Anda di halaman 1dari 14

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT BAWANG MERAH DAN

SABUT KELAPA SEBAGAI PUPUK UNTUK


MENINGKATKAN PRODUKSI TANAMAN SAWI HIJAU
(Brassica Chinensis Var. Parachinensis)

Disusun Oleh :
1. Fiqri Algamar 2103100104
2. Ferdinan Luki 2103100103
3. Busyro Khoir Tanjung 2103100021
4. Chosi Pratama 2103100023
5. Ismail Harun Rambe 2103100114

PRODI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS LABUHANBATU
T.A 2023/2024
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya pupuk dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu pupuk
organik dan anorganik (pupuk buatan). Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat
dari bahan organik atau makhluk hidup yang telah mati. Bahan organik ini akan
mengalami pembusukan oleh mikroorganisme sehingga sifat fisiknya akan
berbeda dari semula. Pupuk organik termasuk pupuk majemuk lengkap karena
kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur dan mengandung unsur mikro.
Pupuk anorganik adalah pupuk yang berasal dari bahan mineral dan telah diubah
melalui proses produksi dipabrik sehingga menjadi senyawa kimia yang mudah
diserap tanaman. Pupuk organik mempunyai fungsi yang penting yaitu
menggemburkan lapisan tanah permukaan (top soil), meningkatkan populasi jasad
renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air keseluruhan dapat
meningkatkan kesuburan tanah (Syafaruddin. 2007). Dasar-Dasar Perlindungan
Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.
Pupuk organik cair merupakan pupuk yang berbentuk cair. Pupuk cair
mudah disiapkan dan sangat berguna untuk banyak hal, termasuk pembenihan,
tumbuhan kecil, tanaman sayuran, buah-buahan dan tanaman besar lainnya. Ini
merupakan suatu cara yang baik untuk membuat pupuk yang kaya akan unsur hara
dari pupuk kandang dan bahanbahan organik. Pupuk organik cair selain dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, juga membantu meningkatkan
produksi tanaman, dan meningkatkan kualitas produk
tanaman (Anastasia et al., 2014).
Salah satu permasalahan limbah berasal dari sampah rumah tangga,
termasuk sampah yang berupa sisa-sisa pembuangan kulit buah dan sayur seperti
kulit bawang merah. Bawang merah merupakan tanaman komoditas yang bernilai
ekonomi tinggi, namun limbah bawang merah baik yang berupa daun maupun
kulitnya yang kering dapat pula mengakibatkan terjadinya pencemaran
lingkungan jika tidak dikelola dengan baik (Banu, 2020).
Limbah organik yang berasal dari rumah tangga seperti hanya limbah kulit
bawang merah, apabila diolah dengan tepat mampu menghasilkan pupuk yang
berguna untuk pertanian karena mampu memperbaiki sifat kimia, fisik serta
aktivitas biologi tanah. Selain itu juga dapat menjadi sumber pendapatan
tambahan, menekan biaya produksi pertanian dan membantu mengurangi limbah
(Eliyani et al., 2018). Selama ini hanya daging bawang merah yang banyak
dimanfaatkan namun kulitnya yang mengandung banyak senyawa kimia
bermanfaat dibuang begitu saja karena dianggap sebagai limbah (Rahayu et al.,
2015; Wulaisfan et al., 2018).
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi limbah bawang
merah adalah dengan memanfaatkannya sebagai pupuk organik (Rinzani et al.,
2020). Penggunaan pupuk kimia sintetis yang terus-menerus dapat menimbulkan
dampak buruk bagi lingkungan, termasuk juga tekstur dan rasa sayuran yang
dibudidayakan (Rinzani et al., 2020). Untuk itu penggunaan pupuk kimia sintesis
seharusnya diminimalisir.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa bawang merah berpotensi
sebagai pupuk organik untuk pertumbuhan tanaman. Penelitian yang dilakukan
Fadhil et al. (2018) membuktikan bahwa larutan serbuk kulit bawang merah
berpengaruh terhadap pertumbuhan akar. Hasil penelitian Adam et al. (2019)
menunjukkan bahwa pemberian kompos dari kulit bawang merah menunjukkan
pengaruh nyata terhadap pertumbuhan cabai. Penelitian Yikwa & Banu (2020)
juga menunjukkan pemberian kompos kulit bawang merah berpengaruh pada
pertumbuhan tanaman cabai rawit dan sawi.

