-155.
Supartono, Wijaya N., Herlina L., Ratnaningsih E.,
2011. Produksi antibiotik oleh Baciluus subtilis
M10 dalam media urea-sarbitol. Reaktor Vol
13(3):185-193
Vigliar R, Sdepanian VL, Neto UF. 2006. Biochemichal
profile of coconut water from coconut palms
planted in inland region. Journal de Pediatria
82(4):308-312
Woitke, M. 2004. Bacillus subtilis as growth promotor
in hydroponically grown tomatoes under saline
conditions. Acta Hort 659:363-369.
JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013
Vol. 3 No. 3. Hal 152-162
ISSN: 2087-7706
PERAKITAN PUPUK ALAM BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL UNTUK
MENINGKATKAN EFISIENSI PEMUPUKAN P DAN K SERTA HASIL
KEDELAI DI TANAH MASAM

Assembly of Natural Fertilizer Based on Local Resource to Improve


Efficiency of P and K Fertilization and Yield of Soybean in Acid Soils
M. TUFAILA*), SYAMSU ALAM
Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari

ABSTRACT
The research aimed to formulate a natural fertilizer based on local resources to
improve the efficiency of fertilizer P and K and yield of soybean in acid soils of Southeast
Sulawesi. The research involved natural fertilizer formulations with mica schist rock
materials, harzburgite, and rock phosphate, and further testing of fertilizers. Laboratory
fertilizer testing was performed by experimental methods to determine the slow release
properties and the amelioration capabilities of fertilizer. Fertilizer treatments were
fertilizer of mica schist and rock phosphate without coating harzburgite (L0), semifagit
fertilizer with coatings harzburgite 1 time (L1), semifagit fertilizer with coatings harzburgite
2 times (L2), and semifagit fertilizer with coatings harzburgite 3 times (L3). Further testing
was fertilizers test on acid soils, soybean yield and fertilizer efficiency with experimental
methods. The treatments were fertilizer factors consisting of two levels: fertilizer of mica
schist and rock phosphate without harsburgit coatings and semifagit coated fertilizers best
harzburgite on experiments in the laboratory, and fertilizer factor of five levels: 0%, 40%,
60%, 80%, 100% P2O5 kg.ha-1 of the recommended dosage (100 kg.ha-1). The research
concluded that the natural fertilizer was slow release, use of harsburgit as the outer layer of
fertilizer increased fertility of acid soils, fertilizers of mica schist and rock phosphate with
coatings harsburgit 3 time (L3) was the best to amelioration of acid soil, the higher dose of
fertilizer was followed by the higher the pH, total N, available P, exchangeable K, Mg, and CEC
and the lower content of Al-dd soil; the use of semifagit fertilizer dose of 80% of the
recommendated dose (100 kg P2O5.ha-1) gave a better effect on plant height, wet weight, dry
weight, number of pods, weight of 10 seeds and soybean yield per hectare (2.74 ton.ha -1).
The higher the dose of fertilizer was followed by the higher uptake of P and K, and the
highest efficiency of fertilizer P and K was at 19.32% and 15.26% for fertilizer using
semifagit with a dose of 80% of the recommended dose (100 kg P2O5.ha-1).
Keywords: mica schist rocks, harsburgit, rock phosphate, soybean, natural fertilizer

1PENDAHULUAN dalam negeri rata-rata 9,72% per tahun, dan


peningkatan areal tanam sebesar 7,25% per
Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman tahun (Badan Penelitian dan Pengembangan
pangan terpenting ketiga setelah padi dan Pertanian, 2007). Tantangannya adalah
jagung karena merupakan sumber protein bagaimana mencapai areal tanam tersebut
nabati (Nichols et al., 2006; Shapawi et al., sementara lahan yang tersedia terbatas dan
2013). Proyeksi kebutuhan kedelai pada tahun digunakan untuk berbagai tanaman palawija
2015 sebanyak 2,71 juta ton dan 3,35 juta ton lainnya yang lebih kompetitif (Atman, 2009).
pada tahun 2025 (Simatupang et al., 2005). Salah satu daerah potensial untuk
Untuk mencukupi kebutuhan kedelai dengan pengembangan kedelai adalah Sulawesi
sasaran menekan laju impor menjadi 40% dan Tenggara yang mempunyai total luas lahan
menuju swasembada pada tahun 2015 untuk pengembangan kedelai sebanyak
diperlukan upaya peningkatan hasil kedelai 669.069 ha (BBSDLP, 2008). Pada umumnya
lahan tersebut adalah tanah-tanah marginal
*) Alamat Korespondensi:
yang didominasi oleh tanah ultisol yang
E-mail: m.tufailahemon@yahoo.co.id bereaksi masam (Santoso, 1991). Tanah
Vol. 3 No.3, 2013 Perakitan Pupuk Alam 153

masam mempunyai permasalahan kesuburan BAHAN DAN METODE


berkendala ganda (multifactors stres), seperti
Penyiapan Bahan dan Formulasi Pupuk
kandungan Al dan kemasaman tanah yang
Alam. Batuan sekis mika dan fosfat alam
sangat tinggi, kahat hara P, K, Ca, Mg , Cu, Zn,
dihaluskan, kemudian diayak dengan
Mo, B, mineralisasi dan nitrifikasi sangat
matasaring 100 mesh. Gambut sebanyak 5 g
lambat (Gruba and Mulder, 2008; Bougnom et
ditambah 20 ml KOH 0,5 N. Kemudian diaduk
al., 2009; Kanev, 2011).
selama 15 menit, didiamkan selama 10 menit
Peningkatan produksi tanaman kedelai di
langkah ini diulangi 3 kali, lalu didiamkan
Sulawesi Tenggara tidak cukup hanya dengan
semalam. Kemudian disaring dengan kertas
memberikan pupuk karena pemupukkan
saring sehingga didapatkan cairan yang
tersebut tidak akan efektif bila pH tanah masih
berwarna coklat kehitaman (bahan humat)
di bawah 4,5. Untuk itu sebelum pupuk
(Rocha et al., 1998; Eladia, 2005).
diberikan maka perlu terlebih dahulu
Bubuk sekis mika dan fosfat alam dipanasi
meningkatkan pH tanahnya dengan
pemberian bahan pembenah tanah pada suhu 300oC selama 4 jam. Setelah dingin,
(amelioran) yang dapat memperbaiki sifat- sekis mika dan fosfat alam ditambah dengan
sifat tanah masam tersebut. Beberapa bahan humat dengan perbandingan 1 : 3,
sumberdaya lokal yang dapat digunakan dibiarkan selama 24 jam, kemudian digojok
sebagai pupuk dan bahan pembenah tanah selama 5 jam. Setelah sekis mika dan fosfat
dan banyak terdapat di Provinsi Sulawesi alam yang sudah terasidulasi dingin
Tenggara adalah gambut, sekis mika, ditambahkan tanah vertisol halus lolos 100
harsburgit dan fosfat alam. Gambut sebagai mesh sebanyak 1% lalu dibuat granuler
sumber bahan humat untuk pelarut batuan (ukuran 2 mm) dengan alat granulasi,
(Kpomblekou and Tabatabai, 1994; Li et al., kemudian dikeringanginkan sampai kering.
2003), sekis mika sebagai sumber K Pada tahap ini akan didapatkan sekis mika dan
(Takeshita et al., 2004; Guelfi-Silva et al., fosfat alam yang sudah terasidulasi bahan
2013), harsburgit sebagai sumber Mg bersifat humat berbentuk granuler.
basis (Kadarusman et al., 2004; Tufaila et al., Batuan harsburgit dihaluskan dan disaring
2011), dan fosfat alam sebagai sumber P lolos 100 mesh sehingga didapatkan serbuk
(Kasno et al., 1998; Kochian et al., 2004; harsburgit, kemudian ditambah kanji 1 %.
Zwolicki et al., 2013). Selanjutnya sekis mika dan fosfat alam
Kombinasi bahan humat dari ekstrak gambut granuler dimasukkan kedalam campuran
dan batuan alam kaya hara tersebut harsburgit-kanji dan diaduk-aduk hingga sekis
(harsburgit, sekis mika dan fosfat alam) mika dan fosfat alam granuler tersebut
merupakan pupuk alam yang dapat digunakan terlapisi secara merata. Selanjutnya pupuk
sebagai alternatif pengganti pupuk kimia alam ini disebut SEMIFAGIT (SEkis MIka
(Straaten, 2007), terutama untuk tanaman fosFAt harsburGIT), kemudian
kedelai yang diusahakan pada tanah masam dikeringanginkan. Pelapisan ada yang
yang miskin hara. Bahan baku pupuk yang dilakukan sekali, dua kali dan tiga kali. Dari
melimpah dan belum banyak dimanfaatkan, tahapan percobaan ini didapatkan 3 macam
sehingga dapat dihasilkan pupuk alam yang pupuk yaitu semifagit berlapis 1 kali (L1), 2
murah dan ramah lingkungan untuk kali (L2) dan 3 kali (L3). Selanjutnya dianalisis
meningkatkan hasil kedelai di Sulawesi pH, DHL, P, Ca, K, Mg, Na, Al dan Fe, dan bahan
Tenggara. organik dan kadar air.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan Pengujian sifat lepas terkendali hara P dan
formulasi pupuk alam berbasis sumberdaya K dari Pupuk Semifagit. Pupuk semifagit
lokal yang bersifat lepas terkendali (slow sebanyak 2 g dicampur dengan tanah masam
release) dan dapat berperan sebagai amelioran kering angin sebanyak 180 g. Tanah yang
sehingga mampu meningkatkan efisiensi digunakan telah disaring dengan saring 2 mm.
pemupukan P, K dan memperbaiki kesuburan Kemudian dimasukkan ke dalam ember
tanah masam, dan mendapatkan takaran plastik yang tertutup dan diinkubasikan pada
pupuk alam berbasis sumberdaya lokal yang periode 1, 10, 20, dan 30 hari pada suhu
memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman ruangan. Kelembaban tanah dipertahankan
kedelai yang paling tinggi. pada 30 % dari kapasitas lapangan. Untuk
154 Tufaila dan Alam J. Agroteknos

kontrol menggunakan pupuk sekis mika dan polong, bobot 10 biji, dan hasil kedelai ton.ha-
fosfat alam biasa. Pada akhir masa inkubasi, 1.

pupuk diambil lalu dicuci dengan air destilasi


dan dioven pada suhu 70oC. Selanjutnya HASIL DAN PEMBAHASAN
dianalisis kandungan P dan K dari pupuk
Karakteristik fosfat alam, sekis mika,
tersebut. Percobaan dilaksanakan
bahan humat, dan harsburgit. Fosfat alam
menggunakan rancangan acak lengkap yang
yang digunakan adalah guano yang
diulang 3 kali. Perlakuannya : L0 = Pupuk
mempunyai pH (H2O) 4,15; DHL 4,19 S,
sekis mika dan fosfat alam tanpa pelapis
bahan organik 8,12%, N total 9,20%, P-total
harsburgit; L1 = Pupuk semifagit pelapis
9,73%, CaO 10,42%, MgO 0,76%, K2O 2,23%,
harsburgit 1 kali; L2 = Pupuk semifagit pelapis
Na2O 0,77%, Al2O3 0,19%, Fe2O3 0,15%, dan
harsburgit 2 kali; dan L3 = Pupuk semifagit
MnO 5 ppm. Batuan sekis mika mempunyai pH
pelapis harsburgit 3 kali.
(H2O) 7,15; DHL 249 S, SiO2 45,78%, CaO
Pengujian Kemampuan Ameliorasi Pupuk
3,50%, K2O 18,91%, Na2O 3,39%, MgO 2,02%,
Semifagit. Pupuk semifagit sebanyak 5 g
Al2O3 13,16%, Fe2O3 5,91%, dan MnO 0,16%.
dicampur dengan tanah masam kering angin
Batuan harsburgit yang digunakan
sebanyak 500 g. Tanah yang digunakan telah
mengandung Mg yang cukup tinggi yaitu
disaring dengan saring 2 mm. Kemudian
44,83% sehingga sangat baik digunakan
dimasukkan ke dalam ember plastik yang
sebagai sumber magnesium dan termasuk
tertutup dan diinkubasikan selama 30 hari
batuan basis dengan pH (H2O) 8,48; DHL
pada suhu ruangan. Kelembaban tanah
193,10 S, SiO2 37,15%, CaO 1,5%, K2O 0,01%,
dipertahankan pada kapasitas lapangan
Na2O 0,77%, Al2O3 1,16%, Fe2O3 8,07%, dan
dengan menambahkan air destilasi secara
MnO 0,12%.
periodik. Untuk kontrol menggunakan pupuk
Bahan humat ekstrak gambut mengandung
sekis mika dan fosfat alam biasa. Percobaan
bahan humat 23,77%, kemasaman total 3,45
dilaksanakan menggunakan rancangan acak
meq.g-1, gugus fungsional karboksil (-COOH)
lengkap yang diulang 3 kali. Perlakuannya
0,67 meq.g-1, dan hidroksil fenolat (-OH) 2,78
adalah : L0, L1, L2, dan L3. Peubah yang
meq.g-1. Hal ini menunjukkan bahwa bahan
diamati adalah pH H20, daya hantar listrik
humat ekstrak gambut yang digunakan
(DHL), kandungan Al-dd, H-dd dan kejenuhan
ternyata didominasi oleh gugus fungsional
Al diakhir percobaan (hari ke 30).
hidroksil fenolat.
Pengujian Efisiensi Pupuk Semifagit.
Karakteristik Tanah Mineral Masam. Tanah
Percobaan tanaman kedelai pada tanah
mineral masam yang digunakan pupuk
masam disusun dalam Rancangan Acak
mempunyai pH (H2O) 4,1 (sangat masam), pH
Lengkap (RAL) menggunakan dua faktor
(KCl) 3,2. Kandungan C-organik 0,28%, C/N
perlakuan, yaitu 2 aras perlakuan pupuk dan 5
2,15, P total 10,62%, P tersedia 3,77 ppm, Ca-
aras takaran pupuk yang diulang 3 kali.
dd 0,15 cmol(+).kg-1, Mg-dd 0,19 cmol(+).kg-1,
Faktor-faktor dan aras yang akan diteliti
dan KB 2,95% tanah tersebut tergolong sangat
adalah (i) Perlakuan pupuk : Sekis mika dan
rendah, kandungan N total 0,13%, K-dd 0,14
fosfat alam tanpa pelapis harsburgit (PK), dan
cmol(+).kg-1, dan Na-dd 0,25 cmol(+).kg-1
Semifagit berlapis harsbugit terbaik pada
tergolong rendah, Al-dd 5,75 cmol(+).kg-1 dan
percobaan di Laboratorium (PKH), dan (ii)
kejenuhan Al 23,21% tergolong tinggi, dan
Pupuk dengan 5 aras takaran : 0 % P2O5 kg/ha
KPK 24,77 cmol(+).kg-1 tergolong sedang.
(0), 40 % P2O5 kg/ha (1), 60 % P2O5 kg/ha (2),
Bertekstur lempung pasiran dengan BV 1,23
80 % P2O5 kg/ha (3), dan 100% P2O5 kg/ha
g.cm-3.
dari dosis rekomendasi (4). Kebutuhan hara P
Karakteristik Pupuk Semifagit. Perakitan
per pot dihitung berdasarkan jumlah takaran
pupuk alam yang dihasilkan adalah pupuk sekis
rekomendasi hara P per hektar untuk tanaman
mika dan fosfat alam granuler tanpa pelapis
kedelai di tanah masam yaitu 100 P2O5 kg /ha
harsburgit (L0), dan semifagit pelapis
(Atman, 2009). Parameter yang diamati
harsburgit satu kali (L1), dua kali (L2), dan tiga
adalah analisis tanah awal, diakhir percobaan
kali (L3). Keempat jenis pupuk yang dihasilkan
dianalisis pH, Al-dd, P, K, Mg, dan KPK,
tersebut merupakan sumber hara P dan K.
serapan dan efisiensi P dan K tanaman, tinggi
tanaman, bobot basah, bobot kering, jumlah
Vol. 3 No.3, 2013 Perakitan Pupuk Alam 155

Tabel 1. Karakteristik pupuk sekis mika dan fosfat alam granuler (L0) dan semifagit lapis satu (L1), dua
(L2), dan tiga kali (L3)
Kandungan
Karakteristik Satuan
L0 L1 L2 L3
pH - 6,89 7,04 7,12 7,51
DHL S 136,21 149,17 153,35 165,67
P2O5 % 8,97 8,65 7,86 7,34
MgO % 0,75 6,20 8,73 10,67
CaO % 10,40 11,25 11,12 11,03
K2O % 19,38 18,35 18,50 17,27
Na2O % 0,65 0,56 0,53 0,56
Al2O3 % 0,17 0,14 0,15 0,18
Kadar air % 3,25 3,69 3,07 4,08
Bahan organik % 2,78 2,33 2,19 2,08
Sifat lepas terkendali hara P dan K Pupuk terhadap P total pupuk pada inkubasi 20 hari.
.Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa Hal ini diduga pada inkubasi 20 hari bahan
perlakuan pupuk Lo, L1, L2, dan L3 secara pelapis pupuk (L1, L2, dan L3) telah terurai ke
umum berpengaruh nyata terhadap kandungan dalam tanah sehingga yang tersisa adalah
P dan K total pupuk pada inkubasi 1, 10, 20, hanya inti pupuk yang sama dengan pupuk Lo.
dan 30 hari tetapi tidak berpengaruh nyata
Tabel 2. Purata kandungan P dan K total pupuk Lo, L1, L2, dan L3 pada inkubasi 1, 10, 20, dan 30 hari
Perlakuan Lama inkubasi (hari)
10 1 20 30
P total K total P total K total P total K total P total K total
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
Lo 8,96 d*) 19,36 c*) 7,25 b*) 16,94 d *) 5,05 a*) 12,15 a*) 2,75 a*) 6,25 a*)
L1 8,63 c 18,30 b 7,28 b 17,28 c 5,09 a 14,09 b 3,11 b 7,11 b
L2 7,80 b 18,49 b 7,15 b 18,28 b 5,16 a 14,46 b 3,08 b 7,59 c
L3 7,33 a 17,25 a 6,80 a 16,29 a 5,12 a 14,52 b 3,13 b 7,23 bc
*) Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata Duncan
5%
Gambar 1 menunjukkan bahwa selama menunjukkan bahwa pupuk yang dibuat
inkubasi berlangsung terjadi pelepasan hara P mempunyai sifat lepas terkendali (slow
dan K pupuk secara berkala atau tidak terjadi release).
pelepasan hara secara draktis. Hal ini

