1
2
sinar matahari untuk fotosintesis menyebabkan penurunan hasil baik kualitas maupun
kuantitas. Gulma memiliki kemampuan menyerap hara dan air lebih cepat dibanding
tanaman pokok (Brown and Brooks., 2002). Pertumbuhan gulma di sekitar tanaman
kubis dapat menurunkan kuantitas dan kualitas produksi kubis, keberadaan gulma
pada periode kritis pertanaman kubis yang terlalu lama dapat menurunkan hasil
tanaman sebesar 60% (Tolman et al., 2004). Beberapa gulma yang berasosiasi
dengan kubis antara lain Cinodon dactylon L. Panicum repeatns L. dan Digitaria
adscendens (rumput), Galinsoga parviflora Cav., Drymaria cordata L., Polygonum
nepalense dan Commelina diffusa (gulma berdaun lebar) dan Cyperus rotundus (dari
tekitekian) (Yuliadhi, 2010).
Upaya pengendalian gulma yang sering dilakukan oleh petani di Indonesia
adalah pengendalian secara kimiawi menggunakan herbisida. Penggunaan herbisida
secara terus-menerus akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Menurut (Wibawa
dan Sugandi, 2014), penggunaan herbisida dapat menimbulkan sejumlah kerugian
seperti: menimbulkan resistensi terhadap gulma sasaran bila digunakan terus menerus
dalam waktu lama, merugikan aktivitas biologis mikroorganisme di dalam tanah dan
dapat membahayakan kesehatan pekerja dan konsumen. Berdasarkan kerugian
tersebut maka diperlukan suatu alternatif pengendalian yang ramah lingkungan.
Upaya pengendalian gulma untuk mencegah pertumbuhan dan perkembangan gulma
dapat dilakukan dengan metode pengendalian gulma yang menggunakan herbisida
organik. Bioherbisida merupakan bahan pengendalian gulma yang terbuat dari bahan
alami dan ramah lingkungan (Jauhar., 2012).
Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai herbisida organik adalah
alelopati tebu. Banyak penelitian telah dilakukan mengenai alelopati tebu. Alelokimia
telah diidentifikasi dan diisolasi dari daun tebu (Singh et al., 2003). Senyawa alelopati
telah diisolasi dari lindi dan hasil pemecahan bahan lignoselulosa ampas tebu
(Rodrigues et al., 2001). Menurut Viator et al (2006), pelindian sisa tanaman tebu
mengurangi perkecambahan dan pertumbuhan radikal tanaman ladang gandum
(Avena nuda L.). Senyawa flavonoid merupakan bentuk metabolit sekunder yang
3
dikeluarkan oleh tanaman atau biasa disebut sebagai senyawa alelopati. Menurut
Priyanto (2018), kadar flavonoid total pada ekstrak etanol tebu hijau ebesar 36,76 ±
0,70% b Equivalen Kuersetin. Flavonoid merupakan golongan senyawa toksik atau
alergen, yaitu senyawa gula yang berkaitan dengan flavon (Fatonah et al., 2014).
Senyawa flavonoid, asam ferulic, vanillic, dan syringic juga telah diidentifikasi
sebagai fitotoksin pada jerami tebu (Sampietro dan Vattuone, 2006). Ampas tebu juga
melimpah dan seringkali menjadi limbah jika tidak digunakan dengan bijak. Limbah
ampas tebu di Indonesia mencapai 80.000 ton per tahun (Dicky., 2016). Tingginya
kadar sampah dapat menjadikan ampas tebu sebagai sampah organik yang bernilai
ekonomis yang dapat digunakan sebagai herbisida organik. Ampas tebu juga
merupakan limbah yang ramah lingkungan, karena dalam waktu 4 minggu dapat
terurai dengan baik (Sujito et al., 2014).
4
5
2.2 Gulma
Gulma adalah tanaman pengganggu yang dapat berkompetisi dengan tanaman
budidaya sehingga dapat menurunkan hasil tanaman. Banyak jenis gulma yang
tumbuh pada suatu lahan pertanian, tetapi jumlahnya relatif sedikit, ada juga yang
hanya tumbuh sedikit jenis gulma tapi jumlahnya mendominasi di lahan budidaya.
Menurut Sebayang (2017) klasifikasi gulma berdasarkan pengendalian gulma sesuai
dengan bentuk morfologinya, dibagi menjadi 3 bagian, yaitu grasses (rumputan),
broadleaf (berdaun lebar) dan sedges (teki). Menurut Harsono (2017) gulma rumput-
rumputan tergolong ke dalam famili graminae, memiliki daun sempit, akar rimpang
(rhizoma) yang memiliki jaringan rumit di dalam tanah dan sulit diatasi secara
mekanik. Gulma berdaun lebar didominasi oleh kelompok ordo Dicotyledonae, gulma
jenis ini tumbuh dengan habitat yang besar sehingga terjadi persaingan dengan
tanaman terutama dalam memperebutkan cahaya. Sedangkan gulma teki-tekian
termasuk kedalam famili Cyperacea, tahan terhadap pengendali-an secara mekanik
karena memiliki umbi batang (stolon) di dalam tanah sehingga tahan terhadap
cekaman lingkungan yang berat.
