Anda di halaman 1dari 42

PROPOSAL

KULIAH LAPANG PERTANIAN TERPADU


“PERTANIAN TERPADU (INTEGRATED FARMING)”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 8

FAKULTAS AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2018
DAFTAR NAMA KELOMPOK

a. Program Studi Peternakan


a. Kusnadi (16021057)
b. Anggit Bayu Krisnanda (16021058)
c. M. Luthfiawan (16021063)
d. Retno Wulandari (16021064)

b. Program Studi Agroteknologi


a. Tedi Sandyka Putra (16011057)
b. Yuni Astuti Tambun (16011058)
c. Titah Hananingtyas (16011059)
d. Kris Winarsih A (16011060)
e. Leti Ristianty (16011061)
f. Rio Amanda Siregar (16011062)

c. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian


a. Nanda Febi Fitalia. (16031039)
b. Raka Ardi Kurniawan (16031047)
STRUKTUR ORGANISASI

Ketua
Raka Ardi K.

Bendahara
Sekretaris
Kris Winarsih A
Retno Wulandari
Yuni Astuti Tambun
Titah Hananingtyas

Koor Agroteknologi Koor THP


Koor Peternakan
Tedi Sandyka Putra Nanda Febi F.
Kusnadi

1. M. Lutfiawan 1. Leti Ristianty 1. Raka Ardi K.


2. Anggit Bayu 2. Rio Amanda
Krisnanda Siregar
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi
energi sehingga dapat dipanen secara seimbang. Pertanian melibatkan makhluk
hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan
itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Dengan pertanian terpadu
ada pengikatan bahan organik di dalam tanah dan penyerapan karbon lebih rendah
dibanding pertanian konvensional yang pakai pupuk nitrogen dan sebagainya.
Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka
sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan.
Pertanian terpadu berarti memadukan produksi (output) dan input dalam
sistem pertanian, meliputi perpaduan pertanian, peternakan, dan industri pertanian.
Sistem pertanian terpadu selain dapat meningkatkan usaha peternakan juga dapat
menunjang pola pertanian organik. Kotoran sapi merupakan bahan yang mampu
memberikan suplai nitrogen yang cukup tinggi bagi tanaman, hal ini disebabkan
oleh tingginya kadar nitrogen yang terdapat didalamnya selain itu kotoran sapi
juga dapat dijadikan sebagai media yang baik bagi tumbuhnya bakteri metana
dengan penambahan limbah organik.
Kotoran ternak sapi merupakan sumber pupuk organik bagi tanaman
hortikultura dan tidak memerlukan biaya besar untuk di gunakan. Hutabarat (2002)
kotoran sapi dapat mengurangi biaya pengadaan pupuk yang sekaligus dapat
mengurangi biaya produksi di samping menjaga kelestarian bahan organik,
sehingga dapat meningkatkan pendapatan.
Sesuai dengan kurikulum Fakultas Agroindustri Universitas Mercu Buana
Yogyakarta, seorang mahasiswa yang sedang menempuh mata kuliah umum wajib
KLPT (Kuliah Lapang Pertanian Terpadu). Dimana mahasiswa diharapkan dari
masing-masing jurusan (prodi) agar dapat memadukan dalam analisis usaha
sebagai suatu acuan untuk memperoleh pemahaman yang optimal dalam berbagai
kegiatan individu menjadi terpadu.
Sistem pertanian terpadu (Integrated Farming System) merupakan
komponen yang sangat penting dan sentral di dalam konsep ecovillage. Karena di
dalam sistem pertanian terpadu praktek pertanian yang ramah lingkungan sangat
dikedepankan. Salah satu syarat dalam pelaksanaan pertanian terpadu adalah harus
secara ekologi dapat diterima dan meminimumkan limbah (zero waste). Sistem
pertanian terpadu merupakan integrasi antara tanaman dan ternak yaitu dengan
perpaduan dari kegiatan peternakan dan pertanian. Penerapan prinsip zero waste
ini karena limbah peternakan nantinya akan menjadi pupuk, dan limbah pertanian
dapat menjadi pakan ternak. Integrasi antara ternak dan tanaman dapat
meningkatkan keuntungan dari segi ekonomi selain itu dapat memperbaiki kondisi
kesuburan tanah.
Keterpaduan ini dapat diimplementasikan pada tanaman sawi yang diberikan
suplai nutrisi dari kotoran sapi sehingga mampu meningkatkan kesuburan
tanaman. Sayuran termasuk komoditas nabati yang mengandung zat-zat gizi yang
diperlukan oleh tubuh. Namun, banyak komoditas sayuran apabila telah melalui
proses pengolahan maka menjadi tidak dapat bertahan lama. Upaya untuk
memperpanjang masa konsumsi sayuran sangat diperlukan dalam usaha
penganekaragaman pangan dan untuk meningkatkan nilai jual. Sehingga
diperlukan pengolahan lanjutan terhadap komoditas tersebut.

