Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum

Ilmu Gulma dan Pengendaliannya

LAPORAN FIELDTRIP
KEBERADAAN GULMA DI LAHAN PERTANIAN

Nama : Yuyun Cahyani


Nim : 21011014003
Kelas : Proteksi Tanaman
Kelompok : 4
Asisten : Ardiansyah Syafaat, SP., MP

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam melakukan budidaya tanaman, tentunya tidak terlepas dari
organisme penganggu tanaman khususnya gulma. Gulma adalah tumbuhan yang
tumbuh pada area yang tidak dikehendaki yakni tumbuh pada area pertanaman.
Gulma secara langsung maupun tidak langsung merugikan tanaman budidaya.
Keberadaan gulma menyebabkan terjadinya persaingan antara tanaman utama
dengan gulma (Sembodo, 2010).
Gulma dan pertanaman yang diusahakan manusia adalah sama-sama
tumbuhan yang mempuyai kebutuhan yang serupa untuk pertumbuhan
normalnya. Keberadaan gulma di lahan pertanian dirasakan sangat merugikan
petani. Kerugian itu disebabkan karena gulma mengadakan pesaingan dengan
tanaman budidaya. Persaingan antara gulma dengan tanaman Pokok terjadi karena
gulma dan tanaman pokok tumbuh saling berdekatan pada tempat yang sama.
Tumbuhnya gulma menimbulkan banyak kerugian bagi petani. Kerugian
adanya gulma pada lahan produksi selain terjadinya kompetisi dengan tanaman
pokok. Kedua tumbuhan tersebut sama-sama membutuhkan zat hara, air, cahaya,
energy. suhu, oksigen dan karbondioksida. Selain itu, adanya gulma akan
menghambat pekerjaan petani, mengganggu kesehatan petani (menimbulkan
alergi/gatal-gatal, menjadi tempat berlindung atau "menjadi inang bagi hama dan
penyakit tanaman. menguras unsur hara. mengurangi ketersediaan air bagi
tanaman pokok, tercampurnya atau pengotoran biji gulma pada hasil budidaya
pertanian, terbentuknya alelopathy yang meracuni tanaman budidaya. penuunan
pembentukan fotosintat dan asimilat karena penaungan gulma, menurunkan
kualitas dan kuantitas hasil tanaman budidaya.
Field Trip atau biasa kenal dengan praktek lapang adalah salah satu kegiatan
pembelajaran diluar kampus untuk melihat dan menyaksikan secara langsung
penerapan teori-teori dari mata kuliah Ilmu Gulma dan Pengendaliannya dengan
keadaan nyata di lapangan. Dengan adanya kegiatan field trip ini akan menjadi suatu
gambaran penerapan dari teori-teori yang dipelajari di kampus dan merupakan suatu
keberhasilan dalam penerapannya langsung di lapangan. Karena kita dapat melihat
dan mengidentifikasi langsung bagaimana keberadaan gulma dilahan pertanian.
Houser, dkk., (2011) menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara
kuliah lapangan (field trip) terhadap hasil belajar mahasiswa.
1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakan praktikum ini adalah untuk:
1. Memahami proporsi gulma yang tumbuh dilahan budidaya
2. Mengetahui tingkat kerugian yang dirasakan petani akibat gulma
3. Meengetahui beberapa teknik pengendalian gulma
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keberadaan Gulma Dilahan Pertanian
Keberadaan gulma pada areal tanaman budidaya dapat menimbulkan
kerugian baik dari segi kuantitas maupun kualitas produksi. Kerugian yang
ditimbulkan oleh gulma adalah penurunan hasil pertanian akibat persaingan dalam
perolehan air, unsur hara dan tempat hidup, penurunan kualitas hasil, menjadi
inang hama dan penyakit, membuat tanaman keracunan akibat senyawa racun
(alelopati) (Rukmana, 1999).
Karakter gulma harus diketahui, sehingga gulma dapat dikendalikan
akibatnya pengaruhnya berkurang terhadap tanaman budidaya. Namun gulma
juga bisa dimanfaatkan, misal: sebagai penghasil bahan organik, penutup tanah,
mengurangi erosi tanah dan sebagainya. Dengan mempelajari dan menganalisis