Komposisi gulma dapat berubah seiring waktu. Perubahan tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti persaingan antar spesies gulma, kesuburan
gulma, dan pengendalian gulma. Beberapa gulma yang berasosiasi dengan kubis
antara lain Cinodon dactylon L. Panicum repeatns L. dan Digitaria adscendens
(rumput), Galinsoga parviflora Cav., Drymaria cordata L., Polygonum nepalense
dan Commelina diffusa (gulma berdaun lebar) dan Cyperus rotundus (dari teki tekian)
(Yuliadhi, 2010). Pengendalian gulma dengan herbisida dapat mengubah komposisi
gulma secara drastis. Langkah-langkah untuk mencegah pertumbuhan dan
perkembangan gulma, beberapa carapengendalian gulma yang dapat digunakan
adalah pengendalian gulma secara kimiawi menggunakan herbisida/herbisida organik
dan penyiangan dengan cara mekanis (Reza dan Ihsan, 2018).
6
Pusat Penelitian Budidaya Gula Indonesia (P3GI), ampas tebu yang dihasilkan di
pabrik gula tersebut sebanyak 32% berat tebu yang digiling. Hingga 60% ampas tebu
digunakan sebagai bahan bakar boiler dari total ampas tebu yang diproduksi, dengan
perkiraan 40% tidak terpakai (Oktavia et al., 2014).. Menurut Burdiono (2012)
serasah tebu mengandung 0,3-0,4% N, 0,1-0,13% P, 0,6% K dan 42-46% bahan
organik.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa fenolat mungkin terlibat dalam
fitoksisitas yang disebabkan oleh jerami tebu (Wang et al., 1967). Salah satu
senyawa metabolit sekunder kelompok senyawa fenolik yaitu flavonoid. Menurut
Priyanto (2018), kadar flavonoid total pada ekstrak etanol tebu hijau sebesar 36,76 ±
0,70% b Equivalen Kuersetin. Akbar (2010), menyatakan bahwa flavonoid
merupakan kelompok senyawa fenolik terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa ini
berwarna merah, ungu dan biru. Sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam
tumbuh tumbuhan. Flavonoid merupakan golongan senyawa toksik atau alergen,
yaitu senyawa gula yang berkaitan dengan flavon (Fatonah et al., 2014). Selain
flavonoid, asam ferulic, vanillic, dan syringic juga telah diidentifikasi sebagai
fitotoksin pada jerami tebu (Sampietro dan Vattuone, 2006). Pada tanaman selada
senyawa ini meningkatkan kebocoran sel akar, menghambat aktivitas dehy drogenase,
dan mengurangi kandungan klorofil (Sampietro et al., 2005). Viator dkk. (2006)
mengidentifikasi asam benzoat dari sisa lahan tebu pasca panen, varietas 'LCP 85-
384'. Asam benzoat dan turunannya telah terbukti alelopati terhadap kapas
(Gossypium hirsutum L.), gandum dan ryegrass (Lolium spp.).
2.4 Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja alelokimia dalam menghambat pertumbuhan dan
perkembangan organisme terutama tanaman, mengalami serangkaian proses yang
cukup kompleks. Gangguan proses fisiologis pada tanaman dimanifestasikan oleh
sejumlah gejala seperti: pertumbuhan abnormal, mungkin lebih besar dari ukuran
normal atau lebih kecil dari ukuran normal, perubahan warna daun, batang, akar,
buah, bunga dan gejala lain seperti jaringan mati, bagian tanaman mengering dan
8
ditandai dengan layunya bagian tubuh tanaman. Senyawa metabolit sekunder yang
masuk bersama air melalui absorbsi stomata menyebabkan kerusakan membran sel
akibat adanya senyawa alelopati. Proses ini dimulai di membran plasma dengan
gangguan struktural dan transformasi membran karena perbedaan potensial osmotik
yang besar Depolarisasi menyebabkan permeabilitas membran berubah sehingga
penyerapan dan konsentrasi ion dan air.
Keadaan penyerapan air dan ion dalam sel mempengaruhi pembukaan dan
penutupan stomata, yang secara tidak langsung mempengaruhi fotosintesis pada
tumbuhan. Respon hormon terpengaruh jika membran sel rusak karena untuk
menginduksi respons ini, hormon harus dikenali dan diikat oleh molekul protein di
membran plasma. Kerusakan membran juga dapat menyebabkan enzim ATP-ase
kehilangan fungsinya, sehingga menghambat respirasi.Hambatan lebih lanjut dapat
muncul dalam sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lainnya. Hambatan
tersebut kemudian menyebabkan terganggunya pembelahan dan ekspansi sel,
sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman sasaran (ElHadary
dan Chung, 2013). Flavonoid, asam ferulic, vanillic, dan syringic merupakan
golongan senyawa toksik atau alergen, yaitu senyawa gula yang berkaitan dengan
flavon (Fatonah et al., 2014).
a. Flavonoid
Senyawa flavonoid merupakan bentuk metabolit sekunder yang dikeluarkan
oleh tanaman atau biasa disebut sebagai senyawa alelopati. Menurut Talahatu dan
Papilaya (2015), kerusakan struktur membran sel akibat adanya senyawa flavonoid
menyebabkan penurunan permeabilitas sehingga mempengaruhi proses fisiologis dan
pertumbuhan tanaman.
b. Asam Ferulat
Alelopati dari asam ferulat menyebabkan akar tanaman mengurangi
pemanfaatan air, menghambat ekspansi daun dan pemanjangan akar, mengurangi laju
fotosintesis, dan menghambat penyerapan hara. Pada tingkat sel, alelokimia
menginduksi peroksidasi lipid, mempengaruhi aktivitas enzim tertentu, dan dengan
9
2.5 Hipotesis
H0 : Pemberian ekstrak limbah ampas tebu berpengaruh terhadaap biomassa gulma
dan hasil produksi tanaman kubis.
