Anda di halaman 1dari 5

RESPON PERTUMBUHAN SAWI (Brassica Juncea L.

) TERHADAP
PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH AIR KELAPA DAN EKSTRAK
REBUNG BAMBU PADA MEDIA TANAM VERTIKULTUR

Oleh:

Alyfa Umaira Adelya Sofi

12180222095

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2022/2023
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sawi (Brassica juncea L.)


Permintaan terhadap komoditas sayuran di Indonesia terus meningkat,
seiring dengan meningkatnya penduduk dan konsumsi per kapita. Disamping itu,
sebagian masyarakat juga menginginkan produk hortikultura yang lebih
berkualitas dengan demikian peningkatan produksi tanaman sayuran masih
terbuka lebar untuk memenuhi kebutuhan dan tingkat konsumsi sayuran nasional,
salah satu diantaranya adalah Sawi hijau.
Sawi (Brassica juncea L.) termasuk sayuran daun dari famili cruciferae
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Tanaman sawi dapat tumbuh baik
ditempat yang berhawa panas maupun berhawa dingin, sehingga dapat
diusahakan dari dataran rendah maupun dataran tinggi. Sawi dapat tahan terhadap
air hujan sehingga dapat ditanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau, yang
perlu diperhatikan adalah penyiraman secara teratur karena tanaman sawi
membutuhkan hawa yang sejuk (Ngantung dkk, 2018)
Tanaman Sawi (Brassica juncea) merupakan salah satu jenis sayuran
famili kubis-kubisan (Brassicaceae) yang diduga berasal dari negeri China. Sawi
masuk ke Indonesia sekitar abad ke -17, namun sayuran ini sudah cukup populer
dan diminati di kalangan masyarakat (Darmawan, 2013). Tanaman Sawi rasanya
enak serta mempunyai kandungan gizi yang dibutuhkan tubuh manusia seperti
energi, protein, lemak, karbohidrat, serat, Fosfor, zat Besi, Natrium, Kalium dan
sumber vitamin A. Kandungan gizi serta rasanya yang enak, membuat sawi
menjadi salah satu produk pertanian yang diminati masyarakat, sehingga
mempunyai potensi serta nilai komersial tinggi (Rukmana, 2015).

II.2 Vertikultur
Lahan pertanian di Indonesia semakin hari semakin sempit dengan tingkat
kesuburan tanah yang semakin menurun. Banyak lahan pertanian yang dialih
fungsikan menjadi lahan non pertanian seperti perumahan. Budidaya tanaman
secara vertikultur tidak memerlukan lahan yang luas. Lahan yang sempit dapat
dimanfaatkan dengan cara memasukkan media tanam ke dalam tempat atau
wadah yang disusun secara vertikal. Teknik budidaya ini sangat berbeda dengan
budidaya dilahan luas. Budidaya secara vertikultur lebih praktis baik dari segi
kebutuhan tenaga, peralatan dan waktu (Desiliyarni dkk, 2013).
Jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan yang sangat pesat
setiap tahunnya, sehingga luas lahan yang tersedia dan dapat diolah untuk areal
pertanian juga semakin terbatas. Bahkan tidak sedikit pula lahan pertanian yang
telah beralih fungsi menjadi, seperti areal industri, perumahan dan gedung-
gedung perkantoran. Hal ini tentu menjadi peluang untuk mengembangkan
vertikultur secara intensif. Sistem vertikultur ini sangat cocok diterapkan bagi
petani atau perorangan yang mempunyai lahan sempit, namun ingin menanam
tanaman sebanyak-banyaknya.