10
2.5
9
Lo
8 L1 2
Pelepasan P (%)
Kadar P total (%)

L2
7
L3 1.5 Lo
6
L1
5 1
L2
4 L3
0.5
3

2 0
25 8 0 10 20 30 40
0 5 10 15 20 25 30
Lama inkubasi (hari) 7 Lama inkubasi (hari)
Lo
20
L1 6
Kadar K total (%)

L2
Pelepasan K (%)

15 5 Lo
L3
L1
4 L2
10 L3
3

2
5
1

0 0
0 10 20 30 40 0 10 20 30 40
Lama inkubasi (hari) Lama inkubasi (hari)

Gambar 1. Hubungan antara lama inkubasi dengan kadar P dan K total serta pelepasan P dan K pupuk Lo,
L1, L2, dan L3
156 Tufaila dan Alam J. Agroteknos

Penurunan kandungan P dan K pupuk atau umumnya mempunyai kandungan H-dd yang
pelepasan P dan K pupuk yang paling tajam sangat terbatas, sumber kemasaman terutama
terjadi pada pupuk Lo, kemudian menyusul akibat reaksi protonasi Al atau Fe (Essington,
L1, L2, dan L3. Hal ini dapat terjadi karena 2004).
pupuk Lo tidak dilapisi harburgit sehingga Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin
langsung terjadi pelepasan P dan K pada banyak pelapis bubuk harsburgit pada pupuk
waktu inkubasi, sedangkan pupuk L1, L2, dan maka semakin tinggi pH tanah, semakin
L3 yang dilapisi harsburgit terlebih dahulu rendah Al-dd, dan kejenuhan Al. Hal ini
melepaskan unsur yang terdapat pada bahan dimungkinkan karena semakin tinggi jumlah
pelapis kemudian menyusul P dan K sebagai bubuk harsburgit sebagai pelapis pupuk
inti pupuk. semifagit maka semakin banyak kandungan
Kemampuan Amelorasi Pupuk Semifagit. Mg, bubuk harsburgit mengandung Mg
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa 44,83%. Mg yang terdapat dalam harsburgit
perlakuan pupuk Lo, L1, L2, dan L3 melalui proses hidrolisis akan melepaskan ion
berpengaruh nyata terhadap pH (H2O), Al-dd, OH-. Kehadiran hidroksida yang tinggi akan
dan kejenuhan Al tetapi tidak berpengaruh meningkatkan pH tanah, menurunkan Al-dd,
nyata terhadap H-dd tanah. Tanah mineral dan kejenuahan Al (Lesovaya et al., 2012).
Tabel 3. Purata pH, Al-dd, kejenuhan Al, dan H-dd tanah pada perlakuan pupuk Lo, L1, L2, dan L3
Al-dd Kejen. Al H-dd
Perlakuan pH(H2O) (cmol(+).kg-1) (%) (cmol(+).kg-1)
Lo 4,27 a*) 5,05 c*) 20,10 c*) 0,07 a*)
L1 5,28 b 4,72 b 18,89 b 0,08 a
L2 5,75 c 2,34 a 9,45 a 0,10 a
L3 6,68 d 2,28 a 9,14 a 0,08 a
*) Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata Duncan
5%

8 6
6.67 5.05
7 4.75
Al-dd (cmol(+).kg-1)

5.75 5
6 5.28
4
pH tanah

5 4.27
4 3 2.28 2.34
3 2
2
1
1
0 0
Lo L1 L2 L3 Lo L1 L2 L3
Pupuk Semifagit Pupuk Semifagit

25 0.14
20.39
19.16 0.12 0.11
20
H-dd (cmol(+).kg-1)

0.1
Kej. Al (%)

15 0.08 0.08
0.08 0.07
9.2 9.46
10 0.06

5 0.04
0.02
0
Lo L1 L2 L3 0
Lo L1 L2 L3
Pupuk Semifagit
Pupuk Semifagit

Gambar 2. pH (H2O) tanah, Al-dd, kejenuhan Al, dan H-dd tanah pada perlakuan pupuk Lo, L1, L2, dan L3
Berdasarkan pengaruh pupuk terhadap pH, Al- diperlakukan tersebut adalah pupuk semifagit
dd, kejenuhan Al, dan H-dd sebagaimana dengan pelapis harsburgit 3 kali (L3).
ditunjukkan pada Tabel 3 dan Gambar 2, maka Pengaruh pupuk terhadap tanah masam
pupuk terbaik dari empat jenis pupuk yang dan tanaman kedelai . Hasil analisis
keragaman menunjukkan bahwa perlakuan
Vol. 3 No.3, 2013 Perakitan Pupuk Alam 157

pupuk berpengaruh nyata terhadap pH, Al-dd, mempengaruhi karakteristik tanah menjadi
N total, dan P tersedia. semakin tinggi sehingga memungkinkan
Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin tinggi terjadinya peningkatan pH tanah, kandungan
dosis pupuk cenderung diikuti dengan N total dan P tersedia tanah. Peningkatan pH
semakin tinggi pH, N total, dan P tersedia tanah selanjutnya mengakibatkan semakin
tanah tetapi untuk kandungan Al-dd terjadi rendahnya kandungan Al-dd tanah setelah
sebaliknya yaitu semakin tinggi dosis pupuk percobaan. Johnson and Richard (2006) dan
diikuti dengan semakin rendah Al-dd tanah. Kpomblekou and Tabatabai (2003)
Hal ini dapat terjadi karena dengan semakin menyebutkan bahwa bahan organik dapat
tinggi dosis kedua jenis pupuk maka jumlah meningkatkan ketersediaan P.
hara (seperti P, K, dan bahan organik) yang
Tabel 4. Purata pH, Al-dd, N total, P tersedia tanah pada akhir percobaan
Perlakuan pH (H2O) Al-dd N total (%) P tersedia
(cmol(+).kg-1) (ppm)
PK0 4,13 a*) 5,74 g*) 0,14 a*) 3,21 a*)
PK1 4,50 b 5,42 f 0,15 a 8,13 b
PK2 4,80 c 5,17 f 0,18 cd 10,07 c
PK3 5,17 d 4,61 e 0,18 cd 12,04 d
PK4 5,60 e 3,55 d 0,19 cd 13,11 e
PKH0 4,17 a 5,75 g 0,15 a 3,23 a
PKH1 4,90 c 3,52 d 0,16 ab 12,55 de
PKH2 5,57 e 3,09 c 0,17 bc 16,37 f
PKH3 6,20 f 2,21 b 0,18 cd 20,27 g
PKH4 6,67 g 1,27 a 0,20 d 23,73 h
*) Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata Duncan
5%

7 0.22
6.5
0.2
6
0.18
N total (%)

5.5
pH

5 0.16
4.5
Sekis mika dan BFA 0.14
4 Sekis mika dan BFA
3.5 Semifagit 0.12 Semifagit
3 0.1
0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi) Dosis pupuk (% dari sosis rekomendasi)

25 7
Sekis mika dan BFA
6
Al-dd (cmol(+).kg )

20 Semifagit
-1
P tersedia (ppm)

5
15
4
10 3
2 Sekis mika dan BFA
5
1 Semifagit
0 0
0 20 40 60 80 100
0 20 40 60 80 100
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)

Gambar 3. Hubungan antara dosis pupuk dengan pH (H2O), N total, P tersedia, dan Al-dd tanah setelah
percobaan
Gambar 3 juga menunjukkan bahwa dimungkinkan karena semakin tinggi dosis
peningkatan pH dan P tersedia cenderung pupuk semifagit berlapis harsburgit, semakin
lebih tinggi dan penurunan kandungan Al-dd tinggi kandungan harsburgit yang kaya dengan
tanah cenderung lebih rendah pada perlakuan Mg. Harsburgit sebagai lapisan luar pupuk akan
pupuk semifagit berlapis harsburgit bereaksi terlebih dahulu menetralkan tanah
dibandingkan pupuk sekis mika dan fosfat sebelum terjadi pelepasan P dan K sebagai inti
alam tanpa pelapis harsburgit. Hal ini pupuk. Sebagaimana disebutkan sebelumnya
158 Tufaila dan Alam J. Agroteknos

bahwa kehadiran Mg dalam jumlah yang tinggi tetapi tidak berbeda nyata terhadap bobot 10
sebagai lapisan luar pupuk, selama proses biji, berpengaruh nyata terhadap serapan dan
hidrolisis dalam tanah akan melepaskan efisiensi serapan P dan K tanaman kedelai.
hidroksil dalam jumlah yang tinggi pula Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin tinggi
sehingga mengakibatkan meningkatnya pH dan dosis pupuk sekis mika dan BFA tanpa pelapis
menurunnya Al-dd tanah. Kondisi seperti ini harsburgit dan pupuk semifagit pelapis
memungkinkan pada waktu pelepasan P dan K harsburgit cenderung diikuti dengan semakin
sebagai inti pupuk, jumlah P yang terfiksasi Al tinggi K-dd, Mg-dd, dan KPK tanah. Hal ini
dan Fe dalam tanah menjadi berkurang dimungkinkan karena semakin tinggi dosis
sehingga mengakibatkan meningkatnya kedua jenis pupuk tersebut maka kandungan P
kandungan P tersedia tanah. dan K sebagai inti pupuk serta harsburgit yang
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa kaya dengan Mg sebagai lapisan luar pupuk
perlakuan pupuk berpengaruh nyata terhadap semifagit juga semakin banyak yang diberikan
K-dd dan Mg-dd tetapi tidak berpengaruh pada tanah sehingga mengakibatkan semakin
nyata terhadap KPK tanah, berpengaruh nyata banyak pula kandungan P, K, dan Mg tanah.
terhadap tinggi tanaman 28, 63, dan 88 HST Terjadinya peningkatan KPK tanah diduga
tetapi tidak berbeda nyata terhadap tinggi akibat kandungan bahan organik yang
tanaman kedelai 14 HST, berpengaruh nyata terdapat pada kedua jenis pupuk tersebut
terhadap bobot basah, bobot kering, jumlah tetapi peningkatannya dianggap tidak
polong, dan hasil per hektar tanaman kedelai berpengaruh nyata.
Tabel 5. Purata K-dd, Mg-dd, dan KPK tanah pada akhir percobaan
K-dd Mg-dd KPK
Perlakuan
(cmol(+).kg-1) (cmol(+).kg-1) (cmol(+).kg-1)
PK0 0,09 a*) 0,14 a*) 24,78
PK1 0,26 bc 0,18 a 25,37
PK2 0,29 cd 0,19 a 26,37
PK3 0,34 e 0,21 a 26,23
PK4 0,45 f 0,21 a 26,27
PKH0 0,09 a 0,15 a 24,73
PKH1 0,25 b 0,57 b 25,98
PKH2 0,27 bc 0,74 c 26,43
PKH3 0,31 de 0,90 d 26,85
PKH4 0,43 f 1,10 e 26,90
*) Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata Duncan
5%

0.5 1.2 27.5


Sekis mika dan BFA Sekis mika dan BFA
K-dd (cmol(+).kg-1)

Mg-dd (cmol(+).kg )

1 27
-1

0.4 Semifagit Semifagit


KPK (cmol(+).kg )
-1

0.8 26.5
0.3
0.6 26
0.2
0.4 25.5
Sekis mika dan BFA
0.1 Semifagit 0.2 25
0 0 24.5
0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi) Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi) Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)

Gambar 4. Hubungan antara dosis pupuk dengan K-dd, Mg-dd, dan KPK tanah setelah percobaan
Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pupuk 100% dari dosis rekomendasi,
dosis pupuk cenderung diikuti dengan jumlah hara yang terkandung dalam pupuk
semakin tinggi tanaman kedelai pada 14 dan tersebut diduga melebihi kebutuhan tanaman
28 HST sedangkan tinggi tanaman 63 dan 88 sehingga berpengaruh negatif terhadap
HST cenderung mengalami peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman pada 63 dan 88
sampai pada dosis 80% dari dosis HST.
rekomendasi. Hal ini disebabkan karena pada
Tabel 6. Purata tinggi tanaman kedelai pada 14, 28, 63, dan 88 HST
Vol. 3 No.3, 2013 Perakitan Pupuk Alam 159

Tinggi tanaman (cm)


Perlakuan
14 HST 28 HST 63 HST 88 HST
PK0 6,80 11,77 a*) 35,17 a*) 37,07 a*)
PK1 7,33 12,70 abc 34,60 a 36,83 a
PK2 7,47 13,63 cde 39,30 b 40,97 b
PK3 7,37 13,13 bcd 41,53 bc 42,93 b
PK4 7,30 14,53 e 40,50 bc 42,87 b
PKH0 6,90 12,13 ab 36,13 a 37,53 a
PKH1 7,23 14,23 de 39,30 b 42,53 b
PKH2 7,70 13,93 cde 40,93 bc 43,50 b
PKH3 7,60 14,87 e 42,03 c 43,67 b
PKH4 7,73 14,83 e 41,30 bc 44,13 b
*) Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata Duncan
5% 16

15

Tinggi tanaman
28 HST (cm)
8 14
7.8 13
Tinggi tanaman
14 HST (cm)

7.6
12
7.4 Sekis mika dan BFA
11 Semifagit
7.2
7 10
Sekis mika dan BFA
6.8 0 20 40 60 80 100
Semifagit
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)
6.6
0 20 40 60 80 100
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)

44 45
42 44
43
Tinggi tanaman
Tinggi tanaman

88 HST (cm)
63 HST (cm)

40
42
38 41
36 40
39
34 Sekis mika
Sekis mika dan BFA 38 dan BFA
32 37
Semifagit Semifagit
30 36
0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi) Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)

Gambar 5. Hubungan antara dosis pupuk dengan tinggi tanaman kedelai 14, 28, 63, dan 88 HST
Tabel 7. Purata bobot basah, bobot kering, jumlah polong, bobot 10 biji, dan hasil per hektar tanaman
kedelai
Bobot basah Bobot kering Bobot 10 biji Hasil (ton.ha-
Perlakuan Jumlah polong
(g) (g) (g) 1)

PK0 23,03 a*) 10,13 a*) 27,33 ab*) 0,93 1,60 a*)
PK1 25,77 b 11,43 abc 28,67 abc 1,13 2,04 b
PK2 25,90 b 11,70 bc 28,67 abc 1,10 1,98 ab
PK3 28,67 c 12,10 c 30,33 bc 1,13 2,16 b
PK4 28,27 bc 12,03 c 29,67 abc 1,07 1,99 ab
PKH 22,47 a 10,40 ab 26,67 a 0,97 1,62 a
PKH1 28,63 c 12,87 c 30,33 bc 1,13 2,16 b
PKH2 28,50 c 12,83 c 31,00 c 1,10 2,13 b
PKH3 29,90 c 14,37 d 37,33 d 1,17 2,74 c
PKH4 29,73 c 14,20 d 35,33 d 1,03 2,29 b
*) Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata Duncan
5%
160 Tufaila dan Alam J. Agroteknos

31 15 40
14
29 36

Bobot kering (g)


13
Bobot basah (g)

Jumlah polong
27 12
11 32
25 10
28
23 9 Sekis mika dan BFA
Sekis mika dan BFA 8 Sekis mika dan BFA
21 Semifagit 24
Semifagit 7 Semifagit
19 6 20
0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi) Dosis Pupuk (% dari dosis rekomendasi) Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)

1.2 3.0
Bobot 10 biji (g)

1.1 2.5

Hasil (ton.ha-1 )
1 2.0

0.9 Sekis mika dan BFA 1.5 Sekis mika dan BFA
Semifagit Semifagit
0.8 1.0
0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi) Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)

Gambar 6. Hubungan antara dosis pupuk dengan bobot basah, bobot kering, jumlah polong, bobot 10 biji, dan
hasil per hektar tanaman kedelai
Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin tinggi tanaman kedelai. Namun efisiensi serapan
dosis pupuk sampai dosis 80% dari dosis hara P dan K tertinggi dicapai pada dosis 80%
rekomendasi cenderung diikuti dengan dari dosis rekomendasi, sedangkan
semakin tinggi bobot basah, bobot kering, penggunaan pupuk melebih dosis tersebut
jumlah polong, bobot 10 biji, dan hasil per adalah tidak efisien lagi untuk menunjang
hektar tanaman kedelai. Hal ini menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman
bahwa perbaikan pertumbuhan dan kedelai. Secara keseluruhan penggunaan
perkembangan tanaman kedelai dapat dicapai pupuk semifagit berlapis harsburgit
pada dosis 80% dari dosis rekomendasi, memberikan pengaruh yang lebih baik
pemberian dosis pupuk lebih dari itu diduga terhadap serapan dan efisiensi serapan P dan
melebihi kebutuhan tanaman dan berdampak K daripada pupuk tanpa lapis harsburgit. Hal
negatif terhadap hasil tanaman kedelai. Secara ini diduga karena pupuk semifagit yang
keseluruhan penggunaan pupuk semifagit berlapis harsburgit, pada waktu pelepasan
berlapis harsburgit memberikan pengaruh hara, lapisan luar pupuk yang kaya Mg terlebih
yang lebih baik daripada pupuk tanpa lapis dahulu akan bereaksi menetralkan kondisi
harsburgit. tanah masam sehingga pelepasan hara P dan K
Gambar 7 menunjukkan bahwa semakin tinggi dari inti pupuk kedalam tanah memungkinkan
dosis pupuk cenderung diikuti dengan sebagai besar dimanfaatkan oleh tanaman dan
semakin tinggi serapan P dan K. Hal ini diduga sangat minim terfiksasi oleh Al atau Fe.
disebabkan karena dengan semakin tinggi Kondisi seperti ini mengakibatkan serapan
dosis pupuk yang diberikan diduga dan efisiensi pupuk P dan K lebih tinggi terjadi
mengakibatkan semakin tinggi kandungan P pada pupuk semifagit berlapis harsburgit dari
dan K tanah selanjutnya didikuti dengan pada pupuk tanpa pelapis harburgit.
semakin banyak kedua unsur tersebut diserap