H1 : Pemberian ekstrak limbah ampas tebu tidak berpengaruh terhadaap biomassa
gulma dan hasil produksi tanaman kubis.
12
A1 A5 A5 A2
A3 A1 A3 A4
A2 A4 A1 A3
A4 A3 A2 A5
A5 A2 A4 A1
Gambar 3.1 Denah Plot Percobaan
3.4.2 Persemaian
Sebarkan benih secara merata pada media yang yang telah disiapkan, dalam
penelitian ini media yang di gunakan untuk persemaian adalah media sosis.
Penyiraman dilakukan setiap hari. Bibit siap ditanam di lapangan setelah 3 - 4
minggu atau sudah memiliki 4-5 helai daun.
3.4.4 Pemupukan
14
Pemupukan pertama pada umur 14 hari setelah tanam dengan pupuk urea
sebanyak 3 g/tanaman pada jarak 5-6 cm dari tanaman. Selanjutnya dilakukan pada
umur 28 hari setelah tanam dengan pupuk urea sebanyak 5g/tanaman peletakannya
sekitar 7-8 cm dari tanaman serta ditutup tanah dan disiram setiap selesai
pemberiannya, untuk pemupukan kocor dilakukan pada umur 42 hari (Lingga dan
Marsono, 2007).
3.4.6 Kalibrasi
Kegiatan kalibrasi dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan aplikasi
herbisida, Kalibrasi merupakan kegiatan untuk mengetahui larutan semprot yang
dikeluarkan oleh alat semprot (sprayer), untuk dapat mengetahui berapa banyak
larutan semprot yang disemprotkan pada satuan lahan. Langkah pertama melakukan
kalibrasi dengan memasukkan air ke dalam sprayer, kemudian penyemprotan pada
petak pengamatan, perhatikan waktu yang dibutuhkan untuk satu kali penyemprotan,
kemudian semprotkan air ke dalam timba sesuai dengan waktu yang didapat saat
penyemprotan, air di ember kemudian diukur dengan gelas ukur untuk mengetahui
banyaknya air yang keluar dari alat penyemprot (Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian. 2007). Perhitungan kalibrasi dapat dilakukan menggunakan rumus sebagai
berikut :
A x 10.000
D=
CxB
Keterangan :
15
dari sejumlah parameter yang diamati dalam analisis vegetasi. Metode pengambilan
sampel gulma menggunakan metode kuadrat yaitu salah satu metode analisis vegetasi
berdasarkan suatu luasan petak contoh. Bentuk petak contoh yang digunakan pada
metode kuadrat yaitu bentuk persegi panjang dengan ukuran 5m x 4,5 meter dengan
jumlah petak sampel sebanyak 20 berukuran 50 cm x 60 xm. Menurut Reza dan Irsan
(2018), rumus SDR dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut :
KM (Kerapatan Mutlak) = Merupakan jumlah individu spesies gulma tertentu pada
plot sampel.
FM (Frekuensi Mutlak) = Menunjukkan jumlah petak contoh yang terdapat spesies
gulma tertentu.
Sum Dominan Ratio merupakan persentase kerapatan gulma yang tumbuh dari
tiap jenis species yang berbeda pada setiap petak contoh, dengan membandingkan
jumlah individu species dibagi dengan total jumlah semua individu species pada
setiap petak contoh di kali seratus persen.
3.5.1.2 Biomassa gulma
Perhitungan berat kering gulma dilakukan pada 28, 49 dan 70 HST dengan
metode pengambilan sampel gulma menggunakan metode kuadrat dengan luas petak
sampel 40 cm x 40cm dengan cara memotong gulma tepat di atas permukaan tanah,
kemudian dipisahkan menurut jenisnya, ditempatkan di amplop, kemudian
dikeringkan pada suhu 80°C selama 48 jam atau sampai berat kering konstan
tercapai, kemudian ditimbang (Syahputra dan Sarbino 2012).
4.1 Hasil
Hasil analisis ragam (tabel 4.1) menunjukkan bahwa pengaplikasian herbisida
dari limbah ampas tebu menunjukkan hasil berbeda sangat nyata pada variable
fitotoksisitas, berat buah, dan diameter buah. Pada variable pengamatan gulma daun
sempit 28 hari setelah tanam (HST) tidak berbeda nyata, 49 HST berbeda sangat
nyata, 70 HST berbeda sangat nyata. Pada variable pengamatan gulma daun lebar 28
HST aplikasi ekstrak ampas tebu menunjukkan hasil tidak berbeda nyata, pada 49
HST berbeda nyata, 70 HST berbeda sangat nyata. Pada variable pengamatan gulma
teki tidak berbeda nyata.
Tabel 4.1 Rangkuman F-hitung seluruh variable pengamatan
F-hitung
Veriabel Pengamatan
28 HST 49 HST 70 HST
Biomassa gulma daun sempit 1,24 ns 15,01 ** 10,43 **
Biomassa gulma daun lebar 1,38 ns 3,94 * 5,53 **
Biomassa gulma Teki 1,21 ns 1,13 ns 1,70 ns
Fitoksisitas 8,25 ** 14,91 ** 3,75 *
Berat Buah - - 8,67 **
Diameter Buah - - 7,20 **
Keterangan :* = Berbeda Nyata ; ** = Berbeda sangat nyata ; ns = Tidak berbeda
nyata.