B. Tujuan
Tujuan dalam kegiatan pertanian terpadu ini :
Untuk mengembangkan sistem pertanian terpadu dalam meningkatkan sumber daya
alam dan kelestarian lingkungan serta pendapatan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Budidaya Caisim
Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung
(Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae (kubis-
kubisan). Tanaman ini bukan asli tanaman Indonesia, melainkan berasal dari
daerah Mediterania. Caisim mempunyai sifat menyerbuk silang bahkan sulit
menyerbuk sendiri. Sulitnya penyerbukan sendiri disebabkan caisim mempunyai
sifat Self incompatible, artinya bunga jantan dan bunga betina pada tanaman
caisim tidak mekar secara bersamaan sehingga caisim sulit untuk menyerbuk
sendiri.
Sawi bukan tanaman asli Indonesia, menurut asalnya di Asia. Karena
Indonesia mempunyai kecocokan terhadap iklim, cuaca dan tanahnya sehingga
dikembangkan di Indonesia ini. Tanaman sawi dapat tumbuh baik di tempat yang
berhawa panas maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran
rendah maupun dataran tinggi. Meskipun demikian pada kenyataannya hasil yang
diperoleh lebih baik di dataran tinggi (Haryanto dkk, 2003).
Caisim (Brassica juncea L.) merupakan tanaman semusim, berbatang
pendek hingga hampir tidak terlihat. Daun Caisim berbentuk bulat panjang serta
berbulu halus dan tajam, urat daun utama lebar dan berwarna putih. Daun caisim
ketika masak bersifat lunak, sedangkan yang mentah rasanya agak pedas. Pola
pertumbuhan daun mirip tanaman kubis, daun yang muncul terlebih dahulu
menutup daun yang tumbuh kemudian hingga membentuk krop bulat panjang yang
berwarna putih. Susunan dan warna bunga seperti kubis (Sunarjono, 2004 dalam
Fahrudin, 2009). Saparinto dan Setyaningrum (2014) mengatakan bahwa sawi
hijau (caisim) merupakan tanaman semusim, memiliki rasa pahit, serta batangnya
pendek dan tegap. Tanaman ini memiliki akar tunggang dengan akar samping yang
banyak, tetapi dangkal. Daunnya lebar berwarna hijau tua, bertangkai pipih kecil,
dan berbulu halus. Bunganya kecil berwarna kuning pucat. Bijinya kecil berwarna
hitam kecoklatan.
Klasifikasi tanaman caisim :
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Super-divisio : Spermatophyta
Kelas : Magnoliophyta
Sub-kelas : Dilleniidae
Ordo : Capparales
Familia : Brassicaceae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica juncea L. Czern.
Tanaman sawi hijau (caisim) memiliki kandungan vitamin A, vitamin B,
serta sedikit vitamin C. Biasanya daun sawi dimanfaatkan sebagai sayur, asinan,
dicampurkan pada kuah bakso, mie ayam, serta dicampurkan untuk campuran
masakan lainnya (Saparinto dan Setyaningrum, 2014).
Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai
dengan 1.200 meter di atas permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan pada
daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500 meter dpl. Tanaman
sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam sepanjang tahun. Pada
musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman secara teratur.
Berhubung dalam pertumbuhannya tanaman ini membutuhkan hawa yang sejuk.
lebih cepat tumbuh apabila ditanam dalam suasana lembab. Akan tetapi tanaman
ini juga tidak senang pada air yang menggenang. Dengan demikian, tanaman ini
cocok bila di tanam pada akhir musim penghujan. Tanah yang cocok untuk
ditanami sawi adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta
pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk
pertumbuhannya adalah antara pH 6 sampai pH 7 (Haryanto dkk, 2003).
Sawi hijau (caisim) merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada dataran
rendah maupun dataran tinggi. Pada umumnya, sawi hijau (caisim) dapat tumbuh
baik di tanah yang subur, kaya humus, serta drainase tanahnya baik. Keasaman
atau pH tanah yang dibutuhkan adalah 6-7. Waktu tanam yang baik adalah pada
akhir musim hujan. Namun, sawi hijau (caisim) dapat pula ditanam pada musim
kemarau asalkan tersedia cukup air (Saparinto dan Setyaningrum, 2014).
Keberhasilan pengelolaan suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan dan kemampuan tanaman dalam memanfaatkan sumber daya
lingkungan tumbuh tanaman. Melalui pengaturan jarak tanam yang tepat tingkat
persaingan antar maupun inter tanaman dapat ditekan serendah mungkin.
Persaingan intensif antar tanaman mengakibatkan terjadinya perubahan morfologi
pada tanaman, seperti jumlah organ tanaman yang terbentuk berkurang sehingga
berdampak kurang baik terhadap perkembangan dan hasil tanaman (Harjadi, 1996
dalam Himma 2011).
B. Pupuk kandang (kotoran sapi)
1. Pupuk Organik Padat
Pada umumnya untuk meningkatkan produksi tanaman hortikultura
memerlukan bahan organik dengan dosis tinggi. Zubaidah dan Kari (1997)
menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil kentang yang tinggi membutuhkan
pupuk kandang sebesar 20 - 30 t ha-1. Menurut Pujiharti dkk. (1997) pemberian
pupuk kandang dapat meningkatkan produksi secara nyata pada bawang merah
dengan dosis 10-30 t ha-1 buncis dengan dosis pupuk kandang 5 t ha-1.
Pemberian pupuk kandang juga dapat meningkatkan produksi tanaman padi
dan palawija. Basa dkk. (1991) melaporkan bahwa pemberian bahan organik
berupa pupuk kandang atau pupuk hijau sebanyak 10 t ha-1 th meningkatkan hasil
padi gogo, jugung dan kedelai secara nyata pada tanah Podsolik Merah Kuning
(Ultisol) di Lampung. Wigati dkk. (2006) mendapatkan bahwa pada tanah berpasir
pemberian pupuk kandang pada takaran 20 t ha-1 memberikan hasil kacang
tunggak yang lebih baik dibanding takaran 10 t ha-1 dan 30 t ha-1.
Pupuk kandang merupakan kotoran padat dan cair dari hewan ternak baik
ternak ruminansia ataupun ternak unggas. Sebenarnya, keunggulan pupuk kandang
tidak terletak pada kandungan unsur hara karena sesungguhnya pupukkandang
memiliki kandungan hara yang rendah. Kelebihannya adalah pupuk kandang dapat
meningkatkan humus, memperbaiki struktur tanah, dan meningkatkan kehidupan
mikroorganisme pengurai (Zulkarnain, 2009).
Pupuk kandang ini sebaiknya dipergunakan setelah mengalami penyimpanan
yang cukup lama, paling tidak sekitar 3 bulan. Pupuk kandang yang masih baru
bisa menghanguskan tanaman sebab kandungan unsur hara nitrogennya yang
berasal dari urin ternak masih cukup tinggi. Selain itu zat organis yang ada di
dalam pupuk yang masih baru tersebut belum seluruhnya terurai oleh bakteri
sehingga tidak bisa langsung diserap akar tanaman, kotoran ternak yang bagus
bentuk dan warnanya mirip dengan kompos dan juga tidak berbau. Pupuk kandang
selain mengandung unsur-unsur zat hara serta mineral juga bisa memperbaiki
struktur tanah seperti halnya pupuk kompos (Rahardi et al., 1995).
Sebagian besar kotoran hewan dapat digunakan untuk pupuk setelah
mengalami pengomposan yang matang, yaitu bila secara fisik (warna, rupa, tekstur
dan kadar air) tidak serupa dengan bahan aslinya, secara kimia memiliki
kandungan bahan organik: 60-70%, N: 2%, P2O5: 1%, K2O: 1%. Jenis kotoran
hewan yang umum digunakan adalah kotoran sapi, kerbau, kelinci, ayam, dan
kambing. Tidak ada bukti yang signifikan mengenai keunggulan masing-masing
jenis kotoran hewan, tetapi secara umum kotoran sapi banyak digunakan sebagai
pupuk kandang karena ketersediaannya lebih banyak dibandingkan kotoran hewan
lain (Setiawan, 1998).
Urine sapi merupakan kotoran yang dikeluarkan dari proses pencernaan sapi
dalam bentuk cairan. Urin sapi merupakan komoditi yang berharga karena urine
sapi mengandung unsur Nitogen yang tinggi yang berguna untuk menyuburkan
tanah. Banyak penelitian yang telah dilakukan terhadap urin sapi, diantaranya
adalah Refliaty (2001) melaporkan bahwa urin sapi mengandung zat perangsang
tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh diantaranya adalah IAA.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa urin sapi juga memberikan pengaruh positif
terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman jagung. Karena baunya yang khas, urin
ternak juga dapat mencegah datangnya berbagai hama tanaman sehingga urin sapi
juga dapat berfungsi sebagai pengendalian hama tanaman (Sulityawati, 2005).
Menurut Putro (2007) bau khas dari feses disebabkan oleh aktivitas bakteri.
Bakteri menghasilkan senyawa seperti indole, skatole, dan thiol (senyawa yang
mengandung belerang), dan juga gas hidrogen sulfida. Feses hewan dapat
digunakan sebagai pupuk kandang dan sebagai sumber bahan bakar yang disebut
bio gas. Iwan (2002) menyatakan bahwa pengolahan kotoran sapi yang
mempunyai kandungan N, P dan K yang tinggi sebagai pupuk kompos dapat
mensuplai unsur hara yang dibutuhkan tanah dan memperbaiki struktur tanah
menjadi lebih baik.
2. Pupuk Organik Cair
Salah satu cara untuk meningkatkan produksinya dengan penambahan
pupuk organik ke dalam tanah dan penggunaan varietas yang berdaya hasil tinggi.
Bentuk pupuk organik cair yang berupa cairan dapat mempermudah tanaman
dalam menyerap unsur-unsur hara yang terkandung di dalamnya dibandingkan
dengan pupuk lainnya yang berbentuk padat. Pupuk cair lebih mudah
dimanfaatkan tanaman karena unsur-unsur didalamnya mudah terurai sehingga
manfaatnya lebih cepat terlihat. Urin kelinci dapat dijadikan sebagai pupuk
organik cair yang bermanfaat bagi tanaman sawi hijuan.
Pupuk urin dari hewan ternak bermacam-macam, salah satunya adalah urin
kelinci. Kelinci dapat menghasilkan feses atau kotoran dan urin dalam jumlah
yang cukup banyak namun tidak banyak digunakan oleh para peternak kelinci.
Feses dan urin kelinci lebih baik diolah menjadi pupuk organik daripada terbuang
percuma. Penggunaan urin kelinci sebagai pupuk organik cair selain bermanfat
untuk meningkatkan kesuburan tanah, juga dapat mengurangi biaya yang harus
dikeluarkan dalam kegiatan usahatani bahkan dapat menambah pendapatan
peternak (Priyatna, 2011).
Pupuk organik cair yang berasal dari urin kelinci mempunyai kandungan
unsur hara yang cukup tinggi yaitu N 4%; P2O5 2,8%; dan K2O 1,2% relatif lebih
tinggi daripada kandungan unsur hara pada sapi ( N 1,21%; P2O5 0,65%; K2O
1,6%) dan kambing ( N 1,47%; P2O5 0,05%; K2O 1,96%) (Balittanah, 2006).
Pupuk kelinci memiliki kandungan bahan organik C/N : (10–12%) dan pH 6,47–
7,52 (Sajimin, 2003). Manfaat pupuk organik dari urin kelinci yaitu membantu
meningkatkan kesuburan tanah serta meningkatkan produktivitas tanaman
(Priyatna, 2011).

