Anda di halaman 1dari 56

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sayur merupakan kebutuhan hidup manusia untuk memenuhi kelengkapan
vitamin, protein dan kebutuhan hidup yang lain. Kubis (Brassica oleracea L.)
merupakan tanaman semusim atau dua musim. Bentuk daunnya lonjong dan lebar
seperti kipas. Sistem akar kubis cukup dangkal, akarnya langsung bercabang dan
memiliki banyak akar serabut. Kubis mengandung protein, vitamin A, vitamin C,
vitamin B1, vitamin B2, dan niasin. Kandungan protein pada kubis putih lebih rendah
dibandingkan dengan kembang kol, namun kandungan vitamin A lebih tinggi (Edi
dan Bobihoe, 2010)
Adanya organisme pengganggu tanaman (OPT) pada lahan dapat mengurangi
jumlah produksi, sehingga pengendalian OPT perlu diperhatikan dengan baik.
Tumbuhnya gulma disekitar tanaman kubis dapat menyebabkan penurunan kuantitas
dan kualitas hasil tanaman kubis. Menurut Suwitnyo dkk., (2017), pelakuan populasi
gulma mampu menekan bobot keing total tanaman kubis bunga (Brassica oleraceae
var. Botytis L.) sebesa 46,85% dibanding perlakuan tanpa gulma. faktor yang
menyebabkan penurunan hasil produksi tanaman disebabkan adanya kompetisi antara
gulma dengan tanaman utama. Kompetisi tersebut meliputi perebutan dalam
mendapatkan air tanah, cahaya, matahari, unsur hara, ruang tumbuh dan udara. Salah
satu penyebab rendahnya hasil tanaman adalah karena kurangnya perawatan dan
pemeliharaan pada saat tanaman masih muda, pada tahap tanaman muda tingkat
persaingan tanaman dengan gulma tinggi (Umiyati dan Denny, 2018).
Gulma merupakan salah satu OPT yang dapat menurunkan produksi suatu
tanaman. Gulma yang tumbuh menyertai tanaman budidaya dapat menurunkan hasil
produksi. Pertumbuhan gulma dapat memperlambat pertumbuhan tanaman (Singh et
al, 2003). Gulma secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman
utama. Kompetisi antara gulma dan tanaman untuk nutrisi dan air dari tanah serta

1
2

sinar matahari untuk fotosintesis menyebabkan penurunan hasil baik kualitas maupun
kuantitas. Gulma memiliki kemampuan menyerap hara dan air lebih cepat dibanding
tanaman pokok (Brown and Brooks., 2002). Pertumbuhan gulma di sekitar tanaman
kubis dapat menurunkan kuantitas dan kualitas produksi kubis, keberadaan gulma
pada periode kritis pertanaman kubis yang terlalu lama dapat menurunkan hasil
tanaman sebesar 60% (Tolman et al., 2004). Beberapa gulma yang berasosiasi
dengan kubis antara lain Cinodon dactylon L. Panicum repeatns L. dan Digitaria
adscendens (rumput), Galinsoga parviflora Cav., Drymaria cordata L., Polygonum
nepalense dan Commelina diffusa (gulma berdaun lebar) dan Cyperus rotundus (dari
tekitekian) (Yuliadhi, 2010).
Upaya pengendalian gulma yang sering dilakukan oleh petani di Indonesia
adalah pengendalian secara kimiawi menggunakan herbisida. Penggunaan herbisida
secara terus-menerus akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Menurut (Wibawa
dan Sugandi, 2014), penggunaan herbisida dapat menimbulkan sejumlah kerugian
seperti: menimbulkan resistensi terhadap gulma sasaran bila digunakan terus menerus
dalam waktu lama, merugikan aktivitas biologis mikroorganisme di dalam tanah dan
dapat membahayakan kesehatan pekerja dan konsumen. Berdasarkan kerugian
tersebut maka diperlukan suatu alternatif pengendalian yang ramah lingkungan.
Upaya pengendalian gulma untuk mencegah pertumbuhan dan perkembangan gulma
dapat dilakukan dengan metode pengendalian gulma yang menggunakan herbisida
organik. Bioherbisida merupakan bahan pengendalian gulma yang terbuat dari bahan
alami dan ramah lingkungan (Jauhar., 2012).
Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai herbisida organik adalah
alelopati tebu. Banyak penelitian telah dilakukan mengenai alelopati tebu. Alelokimia
telah diidentifikasi dan diisolasi dari daun tebu (Singh et al., 2003). Senyawa alelopati
telah diisolasi dari lindi dan hasil pemecahan bahan lignoselulosa ampas tebu
(Rodrigues et al., 2001). Menurut Viator et al (2006), pelindian sisa tanaman tebu
mengurangi perkecambahan dan pertumbuhan radikal tanaman ladang gandum
(Avena nuda L.). Senyawa flavonoid merupakan bentuk metabolit sekunder yang
3

dikeluarkan oleh tanaman atau biasa disebut sebagai senyawa alelopati. Menurut
Priyanto (2018), kadar flavonoid total pada ekstrak etanol tebu hijau ebesar 36,76 ±
0,70% b Equivalen Kuersetin. Flavonoid merupakan golongan senyawa toksik atau
alergen, yaitu senyawa gula yang berkaitan dengan flavon (Fatonah et al., 2014).
Senyawa flavonoid, asam ferulic, vanillic, dan syringic juga telah diidentifikasi
sebagai fitotoksin pada jerami tebu (Sampietro dan Vattuone, 2006). Ampas tebu juga
melimpah dan seringkali menjadi limbah jika tidak digunakan dengan bijak. Limbah
ampas tebu di Indonesia mencapai 80.000 ton per tahun (Dicky., 2016). Tingginya
kadar sampah dapat menjadikan ampas tebu sebagai sampah organik yang bernilai
ekonomis yang dapat digunakan sebagai herbisida organik. Ampas tebu juga
merupakan limbah yang ramah lingkungan, karena dalam waktu 4 minggu dapat
terurai dengan baik (Sujito et al., 2014).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak dari limbah ampas tebu terhadap
pertumbuhan gulma dan produksi kubis ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak dari limbah ampas tebu terhadap
pertumbuhan gulma dan hasil kubis.
1.4 Manfaat
Sebagai bahan informasi kepada petani kubis untuk mengetahui pengaruh
pemberian herbisida organik dari limbah ampas tebu terhadap gulma pada
pertanaman kubis.
4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tanaman kubis (Brassica oleracea L.)
Kubis (Brassica oleracea L.) merupakan tanaman tahunan atau dua tahunan.
Bentuk daunnya lonjong dan lebar seperti kipas. Sistem akar kubis cukup dangkal,
akarnya langsung bercabang dan memiliki banyak akar serabut. Kubis adalah sayuran
yang ekonomis, serbaguna, mudah ditemukan dengan nilai gizi yang tinggi. Kubis
kaya akan fitonutrien dan berbagai vitamin seperti vitamin A, B, dan C. Ini semua
adalah antioksidan alami yang membantu mencegah kanker dan penyakit jantung,
memblokir radikal bebas, dan banyak lagi (Cahyono 2002).
Menurut klasifikasi dalam tata nama (sistem tumbuhan) tanaman kubis
termasuk kedalam :
1. Kingdom : Plantae
2. Divisio : Spermatophyta
3. Subdivisi : Angiosspermae
4. Kelas : Dicotyledonae
5. Famili : Cruciferae (Brassicaceae).
6. Genus : Brassica
7. Spesies : Brassica oleraceae L.
Menurut Sunarjono (2016), kubis atau kol sebenarnya merupakan tanaman
semusim. Tanaman kubis berbentuk batang pendek dan beruas-ruas, sebagai bekas
tempat duduk daun. Tanaman ini berakar dengan akar lateral yang agak dangkal.
Helaian daun lebar, lonjong. Bunga tersusun berkelompok dengan ciri mahkota
berwarna kuning, buah berbentuk elips menyerupai polong, polong muda berwarna
hijau, coklat-coklat bila masak dan rapuh, biji bulat kecil berwarna coklat. Banyak
biji yang menempel pada dinding kompartemen tengah polong. Menurut Patty (2012)
Kandungan kubis di setiap 100 g kubis yang sudah direbus atau dikukus menyediakan
7,2 g karbohidrat, 2,3 g protein, 0,4 g lemak, 35 kalori, dan 3,3 g serat.

4
5

2.2 Gulma
Gulma adalah tanaman pengganggu yang dapat berkompetisi dengan tanaman
budidaya sehingga dapat menurunkan hasil tanaman. Banyak jenis gulma yang
tumbuh pada suatu lahan pertanian, tetapi jumlahnya relatif sedikit, ada juga yang
hanya tumbuh sedikit jenis gulma tapi jumlahnya mendominasi di lahan budidaya.
Menurut Sebayang (2017) klasifikasi gulma berdasarkan pengendalian gulma sesuai
dengan bentuk morfologinya, dibagi menjadi 3 bagian, yaitu grasses (rumputan),
broadleaf (berdaun lebar) dan sedges (teki). Menurut Harsono (2017) gulma rumput-
rumputan tergolong ke dalam famili graminae, memiliki daun sempit, akar rimpang
(rhizoma) yang memiliki jaringan rumit di dalam tanah dan sulit diatasi secara
mekanik. Gulma berdaun lebar didominasi oleh kelompok ordo Dicotyledonae, gulma
jenis ini tumbuh dengan habitat yang besar sehingga terjadi persaingan dengan
tanaman terutama dalam memperebutkan cahaya. Sedangkan gulma teki-tekian
termasuk kedalam famili Cyperacea, tahan terhadap pengendali-an secara mekanik
karena memiliki umbi batang (stolon) di dalam tanah sehingga tahan terhadap
cekaman lingkungan yang berat.
Komposisi gulma dapat berubah seiring waktu. Perubahan tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti persaingan antar spesies gulma, kesuburan
gulma, dan pengendalian gulma. Beberapa gulma yang berasosiasi dengan kubis
antara lain Cinodon dactylon L. Panicum repeatns L. dan Digitaria adscendens
(rumput), Galinsoga parviflora Cav., Drymaria cordata L., Polygonum nepalense
dan Commelina diffusa (gulma berdaun lebar) dan Cyperus rotundus (dari teki tekian)
(Yuliadhi, 2010). Pengendalian gulma dengan herbisida dapat mengubah komposisi
gulma secara drastis. Langkah-langkah untuk mencegah pertumbuhan dan
perkembangan gulma, beberapa carapengendalian gulma yang dapat digunakan
adalah pengendalian gulma secara kimiawi menggunakan herbisida/herbisida organik
dan penyiangan dengan cara mekanis (Reza dan Ihsan, 2018).
6