interaksi gulma dan tanaman serta lingkungan, dimungkinkan dapat ditingkatkan
hasil pangan dengan efektif dan efisien (Widaryanto, dkk 2021). 
Adanya gulma di lingkungan tanaman, maka menyebabkan kompetisi
gulma dengan tanaman pokok dalam memperebutkan air tanah, cahaya matahari,
unsur hara, ruang tumbuh dan udara. Hal ini akan mengakibatkan pertumbuhan
tanaman terhambat dan menurunkan kualitas hasil. Besarnya penurunan hasil
tanaman tergantung pada varietas tanaman, kesuburan tanah, jenis dan kerapatan
gulma, lamanya kompetisi dan tindakan budidaya. Gulma juga menyebabkan
kesulitan dalam praktek budidaya, seperti: pengolahan tanah, penyiangan, dan
pemanenan yang menyebabkan peningkatan biaya produksi (Widaryanto, dkk
2021). 
2.2 Lokasi Fieltrip
Dataran tinggi merupakan tempat yang memiliki banyak kandungan air dan
unsur hara sehingga kualitas tanah sangat subur dan juga cocok untuk lahan
pertanian.
Kabupaten Bantaeng adalah sebuah kabupaten di Sulawesi Selatan yang
memiliki luas wilayah 395,83 km² dengan jumlah penduduk ±178.699 jiwa.
Kabupaten ini terdiri dari 8 Kecamatan dengan 67 Kelurahan dan desa.Secara
geografis Kabupaten Bantaeng terletak pada koordinat antara 5o 21’ 13” sampai
5o 35’ 26” Lintang Selatan dan 119o 51’ 42” sampai 120o 05’ 27” Bujur Timur.
Batas Wilayahnya : “Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto”
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba “ Sebelah Utara
berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Bulukumba “ Sebelah Selatan
berbatasan dengan Laut Flores Kabupaten Bantaeng terletak di bagian selatan
Sulawesi Selatan dengan jarak tempuh dari Kota Makassar sekitar 123 km
dengan waktu tempuh antara 2,5 jam (Baruga Pelayanan Masyarakat, 2021).
Kabupaten Bantaeng memiliki beberapa tanah yang cocok untuk budidaya,
jenis tanah tersebut sebagai berikut: a. Tanah Mediteran Coklat seluas 16.407 Ha
(41,45%), Tanah Mediteran Kemerahan seluas 10.296 Ha (26,01 %), Tanahh
Andosol Coklat seluas 45,245 Ha (11,43 %), Tanah Regosol Coklat Kelabu
seluas 3.646 Ha (9,20 %), dan Tanah Latasol Coklat Kekuningan seluas 4.710
Ha (11,90 %) (Baruga Pelayanan Masyarakat, 2021).
2.3 Tanaman Budidaya
Di daerah ini terdapat berbagai jenis tanaman hortikultura yaitu Wortel
(Daucus carota), bawang merah (Allium cepa L.),  kubis (Brassica oleracea),
Cabai rawit (Capsicum frustescens), Cabai besar (Capsicum annum L.),
Terong (Solanum melongena), Tomat (Solanum lycopersicum), Kentang
(Solanum tuberosum), Alpukat (Persea americana) dan juga terdapat tanaman
perkebunan kopi arabika (Coffea arabica), kakao dll,. Berdasarkan uraian
tersebut maka dipandang penting untuk melaksanakan praktek lapang mengenai
pertumbuhan dan produksi tanaman hortikultura, perkebunan dan pangan di
dataran tinggi loka kecamatan bonto marannu kabupaten Bantaeng.
Wortel merupakan tanaman sayuran umbi semusim yang berbentuk semak
(perdu) yang tumbuh tegak dengan ketinggian antara (30 – 100) cm atau lebih,
tergantun g jenis atau varietasnya. Wortel tergolong sebagai tanaman semusim
karena hanya berproduksi satu kali dan kemudian mati. Tanaman wortel
memiliki umur yang pendek yaitu sekitar (70 – 120) hari tergantung varietasnya.
Kulit dan daging umbi wortel berwarna kuning atau jingga. Wortel memiliki
batang pendek yang hampir tidak tampak. Warna kuning dari umbi 7 wortel
berwarna kemerahan dikarenakan adanya pigmen karoten. Kulitnya tipis dan
rasanya enak, renyah, gurih, dan agak manis (Manik, dkk 2017).
a. Daun
Daun tanaman wortel merupakan daun majemuk, menyirip ganda dua
atau tiga, dan bertangkai. Anak-anak daun berbentuk lanset dengan tepi daun