Tabel 8. Purata serapan dan efisiensi serapan P dan K tanaman kedelai


Perlakuan Serapan P Serapan K Efisiensi Efisiensi
(mg.tanaman-1) (mg.tanaman-1) serapan P (%) serapan K (%)
Vol. 3 No.3, 2013 Perakitan Pupuk Alam 161

PK0 7,37 a*) 280,27 a*) - -


PK1 15,34 b 296,96 b 6,37 a*) 13,36 a*)
PK2 22,52 c 304,44 bc 8,08 bc 12,89 ab
PK3 27,28 d 314,19 cd 7,96 b 13,57 ab
PK4 32,39 e 322,53 d 8,01 b 13,52 ab
PKH0 7,03 a 274,78 a - -
PKH1 18,34 b 292,54 b 9,05 bcd 14,21 abc
PKH2 24,39 cd 301,26 bc 9,26 bcd 14,12 abc
PKH3 32,83 e 312,94cd 10,32 d 15,26 c
PKH4 48,12 f 321,13 d 9,53 cd 14,83 bc
*) Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata Duncan
5%

60 330
Serapan P (mg.tanaman )

Serapan K (mg.tanaman )
-1

-1
50 320 Sekis mika dan BFA
Sekis mika dan BFA
Semifagit
40 Semifagit 310

30 300

20 290

10 280

0 270
0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100
18
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi) Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)
Efisiensi serapan K (%)

12 16
Efisiensi serapan P (%)

10 14
12
8 10
6 8
6
4 Sekis mika dan BFA
Sekis mika dan BFA 4
2 Semifagit
2 Semifagit
0
0
0 20 40 60 80 100
0 20 40 60 80 100
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)
Dosis pupuk (% dari dosis rekomendasi)

Gambar 7. Hubungan antara dosis pupuk dengan serapan dan efisiensi serapan P dan K tanaman kedelai
kedelai. Efisiensi pemupukan P dan K yang
SIMPULAN tertinggi yaitu sebesar 19,32% dan 15,26%
Pupuk sekis mika dan fosfat alam terasidulasi terjadi pada penggunaan pupuk semifagit
bahan humat tanpa atau dengan pelapis dengan dosis 80% dari dosis rekomendasi
harsburgit bersifat lepas terkendali. Kelarutan (100 kg P2O5.ha-1).
sekis mika dan fosfat alam terasidulasi bahan
humat tanpa pelapis harsburgit lebih tinggi DAFTAR PUSTAKA
daripada yang dilapisi harsburgit. Penggunaan Atman, 2009. Strategi peningkatan produksi kedelai di
harsburgit sebagai lapisan luar pupuk dapat Indonesia. Jurnal Ilmiah Tambua, VIII(1):39-45.
meningkatkan kesuburan tanah masam. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007.
Pupuk sekis mika dan fosfat alam dengan Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis
pelapis harsburgit tiga kali adalah pembenah Kedelai. Departemen Pertanian Indonesia.
tanah masam yang terbaik. Semakin tinggi BBSDLP, 2008. Potensi dan ketersediaan lahan untuk
dosis pupuk diikuti dengan semakin tinggi pH, pengembangan kedelai di Indonesia. Warta
Litbang Pertanian. (30)1:3-5.
N total, P tersedia, K-dd, Mg-dd, dan KPK tanah
Bougnom, B.P., J. Mair, F.X. Etoa, H. Insam, 2009.
serta semakin rendah kandunga Al-dd tanah. Composts withwood ash addition: A risk or a
Penggunaan pupuk semifagit dengan dosis chance for ameliorating acid tropical soils.
80% dari dosis rekomendasi (100 kg P2O5.ha- Geoderma. 153: 402-407.
1) memberikan pengaruh yang lebih baik Eladia, M., Pea, M., Josef, H. and Ji, P., 2005.
terhadap tinggi tanaman, bobot basah, bobot Humic substances compounds of still unknown
kering, jumlah polong, bobot 10 biji dan hasil structure: applications in agriculture, industry,
per hektar tanaman kedelai (2,74 ton.ha-1). environment, and biomedicine. J. Appl. Biomed.
Semakin tinggi dosis pupuk diikuti dengan 3:13-24.
semakin tinggi serapan P dan K tanaman
162 Tufaila dan Alam J. Agroteknos

Essington, M.E., 2004. Soil and water chemistry. CRC Formulated Diets for Tiger Grouper, Epinephelus
Press LLC, USA. 534 p. Fuscoguttatus Juvenile. Part I: Effects on growth,
Gruba, P. and J. Mulder, 2008. Relationship between survival, feed utilization and body compositions.
Aluminum in Soils and Soil Water in Mineral Agricultural Sciences. 4(7):317-323.
Horizons of a Range of Acid Forest Soils. Soil Sci. Santoso, D., 1991. Agricultural land of Indonesia.
Soc. Am. J. 72(4):1150-1157. IARD, J. 13:33-36.
Guelfi-Silva, D.R., G. Marchi, C.R. Spehar, L.R.G. Simatupang, P., Marwoto, dan D.K.S. Swastika, 2005.
Guilherme, and V. Faquin, 2013. Agronomic Pengembangan kedelai dan kebijakan penelitian di
Efficiency of Potassium Fertilization in Lettuce Indonesia. Makalah disampaikan pada Lokakarya
Fertilized with Alternative Nutrient Sources. Rev. Pengembangan Kedelai di Lahan Sub Optimal.
Cinc. Agron. 44(2):267-277. Balitkabi Malang, 26 Juli 2005.
Johnson, S. E. and R.H. Loeppert, 2006. Role of Straaten, P.v., 2007. Agrogeology : The use of rocks
organic acids in phosphate mobilization from iron for crops. Departemen of Land Resource Science
oxide. Soil Sci. Soc. Am. J. 70:222234. University of Guelph, Ontario. Canada. 440 p.
Kadarusman, A., S. Miyashita, S. Maruyama, C.D. Takeshita, H., C. Gouzu and T. Itaya, 2004. Chemical
Parkinson and A. Ishikawa, 2004. Petrology, features of white micas from The Piemonte Calc-
geochemistry and paleogeographyc reconstruction schist, Western Alps and Implications for K-Ar
of the east Sulawesi ophiolite, Indonesia. Ages of Metamorphism. Gondwana Research.
Tectonophysics. 392: 55-83. 7(2):457-466.
Kanev, V.V., 2011. Dynamics of Acid-Soluble Iron Tufaila, M., B.H. Sunarminto, D. Shiddieq, and A.
Compounds in Soddy-Podzolic Soils of the Syukur, 2011. Characteristics of soil derived from
Southern Komi Republic. Eur. Soil Sci. ultramafic rocks for Extensification of Oil Palm in
44(11):1201-1214. Langgikima, North Konawe, Southeast Sulawesi.
Kasno, A., S. Adiningsih, dan M. Sediyarso, 1998. J. Agrivita. 33(1):93-102.
Keefektifan waktu pemberian dan jenis fosfat alam Zwolicki, A., K. M. Zmudczynska-Skarbek, L.
pada tanah plinthic kandiudults. J. Tanah Trop. Iliszko, and L. Stempniewicz, 2013. Guano
7:59-73. Deposition and Nutrient Enrichment in the
Kochian, L.V., Hoekenga, O.A., Pineros, M.A., 2004. Vicinity of Planktivorous and Piscivorous Seabird
How do crop plants tolerate acid soils. Colonies in Spitsberg. Polar Biol, 36:363-372.
Mechanisms of aluminum tolerance and
phosphorous efficiency. Annu. Rev.Plant Biol.
55:459-493.
Kpomblekou, A. K. and M. A. Tabatabai, 1994. Effect
of organic acids on release of phosphorus from
phosphate rocks. Soil Sci. 158:443-453.
Kpomblekou, A. K. and M. A. Tabatabai, 2003. Effect
of low-molecular weightorganic acids on
phosphorus release and phyto availability of
phosphorus in phosphate rocks added to soil.
Agric. Ecosystem Environ. 100:275-284.
Li, Li, W. Huang, P. Peng, G. Sheng, and J. Fu, 2003.
Chemical and Molecular Heterogeneity of Humic
Acids Repetitively Extracted from a Peat. Soil Sci.
Soc. Am. J. 67(3): 740-746.
Lesovaya, S. N., S. V. Goryachkin, and Yu. S.
Polekhovskii, 2012. Soil Formation and
Weathering on Ultramafic Rocks in the
Mountainous Tundra of the Rai-Iz Massif, Polar
Urals. Eurasian Soil Science. 45(1):33-44.
Nichols, D.M., K.D. Glover, S.R. Carlson, J.E. Specht
and B.W. Diers, 2006. Fine Mapping of a Seed
Protein QTL on Soybean Linkage Group I and Its
Correlated Effects on Agronomic Traits. Crop Sci.
46:834-839.
Rocha, J. C., A.H. Rosa and M. Furlan, 1998. An
alternative metodology for the extraction of humic
substances from organic soils. J. Braz. Chem.
Soc.,9(1):52-56.
Rossita Shapawi, R., I. Ebi, and A. Yong, 2013.
Soybean Meal as a Source of Protein in
JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013
Vol. 3 No. 3. Hal 163-169
ISSN: 2087-7706

HUBUNGAN KEKERABATAN AKSESI PISANG KEPOK (Musa paradisiaca


Formatypica) DI KABUPATEN MUNA BERDASARKAN KARAKTER
MORFOLOGI DAN PENANDA RAPD

Genetic Relationship of Kepok Banana (Musa paradisiaca


Formatypica) Accessions in Muna Regency Based on Morphological
Characters and RAPD Markers
TEGUH WIJAYANTO*), DIRVAMENA BOER, LA ENTE
Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari

ABSTRACT
Twenty-four accessions that belong to four groups of kepok banana in Muna Regency
have been analyzed for their genetic diversity based on morphological characters
(qualitative and quantitative characters), and a few accessions based on RAPD markers. This
study aimed to determine the genetic diversity and phylogenetic relationship of accessions
of kepok bananas based on 52 qualitative and 12 quantitative morphological characteristics
and DNA characteristics. Results of clustering analysis showed the euclidian values ranged
between 0.50 to 1.00 for the qualitative data, 0.01 to 0.50 for quantitative data, and 0.83 to
0.88 for DNA profile data. Combined qualitative and quantitative data had similarity
coefficient ranged from 0.00 to 2.50. Dendogram of each character produced 2 main groups.
The main group 1 formed subgroups. Although the qualitative and quantitative characters
resulted in different accession groupings, the combined data analysis of quantitative and
qualitative data showed that kepok banana in Muna regency was classified into 4 sub
groups namely banana Manuru, Bugisi, Jiwaka and Manuru Lakabu.
Keywords: cluster analysis, kepok banana, qualitative and quantitative characters,
morphology, RAPD markers.

1PENDAHULUAN tempat yang terpencar-pencar. Keadaan ini


menyebabkan pengelolaan tanaman koleksi
Indonesia merupakan salah satu pusat menjadi tidak optimal, sehingga tampilan
keragaman genetik tanaman dunia, termasuk tanaman juga tidak optimal dan seringkali
tanaman pisang (Damayanti dan Samsurianto, mengacaukan data karakteristik varietas atau
2010). Untuk mengetahui lebih jauh besarnya klon (Sukartini, 2006).
keragaman genetik tersebut maka perlu Keragaman pisang kepok secara umum dan
dilakukan identifikasi dan analisis keragaman secara khusus di Kabupaten Muna belum
genetik. Kegiatan identifikasi keragaman teridentifikasi dengan baik, baik secara
genetik juga penting untuk keperluan morfologi maupun genetik. Identifikasi
perbaikan sifat genetik tanaman dalam upaya genetik suatu populasi plasma nutfah adalah
menghasilkan varietas atau klon-klon baru suatu kegiatan untuk memeriksa keragaman
masa depan yang lebih baik untuk aksesi berdasarkan sejumlah karakter penciri
dibudidayakan (Prihatman, 2000; Prahardini (Darmono, 1996; IPGRI, 1996; Lengkong,
et al., 2010; Ocimati et al., 2014)). 2008). Identifikasi morfologi yang dilakukan
Kegiatan eksplorasi, inventarisasi dan dapat digunakan untuk melakukan analisis
pelestarian plasma nutfah pisang di Indonesia kekerabatan antara aksesi. Berkaitan dengan
masih terbatas. Hal ini disebabkan karena hal tersebut, banyak sedikitnya jumlah
koleksi tanaman pisang saat ini berada di karakter morfologi yang mempunyai
heritabilitas atau repeatabilitas tinggi akan
*) Alamat Korespondensi:
E-mail:: wijayanto_teguh@yahoo.com
Vol. 3 No.3, 2013 Hubungan Kekerabatan Aksesi Pisang Kepok 164

menentukan keakuratan pengelompokan digerus dengan menggunakan pasir kuarsa


aksesi-aksesi (Sukartini, 2006). sampai membentuk serbuk halus, lalu
Keragaman populasi tanaman pisang dimasukan ke dalam tabung eppendorff dan
sangat diperlukan dalam penyusunan ditambahkan sekitar 600 l buffer ekastraksi.
strategi pemuliaan guna mencapai Kemudian diinkubasi dalam waterbath pada
perbaikan varietas pisang secara efesien di suhu 650C selama 30 menit.Campuran ini
disentrifugasi pada 10.000 rpm selama 10
masa yang akan datang (Ekesa, 2012; Galal
menit. Suprenatant dipindahkan kedalam
et al., 2014). Dengan dasar inilah maka
tabung steril baru dan ditambahkan 1 x
dilakukan penelitian analisis keragaman volume PCI (Phenol-Chalorofom-Isoamil
genetik berbagai aksesi pisang kepok di Alcohol). Pemisahan fraksi di dalam campuran
Kabupaten Muna. Tujuan penelitian ini dilakukan dengan mengambil fase cair dan
adalah untuk mengetahui keragaman memindahkannya ke dalam tabung eppendorff
genetik dan hubungan kekerabatan antar baru dan disetrifugasi pada 10.000 rpm
aksesi pisang kepok yang ada di selama 10 menit dengan suhu 40C.
Kabupaten Muna, berdasarkan karakter Supernatant hasil pemurnian dipindahkan ke
morfologi dan penanda RAPD. dalam tabung baru ditambahkan 1 x volume
etanol absolut, diinkubasi dalam suhu 40C
BAHAN DAN METODE selama 2 jam, selanjutnya disetrifugasi
kembali pada 10.000 rpm selama 10 menit
Bahan dan Alat. Bahan yang digunakan dengan suhu 4 menit. Gumpalan DNA yang
pada pengamatan karakter morfologi adalah terbentuk (pelet) dicuci dengan 0,5 l etanol
anakan pisang kepok yang dikoleksi dari 10 70%, kemudian dikering anginkan dan
Kecamatan di Kabupaten Muna. Alat yang diinkubasi selama 12 jam pada suhu 370C.
digunakan berupa cangkul. Sabit, ember, Uji kualitas dan kuantitas DNA dilakukan
timbangan, meteran, mistar, kamera digital melalui elektroforesis dan spektrofotometer.
dan alat tulis menulis. Bahan yang digunakan Uji kuantitats DNA melalui elektroforesis pada
pada pengamatan penanda RAPD adalah prinsipnya dilakukan dengan memigrasikan
Buffer CTAB, pasir kuarsa, larutan PCI, dH2O, DNA hasil isolasi dalam gel agaros dan
etanol 70 %, aquades, RNAse, primer, master dirunning dalam bak elektroforesis pada
mix, TAE, Enzim taq polymerase, agaros, tegangan 100 volt selama 30 menit. Pita hasil
ethidium bromida, loadyng dye dan buffer TE. isolasi dapat dilihat dengan manggunakan alat
Alat yang digunakan berupa : mikropipet, tip, photoforesis. Uji kuantitas melalui
sentrifugator, spin, vorteks, sel elektroforesis, spektrofotometer pada prinsipnya adalah
mesin PCR, waterbath, tabung eppendorff, melihat densitas DNA secara optik (Optical
inkubator, timbangan analitik, photoforesis, Density) pada gelombang 260 nm dan
cetakan agaros, hotplate, spektrofotometer, disetarakan dengan 50 g/mL setiap 1 nilai
alu dan mortal, spatula, kuvet dan OD pada absorbansi UV gelombang tersebut.
kulkas/refrigerator. Pengamatan profil DNA Kualitas DNA diketahui dengan
dilakukan di Laboratorium Genetika Fakultas membandingkan hasil OD pada absorbansi
MIPA Universitas Halu Oleo Kendari. 260 nm terhadap 280 nm.
Analisis Karakter Morfologi. Eksplorasi Seleksi primer dilakukan untuk
aksesi pisang kepok dilakukan pada 10 mendapatkan primer yang dapat
kecamatan di Kabupaten Muna, diambil menghasilkan produk amplifikasi dan
anakannya selanjutnya ditanam pada lokasi mempunyai tingkat keragaman genetik yang
penelitian. Sebanyak 24 aksesi anakan pisang tinggi. Beberapa primer yang akan diseleksi,
kepok diperoleh, dan dilakukan karakterisasi yaitu: OPA-12, OPA-18, OPD-10, OPB-10 dan
morfologi berdasarkan panduan deskripsi OPH-07. Seleksi primer menggunakan 5
pisang INIBAB (2001), berupa 52 karakter sampel DNA pisang kepok yang memiliki
kualitatif dan 12 karakter kuantitatif. perbedaan struktur secara morfologi, yaitu,
Analisis Penanda RAPD. Isolasi DNA K20-H2, K06-C1, K11-D4, K05-B2 dan K10-D3.
dilakukan dengan memodifikasi metode yang Proses amplifikasi DNA dilakukan dengan
digunakan oleh Rabiah (2005). Bahan isolasi menggunakan mesin PCR. Metode dan
adalah 0,1 - 0,2 g daun muda pisang kepok, prosedur PCR ini mengacu pada prosedur
165 Wijayanto et al. J. Agroteknos