Keberadaan gulma pada tanaman kubis merupakan salah satu faktor


penghambat produksi tanaman kubis, karena gulma berkompetisi dalam mendapatkan
air, unsur hara, udara serta ruang tumbuh. Unsur hara yng paling dipersaingkan antara
gulma dengan tanaman adalah unsur hara nitrogen. Menurut Blackshaw dan Brandt
(2008) bahwa penambahan pupuk nitrogen dalam budidaya tanaman berpotensi
dalam peningkatan pertumbuhan dan kemampuan kompetisi gulma lebih dari
tanaman, selain itu, air merupakan faktor kritis yang sangat dibutuhkan oleh tanaman.
Persaingan tanaman dengan gulma terhadap air pada saat musim kemarau menjadi
masalah utama. Menurut Harsono (2017), hasil analisis jaringan beberapa gulma yang
mengandung kadar N, P2O5 dan K2O lebih tinggi dibandingkan tanaman budidaya,
hal ini menunjukkan bahwa gulma tersebut menyerap unsur hara secara efisien (jauh)
lebih banyak dibandingkan tanaman budidaya, sehingga dapat terlihat bahwa gulma
ini menjadi pesaing serius bagi tanaman karena kemampuan mereka untuk
mengambil nutrisi dari tanah.
Gulma dalam penggunaan airnya lebih efisien dibandingkan tanaman, hal
tersebut dapat terlihat dari pertumbuhan gulma yang lebih cepat dan kemampuan
bersaingnya juga lebih besar. Menurut Dwinata et al (2014) bahwa gulma akan
menarik unsur hara dan cahaya dari media tanaman. Persaingan terjadi ketika faktor
pertumbuhan tidak tersedia dalam jumlah yang cukup untuk keduanya. Gulma pada
tanaman kubis sangat merugikan karena tanaman kubis secara tidak langsung
bersaing memperebutkan unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh. Kompetisi
tersebut dapat terjadi pada awal tanam hingga menjelang pemanenan. Keberadaan
gulma merupakan masalah serius yang terus muncul dalam budidaya tanaman kubis.
2.3 Ampas Tebu
Ampas tebu merupakan limbah gula dan merupakan salah satu bahan baku
lignoselulosa yang pemanfaatannya masih terbatas. Ampas tebu digunakan oleh
pabrik gula sebagai bahan bakar untuk boiler untuk menjalankan turbin, yang
merupakan sumber listrik utama untuk proses berkelanjutan di pabrik. Ampas tebu
terdiri dari tiga komponen utama: selulosa, hemiselulosa dan lignin. Berdasarkan data
7

Pusat Penelitian Budidaya Gula Indonesia (P3GI), ampas tebu yang dihasilkan di
pabrik gula tersebut sebanyak 32% berat tebu yang digiling. Hingga 60% ampas tebu
digunakan sebagai bahan bakar boiler dari total ampas tebu yang diproduksi, dengan
perkiraan 40% tidak terpakai (Oktavia et al., 2014).. Menurut Burdiono (2012)
serasah tebu mengandung 0,3-0,4% N, 0,1-0,13% P, 0,6% K dan 42-46% bahan
organik.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa fenolat mungkin terlibat dalam
fitoksisitas yang disebabkan oleh jerami tebu (Wang et al., 1967). Salah satu
senyawa metabolit sekunder kelompok senyawa fenolik yaitu flavonoid. Menurut
Priyanto (2018), kadar flavonoid total pada ekstrak etanol tebu hijau sebesar 36,76 ±
0,70% b Equivalen Kuersetin. Akbar (2010), menyatakan bahwa flavonoid
merupakan kelompok senyawa fenolik terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa ini
berwarna merah, ungu dan biru. Sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam
tumbuh tumbuhan. Flavonoid merupakan golongan senyawa toksik atau alergen,
yaitu senyawa gula yang berkaitan dengan flavon (Fatonah et al., 2014). Selain
flavonoid, asam ferulic, vanillic, dan syringic juga telah diidentifikasi sebagai
fitotoksin pada jerami tebu (Sampietro dan Vattuone, 2006). Pada tanaman selada
senyawa ini meningkatkan kebocoran sel akar, menghambat aktivitas dehy drogenase,
dan mengurangi kandungan klorofil (Sampietro et al., 2005). Viator dkk. (2006)
mengidentifikasi asam benzoat dari sisa lahan tebu pasca panen, varietas 'LCP 85-
384'. Asam benzoat dan turunannya telah terbukti alelopati terhadap kapas
(Gossypium hirsutum L.), gandum dan ryegrass (Lolium spp.).
2.4 Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja alelokimia dalam menghambat pertumbuhan dan
perkembangan organisme terutama tanaman, mengalami serangkaian proses yang
cukup kompleks. Gangguan proses fisiologis pada tanaman dimanifestasikan oleh
sejumlah gejala seperti: pertumbuhan abnormal, mungkin lebih besar dari ukuran
normal atau lebih kecil dari ukuran normal, perubahan warna daun, batang, akar,
buah, bunga dan gejala lain seperti jaringan mati, bagian tanaman mengering dan
8

ditandai dengan layunya bagian tubuh tanaman. Senyawa metabolit sekunder yang
masuk bersama air melalui absorbsi stomata menyebabkan kerusakan membran sel
akibat adanya senyawa alelopati. Proses ini dimulai di membran plasma dengan
gangguan struktural dan transformasi membran karena perbedaan potensial osmotik
yang besar Depolarisasi menyebabkan permeabilitas membran berubah sehingga
penyerapan dan konsentrasi ion dan air.
Keadaan penyerapan air dan ion dalam sel mempengaruhi pembukaan dan
penutupan stomata, yang secara tidak langsung mempengaruhi fotosintesis pada
tumbuhan. Respon hormon terpengaruh jika membran sel rusak karena untuk
menginduksi respons ini, hormon harus dikenali dan diikat oleh molekul protein di
membran plasma. Kerusakan membran juga dapat menyebabkan enzim ATP-ase
kehilangan fungsinya, sehingga menghambat respirasi.Hambatan lebih lanjut dapat
muncul dalam sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lainnya. Hambatan
tersebut kemudian menyebabkan terganggunya pembelahan dan ekspansi sel,
sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman sasaran (ElHadary
dan Chung, 2013). Flavonoid, asam ferulic, vanillic, dan syringic merupakan
golongan senyawa toksik atau alergen, yaitu senyawa gula yang berkaitan dengan
flavon (Fatonah et al., 2014).
a. Flavonoid
Senyawa flavonoid merupakan bentuk metabolit sekunder yang dikeluarkan
oleh tanaman atau biasa disebut sebagai senyawa alelopati. Menurut Talahatu dan
Papilaya (2015), kerusakan struktur membran sel akibat adanya senyawa flavonoid
menyebabkan penurunan permeabilitas sehingga mempengaruhi proses fisiologis dan
pertumbuhan tanaman.
b. Asam Ferulat
Alelopati dari asam ferulat menyebabkan akar tanaman mengurangi
pemanfaatan air, menghambat ekspansi daun dan pemanjangan akar, mengurangi laju
fotosintesis, dan menghambat penyerapan hara. Pada tingkat sel, alelokimia
menginduksi peroksidasi lipid, mempengaruhi aktivitas enzim tertentu, dan dengan
9

cepat mendepolarisasi membran sel akar menyebabkan peningkatan permeabilitas


membran secara umum, sehingga menghalangi penyerapan nutrisi tanaman (Weir et
al. 2004).
c. Asam Vanilat
Asam Vanilat merupakan salah satu senyawa fenolik yang secara fisik berupa
bubuk (powder) atau Kristal berbentuk jarum berwarna putih hingga kekuningan.
Asam vanilat sangat larut dalam alcohol dan bentuk garamnya sangat larut dalam air
(Yuliani V., 2008). Meskipun asam vanilat tidak mempengaruhi panjang tunas, tetapi
secara signifikan mengurangi kandungan klorofil kotiledon. Sesuai dengan hasil
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa asam vanilat mengurangi kandungan
klorofil dalam daun kedelai (Einhellig dan Rasmussen, 1979) dan duckweed (Hejl et
al., 1993). Pengurangan kandungan klorofil dapat menjadi konsekuensi dari
penghambatan biosintesis klorofil atau stimulasi degradasi klorofil dan menghambat
indeks mitosis sementara.
d. Asam Syringic
Telah diterima secara luas bahwa asam fenolik memiliki tempat kerja yang
sama (Einhellig, 2004). Setelah itu, aksi gabungan dari senyawa-senyawa ini tidak
akan pernah bisa sinergis, kecuali jika situs aksinya berbeda atau senyawa-senyawa
tersebut berinteraksi untuk membentuk senyawa baru (Inderjit et al., 2002). Ketika
diuji sendiri, baik Asam Vanilat dan Syringic mempengaruhi permeabilitas membran
yang menunjukkan bahwa mereka dapat bekerja di tempat yang sama (membran sel
akar).
e. Asam Benzoat
Asam benzoat dan turunannya telah terbukti alelopati terhadap kapas
(Gossypium hirsutum L.), gandum dan ryegrass (Lolium spp.). Baziramakenga dkk.
(1995) menunjukkan bahwa asam benzoat dan sinamat menghasilkan efek yang sama
pada akar menunjukkan bahwa penghabisan komponen organik tidak hanya
menunjukkan perubahan permeabilitas membran tetapi juga kerusakan integritas
membran sel.
10
11

2.5 Hipotesis
H0 : Pemberian ekstrak limbah ampas tebu berpengaruh terhadaap biomassa gulma
dan hasil produksi tanaman kubis.
H1 : Pemberian ekstrak limbah ampas tebu tidak berpengaruh terhadaap biomassa
gulma dan hasil produksi tanaman kubis.
12

BAB 3 BAHAN DAN METODE


3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dilahan sawah di Kecamatan Ambulu, Kabupaten/Kota
Jember pada bulan Juni sampai September tahun 2021.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Bahan penelitian
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah tebu
padat, bibit kubis, dan alat pendukung penanaman serta pemupukan sesuai
rekomendasi penanaman kubis.

3.2.2 Alat penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah plastik pembatas, ajir, tangki
semprot semi otomatis, alat pendukung budidaya serta alat pendukung analisis
labolatorium.

3.3 Pelaksanaan Riset


Penelitian ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dengan faktor tunggal yaitu pemberian beberapa ekstrak ampas tebu sebagai berikut :
A1 = Kosentrasi 5% (50 ml + 1000 ml air)
A2 = Kosentrasi 10% (100 ml + 1000 ml air)
A3 = Kosentrasi 15% (150 ml + 1000 ml air)
A4 = Kosentrasi 20% (200 ml + 1000 ml air)
A5 = Kontrol tanpa perlakuan herbisida
Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali, sehingga terdapat 20 satuan
percobaan. Data observasi dianalisis menggunakan analisis varians atau ANOVA
dengan Uji uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%

Blok 1 Blok 2 Blok 3 Blok 4


11
13

A1 A5 A5 A2
A3 A1 A3 A4
A2 A4 A1 A3
A4 A3 A2 A5
A5 A2 A4 A1
Gambar 3.1 Denah Plot Percobaan

3.4 Prosedur Penlitian


3.4.1 Ekstraksi Ampas Tebu
Ampas tebu yang diperoleh dicuci bersih kemudian dikering anginkan tanpa
terkena cahaya matahari selama 2 minggu. Menurut Dharma (2020) metode
pengeringan kering angin menghasilkan antioksidan dan total fenol tertinggi. Sampel
yang sudah kering kemudian dihaluskan dengan blender hingga menjadi serbuk dan
disimpan di dalam wadah yang tertutup rapat. Serbuk ampas tebu yang diperoleh
kemudian diekstraksi dengan metode maserasi. Serbuk ampas tebu 250 gram
direndam dengan etanol 70% sebanyak 1,25 liter hingga serbuk benar-benar terendam
seluruhnya. Perendaman dilakukan selama 3 x 24 jam dan dilakukan pengadukan
setiap hari (Oleye and Tolulope., 2007).

3.4.2 Persemaian
Sebarkan benih secara merata pada media yang yang telah disiapkan, dalam
penelitian ini media yang di gunakan untuk persemaian adalah media sosis.
Penyiraman dilakukan setiap hari. Bibit siap ditanam di lapangan setelah 3 - 4
minggu atau sudah memiliki 4-5 helai daun.