Sawi (Brassica rapa var. parachinensis L.) merupakan sayuran yang


sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Komoditas sawi ini sangat baik
untuk dibudidayakan untuk melengkapi kebutuhan gizi pada makanan. Salah satu
upaya untuk meningkatkan produksi adalah dengan pemberian zat pengatur
tumbuh (Kusumo, 1990). Pengembangan budidaya sawi memiliki prospek yang
baik dan dapat mendukung upaya peningkatan pendapatan petani, gizi
masyarakat, perluasan kesempatan kerja, pengembangan agibisnis, dan
peningkatan pendapatan nasional dengan cara mengurangi impor dan mendorong
pertumbuhan ekspor. Kelayakan pengembangan budidaya sawi di Indonesia
ditunjukkan oleh keunggulan komparatif kondisi tropis Indonesia yang sangat
cocok untuk komoditas ini (Arinong et al., 2008).
Sawi adalah tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daunnya
sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar ataupun diolah. Sawi bukan tanaman
asli Indonesia, menurut asalnya di Asia, karena Indonesia mempunyai kecocokan
terhadap iklim, cuaca dan tanahnya sehingga bisa dikembangkan di Indonesia.
Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari genus Brassica yang dimanfaatkan daun
atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran) baik segar maupun diolah. Sawi
mencakup beberapa spesies Brassica yang kadang-kadang mirip satu sama lain.
Di Indonesia penyebutan sawi biasanya mengacu pada sawi hijau
(Brassica rapa kelompok parachinensis, yang disebut juga sawi bakso, caisim,
atau caisin). Selain itu, terdapat pula sawi putih (Brassica
rapa kelompok pekinensis, disebut juga petsai) yang biasa dibuat sup atau diolah
menjadi asinan. Jenis lain yang kadang-kadang disebut sebagai sawi hijau
adalah sesawi sayur (untuk membedakannya dengan caisim). Kailan (Brassica
oleracea kelompok alboglabra) adalah sejenis sayuran daun lain yang agak
berbeda, karena daunnya lebih tebal dan lebih cocok menjadi bahan campuran mi
goreng. Sawi sendok (pakcoy atau bok choy) merupakan jenis sayuran daun
kerabat sawi yang mulai dikenal pula dalam dunia boga Indonesia. Sawi (Brassica
juncea L.) merupakan tanaman semusim dan tergolong marga Brassica. Tanaman
sawi yang dimanfaatkan adalah daun atau bunganya sebagai bahan pangan
(sayuran), baik segar maupun diolah.
Klasifikasi dari tanaman sawi yaitu sebagai berikut: Divisi:
Spermatophyta; Subdivisi: Angiospermae; Kelas: Dicotyledonae; Ordo:
Rhoeadales (Brassicales); Famili: Cruciferae (Brassicaceae); Genus: Brassica;
Spesies: Brassica juncea L. (Astawan, 2008). Tanaman sawi hijau berakar serabut
yang tumbuh dan berkembang secara menyebar kesemua arah di sekitar
permukaan tanah, perakarannya sangat dangkal pada kedalaman sekitar 5 cm.
Tanaman sawi hijau tidak memiliki akar tunggang. Perakaran tanaman sawi hijau
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang gembur, subur, tanah
mudah menyerap air, dan kedalaman tanah cukup dalam (Cahyono, 2003).
Batang sawi pendek sekali dan beruas-ruas, sehingga hampir tidak
kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun
(Rukmana, 2007). Sawi berdaun lonjong, halus, tidak berbulu dan tidak berkrop.
Pada umumnya pola pertumbuhan daunya berserak hingga sukar membentuk krop
(Sunarjono, 2004).
Tanaman sawi umumnya mudah berbunga secara alami, baik di daratan tinggi
maupun dataran rendah. Struktur bunga sawi tersusun dalam tangkai bunga
(Inflorescentia) yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang banyak. Tiap