hasil modifikasi Rabiah (2005). Bahan beberapa aksesi yang memiliki penampilan
campuran untuk satu tabung reaksi PCR sama. Secara visual, keragaman karakter
terdiri atas dNTPs (gabungan dari dATP, kualitatif yang diamati pada daun adalah
dCTP, dGTPdan dTTP), satu macam primer bentuk pangkal daun, bentuk membuka
RAPD, buffer PCR, DNA template hasil isolasi, pangkal daun, lilin bawah daun, simetris
enzim Taq DNA polymerase dan air bebas ion. pangkal daun, warna belakang daun
Eletroforesis dan visualisasi hasil amplifikasi menggulung, warna permukaan atas daun,
PCR menggunakan alat photophoresis, untuk warna permukaan bawah daun, warna tepi
melihat karakteristik pita DNA yang daun, warna tulang daun atas dan warna
teramplifikasi. tulang daun bawah. Variasi yang terdapat
Data hasil pengamatan morfologi berupa pada tangkai daun (petiola) adalah: bentuk
data kualitatif disajikan dalam bentuk data tepian petiola, lilin petiola, warna petiola dan
biner dan dianalisis hubungan warna tepian petiola. Variasi pada batang
kekerabatannya dengan menggunakan jarak muda yang diamati adalah keadaan bercak
genetik Match Maching, selanjutnya data batang, warna pigmentasi batang bagian
kuantitatif distandarisasi terlebih dahulu dalam, warna pigmentasi batang bagian luar,
selanjunya dianalisis hubungan warna bercak batang, warna dasar batang
kekerabatannya dengan menggunakan jarak bagian dalam, warna dasar batang bagian luar
genetik euclidian. Selanjutnya data tersebut dan lilin pada batang. Variasi pada anakan
dianalisis gerombol dengan menggunakan adalah: warna daun anakan, warna tepian
program NTSYS (Numerical Taxonomy and daun anakan, warna tulang daun atas, warna
Multivariate). tulang daun bawah, keadaan lilin permukaan
Data hasil RAPD juga disajikan dalam bawah daun, warna petiola daun anakan,
bentuk data biner berdasarkan ada tidaknya warna tepian petiola anakan, warna tepi
pita DNA. Analisis kemiripan antar aksesi petiola,warna tunas anakan dan bercak batang
dilakukan dengan menggunakan prosedur anakan. Variasi yang nampak pada karakter
SIMQUAL (Similarity for Qualitative). buah adalah keadaan permukaan kulit buah,
warna daging buah masak dan bentuk ujung
HASIL DAN PEMBAHASAN buah.
Hasil analisis gerombol terhadap seluruh
Analisis Hubungan Kekerabatan Pisang
data kualitatif pisang kepok menghasilkan
Kepok Berdasarkan Data Kualitatif. Hasil
dendogram dengan koefisien kemiripan
pengamatan terhadap 52 karakter kualitatif
sebesar 0,50 1,00 seperti tampak pada
menunjukkan adanya penampilan yang
Gambar 1.
beragam pada beberapa aksesi, namun ada

a1
a
a2

1 b

Gambar 1. Dendogram hubungan kekerabatan 24 aksesi pisang kepok berdasarkan data 52 karakter
kualitatif
Vol. 3 No.3, 2013 Hubungan Kekerabatan Aksesi Pisang Kepok 166

Berdasarkan dendogram pada Gambar 1 semakin besar nilai koefisien kemiripan


terlihat bahwa terdapat hubungan (mendekai satu), maka hubungan
kekerabatan yang signifikan dengan nilai kekerabatannya semakin dekat. Hasil
koefisien kemiripan antara 0,51 1,00. pengelompokan aksesi berdasarkan
Semakin kecil nilai koefisien kemiripan dendogram data kualitatif disajikan pada
(mendekati nol), maka hubungan Tabel 1.
kekerabatannya semakin jauh dan sebaliknya
Tabel 1. Kelompok aksesi pisang kepok berdasarkan dendogram data kualitatif
Kelompok utama Sub Kelompok Aksesi Nama Lokal
K01-A1, K04-B1, K06-C1, K08-D1, K12-E1, K14-F1, K16-G1,
a1 Manuru
K19-H1, K21-I1, dan K23-J1
1 a2 K03-A3, K10-D3 dan K18-G3 Jiwaka
K02-A2, K05-B2, K07-C2, K09-D2, K13-E2, K15-F2, K17-G2,
B Bugisi
K20-H2, K22-I2, dan K24-J2
2 C K11-D4 Manuru Lakabu
Analisis Hubungan Kekerabatan Pisang kepok umur 10 bulan diperoleh nilai
Kepok Berdasarkan Data Kuantitatif. maksimal dan minimal serta rata-rata setiap
Berdasarkan data karakter kuantitatif pisang karakter seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai minimal, maksimal dan rata-rata karakter kuntitatif pisang kepok
Nilai
Karakter yang diamati Minimal Maksimal
Rata-rata
Ukuran Aksesi Ukuran Akasesi
Lebar daun 55,23 cm K11-D4 85,93 cm K08-D1 70,74
Panjang daun 160,00 cm K18-G3 280,33 cm K04-B1 218,56
Rasio panjang dan lebar daun 2,40 K01-A1 3,63 K04-B1 3,08
Jumlah daun 6,33 lbr K14-F1 9,67 lbr K11-D4 7,97
Dalam kanal petiola 1,73 cm K11-D4 2,60 cm K08-D1 2,14
Keliling petiola 11,77 cm K11-D4 17,37 cm K06-C1 13,86
Lebar kanal petiola 1,10 cm K04-B1 2,20 cm K18-G3 1,73
Lebar tepian petiola 0,30 cm K11-D4 1,55 cm K17-G2 0,79
Panjang petiola 32,70 cm K01-A1 46,50 cm K21-I1 40,90
Keliling batang 44,63 cm K11-D4 85,57 cm K14-E1 60,87
Tinggi batang semu 215,33 cm K07-C2 291,67 cm K19-H1 256,00
Jumlah anakan 0 anakan K01A1, K04-B1, K12-E1, 1,76 anakan K06-C1 0,80
K16-G1
Berdasarkan analisis gerombol dihasilkan (euclidian) berkisar antara 0,01 - 0,50 seperti
dendogram dengan koefisien kemiripan tampak pada Gambar 2.

1a

1b 1

Gambar 2. Dendogram hubungan kekerabatan 24 aksesi pisang kepok berdasarkan data 12 karakter
kuanlitatif
167 Wijayanto et al. J. Agroteknos

Pola hubungan kekerabatan dari 12 lingkungan yang dapat mempengaruhi


karakter kuantitatif yang diamati pada 24 perbedaan karakter morfologi tanaman pisang
aksesi menunjukan keragaman dengan antara lain kondisi fisiologis individu tanaman,
pengelompokan tertentu. Pengelompokan terutama kemampuan menyerap unsur hara
aksesi secara kuantitatif dari 24 aksesi pisang tanaman dan serangan hama dan penyakit
kepok di Kabupaten Muna tidak terlalu tegas (Robiah, 2005).
seperti pada pengelompokan aksesi secara Pengelompokan aksesi pisang kepok
kualitatif. Hal ini disebabkan karena karakter berdasarkan dendogram data kuantitatif
kuantitatif sangat rentang dengan pengaruh disajikan pada Tabel 3.
faktor lingkungan. Beberapa faktor
Tabel 3. Kelompok aksesi pisang kapok berdasarkan dendogram data kuantitatif
Kelompok Sub Aksesi
utama Kelompok
A K01-A1, K19-H1, K20-H2, K24-J2, K21-I1, K09-D2, K14-F1, K02-A2,
1 K08-D1, K05-B2, K12-E1, K13-E2, K22-I2, K15-F2, K23-J1 dan K10-D3.
B K03-A3, K18-G3, K16-G1 dan K11-D4
2 C K04-B1, K06-C1, K07-C2 dan K17-G2.
Analisis Hubungan Kekerabatan Pisang Pengelompokan aksesi pisang kepok
Kepok Berdasarkan Data Gabungan berdasarkan hasil dendogram tersebut
Karakter Kualitatif dan Kuantitatif. menunjukkan hal yang sama seperti pada
Berdasarkan analisis gerombol terhadap gambar dendogram data kualitatif. Semakin
seluruh data gabungan karakter kualitatif dan kecil jarak genetik antara dua aksesi yang
kuantitatif pisang kepok di Kabupaten Muna, dibandingkan, maka hubungan
dihasilkan dendogram dengan koefisien kekerabatannya semakin dekat dan semakin
kemiripan (similariti) berkisar antara 0,00 - besar jarak genetik antara dua aksesi yang
2,50 seperti tampak pada Gambar 3. dibandingkan, maka hubungan
kekerabatannya semakin jauh.

a1
a1 a

a 1
a2 a2
1
b
b

2
2

Gambar 3. Dendogram aksesi pisang kapok berdasarkan gabungan data kualitatif dan kuantitatif
Analisis Hubungan Kekerabatan Pisang dengan PCR, yaitu aksesi K20-H2, K06-C1 dan
Kepok Berdasarkan Penanda RAPD K11-D4. Hasil amplifikasi DNA-PCR
Sebanyak 5 aksesi pisang kepok yang diisolasi ditampilkan pada Gambar 4.
DNA nya, hanya 3 aksesi yang teramplifikasi
Vol. 3 No.3, 2013 Hubungan Kekerabatan Aksesi Pisang Kepok 168

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 M

Gambar 4. Profil pita DNA pisang kepok hasil PCR. Primer OPA-18 untuk sumur 1,2 dan 3, primer
OPH-07 untuk sumur 5, 6 dan 7, dan primer OPD-10 untuk sumur 9,10 dan 11. Sumur 4 dan
8 adalah DNA Phage Lamda PstI. Sumur 1, 5 dan 9 untuk aksesi K20-H2, sumur 2, 6 dan 10
untuk aksesi K06-C1 dan sumur 3, 7 dan 11 untuk aksesi K11-D4. M adalah ukuran
(Ladder) Phage Lambda DNA PstI.
Berdasarkan analisis clustering penanda dengan koefisien kemiripan 0,88, sehingga
RAPD nampak bahwa secara genetik dari 3 tergabung dalam satu kelompok, sedangkan
aksesi yang teramplifikasi dalam PCR memiliki aksesi K11-D4 sedikit berbeda dengan aksesi
keragaman dengan nilai koefisien kemiripan K20-H2 dan K06-C1 dengan nilai koefisien
antara 0,83 - 0,88. Aksesi K20-H2 dan K06-C1 kemiripan sebesar 0,83. Hal ini tampak
memiliki kekerabatan yang sangat dekat seperti pada Gambar 5.

Gambar 5. Dendogram aksesi pisang kapok berdasarkan data RAPD


Berdasarkan karakter kuantitatif, aksesi
SIMPULAN DAN SARAN pisang kepok tersebut tidak terkelompok
Berdasarkan data hasil penelitian dan secara tegas seperti pada karakteristik
pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kualitatif. Secara kuantitatif mereka
kesimpulan sebagai berikut: memiliki hubungan kekerabatan dengan
1. Aksesi pisang kepok di Kabupaten Muna koefisien kemiripan antara 0,01 sampai
berdasarkan karakteristik kualitatif 0,50.
memiliki hubungan kekerabatan dengan 2. Aksesi pisang kepok di Kabupaten Muna
koefisien kemiripan antara 0,51 s.d 1,00, berdasarkan karakteristik gabungan data
dan terkelompok dalam 4 (empat) grup, kualitatif dan kuantitatif memiliki
yaitu pisang Manuru, pisang Bugisi, pisang pengelompokan yang sama dengan
Jiwaka dan pisang Manuru Lakabu. pengelompokan secara kualitatif, dan
169 Wijayanto et al. J. Agroteknos

memiliki hubungan kekerabatan dengan Sukartini, 2006. Pengelompokan aksesi


koefisien kemiripan antara 0,00 sampai pisang menggunakan karakter morfologi.
2,50. Balai Penelitian Tanaman Buah Tropik.
3. Dari 3 (tiga) aksesi pisang kepok yang J.Hort, 17(11): 26 -33.
berhasil diamplifikasi secara PCR-RAPD
(aksesi K20-H2, K06-C1 dan K11-D4),
maka diketahui bahwa mereka memiliki
hubungan kekerabatan dengan koefisien
kemiripan antara 0,83 sampai 0,88.

DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, F. dan Samsurianto, 2010.
Konservasi invitro Plasma Nutfah Pisang
untu aplikasi di Bank Gen. Bioprospek, Vol.
7(2): 86-90.
Darmono, T.W., 1996. Ulas balik analisis
keragaman tanaman dengan teknik
molekuler (Analysis of plant genetic
variation with molecular technique).
Hayati, 3(1): 7-11.
Ekasa, B.N., 2012. Bioaccessibility of provit A
in banana (Musa sp). Food Chemistry 133:
1471-1477.
Galal, A.A., I.A. Ibrahiem, and J.M. Salem, 2014.
Influence of triadimefon on the growth and
development of banana cultivars. African J.
of Biotech. Vol 13(16): 1694-1701.
INIBAP, 2001. Banana diversity.
International network for the
improvement of Banana and plantain.
IPGRI, 1996. Discriptors for banana (Musa spp
). International plant genetic, Resources
Institute Rome Monllier, 55 pp.
Lengkong, E., 2008. Keragaman genetic
plasma nutfah pisang (Musa sp) di
Kabupaten Minahasa Selatan dan Minahasa
Tenggara. Jurnal Formas, hal. 302-310.
Ocimati, W., G. Blomme, and C. Murekezi,
2014. Musa germplasm diversity status. J.
Appl. Biosc. 73:5979-5990.
Prahardini, PER., Yuniarti, dan A. Krismawati,
2010. Karaterisasi varietas unggul pisang
Mas Kirana dan Agung Semeru di
Kabupaten Lumajang. Buletin Plasma
Nutfah, Vol 16(2): 126-133.
Prihatman, K., 2000. Pisang (Musa spp).
http://www. Ristek.go.id
Robiah R.H., 2005. Analisis keanekaragaman
genetik pisang introduksi (Musa spp)
berdasarkan penanda fenotipik dengan
penanda RAPD. Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013
Vol. 3 No. 3. Hal 170-177
ISSN: 2087-7706

THE STUDY ON CONTRIBUTION OF TEMPERATURE AND SOLAR


RADIATION INTENSITY TO FROGEYE DISEASE DEVELOPMENT ON
TOBACCO

Studi Pengaruh Suhu dan Intensitas Radiasi Matahari terhadap


Perkembangan Penyakit Patik pada Tembakau
AHMAD RAFIQI TANTAWI1*, BAMBANG HADISUTRISNO2, HARYONO SEMANGUN2, I. HARTANA2,
LISNAWITA3
1Program study of Agrotechnology, Agriculture Faculty, Medan Area University, Medan;2 Departement of
Plant Pest and Disease, Agriculture Faculty, Gadjah Mada University 3Program study of Agroecotechnology,
Agriculture Faculty, University of Sumatera Utara, Medan

ABSTRAK
Tembakau merupakan tanaman penting di Indonesia karena peranannya bagi
ekonomi Indonesia dan lapangan kerja. Salah satu faktor penghambat produksi tembakau
adalah penyakit patik (frogeye), penyakit cendawan yang disebabkan oleh Cercospora
nicotianae Ell. Et. Ev. Ledakan penyakit ini diduga berhubungan erat dengan aspek cuaca,
seperti kecepatan angin, suhu, intensitas radiasi matahari dan kelembapan relatif.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi, Program Studi Hama dan Penyakit
Tanaman, Fakultas pertanian, UGM dan di dua perkebunan tembakau di Jember dan Klaten
untuk mempelajari pengaruh/peranan suhu dan intensitas radiasi matahari terhadap
perkembangan penyakit patik pada tembakau. Hasil penelitian menunjukan bahwa
perkembangan penyakit patik dipengaruhi oleh faktor-faktor cuaca, seperti: suhu, namun
intensitas radiasi bukan merupakan faktor penting pada perkembangan penyakit ini.
Kata Kunci: tembakau, suhu, intensitas radiasi matahari, perkembangan penyakit patik.