3.4.3 Pengolahan Lahan


Lahan yang bukan bekas tanaman kubis-kubisan. Sisa tanaman dikumpulkan
lalu dikubur, kemudian tanah digarap sampai gembur. Lubang tanam dibuat dengan
jarak tanam 50 cm x 60 cm dan bedengan dibuat dengan jarak antar bedengan 30 cm.

3.4.4 Pemupukan
14

Pemupukan pertama pada umur 14 hari setelah tanam dengan pupuk urea
sebanyak 3 g/tanaman pada jarak 5-6 cm dari tanaman. Selanjutnya dilakukan pada
umur 28 hari setelah tanam dengan pupuk urea sebanyak 5g/tanaman peletakannya
sekitar 7-8 cm dari tanaman serta ditutup tanah dan disiram setiap selesai
pemberiannya, untuk pemupukan kocor dilakukan pada umur 42 hari (Lingga dan
Marsono, 2007).

3.4.5 Pemeliharaan tanaman


Penyiraman dilakukan setiap hari sampai kubis tumbuh normal, lalu ulangi
sesuai kebutuhan. Jika tanaman mati, harus segera disulam, 10-15 hari setelah tanam
hentikan penyulaman. Penyiangan dan pendangiran dilakukan bersamaan dengan
pemupukan pertama dan ke dua. Pengendalian hama penyakit dilakukan ketika
terdapat gejala serangan.

3.4.6 Kalibrasi
Kegiatan kalibrasi dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan aplikasi
herbisida, Kalibrasi merupakan kegiatan untuk mengetahui larutan semprot yang
dikeluarkan oleh alat semprot (sprayer), untuk dapat mengetahui berapa banyak
larutan semprot yang disemprotkan pada satuan lahan. Langkah pertama melakukan
kalibrasi dengan memasukkan air ke dalam sprayer, kemudian penyemprotan pada
petak pengamatan, perhatikan waktu yang dibutuhkan untuk satu kali penyemprotan,
kemudian semprotkan air ke dalam timba sesuai dengan waktu yang didapat saat
penyemprotan, air di ember kemudian diukur dengan gelas ukur untuk mengetahui
banyaknya air yang keluar dari alat penyemprot (Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian. 2007). Perhitungan kalibrasi dapat dilakukan menggunakan rumus sebagai
berikut :

A x 10.000
D=
CxB
Keterangan :
15

D : jumlah volume (L/ha)


A : kecepatan curah (L/menit)
B : lebar gawang (meter)
C : kecepatan berjalan (m/menit)
Menurut Siregar (2018), Pestisida perlu dikalibrasi agar dosis yang kita capai
memenuhi rekomendasi. Untuk kalibrasi alat penyemprot :
a. Menghitung jumlah kecepatan curah dengan cara menyemprotkan air ke
dalam ember selama 1 menit kemudian mengukurnya, dilakukan 3 kali kemudian di
ambil rata – ratanya.
b. Mengukur lebar gawang dari alat semprot dengan cara menyemprotkan alat
semprot dengan tinggi 60 cm dari atas tanah kemudian diukur menggunakan meteran.
c. Mengukur kecepatan berjalan dengan cara menghitung berapa meter
penyemprot berjalan selama 1 menit.
d. Jika kecepatan curah diketahui 0,2 l/menit,lebar gawang 0,6 m dan
kecepatan berjalan 25 m/menit. Maka hasil kalibrasi adalah 0,2 x 10.000 dibagi 25 m
x 0,6 m, sehingga hasil yang didapatkan yaitu 133,3 l/ha.
3.4.7 Aplikasi Ekstrak Ampas Tebu
Aplikasi ekstrak ampas tebu dilakukan pada 21, 42 dan 63 hari setelah tanam.
Jumlah kebutuhan perplot yaitu 120 ml/plot. Ekstrak ampas tebu diberikan pada
bedengan dengan dosis sesuai dengan perlakuan yang diberikan, dengan
menggunakan alat semprot semi otomatis.

3.5 Variabel Pengamatan


3.5.1 Pengamatan Gulma
3.5.1.1 Inventarisasi Gulma
Inventarisasi gulma dilakukan sebelum penyemprotan dengan cara mengamati
jenis gulma yang ada di lahan. Gulma-gulma yang ditemukan dilakukan identifikasi
dengan buku petunjuk. Mencatat nama-nama jenis gulma yang ada dilahan serta
mendokumentasikan. SDR (Summed Dominance Ratio) merupakan nilai rata-rata
16

dari sejumlah parameter yang diamati dalam analisis vegetasi. Metode pengambilan
sampel gulma menggunakan metode kuadrat yaitu salah satu metode analisis vegetasi
berdasarkan suatu luasan petak contoh. Bentuk petak contoh yang digunakan pada
metode kuadrat yaitu bentuk persegi panjang dengan ukuran 5m x 4,5 meter dengan
jumlah petak sampel sebanyak 20 berukuran 50 cm x 60 xm. Menurut Reza dan Irsan
(2018), rumus SDR dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut :
KM (Kerapatan Mutlak) = Merupakan jumlah individu spesies gulma tertentu pada
plot sampel.
FM (Frekuensi Mutlak) = Menunjukkan jumlah petak contoh yang terdapat spesies
gulma tertentu.

Sum Dominan Ratio merupakan persentase kerapatan gulma yang tumbuh dari
tiap jenis species yang berbeda pada setiap petak contoh, dengan membandingkan
jumlah individu species dibagi dengan total jumlah semua individu species pada
setiap petak contoh di kali seratus persen.
3.5.1.2 Biomassa gulma
Perhitungan berat kering gulma dilakukan pada 28, 49 dan 70 HST dengan
metode pengambilan sampel gulma menggunakan metode kuadrat dengan luas petak
sampel 40 cm x 40cm dengan cara memotong gulma tepat di atas permukaan tanah,
kemudian dipisahkan menurut jenisnya, ditempatkan di amplop, kemudian
dikeringkan pada suhu 80°C selama 48 jam atau sampai berat kering konstan
tercapai, kemudian ditimbang (Syahputra dan Sarbino 2012).

3.5.2 Pegamatan Tanama Kubis


3.5.2.1 Fitoksisitas tanaman
17

Tingkat keracunan tanaman kubis diamati secara visual dengan ditandai


munculnya gejala warna daun menjadi coklat (nekrosis), menguning (klorosis),
mengering dan rontok sampai tanaman mati. Pengamatan fitoksisitas dilakukan pada
1 minggu setelah ekstrak diaplikasikan untuk mengetahui pengaruh herbisida
terhadap tanaman (Guntoro dkk., 2013). Pengamatan dilakukan dengan cara skoring
sebagai berikut :
0 = tidak ada keracunan, 0-5 % bentuk daun atau warna daun dan atau pertumbuhan
tanaman tidak normal.
1. = keracunan ringan, > 5-20 % bentuk daun atau warna daun dan atau pertumbuhan
tanaman tidak normal.
2. = keracunan sedang, > 20-50 % bentuk daun atau warna daun dan atau pertumbuhan
tanaman tidak normal.
3. = keracunan berat, > 50-75 % bentuk daun atau warna daun dan atau pertumbuhan
tanaman tidak normal.
4. = keracunan sangat berat, > 75 % bentuk daun atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman tidak normal sampai tanaman mati.

3.5.2.2 Produksi Tanaman


Data produksi tanaman dilakukan dengan mengambil 2 sampel tanaman kubis
secara acak pada setiap plotnya kemudian ditimbang bobotnya dan di ukur
diameternya.

3.5.3 Analisis Data


Data observasi dianalisis menggunakan analisis varians atau ANOVA dengan
tambahan uji lanjut Duncan Multiple Range Text (DMRT) pada taraf 5%.
18

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Hasil analisis ragam (tabel 4.1) menunjukkan bahwa pengaplikasian herbisida
dari limbah ampas tebu menunjukkan hasil berbeda sangat nyata pada variable
fitotoksisitas, berat buah, dan diameter buah. Pada variable pengamatan gulma daun
sempit 28 hari setelah tanam (HST) tidak berbeda nyata, 49 HST berbeda sangat
nyata, 70 HST berbeda sangat nyata. Pada variable pengamatan gulma daun lebar 28
HST aplikasi ekstrak ampas tebu menunjukkan hasil tidak berbeda nyata, pada 49
HST berbeda nyata, 70 HST berbeda sangat nyata. Pada variable pengamatan gulma
teki tidak berbeda nyata.
Tabel 4.1 Rangkuman F-hitung seluruh variable pengamatan
F-hitung
Veriabel Pengamatan
28 HST 49 HST 70 HST
Biomassa gulma daun sempit 1,24 ns 15,01 ** 10,43 **
Biomassa gulma daun lebar 1,38 ns 3,94 * 5,53 **
Biomassa gulma Teki 1,21 ns 1,13 ns 1,70 ns
Fitoksisitas 8,25 ** 14,91 ** 3,75 *
Berat Buah - - 8,67 **
Diameter Buah - - 7,20 **
Keterangan :* = Berbeda Nyata ; ** = Berbeda sangat nyata ; ns = Tidak berbeda
nyata.
4.1.1 Analisis Vegetasi Gulma
Kegiatan analisis vegetasi gulma dilakukan untuk mengetahui jenis gulma
yang dominan pada lahan pertanaman kubis. Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan ditemukan jenis-jenis gulma antara lain Amaranthus spinosus L, Borreria
alata L, Cynodon dactylon L, Cyperus rotundus L, Eleusine indica L dan Portulaca
oleraceae L. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa C. rotundus L merupakan gulma yang
paling dominan dengan nilai SDR sebesar (28,89%), diikuti P. oleraceae L. sebesar
(22,25%), C dactylon L. sebesar (20,68%), A. spinosus L. sebesar (17,46%), E.
indica L. (6,43%) dan B. alata L. (4,23%).

17
19

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Summed Dominance Ratio (SDR)

Jenis Gulma SDR Gulma

Cyperus rotundus L 28,89%


Portulaca oleraceae L 22,25%
Cynodon dactylon L 20,68%
Ameranthus spinosus L 17,46%
Eleusine indica L 6,43%
Borerria alata L 4,23%
A B C

D E F

Gambar 4.1 Jenis - Jenis Gulma pada Pertanaman Kubis


Keterangan : (A) Amaranthus spinosus L, (B) Borerria alata L, (C) Cynodon
Dactylon L, (D) Cyperus rotundus L, (E) Eleusine indica L, (F) Portulaca oleracea L

Sum Dominan Ratio merupakan persentase kerapatan gulma yang tumbuh dari
tiap jenis species yang berbeda pada setiap petak contoh, dengan membandingkan
jumlah individu species dibagi dengan total jumlah semua individu species pada
setiap petak contoh di kali seratus persen.

4.1.2 Biomassa Gulma


Hasil analisis ragam (tabel 4.1) menunjukkan bahwa parameter biomassa
gulma menunjukkan bahwa aplikasi herbisida dari ampas tebu terhadap pertanaman
kubis memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada gulma berdaun sempit
berturut-turut 49 hst dan 70 hst. Pada gulma berdaun lebar pengamatan 49 hst
menunjukkan hasil berbeda nyata dan pengamatan 70 hst di dapati hasil berbeda
20

sangat nyata.
Tabel 4.3 Pengaruh aplikasi pemberian herbisida ampas tebu pada gulma berdaun
lebar
Biomassa Gulma Daun Lebar (g)
Perlakuan
49 HST 70 HST
A1 2.10 b 2.07 b
A2 1.62 bc 1.50bc
A3 1..47 bc 1.33 bc
A4 0.98 c 0.88 c
A5 5.03 a 5.91 a
Ketarangan : Data transformasi yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom
yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada uji DMRT 5%.