C. Mie basah
Mie merupakan produk makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. Definisi mie menurut SII adalah produk makanan yang dibuat dari
tepung gandum atau tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan
lain dan bahan tambahan makanan yang diijinkan, bentuk khas mie dan siap
dihidangkan setelah dimasak (Anonim, 2005e).
Menurut Anonim (2005e), pembuatan mie dalam perkembangan produk
mie dan teknologi pembuatannya tidak lagi terbatas hanya dari bahan mentah
utama terigu saja, sehingga mie dapat dikelompokan menjadi beberapa macam
berdasarkan bahan utamanya, yaitu:
1. Mie yang terbuat dari tepung terigu
2. Bihun yang terbentuk dari tepung beras
3. So’un (fensi) yang terbuat dari pati kacang hijau
4. Shomein yang terbuat dari tepung terigu dan tepung beras
Berdasarkan kondisi sebelum dikonsumsi, mie dapat digolongkan dalam
beberapa kelompok yaitu mie basah, mie kering, mie rebus, mie kukus dan mie
instant (Anonim, 2005e).
Menurut Astawan (1999), mie basah adalah jenis mie yang mengalami
proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar air
mencapai 52 % sehingga daya tahan simpannya relatif singkat yaitu 40 jam
Bahan pangan yang disimpan akan mengalami kerusakan, adapun
kerusakan pada mie basah akan ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: berbintik
putih atau hitam karena tumbuh kapang, berlendir pada permukaan mie, berbau
asam dan berwarna lebih gelap. Mie basah akan menjadi lebih awet apabila
dikeringkan dengan cara oven (Anonim, 2005e).
Menurut Anonim (2005e), kualitas mie basah sangat bervariasi karena
perbedaan bahan pengawet dan proses pembuatannya. Mie basah adalah mie
mentah yang sebelumnya dipasarkan mengalami perebusan dalam air mendidih
lebih dahulu.
Pembuatan mie basah secara tradisional dapat dilakukan dengan bahan
utama tepung terigu dan bahan pembantu seperti air, telur pewarna dan bahan
tambahan pangan.

Mie basah yang baik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :


1. Berwarna putih atau kuning
2. Tekstur agak kenyal
3. Tidak mudah putus (Anonim, 2005e)

Menurut Astawan, (1999), mie basah yang baik adalah mie yang secara
kimiawi mempunyai nilai kimia yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
oleh Departemen Perindustrian melalui SII 2046-90. Persyaratan tersebut data
dilihat pada (Tabel 1).
Tabel 1. Syarat Mutu Mie Basah (SII 2046-90) .

Sumber : Astawan, (1999)


Pembuatan mie meliputi tahap-tahap pencampuran, didiamkan bertujuan agar
adonan mengembang, pembentukan lembaran, pemotongan atau pencetakan dan
pemasakan. Pencampuran bertujuan untuk pembentukan gluten dan distribusi
bahan
bahan agar homogen. Sebelum pembentukan lembaran, adonan biasanya
diistirahatkan untuk memberi kesempatan penyebaran air dan pembentukan gluten.
Pengistirahatan adonan mie yang lama dari gandum keras akan menurunkan
kekerasan mie. Pembentukan lembaran dengan roll pengepres menyebabkan
pembentukan serat-serat gluten yang halus dan ekstensibel (Anonim, 2003)
III. METODE PELAKSANAAN

A. Alat
Alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah cangkul, gembor, ember,
plastik, pisau, bak semai, pisau masak, kuali, panci, kompor, baskom, spatula,
talenan, sendok, mesin penggilingan mie, dan alat- alat lain yang mendukung
pelaksanaan kegiatan.

B. Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam kegiatan yaitu feses sapi,
Em4,urine kelinci, batang pisang, empon-empon, gula merah, ikan lele, molase,
benih caisim, tepung terigu, arang sekam, vanili, gula pasir, telur, garam, bumbu
dapur dan bahan- bahan lainnya.

C. Cara Kerja
1. Pembuatan pupuk organic padat
2. Pembuatan pupuk organic cair
3. Budidaya tanaman caisim
4. Mie hijau
1. Pembuatan Pupuk Organik Padat

Mencampur kotoran sapi, arang sekam, daun-daunan.

Melarutkan EM4 dan tetes tebu ke dalam ember yang sudah


disediakan, aduk sampai merata.

Menyiramkan EM 4 sambil diaduk hingga campuran bahan organik


basah secara merata(bila dikepal dengan tangan,air tidak menetes dan
bila kepalan dilepas adonan akan mekar/kadar air ± 30%).

Kemudian adonan tadi kita gundukan di atas lantai(kering)kemudian


tutup dengan karung goni atau karung beras selama 3-5 hari

Pada hari kedua dan ketiga kompos biasanya mengeluarkan panas yang
cukup tinggi lagi,sehingga setiap harinya harus dibolak balik
dan.dibiarkan sampai 10 menit samapai panasnya berkurang,kemudian
gundukan ditutup kembali sperti semula. Pada minggu ke 4 kompos sudah
matang dan siap digunakan.
2. Pembuatan Pupuk Organik Cair

Menyiapkan alat dan bahan,

Memotong lele 3Kg, empon – empon ± 0,5 kg, batang pisang 3kg,
gula merah 3kg.

Mencampur semua bahan yang sudah di potong dengan urine kelinci


3liter , dengan ditambah air sedikit dan aduk hingga homogen.

Setelah tercampur tutup rapat secara anerob agar pembusukan nya


sempurna.
Jika sudah 1 minggu dibuka dan sudah bias digunakan
3. Budidaya Tanaman Caisim

Menyiapkan bidang penyemaian dan melakukan penyemaian

Membersihkan lahan dari gulma dan kotoran dan membuat bedeng 10 m2


dan menaburkan pupuk kompos kotoran sapi

Membuat lubang tanam dengan ukuran jarak tanam (20 cm x 20 cm).


pilihlah benih yang baik, dan tanamlah satu benih perlubang kemudian
menutup lubang tanam.

Melakukan penyiraman setelah tanam, dan selanjutnya sesuai kondisi


lahan. Bila tidak terlalu panas penyiraman dilakukan sehari cukup sekali
sore atau pagi hari.

Melakukan penyiangan jika perlu dan melakukan pengendalian bila


terserang hama dan penyakit.

Pemanenan dilakukan pada umur 4-6 minggu.Cara panen dilakukan


secara manual (dicabut) kemudian di cuci untuk menghilangkan
kotoranya
4. Mie Hijau Caisim
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. HASIL
a. POP
NO KETERANGAN HASIL
1 Warna Coklat gelap
2 Bau Tak berbau
3 Ph 5,6
4 Suhu
-Minggu ke 2 26,67oC
-Minggu ke 3 28,88oC
-Minggu ke 4 32oC

b. POC
NO KETERANGAN HASIL
1 Warna Kuning kecoklatan
2 Bau Harum
3 Jamur Tumbuh
4 Tekstur Cairan kental