1INTRODUCTION the open area toward the radiation of the


sun and the stable velocity of the wind
Frogeye constitutes (Cercospora nicotianae blows. The temperature of tobacco
Ell. Et Ev.) a significant disease on the scope of cultivation is varied, but generally, it is
tobacco (Nicotiana tabacum L.). Based on planted on temperature range 21 - 32, 3
Dalmadiyo (1999), more than 60 % of Na- oC, 2000 mm/year rainfall for the low land
Oogst besuki tembakau leaves are broken,
which are caused by frogeye with 100 billion tobacco and 1500 3500 mm/year rainfall
rupiahs loss, and 100 125 billion rupiahs for the highland tobacco (Akehurst, 1981;
loss for bawah naungan tobacco. Cahyono, 1998).
The development of this disease really The very humid weather condition will
depends on the climate and temperature. give a great advantage for the growth of
The climate factors that have influence on Cercospora. The frogeye attack tends to be
tobacco cultivation are temperature, broader while the weather is getting
humidity, rain fall, solar radiation and humid before the harvest comes (Hartana,
wind (Akehurst, 1981; Cahyono, 1998). 1998b). Cercospora will become
Tobacco needs all days continuous devastating on the relatively high field
radiation of the sun. Therefore, the temperature, particularly during the
location of tobacco planting is focused in months which have a very high
temperature. The spots which exist on the
leaves will grow fast during the hot
*) Corresponding author:
E-mail: ahmadtantawi@yahoo.com temperature, humid and rainy (Lamey, et
Vol. 3 No.3, 2013 Studi Pengaruh Suhu dan Intensitas Radiasi Matahari 171

al. 1996; Agrios, 1997). Based on conducted from November to December. The
Dickinson (1976), the weather factors that determination of location for the temperature
affect fungi are: 1). Temperature, affect on measurement, the solar radiation intensity,
the growth line and the existence of and the growth of frogeye are implemented in
the PTPN X plantation area in Jember and
hyphae and propagules, 2). Rain fall and
Klaten which were the frogeye endemic. The
moisture, will directly affect on the
selective location is based on the age of the
humidity of the leaves that will enable the even plants and still enable to do research for
existence of germination and the growth two months, the width of overlay is 5 hectares,
of pathogens, exudation and the cropping area is flat, which is not blocked
sendimentating konidium on the surface by tall trees, with the result that the solar
of the plant and the dispersal. 3).Humidity, radiation is not blocked, and the frogeye is
gives influence on the ability to survive, found. The observation of temperature and
the growth of pathogen and the release of solar radiation intensity is conducted for each
the spore, 4). Wind, will become as the 4 hours, during ten days, for each month.
medium of the spreading process and the
sedimentating konidium on the plant RESULT AND DISCUSSION
surface, and 5). Light, affect on exudation, The observation result for the relation
sporulation, konidium dispersal, between temperature and the solar radiation
germination and growth. intensity toward the frogeye intensity can be
Although there is a lot of information seen in Table 1, 2, 3, and Picture 1, 2, 3.
related to the influence of the weather toward The intensity of disease at pre harvest
the growth of frogeye, but the research on phase of NO besuki tobacco in Jember. In
frogeye forecasting on tobacco, has not been the dry month, which coincides with the pre
conducted yet. The forecasting on frogeye harvest phase in Jember, the intensity of
infection rate, particularly for the type of frogeye shows a progress which is in accord
forecasting which is arranged based on the with the lowness of wind velocity (X1),
amount of konidium in the air, the complete temperature (X2), length of time of solar
weather elements, and the relation with the radiation (X5) and the increase of air humidity,
infection rate has not been found yet. Whereas the solar radiation intensity, and the konidium
this information is important as the basic dispersal (X7). The air humidity (X3) and the
forecasting of frogeye on tobacco with the solar radiation intensity (X4) indicate the tiny
result that the anticipation can be role toward the increase of frogeye at pre
implemented before the explosion of frogeye harvest phase in the dry month. The
emerges. correlation analysis result (data is not shown)
Based on the matter, the research is seems that during the pre harvest, all weather
conducted which has a purpose of elements indicate a tiny influence toward the
understanding the contribution of intensity of frogeye, whereas the influence of
temperature and the intensity of solar amount of konidium seems bigger. It means
radiation toward the growth of frogeye on that during the dry month, all weather
tobacco. elements do not support the growth of
frogeye, with the result that the frogeye grows
MATERIAL AND METHOD slowly. (Table 1, Pigure 1). Kerr (1998), based
on his research on Cercospora beticola, the
The research is conducted at Mikrologi infection and the epidemic development of
Laboratorium, Department of Plant Pest and Cercospora leaf spot, depends on the existence
Disease, Agriculture Faculty, Gajah Mada of susceptive of parent varieties, the enough
University and in the tobacco cropping which amount of inokulum, and the length of period
is the property of PTPN X with the second of wet leaf on the high temperature inside the
series of location of cropping in Jember and in plant canopy. Generally, the infection occurs if
Klaten. The tobacco varieties used are H382 the night temperature is higher than 60 F (15,
and TV38 x G. The observation in Jember is 5 oC), the day temperature is 80 90 oF (26, 7
conducted from September to October; 32, 2 oC), and the length of period of wet leaf
meanwhile the observation in Klaten is
172 Tantawi et al. J. Agroteknos

is more than 11 hours. In the dry month, in supports the increase of the disease intensity.
Jember, the period of moisture just occurs for Besides, at harvest phase, the crop canopies
7 8 hours, with the result that the period of have covered one another, with the result that
wet leaf does not occur simultaneously with it can increase the humidity inside the canopy.
the konidium dispersal. The air humidity and the high amount of
The intensity of disease at harvest phase konidium, temperature and the short length of
of NO besuki tobacco in Jember. The time of solar radiation increase the intensity of
intensity of disease in the humid month which frogeye on tobacco. The solar radiation
coincides with the harvest phase indicates the intensity indicates the unworthy effect toward
frogeye intensity increases rapidly and the disease intensity in the humid month
exponentially. The increase of this disease (Table 2, Pigure 2).
intensity is supported by the high humidity In the humid month, the period of wet leaf
(X3), the reducing length of time of solar is longer. Kerrs research (1998) indicates
radiation (X5), and the konidium dispersal that; at 60 F (15,5 C), it is required at least 20
(X7). The decrease of temperature (X2), as the hours wet leaf for the occurrence of infection.
effect of the weather change (from dry to At 70 oF (21 oC) the infection has been able to
humid) has a tiny effect toward the occur if the period of wet leaf is 3 hours. Kerrs
development of frogeye. research (1998) is conducted in the sub tropic
The humid month which coincides with the condition. The temperature condition that is
harvest phase, the wind velocity is slower than examined in Kerrs research is very difficult to
during the pre harvest in the dry month. simulate in the tropic area. The data that has
Besides, at harvest phase in humid month, been collected during the research in the
konidium is heavier, because of containing the humid month (Table 2), indicates that the
higher water content that is compared with humidity during the day never reaches 90 %.
konidium in dry month at pre harvest phase. The intensity of frogeye in the humid month
This circumstance creates a condition that increases from 13,4 32,29 %.
Table 1. The average daily temperature, solar radiation intensity, and the intensity of frogeye on tobacco
in the dry month at the pre harvest phase of besuki tobacco in Jember.
No. Date Hour Temperature () Solar Radiation Intensity Disease Intensity (%)
1. 11-Sep 06.00-18.00 * * 0,635
18.00-06.00 24,5 0,0 0,716
2. 12-Sep 06.00-18.00 29,8 215,5 0,796
18.00-06.00 25,0 0,0 0,876
3. 13-Sep 06.00-18.00 30,5 215,0 0,957
18.00-06.00 26,0 0,0 1,037
4. 14-Sep 06.00-18.00 28,3 156,7 1,117
18.00-06.00 24,5 0,0 1,198
5. 15-Sep 06.00-18.00 29 169,3 1,278
18.00-06.00 25,63 0,0 1,358
6. 16-Sep 06.00-18.00 30,0 144,0 1,438
18.00-06.00 25,6 0,0 1,519
7. 17-Sep 06.00-18.00 29,8 110,3 1,599
18.00-06.00 26,0 0,0 1,679
8. 18-Sep-01 06.00-18.00 28,3 180,0 1,760
18.00-06.00 26,0 0,0 1,841
9. 19-Sep-01 06.00-18.00 28,7 228,3 1,923
18.00-06.00 25,0 0,0 2,005
10. 20-Sep 06.00-18.00 28,5 228,3 2,086
18.00-06.00 24,5 0,0 2,168
11. 21-Sep 06.00-18.00 27,5 229,0 2,250
18.00-06.00 24,0 0,0 2,331
12. 22-Sep 06.00-18.00 28,3 188,3 2,413
18.00-06.00 24,0 0,0 2,494
13. 23-Sep 06.00-18.00 29,0 274,7 2,576
18.00-06.00 23,0 0,0 2,658
14. 24-Sep 06.00-18.00 29,3 258,3 2,739
18.00-06.00 25,0 0,0 2,821
15. 25-Sep 06.00-18.00 28,8 153,0 2,903
Vol. 3 No.3, 2013 Studi Pengaruh Suhu dan Intensitas Radiasi Matahari 173

Table 2. The average daily temperature, solar radiation intensity, and the intensity of frogeye on tobacco
in the humid month at harvest phase of besuki tobacco in Jember.
No. Date Hour Temperature Solar Radiation Disease Intensity
(C) Intensity (%)
1. 11-Okt 06.00-18.00 28,8 176,7 13,477
18.00-06.00 24,0 0,0 13,793
2. 12-Okt 06.00-18.00 27,3 263,3 14,108
18.00-06.00 24,2 0,0 14,424
3. 13-Okt 06.00-18.00 27,7 225,0 14,739
18.00-06.00 24,7 0,0 15,055
4. 14-Okt 06.00-18.00 28,5 176,7 15,370
18.00-06.00 25,3 0,0 15,685
5. 15-Okt 06.00-18.00 28,5 246,7 16,001
18.00-06.00 25,5 0,0 16,316
6. 16-Okt 06.00-18.00 29,3 285,0 16,632
18.00-06.00 24,7 0,0 16,947
7. 17-Okt 06.00-18.00 29,7 366,7 17,263
18.00-06.00 27,3 0,0 17,578
8. 18-Okt 06.00-18.00 29,8 296,7 17,894
18.00-06.00 24,5 0,0 18,922
9. 19-Okt 06.00-18.00 28,7 206,7 19,951
18.00-06.00 25,5 0,0 20,979
10. 20-Okt 06.00-18.00 28,7 258,7 22,008
18.00-06.00 24,7 0,0 23,037
11. 21-Okt 06.00-18.00 81,0 380,67 24,065
18.00-06.00 91,0 0,0 25,094
12. 22-Okt 06.00-18.00 81,7 42000 26,122
18.00-06.00 92,7 0,0 27,151
13. 23-Okt 06.00-18.00 82,7 30767 28,180
18.00-06.00 91,0 0,0 29,208
14. 24-Okt 06.00-18.00 81,3 34900 30,237
18.00-06.00 91,0 0,0 31,266
15. 25-Okt 06.00-18.00 82,3 30433 32,294
18.00-06.00 0,0 0,0 0
The Intensity of disease in the planted in the wet month is based on the linier
vorstenland tobacco in Klaten. The research line. Pigure 3 indicates that the intensity of
that is held in Klaten, conducted in plant series frogeye in vorstenland tobacco, which is
II from two series that are planted in PTPN Xs planted during the rainy season, is affected by
farm in Klaten. The early process of plantation the increase of wind velocity and the konidium
series II occurs in the rainy season. Therefore dispersal, temperature decrease, air humidity,
the observation occurs in the wet month. The the intensity and the length of time of solar
disease intensity in the vorstenland tobacco, radiation and rain fall. Several weather
which is planted in the wet month, differs elements indicate the different influence
from the disease intensity in the humid month toward the disease intensity during the rainy
in Jember, the development is based on the season in the wet month, compared with the
exponential curve, and the disease dry and humid months.
development in vorstenland tobacco which is
Vol. 3 No.3, 2013 Studi Pengaruh Suhu dan Intensitas Radiasi Matahari 175

Pigure 1. The estimation curve of temperature effect and solar radiation intensity, toward the
intensity of frogeye in the dry month in Jember.

Pigure 2. The estimation curve of temperature effect and solar radiation intensity, toward the
intensity of frogeye in the humid month during the harvest phase.

Pigure 3. The estimation curve of relation between weather elements and the intensity of frogeye on
vorstenland tobacco during the wet month.
176 Tantawi et al. J. Agroteknos

Table 3. The average daily temperature, solar radiation intensity, and the intensity of frogeye on tobacco
in the wet month at the harvest phase of vorstenland in Klaten.
Date Hour Temperature (C) Solar Radiation Intensity Disease Intensity

11-Nop 06.00-18.00 33,00 280,0 10,64


18.00-06.00 25,33 0,0 11,152
12-Nop 06.00-18.00 29,00 236,7 11,664
18.00-06.00 24,67 0,0 12,176
13-Nop 06.00-18.00 30,00 191,7 12,689
18.00-06.00 26,67 0,0 13,201
14-Nop 06.00-18.00 30,33 251,7 13,713
18.00-06.00 23,33 0,0 14,225
15-Nop 06.00-18.00 26,00 122,7 14,737
18.00-06.00 24,00 0,0 15,249
16-Nop 06.00-18.00 27,67 268,3 15,761
18.00-06.00 24,33 0,0 16,273
17-Nop 06.00-18.00 27,67 203,0 16,786
18.00-06.00 24,33 0,0 17,298
18-Nop 06.00-18.00 28,33 231,7 17,81
18.00-06.00 25,33 0,0 18,75
19-Nop 06.00-18.00 26,67 168,7 19,69
18.00-06.00 24,00 0,0 20,63
20-Nop 06.00-18.00 28,33 233,3 21,57
18.00-06.00 25,33 0,0 22,51
21-Nop 06.00-18.00 28,33 225,0 23,45
18.00-06.00 26,33 0,0 24,39
22-Nop 06.00-18.00 30,67 278,3 25,33
18.00-06.00 25,33 0,0 26,27
23-Nop 06.00-18.00 31,67 235,0 27,21
18.00-06.00 25,67 0,0 28,15
24-Nop 06.00-18.00 30,33 315,0 29,09
18.00-06.00 25,67 0,0 30,03
25-Nop 06.00-18.00 29,25 296,7 30,97
18.00-06.00 * * 35,419
3-Des 06.00-18.00 29,00 255,0 39,869
18.00-06.00 26,67 0 41,278
4-Des 06.00-18.00 25,33 184,0 42,687
18.00-06.00 24,33 0 44,096
5-Des 06.00-18.00 27,33 285,0 45,505
18.00-06.00 24,33 0 46,914
6-Des 06.00-18.00 24,67 141,7 48,323
18.00-06.00 23,67 0,0 49,733
7-Des 06.00-18.00 26,67 284,3 51,142
18.00-06.00 24,33 0,0 52,551
8-Des 06.00-18.00 27,33 308,3 53,96
18.00-06.00 24,33 0,0 55,369
9-Des 06.00-18.00 28,00 288,3 56,778
18.00-06.00 25,00 0,0 57,519
10-Des 06.00-18.00 27,00 403,0 58,26
18.00-06.00 24,00 0,0 59,001
11-Des 06.00-18.00 29,00 312,7 59,742
18.00-06.00 25,00 0,0 60,483
12-Des 06.00-18.00 28,13 200,0 61,224
Vol. 3 No.3, 2013 Studi Pengaruh Suhu dan Intensitas Radiasi Matahari 177

Lamey HA, Cattanach AW, Bugbee WM &


CONCLUSIONS Windels CE. 1996. Cercospora Leafspot of
The elements of weather can affect the Sugarbeet. North Dakota State University
konidium dispersal, the disease intensity and Extension Service.
the growth rate of frogeye. The growth rate of
disease can differ for the weather changes. At
the planting in Jember, the solar radiation
intensity shows a very small role toward the
increase of frogeye at the pre harvest phase in
the dry month. The intensity of frogeye
increase rapidly and exponentially at the
harvest phase of the NO besuki tobacco in
Jember and the vorstenland tobacco in Klaten,
which is in accord with the reducing solar
radiation intensity.

REFERENCES
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th Eds.
Academic Press, San Diego.
Akehurst, B.C. 1981. Tobacco. Tropical
Agriculture Series, Longman, London. 764
hlm.
Cahyono, B. 1998. Tembakau. Budidaya dan
Analisis Usaha Tani. Edisi Revisi. Kanisius,
Yogyakarta. 126 hlm.
Cahyono, B. 1998. Tembakau. Budidaya dan
Analisis Usaha Tani. Edisi Revisi. Kanisius,
Yogyakarta. 126 hlm.
Dalmadiyo G. 1999. Pengendalian Penyakit
Tembakau secara Terpadu. Di dalam :
Prosiding Semiloka Teknologi Tembakau.
Tirtosastro S, Rahman A, Isdijoso SH,
Gothama AAA, Dalmadijo G & Mukani
(eds.).. Balai Penelitian Tembakau dan
Tanaman Serat, Malang.
Dickinson CH. 1976. Fungi on the Aerial
Surface of Higher Plants. Di dalam :
Micrology of Phyllosphere. Dickinson CH &
Preece TF (eds.). Cambridge University
Press.Cambridge. hlm. 77-100.
Hartana I. 1998. Penyakit-penyakit Jamur
pada Tanaman Tembakau dan Cara
Pengendaliannya. Makalah Penyegaran
Tenaga Peneliti/Praktisi Tembakau
Lingkup PTP Nusantara II dan X di Jember
pada 3-5 Nopember 1998.
Kerr, E.D. 1998. Cercospora Leaf Spot of Sugar
Beet. Cooperative Extension, Institute of
Agriculture and Natural Resources.
University of Nebrasca, Lincoln.
http://www.ianr.unl.edu/pubs/plantdiseas
e/g1348. htm
JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013
Vol. 3 No. 3. Hal 178-182
ISSN: 2087-7706

KARAKTERISASI BIOKIMIAWI RIZOBAKTERI ASAL GULMA


BERDAUN LEBAR YANG BERPOTENSI SEBAGAI DELETERIOUS
RHIZOBACTERIA

Biochemical Characterization of Rhizobacteria from broadleaf


weeds Potential as Deleterious Rhizobacteria
ASNIAH*), TRESJIA C. RAKIAN, MUHIDIN, GUSNAWATY HS, SRI WANGADI
Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo

ABSTRACT
The research aimed to know biochemical characters of rhizobacteria from broadleaf
weed that are potential as deleterious rhizobacteria. The research was conducted at
Agronomy Laboratory of Agriculture Faculty Halu Oleo University Kendari from January
until March 2013. The results showed that 9 of 10 rhizobacteria isolates tested from
broadleaf weeds rhizosphere had the ability to solubilize phosphate with different
diameters. For nitrogen fixation ability, all isolates tested were potential but only isolates of
ML-01 and KL-06 had high capability. All isolates had different ability to produce IAA, with
isolates of KL-06 produced higher concentration of IAA (33,07 ppm) compared to other
isolates. Isolates that had the ability to produce HCN were isolates BL-07, with filter paper
change from yellow to dark brown, and BL-08 and BL-03 light brown color changes indicated
to that the production of HCN was increased. Result of research showed that some isolates
tested had biochemical character as deleterious rhizobacteria by the ability to solubilize
phosphate, fix nitrogen, produce IAA and HCN.
Keywords: biochemical characterization, rhizobacteria, broadleaf weeds, deleterious.