kuntum bunga terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai daun mahkota
bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari, dan satu buah putik yang
berongga dua (Rukmana, 2007). Penyerbukan bunga sawi dapat berlangsung
dengan bantuan serangga lebah maupun tangan manusia, hasil penyerbukan ini
berbentuk buah yang berisi biji, buah sawi termasuk tipe polong yakni bentuknya
panjang dan berongga, tiap polong berisi 2-8 butir biji. Biji-biji sawi berbentuk
bulat kecil berwarna coklat atau coklat kehitam-hitaman (Supriati & Herliana,
2010).
Tanaman sawi merupakan salah satu tanaman yang toleran terhadap kondisi
kelembapan tanah, baik yang berada dibawah kapasitas lapang maupun sedikit
melebihi kapasitas lapang. Penentuan tingkat kebutuhan air yang tepat, akan
sangat membantu meningkatkan efisiensi air sehingga produksi sawi dapat
meningkat. Sawi menginginkan tanah yang gembur dan kaya bahan organik,
banyak mengandung humus, dan subur. Daerah yang cocok untuk pertumbuhan
sawi tanaman sawi adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai 1,200 meter dpl.
Namun biasanya tanaman ini di budidayakan di daerah yang berketinggian 100-
500 meter dpl. Sebagian besar daerah-daerah Indonesia memenuhi syarat
ketinggian tersebut (Haryanto et al, 1995).
Tanaman dapat melakukan fotosintesis dengan baik memerlukan energi
yang cukup. Cahaya matahari merupakan sumber energi yang diperlikan tanaman
untuk proses fotosintesis. Energi kinetik matahari yang optimal yang diperlukan
tanaman untuk pertumbuhan dan produksi berkisar antara 350-400 cal/cm2
setiaphari. Sawi memerlukan cahaya matahari tinggi (Cahyono, 2003). Kondisi
iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhan tanamam sawi adalah daerah yang
mempunyai suhu malam hari 15,60C dan siang harinya 21,10C serta penyinaran
matahari antara 10-13 jam per hari. Meskipun demikian, beberapa varietas sawi
yang tahan terhadap suhu panas, dapat tumbuh dan beproduksi dengan baik di
daerah yang suhunya diantara 270C-320C (Rukmana, 2007).
Pada umumnya, pemanfaatan bawang merah hanya pada umbinya,
sedangkan kulitnya tidak dimanfaatkan (Arung et al., 2011), karena masyarakat
sering menganggap kulit bawang merah sebagai limbah atau sampah yang belum
bisa dimanfaatkan (Rahayu et al., 2015). Kulit bawang merah banyak
mengandung senyawa kimia, seperti flavonoid, saponin, tanin, glikosida dan
steroida atau triterpenoid (Manullang, 2010). Selain itu, zat pengatur tumbuh yang
terkandung dalam kulit bawang merah memiliki peran yang mirip dengan Indole
Acetic Acid (IAA). Indole Acetic Acid adalah auksin paling aktif di berbagai
tanaman dan berperan penting dalam mendorong pertumbuhan yang optimal. Zat
pengatur tumbuh sangat dibutuhkan oleh tanaman, karena tanpa adanya zat
pengatur tumbuh pertumbuhan tidak akan terjadi meskipun unsur hara memadai.
Kulit bawang merah juga mengandung asam absisat (ABA), giberelin (GA) dan
sitokinin, serta zat atau senyawa yang membunuh hama ulat dan mempercepat
pertumbuhan akar (Fadhil et al., 2018).
Mengingat manfaat dari pupuk organik cair,maka peneliti tertarik untuk
melakukan dengan judul “ limbah kulit bawang merah dan sabut kelapa
sebagai pupuk untuk meningkatkan produksi tanaman sawi hijau (Brassica
juncea L).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang di kemukakan, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada manfaat limbah kulit
bawang merah dan sabut kelapa sebagai pupuk produksi tanaman sawi hijau.

