Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL PENELITIAN

RESPON PERTUMBUHAN SAWI (Brassica Juncea L.)


TERHADAP PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH AIR
KELAPA DAN EKSTRAK REBUNG BAMBU PADA MEDIA TANAM
VERTIKULTUR

Oleh:

ALYFA UMAIRA ADELYA SOFI


12180222095

Diajukan sebagai salah satu syarat


untuk menyelesaikan mata kuliah metodologi penelitian
dan Teknik penulisan karya ilmiah

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN DAN PERTERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kesehatan dan keselamatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
proposal penelitian dengan judul “ Respon Pertumbuhan Sawi (Brassica
juncea l) Terhadap Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Air Kelapa dan
Ekstrak Rebung Bambu Pada Media Tanam Vertikultur”. Proposal ini dibuat
sebagai syarat untuk menyelesaikan mata kuliah metodologi penelitian dan
Teknik penulisan ilmiah.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Syukriya Ikhsan Zam,
S.Pd, M.Si. sebagai dosen pengampu mata kuliah metodologi penelitian dan
teknik penulisan karya ilmiah yang telah banyak memberikan bimbingan,
petunjuk dan motivasi sampai selesainya proposal penelitian ini. Kepada seluruh
rekan-rekan yang telah banyak membantu penulis di dalam penyelesaian proposal
penelitian ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis ucapkan
terima kasih dan semoga mendapatkan balasan dari Allah SWT untuk kemajuan
kita semua dalam menghadapi masa depan nanti.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi


kesempurnaan penulisan proposal ini. Semoga proposal penelitian ini bermanfaat
bagi kita semua baik untuk masa kini maupun untuk masa yang akan datang.

Pekanbaru, Juni 2023

Penulis
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Sawi (Brassica juncea L.) termasuk sayuran daun dari famili cruciferae
yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Tanaman sawi disukai masyarakat
karena mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap sehingga sangat baik
dikonsumsi untuk menjaga kesehatan tubuh. Kandungan gizi yang terdapat
didalam sawi adalah protein, karbohidrat ,Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B,
Vitamin C (Naniek Fitryani, 2022).
Berbagai usaha untuk mempercepat pertumbuhan banyak dilakukan
antara lain menggunakan pupuk zat pengatur tumbuh (ZPT). Sampai dengan
saat ini penggunaan ZPT sebagai upaya meningkatkan kualitas pertumbuhan,
baik ZPT alami maupun buatan (sintesis) masih menjadi kebutuhan penting
dalam perlakuan terhadap tanaman. Zat pengatur tumbuh (ZPT) dapat diartikan
sebagai senyawa organik selain zat hara yang dalam jumlah sedikit
mendukung, menghambat maupun merubah berbagai proses fisiologis
tanaman.
Bambu merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang mempunyai
peranan sangat penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya
masyarakat di Jawa. Penggunaan bambu tidak hanya sebagai bahan bangunan,
tetapi juga untuk keperluan lain seperti kerajinan, alat musik, alat dapur dan
pada beberapa jenis bambu yang masih muda (rebung) dapat juga dikonsumsi.
Rebung juga sebagai makanan penting di Indonesia dan China yang dalam
prosesnya harus direbus dan menghasilkan limbah air rebung yang mungkin
mengandung ZPT. Pertumbuhan ruas bambu yang begitu cepat diduga
mengandung zat pengatur tumbuh, terutama pada fase rebung. Diharapkan air
ekstrak rebung bambu dapat dimanfaatkan untuk memacu pertumbuhan sawi.
Di bidang perkebunan penelitian tentang pemberian ZPT alami terhadap
tanaman belum banyak, terutama untuk pemberian ekstrak rebung bambu
betung (Chandra Ginting, 2016).
Air kelapa mengandung komposisi kimia yang unik yang terdiri dari
mineral, vitamin, gula, asam amino, dan fitohormon yang memiliki efek
signifikan terhadap pertumbuhan tanaman (Wiranto, 2015). Senyawa organik
tersebut diantaranya adalah auksin dan sitokinin. Auksin berfungsi dalam
menginduksi pemanjangan sel, mempengaruhi dominansi apical,
penghambatan pucuk aksilar dan adventif serta inisiasi perakaran sedangkan
sitokinin berfungsi untuk merangsang embelahan sel dalam jaringan dan
merangsang pertumbuhan tunas (Marmaini, 2020).
Tanaman sawi dapat tumbuh baik ditempat yang berhawa panas
maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah
maupun dataran tinggi. Sawi dapat tahan terhadap air hujan sehingga dapat
ditanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau, yang perlu diperhatikan
adalah penyiraman secara teratur karena tanaman sawi membutuhkan hawa
yang sejuk (Ngantung dkk, 2018).
Lahan pertanian di Indonesia semakin hari semakin sempit dengan
tingkat kesuburan tanah yang semakin menurun. Banyak lahan pertanian yang
dialifungsikan menjadi lahan non pertanian seperti perumahan. Budidaya
tanaman secara vertikultur tidak memerlukan lahan yang luas. Lahan yang
sempit dapat dimanfaatkan dengan cara memasukkan media tanam ke dalam
tempat atau wadah yang disusun secara vertikal. Teknik budidaya ini sangat
berbeda dengan budidaya dilahan luas. Budidaya secara vertikultur lebih
praktis baik dari segi kebutuhan tenaga, peralatan dan waktu (Desiliyarni dkk,
2013).