menggunakan rizobakteri yang memiliki


1PENDAHULUAN potensi sebagai deleterious rhizobacteria yaitu
rizobakteri yang bersifat memacu
Gulma adalah tumbuhan yang
pertumbuhan tanaman sekaligus sebagai
keberadaannya dapat menimbulkan gangguan
bioherbisida dalam pengendalian gulma.
dan kerusakan bagi tanaman budidaya.
Peranan rizobakteri selain sebagai pemacu
Kehadiran gulma pada areal tanaman sangat
pertumbuhan tanaman adalah memiliki
berpengaruh terhadap hasil panen. Hal ini
potensi sebagai bioherbisida terhadap gulma
terjadi karena gulma memiliki kemampuan
sesuai dengan hasil penelitian Carvalho et al.
dalam hal berkompetisi yang tinggi untuk
(2007) menunjukkan bahwa senyawa anti
memperoleh air, unsur hara, cahaya matahari,
metabolit yang dihasilkan oleh Bacillus cereus
CO2, dan pemanfaatan ruang tumbuh (Rao,
mampu menghambat 52% pertumbuhan biji
2000).
gulma Brachiaria decumbens dan 48% biji
Penggunaan herbisida sintetis yang
lainnya menjadi abnormal.
berlebihan dapat mengakibatkan pencemaran
Penelitian ini sangat penting dilakukan
lingkungan karena sifatnya yang sulit terurai
karena diharapkan menjadi solusi untuk
dalam tanah sehingga meninggalkan residu
memecahkan masalah gulma sekaligus
yang berbahaya bagi organisme lain terutama
mengembangkan teknik baru dalam
manusia sebagai konsumen terakhir. Salah
pengendalian gulma secara biologi yang
satu alternatif usaha pengendalian gulma
murah dan ramah terhadap lingkungan serta
pertanian yang ramah lingkungan adalah
peningkatan pertumbuhan tanaman dengan
pemanfaatan rizobakteri. Tujuan dari
Alamat Korespondensi:
*)
penelitian ini adalah untuk mengetahui
Email: asniah_ani@yahoo.com
Vol. 3 No.3, 2013 Karakterisasi Biokimiawi Rizobakteri Asal Gulma 179

karakter biokimiawi rizobakteri asal gulma sekitar lubang yang berisi suspensi bakteri
berdaun lebar yang berpotensi sebagai (Thakuria et al., 2004).
deleterious rhizobacteria Kemampuan Memfiksasi Nitrogen.
Kemampuan rizobakteri sebagai pemfiksasi
BAHAN DAN METODE nitrogen secara bebas dari udara dilakukan
secara kualitatif dengan menggunakan media
Bahan dan Alat. Bahan yang digunakan
Burk sebagai berikut: (1) MgSO4 2 g, K2HPO4 8
dalam penelitian ini adalah koleksi isolat
g, KH2PO4 2 g, dan CaSO4 1,3 gram dicampur
rizobakteri, plastik wrap, alumunium foil,
menjadi satu dan digunakan sebagai stok
alkohol 70 %, tissue, aquadesh, media TSA,
media Burk Salt; (2) FeCl3 0,145 g dan
media glisin, agar, TCP, glukosa, yeast extract,
Na2MoO4 0,0235 g di larutkan dalam 100 mL
sukrosa, asam amino triptofan, NaCl, KCl,
aquades dan dijadikan sebagai stok larutan Fe-
MgSO4, MnSO4, FeSO4, (NH4)2SO4, KOH, H2SO4,
Mo. Sebanyak 1,3 gram media Burk Salt
FeCL3, K2HPO4, KH2PO4, CaSO4 dan Na2MOO4.
dicampur dengan 1 mL stok larutan Fe-Mo lalu
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
ditambahkan 10 g sukrosa, semua bahan
adalah gelas kimia, timbangan analitik,
tersebut dilarutkan dalam 1000 mL aquades
wiseclave, spatula, cawan petri, pelubang
steril dan selanjutnya disterilisasi dengan
gabus, pH meter, botol schoot, pipet mikro, hot
autoclave pada suhu 121oC tekanan 1 atm
plate, erlenmeyer, shaker, tabung reaksi,
selama 15 menit. Sebanyak 20 l media Burk
vortex, oven, laminar air flow cabinet, jarum
salt dimasukan dengan tahap reaksi steril.
ose, spektrofotometer.
Sebanyak 1 ose isolat rizobakteri yang diuji
Sejumlah 10 isolat potensial yang diisolasi
dimasukan kedalam larutan tersebut lalu
dari rizosfer gulma berdaun lebar yang diuji
diinkubasi pada shaker inkubator selama 48
adalah berasal dari empat Kabupaten di
jam menggunakan 150 rpm. Isolat positif
Sulawesi Tenggara yaitu Buton, Muna, Kolaka
sebagai pemfiksasi nitrogen jika bakteri
dan Konawe Selatan. Kesepuluh isolat tersebut
tersebut mampu tumbuh dalam larutan Burk
telah dilakukan uji potensi sebagai pemacu
Salt yang ditandai dengan kekeruhan media
pertumbuhan tanaman dan biherbisida pada
dalam tabung reaksi. Isolat yang tumbuh
penelitian sebelumnya, kemudian penelitian
diberi tanda + (positif), sedangkan yang tidak
ini dilakukan karakterisasi Biokimiawinya.
tumbuh diberi kode (negatif).
Kemampuan Melarutkan Fosfat. Produksi Asam Indol Asetat (IAA) .
Untuk menguji kemampuan rizobakteri Kemampuan masing-masing isolat rizobakteri
melarutkan fosfat digunakan media uji
untuk memproduksi IAA dianalisis dengan
Pikovskayas agar dengan penambahan tri- metode Glickman dan Dessaux (1995). Isolat
calcium posphate (TCP) sebagai sumber fosfat. bakteri rizosfer ditumbuhkan selama 24 jam
Komposisi per liter media yang digunakan dalam medium TSB untuk memacu sintesis
terdiri atas: glukosa (10g), NaC1 (0,2g), KC1
auksin, kedalam masing-masing media
(0,2g), MgSO4 (0,1g), MnSO4 (2,5mg), FeSO4 ditambahkan asam amino triptofan 0,5 gl.
(2,5mg), yeast extract (0,25g), (NH4)2SO4 Kultur bakteri disentrifugasi dengan
(0,25g), dan agar-agar (15g). Media kecepatan 5000 rpm selama 30 menit,
disterilisasi dengan pemanasan menggunakan kemudian supernatan dipisahkan dari
autoklaf. Setelah sterilisasi pH media diatur endapan bakteri, disaring dengan membran
menjadi 7,2 dengan KOH 5 N. Media uji nitroselulosa berporositas 0,2 g dan dianalisis
dituangkan kedalam cawan petri, dibuat kandungan IAA-nya. Kandungan IAA dalam
lubang dengan pelubang gabus dan diisi filtrat kultur bakteri dideteksi dengan
dengan 0,2 mL suspensi masing-masing 10 menggunakan pereaksi FeCI3 12gl. dalam 7,9
isolat rizobakteri yang diuji. Media uji yang M H2SO4. Pereaksi FeCI3 (1 ml) dan filtrat dan
telah berisikan bakteri di inkubasi selama 3
kultur bakteri (1 mL) dimasukan dalam
hari dalam inkubasi dengan suhu 280C. tabung eppendorf (Volume 2 mL), dan
Perlakuan ini dilakukan dengan 3 kali
campuran di inkubasi didalam ruang gelap
pengulangan. Kemampuan melarutkan fosfat pada suhu 26oC selama 30 menit. Setelah
dari isolat yang diuji dievaluasi secara periode inkubasi, nilai absorbansi dibaca
kualitatif berdasarkan terbentuknya halo di dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 550 nm. Kurva standar bedasarkan
180 Asniah et al. J. AGROTEKNOS

nilai absorbansi larutan, IAA murni dengan senyawa HCN. Warna kertas saring yang tetap
kosentrasi 0; 6,25; 12,5; 25; 50; 75; 100; 150 kuning mengindikasikan isolat yang diuji tidak
dan 200 ug/mL digunakan untuk menghitung memproduksi HCN sedangkan warna coklat
kandungan IAA dalam filtrat kultur bakteri. muda, coklat dan merah bata mengindikasikan
Kemampuan Menghasilkan senyawa produksi HCN yang semakin meningkat.
HCN. Produksi senyawa HCN dari setiap isolat Semua data hasil pengamatan karakterisasi
rizobakteri dilakukan berdasarkan metode biokimiawi dari setiap isolat rizobakteri yang
yang dikembangkan Bakker dan Schipper diperoleh dianalisis secara deskriptif.
(Munif, 2001). Isolat bakteri rizosfer yang diuji
ditumbuhkan pada media glisin dalam cawan HASIL DAN PEMBAHASAN
petri. Pada bagian tengah tutup cawan petri
Hasil pengamatan menunjukkan semua
ditempelkan potongan kertas saring yang
isolat yang diuji dapat melakukan fiksasi N
telah direndam dalam larutan untuk
tetapi tidak semua mampu memproduksi
mendeteksi HCN (asam pikrat 2 g, natrium
senyawa metabolit HCN. Hasil pengamatan
karbonat 8 g, dalam 200 mL air). Kultur
karakter biokimia dari isolat rizobakteri dapat
bakteri diinkubasikan selama 4 hari pada suhu
dilihat pada Tabel 1.
24oC dan perubahan warna kertas saring
digunakan sebagai indikator terbentuknya
Tabel 1. Kemampuan isolat rizobakteri dalam melarutkan fosfat, memfiksasi nitrogen, memproduksi IAA
dan HCN.

Kode Isolat Pelarut Fiksasi N Kandungan IAA (ppm) Produksi HCN


fosfat (cm)
BL-03 1,33 ++ 20,08 +
BL-05 1,10 + 17,75 -
BL-07 1,37 ++ 24,39 ++
BL-08 1,60 ++ 29,43 +
ML-01 1,30 +++ 17,30 -
ML-04 1,20 + 20,33 -
KL-06 1,67 +++ 33,07 -
KL-11 0,00 + 26,27 -
KL-15 1,10 + 18,24 -
SL-01 1,57 ++ 29,47 -
Keterangan: untuk fiksasi N (+) cukup keruh, (++) keruh, (+++) sangat keruh, untuk produksi HCN (-)
kuning, (+) coklat muda, (++) coklat tua
Hasil penelitian menunjukkan ada 9 dari 10 unsur hara bagi tanaman karena mampu
isolat yang diuji dengan rata-rata luas zona mengubah bentuk-bentuk fosfat yang tidak
bening yang berbeda menunjukkan isolat tersedia bagi tanaman menjadi bentuk yang
tersebut mampu melarutkan fosfat tersedia. Tanaman membutuhkan fosfat untuk
menggunakan media pikovskayas agar dengan perkembangan dan pertumbuhannya, namun
penambahan TCP sebagai sumber fosfat. senyawa fosfat yang ada dalam lingkungan
Kemampuan rizobakteri pelarut fosfat dalam tanaman tidak selalu tersedia, sehingga
melarutkan P dilakukan dengan mengukur keberadaan bakteri pelarut fosfat di rizosfer
diameter zona bening (halo). Semakin tinggi tanaman dapat membantu penyediaan
diameter halo yang dihasilkan, kemampuan senyawa fosfat bagi tanaman, seperti bakteri
rizobakteri pelarut fosfat dalam melarutkan P Pseudomonas sp., dan Bacillus sp. dapat
juga tinggi. Isolat KL-06 dan BL-08 memiliki mengeluarkan asam-asam organik, seperti
luas zona bening tertinggi masing-masing 1,67 asam formiat, asetat dan laktat yang bersifat
dan 1,60 cm. Hal ini menunjukkan isolat melarutkan bentuk-bentuk fosfat yang sukar
tersebut memiliki kemampuan melarutkan larut menjadi bentuk yang tersedia bagi
fosfat paling baik diantara isolat lain. tanaman. Fosfat tersedia dalam bentuk
Mikroba pelarut fosfat mempunyai peranan organik dan anorganik. Fosfor organik
sangat besar dalam membantu penyediaan mengandung senyawa-senyawa yang berasal
Vol. 3 No.3, 2013 Karakterisasi Biokimiawi Rizobakteri Asal Gulma 181

dari tanaman dan mikroorganisme dan nitrogen serta sebagai pelarut fosfat dari
tersusun dari asam nukleat, fosfolipid dan fitin bentuk tersedia menjadi tersedia bagi
(Rao, 1994). lebih lanjut menurut Rao (1994) tanaman menunjukkan isolat-isolat tersebut
mikroorganisme tanah yang dapat melarutkan memiliki potensi sebagai agensia pemacu
fosfat memegang peranan dalam memperbaiki pertumbuhan tanaman.
tanaman yang mengalami defisiensi fosfor. Selain sebagai pemacu pertumbuhan
Kemampuan isolat rizobakteri melarutkan tanaman, isolat rizobakteri yang diuji bisa
fosfat merupakan salah satu karakter fisiologi bersifat menghambat pertumbuhan gulma
rizobakteri yang berhubungan dengan dengan senyawa metabolit sekunder yang
perannya sebagai pemacu pertumbuhan dihasilkannya seperti HCN. Rizobakteri yang
tanaman (Sutariati, 2006). Selain melarutkan sifatnya menghambat atau merugikan disebut
fosfat, karakteristik biokimia yang dimiliki dengan Deleterious rhizobakteria (DRB). Hal
oleh rizobakteri adalah kemampuan ini dapat dilihat pada penelitian pengujian
memfiksasi nitrogen. Hasil penelitian HCN yang dilakukan terhadap setiap isolat
menunjukkan bahwa isolat KL-06 dan ML-01 yang berasal dari rizosfer gulma berdaun
memiliki kemampuan yang lebih baik lebar pada tabel 4, terdapat 3 isolat yang diuji
dibandingkan dengan isolat yang lain dalam mampu memproduksi HCN yaitu dengan
mengikat nitrogen dengan dihasilkan terjadinya perubahan warna kertas saring. Hal
kekeruhan yang sangat keruh pada media ini sejalan dengan penelitian Kremer dan
yang digunakan. Souissi (2001), mengemukakan bahwa DRB
Interaksi rizobakteri terhadap sistem menunjukkan reaksi positif dalam
perakaran tanaman berpengaruh terhadap menghasilkan HCN yang jumlahnya bervariasi
keberhasilan pertumbuhan tanaman yang dapat terdeteksi berdasarkan intensitas
diatasnya. Bakteri penambat N non simbiotik warna yang diuji.
termasuk kelompok rizobakteri yang berperan Hasil penelitian menunjukkan isolat BL-07
dalam penyediaan unsur N bagi tanaman dengan produksi HCN yang lebih tinggi
(Khairul, 2001). Keberadaan populasi bakteri dibandingkan dengan isolat BL-08 dan BL-03,
penambat N non simbiotik serta sedangkan 7 isolat lainnya tidak mampu
distribusinya yang cukup luas memberikan memproduksi HCN. 3 isolat yang mampu
arti penting bagi tersedianya unsur N bagi menghasilkan senyawa HCN ini juga mampu
tanaman. Menurut Rao (1994), bakteri melarutkan fosfat, memfiksasi nitrogen dan
penambat N non simbiotik mampu memproduksi IAA sehingga isolat ini
menyumbang sekitar 10 sampai 15 kg diindikasikan sebagai deleterious rhizobacteria
N/ha/tahun, tergantung dari tersedianya karena berpengaruh negatif bagi gulma tetapi
sumber karbon. Karakteristik penting yang berpengaruh baik untuk tanaman. Senyawa
dimiliki oleh rizobakteri selain mampu HCN yang dihasilkan oleh rizobakteri khusus
melarutkan fosfat dan memfiksasi nitrogen menghambat pertumbuhan gulma tapi tidak
adalah kemampuannya dalam memproduksi pada tanaman. Beberapa DRB yang diisolasi
asam indol asetat (IAA). Berdasarkan nilai dari berbagai akar gulma dapat mengurangi
absorbansi isolat uji yang diperoleh perkecambahan benih, vigor dan
menunjukkan isolat-isolat rizobakteri mampu pertumbuhan tanaman (Kremer dan Souissi,
memproduksi IAA dengan produksi tertinggi 2001). Cara DRB menginfeksi gulma adalah
dihasilkan oleh isolat KL-06 yaitu dengan dengan memproduksi phytotoksin yang dapat
konsentrasi 33,07 ppm dibandingkan dengan diserap oleh biji-biji gulma. DRB tidak
isolat lainnya dengan kemampuan yang memberantas gulma, akan tetapi hanya
berbeda dalam menghasilkan IAA yaitu menekan pertumbuhan awal dari gulma dan
kisaran 17,30 sampai dengan 29,47 ppm menekan perkecambahan biji.
Perbedaan produksi IAA dari berbagai
rizobakteri bergantung pada isolat yang diuji SIMPULAN
dan kemampuan masing-masing isolat dalam
mengolonisasi perakaran tanaman (Thakuria Berdasarkan hasil penelitian dan
et al., 2004). pembahasan dapat disimpulkan bahwa isolat-
Kemampuan suatu isolat rizobakteri isolat rizobakteri berpotensi memiliki
karakter biokimiawi sebagai deleterious
sebagai penghasil IAA mampu memfiksasi
182 Asniah et al. J. AGROTEKNOS

rhizobacteria melalui kemampuannya dalam Kremer, R. J. and T. Souissi, 2001. Cyanide


melarutkan fosfat, fiksasi nitrogen, produksi production by Rhizobacteria potential for
IAA dan HCN. Isolat rizobakteri yang supression of weed sedling growth. Current
memiliki potensi sebagai deleterious Microbiology 43:182-186.
rhizobacteria yaitu isolat BL-03, BL-07 dan Munif A., 2001. Studies on the importance of
BL-08 melalui kemampuannya endophytic bacteria for the biological
control of the root-knot nematode
menghasilkan HCN, sebagai pelarut fosfat,
Meloidogyne incognita on tomato
pemfiksasi nitrogen dan memproduksi
[Dissertation]. Bonn, Germany: Institute for
IAA plant Diseases, University of Bonn.
Rao, N.S. Subba, 1994. Mikroorganisme tanah
DAFTAR PUSTAKA dan pertumbuhan tanaman. Terjemahan
Carvalho, D. D. C., D. F. Oliveira, R. S. B. Correa, Soil organisms and growth. Terjemahan
V. P. Campos, R. M. Guimaraes and J. L. oleh Herawati Susilo. UI-PRESS. Jakarta..
Coimbra, 2007. Rhizobacteria able to Rao, V.S., 2000. Principles of weed science.
produce phytotoxic metabolites. Brazilian Second edition. Science Publisher Inc.
Journal Of Microbiology 38:759-765. Plymouth. UK.
Glickman, E., and Dessaux, Y., 1995. A critical Sutariati GAK, Widodo, Sudarsono, Ilyas S.,
examination of specificity of the salkowski 2006. Pengaruh perlakuan Plant Growth
reagent for indolic compounds produced by Promoting Rhizobacteria terhadap
phytopathogenic bacteria. App Environ pertumbuhan bibit tanaman cabai. Buletin
Microbiol 61:793-796. Agronomi 34(1):46-54.
Khairul, U. 2001. Pemanfaatan Bioteknologi Thakuria, D, Talukdar NC, Goswami C,
Untuk Peningkatan Produksi Pertanian, Hazarika S, Boro RC, Khan MR., 2004.
(online), Characterization and screening of bacteria
(http://www.worddagroforestry.org/s from rhizosphere of rice grown in acidic
ea/publocation/files/book/BK0028pdf. soils of Assam. CurrSci 86:978-985
Diakses pada tanggal 13 Maret 2013).
JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013
Vol. 3 No. 3. Hal 183-188
ISSN: 2087-7706