Berdasarkan tabel 4.3 gulma daun lebar (A. spinosus L, B. alata L, dan P.
oleraceae L) menunjukkan hasil terbaik pada 49 hst yaitu perlakuan A4 (perlakuan
herbisida ampas tebu kosentrasi 20% ) dengan nilai sebesar 0,98 gram yang berbeda
nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hasil perlakuan tertinggi pada 49 hst
terletak pada perlakuan kontrol A5 (kontrol) sebesar 5,03 gram. Pada 70 hst
menunjukkan hasil terendah yaitu perlakuan A4 (perlakuan herbisida ampas tebu
kosentrasi 20%) dengan nilai sebesar 0,88 gram yang berbeda nyata dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Hasil perlakuan tertinggi pada 70 hst terletak pada
perlakuan kontrol A5 (kontrol) sebesar 5,91 gram.
Tabel 4.4 Pengaruh pemberian herbisida ampas tebu pada gulma berdaun sempit
Biomassa Gulma Daun Sempit (g)
Perlakuan
49 HST 70 HST
A1 1,40 b 1.42 a
A2 1,20 c 1.08 b
A3 0,90 d 0.42 c
A4 0,83 d 0.18 c
A5 1,56 a 1.82 a
Ketarangan : Data transformasi yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom
yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada uji DMRT 5%.
21

Berdasarkan tabel 4.4 gulma daun sempit (C. dactylon L dan E. indica L)
menunjukkan hasil terendah pada 49 hst yaitu perlakuan A4 (perlakuan herbisida
ampas tebu kosentrasi 20% ) dengan nilai sebesar 0,20 gram yang tidak berbeda nyata
dengan perlakuan A3 (perlakuan herbisida ampas tebu kosentrasi 15% ) dan berbeda
nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hasil perlakuan tertinggi pada 49 hst
terletak pada perlakuan kontrol A5 (tanpa perlakuan herbisida) sebesar 1,56 gram.
Pada 70 hst menunjukkan hasil terbaik yaitu perlakuan A4 (perlakuan herbisida
ampas tebu kosentrasi 20%) dengan nilai sebesar 0,18 gram, yang tidak berbeda nyata
dengan perlakuan A3 (perlakuan herbisida ampas tebu kosentrasi 15% ) dan berbeda
nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hasil perlakuan tertinggi pada 70 hst
terletak pada perlakuan kontrol A5 (kontrol) sebesar 1,82 gram. Nilai biomassa gulma
yang besar menunjukkan pengendalian yang dilakukan kurang efektif, sebaliknya jika
nilai biomassa gulma kecil maka pengendalian yang dilakukan semakin efektif
(Suryatini. 2018). Penggolongan gulma pada pengamatan biomassa gulma
dikelompokkan berdasarkan morfologi, siklus hidup, habitat tumbuh, dan
berdasarkan pengaruhnya terhadap tanaman.

4.1.3 Berat Buah Kubis


Hasil analisis ragam (tabel 4.4) menunjukkan bahwa aplikasi herbisida limbah
ampas tebu terhadap berat buah kubis pada A4 tidak berbeda nyata dengan A3 tetapi
berbeda nyata dengan perlakuan A1, A2, dan A5.
22

1063.5 a 1065 a
1080
1060
Berat Kubis (gram) 1040
1020 990.25 b
985.5 bc
1000
980 961 c
960
940
920
900
A1 A2 A3 A4 A5
Perlakuan Herbisida Ampas Tebu

Gambar 4.2 Berat Buah Kubis


Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa
aplikasi herbisida ampas tebu mempengaruhi berat tanaman kubis. Tanaman kubis
dengan berat tertinggi terdapat pada perlakuan A4 sedangkan paling rendah terdapat
pada perlakuan A5 (control).

4.1.4 Diameter Buah Kubis


Hasil analisis ragam (tabel 4.5) menunjukkan bahwa aplikasi herbisida limbah
ampas tebu terhadap diameter buah kubis pada A4 tidak berbeda nyata dengan A3
tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A1, A2, dan A5..

20.7 a 20.8 a
21.0
Diameter Kubis (cm)

20.5
20.0 19.6 b
19.5 19.1 bc
18.7 c
19.0
18.5
18.0
17.5
A1 A2 A3 A4 A5
Perlakuan Herbisida Ampas Tebu

Gambar 4.3 Diameter Buah Kubis


23

Hasil diameter buah kubis terendah yaitu pada perlakuan control dengan hasil
18,7 sedangkan paling lebar terdapat pada perlakuan A4 yaitu 20,8 dan tidak berbeda
nyata dengan perlakuan A3 yaitu 20,7, sedangkan terhadap perlakuan A1 dan A2
berbeda nyata.

4.1.5 Fitoksisitas Tanaman Kubis


Hasil analisis ragam (tabel 4.1) menunjukkan bahwa aplikasi herbisida
terhadap pertanaman kubis memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada
parameter fitotoksisitas tanaman kubis 28 HST dan 49 HST dan berbeda nyata pada
70 HST.

Tabel 4.5 Pengaruh pemberian herbisida ampas tebu terhadap Fitoksisitas Tanaman
Kubis
Fitotoksisitas Tanaman Kubis
Perlakuan
28 HST 49 HST 70 HST
A1 0.50c 0,00d 0,00b
A2 0.50c 0.25c 0,00b
A3 1.50b 1,00b 0.50a
A4 1.75a 1.50a 0.50a
A5 0,00d 0,00d 0,00b
Ketarangan : Angka angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang
sama menunjukan berbeda tidak nyata pada uji DMRT 5%.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
pengaruh aplikasi herbisida ampas tebu pada tanaman kubis mengakibatkan
keracunan ringan dan keracunan sedang pada tanaman kubis yang berumur 28 hst dan
49 HST ditandai dengan perubahan warna daun. Perlakuan 70 HST tidak menunjukan
gejala keracunan. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa herbisida
ampas tebu bersifat selektif terhadap tanaman kubis.
24

A B C

Gambar 4.4 Fitotoksisitas Tanaman (A) Skor 0; (B) Skor 1; (C) Skor 2

4.2 Pembahasan
Pengamatan analisis vegetasi gulma merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan untuk mengetahui gulma menurut jenis dan golongannya dengan tujuan
untuk mengetahui komposisi gulma yang dominan pada suatu lahan sehingga dapat
digunakan untuk pertimbangan dalam menentukan tindakan pengendalian
(Purnamasari, dkk. 2017). Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan,
ditemukan beberapa jenis gulma yang terdapat pada lahan pertanaman kubis antara
lain P. oleraceae L, A. spinosus L, B. alata L, C. dactylon L, E. indica L dan C.
rotundus L, dengan nilai SDR paling tinggi terdapat pada gulma C. rotundus L yaitu
sebesar 28,89% dan terendah terdapat pada gulma B. alata L dengan nilai SDR
sebesar 4,23%. Teki merupakan salah satu jenis gulma yang banyak ditemukan pada
lokasi penelitian karena memiliki pola penyebaran yang luas pada lahan pertanaman
kubis dan aplikasi ekstrak ampas tebu yang dilakukan tidak memberikan dampak bagi
gulma teki tersebut, sehingga populasinya dapat meningkat. Distribusi yang luas
dipengaruhi oleh kemampuan teki dalam berkembang biak. Organ perbanyakan teki
dapat berasal dari biji ataupun umbi. Antar umbi yang berasal dari satu individu
dihubungkan dengan sulur-sulur. Sembodo (2010) mengatakan bahwa pada tanah
yang gembur dan subur, pertumbuhan umbi teki sangat cepat. Pemotongan tanaman
penyambung dapat mengakibatkan umbi yang terlepas. Umbi yang terlepas akan
berkembang menjadi individu baru. Pernyataan ini juga didukung oleh Suryteringsih
(2011) bahwa umbi teki terbentuk setelah tiga minggu perkembangan awal dan
selanjutnya membentuk rimpang dan umbi. Famili Cyperaceae mempunyai sifat yang
25

mampu tumbuh dalam kondisi yang keras karena merupakan gulma yang agresif.
Gulma yang agresif ini mampu mendominasi ruang tumbuh dan unggul dalam
bersaing dengan tanaman pokok.
Menurut Suryatini (2018), perlakuan kontrol (tanpa perlakuan) tercatat
menghasilkan biomassa gulma tertinggi karena gulma dengan bebas dapat menyerap
air, unsur hara dan sinar matahari tanpa adanya persaingan ketat dari tanaman utama.
Besarnya biomassa gulma merupakan salah satu parameter penting dalam
menentukan tingkat keefektifan pengendalian gulma. Perlakuan aplikasi herbisida
ampas tebu terbukti mampu menurunkan biomassa gulma pada pertanaman kubis
pada 49 hst dan 70 hst. Hasil yang diperoleh pada gulma berdaun lebar menujukkan
herbisida yang menujukkan hasil paling rendah adalah perlakuan ekstrak ampas tebu
kosentrasi 20% (200ml + 1000ml air), hal tersebut juga ditunjukkan pada gulma
berdaun sempit hasil paling rendah ditunjukkan pada perlakuan ekstrak ampas tebu
kosentrasi 20% (200ml + 1000ml air). Besarnya nilai biomassa gulma merupakan
salah satu parameter penting dalam menentukan tingkat keefektifan pengendalian
gulma. Nilai biomassa gulma yang besar menunjukkan pengendalian yang dilakukan
kurang efektif karena gulma dengan bebas menyerap unsur hara yang ada dalam
tanah sehingga menyebabkan bobot kering gulma menjadi besar, sebaliknya jika nilai
biomassa gulma kecil maka pengendalian yang dilakukan semakin efektif (Suryatini.
2018). Pengendalian gulma berdaun lebar lebih cepat dan efektif dikarenakan gulma
berdaun lebar merupakan gulma dengan morfologi daun yang lebar, dan tajuknya
dapat menyerap lebih banyak herbisida, sehingga memungkinkan pengendalian
gulma lebih cepat (Kurniadie dkk., 2021). Pemberian kosentrasi 20% herbisida ampas
tebu menunjukkan pengendalian paling efektif pada gulma daun lebar. Penekanan
pertumbuhan gulma ditentukan oleh konsentrasi herbisida yang digunakan. Herbisida
dapat selektif pada konsentrasi tertentu, tetapi dapat menjadi non selektif pada
konsentrasi yang lebih tinggi (Muller et al., 2008).
Daya bunuh herbisida sangat dipengaruhi oleh persistensi dan lambatnya
proses perkecambahan biji gulma yang hampir menyelesaikan siklus hidupnya kurang
26