2. PEMBAHASAN
a. POP
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan selama empat minggu
dapat dilihat bahwa kompos yang dibuat dengan berbagai perlakuan yang
berbeda menghasilkan rupa kompos yang berbeda pula. Hal tersebut terjadi
karena setiap bahan pendukung pembuatan kompos memiliki fungsi dalam
membantu pelapukan bahan-bahan organik menjadi kompos, sehingga jika
salah satu bahan pendukung tersebut dihilangkan maka proses pengomposan
akan berbeda baik dari segi kecepatan maupu keefektivan.
Seperti telah disebutkan pada tinjauan pustaka, ciri-ciri kompos yang
telah matang adalah berwarna hitam, bersuhu rendah dan tidak berbau. Jika
kriteria tersebut digunakan untuk mengamati hasil akhir kompos yang dibuat
maka didapatkan bahwa pada berbagai macam perlakuan, hanya pada
perlakuan 1A dan 1B (bahan penolong lengkap). Hal tersebut dapat dilihat dari
warna gelap yang dimilikinya dan bau yang tidak lagi menyengat serta suhu
yang tidak terlalu berfluktuasi pada dua minggu terakhir.
Seperti telah disebutkan pada tinjauan pustaka, ciri-ciri kompos yang
telah matang adalah berwarna hitam, bersuhu rendah dan tidak berbau. Jika
kriteria tersebut digunakan untuk mengamati hasil akhir kompos yang dibuat
maka didapatkan bahwa pada berbagai macam perlakuan, hanya pada
perlakuan 1A dan 1B (bahan penolong lengkap). Hal tersebut dapat dilihat dari
warna gelap yang dimilikinya dan bau yang tidak lagi menyengat serta suhu
yang tidak terlalu berfluktuasi pada dua minggu terakhir.
Pada perlakuan dengan penambahan pupuk kandang, kompos yang
dihasilkan menghasilkan warna kehitaman, namun setelah empat minggu bau
menyangat pada kompos masih terasa walaupun suhu dua minggu terakhirnya
stabil, yaitu 26,67°C. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan pengomposan
dengan menggunakan bahan tambahan berupa kotoran ternak biasanya
memerlukan waktu relatif lama mengingat C/N rasionya yang tinggi.
Kemungkinan besar dalam kompos tersebut bahan organik dari jerami dan
dedak telah mengompos sempurna semantara pupuk kandangnya belum.
Dalam pembuatan kompos dengan menggunakan pupuk kandang biasanya
dilakukan pencampuran dengan lebih banyak bahan yang ber C/N ratio rendah,
misalnya dedak, agar proses dapat dipercepat.
Sementara itu pada perlakuan tanpa EM4, kompos yang dihasilkan sudah
cukup stabil dimana suhunya tetap selama dua mingggu, yaitu 28,88°C. Akan
tetapi, kompos tersebut juga belum bisa dikatakan matang karena warnanya
yang masih sangat muda dan struktur yang masih utuh, serta bau yang masih
agak mengumbar dari tumpukan kompos tersebut.
Pengamatan pada perlakuan lain, yaitu tanpa penambahan gula,
menghasilkan kompos dengan suhu relatif stabil yaitu 26,67°C selama dua
minggu, namun kompos masih berwarna cokelat muda dan agak berbau. Hal
ini terjadi karena kompos tersebut dibuat dengan menggunakan bioaktivator,
namun bioaktivator tersebut tidak diberi gula sebagai bahan tambahan
makanan sehingga penguraian berlangsung sedikit lambat. Akan tetapi dari
hasil pengamatan dapat dilihat bahwa kompos ini hampir matang.
Pada perlakuan tanpa pemakaian urea, kompos yang dihasilkan juga
sudah hampir matang, dilihat dari warna yang kehitaman dan bau yang tidak
lagi ada. Akan tetapi, suhu pada tumpukan kompos tanpa urea tersebut belum
stabil karena suhu pada 4 MST (32°C), lebih tinggi daripada suhu satu minggu
sebelumnya (26,67°C). Hal ini kemungkinan disebabkan karena
mikroorganisme masih bekerja lambat oleh karena urea yang kurang diberikan
sebagai makanannya sehingga sampai 4MST mikroorganisme masih aktif
bekerja.
Pada perlakuan terakhir, yaitu tanpa penambahan kapur, didapatkan
kompos yang suhu 2 minggu terakhirnya tidak terlalu berfluktuatif dan
warnanya cokelat gelap, akan tetapi baunya masih sangat menyengat. Hal ini
disebabkan karena tidak adanya kapur pada tumpukan kompos menyababkan
pengomposan berlangsung pada suasana yang lebih asam dan cenderung
menghambat aktivitas mikroorganisme pengurainya.
Jadi, berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan
bahwa kekurangan satu jenis bahan penolong dapat menyebabkan proses
pengomposan berjalan lebih lambat karena masing-masing bahan penolong
dalam proses pengomposan bekerjasama dalam mempercepat proses tersebut,
baik secara biologis maupun dengan mengendalikan lingkungannya. Kompos
yang paling baik dalam praktikum ini adalah pada perlakuan dengan bahan
penolong lengkap, sementara pada perlakuan yang lain selalu terdapat
sekurang-kurangnya satu indikator yang menunjukkan kompos tersebut belum
benar-benar matang, seperti warna yang masih muda, suhu yang berfluktuatif
atau bau yang masih menyengat.
Dalam pembuatan kompos dapat di temukan mangfaat em4 dapat
meningkatkan unsur hara yang di kandunganya. Dengan tambahan bakteri
fermentor waktu pembuatan kompos juga lebih cepat. Sedangkan untuk
mangfaat gula merah memberi makan terhadap bakteri yang membentuk
kompos tersebut
b. POC
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan urin kelinci memiliki
pH sebesar 7,1, C organik 0,5597 %, N total 0,1001 %, C/N 6, bahan organik
0.9683%, P 0,0036% dan K 1,3312%. Pada parameter total berat buah dan
total jumlah buah, perlakuan dosis pupuk urin kelinci 0 ml tan-1 air dan
penggunaan varietas Fortuna 23 memberikan hasil yang paling tinggi. Hal ini
sejalan dengan penelitian Erika Dewi Nugraheni dan Paiman (2010), bahwa
perlakuan konsentrasi urin kelinci tidak berpengaruh terhadap parameter hasil,
demikian juga perlakuan frekuensi pemberian urin.
Berdasarkan penelitian Simamora (2013) Djafar (2011), bahwa urin
kelinci juga mampu mendukung pertumbuhan vegetatif yaitu tinggi tanaman.
Hal ini menunjukan bahwa kandungan hara urin kelinci hanya mampu
mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman.
Berdasarkan hasil analisa kandungan pupuk organik antara lain N sebesar
0.88%, P2O5 0.95%, K2O 1.05%, Bahan Organik 71.43%, C Organik 41.43%
dan C/N Ratio 47.26%. Penggunaan pupuk urin kelinci perlu diperhatikan lagi
dosis yang tepat sehingga mencukupi kebutuhan tanaman caisim.
c. Budidaya Sawi hijau (caisim)
Budidaya sawi hijuan (caisim) merupakan tanaman semusim, memiliki rasa
pahit, serta batangnya pendek dan tegap. Tanaman ini memiliki akar tunggang dengan
akar samping yang banyak, tetapi dangkal. Daunnya lebar berwarna hijau tua,
bertangkai pipih kecil, dan berbulu halus. Bunganya kecil berwarna kuning pucat.
Bijinya kecil berwarna hitam kecoklatan (Saparinto dan Setyaningrum, 2014).
Sebelum ditanam di lahan, benih sawi hijau (caisim) harus disemaikan terlebih
dahulu. Oleh karena itu, perlu dibuat lahan persemaian atau mengguakan plastik untuk
menyenai benih. Sebelum disemai, benih diseeksi dengan cara memasukkan benih ke
dalam wadah berisi air. Benih yang mengambang kurang baik. Sebaliknya, brnih yang
tenggelam adalah benih yang baik sehingga dapat ditanam.
1) Penyemaian benih
Menyiapkan tanah dan pupuk kandang dengan perbandigan 2:1, diaduk
secara merata kemudian di masukkan ke dalam bak persemaian dan plastik
persemaian. Sebarkan benih di atas bak persemaian atau plastik persemaian
dengan jumlah yang sedang, pada plastik diberi 2-3 benih tiap plastik. Setelah
itu persemaian disiram secara rutin pagi dan sore menggunakan sprayer yang
lembut.
2) Pengolahan tanah
Sambil menunggu penyemaian benih, dilakukan pengolahan tanah yang
bermaksud untuk membalik tanah, menggemburkan tanah, dan mencampurkan
pupuk kandang sebagai pupuk dasar. Pengolahan dilakukan dengan mencangkul
lahan dengan ukuran 3x3 m, dengan kedalaman 20-30 cm hingga tanah gembur.
Kemudian mencampurkan pupuk kandang kering atau kompos yang sudah jadi.
Jika sudah tercampur merata, dilakukan pembuatan bedengan dengan ukuran
lebar 30 cm, panjang sesuai lahan 300 cm. Setelah itu, diamkan bedengan
selama 7 hari agar pupuk kandang kering, sehingga tidak panas jika digunakan
dan bakteri dalam tanah maupun pupuk kandang mati terkena panas. Serta
sirkulasi udara dalam tanah dapat berjalan lancar.
3) Pemindahan bibit
Setelah bibit tanaman sawi hijau berumur 3-4 minggu atau telah
memiliki empat daun, bibit dapat langsung dipindahkan ke lahan
penanaman yang dibuat bedengan-bedengan. Pemindahan bibit dilakukan
pada sore hari setelah matahari tidak terlalu terik agar tanaman tidak layu.
4) Penanaman
Membuat lubang tanam dengan jarak 30 cm, setelah itu masukkan
bibit ke dalamnya kemudian ditutup dengan tanah. Padatkan tanah di
sekitar tanaman agar akar tanaman kuat. Penyiraman tanaman dilakukan
setelah penanaman selesai. Penyiraman dilakukan setiap hari pag dan
sore. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan air yang
diperlukan benih dalam perkecambahan.
5) Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman sawi (caisim) kirakira sampai 2 bulan.
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan pada bududaya tanaman sawi
hijau antara lain:
 Penyiraman
Bibit tanaman yang baru dipindahkan sebaiknya langsung
disiram pada sore harinya. Selanjutnya penyiraman dilakukan setiap
hari, pagi dan sore hari. Penyiraman dapat dilakukan dengan
menggunakan gembor.
 Pemupukan
Pemupukan tanaman sawi hijau dilakukan sekali selama masa
pemeliharaan, yaitu saat tanaman berumur 10-14 hari setelah tanam.
Pemupukan meggunakan pupuk organik cair (POC), dilakukan 2 kali
dalam satu minggu dengan cara penyemprotan lewat daun
menggunakan sprayer atau dicairkan dengan air kemudian disiram di
tanah. Pupuk diencerkan dengan perbandingan 100 ml POC untuk 5
liter air.
 Pembumbunan dan penyiangan
Pembumbunan dilakukan apabila tanah bedengan sudah mulai
turun ke bawah sehingga kondisi tanaman mejadi kurang kuat
(mudah roboh). Sedangkan penyiangan dilakukan jika gulma mulai
tumbuh di bedengan. Kegiatan penyiangan dilakukan dengan
pencabutan rumput menggunakan tangan secara manual atau
menggunakan cangkul dan koret. Penyiangan dilakukan dengan
melihat tumbuhnya gulma di lahan. Jika gulma mulai tumbuh, dapat
segera dilakukan penyiangan. Penyiangan harus segera dilakukan
karena dapat mengganggu tanaman pokok dalam penyerapan unsur
hara serta menjadi inang bagi hama dan penyakit. .