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui pertumbuhan dan manfaat produksi tanaman sawi hijau
ketika di beri pupuk limbah kulit bawang merah dan sabut kelapa.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat Untuk mengetahui manfaat limbah kulit bawang
merah dan sabut kelapa sebagai pupuk untuk meningkatkan produksi tanaman
sawi hijau.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Sawi Hijau

Sawi Hijau ( Sawi bunga )

Sawi (Brassica juncea L.) merupakan tanaman semusim dan tergolong


marga Brassica. Tanaman sawi yang dimanfaatkan adalah daun atau bunganya
sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar maupun diolah. Klasifikasi dari
tanaman sawi yaitu sebagai berikut: Divisi: Spermatophyta; Subdivisi:
Angiospermae; Kelas: Dicotyledonae; Ordo: Rhoeadales (Brassicales); Famili:
Cruciferae (Brassicaceae); Genus: Brassica; Spesies: Brassica juncea L. (Astawan,
2008).
Tanaman sawi hijau berakar serabut yang tumbuh dan berkembang secara
menyebar kesemua arah di sekitar permukaan tanah, perakarannya sangat dangkal
pada kedalaman sekitar 5 cm. Tanaman sawi hijau tidak memiliki akar tunggang.
Perakaran tanaman sawi hijau dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada
tanah yang gembur, subur, tanah mudah menyerap air, dan kedalaman tanah
cukup dalam (Cahyono, 2003).
Batang sawi pendek sekali dan beruas-ruas, sehingga hampir tidak
kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun
(Rukmana, 2007). Sawi berdaun lonjong, halus, tidak berbulu dan tidak berkrop.
Pada umumnya pola pertumbuhan daunya berserak hingga sukar membentuk krop
(Sunarjono, 2004).
Tanaman sawi umumnya mudah berbunga secara alami, baik di daratan
tinggi maupun dataran rendah. Struktur bunga sawi tersusun dalam tangkai bunga
(Inflorescentia) yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang banyak. Tiap
kuntum bunga terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai daun mahkota
bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari, dan satu buah putik yang
berongga dua (Rukmana, 2007).
Penyerbukan bunga sawi dapat berlangsung dengan bantuan serangga
lebah maupun tangan manusia, hasil penyerbukan ini berbentuk buah yang berisi
biji, buah sawi termasuk tipe polong yakni bentuknya panjang dan berongga, tiap
polong berisi 2-8 butir biji. Biji-biji sawi berbentuk bulat kecil berwarna coklat
atau coklat kehitam-hitaman (Supriati & Herliana, 2010).

Klasifikasi dari tanaman sawi yaitu sebagai berikut:


Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rhoeadales (Brassicales)
Famili : Cruciferae (Brassicaceae)
Genus : Brassica
Spesies : Brassica juncea L.
Tanaman sawi merupakan salah satu tanaman yang toleran terhadap
kondisi kelembaban tanah, baik yang berada dibawah kapasitas lapang maupun
sedikit melebihi kapasitas lapang. Penentuan tingkat kebutuhan air yang tepat,
akan sangat membantu meningkatkan efisiensi air sehingga produksi sawi dapat
meningkat. Sawi menginginkan tanah yang gembur dan kaya bahan organik,
banyak mengandung humus, dan subur.
Tanah yang cocok untuk ditanamisawi adalah tanh yang gembur, banyak
mengandung humus, subur serta pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman
(pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhanya adalah antara pH 6-7 (Haryanto,
et al., 1995). Sawi dapat di tanam pada berbagai jenis tanah, namun paling baik
adalah jenis tanah lempung berpasir seperti andosol. Pada tanah-tanah yang
mengandung liat perlu pengolahan secara sempurna, antara lain pengolahan tanah
yang cukup dalam, penambahan pasir dan pupuk organik dalam jumlah (dosis)
tinggi (Rukmana, 2007).
Sifat biologis tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah
tanah yang banyak mengandung bahan organik (humus) dan bermacam-macam
unsur hara yang berguna untuk pertumbuhan tanaman, serta pada tanah terdapat
jasad renik tanah atau organisme tanah pengurai bahan organik sehingga dengan
demikian sifat biologis tanah yang baik akan meningkatkan pertumbuhan tanaman
(Cahyono, 2003).
Daerah yang cocok untuk pertumbuhan sawi tanaman sawi adalah mulai
dari ketinggian 5 meter sampai 1,200 meter dpl. Namun biasanya tanaman ini di
budidayakan di daerah yang berketinggian 100-500 meter dpl. Sebagian besar
daerah-daerah Indonesia memenuhi syarat ketinggian tersebut (Haryanto et al,
1995). Tanaman dapat melakukan fotosintesis dengan baik memerlukan energi
yang cukup. Cahaya matahari merupakan sumber energi yang diperlikan tanaman
untuk proses fotosintesis.
Energi kinetik matahari yang optimal yang diperlukan tanaman untuk
pertumbuhan dan produksi berkisar antara 350-400 cal/cm2 setiaphari. Sawi
memerlukan cahaya matahari tinggi (Cahyono, 2003). Kondisi iklim yang
dikehendaki untuk pertumbuhan tanamam sawi adalah daerah yang mempunyai
suhu malam hari 15,60C dan siang harinya 21,10C serta penyinaran matahari
antara 10-13 jam per hari. Meskipun demikian, beberapa varietas sawi yang tahan
terhadap suhu panas, dapat tumbuh dan beproduksi dengan baik di daerah yang
suhunya diantara 270C-320C (Rukmana, 2007).