4.1.1 Analisis Vegetasi Gulma
Kegiatan analisis vegetasi gulma dilakukan untuk mengetahui jenis gulma
yang dominan pada lahan pertanaman kubis. Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan ditemukan jenis-jenis gulma antara lain Amaranthus spinosus L, Borreria
alata L, Cynodon dactylon L, Cyperus rotundus L, Eleusine indica L dan Portulaca
oleraceae L. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa C. rotundus L merupakan gulma yang
paling dominan dengan nilai SDR sebesar (28,89%), diikuti P. oleraceae L. sebesar
(22,25%), C dactylon L. sebesar (20,68%), A. spinosus L. sebesar (17,46%), E.
indica L. (6,43%) dan B. alata L. (4,23%).
17
19
D E F
Sum Dominan Ratio merupakan persentase kerapatan gulma yang tumbuh dari
tiap jenis species yang berbeda pada setiap petak contoh, dengan membandingkan
jumlah individu species dibagi dengan total jumlah semua individu species pada
setiap petak contoh di kali seratus persen.
sangat nyata.
Tabel 4.3 Pengaruh aplikasi pemberian herbisida ampas tebu pada gulma berdaun
lebar
Biomassa Gulma Daun Lebar (g)
Perlakuan
49 HST 70 HST
A1 2.10 b 2.07 b
A2 1.62 bc 1.50bc
A3 1..47 bc 1.33 bc
A4 0.98 c 0.88 c
A5 5.03 a 5.91 a
Ketarangan : Data transformasi yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom
yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada uji DMRT 5%.
Berdasarkan tabel 4.3 gulma daun lebar (A. spinosus L, B. alata L, dan P.
oleraceae L) menunjukkan hasil terbaik pada 49 hst yaitu perlakuan A4 (perlakuan
herbisida ampas tebu kosentrasi 20% ) dengan nilai sebesar 0,98 gram yang berbeda
nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hasil perlakuan tertinggi pada 49 hst
terletak pada perlakuan kontrol A5 (kontrol) sebesar 5,03 gram. Pada 70 hst
menunjukkan hasil terendah yaitu perlakuan A4 (perlakuan herbisida ampas tebu
kosentrasi 20%) dengan nilai sebesar 0,88 gram yang berbeda nyata dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Hasil perlakuan tertinggi pada 70 hst terletak pada
perlakuan kontrol A5 (kontrol) sebesar 5,91 gram.
Tabel 4.4 Pengaruh pemberian herbisida ampas tebu pada gulma berdaun sempit
Biomassa Gulma Daun Sempit (g)
Perlakuan
49 HST 70 HST
A1 1,40 b 1.42 a
A2 1,20 c 1.08 b
A3 0,90 d 0.42 c
A4 0,83 d 0.18 c
A5 1,56 a 1.82 a
Ketarangan : Data transformasi yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom
yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada uji DMRT 5%.
21
Berdasarkan tabel 4.4 gulma daun sempit (C. dactylon L dan E. indica L)
menunjukkan hasil terendah pada 49 hst yaitu perlakuan A4 (perlakuan herbisida
ampas tebu kosentrasi 20% ) dengan nilai sebesar 0,20 gram yang tidak berbeda nyata
dengan perlakuan A3 (perlakuan herbisida ampas tebu kosentrasi 15% ) dan berbeda
nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hasil perlakuan tertinggi pada 49 hst
terletak pada perlakuan kontrol A5 (tanpa perlakuan herbisida) sebesar 1,56 gram.
Pada 70 hst menunjukkan hasil terbaik yaitu perlakuan A4 (perlakuan herbisida
ampas tebu kosentrasi 20%) dengan nilai sebesar 0,18 gram, yang tidak berbeda nyata
dengan perlakuan A3 (perlakuan herbisida ampas tebu kosentrasi 15% ) dan berbeda
nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hasil perlakuan tertinggi pada 70 hst
terletak pada perlakuan kontrol A5 (kontrol) sebesar 1,82 gram. Nilai biomassa gulma
yang besar menunjukkan pengendalian yang dilakukan kurang efektif, sebaliknya jika
nilai biomassa gulma kecil maka pengendalian yang dilakukan semakin efektif
(Suryatini. 2018). Penggolongan gulma pada pengamatan biomassa gulma
dikelompokkan berdasarkan morfologi, siklus hidup, habitat tumbuh, dan
berdasarkan pengaruhnya terhadap tanaman.
1063.5 a 1065 a
1080
1060
Berat Kubis (gram) 1040
1020 990.25 b
985.5 bc
1000
980 961 c
960
940
920
900
A1 A2 A3 A4 A5
Perlakuan Herbisida Ampas Tebu
20.7 a 20.8 a
21.0
Diameter Kubis (cm)
20.5
20.0 19.6 b
19.5 19.1 bc
18.7 c
19.0
18.5
18.0
17.5
A1 A2 A3 A4 A5
Perlakuan Herbisida Ampas Tebu
Hasil diameter buah kubis terendah yaitu pada perlakuan control dengan hasil
18,7 sedangkan paling lebar terdapat pada perlakuan A4 yaitu 20,8 dan tidak berbeda
nyata dengan perlakuan A3 yaitu 20,7, sedangkan terhadap perlakuan A1 dan A2
berbeda nyata.