6) Penanggulangan hama dan penyakit


Hama yang menyerang tanaman sawi hijau adalah ulat daun (Plutella
xylostella). Ulat daun menyerang daun tanaman yang berupa gigitan pada
daun, sehingga daun berlubang-lubang atau pinggiran daun mejadi tidak
rata. Pemberantasan dapat menggunakan pestisida nabati yang dibuat dari
tumbuhan dan campuran empon-empon. Pemberian pestisida dapat
dilakukan saat tanaman belum terserang hama sebagai langkah
pencegahan.
Pestisida dapat disemprotkan saat tanaman mulai umur 2 minggu
setelah tanam atau penyemprotan dilakukan setelah ada tanda-tanda
serangan hama. Penyemprotan bagi tanaman yang telah terserang hama
dapat diulang seminggu sekali sampai serangan hama hilang.
Penyemprotan dilakukan pada pagi atau sore hari menggunakan hand
sprayer.
Selain ulat, hama yang menyerang tanaman sawi yaitu belalang yang
berpengaruh pada pertumbuahan sawi hijau. Belalang sulit dikendalikan
menggunakan pestisida nabati, sehingga dilakukan penutupan sungkup
untuk mengurangi intensitas serangan hama.
Selain itu, sungkup juga juga bertujuan untuk menghindari tanaman
dari air hujan secara langsung, dapat menurunkan suhu, meningkatkan
kelembaban udara di sekitar tanaman, mempertahankan kelengasan tanah
sehingga ketersediaan air lebih maksimal.
7) Panen dan pasca panen
Tanaman sawi hjau dapat dipanen umur dua bulan setelah tanam.
Pemanenan dapat dilakukan secara serentak sehingga hanya sekali panen
dalam satu periode penanaman. Panen dilakukan pagi hari setelah embun
kering atau sore hari dengan cara memotong bagian pangkal tanaman
menggunakan pisau. Hasil panen diletakkan dalam wadah bersih dan
aman, tidak boleh terlalu penuh dan ditata secara rapi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasca panen
caisim segar adalah diikat tidak terlalu kencang pada bagian batangnya
atau dikemas menggunakan plastik dan hindarkan dari sinar matahari
secara langsung, sebaiknya disimpan pada suhu yang dingin untuk
mempertahankan kualiatas sayur.

D. Pengolahan produk
Produk yang dibuat pada praktik ini adalah mie hijau sawi caisim
merupakan olahan dari sawi caisim yang mudah dibuat menggunakan bahan-
bahan yang mudah diperoleh seperti tepung terigu, telur, garam, dan bumbu-
bumbu lainnya. Mie ini mulai banyak diproduksi karena memiliki keunggulan
dibandingkan dengan mie lainnya diantaranya yaitu menambah nilai gizi mie,
memperbaiki penampilan mie, serta dapat memperlancar pencernaan..
Berdasarkan kondisi sebelum dikonsumsi, mie dapat digolongkan dalam
beberapa kelompok yaitu mie basah, mie kering, mie rebus, mie kukus, mie
instan (Anonim, 2005).
Mie hijau caisim termasuk jenis mie basah yang merupakan suatu produk
makanan yang terbuat dari tepung gandum atau tepung terigu dengan
penambahan ekstrak sawi caisim yang berfungsi sebagai penambah zat gizi
dan bahan pewarna alami atau tanpa penambahan bahan makanan lain serta
bahan tambahan makanan yang diijinkan, dengan bentuk khas mie, dan
dihidangkan setelah dimasak (Anonim, 2005).
Target pemasarannya sendiri yaitu kalangan ekonomi menengah
kebawah, dengan harga relative murah kisaran Rp 3.000 penambahan sawi
caisim tentunya akan menjadi daya tarik serta menambah nilai gizi dari mie
basah ini. Pengembangan varian rasa juga menjadi target yang nantinya dapat
dikembangkan bagi peminat mie basah sendiri. Penambahan aneka topping
juga dapat dijadikan variasi dalam pengolahan mie hijau caisim dalam
menarik minat konsumen.
Tabel 1. Komposisi Gizi Mie Basah per 100 g Bahan
Zat gizi Mie basah Zat Gizi Mie basah
Energi (kal) 86 Besi 0,8
Protein (g) 0,6 Vitamin A -
Lemak (g) 3,3 Vitamin B1 -
(mg)
Karbohidrat (g) 14 Vitamin C (mg) -
Kalsium (mg) 13 Air (mg) 80
Sumber : Astawan (1999)
Menurut Anonim (2005), kualitas mie basah sangat bervariasi karena
perbedaan bahan pengawet dan proses pembuatannya. Mie basah adalah mie
mentah yang sebelumnya dipasarkan mengalami perebusan dalam air
mendidih lebih dahulu. Pembuatan mie basah secara tradisional dapat
dilakukan dengan bahan utama tepung terigu dan bahan pembantu seperti air,
telur pewarna dan bahan tambahan pangan. Mie basah yang baik mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Berwarna putih atau kuning
2. Tekstur agak kenyal
3. Tidak mudah putus (Anonim, 2005)
Pengemasan produk mie basah kami masih menggunakan plastik.
Pemilihan plastik dianggap relative murah dan mudah didapat. Inovasi
pengemasan yang ramah lingkungan nantinya bisa menjadi target produsen
sebagai salah satu upaya mengurangi pencemaran lingkungan dan menambah
minat masyarakat.
V. PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pertanian terpadu adalah sebagai salah satu upaya dalam mengembangkan
pola usaha tani di suatu daerah sesuai dengan potensi daerahnya. Pertanian
terpadu menjadi salah satu cara mengimplementasikan bidang keilmuan yang
sesuai dengan fakultas Agroindustri Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Hasil
dari pembelajaran ini yaitu adanya kesinambungan dari hulu ke hilir yang
menghasilkan produk terbaik dari bahan terbaik.
Sawi caisim menjadi komoditi yang didapatkan sebagai bentuk pembudidayaan.
Tanaman ini masih jarang adanya serta memiliki nilai gizi tinggi. Keunggulan
sawi caiim dengan warna hijaunyanya dapat menjadi daya tarik prodak. Pemilihan
prodak sendiri yaitu mie hijau sawi caisim. Pemasaran yang masih terbatas serta
masih kurang diketahui khalayak menjadi kesempatan untuk memanfaatkan dan
mengkolaborasikan dengan sawi caisim.