berpengaruh terhadap perlakuan herbisida daripada gulma yang sedang aktif tumbuh.
Pemberian ekstrak ampas tebu kosentrasi 20% menunjukan hasil terbaik pada
pengamatan biomassa gula danu sempit dan daun lebar. Pengurangan biomassa gulma
dikaitkan dengan berkurangnya pigmen fotosintesis (klorofil) yang dapat
menyebabkan penurunan laju fotosintesis akibat dari aplikasi herbisida ekstrak ampas
tebu yang mengandung senyawa alelopati. Alelopati merupakan aktivitas tanaman
menghasilkan senyawa beracun yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman
dengan cara mengeluarkan eksudat yang berupa gas atau cairan (Kolo, 2017).
Alelopati dari asam ferulat menyebabkan akar tanaman mengurangi pemanfaatan air,
menghambat ekspansi daun dan pemanjangan akar, mengurangi laju fotosintesis, dan
menghambat penyerapan hara. Pada tingkat sel, alelokimia menginduksi peroksidasi
lipid, mempengaruhi aktivitas enzim tertentu, dan dengan cepat mendepolarisasi
membran sel akar menyebabkan peningkatan permeabilitas membran secara umum,
sehingga menghalangi penyerapan nutrisi tanaman (Weir et al. 2004). Keberadaan
alelokimia berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan, pembelahan sel, dan
penyerapan unsur hara. Alelopati dapat meningkatkan permeabilitas membran sel
yang mengakibatkan isi sel tumpah dan terjadi penambahan peroksidasi lipid yang
mengakibatkan pertumbuhan lambat hingga kematian tanaman. Alelokimia juga
dapat menghambat penyerapan nutrisi disekitarnya.
Herbisida yang sistemik akan diserap oleh jaringan tumbuhan, utamanya daun
dan akar lalu ditranslokasikan keseluruh bagian tumbuhan. Efek dari herbisida
sistemik adalah mampu mematikan jaringan gulma yang letaknya berada didalam
tanah, seperti akar (Widayat dkk., 2017). Cara kerja herbisida ekstrak ampas tebu
yang mengandung senyawa alelolpati adalah dengan cara mengganggu proses
pembelahan sel pada tanaman, karena alelopati dapat menghambat proses
pembelahan pada tahapan metafase dari mitosis sehingga tidak ada proses
pembelahan (Yulifrianti dkk., 2015). Menurut Gniazdowska and Bogatek (2005)
tidak adanya proses pembelahan oleh alelopati mengakibatkan kandungan
mitokondria dan ribosom berkurang. Senyawa alelokimia khususnya fenol
27

berpengaruh terhadap hormon giberelin sehingga mengganggu proses pembelahan


sel, pembesaran sel, dan pemanjangan batang (Erida et al., 2019). Menurut Priyanto
(2018), kadar flavonoid total pada ekstrak etanol tebu hijau ebesar 36,76 ± 0,70% b
Equivalen Kuersetin. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa fenolat mungkin
terlibat dalam fitoksisitas yang disebabkan oleh jerami tebu (Wang et al., 1967).
Pemberian herbisida ekstrak ampas tebu perlakuan A4 (kosentrasi 20%)
memberikan hasil produksi kubis tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan
A3 (kosentrasi 15%). Menurut Rao (2000), populasi gulma yang lebih sedikit di
sekitar tanaman budidaya membuat tanaman tersebut lebih optimal dalam
menggunakan kebutuhan esensial seperti air, nutrisi, sinar matahari, CO2 dan O2
serta ruang tumbuh, sehingga pertumbuhan tanaman maksimal dan mampu
menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Gulma yang berhasil dikendalikan sejak
awal akan menyebabkan tanaman utama tumbuh dengan baik, sehingga kemungkinan
akan menghasilkan produksi maksimal. Menurut Polansky dkk (2016), perlakuan
kontrol memberikan hasil produksi terendah, hasil ini disebabkan karena adanya
perlawanan cukup tinggi oleh gulma terhadap tanaman utama. Berat buah yang
rendah diakibatkan karena tanaman utama kalah bersaing dengan gulma dalam
memperebutkan nutrisi yang digunakan untuk meningkatkan hasil produksi.
Pengamatan fitotoksisitas tanaman kubis dilakukan dengan cara mengamati
gejala keracunan pada jaringan tanaman pada saat 28 HST, 49 HST dan 70 HST.
Menurut Sheeja et al (2016), gejala yang nampak pada tanaman utama akibat
perlakuan herbisida ekstrak ampas tebu yaitu jaringan tanaman akan mengalami
perubahan warna daun. Aplikasi herbisida ekstrak ampas tebu menyebabkan gejala
keracunan ringan pada 28 HST dan keracunan sedang pada 49 HST, namun pada
pengamatan 70 HST tanaman kubis sudah mulai segar kembali. Pemberian pupuk dan
penyemprotan yang dilakukan tidak terhadap tanaman kubis membuat kubis bertahan
terhadap fitoksisitas dari herbisida yang diberikan. Toksisitas yang rendah dan
pemulihan yang cepat menunjukkan resistensi terhadap herbisida yang digunakan
(Umiyati dkk., 2019).
28
29

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Pemberian ekstrak limbah ampas tebu efektif dalam mengendalikan gulma daun
lebar dan daun sempit, namun tidak efektif dalam mengendalikan gulma teki
(Cyperus rotundus L). Konsentrasi 20% ekstrak ampas tebu menunjukkan penurunan
biomassa gulma daun lebar pada 49 HST (0,98 gr) dan 70 HST (0,88 gr), konsentrasi
20% ekstrak ampas tebu menunjukan penurunan biomassa gulma daun sempit pada
49 HST (0,83 gr) dan 70 HST (0,18 gr. Pemberian ekstrak limbah ampas tebu dengan
dosis kosentrasi 20% menunjukkan hasil tertinggi dengan berat buah kubis sebesar
1065 g.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disarankan
perlu penelitian lebih lanjut tentang aplikasi secara langsung ekstrak ampas tebu pada
beberapa biji gulma penting agar diketahui daya hambat terhadap perkecambahan biji
gulma.

27
28

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, R.H. (2010). Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid


DaunDandang Gendis (Cinacanthus Nutans) Berpotensi Sebagai
Antioksidan.Skripsi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Anwar, Syaiful. 2013. Ampas Tebu (Online).


http://www.scribd.com/doc/129054945/JURNAL-
AMPASTEBU#scribd. Diakses pada January 2021.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2007. Penggunaan Dan Perawatan Alat


Semprot Punggung (Sprayer). Yogyakarta : Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Yogyakarta.

Barus. 2003. Pengendalian Gulma Di Perkebunan, Efektifitas dan Efisiensi


Aplikasi Herbisida. Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI).

Baziramakenga R, Leroux GD, Simard RR. 1995. Effects of benzoic and


cinnamic acids on membrane permeability of soybean roots. J Chem
Ecol;21:1271–85.

Blackshaw, R.E and R.N. Brandt. 2008. Nitrogen Fertilizer Rate Effect on Weed
Competitiveness is Species Dependent. J. Weed Sci. 56: 743-747

Brown, K. and K. Brooks. 2002. Bushland Weeds: a Practical Guide to their


Management, Environmental Weeds Action Network (WA) Inc. Perth
WA. p.102.

Burdiono, M. (2012). Pemanfaatan Serasah Tebu sebagai Mulsa Terhadap


Pemadatan Tanah Akibat Lintasan Roda Traktor pada DG. Takalar.
Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Cahyono, B. 2002. Kubis Bunga dan Broccoli. Kanisius. Yogyakarta.

Dharma, M. A., Nocianitri, K. A., & Yusasrini, N. L. A. (2020). Pengaruh metode


pengeringan simplisia terhadap kapasitas antioksidan wedang
uwuh. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan (ITEPA), 9(1), 88-95.

Dicky. 2016. Jual Ampas Tebu PTPN X Garap Korsel (Online).


http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=273205. Diakses
pada January 2021.
29

Dwinata Y.A., E. Widaryanto dan Sudiarso. 2014. Kompetisi Gulma Kremah


(Alternanthera sessilis) dengan Tanaman Terung (Solanum melongena
L.). J. Prod Tan. 2 (1): 17-24.

Einhellig FA, Rasmussen JA. 1979. Effects of three phenolic acids on chlorophyll
content and growth of soybean and grain sorghum seedlings. J Chem
Ecol; 5:815–24.

Einhellig FA. 1995. The value of model plant-microbe-soil systems for


understanding processes associated with allelopathic interaction: one
example. In: Inderjit, Dakshini KMM, Einhellig FA, editors.
Allelopathy: Organisms, Processes and Applications. ACS Symp. Series
582. Washington DC, , p. 127–31.

Einhellig FA. 2004. Modus aksi alelokimia senyawa fenolik. Dalam: Macÿ´as FA,
Galindo JCG, Molinillo JMG, Cutler HG, editor. Alelopati: kimia dan
cara kerja alelokimia. Boca Rato´n, FL: CRC Press; hal. 217–38.

El-Hadary, M. H., and G. Chung. 2013. Herbicides – A Double Edged Sword.


licensee InTech. http://creativecommons.org/licenses/by/3.0. Diakses
tanggal 25 November 2017.

Erida. G, Saidi. N, Hasanuddin and Syafruddin. 2019. Allelopathic Screening of


Several Weed Species as Potential Bioherbicides. IOP Conf. Series:
Earth and Environmental Science 334.

Fatonah, S., I. Murtini., dan M. N. Isda. 2014. Potensi alelopati ekstrak daun
Pueraria javanica Benth. terhadap perkecambahan dan pertumbuhan
anakan gulma Asystasia gangetica (L.) T. Anderson. BioETI, 21-27.

Gniazdowska. A and R. Bogatek. 2005. Allelopathic interactions between plants


Multi site action of allelochemicals. Journal Physiologiae Plantarum
27(3B): 395-407.

Guntoro, D., K. Karlin., Yursida. 2013. Efikasi Herbisida Penoklosum pada


Budidaya Padi Sawah Pasang Surut untuk Intensifikasi Lahan
Suboptimal. Lahan suboptimal, 2(2): 144 – 150.

Harsono, A. 2017. Implementasi Pengendalian Gulma Terpadu pada Kedelai.


Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang.
Hal 1-3.

Inderjit, Streibig JC, Olofsdotter M. 2002. Joint action of phenolic acid mixtures
and its significance in allelopathy research. Physiol Plantarum
2002;114:422–8.
30

Jauhar. 2012. Herbisida (Pengendalian Gulma) dengan Sistem Organik (Online).


http://www.klinikpertanianorganik.com/herbisidapengendaligulmahubun
gannya-dengan-konsep-pertanian-berbasis organik/. Diakses pada
January 2021.

Kolo, M.M. 2017. Ekstrak Alelopati Organ Tanaman Tomat (Solanum


lycopersicum L.) terhadap Pertumbuhan Sawi (Brassia chinensis L.).
Jurnal Pertanian Pendidikan Biologi 2(1):15-16.

Kurniadie, D., Umiyati, U., & Ardhianty, D. A. 2021. Efikasi Herbisida


Campuran Tienkarbazon Metil 68 g/l dan Tembotrion 345 g/l Terhadap
Gulma Berdaun Lebar dan Gulma Golongan Rumput Pada Budidaya
Tanaman Jagung (Zea mays L.). Kultivasi, 20(3).

Lingga, P dan Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Muller, G., LeBaron, H. M., McFarland, J. E., & Burnside, O. 2008. History of
the discovery and development of triazine herbicides. The Triazine
Herbicides, 50, 13–29.

Oktavia, F. I., Argo, B. D., & Lutfi, M. 2014. Hidrolisis enzimatik ampas tebu
(bagasse) memanfaatkan enzim selulase dari mikrofungi Trichoderma
reseei dan Aspergillus niger sebagai katalisator dengan pretreatment
microwave. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem, 2(3).

Oleye, and M. Tolulope. 2007. Cytotoxicity and antribacterial activity of


Methanolic Extract of Hibiscus sabdariffa. Medicinal Plants Research,
1(1): 9-13.