I.2 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui kombinasi ZPT air kelapa dan ekstrak rebung bambu
terbaik dalam pertumbuhan tanaman sawi pada media tanam vertikultur.

I.3 Manfaat Penelitian


1. Memberikan informasi tentang budidaya sawi dengan ZPT air kelapa
dan ekstrak rebung bambu.
2. Memberikan informasi kombinasi ZPT air kelapa dan ekstrak rebung
bambu yang paling efektif terhadap pertumbuhan tanaman sawi pada
media tanam vertikultur.
I.4 Hipotesis
Pemberian kombinasi ZPT air kelapa 50% dan ekstrak rebung bambu
50% dapat meningkatkan pertumbuhan serta hasil tanaman sawi ( Brassica
juncea L.).
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sawi (Brassica juncea L.)


Tanaman Sawi (Brassica juncea) merupakan salah satu jenis sayuran
famili kubis-kubisan (Brassicaceae) yang diduga berasal dari negeri China. Sawi
masuk ke Indonesia sekitar abad ke -17, namun sayuran ini sudah cukup populer
dan diminati di kalangan masyarakat (Darmawan, 2013). Tanaman sawi dapat
tumbuh baik ditempat yang berhawa panas maupun berhawa dingin, sehingga
dapat diusahakan dari dataran rendah maupun dataran tinggi. Sawi dapat tahan
terhadap air hujan sehingga dapat ditanam sepanjang tahun. Pada musim
kemarau, yang perlu diperhatikan adalah penyiraman secara teratur karena
tanaman sawi membutuhkan hawa yang sejuk (Ngantung dkk, 2018)
Manfaat sawi bagi tubuh sangat baik, antara lain dapat mengatasi
kekurangan vitamin A atau rabun ayam (xerophthalmia) memperbaiki daya kerja
buah pinggang, menghilangkan rasa gatal di tenggorokan, berfungsi sebagai
penyembuh sakit kepala, mampu bekerja sebagai bahan pembersih darah,
memperbaiki fungsi kerja ginjal, dan memperbaiki saluran pencernaan (Ngantung
dkk, 2018). Tanaman Sawi rasanya enak serta mempunyai kandungan gizi yang
dibutuhkan tubuh manusia seperti energi, protein, lemak, karbohidrat, serat,
Fosfor, zat Besi, Natrium, Kalium dan sumber vitamin A. Kandungan gizi serta
rasanya yang enak, membuat sawi menjadi salah satu produk pertanian yang
diminati masyarakat, sehingga mempunyai potensi serta nilai komersial tinggi
(Rukmana, 2015).
Klasifikasi dari tanaman sawi yaitu sebagai berikut: Divisi:
Spermatophyta; Subdivisi: Angiospermae; Kelas: Dicotyledonae; Ordo:
Rhoeadales (Brassicales); Famili: Cruciferae (Brassicaceae); Genus: Brassica;
Spesies: Brassica juncea (Zairoh, 2012). Tanaman sawi merupakan salah satu
jenis sayuran daun yang memiliki Pro vitamin A dan asam askorbat yang tinggi.
Tanaman sawi dapat tumbuh di dataran rendah maupun di dataran tinggi (Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Riau, 2014).
Morfologi tanaman sawi sangat mirip dengan kubis atau kol. Kedudukan
daun yang berpola roset membentuk batangnya menjadi beruas-ruas dan sangat
pendek. Sistem perakarannya tergolong akar tunggang dengan cabang-cabang
akar yang menyebar ke semua arah pada kedalaman 30-50 cm. bunganya tersusun
dalam malai yang tumbuh memanjang dan bercabang-cabang. Setiap kuntum
bunga terdiri atas empat helai daun kelopak (sepal), empat helai daun mahkota
(petal) berwarna kuning cerah, empat helai benang sari (filamen) dan satu kepala
putih yang berongga dua (Zulkarnain, 2013)