bercangap. Setiap tanaman memiliki 5-7 tangkai daun yang berukuran agak
panjang, kaku dan tebal dengan permukaan yang halus, sedangkan helaian
daun lemas dan tipis. Fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis
untuk menghasilkan zat-zat yang diperlukan dalam pembentukan organ
vegetatif dan generatif (Manik, dkk 2017).
b. Batang
Batang tanaman wortel sangat pendek sehingga hampir tidak tampak,
berbentuk bulat, tidak berkayu, agak keras, dan berdiameter (1-1,5) cm.
Umumnya warnanya berwarna hijau tua. Batang tidak bercabang tetapi
ditumbuhi oleh tangkai-tangkai daun yang berukuran panjang sehingga
terlihat seperti bercabang-cabang. Batang memiliki permukaan 8 yang halus
dan mengalami penebalan pada tempat tumbuh tangkai daun. Fungsinya
sebagai jalan untuk mengangkut air dan zat makanan dari tanah ke daun dan
zat hasil asimilasi dari daun ke seluruh bagian tubuh tanaman (Manik, dkk
2017).
c. Akar
Akar tanaman wortel termasuk sistem perakaran tunggang dan serabut.
Akar tunggang akan mengalami perubaan bentuk dan fungsi menjadi tempat
penyimpanan cadangan makanan, bentuknya akan berubah menjadi besar dan
bulat memanjang hingga mencapai diameter 6 cm dan memanjang sampai 30
cm tergantung varietasnya. Akar tunggang yang telah berubah bentuk dan
fungsi inilah yang dikenal sebagai “umbi wortel”. Akar serabut menempel
pada akar tunggang yang telah membesar (umbi), tumbuh menyamping dan
berwarna kekuning-kuningan (putih gading). Fungsinya mneyerap zat-zat hara
dan air yang diperlukan tanaman untuk melangsungkan proses fotosintesis
serta memperkokoh berdirinya tanaman (Manik, dkk 2017).
d. Bunga
Bunga tanaman wortel tumbuh pada ujung tanaman, berbentuk payung
berganda, dan berwarna putih atau merah jambu agak pucat. Bunga memiliki
tangkai yang pendek dan tebal. Kuntum-kuntumnya terletak pada bidang
lengkung yang sama. Bunga yang telah mengalami penyerbukan akan
menghasilkan buah dan biji-biji yang berukuran kecil dan berbulu (Manik, dkk
2017).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktek lapang ini ini dilaksanakan di dataran tinggi loka Kecamatan Bontomarannu
Kab. Bantaeng. Terletak pada ketinggian 1070-1300 m dpl, Suhu udara harian rata-rata
17-19oc Berlangsung pada tanggal 5 November 2022.
3.2 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam kegiatan fieldtrip ini adalah alat tulis,
Kamera/hp, dan kuesioner.
3.3 Metode Pelaksanaan
1. Menyiapkan kuisioner terlebih dahulu
2. Mencari lokasi lahan budidaya yang sedang tanam sebanyak 3 -4 orang petani
dengan komoditas yang sama.
3. Mengambil data – data yang dibutuhkan dengan teknik wawancara petani
secara langsung dengan menggunakan kuisioner.
4. Dokumentasikan gulma yang tumbuh pada tanah tersebut.
5. Melakukan identifikasi jenis gulma tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berikut ini adalah hasil wawancara dengan petani :
1. Identitas Responden
a. Nama : Nasir
b. Umur : 45 Tahun
c. Alamat : Dusun selayar, Desa Bonto Marannu, Kecamatan Uluere,
Kabupaten Bantaeng.
d. Pendidikan Terakhir : SMP
e. Jumlah Tanggungan Keluarga : 3 orang
2. Lahan Budidaya
a. Luas Lahan : 10 are
b. Tanaman budidaya : Wortel
c. Jenis lahan : Milik sendiri
d. Jenis varietas :
e. Jenis pupuk : Organik (Pupuk kandang), Non organik (Nacl, urea)
3. Bagaimana pendapat ibu/bapak mengenai OPT
Alasan : Merugikan, karena dapat menurunkan kualitas dan kuantitas
tanaman budidaya, dan merusak penampakan fisiologi tanaman
4. OPT yang banyak ditemui dilahan budidaya
Jawab : Gulma
5. Jenis OPT
a. Hama :-
b. Penyakit :-
c. Gulma : Teki ladang, Semanggi, dan Minjangan
6. Jenis gulma yang banyak dilapangan :