Patty, J.A. 2012. Peran Tanaman Aromatik dalam Menekan Perkembangan Hama
Spodoptera litura pada Tanaman Kubis. Jurnal Agrologia : Ilmu
Budidaya Tanaman. 1(12):128-134. DOI: http://dx.dsoi.
org/10.305198/a.v 1i2. 288.

Petter. F A. A M. Zuffo & L P. Pacheco. 2013. Effect of Acetolactate Synthase


Inhibitor Herbicides on Upland Rice (Oryza Sativa Linn.) Cultivars.
Journal of Agricultural Science. 10(5):99-108.

Polansky S, dan D. Guntoro. 2016. Pengendalian Gulma pada Tanaman Padi


Sawah dengan Menggunakan Herbisida Berbahan Aktif Campuran
Bentazon dan MCPA. Agrohorti. 4(1): 122-131.
31

Priyanto, A., & Islamiyati, R. 2018. Uji aktivitas antioksidan pada batang tebu
hijau dan batang tebu merah menggunakan metode peredaman radikal
bebas dpph. Cendekia Journal of Pharmacy, 2(1), 50-59.

Purnamasari, D.C., S. Y. Tyasmoro, dan T. Sumarni. 2017. Pengaruh Teknik


Pengendalian Gulma pada Tanaman Padi (Oryza Sativa). Produksi
Tanaman. 5(5):870-879.

Rao, VS. 200 Principeles of weed science. Science Publishers Inc. California
USA.

Reza dan R. M. Irsan. 2018. Pengendalian Gulma dengan Amonioum Gllufosinat


Pada Pertanaman Tomat (Solanum lycopersium L.). Universitas Sumatra
Utara. 1(1) : 1 – 49.

Rodrigues, RCLB, Felipe, MGA, Silva, JB, Vitolo, M., & Gómez, PV (2001).
Effect of pH, temperature and hydrolyzate concentration on the removal
of volatile and nonvolatile compounds from bagasse hemicellulose
hydrolyzate treated with activated charcoal before or after vacuum
evaporation. Brazilian Journal of Chemical Engineering, 18 (3), 299-
311.

Rukmana, R. 1994. Budidaya Kubis Bunga dan Brokoli. Kanisiuss. Yogyakarta.

Sampietro, DA, & Vattuone, MA (2006). Sugarcane straw and its phytochemicals
as growth regulators of weeds and secondary crops. Plant Growth
Regul., 48, 21-27.

Sampietro, DA, Vattuone, MA, & Isla, MI (2005). Plant growth inhibitors were
isolated from sugar cane (Saccharum officinarum straw L.). J.Plant
Physiol., 163, 837-846.

Satayana dan I. W. Hiras. 2018. Pengendalian Gulma dengan Amonioum


Gllufosinat Pada Pertanaman Jeruk (Citrus sp). Universitas Sumatra
Utara. 1(1) : 1 – 42.

Sebayang, H.T. 2017. Pertumbuhan Gulma di Lingkungan Tanaman. UM


Press.Malang. Hal. 1-32.

Sembodo, D.R.J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Sheeja K., R. Elizabeth, and K. Syriac. 2016. A New Herbicide Mixture:


Bispyribac Sodium+Metamifop 14% Se For Weed Control in Wet
Seeded Rice. Res. on Crops. 17(3): 421-427.
32

Singh, P., A. Suman, and K. Shrivastava. 2003. Isolation and iden tification of
allelochemicals from sugarcane leaves. Allelopathy J. 12(1):71–80.
Singh, S. (2005). Effect of establishment methods and weed management
practices on weeds and rice in ricewheat cropping system. Indian J.
Weed Sci. 37 (2) : 524 – 527.

Siregar, H. U. (2018). Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada


Petani Penyemprot Pestisida di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo.
Universitas Sumatra Utara. 1(1) : 1 – 115.

Sujito, Iqbalul Ihsan, Noviana. 2014. Pengembanagn Bahan Komposit


RamahLingkungan Dari Serta Tebu Dan Resin Biodegradable (Online).
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/63469 (09. Diakses pada
Agustus 2020.

Sunarjono, Hedro, 2016, Bertanam 36 Jenis sayur. Surabaya : Bantul

Suryaningsih, M. Joni, A.A.K. Darmadi. 2011. Inventarisasi Gulma pada


Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Lahan Sawah Kelurahan Padang
Galak, Denpasar Timur, Kodya Denpasar, Provinsi Bali. Jurnal
Simbiosis. 1(1):1-8.

Suryatini L. 2018. Analisis Keragaman dan Komposisi Gulma pada Tanaman


Padi Sawah (Studi Kasus Subak Tegal Kelurahan Paket Agung
Kecamatan Buleleng). Sains dan Teknologi. 1(7):77-89.

Suwitnyo, H., Widaryanto, E., & Herlina, N. 2017. Kompetisi Gulma Kremah
(Alternanthera Sessilis) Dengan Tanaman Kubis Bunga (Brassica
Oleraceae Var. Botrytis L.) Pada Berbagai Tingkat Pemupukan Nitrogen
(Doctoral dissertation, Brawijaya University).

Syahputra, E dan Sarbino. 2012. Keefektifan Parakuat Diklorida sebagai


Herbisida untuk Persiapan Tanam Padi Tanpa Olah Tanah di
Lahan Pasang Surut. Perkebunan & Lahan Tropika, 2 (1): 15-22.

Talahatu, D. R., & Papilaya, P. M. 2015. Pemanfaatan ekstrak daun cengkeh


(Syzygium aromaticum L.) sebagai herbisida alami terhadap
pertumbuhan gulma rumput teki (Cyperus rotundus L.). Biopendix:
Jurnal Biologi, Pendidikan Dan Terapan, 1(2), 160-170.

Tolman, J.H., D.G.R. McLeod and C.R. Harris. 2004. Cost of Crop Losses in
Processing and Cabbage in Southwestern Ontario du to Insect, Weeds
and/or diseases. Can. J. Plant Sci. 84: 915–921.

Umiyati dan Denny. K. 2018. Pengendalian Gulma Umum Dengan Herbisida


Campuran (Amonioum Glufosinat 150g/l dan Metil Metsulfuron 5g/l)
33

Pada Tanaman Kelapa Sawit TBM. Jurnal Penelititan Kelapa sawit.


28(1): 29 – 35.
Umiyati, U., Widayat, D., Kurniadie, D., Fadillah, R. Y., & Deden, D. 2019.
Pengaruh Campuran Herbisida Atrazin 500 g/l dan Mesotrion 50 g/l
Terhadap Pertumbuhan Beberapa Jenis Gulma Serta Hasil Jagung (Zea
mays L.). Agrosintesa Jurnal Ilmu Budidaya Pertanian, 2(1), 9-18.

Viator, RP, Johnson, RM, Grimm, CC, & Richard, EP (2006). Allelopathic,
autotoxic and hormetic effects of postharvest sugarcane residue. Journal
of Agronomy, 98 (6), 1526-1531.

Vience,M.F.A. 2006. Studi Keefektivan Herbisida Diuron dan Ametrin untuk


Mengendalikan Gulma pada Pertanaman Tebu (Saccharum officinarum
L.) Lahan Kering. Skripsi, Program Studi Agrotek, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.

Wang, TSC, J. Yang, and T. Chuang. 1967. Soil phenolic acids as plant growth
inhibitors. Sci tanah. 103:239–246.

Weir, T. L., Park, S. W., and Vivanco, J. M. 2004. Biochemical and physiological
mechanisms mediated by allelochemicals. Curr. Opin. Plant Biol. 7:472–
479.

Wibawa, W., dan D. Sugandi. 2014. Herbisida Efektif, Efisien dan Ramah
Lingkungan untuk Pengendalian Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit
Rakyat di Provinsi Bengkulu. (http://bengkulu.litbang.pertanian.go.id/
ind/images/dokumen/2014/prosiding13/bddy-pertanian/herbisida).
Diakses tanggal 18 Januari 2017.

Widaryanto, E. 2010. Diktat Kuliah Teknik Pengendalian Gulma. Univ.


Brawijaya. Malang. Hal.1-30.

Widayat, D., D. Riswandi, dan A. F. Setiawan. 2017. Pengaruh Dosis Herbisida


Ethoxysulfuron 15 Wg terhadap Gulma, Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Padi Varietas Ciherang. Agrologia.2(6):68-74.

Yang CM, Lee CN, Chou CH. 2002. Effects of three allelopathic phenolics on
chlorophyll accumulation of rice (Oryza sativa) seedlings: I. Inhibition
of supply-orientation. Bot Bull Acad Sin,43:299–304.

Yuliadhi K A. 2010. Observasi Gulma Pada Tanaman Kubis (Brassica oleracea)


Daerah Sentra Produksi di Pancasari Kabupaten Buleleng Bali. Jurnal
Ilmiah Gema Agro 9(26): 30-33.
34

Yuliani, V. 2008. Sintesis Ester Laktovanilat Dari Asam Vanilat dan Laktosa
Serta Uji Aktivitas Antioksidan. Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
Yulifrianti. E, Riza. L, dan Irwan. L. 2015. Potensi Alelopati Ekstrak Serasah
Daun Mangga (Mangifera indica (L.)) Terhadap Pertumbuhan Gulma
Rumput Grinting (Cynodon dactylon (L.)) Press. Jurnal Protobiont 4(1):
46-51.
35

Lampiran 1. Dokumentasi

Gambar 1. Penyemaian Kubis Gambar 2. Pengeringan


AmpasTebu

Gambar 3. Ekstraksi Ampas Tebu Gambar 4. Penanaman Kubis

Gambar 5. Pengamatan Biomassa Gambar 6. Aplikasi Ekstrak


Ampas Tebu
34

Gambar 7. Penimbangan Biomassa Gambar 8. Pemanenan Kubis

Gambar 9. Menimbang Kubis


35
Lampiran 2. Data Parameter Pengamatan

Data Biomassa Gulma Berdaun Lebar 28 HST


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 0 2 2,82 0,43 5,25 1,31
A2 1,47 3,25 0 0,96 5,68 1,42
A3 4,27 0 0 0,7 4,97 1,24
A4 2,69 0 0,7 0,31 3,7 0,93
A5 0 5,88 7,39 1,76 15,03 3,76
Total 8,43 11,13 10,91 4,16 34,63
Rerata 1,686 2,226 2,182 0,832 1,73

Data Biomassa Gulma Berdaun Sempit 28 HST


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 0,39 0,67 1,47 0,86 3,39 0,85
A2 0 0 1,59 0 1,59 0,40
A3 0 0,9 0 0 0,9 0,23
A4 0 0 0,49 0,32 0,81 0,20
A5 0,76 0,94 0 0 1,7 0,43
Total 1,15 2,51 3,55 1,18 8,39
Rerata 0,23 0,502 0,71 0,236 0,42

Data Biomassa Gulma Teki 28 HST

Perlakuan Ulangan Total Rerata


U1 U2 U3 U4
A1 0,29 1,16 0 1,49 2,94 0,74
A2 1,37 6.05 0,69 0,25 2,31 0,77
A3 0,9 0 5,37 1,1 7,37 1,84
A4 0 0,35 0,72 0,31 1,38 0,35
A5 0 0,94 0,94 0,67 2,55 0,64
Total 2,56 2,45 7,72 3,82 16,55
Rerata 0,512 0,6125 1,544 0,764 0,87
36