B. SARAN
1. Sebaiknya keterlibatan mahasiswa lebih dipantau untuk aktif dalam mata
kuliah ini.
2. Adanya sistem yang sudah terencana dan diverifikasi dari pihak kampus agar
tidak terjadi kesalah pahaman.
3. Memberikan ruang berkreasi lebih luas bagi mahasiswa dalam pengembangan
kuliah lapang terpadu.
4. Diperlukan pendamping dosen yang mumpuni dalam menangani mata kuliah
ini.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus. 2010. Strategi Membaca Teori dan Pembelajaranya. Bandung: Risqi
Press
Aswar. 1995. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp.).
Skripsi. Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Basa, I., D Pasaribu, dan E. Suhartatuk. 1991. Peranan Pupuk Organik terhadap
Paket Teknologi Pola Tanaman Pangan Lahan Kering. Balai Penelitian
Tanaman Pangan. Balitan Bogor.
Fahrudin, Fuat. 2009. Budidaya Caisim (Brassica juncea L.)Menggunakan Ekstrak
Teh dan Pupuk Kascing. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.
Harjadi, S.S. 1996. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Haryanto, W., T. Suhartini, dan E. Rahayu. 2007. Teknik Penanaman Sawi dan
Selada Secara Hidroponik. Jakarta : Penebar Swadaya.
Hutabarat, T. S. P. N. 2002. Pendekatan Kawasan dalam Pembangunan Peternakan.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian.
Jakarta. 1-13
Prihandini, P. w, dan Purwanto, T. 2007. Petunjuk Teknis Pembuatan Kompos
Berbahan Kotoran Sapi. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan.
Pujiharti, Y., D.R. Mustikawati, dan Hasanah. 1997. Pengaruh Pupuk Organik dan
Anorganik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Buncis. Prosiding Sem.
Nas. Pupuk Bandar Lampung. 256-260 hlm.
Refliaty, Tampubolon, G, dan Hendriansyah. 2001. Pengaruh pemberian Kompos
Sisa Biogas Kotoran Sapi Terhadap Perbaikan Beberapa Sifat Fisik
Ultisol dan Hasil Kedelai (Glycinemax (L). Merill). Jurnal Hidrolitan. 2
(3) : 103 – 114
Rukmana. 2007. Bertanam Petsai dan Sawi. Hal 11-35. Yogyakarta : Kanisius.

Sajimin, Y.C. Raharjo, N.D. Purwantari dan Lugiyo. 2003. Produksi Tanaman Pakan
Ternak Diberi Pupuk Feses Kelinci. J Online Agroekoteknologi
2(3):156-161.

Setiawan, E. 2009. Pengaruh empat macam pupuk organik terhadap pertumbuhan


sawi (Brassica juncea L.). Jurnal Embryo, 6 (1): 27-34.

Sulityawati, E dan Nugraha, R. 2005. Efektivitas Kompos Sampah Perkotaan Sebagai


Pupuk Organik Dalam Meningkatkan Produktivitas dan Menurunkan
Biaya Produksi Budidaya Padi. Jurnal Teknologi Pertanian. 10 (2) : 133
– 142

Tanoto, E. 1994. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Tenggiri. Skripsi. Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Tati, S. 1988. Rahasia Mengolah Daging Ayam. Buletin Perbaikan Menu Makanan
Rakyat. 18 (78): 27 – 33.

Zubaidah, Y dan Z. Kari. 1997. Tanggapan Bawang Merah terhadap Pupuk


Kandang dan Pupuk Nitrogen. Prosiding sem. Nas. Pupuk. Bandar
Lampung, 22 Desember 1997. Hlm: 53-60.

Zulkarnain. 2009. Dasar-dasar Holtikultura. Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta


Lampiran 1
ANALISIS USAHA BUDIDAYA DAN OLAHAN CAISIM

1. Prasarana Produksi
a. Lahan 10 m2 = Rp. 0
b. Peralatan :
1) Cangkul Rp. 80.000 biaya penyusutan @2 bulan (susut 5 tahun) = Rp.
2.700
2) Ember Rp. 6.000 biaya penyusutan @2 bulan (susut 1 tahun) = Rp. 1.000
3) Sekop Rp. 13.000 biaya penyusutan @2 bulan (susut 2 tahun) = Rp. 550
4) Gembor Rp. 35.000 biaya penyusutan @2 bulan (susut 2 tahun) = Rp.
1.500
5) Bak semai Rp. 6.000 biaya penyusutan @2 bulan (susut 1 tahun) = Rp.
1.000
2. Sarana Produksi Caisim
a. Benih caisim = Rp. 20.000
b. Pupuk kandang (1 bagor)
- Kotoran sapi (dari peternakan) Rp. 0
- Sekam padi Rp. 0
- Hijauan
- Air
- Gula tebu per 10 ml = Rp. 50
- EM 4 per 5 ml = Rp. 100
c. Pembuatan POC 1 liter = Rp. 2.000
d. Paranet 3x1 meter = Rp. 57.000
e. Plastik sungkup 7 meter = Rp. 28.000
3. Produksi olahan mie hijau
a. Caisim 4 kg (hasil panen) = Rp.0
b. Tepung terigu 4 kg = Rp. 28.000
c. Tepung tapioka 2 kg = Rp. 12.000
d. Bumbu 1 paket = Rp. 20.000
e. Plastik kemasan = Rp. 20.000
Total = Rp. 193.890,00