2.2 Syarat Tumbuh


Kondisi lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman sawi hijau
(Brassica juncae L) dapat memberikan hasil panen yang tinggi. Sehingga dengan
demikian untuk menunjang usaha tani sawi hijau yang berhasil, lokasi usaha tani
harus memiliki kondisi lingkungan yang sesuai seperti yang di kehendaki
tanaman. Sebab, kecocokan keadaan lingkungan (iklim dan tanah) sangat
menunjang produktivitas tanaman berproduksi. Hingga dewasa ini masih banyak
di jumpai petani mengalami kegagalan panen atau memperoleh kuntungan yang
rendah karena kurang memperhatikan keadaan lingkungan lokasi penanaman
(Yudharta, 2010).
Tanaman sawi hijau (Brassica juncae L) dapat tumbuh baik di tempat
yang berhawa panas maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari
dataran rendah maupun dataran tinggi. Meskipun demikian pada kenyataannya
hasil yang diperoleh lebih baik di dataran tinggi. Daerah penanaman yang cocok
adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan 1.200 meter di atas
permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai
ketinggian 100 meter sampai 500 meter dpl. Tanaman sawi tahan terhadap air
hujan, sehingga dapat di tanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau yang perlu
diperhatikan adalah penyiraman secara teratur.
Berhubung dalam pertumbuhannya tanaman ini membutuhkan hawa yang
sejuk. Lebih cepat tumbuh apabila ditanam dalam suasana lembab. Akan tetapi
tanaman ini juga tidak senang pada air yang menggenang. Dengan demikian,
tanaman ini cocok bila di tanam pada akhir musim penghujan. Tanah yang cocok
untuk ditanami sawi adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur,
serta pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimum
untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6 sampai pH 7 (Margiyanto, 2010).

2.3 Pengolahan Tanah


Pengolahan tanah secara umum melakukan penggemburan dan pembuatan
bedengan. Tahap-tahap penggemburan yaitu pencangkulan untuk
memperbaiki struktur tanah dan sirkulasi udara dan pemberian pupuk dasar untuk
memperbaiki fisik serta kimia tanah yang akan menambah kesuburan lahan yang
akan kita gunakan. Tanah yang hendak digemburkan harus dibersihkan dari
bebatuan, rerumputan, semak atau pepohonan yang tumbuh dan bebas dari daerah
ternaungi, karena tanaman sawi suka pada cahaya matahari secara langsung.
Sedangkan kedalaman tanah yang dicangkul sedalam 20 sampai 40 cm.
Pemberian pupuk organik sangat baik untuk dan bedengan siap tanam.
Penyiapan tanah. Sebagai contoh pemberian pupuk kandang yang baik yaitu 10
ton/ha. Pupuk kandang diberikan saat penggemburan agar cepat merata dan
bercampur dengan tanah yang akan kita gunakan. Bila daerah yang mempunyai
pH terlalu rendah (asam) sebaiknya dilakukan pengapuran. Pengapuran ini
bertujuanuntuk menaikkan derajad keasam tanah, pengapuran ini dilakukan jauh-
jauh sebelum penanaman benih, yaitu kira-kira 2 sampai 4minggu sebelumnya.
Sehingga waktu yang baik dalam melakukan penggemburan tanah yaitu 2 – 4
minggu sebelum lahan hendak ditanam. Jenis kapur yang digunakan adalah kapur
kalsit (CaCO3) atau dolomit (Haryanto, 1995).