Tabel 4.5 Pengaruh pemberian herbisida ampas tebu terhadap Fitoksisitas Tanaman
Kubis
Fitotoksisitas Tanaman Kubis
Perlakuan
28 HST 49 HST 70 HST
A1 0.50c 0,00d 0,00b
A2 0.50c 0.25c 0,00b
A3 1.50b 1,00b 0.50a
A4 1.75a 1.50a 0.50a
A5 0,00d 0,00d 0,00b
Ketarangan : Angka angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang
sama menunjukan berbeda tidak nyata pada uji DMRT 5%.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
pengaruh aplikasi herbisida ampas tebu pada tanaman kubis mengakibatkan
keracunan ringan dan keracunan sedang pada tanaman kubis yang berumur 28 hst dan
49 HST ditandai dengan perubahan warna daun. Perlakuan 70 HST tidak menunjukan
gejala keracunan. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa herbisida
ampas tebu bersifat selektif terhadap tanaman kubis.
24
A B C
Gambar 4.4 Fitotoksisitas Tanaman (A) Skor 0; (B) Skor 1; (C) Skor 2
4.2 Pembahasan
Pengamatan analisis vegetasi gulma merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan untuk mengetahui gulma menurut jenis dan golongannya dengan tujuan
untuk mengetahui komposisi gulma yang dominan pada suatu lahan sehingga dapat
digunakan untuk pertimbangan dalam menentukan tindakan pengendalian
(Purnamasari, dkk. 2017). Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan,
ditemukan beberapa jenis gulma yang terdapat pada lahan pertanaman kubis antara
lain P. oleraceae L, A. spinosus L, B. alata L, C. dactylon L, E. indica L dan C.
rotundus L, dengan nilai SDR paling tinggi terdapat pada gulma C. rotundus L yaitu
sebesar 28,89% dan terendah terdapat pada gulma B. alata L dengan nilai SDR
sebesar 4,23%. Teki merupakan salah satu jenis gulma yang banyak ditemukan pada
lokasi penelitian karena memiliki pola penyebaran yang luas pada lahan pertanaman
kubis dan aplikasi ekstrak ampas tebu yang dilakukan tidak memberikan dampak bagi
gulma teki tersebut, sehingga populasinya dapat meningkat. Distribusi yang luas
dipengaruhi oleh kemampuan teki dalam berkembang biak. Organ perbanyakan teki
dapat berasal dari biji ataupun umbi. Antar umbi yang berasal dari satu individu
dihubungkan dengan sulur-sulur. Sembodo (2010) mengatakan bahwa pada tanah
yang gembur dan subur, pertumbuhan umbi teki sangat cepat. Pemotongan tanaman
penyambung dapat mengakibatkan umbi yang terlepas. Umbi yang terlepas akan
berkembang menjadi individu baru. Pernyataan ini juga didukung oleh Suryteringsih
(2011) bahwa umbi teki terbentuk setelah tiga minggu perkembangan awal dan
selanjutnya membentuk rimpang dan umbi. Famili Cyperaceae mempunyai sifat yang
25
mampu tumbuh dalam kondisi yang keras karena merupakan gulma yang agresif.
Gulma yang agresif ini mampu mendominasi ruang tumbuh dan unggul dalam
bersaing dengan tanaman pokok.
Menurut Suryatini (2018), perlakuan kontrol (tanpa perlakuan) tercatat
menghasilkan biomassa gulma tertinggi karena gulma dengan bebas dapat menyerap
air, unsur hara dan sinar matahari tanpa adanya persaingan ketat dari tanaman utama.
Besarnya biomassa gulma merupakan salah satu parameter penting dalam
menentukan tingkat keefektifan pengendalian gulma. Perlakuan aplikasi herbisida
ampas tebu terbukti mampu menurunkan biomassa gulma pada pertanaman kubis
pada 49 hst dan 70 hst. Hasil yang diperoleh pada gulma berdaun lebar menujukkan
herbisida yang menujukkan hasil paling rendah adalah perlakuan ekstrak ampas tebu
kosentrasi 20% (200ml + 1000ml air), hal tersebut juga ditunjukkan pada gulma
berdaun sempit hasil paling rendah ditunjukkan pada perlakuan ekstrak ampas tebu
kosentrasi 20% (200ml + 1000ml air). Besarnya nilai biomassa gulma merupakan
salah satu parameter penting dalam menentukan tingkat keefektifan pengendalian
gulma. Nilai biomassa gulma yang besar menunjukkan pengendalian yang dilakukan
kurang efektif karena gulma dengan bebas menyerap unsur hara yang ada dalam
tanah sehingga menyebabkan bobot kering gulma menjadi besar, sebaliknya jika nilai
biomassa gulma kecil maka pengendalian yang dilakukan semakin efektif (Suryatini.
2018). Pengendalian gulma berdaun lebar lebih cepat dan efektif dikarenakan gulma
berdaun lebar merupakan gulma dengan morfologi daun yang lebar, dan tajuknya
dapat menyerap lebih banyak herbisida, sehingga memungkinkan pengendalian
gulma lebih cepat (Kurniadie dkk., 2021). Pemberian kosentrasi 20% herbisida ampas
tebu menunjukkan pengendalian paling efektif pada gulma daun lebar. Penekanan
pertumbuhan gulma ditentukan oleh konsentrasi herbisida yang digunakan. Herbisida
dapat selektif pada konsentrasi tertentu, tetapi dapat menjadi non selektif pada
konsentrasi yang lebih tinggi (Muller et al., 2008).
Daya bunuh herbisida sangat dipengaruhi oleh persistensi dan lambatnya
proses perkecambahan biji gulma yang hampir menyelesaikan siklus hidupnya kurang
26
berpengaruh terhadap perlakuan herbisida daripada gulma yang sedang aktif tumbuh.