MEDIA ALTERNATIVE PERBANYAKAN IN-VITRO ANGGREK BULAN


(Phalaenopsis amabilis)

An Alternative Media for In-vitro Multiplication of (Phalaenopsis


amabilis)
KASUTJIANINGATI*), RUDI IRAWAN
Departemen Produksi Pertanian, Politeknik Negeri. Jember

ABSTRACT
The aim of this research was to study the effects of alternative medium composition
on micropropagation of Phalaenopsis amabilis. The species is one of the most important
queen of flowercommodities in Indonesia and it can increase domestic incomes.
Completely randomized design was used for the experiment. The experiment used a single
factor, multiplication media, consisted of 6 different compositions, i.e. VW + BAP 2 ppm,
VW+ coconut water 150 ml/L, VW + Ambon banana extract 50 gt/L, POY + BAP 2 ppm, POY+
coconut water 150 ml/L, POY + Ambon banana extract 50 gt/L . Parameters observed were
the number of shoots, leaves and roots. The results showed that addition of coconut water,
banana extract, and BAP on media VW (Vacin and Went) or POY (liquid organic fertilizer
Yoga) were not significantly different. Shoot number obtained was as many as 2 shoots.
Key words: coconut water , banana extract, liquid organic fertilizer, Phalaenopsis

dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang


1PENDAHULUAN singkat, kualitas prima. Sementara
perbanyakan konvensional anggrek dengan
Tanaman anggrek merupakan tanaman
pemisahan anakan (split) membutuhkan
hias yang mempunyai 25.000 30.000 spesies
waktu yang lama dankondisi bibit rawan
di dunia. Keindahan dan kecantikan bunganya
terhadap penyebaran penyakit. Solusi terbaik
membuat tanaman ini disebut queen of
adalah melalui perbanyakan in vitro dengan
flower. Di Indonesia anggrek merupakan
menyusun komposisi nutrisi, hara makro-
tanaman yang mempunyai nilai ekonomis
mikro, vitamin serta zat pengatur tumbuh
tinggi, baik untuk bunga potong maupun
untuk pertumbuhan tanaman.Permasalahan
untuk bunga pot.
yang harus dihadapi adalah dalam kegiatan
Permintaan pasar anggrek cenderung
kultur jaringan membutuhkan bahan kimia
meningkat setiap tahunnya, namun
yang saat ini harganya tidak murah, sehingga
perkembangan produksi anggrek di Indonesia
perlu dicari alternativ media yang murah
masih relatif lambat (Widiastoety, 2001).
tetapi mampu menghasilkan bahan tanam
Produksi tanaman anggrek di Indonesia pada
yang berkualitas..Pada skala usaha budidaya
tahun 2005 2009 mengalami peningkatan.
anggrek, penggunaan pupuk cair dan ekstrak
Pada tahun 2005 kebutuhan anggrek
buah dapat menjadi alternativ pengganti
7.902.403, tahun 2006 10.703.444, tahun
vitamin sintetik dan unsure-unsur lain yang
2007 9.484.393, tahun 2008 15.430.040 dan
dikandungnya.Zulfan (2010) menggunakan
pada tahun 2009 16.205.949 (BPS, 2010).
pupuk Super Vit 6 mL/Lpada media sub kultur
Kebutuhan anggrek yang kian meningkat
tanaman anggrek Dendrobium sp. dan mampu
perlu ditunjang dengan penyediaan bibit
memperlihatkan pertumbuhan yang baik pada
jumlah anakan, pertumbuhan tinggi tanaman,
*) AlamatKorespondensi: dan rata rata bobot segar tanaman.
Email: kasutjianingati@yahoo.com
Vol. 3 No. 3, 2013 Media Alternatif perbanyakan in-vitro Anggrek Bulan 184

Menurut Ummi (2008) pada pembuatan Percobaan menggunakan Rancangan Acak


media dapat ditambahkan bahan organik Lengkap (RAL) dengan 6 macam perlakuan
seperti air kelapa, ekstrak tomat, ekstrak yang terdiri atas : Media VW (ditambah BAP 2
tauge dan ekstrak buah pisang sebagai sumber mg/L; air kelapa 150 mL/L dan ekstrak pisang
gula, vitamin, ZPT dan asam amino. Muawanah ambon 50 g/L) dan media POY (ditambah
(2005) menggunakan tambahan ekstrak BAP 2 mg/L; air kelapa 150 mL/L dan ekstrak
pisang pada media kultur anggrekDendrobium pisang ambon 50 g/L)
canayo. Ummi (2008), menggunakan ekstrak Rancangan yang digunakan adalah
pisang ambon 50 gr/L pada kultur pisang Rancangan Acak Lengkap. Setelah uji F maka
rajabulu (Musa paradisiaca L.), menghasilkan akan diuji Beda Nyata Jujur dengan taraf 5 %.
jumlah tunas sebesar 3,1 tunas, panjang tunas Percobaan ini dilaksanakan dengan 20
11,6 cm, jumlah daun sebesar 6,8 daun, ulangan setiap perlakuan. Satu unit
panjang daun 5,9 cm, jumlah akar 8,3 akar, eksperimen pada percobaan ini berupa satu
serta panjang akar 9,0 cm. eksplan dalam setiap botol. Data yang
Penelitian ini bertujuan, mempelajari diperoleh dianalisis ragam mengunakan
pengaruh beberapa taraf komposisi media program SAS
tumbuh dengan bahan dasar komposisi media
VW, pupuk organik cair (Yoga), ZPT eksogen HASIL DAN PEMBAHASAN
sitokinin (BAP), pisang ambon dan air kelapa
Multiplikasi Tunas. Kultur angrek bulan
terhadap pertumbuhan tunas angrek Bulan
(Phalaenopsis amabilis) yang dicoba
(Phalaenopsis amabilis), untuk mencapai
memperlihatkan proliferasi pada medium
tujuan mendapat media alternatif
perlakuan. Secara bertahap terjadi
perbanyakan in vitro anggrek Bulan
peningkatan jumlah tunas (multiplikasi)
(Phalaenopsis amabilis)dengan bahan yang
sesuai dengan tingkatan sub kultur. Menurut
mudah diperoleh dan harga murah dalam
Arinaitwe et al. (2000), jaringan eksplan
waktu singkat jumlah banyak. Sedangkan
mampu berproliferasi bila diinduksi sitokinin
kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan
dari luar. Hasil analisis ragam respon
menjadi bahan informasi untuk peneliti
multiplikasi tunas terhadap perbedaan
selanjutnya dan pihak yang membutuhkanya.
komposisi bahan media yang digunakan
terhadap total tunas tidak menunjukan hasil
BAHAN DAN METODE
beda nyata secara statistik. Berarti perbedaan
Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan komposisi media yang dibuat bukan berarti
(Mei September 2013) dilakukan di tidak mampu memberikan respon dalam
Laboratorium Kultur Jaringan Politeknik mempengaruhi proliferasi sel secara nyata,
Negeri Jember. Sebagai sumber bahan eksplan pertumbuhan jumlah tunas bertambah pada
pada penelitian ini adalah planlet steril subkultur pertama (2 minggu)dan subkultur
anggrek bulan Phalaenopsis amabilis dari ke 2 (minggu ke 6) dari asal 1 tunas
Simanis Orchid, Malang yang sudah berumur 1 bertambah menjadi 2 tunas, walaupun
tahun. Media dasar proliferasi yang digunakan peningkatan belum mampu menunjukan beda
adalah medium VW (Vacint and Went) dan nyata (Tabel 1).
pupuk organik cair Yoga (POY) 10 mL/ L Aktivitas sitokinin eksogen menjelaskan
media, bahan tambahan ekstrak pisang uptake rate atau respon dari jaringan eksplan
ambon, 20 g/l sukrosa. Sebagai bahan dan adanya pengaruh akumulasi ZPTeksogen
pemadat digunakan agar (7 g/L). Zat pengatur pada jaringan eksplan mengikuti tahapan
tumbuh yang digunakan BAP. Bahan subkultur sehingga translokasi ZPTtersebut
sterilisasi eksplan meliputi, Bayclin (NaOCl), akan mempengaruhi proses metabolisme
alkohol 70 % dan aquades steril. pertumbuhan dan perkembangan tunas
Variabel yang diamati dalam penelitian ini (Blakseley, 1991; Arinaitwe et al., 2000), juga
adalah laju multiplikasi eksplan (jumlah tunas, tergantung level auksin dan sitokinin endogen
jumlah plb, jumlah daun, jumlah akar dan dari eksplan (Barker dan Steward, 1962;
jumlah total tunas) pada tahap multiplikasi, Zaffari et al., 2000; Wong, 1986).
dan tahap pembesasan planlet.
185 Kasutjianingati dan Irawan J. AGROTEKNOS

ZPTeksogen diberikankan guna memberi multiplikasi tunasselanjutnya yang


perimbangan terhadap hormon indogen agar seharusnya diharapkan terpusat pada
mampu mempengaruhi dediferensiasi sel pembelahan sel dan pendewasaan sel atau
meristematis kembali, mempengaruhi respon jaringan sehingga mampu menghasilkan
fisiologis sebagai pendorong pembelahan dan penambahan jumlah tunas, nampaknya
perpanjangan sel saat multiplikasi dan saat menjadi terbagi ke arah perkembangan organ
morfogenesis tunas (pertumbuhan dan bagian atas (daun) yang seimbang dengan
perkembangan bagian atas) dan pembentukan perkembang organ bagian bawah
akar (kesempurnaan organ bawah). (akar).Afriani (2006) menunjukkan bahwa
Kandungan komposisi dari air kelapa dan pada perbesaran planlet anggrek Dendrobium
pisang ambonpada media dasar pada hasil sp, media dengan ekstrak pisang 50 g/l
penelitian pengaruhnya diperkirakan setara menghasilkan planlet paling tinggi yaitu 3,2
dengan BAP 2 mg/L terhadap metabolisme cm dan jumlah daun terbanyak (pada 24 MST).
anggrek bulan. Energi pertumbuhan
Tabel 1. Respon multiplikasi tunas (jumlah tunas, PLB, jumlah akar dan jumlah daun) terhadap
perbedaan komposisi bahan media yang digunakan
Jumlah Tunas Jumlah PLB Jumlah Akar Jumlah Daun
Perlakuan Subkultur minggu ke:
:2 :6 :2 :6 :2 :6 :2 :6
VW +BAP 2mg/L 2.2 3.2 0.0 0.0 2.8ab 3.3 7.3a 8.6
+Air kelapa 150mL/L 2.0 2.2 0.0 6.0 2.3bc 2.1 2.2b 2.8
+Ps Ambon 50g/L 2.3 2.2 0.0 0.0 1.8c 3.6 2.3b 4.2
POY +BAP 2mg/L 2.4 2.9 0.0 0.0 2.2bc 2.6 3.7b 3.8
+Air kelapa 150mL/L 2.2 2.2 0.0 0.0 3.1 3.7 3.6b 4.7
+Ps Ambon 50g/L 2.0 2.4 0.0 0.0 2.3 3.0 2.2b 3.3

Air kelapa 150 ml/L pada media VW Penelitian Siska (2010) pada anggrek D.
mampu mendorong pembentukan phalaenopsis, BAP 2 ppm menghasilkan jumlah
plb(protocorm like bodies) sebagai calon tunas 2.50. Penelitian Muawanah (2005)
tanaman. Protocorm adalah bentukan bulat menunjukkan bahwa penambahan ekstrak
yang siap membentuk pucuk dan akar sebagai pisang pada media kultur anggrek Dendrobium
awal perkecambahan anggrek. Morel (1974) canayo mendukung pertumbuhan tunas
dan Gunawan (1995) menyatakan didalam air menjadi lebih baik, di mana konsenrasi yang
kelapa terkandung hormone sitokinin 5,8 optimum untuk pertumbuhan tunas adalah
mg/l, auksin 0,07 mg/l dan giberalin yang 100 g/l. Menurut Arditti dan Ernst ( 1992 )
dapat menstimulasi perkecambahan dan bahwa dalam buah pisang terdapat hormon
pertumbuhan tanaman, berfungsi sebagai auksin dan giberalin. Giberalin berfungsi
penstimulir dalam proliferasi jaringan, untuk menginduksi tumbuhnya mata tunas
memperlancar metabolisme dan respirasi. yang dorman (Wattimena et al., 1992).Ahmadi
Oleh karena itu air kelapa mempunyai ( 1996 ) melaporkan bahwa ekstrak pisang
kemampuan besar untuk mendorong pada dosis 50 gr/L memberikan pengaruh
pembelahan sel dan proses deferensiasi. nilai yang tertinggi terhadap parameter tinggi
Menurut Bey dkk. (2006) perlakuan tunggal tanaman, jumlah akar, panjang akar, panjang
air kelapa dapat mempercepat munculnya plb daun, dan berat basah planlet anggrek
pada tanaman anggrek bulan (Phalaenopsis dendrobium dibandingkan dengan dosis yang
amabilis sp.).Hasil penelitian Syafii (2006) lebih tinggi.
saat munculnya plb lebih cepat pada Keseimbangan nutrisi diperlukan dalam
perlakuan tunggal air kelapa pada konsentrasi metabolisme pertumbuhan tanaman, dalam
200 ml/L dimana plb tumbuh pada rentang hal ini komposisi nutrisi dalam POY mampu
waktu 14 18 hsp pada tanaman anggrek mengimbangi komposisi media VW. Vany
bulan. (2011) menyatakan bahwa penambahan POC
sebanyak 20 ml/l memberikan pengaruh
Vol. 3 No. 3, 2013 Media Alternatif perbanyakan in-vitro Anggrek Bulan 186

terhadap banyaknya jumlah tunas yang rasio perbanyakan yang cukup tinggi dengan
terbentuk yaitu 0,94 pada tanaman pegagan. mutu tunas terbaik (kelayakan tunas) (Yusnita
Kombinasi POC 20 ml/l dan ekstrak meniran 5 2003; Kasutjianingati 2004).
ml/l menunjukkan saat muncul tunas pegagan Hasil analisis ragam variabel planlet
yaitu 9 HST. anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) yang
Morfogenesis Planlet Anggrek Bulan disubkultur kembali ke medium MS0 dari
(Phalaenopsis amabilis)untuk Mencapai Vigor berbagai perlakuan komposisi media
Siap Aklimatisasi multiplikasisebelumnya dapat dilihat di Tabel
Morfogenesis merupakan proses 2. Hasil menunjukkan bahwa total planlet
pembesaran tunas membentuk struktur organ pada semua perlakuan bertambah walaupun
tanaman (tinggi tanaman/batang, daun dan menunjukan pengaruh yang tidak berbeda
akar). Pada fase tersebut perlu diingat bahwa nyata secara statistik. Kesempurnaan
pilihan terbaik bukan pada perlakuan yang pendewasaan planlet diperoleh pada media
menghasilkan tunas terbanyak, tetapi pada MS0
Tabel 2. Morfogenesis planlet umur 1 bulan (jumlah tunas, PLB, jumlah akar dan jumlah daun) pada
media MS0
Perlakuan Jumlah Tunas Jumlah Akar Jumlah Daun
VW +BAP 2mg/L 3.6 5.3 9.7
+Air kelapa 150mL/L 7.9 4.4 6.8
+Ps Ambon 50g/L 4.6 5.4 5.6
PO +BAP 2mg/L 6.1 5.6 6.3
Y +Air kelapa 150mL/L 3.2 4.3 6.7
+Ps Ambon 50g/L 4.9 5.3 5.4

Eksplan yang telah terinduksi bila Memenuhikeberhasilan morfogenesis


disubkultur pada media M0 (tidak ada planletanggrek bulan (Phalaenopsis amabilis)
pengaruh ZPT eksogen lagi) maka proliferasi menjadi viabel(mampu diaklimatisasi) perlu
tunas akan mengarah pada pendewasaan penurunan level rasio sitokinin/auksin tunas
jaringan dan terspesialisasi mengarah untuk mengarahkan pertumbuhan regeneran
kebentuk kesempurnaan tunas mendorong dari fase pembelahan sel ke arah pembesaran
perkembangan plb yang terbentuk untuk dan pemanjangan sel, pemanjangan tunas.
tumbuh menjadi planlet sempurna. Jaringan Tunas-tunas atau plb hasildari tahap
tanaman yang telah terinduksi sel-selnya akan multiplikasi disubkultur ke media lain yang
berproliferasi dan akan mengalami mengandung sitokinin sangat rendah) atau
determinasi, akan berkembang mengarah tanpa sitokinin (MS0) sampai planlet mampu
kepembentukan organ bergantung pada menyempurnakan kembali organ
lingkungan baru (media subkultur berikutnya) vegetatifnya,Hal ini sejalan dengan pendapat
tanpa sitokinin atau sitokinin rendah Haq dan Dahot (2007) yang menyatakan
(Salisbury dan Ross 1995; Yusnita 2003). bahwa morfogenesis tunas ke arah
Konsistensi atau kestabilan perolehan pertumbuhan tunas yang viabel dan vigor
tunas ditingkat subkultur ditentukan oleh perlu perubahan komposisi media dan waktu
komposisi ZPT media yang digunakan. pengkulturan media yang sesuai dengan
Umumnya makin meningkat frekuensi karakter eksplan yang digunakan.
subkultur dengan konsentrasi ZPT sama, akan
meningkatkan level ZPT pada eksplan. Level SIMPULAN
atau rasio sitokinin/auksin eksplan akan
Dari hasil penelitian dapat ditarik beberapa
menentukan arah pertumbuhan dan
kesimpulan, sebagai berikut:
perkembangan eksplan dan selanjutnya akan
1. Penggunaan pupuk organic cair sebagai
mempengaruhi total tunas. Tingginya total
media mampu menjadi media alternative
tunas yang dihasilkan akan menentukan mutu
kultur in vitroanggrek bulan (Phalaenopsis
tunas (jumlah tunas besar, tunas sedang, tunas
amabilis).
kecil) (Kasutjianingati et al., 2010).
187 Kasutjianingati dan Irawan J. AGROTEKNOS