Data Biomassa Gulma Berdaun Lebar 49 HST


Perlakua Ulangan
Total Rerata
n U1 U2 U3 U4
A1 1,9 3 2,1 1,4 8,4 2,10
A2 2,71 2,8 0 0,98 6,49 1,62
A3 3,2 0 1,69 1 5,89 1,47
A4 2,4 0 1,12 0,4 3,92 0,98
A5 2,3 6,2 8,41 3,21 20,12 5,03
Total 12,51 12 13,32 6,99 44,82
Rerata 2,502 2,4 2,664 1,398 2,24

Data Biomassa Gulma Berdaun Sempit 49 HST


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 1,41 1,71 1,54 1,21 5,87 1,4675
A2 0,9 0,4 2,3 0,51 4,11 1,0275
A3 0 0,9 0,5 0 1,4 0,35
A4 0 0 0,4 0,41 0,81 0,2025
A5 1,8 1,94 2,1 1,85 7,69 1,9225
Total 4,11 4,95 6,84 3,98 19,88
Rerata 0,822 0,99 1,368 0,796 0,994

Data Biomassa Gulma Teki 49 HST

Perlakuan Ulangan Total Rerata


U1 U2 U3 U4
A1 0,54 1,2 0 1,54 3,28 0,82
A2 2,9 2,8 0,42 1,23 7,35 1,84
A3 0,8 0 5,21 0,94 6,95 1,74
A4 0 0,4 0,5 0,28 1,18 0,30
A5 0,82 1,4 1,3 1,2 4,72 1,18
Total 5,06 5,8 7,43 5,19 23,48
Rerata 1,012 1,16 1,486 1,038 1,17
37

Data Biomassa Gulma Berdaun Lebar 70 HST


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 2,1 2,81 2 1,35 8,26 2,07
A2 2,8 2,4 0 0,81 6,01 1,50
A3 2,9 0 1,48 0,94 5,32 1,33
A4 2,1 0 1,09 0,31 3,5 0,88
A5 2,2 7,8 9,21 4,42 23,63 5,91
Total 12,1 13,01 13,78 7,83 46,72
Rerata 2,42 2,602 2,756 1,566 2,34

Data Biomassa Gulma Berdaun Sempit 70 HST


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 1,42 1,51 1,47 1,28 5,68 1,42
A2 1,12 0,41 2,31 0,49 4,33 1,08
A3 0 1,21 0,46 0 1,67 0,42
A4 0 0 0,32 0,39 0,71 0,18
A5 1,41 2,3 1,92 1,65 7,28 1,82
Total 3,95 5,43 6,48 3,81 19,67
Rerata 0,79 1,086 1,296 0,762 0,98

Data Biomassa Gulma Teki 70 HST

Perlakuan Ulangan Total Rerata


U1 U2 U3 U4
A1 0,49 1,23 0,5 1,6 3,82 0,96
A2 2,81 2,94 0,72 1,41 7,88 1,97
A3 0,7 0 4,21 0,82 5,73 1,43
A4 0 0,34 0,49 0,3 1,13 0,28
A5 1,21 1,94 1,82 1,34 6,31 1,58
Total 5,21 6,45 7,74 5,47 24,87
Rerata 1,042 1,29 1,548 1,094 1,24
38

Data Fitoksisitas Tanaman Kubis 28 HST


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 1 0 1 0 2 0,50
A2 0 0 2 0 2 0,50
A3 2 2 2 0 6 1,50
A4 2 2 2 1 7 1,75
A5 0 0 0 0 0 0,00
Total 5 4 7 1 17
Rerata 1 0,8 1,4 0,2 0,85

Data Fitoksisitas Tanaman Kubis 49 HST


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 0 0 0 0 0 0,00
A2 0 0 1 0 1 0,25
A3 1 1 2 0 4 1,00
A4 2 1 2 1 6 1,50
A5 0 0 0 0 0 0,00
Total 3 2 5 1 11
Rerata 0,6 0,4 1 0,2 0,55

Data Fitoksisitas Tanaman Kubis 70 HST

Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 0 0 0 0 0 0,00
A2 0 0 0 0 0 0,00
A3 1 0 1 0 2 0,50
A4 1 0 1 0 2 0,50
A5 0 0 0 0 0 0,00
Total 2 0 2 0 4
Rerata 0,4 0 0,4 0 0,20
39

Data Berat Buah Tanaman Kubis 70 HST

Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 1073 1006 932 931 3942 985,50
A2 1081 912 992 976 3961 990,25
A3 1082 1034 1054 1084 4254 1063,50
A4 1104 1021 1070 1065 4260 1065,00
A5 981 955 956 952 3844 961,00
Total 5321 4928 5004 5008 20261
Rerata 1064,2 985,6 1000,8 1001,6 1013,05

Data Diameter Tanaman Kubis 70 HST

Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 19,3 19,2 19,2 18,7 76,4 19,1
A2 19,3 19,2 20,3 19,4 78,2 19,6
A3 20,4 19,3 22,6 20,5 82,8 20,7
A4 22,1 19,2 21,3 20,4 83,0 20,8
A5 19,6 17,3 20,3 17,4 74,6 18,7
Total 100,7 94,2 103,7 96,4 395
Rerata 20,14 18,84 20,74 19,28 19,75
40

Petak ke Jumlah Petak Yang


Jenis Gulma Jumlah Gulma (KM)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Berisi Spesies Gulma (FM)
Potulaca Oleraceae 2 3 6 3 6 9 0 0 3 0 3 3 0 0 2 4 4 8 9 8 73 15
Ameranthu spinosus 0 3 1 0 1 3 0 3 6 0 4 0 6 0 3 0 2 6 8 6 52 13
Borerria alata 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 4 0 0 1 0 3 0 0 9 4
Cynodon dactylon 3 6 3 3 2 2 6 2 0 3 2 0 0 0 6 3 6 4 4 4 59 16
Eleusine indica 2 0 3 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 3 3 1 14 6
Cyperus rotundus 5 9 1 6 8 12 3 3 3 0 9 3 0 3 6 3 6 10 7 4 101 18
jumlah KM & FM 308 72
Data Analisis Vegetasi Gulma
41

Perhitungan Analisis Vegetasi Gulma


Rumus SDR = KR = KM spesies tertentu/ Jumlah KM semua spesies x 100%

FR = FM spesies tertentu/ jumlah FM semua spesies x 100%

SDR= KR + FM/2 x 100%

Portulaca oleraceae = KR = 73/308 x 100% = 23,70 %

FR = 15/72 x 100% = 20,83 %

SDR= 22,25%

Ameranthus spinosus= KR = 52/308 x 100% = 16,88%

FR = 13/72 x 100% =18,05%

SDR= 17,46%

Borerria alata = KR = 9/308 x 100% = 2,92%

FR = 4/72 x 100% =5,55%

SDR= 4,23%

Cynodon dactylon = KR = 59/308 x 100% = 19,15%

FR = 16/72 x 100% =22,22%

SDR= 20,68%

Eleusine indica = KR = 14/308 x 100% = 4,54%

FR = 6/72 x 100% =8,33%

SDR= 6,43%

Cyperus rotundus = KR = 101/308 x 100% = 32,79%

FR = 18/72 x 100% =25%

SDR= 28,89%
42

Lampiran 3. Data Transformasi

Data Biomassa Gulma Berdaun Lebar 49 HST


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 1,55 1,87 1,61 1,38 6,41 1,60
A2 1,79 1,82 0,71 1,22 5,53 1,38
A3 1,92 0,71 1,48 1,22 5,34 1,33
A4 1,70 0,71 1,27 0,95 4,63 1,16
A5 1,67 2,59 2,98 1,93 9,17 2,29
Total 8,64 7,69 8,06 6,69 31,08
Rerata 1,73 1,54 1,61 1,34 1,55

Data Biomassa Gulma Daun Sempit 49 HST

Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 1,38 1,49 1,43 1,31 5,60 1,40
A2 1,18 0,95 1,67 1,00 4,81 1,20
A3 0,71 1,18 1,00 0,71 3,60 0,90
A4 0,71 0,71 0,95 0,95 3,32 0,83
A5 1,52 1,56 1,61 1,53 6,22 1,56
Total 5,50 5,89 6,66 5,51 23,55
Rerata 1,10 1,18 1,33 1,10 1,18

Data Biomassa Gulma Daun Lebar 70 HST


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 1,61 1,82 1,58 1,36 6,37 1,59
A2 1,82 1,70 0,71 1,14 5,37 1,34
A3 1,84 0,71 1,41 1,20 5,16 1,29
A4 1,61 0,71 1,26 0,90 4,48 1,12
A5 1,64 2,88 3,12 2,22 9,86 2,46
Total 8,53 7,82 8,07 6,82 31,24
Rerata 1,71 1,56 1,61 1,36 1,56
43

Data Biomassa Gulma Daun Sempit 70 HST


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 1,39 1,42 1,40 1,33 5,54 1,39
A2 1,27 0,95 1,68 0,99 4,90 1,22
A3 0,71 1,31 0,98 0,71 3,70 0,93
A4 0,71 0,71 0,91 0,94 3,26 0,82
A5 1,38 1,67 1,56 1,47 6,08 1,52
Total 5,45 6,06 6,52 5,45 23,48
Rerata 1,09 1,21 1,30 1,09 1,17

Data Fitoksisitas Tanaman Kubis 28 HST


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 1,22 0,71 1,22 0,71 3,86 0,97
A2 0,71 0,71 1,58 0,71 3,70 0,93
A3 1,58 1,58 1,58 0,71 5,45 1,36
A4 1,58 1,58 1,58 1,22 5,97 1,49
A5 0,71 0,71 0,71 0,71 2,83 0,71
Total 5,80 5,28 6,68 4,05 21,81
Rerata 1,16 1,06 1,34 0,81 1,09

Data Fitoksisitas Tanaman Kubis 49 HST


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 0,71 0,71 0,71 0,71 2,83 0,71
A2 0,71 0,71 1,22 0,71 3,35 0,84
A3 1,22 1,22 1,58 0,71 4,74 1,18
A4 1,58 1,22 1,58 1,22 5,61 1,40
A5 0,71 0,71 0,71 0,71 2,83 0,71
Total 4,93 4,57 5,80 4,05 19,35
Rerata 0,99 0,91 1,16 0,81 0,97
44

Data Fitoksisitas Tanaman Kubis 70 HST


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
U1 U2 U3 U4
A1 0,71 0,71 0,71 0,71 2,83 0,71
A2 0,71 0,71 0,71 0,71 2,83 0,71
A3 1,22 0,71 1,22 0,71 3,86 0,97
A4 1,22 0,71 1,22 0,71 3,86 0,97
A5 0,71 0,71 0,71 0,71 2,83 0,71
Total 4,57 3,54 4,57 3,54 16,21
Rerata 0,91 0,71 0,91 0,71 0,81
45

Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam

Hasil Analisis Sidik Ragam Biomassa Gulma Berdaun Lebar 28 HST

F F- F-
Sumber
db JK KT Hitun Tabe Tabe Ket.
Keragaman
g l 5% l 1%
Ulangan 3 6,29 2,10 0,55 3,29 5,42 ns
Perlakuan 4 21,07 5,27 1,38 3,06 4,89 ns
Error (Galat) 15 57,29 3,82
TOTAL 19 84,65
(√KT Error/Rata- 112,8
CV = rata)*100%= 7
=SQRT(F23)/
I10*100= SD= 0,489

Hasil Analisis Sidik Ragam Biomassa Gulma Berdaun Sempit 28 HST


F F- F-
Sumber
db JK KT Hitun Tabel Tabel Ket.
Keragaman
g 5% 1%
Ulangan 3 0,80 0,27 1,24 3,29 5,42 ns
Perlakuan 4 1,07 0,27 1,24 3,06 4,89 ns
Error (Galat) 15 3,25 0,22
TOTAL 19 5,12
(√KT Error/Rata- 110,8
CV = rata)*100%= 8
=SQRT(F23)/
I10*100= SD= 0,116