II.3 Rebung Bambu


Bambu adalah sekolompok tumbuhan yang dicirikan oleh dahulu yang
berkayu mempunyai ruas-ruas dan buku-buku.Termasuk dalam suku rumput-
rumputan (Graminae) suku Bambusideae. Elida (2022) berpendapat bahwa,
bagian dalam batang bambu tersusun dari senyawa silika amorf yang mempunyai
sipat sebagai katalis dalam reaksi kimia tertentu. Rebung adalah nama umum
bagi terubus bambu yang baru tumbuh dan berasal dari batang bawah. Rebung
yang baru keluar berbentuk lonjong, kokoh, dan terbungkus dalam kelopak daun
yang rapat dan bermiang (berduri-duri halus) banyak.
Selama musim hujan, rebung bambu tumbuh dengan pesatnya, dalam
beberapa minggu saja tunas tersebut sudah sudah tinggi. Beberapa jenis rebung
terbentuk pada permulaan musim hujan, selain itu ada yang terbentuk pada akhir
musim hujan. Musim panen rebung biasanya jatuh sekitar bulan Desember
hingga Februari atau Maret.Rebung adalah tunas muda dari pohon bambu yang
tumbuh dari akarpohon bambu. Rebung tumbuh dibagian pangkal rumpun bambu
dan biasanya dipenuhi oleh glugut (rambut bambu) yang gatal. Morfologi rebung
berbentuk kerucut, setiap ujung glugut memiliki bagian seperti ujung glugut
memilikibagian seperti ujung daun bambu, tetapi warnanya coklat. Senyawa
utama didalam rebung mentah adalah air sekitar 85,63 % selain itu rebung
mempunyai kandungan serat tinggi (Dhiyan, 2014).
Selain mengandung unsur hara makro dan mikro lengkap, juga
mengandung hormon seperti auksin dalam bentuk IAA 156.35 ppm, untuk
memperbanyak akar dan mata akar, giberelin GA7 kandungan hormone 131.46
ppm, untuk meransang pengawetan buah secara alami, giberelin GA3 kandungan
hormone 98.37 ppm, untuk meransang bunga, Zeatin kandungan hormone 106.45
ppm, untuk mengurangi hara dan sitokinin / kinetin kandungan hormone 128.04
ppm untuk meransang vegetatif/tubuh/batang secara ekstrim. Hormon tanaman
unggul organik lengkap juga mempunyai kandungan Nitrogen 63 ppm, P 6 ppm,
K 14 ppm, Na 0,22 ppm, Mg 0,21 ppm, Cu 0,05 ppm. (Sujimin, 2019)
Menurut Maretza (2009) dalam Sudarso (2013) bahwa giberelin yang
berasal dari rebung bambu berfungsi untuk pemanjangan batang dan
pertumbuhan daun serta mendorong pembungaan dan perkembangan buah.

II.4 Air Kelapa


Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik yang bukan hara, yang
dalam jumlah tertentu dapat mendukung, menghambat dan dapat merubah proses
fisiologi tanaman. Zat pengatur tumbuh terdiri dari auksin, giberelin, sitokinin,
etilen dan asam absisat (Azmi dan Handriatni, 2018). Zat pengatur tumbuh dapat
diproduksi secara alami oleh tanaman maupun diberikan secara eksogen dengan
tujuan untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Menurut Ningsih, Nugroho dan Trianitasari (2015), pemberian zat
pengatur tumbuh diharapkan dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman seperti
mempercepat pembentukan akar. Manurung, Heddy dan Hariyono (2017) juga
menyatakan bahwa pemberian zat pengatur tumbuh dapat memperbaiki
pertumbuhan tanaman seperti pembentukan akar dan munculnya tunas baru. Air
kelapa merupakan salah satu zat pengatur tumbuh alami yang murah dan mudah
didapatkan serta telah lama dikenal sebagai zat pengatur tumbuh. Ningsih, dkk.
(2013), menyatakan bahwa air kelapa mengandung hormon auksin, sitokinin dan
giberelin.
Selain mengandung hormon, air kelapa juga mengandung unsur natrium,
kalium, magnesium, ferum, cuprum, dan sulfur yang berfungsi untuk menambah
nutrisi dalam pertumbuhan tanaman (Ariyanti, dkk. 2018). Yustisia (2016),
menyatakan bahwa air kelapa juga mengandung diphenil urea yang memiliki
aktivitas sama dengan zat pengatur tumbuh. Diphenil urea berfungsi untuk
menunjang pertumbuhan organ vegetatif tanaman serta bagian dari zat pengatur
tumbuh yang berfungsi untuk merangsang pembesaran sel dan pembelahan sel.

Anda mungkin juga menyukai