2.4 Pembenihan
Salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya sawi hijau adalah faktor
pembenihan, karena benih yang baik dapat menghasilkan tanaman yang memiliki
pertumbuhan bagus. Untuk setiap hektar lahan tanam, dibutuhkan benih sawi
sebanyak 750 gram. Pada umumnya benih sawi yang baik memiliki bentuk bulat,
kecil, warna kulit coklat kehitaman, agak keras, dan permukaannya licin
mengkilap. Benih sawi yang akan digunakan untuk bercocok tanam harus
memiliki kualitas yang baik. Jika benih tersebut didapat dari membeli, maka saat
membeli harus diperhatikan lamanya penyimpanan, kadar air, varietas, suhu dan
tempat untuk menyimpan.
Perhatikan dan pastikan bahwa kemasan benih tersebut dalam kondisi utuh
dan kemasan berbahan alumunium foil. Jika benih yang digunakan didapat dari
hasil penanaman, hal-hal yang harus diperhatikan adalah yang terkait dengan
kualitas benih tersebut, misalnya tanaman yang bijinya akan diambil untuk
dijadikan benih harus berumur sekurang-kurangnya 70 hari. Tanaman sawi yang
akan dibuat benih harus terpisah dari tanaman sawi lainnya. Perhatikan pula
proses yang lain yang akan dilakukan, seperti proses penganginan, tempat untuk
menyimpan dan pastikan benih yang akan ditanam tersebut tidak lebih dari 3
tahun di tempat penyimpanan (Suprijadi, 2009).

2.5 Pemeliharaan
Pemeliharaan merupakan hal yang penting. Sehingga akan sangat
berpengaruh terhadap hasil yang akan didapat. Pertama-tama yang perlu
diperhatikan adalah penyiraman, penyiraman ini tergantung pada musim, bila
musim penghujan dirasa berlebih maka kita perlu melakukan pengurangan air
yang ada, tetapi sebaliknya bila musim kemarau tiba kita harus menambah air
demi kecukupan tanaman sawi yang kita tanam. Bila tidak terlalu panas
penyiraman dilakukan sehari cukup sekali sore atau pagi hari. Tahap selanjutnya
yaitu penjarangan, penjarangan dilakukan 2 minggu setelah penanaman.
Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat.
Selanjutnya tahap yang dilakukan adalah penyulaman, penyulaman ialah tindakan
penggantian tanaman ini dengan tanaman baru. Caranya sangat mudah yaitu
tanaman yang mati atau terserang hama dan penyakit diganti dengan tanaman
yang baru. Penyiangan biasanya dilakukan 2-4 kali selama masa pertanaman
sawi, disesuaikan dengan kondisi keberadaan gulma pada bedeng penanaman
(Kloppenburg, 2008).
Biasanya penyiangan dilakukan 1 atau 2 minggu setelah penanaman.
Apabila perlu dilakukan penggemburan dan pengguludan bersamaan dengan
penyiangan. Pemupukan tambahan diberikan setelah 3 minggu tanam, yaitu
dengan urea 50 kg/ha. Dapat juga dengan satu sendok teh sekitar 25 gram
dilarutkan dalam 25 liter air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan (Kloppenburg,
2008).

2.6 Panen dan pasca panen


Umur panen sawi kurang lebih 40 hari, cara panen sawi ada dua macam
yaitu pertama mencabut seluruh tanaman beserta akarnya dan kedua dengan
memotong bagian pangkal batang yang berada diatas tanah dengan pisau tajam.
Paska panen pada sawi yang perlu diperhatiakan adalah pencucian dan
pembuangan kotoran seperti tanah yang menempel pada sawi dengan air mengalir,
sortasi yaitu dengan memilih tanaman sawi yang baik secara fisik dengan
memisahkan tanaman sawi yang rusak, pengemasan pada tanaman sawi
pengemasan yang dilakukan yaitu dengan mengikat batang sawi dengan
menggunakan tali, dan pengolahan tanaman sawi yang telah dikemas siap untuk
dipasarkan dan dapat di masak untuk dikonsumsi(Anonim, 2008)
BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat penelitian


Penelitian ini di laksanakan di Aek Tapa, Kecamatan Bila Hulu Kabupaten
Labuhanbatu, waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan November
2023 sampai dengan selesai.

3.2 Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pot tray semai, benih
sawi hijau, sabut kelapa, kulit bawang merah.
Adapun alat yang digunakan cangkul, gembor, polibaq.

3.3 Metode Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok
dengan 3 ulangan.
P0 = Tanpa perlakuan
P1 = Dosis 5 ML
P2 = Dosis 10 ML

Anda mungkin juga menyukai