Nama lokal Nama daerah Nama latin

Teki ladang Ga’gala tedong Cyperus rotundus

Semanggi Kacci-kacci Marilea crenata

Minjangan Rumput balanda Pennisetum purpureum

7. Teknik pengendalian: Mekanik dan kimiawi


8. Mengapa lebih memilih pengendalian gulma menggunakan kimia tersebut
Alasan : Pengendalian gulma lebih cepat dan efisien dan hemat tenaga kerja.
9. Jenis herbisida

Nama Pestisida Nama lokal Bahan aktif

Baster 80 wp - Metribozim 800 g/kg


Unicor-M 70 wg - Metribuzin 70%

10. Bentukherbisida yang digunakan : Cair


11. Teknik aplikasi herbisida: Penyemprotan
12. Takaran dosis yang digunakan : Sesuai aturan
13. Kerugian yang diperoleh dari OPT (membandingkan seberapa besar
kerugian gulma dengan OPT lain)
a. Lebih banyak mana biaya pengendalian hama, gulma dan patogen
Jawab : Gulma
b. Biaya sekali pengendalian baik hama, gulma dan pathogen dalam sekali
pengaplikasian
Jawab : ± Rp 30.000 dalam sekali penyemprotan
Pengaplikasian 3 kali setiap pekan
4.2 Pembahasan
Berdasarakan data hasil wawancara yang saya dapatkan dari salah seorang
petani di lokasi fieldtrip, bahwa petani tersebut bernama Nasir, berumur 45 tahun
yang beralamat di Dusun selayar, Desa Bonto Marannu, Kecamatan Uluere,
Kabupaten Bantaeng. Petani tersebut memiliki beberapa tanaman budidaya salah
satunya yaitu tanaman wortel dengan luas lahan 10 are. Pupuk yang digunakan yakni
pupuk organik yaitu pupuk kandang, dan pupuk anorganik atau kimia yaitu Nacl dan
urea. Orgnisme pengganggu tanaman (OPT) yang mengganggu tanaman wortel
petani adalah gulma. Gulma yang ditemukan yaitu teki ladang (Cyperus rotundus),
semanggi (Marsilea crenata), dan mijangan (Pennisetum purpureum). Menurut
petani tersebut adanya OPT di lahan tomat dapat mengganggu, merusak dan
menurunkan hasil produksi. Dijelaskan juga Menurut Paiman (2020) Kehadiran
gulma pada pertanaman akan menimbulkan kompetisi yang sangat serius dalam
mendapatkan air, hara, cahaya matahari dan tempat tumbuh, dampaknya hasil
tanaman tidak mampu menunjukkan potensi yang sebenarnya.
Adapun cara pengendalian yang dilakukan petani tersebut yaitu menggunakan
pengendalian secara mekanik dan kimiawi. Pengendalian secara fisik yaitu dengan
mencabut gulma yang ada disekitar tanaman wortel, sedangkan secara kimiawi, ia
menggunakan petisida bester dengan bahan aktif metribozim 800g/kg dan pestisida
unicor dengan bahan aktif metribuzin 70%. Herbisida ini dalam bentuk cair sehingga
pengaplikasiannya dilakukan dengan cara penyemprotan dengan dosis sesuai aturan.
Menurut petani tersebut pengendalian secara kimia lebih sering ia gunakan karena
lebih efektif dan hasilnya terbukti lebih cepat.
Menurut Supriadi (2012) perkembangan teknologi pengendalian gulma yang
paling banyak digunakan secara luas saat ini adalah dengan menggunakan herbisida
sintetik. Penggunaan herbisida sintetik mampu menekan biaya pengendalian gulma
karena interaksi antara gulma dengan herbisida cepat, dalam jumlah yang sedikit
mampu mengendalikan gulma pada hamparan yang luas serta mudah digunakan,
tetapi memiliki efek negatif bagi lingkungan. Efek ini akan munculnya sifat resisten
pada gulma, meninggalkan residu pada hasil pertanian, dan polusi bagi udara, air dan
tanah. Menurut Sastosiswojo (2005) Penggunaan pestisida kimia dianggap menjadi
alternatif mudah untuk dilakukan serta hasil yang diberikan cepat, namun jika
dilakukan secara terus – menerus dapat merusak tanah
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Jenis gulma yang didapatkan dilahan tomat yaitu gulma jenis daun lebar dan
rerumputan . Gulma daun lebar diantaranya semanggi (Marsilea crenata),
mijangan (Chromolaena odorata), dan teki ladang (Cyperus rotundus)
2. Kerugian yang dialami petani karena adanya gulma pada areal tanaman
budidaya yaitu merugikan dari segi ekonomi karena dapat menurunkan hasil
produksi tanaman budidayanya.
3. Pengendalian yang dilakukan oleh petani tersebut yaitu secara mekanik
apabila gulma dilahan budidaya masih sedikit, dan secara kimiawi apabila
gulma pada lahan tomat sudah banyak. Dalam pengendalian secara kimia
petunia tersebut mengunakan herbisida jenis rumpas dan unicorn berbentuk
cair dengan dosis sesuai aturan dan diaplilkasikan denga cara disemprot.
5.2 Saran
Penulis menyadari masih banyaknya kesalahan dalam penulisan laporan
ini, oleh karena itu diharapkan kritik yang membangun sebagai acuan dalam
pembuatan laporan yang lebih baik kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Baruga Pelayanan Masyarakat. (2021). Daftar Kabupaten & Kota. Dipetik November
13, 2022, dari sulselprov.go.id: https://sulselprov.go.id/pages/des_kab/1