Pemberian ekstrak ampas tebu kosentrasi 20% menunjukan hasil terbaik pada
pengamatan biomassa gula danu sempit dan daun lebar. Pengurangan biomassa gulma
dikaitkan dengan berkurangnya pigmen fotosintesis (klorofil) yang dapat
menyebabkan penurunan laju fotosintesis akibat dari aplikasi herbisida ekstrak ampas
tebu yang mengandung senyawa alelopati. Alelopati merupakan aktivitas tanaman
menghasilkan senyawa beracun yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman
dengan cara mengeluarkan eksudat yang berupa gas atau cairan (Kolo, 2017).
Alelopati dari asam ferulat menyebabkan akar tanaman mengurangi pemanfaatan air,
menghambat ekspansi daun dan pemanjangan akar, mengurangi laju fotosintesis, dan
menghambat penyerapan hara. Pada tingkat sel, alelokimia menginduksi peroksidasi
lipid, mempengaruhi aktivitas enzim tertentu, dan dengan cepat mendepolarisasi
membran sel akar menyebabkan peningkatan permeabilitas membran secara umum,
sehingga menghalangi penyerapan nutrisi tanaman (Weir et al. 2004). Keberadaan
alelokimia berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan, pembelahan sel, dan
penyerapan unsur hara. Alelopati dapat meningkatkan permeabilitas membran sel
yang mengakibatkan isi sel tumpah dan terjadi penambahan peroksidasi lipid yang
mengakibatkan pertumbuhan lambat hingga kematian tanaman. Alelokimia juga
dapat menghambat penyerapan nutrisi disekitarnya.
Herbisida yang sistemik akan diserap oleh jaringan tumbuhan, utamanya daun
dan akar lalu ditranslokasikan keseluruh bagian tumbuhan. Efek dari herbisida
sistemik adalah mampu mematikan jaringan gulma yang letaknya berada didalam
tanah, seperti akar (Widayat dkk., 2017). Cara kerja herbisida ekstrak ampas tebu
yang mengandung senyawa alelolpati adalah dengan cara mengganggu proses
pembelahan sel pada tanaman, karena alelopati dapat menghambat proses
pembelahan pada tahapan metafase dari mitosis sehingga tidak ada proses
pembelahan (Yulifrianti dkk., 2015). Menurut Gniazdowska and Bogatek (2005)
tidak adanya proses pembelahan oleh alelopati mengakibatkan kandungan
mitokondria dan ribosom berkurang. Senyawa alelokimia khususnya fenol
27
5.1 Kesimpulan
Pemberian ekstrak limbah ampas tebu efektif dalam mengendalikan gulma daun
lebar dan daun sempit, namun tidak efektif dalam mengendalikan gulma teki
(Cyperus rotundus L). Konsentrasi 20% ekstrak ampas tebu menunjukkan penurunan
biomassa gulma daun lebar pada 49 HST (0,98 gr) dan 70 HST (0,88 gr), konsentrasi
20% ekstrak ampas tebu menunjukan penurunan biomassa gulma daun sempit pada
49 HST (0,83 gr) dan 70 HST (0,18 gr. Pemberian ekstrak limbah ampas tebu dengan
dosis kosentrasi 20% menunjukkan hasil tertinggi dengan berat buah kubis sebesar
1065 g.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disarankan
perlu penelitian lebih lanjut tentang aplikasi secara langsung ekstrak ampas tebu pada
beberapa biji gulma penting agar diketahui daya hambat terhadap perkecambahan biji
gulma.
27
28
DAFTAR PUSTAKA
Blackshaw, R.E and R.N. Brandt. 2008. Nitrogen Fertilizer Rate Effect on Weed
Competitiveness is Species Dependent. J. Weed Sci. 56: 743-747
Einhellig FA, Rasmussen JA. 1979. Effects of three phenolic acids on chlorophyll
content and growth of soybean and grain sorghum seedlings. J Chem
Ecol; 5:815–24.
Einhellig FA. 2004. Modus aksi alelokimia senyawa fenolik. Dalam: Macÿ´as FA,
Galindo JCG, Molinillo JMG, Cutler HG, editor. Alelopati: kimia dan
cara kerja alelokimia. Boca Rato´n, FL: CRC Press; hal. 217–38.
Fatonah, S., I. Murtini., dan M. N. Isda. 2014. Potensi alelopati ekstrak daun
Pueraria javanica Benth. terhadap perkecambahan dan pertumbuhan
anakan gulma Asystasia gangetica (L.) T. Anderson. BioETI, 21-27.
Inderjit, Streibig JC, Olofsdotter M. 2002. Joint action of phenolic acid mixtures
and its significance in allelopathy research. Physiol Plantarum
2002;114:422–8.
30
Muller, G., LeBaron, H. M., McFarland, J. E., & Burnside, O. 2008. History of
the discovery and development of triazine herbicides. The Triazine
Herbicides, 50, 13–29.
Oktavia, F. I., Argo, B. D., & Lutfi, M. 2014. Hidrolisis enzimatik ampas tebu
(bagasse) memanfaatkan enzim selulase dari mikrofungi Trichoderma
reseei dan Aspergillus niger sebagai katalisator dengan pretreatment
microwave. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem, 2(3).
Patty, J.A. 2012. Peran Tanaman Aromatik dalam Menekan Perkembangan Hama
Spodoptera litura pada Tanaman Kubis. Jurnal Agrologia : Ilmu
Budidaya Tanaman. 1(12):128-134. DOI: http://dx.dsoi.
org/10.305198/a.v 1i2. 288.