Hasil Analisis Sidik Ragam Biomassa Gulma Teki 28 HST

F F- F-
Sumber
db JK KT Hitun Tabe Tabe Ket.
Keragaman
g l 5% l 1%
Ulangan 3 3,65 1,22 1,07 3,29 5,42 ns
Perlakuan 4 5,48 1,37 1,21 3,06 4,89 ns
Error (Galat) 15 17,05 1,14
TOTAL 19 26,18
(√KT Error/Rata- 123,0
CV = rata)*100%= 9
=SQRT(F23)/
I10*100= SD= 0,266
46

Hasil Analisis Sidik Ragam Biomassa Gulma Berdaun Lebar 49 HST

F F- F-
Sumber
db JK KT Hitun Tabe Tabe Ket.
Keragaman
g l 5% l 1%
Ulangan 3 0,40 0,13 0,67 3,29 5,42 ns
Perlakuan 4 3,13 0,78 3,94 3,06 4,89 *
Error (Galat) 15 2,98 0,20
TOTAL 19 6,51
(√KT Error/Rata-
CV = rata)*100%= 28,68
=SQRT(F23)/
I10*100= SD= 0,111

Uji DMRT Biomassa Gulma Berdaun Lebar 49 HST

A5 A1 A2 A3 A4
UJD Ket.
2,29 1,60 1,38 1,33 1,16
A5 2,29 0,00 a
A1 1,60 0,69 0,00 b
A2 1,38 0,91 0,22 0,00 bc
A3 1,33 0,96 0,27 0,05 0,00 bc
A4 1,16 1,14 0,44 0,23 0,18 0,00 c
p 5 4 3 2
UJD 0,369 0,362 0,352 0,336

Hasil Analisis Sidik Ragam Biomassa Gulma Berdaun Sempit 49 HST

F F- F-
Sumber
db JK KT Hitun Tabel Tabel Ket.
Keragaman
g 5% 1%
Ulangan 3 0,18 0,06 2,29 3,29 5,42 ns
Perlakuan 4 1,57 0,39 15,01 3,06 4,89 **
Error (Galat) 15 0,39 0,03
TOTAL 19 2,14
(√KT Error/Rata-
CV = rata)*100%= 13,73
=SQRT(F23)/
I10*100= SD= 0,040
47

Uji DMRT Biomassa Gulma Berdaun Sempit 49 HST

A5 A1 A2 A3 A4
UJD Ket.
1,56 1,40 1,20 0,90 0,83
A5 1,56 0,00 a
A1 1,40 0,15 0,00 b
A2 1,20 0,35 0,20 0,00 c
A3 0,90 0,66 0,50 0,30 0,00 d
A4 0,83 0,73 0,57 0,37 0,07 0,00 d
p 5 4 3 2
UJD 0,13 0,13 0,13 0,12

Hasil Analisis Sidik Ragam Biomassa Gulma Teki 49 HST

F F- F-
Sumber
db JK KT Hitun Tabel Tabel Ket.
Keragaman
g 5% 1%
Ulangan 3 0,71 0,24 0,16 3,29 5,42 ns
Perlakuan 4 6,62 1,66 1,13 3,06 4,89 ns
Error (Galat) 15 22,06 1,47
TOTAL 19 29,40
(√KT Error/Rata- 103,3
CV = rata)*100%= 0
=SQRT(F23)/
I10*100= SD= 0,303

Hasil Analisis Sidik Ragam Biomassa Gulma Berdaun Lebar 70 HST

F F- F-
Sumber
db JK KT Hitun Tabe Tabe Ket.
Keragaman
g l 5% l 1%
Ulangan 3 0,31 0,10 0,51 3,29 5,42 ns
Perlakuan 4 4,53 1,13 5,53 3,06 4,89 **
Error (Galat) 15 3,07 0,20
TOTAL 19 7,92
(√KT Error/Rata-
CV = rata)*100%= 28,98
=SQRT(F23)/
I10*100= SD= 0,113
48

Uji DMRT Biomassa Gulma Berdaun Lebar 70 HST

A5 A1 A2 A3 A4
UJD Ket.
2,46 1,59 1,34 1,29 1,12
A5 2,46 0,00 a
A1 1,59 0,87 0,00 b
A2 1,34 1,12 0,25 0,00 bc
A3 1,29 1,18 0,30 0,05 0,00 bc
A4 1,12 1,34 0,47 0,22 0,17 0,00 c
p 5 4 3 2
UJD 0,375 0,368 0,358 0,341

Hasil Analisis Sidik Ragam Biomassa Gulma Berdaun Sempit 70 HST

F F- F-
Sumber
db JK KT Hitun Tabe Tabe Ket.
Keragaman
g l 5% l 1%
Ulangan 3 0,16 0,05 1,58 3,29 5,42 ns
Perlakuan 4 1,43 0,36 10,43 3,06 4,89 **
Error (Galat) 15 0,51 0,03
TOTAL 19 2,10
(√KT Error/Rata-
CV = rata)*100%= 15,75
=SQRT(F23)/
I10*100= SD= 0,046

Uji DMRT Biomassa Gulma Berdaun Sempit 70 HST

A5 A1 A2 A3 A4
UJD Ket.
1,52 1,39 1,22 0,93 0,82
A5 1,52 0,00 a
A1 1,39 0,13 0,00 a
A2 1,22 0,29 0,16 0,00 b
A3 0,93 0,59 0,46 0,30 0,00 c
A4 0,82 0,70 0,57 0,41 0,110 0,00 c
p 5 4 3 2
UJD 0,153 0,150 0,146 0,139
49

Hasil Analisis Sidik Ragam Biomassa Gulma Teki 70 HST


F- F-
Sumber F
db JK KT Tabel Tabel Ket.
Keragaman Hitung
5% 1%
Ulangan 3 0,79 0,26 0,27 3,29 5,42 ns
Perlakuan 4 6,73 1,68 1,70 3,06 4,89 ns
Error (Galat) 15 14,83 0,99
TOTAL 19 22,35
(√KT Error/Rata-
CV = rata)*100%= 79,97

Hasil Analisis Sidik Ragam Fitoksisitas Tanaman Kubis 28 HST


F F- F-
Sumber
db JK KT Hitun Tabel Tabel Ket.
Keragaman
g 5% 1%
Ulangan 3 0,72 0,24 4,57 3,29 5,42 *
Perlakuan 4 1,70 0,42 8,09 3,06 4,89 **
Error (Galat) 15 0,79 0,05
TOTAL 19 3,21
(√KT Error/Rata-
CV = rata)*100%= 21,02
=SQRT(F23)/
I10*100= SD= 0,057

Uji DMRT Fitoksisitas Tanaman Kubis 28 HST


A4 A3 A2 A1 A5
UJD Ket.
1,75 1,50 0,50 0,50 0,00
A4 1,75 0,00 a
A3 1,50 0,250 0,00 b
A2 0,50 1,250 1,000 0,00 c
A1 0,50 1,250 1,000 0,000 0,00 c
A5 0,00 1,750 1,500 0,500 0,500 0,00 d
p 5 4 3 2
UJD 0,190 0,186 0,181 0,173
50

Hasil Analisis Sidik Ragam Fitoksisitas Tanaman Kubis 49 HST


F- F-
Sumber F
db JK KT Tabel Tabel Ket.
Keragaman Hitung
5% 1%
Ulangan 3 0,32 0,11 4,14 3,29 5,42 *
Perlakuan 4 1,56 0,39 14,91 3,06 4,89 **
Error (Galat) 15 0,39 0,03
TOTAL 19 2,27
(√KT Error/Rata-
CV = rata)*100%= 16,70
=SQRT(F23)/I10*100= SD= 0,040

Uji DMRT Fitoksisitas Tanaman Kubis 49 HST


A4 A3 A2 A1 A5
UJD Ket.
1,40 1,18 0,84 0,71 0,71
A4 1,40 0,00 a
A3 1,18 0,219 0,00 b
A2 0,84 0,566 0,348 0,00 c
A1 0,71 0,696 0,477 0,129 0,00 d
A5 0,71 0,696 0,477 0,129 0,000 0,00 d
p 5 4 3 2
UJD 0,134 0,131 0,128 0,122

Hasil Analisis Sidik Ragam Fitoksisitas Tanaman Kubis 70 HST


F F- F-
Sumber
db JK KT Hitun Tabel Tabel Ket.
Keragaman
g 5% 1%
Ulangan 3 0,21 0,07 3,33 3,29 5,42 *
Perlakuan 4 0,32 0,08 3,75 3,06 4,89 *
Error (Galat) 15 0,32 0,02
TOTAL 19 0,86
(√KT Error/Rata-
CV = rata)*100%= 18,06
=SQRT(F23)/I10*100= SD= 0,037
51

Uji DMRT Fitoksisitas Tanaman Kubis 70 HST


A4 A3 A2 A1 A5
UJD Ket.
0,97 0,97 0,71 0,71 0,71
A4 0,97 0,00 a
A3 0,97 0,000 0,00 a
A2 0,71 0,259 0,259 0,00 b
A1 0,71 0,259 0,259 0,000 0,00 b
A5 0,71 0,259 0,259 0,000 0,000 0,00 b
p 5 4 3 2
UJD 0,121 0,119 0,116 0,110
Hasil Analisis Sidik Ragam Berat Buah Kubis
F F- F-
Sumber
db JK KT Hitun Tabel Tabel Ket.
Keragaman
g 5% 1%
Ulangan 3 18254,95 6084,98 5,72 3,29 5,42 **
Perlakuan 4 36928,20 9232,05 8,67 3,06 4,89 **
Error (Galat) 15 15965,80 1064,39
TOTAL 19 71148,95
(√KT Error/Rata-
CV = rata)*100%= 3,22
=SQRT(F23)/I10*100= SD= 8,156

Uji DMRT Berat Buah Kubis


A4 A3 A2 A1 A5
UJD Ket.
1065 1063,5 990,25 985,5 961
A4 1065 0 a
A3 1063,5 1,50 0 a
A2 990,25 74,75 73,25 0 b
A1 985,5 79,50 78,00 4,75 0 bc
A5 961 104,00 102,50 29,25 24,50 0 c
p 5 4 3 2
UJD 27,01 26,51 25,77 24,58
52

Hasil Analisis Sidik Ragam Diameter Buah Kubis


F F- F-
Sumber
db JK KT Hitun Tabel Tabel Ket.
Keragaman
g 5% 1%
Ulangan 3 10,91 3,64 7,33 3,29 5,42 **
Perlakuan 4 14,30 3,58 7,20 3,06 4,89 **
Error (Galat) 15 7,44 0,50
TOTAL 19 32,65
(√KT Error/Rata-
CV = rata)*100%= 3,57
=SQRT(F23)/I10*100= SD= 0,176

Uji DMRT Diameter Buah Kubis


A4 A3 A2 A1 A5
UJD Ket.
20,75 20,7 19,55 19,1 18,65
A4 20,8 0 a
A3 20,7 0,05 0 a
A2 19,6 1,20 1,15 0 b
A1 19,1 1,65 1,60 0,4 0 bc
A5 18,7 2,10 2,05 0,90 0,45 0 c
p 5 4 3 2
UJD 0,58 0,57 0,56 0,53

Anda mungkin juga menyukai