Da-Lopez, Y.F., & Djaelani, A.K. 2020. Gulma penting tanaman pertanian. Jurusan
Manajemen Pertanian Lahan Kering, Politeknik Pertanian Negeri Kupang
Nusa Tenggara Timur (NTT).

Paiman, 2020. Gulma Tanaman Pangan. UPY Press, Yogyakarta.

Sastosiswojo, S., Tinny, S.U., dan Rachmat, S. 2005. Penerapan Teknologi PHT

Pada Tanaman Kubis. Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

Supriadi, A. Sudirman, E. Jauhariya, S. Rahayuningsih. 2012. Pengembangan


formulasi herbisida berbasis asam asetat untuk mengendalikan gulma pada
tanaman kelapa sawit. Kementrian Pertanian (Unit Kerja).

Widaryanto, E. 2010. Teknologi Pengendalian Gulma. Fakultas Pertanian., Malang :


Universitas Brawijaya.

Wikipedia. (2022). Kabupaten Bantaeng. Retrieved November 13, 2022, from


id.wikipedia.org: https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bantaeng.

Pamungkas, P. A. D., Hadi, S. P. I., & Ananti, Y. (2022). RAHASIA SI ORANGE


(WORTEL) UNTUK MENGURANGI NYERI HAID. Penerbit NEM.
Manik, F., Barus, S., Hutabarat, R. C., Tarigan, R., & Waluyo, N. (2017). Eksplorasi,
Inventarisasi dan Karakterisasi Kekayaan Genetik Lokal Tanaman Wortel di
Kabupaten Karo Sumatera Utara. In Prosiding Seminar Nasional PERIPI (pp.
365-372).
Widaryanto, E., & Zaini, A. H. (2021). Teknologi Pengendalian Gulma. Universitas
Brawijaya Press.
LAMPIRAN

Wawancara Petani Lahan wortel

Anda mungkin juga menyukai