Priyanto, A., & Islamiyati, R. 2018. Uji aktivitas antioksidan pada batang tebu
hijau dan batang tebu merah menggunakan metode peredaman radikal
bebas dpph. Cendekia Journal of Pharmacy, 2(1), 50-59.
Rao, VS. 200 Principeles of weed science. Science Publishers Inc. California
USA.
Rodrigues, RCLB, Felipe, MGA, Silva, JB, Vitolo, M., & Gómez, PV (2001).
Effect of pH, temperature and hydrolyzate concentration on the removal
of volatile and nonvolatile compounds from bagasse hemicellulose
hydrolyzate treated with activated charcoal before or after vacuum
evaporation. Brazilian Journal of Chemical Engineering, 18 (3), 299-
311.
Sampietro, DA, & Vattuone, MA (2006). Sugarcane straw and its phytochemicals
as growth regulators of weeds and secondary crops. Plant Growth
Regul., 48, 21-27.
Sampietro, DA, Vattuone, MA, & Isla, MI (2005). Plant growth inhibitors were
isolated from sugar cane (Saccharum officinarum straw L.). J.Plant
Physiol., 163, 837-846.
Singh, P., A. Suman, and K. Shrivastava. 2003. Isolation and iden tification of
allelochemicals from sugarcane leaves. Allelopathy J. 12(1):71–80.
Singh, S. (2005). Effect of establishment methods and weed management
practices on weeds and rice in ricewheat cropping system. Indian J.
Weed Sci. 37 (2) : 524 – 527.
Suwitnyo, H., Widaryanto, E., & Herlina, N. 2017. Kompetisi Gulma Kremah
(Alternanthera Sessilis) Dengan Tanaman Kubis Bunga (Brassica
Oleraceae Var. Botrytis L.) Pada Berbagai Tingkat Pemupukan Nitrogen
(Doctoral dissertation, Brawijaya University).
Tolman, J.H., D.G.R. McLeod and C.R. Harris. 2004. Cost of Crop Losses in
Processing and Cabbage in Southwestern Ontario du to Insect, Weeds
and/or diseases. Can. J. Plant Sci. 84: 915–921.
Viator, RP, Johnson, RM, Grimm, CC, & Richard, EP (2006). Allelopathic,
autotoxic and hormetic effects of postharvest sugarcane residue. Journal
of Agronomy, 98 (6), 1526-1531.
Wang, TSC, J. Yang, and T. Chuang. 1967. Soil phenolic acids as plant growth
inhibitors. Sci tanah. 103:239–246.
Weir, T. L., Park, S. W., and Vivanco, J. M. 2004. Biochemical and physiological
mechanisms mediated by allelochemicals. Curr. Opin. Plant Biol. 7:472–
479.
Wibawa, W., dan D. Sugandi. 2014. Herbisida Efektif, Efisien dan Ramah
Lingkungan untuk Pengendalian Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit
Rakyat di Provinsi Bengkulu. (http://bengkulu.litbang.pertanian.go.id/
ind/images/dokumen/2014/prosiding13/bddy-pertanian/herbisida).
Diakses tanggal 18 Januari 2017.
Yang CM, Lee CN, Chou CH. 2002. Effects of three allelopathic phenolics on
chlorophyll accumulation of rice (Oryza sativa) seedlings: I. Inhibition
of supply-orientation. Bot Bull Acad Sin,43:299–304.
Yuliani, V. 2008. Sintesis Ester Laktovanilat Dari Asam Vanilat dan Laktosa
Serta Uji Aktivitas Antioksidan. Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
Yulifrianti. E, Riza. L, dan Irwan. L. 2015. Potensi Alelopati Ekstrak Serasah
Daun Mangga (Mangifera indica (L.)) Terhadap Pertumbuhan Gulma
Rumput Grinting (Cynodon dactylon (L.)) Press. Jurnal Protobiont 4(1):
46-51.
35
Lampiran 1. Dokumentasi
Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 0 0 0 0 0 0,00
A2 0 0 0 0 0 0,00
A3 1 0 1 0 2 0,50
A4 1 0 1 0 2 0,50
A5 0 0 0 0 0 0,00
Total 2 0 2 0 4
Rerata 0,4 0 0,4 0 0,20
39
Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 1073 1006 932 931 3942 985,50
A2 1081 912 992 976 3961 990,25
A3 1082 1034 1054 1084 4254 1063,50
A4 1104 1021 1070 1065 4260 1065,00
A5 981 955 956 952 3844 961,00
Total 5321 4928 5004 5008 20261
Rerata 1064,2 985,6 1000,8 1001,6 1013,05
Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 19,3 19,2 19,2 18,7 76,4 19,1
A2 19,3 19,2 20,3 19,4 78,2 19,6
A3 20,4 19,3 22,6 20,5 82,8 20,7
A4 22,1 19,2 21,3 20,4 83,0 20,8
A5 19,6 17,3 20,3 17,4 74,6 18,7
Total 100,7 94,2 103,7 96,4 395
Rerata 20,14 18,84 20,74 19,28 19,75
40
SDR= 22,25%
SDR= 17,46%
SDR= 4,23%
SDR= 20,68%
SDR= 6,43%
SDR= 28,89%
42
Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 1,38 1,49 1,43 1,31 5,60 1,40
A2 1,18 0,95 1,67 1,00 4,81 1,20
A3 0,71 1,18 1,00 0,71 3,60 0,90
A4 0,71 0,71 0,95 0,95 3,32 0,83
A5 1,52 1,56 1,61 1,53 6,22 1,56
Total 5,50 5,89 6,66 5,51 23,55
Rerata 1,10 1,18 1,33 1,10 1,18
F F- F-
Sumber
db JK KT Hitun Tabe Tabe Ket.