2. Penambahan BAP 2 mg/L; air kelapa 150 Scientifque Agropolis, Bat.73497


ml/L dan ekstrak pisang ambon 50 gr/L Montpelier Codex 5, France. hal 8.
member pengaruh sama pada Gunawan, L.W. 1995. Teknik Kultur Jaringan
penambahan jumlah tunas, rata-rata 2 In Vitro dalam Hortikultura. Penebar
tunas. Swadaya: Jakarta.
3. Morfogenesis pada media MS0, Haq,I., M.U. Dahot. 2007. Micro-Propagation
meningkatkan jumlah planlet dan Efficiency in Banana (Musa sp) under
meningkatkan kesempurnaan planlet different immersion systems. Pakistan
anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis). journal of Biological Sciences 10(5):726-
733.
DAFTAR PUSTAKA Kasutjianingati. 2004. Pembiakan Mikro
Berbagai Genotipe Pisang (Musa Spp) dan
Arinaitwe, G., P.R.Rubaihayo , M.J.S. Magambo.
Potensi Bakteri Endofitik terhadap Layu
2000. Proliferation rate effects of
Fusarium (Fusarium Oxysporum F. Sp.
Cytokinins on Banana (Musa spp.) cultivars.
Cubense). (Tesis). Sekolah Pascasarjana.
Scientia Horticulture 86:13-21.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Afriani, A. T. 2006. Penggunaan Gandasil, Air
Kasutjianingati, Poerwanto R, Khumaida N,
Kelapa dan Ekstrak PIsang pada
Efendi D. 2010. Kemampuan pecah tunas
Perbanyakan Tunas dan Perbesaran Planlet
dan kemampuan berbiak mother plant
Anggrek Dendrobium (Dendrobium
pisang Rajabulu (AAB) dan pisang Tanduk
Kanayo) secara In Vitro. Skripi. Program
(AAB) dalam medium inisiasi in vitro.
Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian,
Agriplus. Vol 20, No.01.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 42 hal.
Morel, G.M. 1974. Clonal Multiplication of
Ahmadi, S. A. 1996. Pengaruh Berbagai Jenis
Orchid. The Orchid Scientific Studies.
dan Dosis Ekstrak Pisang terhadap
Wiley-Interscience Publication. John
Pertumbuhan Protocorm Anggrek
Wileyand Sons, New York.
Dendrobium pada Kultur In Vitro ( hasil
Muawanah, G. 2005. Penggunaan Pupuk
penelitian ). http://biotek.umm.ac.id. 29
Hyponex, Ekstrak Tomat dan Ekstrak
Juni 2012.
Pisang dalam Perbanyakan dan Perbesaran
Arditti, J. and R. Ernst. 1992. Micropropagation
Planlet Anggrek Dendrobium (Dendrobium
of Orchids. Departemen of Horticulture.
canayo) secara In Vitro. Skripsi. Program
Second Edition. Butterworth-Heinemann
Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian,
Ltd. Jordan Hill. P.38.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 49 hal.
Badan Pusat Statistika, 2010. Produksi
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi
Tanaman Anggrek Tahun 2005 2009.
Tumbuhan.Jilid 3. Lukman DR dan
Indonesia.
Sumarjono, penerjemah. ITB . Bandung.
Bey, Y., W. Syafii, Dan Sutrisna. 2006.
Siska, D.M. 2010. Pengaruh Pemberian
Pengaruh pemberian Giberalin (GA3) dan
Hormon IAA dan BAP Terhadap
air kelapa terhadap perkecambahan bahan
Pertumbuhan Tunas Anggrek Dhendrobium
biji anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis
phalaenopsis Secara In Vitro. FKIP Biologi.
BL.) secara in vitro. Jurnal Biogenesis. 2(2):
Universitas Riau.
41-46.
Syafii, W, Sutrisna. 2006. Pengaruh Pemberian
Barker WG, Steward FC. 1962. Growth and
Giberalin ( GA3 ) dan Air Kelapa Terhadap
development of the banana plant. the
Perkecambahan Bahan Biji Anggrek Bulan
growing regions of the vegetative shoot.
(Phalaenopsis amabilis BL ) Secara In Vitro.
Ann. Bot. 26: 386-411.
FKIP. Universitas Riau.
Blakseley D. 1991. Uptake and metabolism of
Ummi, M. 2008. Ekstrak Pisang sebagai
6-benzyladenine in shoot culture of Musa
Suplemen Media MS dalam Media Kultur
and Rhododendron. Di dalam Inibap.
Tunas Pisang Rajabulu (Musa Paradisiciana
Musarama. The international Bibliographic
. L. ABB GROUP) In Vitro. Fakultas
Abstracts Journal on Banana and Plantain.
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 2008.
vol. 9, No 1-June 1996. INIBAP: Parc
30 Juni 2012.
Vol. 3 No. 3, 2013 Media Alternatif perbanyakan in-vitro Anggrek Bulan 188

Vany Siskayanti. 2011. Uji Berbagai


Konsentrasi ( Ekstrak Mahkota Dewa dan
Meniran) serta Penambahan Pupuk
Organik Cair pada Pertumbuhan Tunas
Pegagan ( Centella asiatica L.) Secara In
Vitro. Fakultas Pertanian. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
Widiastoety, D. 2001. Perbaikan genetik dan
perbanyakan bibit secara in vitro dalam
mendukung pengembangan anggrek di
Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 2 ( 4 )
: 138-143.
Wong WC. 1986. In vitro propagation of
banana (Musa spp.): initiation, proliferation
and development of shoot-tip cultures on
defined media. Plant cell. Tissue and Organ
Culture. 6: 156-166. Martinus Nijhoff
publisher, Dordrecht. Netherlands
Yusnita, Edy A, Kurniawai D, Koeshendarto,
Rugayah, Hapsoro D. 1997. Pembiakan in
vitro dan aklimatisasi planlet pisang Raja
Sere. Agrotropika: volume II (1):6-12
Yusnita. 2003. Kultur Jaringan. Cara
Memperbanyak Tanaman secara Efisien.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Zaffari GR, Kerbauy GB, Kraus JE, Romano EC.
2000. Hormonal and histological studies
related in vitro babana bud formation. plant
Cell, Tissue and organ culture. 63: 187-192.
Zulfan, E.N. 2010. Penggunaan Pupuk
Pelengkap Cair dan NAA Pada Media
Subkultur Anggrek (Dendrobium sp).
Fakultas Pertanian. Universitas Andalas.
Padang.
JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013
Vol. 3 No. 3
ISSN: 2087-7706

PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL


bertanggung jawab atas isi naskah dan
PENGIRIMAN legalitas pengiriman naskah yang
bersangkutan. Naskah juga sudah harus
Jurnal Agroteknos menerbitkan artikel
diketahui dan disetujui oleh seluruh anggota
ilmiah hasil penelitian dasar dan terapan
penulis.
5 (lima) tahun terakhir, serta artikel telaah
(review) tentang ilmu dan teknologi budidaya
FORMAT
tanaman, pengendalian organisme
pengganggu tanaman serta pengelolaan Umum
sumberdaya alam pertanian. Artkel yang Seluruh bagian naskah termasuk abstrak
dikirim belum pernah dipublikasikan atau diketik pada kertas HVS A4 dengan margin 2
tidak dalam proses penerbitan dalam cm, spasi 1,5 sentimeter kecuali Abstract,
publikasi ilmiah lain. Tabel, Keterangan Gambar, Daftar Pustaka dan
Penulisan artikel dapat disampaikan dalam keterangan lain diketik satu spasi. Pengetikan
bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. dilakukan dengan menggunakan huruf bertipe
Naskah yang formatnya tidak sesuai dengan Times New Roman berukuran 12 point.
pedoman penulisan Jurnal Agroteknos dan Grafik dan gambar garis (line drawing)
yang ditulis tidak sesuai dengan kaedah lainnya dibuat dengan menggunakan program
Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris akan grafis yang dicetak dengan plotter atau
ditolak dan Editor tidak berkewajiban untuk pencetak laser (laser printer). Gambar
mengembalikan naskah tersebut fotografis diutamakan hitam putih dicetak
Penulis diminta mengirimkan tiga jelas dan dengan resolusi tinggi, diharapkan
eksemplar naskah asli beserta dokumen file di jumlah foto dibatasi. Gambar (garis maupun
dalam compact disc (CD) atau melalui e-mail foto), dan tabel diberi nomor urut sesuai
dari naskah tersebut yang harus disiapkan dengan letaknya dan diberi keterangan yang
dengan program Microsoft Word. Pada CD ditulis di luar bidang gambar yang akan
dituliskan nama penulis dan nama dokumen. dicetak. Nama ilmiah jasad (binomial) dicetak
Penulis berkewajiban untuk mengecek miring.
keberadaan dan kemudahan dokumen untuk Setiap halaman diberi nomor secara
dibuka di komputer lain dan tidak berurutan. Artikel yang berupa telaah
mengandung virus. Naskah akan ditolak tanpa maksimal 12 halaman sebagai naskah
proses jika persyaratan ini tidak dipenuhi. sinambung tanpa subjudul Bahan dan Metode,
Naskah dan CD dapat diantar langsung atau Hasil, dan Pembahasan. Artikel berupa hasil
dikirimkan ke: penelitian ditulis maksimum sebanyak 15
halaman termasuk tabel dan gambar, dengan
Editor Jurnal Agroteknos susunan naskah sebagai berikut:
d/a. Jurusan Agroteknologi FP-UHO Judul. Pada halaman judul tuliskan judul,
Kampus Bumi Tridharma nama setiap penulis, nama dan alamat institusi
Jl. H. E.A. Mokodompit, Kendari 93232 bagi masing-masing penulis, dan catatan kaki
E-mail: agroteknos_uho@yahoo.co.id yang berisikan tentang terhadap siapa
korespondensi dilakukan, termasuk nomor
Pengiriman naskah harus disertai dengan telepon dan faks serta alamat e-mail. Naskah
surat resmi dari penulis utama/korespondensi berbahasa Indonesia disertai dengan judul
(corresponding author) yang harus berisikan bahasa Inggris atau sebaliknya
dengan jelas mengenai nama penulis Abstract. Abstract ditulis dalam bahasa
korespondensi, alamat lengkap untuk surat- Inggris jika naskah ditulis dalam bahasa
menyurat, nomor telepon dan faks, serta Indonesia atau sebaliknya. Abstract/abstrak
alamat E-mail dan telepon genggam paling banyak terdiri atas 200 kata. Abstrak
(handphone, HP). Penulis korespondensi berisi ringkasan pokok bahasan lengkap dari
Vol. 3 No.3, 2013 J. AGROTEKNOS

keseluruhan naskah tanpa harus memberi Ucapan Terima Kasih. Bab ini dapat
keterangan terperinci dari setiap bab. Hindari digunakan untuk menyebutkan sumber dana
penggunaan singkatan. Kata kunci dengan penelitian yang hasilnya dilaporkan pada
judul Keywords ditulis dalam Bahasa Inggris jurnal ini dan untuk memberi penghargaan
di bawah abstrak. kepada institusi atau orang yang membantu
Pendahuluan. Bab ini harus memberikan dalam pelaksanaan penelitian dan atau
latar belakang yang mencukupi sehingga penulisan laporan.
pembaca dapat memahami dan dapat Daftar Pustaka. Daftar Pustaka ditulis
mengevaluasi hasil yang dicapai dari memakai sistem nama tahun dan disusun
penelitian yang dilaksanakan. Gunakan secara abjad.
pustaka yang benar-benar dapat mendukung
pengungkapan latar belakang. Pendahuluan Beberapa contoh penulisan sumber acuan:
harus berisi latar belakang dan tujuan
penelitian. Jurnal
Bahan dan Metode. Bab ini harus berisi Singh, P.P., C.S. Shin, dan Y.R. Chung. 1999.
informasi teknis yang cukup sehingga orang Biological control of Fusarium wilt of
lain dapat berhasil mengulangi percobaan cucumber by chitinolitic bacteria.
dengan teknik yang dikemukakan. Uraikan Phytophatol. 89:92-99.
secara lengkap jika metode yang digunakan
merupakan metode baru. Demikian juga Buku
sebutkan dengan jelas jika peralatan, bahan Alexopoulus, C.J., C.W. Mims, dan M. Blackwell.
dan galur mikroba yang tidak umum 1996. Introductory Mycology 4th edition.
digunakan. John Wiley and Sons Inc. New York.
Hasil. Bab ini berisi hanya hasil-hasil
penelitian baik yang disajikan dalam bentuk Bab dalam Buku
tubuh tulisan, tabel, maupun gambar. Thomashow, L.S. dan D.M. Weller. 1996.
Hindarkan penggunaan grafik secara Current conseptin the use of introduced
berlebihan bila dapat disajikan dalam bentuk bacterial for biological diseases control:
tubuh tulisan singkat. Batasi penggunaan mechanism and antifungal metabolities,
fotograf, sajikan yang nyata-nyata mewakili pp.187-235. dalam Stacey, G. dan N.T. Keen
hasil penemuan. Beri nomor gambar dan tabel (Eds), Plant microbe Interaction, vol. 1. New
secara berurutan. York, Chapman and Hall.
Pembahasan. Bab ini berisi interpretasi
dari hasil penelitian yang diperoleh dan Skripsi
pembahasan yang dikaitkan dengan hasil-hasil Herdiana, N. 2000. Pengaruh Penambahan
yang pernah dilaporkan. Pengulangan Pasir pada Media Tanam Tanah Podsolik
penyajian metode dan hasil penelitian serta Merah Kuning terhadap Serangan Patogen
hal-hal yang telah diungkapkan di Bab Lodoh Rhizoctonia solani pada Beberapa
Pendahuluan harus dihindarkan. (atau hasil Tingkat Umur Semai Acacia crassicarpa
dan pembahasan digabung sehingga menjadi [Skripsi] Bogor. Fakultas Kehutanan
Hasil dan Pembahasan) Institut Pertanian Bogor.
Simpulan. Bab ini berisi simpulan hasil
penelitian yang telah dilakukan, ditulis secara
singkat dan jelas.
Vol. 3, 2013 J. AGROTEKNOS

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih dan penghargaan diberikan kepada para Mitra Bestari yang
telah diundang oleh Jurnal AGROTEKNOS untuk menelaah artikel yang terbit pada
Volume 3 Tahun 2013, yaitu:

Prof. Dr. Ir. Muh. Taufik, M.Si


(Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari)

Dr. Ir. M. Tufaila, M.P


(Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari)

Dr. Ir. H. Andi Khaeruni, M.Si


(Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari)

Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr


(Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari)

Dr. Ir. Gusti Ayu K. Sutariati, M.Si


(Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari)

Dr. Ir. Teguh Wijayanto, M.Sc


(Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari)

Dr. La Ode Muhammad Harjoni Kilowasid., S.P., M.Si


(Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari)

Dr. La Ode Afa, S.P., M.Si


(Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari)
Daftar Isi Keterangan gambar sampul:
Produksi Cabai Tanpa dan Dengan
JURNAL AGROTEKNOS perlakuan Gliokompos (lihat artikel
Vol. 3 No.3. Nopember 2013 halaman 127)

Artikel:
Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis La Ode Safuan, Tresjia C. Rakian, 127-132
Gliokompos terhadap Pertumbuhan dan Endi Kardiansa
Produksi Tanaman Cabai Merah (Capsicum
annuum L.)

Pengaruh Fungi Mikoriza Arbuskula dan Makmur Jaya Arma, Risnawati, 133-138
Nutrisi Organik terhadap Pertumbuhan Gusnawaty H.S.
Tanaman Cabai Merah Besar (Capsicum
annuum L.)

Uji Potensi Trichoderma Indigenous Gusnawaty H.S., Asniah, 139-143


Sulawesi Tenggara sebagai Biofungisida Muhammad Taufik, Faulika
terhadap Phytophthora capsici secara In-
Vitro

Efektivitas Limbah Cair Pertanian sebagai Andi Khaeruni, Asrianti, Abdul 144-151
Media Perbanyakan dan Formulasi Bacillus Rahman
subtilis sebagai Agens Hayati Patogen
Tanaman

Perakitan Pupuk Alam Berbasis Sumberdaya M. Tufaila, Syamsu Alam 152-162


Lokal untuk Meningkatkan Efisiensi
Pemupukan P dan K Serta Hasil Kedelai di
Tanah Masam

Hubungan Kekerabatan Aksesi Pisang Kepok Teguh Wijayanto, Dirvamena Boer, 163-169
(Musa paradisiaca Formatypica) di La Ente
Kabupaten Muna Berdasarkan Karakter
Morfologi dan Penanda RAPD

The Study on Contribution of Temperature Ahmad Rafiqi Tantawi, Bambang 170-177


and Solar Radiation Intensity to Frogeye Hadisutrisno, Haryono Semangun,
Disease Development on Tobacco I. Hartana, Lisnawita

Karakterisasi Biokimiawi Rizobakteri Asal Asniah, Tresjia C. Rakian, Muhidin, 178-182


Gulma Berdaun Lebar yang Berpotensi Gusnawaty H.S., Sri Wangadi
sebagai Deleterious Rhizobacteria

Media Alternative Perbanyakan In-Vitro Kasutjianingati, Rudi Irawan 183-188


Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis)

DITERBITKAN OLEH:
JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAPERTA UNHALU
PERAGI CABANG SULAWESI TENGGARA
TERBIT 3 KALI SETAHUN

Anda mungkin juga menyukai