Analisis Pendapatan dan Keuntungan


Jumlah produksi = 30 kemasan (@ 200 gram)
1. Pendapatan :
30 kemasan X 90% X 1 kemasan X Rp.10.000 = Rp. 270.000
2. Biaya Usaha = Rp. 193.890
3. Keuntungan Usaha = Rp. 76.110

Analisis Titik Impas Pulang Modal


BEP Unit = Biaya Tetap / (Harga per unit – Biaya variabel per unit)
= 91.000 / (10.000 – 3.405)
= 91.000 / 6.595
= 14 kemasan
 Hasil ini menunjukkan bahwa pada saat diperoleh produksi sebanyak 14 kemasan
mie hijau, usaha olahan caisim tersebut tidak menghasilkan keuntungan dan tidak
mengalami kerugian.
 Penjualan minimal 15 kemasan sudah mendapatkan keuntungan

BEP Rupiah = Biaya Tetap / (Kontribusi Margin per unit / Harga per unit)
= 91.000 / (6.595/10.000)
= 91.000 / 0.6595
= 137.983,-
 Total uang penjualan yang harus diterima agar terjadi BEP adalah Rp. 137.983,-
 Total uang penjualan lebih dari Rp. 137.983,- sudah mendapatkan keuntungan
Analisis Kelayakan Usaha ( B/C Ratio )
B/C Ratio = Total pendapatan ( dalam Rp ) : Total biaya produksi ( dalam Rp )
= Rp. 270.000 : Rp. 193.890
= 1.39

Nilai B/C ratio sebesar 1.39 menunjukan bahwa dari pengeluaran


biaya sebesar Rp. 193.890 akan diperoleh penerimaan sebesar 1.39 kali dari
biaya yang digunakan. Dengan kata lain, hasil penjualan olahan mie hijau
caisim mencapai 139% dari modal yang digunakan. Jika nilai B/C ratio lebih
besar dari pada satu, usaha dapat dikatakan layak.

Analisis Tingkat Efisiensi Penggunaan Modal


ROI  = keuntungan usaha x 100%
modal usaha tani
76.110
= x 100 %
193.890
= 39.25 %

Nilai ROI sebesar 39.25 % menggambarkan bahwa setiap pengeluaran modal sebesar
Rp.100,00 akan diperoleh keuntungan sebesar Rp. 39,25. Nilai ROI yang tinggi
menunjukan bahwa usaha pertanian terpadu budidaya dan olahan mie hijau caisim
tersebut sangat efisien dan menguntungkan.
ANALISIS EKONOMI MIE HIJAU TINGGI SERAT
1. Invesment Cost
A. Biaya tetap
No. Kebutuhan Biaya per bulan
(25 hari)
1 Listrik Rp. 100.000
2 Air Rp. 100.000
3 Gas Rp. 100.000
4 Biaya transport Rp. 100.000
5 Upah pekerja(3x25x @30.000) Rp. 2.250.000
6 Kompos Rp. 20.000
7 Budidaya sawi caisim Rp. 50.000
8 Biaya penyusutan Rp. 50.000
Jumlah Rp. 2.770.000

B. Biaya variabel

No. Bahan Jumlah Satuan Harga Satuan Harga Total


(Rp) (Rp)
1. Tepung terigu 5 Kg 7.000 35.000
2. Telur ayam ¼ Kg 8.000 8.000
3. Sawi caisim 5 Ikat 2.000 10.000
8. Garam ¼ Kg 3.000 3.000
10. Mika plastik 300 Lembar 25 7.500
11. Label 300 Buah 300 90.000
kemasan
Jumlah 153.500 * 25 hari
= 3.837.500
Total biaya operasional / pengeluaran per bulan :
Biaya tetap+ biaya variabel = RP 2.770.000 + Rp 3.837.500
= Rp 6.607.500

2. Cashflow Analysis
a. Pendapatan per bulan :
No Harga Jumlah Pendapata Pendapatan Pendapatan /
mie penjuala n / bulan Tahun
hija n / hari / hari ( 25 hari )
u
1 Rp. 125 pc Rp. Rp. Rp.
3.00 375.000 9.375.00 112.500.00
0 0 0

3.125 pc 37.500 pc

Setiap 1 kg bahan tepung terigu dihasilkan 12 pc mie hijau dan diasumsikan


dalam 1 bulan terdapat 25 hari kerja.
b. Keuntungan bersih per bulan
= Pendapatan / bulan – pengeluaran / bulan
= Rp. 9.375.000 - Rp 6.607.500
= Rp. 2.767.500

c. Revenue Cost Ratio (R/C)


= Pendapatan / Total Biaya Produksi
= Rp. 9.375.000 / Rp 6.607.500
= 1,42
d. Break Even Point Analysis
1 Modal awal Rp 6.607.500

2 Keuntungan bersih Rp. 2.767.500


Break Even Point 3 bulan

e. BEP Produksi = modal awal / Harga Jual

= Rp. 6.607.500 / Rp. 3.000


= 2.202 pc

f. BEP Rupiah = Total Biaya Produksi / Jumlah Produk yg dihasilkan

= Rp 6.607.500 / 3.125
= Rp. 2.114.4,
Lampiran 2
TIME SCHEDULE

Waktu Kegiatan Penanggung Jawab


8 Oktober 2018 Pembuatan kompos Retno dan Anggit
8 Oktober 2018 Pembersihan lahan Kris dan Titah
8-13 Oktober 2018 Pengolahan lahan Raka dan Luthfi
15 Oktober 2018 Pembuatan pupuk Kusnadi dan Rio
15-22 Oktober 2018 Penyemaian benih Lety dan Yuni
22 Oktober 2018 Penanaman Tedi dan Raka
22 Oktober – 7
Penyiraman tanaman Kris, Kusnadi, Retno
Desember 2018
5 November, 19
Pemupukan tanaman Rio dan Anggit
November 2018
8 Desember 2018 Pemanenan tanaman Luthfi dan Yuni
8-9 Desember 2018 Pengolahan produk Nanda dan Raka
20 Desember 2018 Bazar Kris, Retno, Lety
22 Desember 2018 Pembuatan laporan Nanda, Retno, Titah
Lampiran 3
DOKUMENTASI

Foto Keterangan
Pembuatan pupuk

Pengolahan tanah

Penanaman
Perawatan

Pemanenan

Pengolahan

Anda mungkin juga menyukai