Keragaman
g l 5% l 1%
Ulangan 3 6,29 2,10 0,55 3,29 5,42 ns
Perlakuan 4 21,07 5,27 1,38 3,06 4,89 ns
Error (Galat) 15 57,29 3,82
TOTAL 19 84,65
(√KT Error/Rata- 112,8
CV = rata)*100%= 7
=SQRT(F23)/
I10*100= SD= 0,489
F F- F-
Sumber
db JK KT Hitun Tabe Tabe Ket.
Keragaman
g l 5% l 1%
Ulangan 3 3,65 1,22 1,07 3,29 5,42 ns
Perlakuan 4 5,48 1,37 1,21 3,06 4,89 ns
Error (Galat) 15 17,05 1,14
TOTAL 19 26,18
(√KT Error/Rata- 123,0
CV = rata)*100%= 9
=SQRT(F23)/
I10*100= SD= 0,266
46
F F- F-
Sumber
db JK KT Hitun Tabe Tabe Ket.
Keragaman
g l 5% l 1%
Ulangan 3 0,40 0,13 0,67 3,29 5,42 ns
Perlakuan 4 3,13 0,78 3,94 3,06 4,89 *
Error (Galat) 15 2,98 0,20
TOTAL 19 6,51
(√KT Error/Rata-
CV = rata)*100%= 28,68
=SQRT(F23)/
I10*100= SD= 0,111
A5 A1 A2 A3 A4
UJD Ket.
2,29 1,60 1,38 1,33 1,16
A5 2,29 0,00 a
A1 1,60 0,69 0,00 b
A2 1,38 0,91 0,22 0,00 bc
A3 1,33 0,96 0,27 0,05 0,00 bc
A4 1,16 1,14 0,44 0,23 0,18 0,00 c
p 5 4 3 2
UJD 0,369 0,362 0,352 0,336
F F- F-
Sumber
db JK KT Hitun Tabel Tabel Ket.
Keragaman
g 5% 1%
Ulangan 3 0,18 0,06 2,29 3,29 5,42 ns
Perlakuan 4 1,57 0,39 15,01 3,06 4,89 **
Error (Galat) 15 0,39 0,03
TOTAL 19 2,14
(√KT Error/Rata-
CV = rata)*100%= 13,73
=SQRT(F23)/
I10*100= SD= 0,040
47
A5 A1 A2 A3 A4
UJD Ket.
1,56 1,40 1,20 0,90 0,83
A5 1,56 0,00 a
A1 1,40 0,15 0,00 b
A2 1,20 0,35 0,20 0,00 c
A3 0,90 0,66 0,50 0,30 0,00 d
A4 0,83 0,73 0,57 0,37 0,07 0,00 d
p 5 4 3 2
UJD 0,13 0,13 0,13 0,12
F F- F-
Sumber
db JK KT Hitun Tabel Tabel Ket.
Keragaman
g 5% 1%
Ulangan 3 0,71 0,24 0,16 3,29 5,42 ns
Perlakuan 4 6,62 1,66 1,13 3,06 4,89 ns
Error (Galat) 15 22,06 1,47
TOTAL 19 29,40
(√KT Error/Rata- 103,3
CV = rata)*100%= 0
=SQRT(F23)/
I10*100= SD= 0,303
F F- F-
Sumber
db JK KT Hitun Tabe Tabe Ket.
Keragaman
g l 5% l 1%
Ulangan 3 0,31 0,10 0,51 3,29 5,42 ns
Perlakuan 4 4,53 1,13 5,53 3,06 4,89 **
Error (Galat) 15 3,07 0,20
TOTAL 19 7,92
(√KT Error/Rata-
CV = rata)*100%= 28,98
=SQRT(F23)/
I10*100= SD= 0,113
48
A5 A1 A2 A3 A4
UJD Ket.
2,46 1,59 1,34 1,29 1,12
A5 2,46 0,00 a
A1 1,59 0,87 0,00 b
A2 1,34 1,12 0,25 0,00 bc
A3 1,29 1,18 0,30 0,05 0,00 bc
A4 1,12 1,34 0,47 0,22 0,17 0,00 c
p 5 4 3 2
UJD 0,375 0,368 0,358 0,341
F F- F-
Sumber
db JK KT Hitun Tabe Tabe Ket.
Keragaman
g l 5% l 1%
Ulangan 3 0,16 0,05 1,58 3,29 5,42 ns
Perlakuan 4 1,43 0,36 10,43 3,06 4,89 **
Error (Galat) 15 0,51 0,03
TOTAL 19 2,10
(√KT Error/Rata-
CV = rata)*100%= 15,75
=SQRT(F23)/
I10*100= SD= 0,046
A5 A1 A2 A3 A4
UJD Ket.
1,52 1,39 1,22 0,93 0,82
A5 1,52 0,00 a
A1 1,39 0,13 0,00 a
A2 1,22 0,29 0,16 0,00 b
A3 0,93 0,59 0,46 0,30 0,00 c
A4 0,82 0,70 0,57 0,41 0,110 0,00 c
p 5 4 3 2
UJD 0,153 0,150 0,146 0,139
49