2.2 Vertikultur
Lahan pertanian di Indonesia semakin hari semakin sempit dengan
tingkat kesuburan tanah yang semakin menurun. Banyak lahan pertanian yang
dialih fungsikan menjadi lahan non pertanian seperti perumahan. Budidaya
tanaman secara vertikultur tidak memerlukan lahan yang luas. Lahan yang
sempit dapat dimanfaatkan dengan cara memasukkan media tanam ke dalam
tempat atau wadah yang disusun secara vertikal. Teknik budidaya ini sangat
berbeda dengan budidaya dilahan luas. Budidaya secara vertikultur lebih praktis
baik dari segi kebutuhan tenaga, peralatan dan waktu (Desiliyarni dkk, 2013).
Jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan yang sangat pesat
setiap tahunnya, sehingga luas lahan yang tersedia dan dapat diolah untuk areal
pertanian juga semakin terbatas. Bahkan tidak sedikit pula lahan pertanian yang
telah beralih fungsi menjadi, seperti areal industri, perumahan dan gedung-
gedung perkantoran. Hal ini tentu menjadi peluang untuk mengembangkan
vertikultur secara intensif. Sistem vertikultur ini sangat cocok diterapkan bagi
petani atau perorangan yang mempunyai lahan sempit, namun ingin menanam
tanaman sebanyak-banyaknya.

2.3 Rebung Bambu


Bambu adalah sekolompok tumbuhan yang dicirikan oleh dahulu yang
berkayu mempunyai ruas-ruas dan buku-buku.Termasuk dalam suku rumput-
rumputan (Graminae) suku Bambusideae. Elida (2022) berpendapat bahwa,
bagian dalam batang bambu tersusun dari senyawa silika amorf yang mempunyai
sipat sebagai katalis dalam reaksi kimia tertentu. Rebung adalah nama umum
bagi terubus bambu yang baru tumbuh dan berasal dari batang bawah. Rebung
yang baru keluar berbentuk lonjong, kokoh, dan terbungkus dalam kelopak daun
yang rapat dan bermiang (berduri-duri halus) banyak.
Selama musim hujan, rebung bambu tumbuh dengan pesatnya, dalam
beberapa minggu saja tunas tersebut sudah sudah tinggi. Beberapa jenis rebung
terbentuk pada permulaan musim hujan, selain itu ada yang terbentuk pada akhir
musim hujan. Musim panen rebung biasanya jatuh sekitar bulan Desember
hingga Februari atau Maret.Rebung adalah tunas muda dari pohon bambu yang
tumbuh dari akarpohon bambu. Rebung tumbuh dibagian pangkal rumpun
bambu dan biasanya dipenuhi oleh glugut (rambut bambu) yang gatal. Morfologi
rebung berbentuk kerucut, setiap ujung glugut memiliki bagian seperti ujung
glugut memilikibagian seperti ujung daun bambu, tetapi warnanya coklat.
Senyawa utama didalam rebung mentah adalah air sekitar 85,63 % selain itu
rebung mempunyai kandungan serat tinggi (Dhiyan, 2014).
Selain mengandung unsur hara makro dan mikro lengkap, juga
mengandung hormon seperti auksin dalam bentuk IAA 156.35 ppm, untuk
memperbanyak akar dan mata akar, giberelin GA7 kandungan hormone 131.46
ppm, untuk meransang pengawetan buah secara alami, giberelin GA3 kandungan
hormone 98.37 ppm, untuk meransang bunga, Zeatin kandungan hormone
106.45 ppm, untuk mengurangi hara dan sitokinin / kinetin kandungan hormone
128.04 ppm untuk meransang vegetatif/tubuh/batang secara ekstrim. Hormon
tanaman unggul organik lengkap juga mempunyai kandungan Nitrogen 63 ppm,
P 6 ppm, K 14 ppm, Na 0,22 ppm, Mg 0,21 ppm, Cu 0,05 ppm. (Sujimin, 2019)
Menurut Maretza (2009) dalam Sudarso (2013) bahwa giberelin yang
berasal dari rebung bambu berfungsi untuk pemanjangan batang dan
pertumbuhan daun serta mendorong pembungaan dan perkembangan buah.

2.4 Air Kelapa


Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik yang bukan hara, yang
dalam jumlah tertentu dapat mendukung, menghambat dan dapat merubah proses
fisiologi tanaman. Zat pengatur tumbuh terdiri dari auksin, giberelin, sitokinin,
etilen dan asam absisat (Azmi dan Handriatni, 2018). Zat pengatur tumbuh dapat
diproduksi secara alami oleh tanaman maupun diberikan secara eksogen dengan
tujuan untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Menurut Ningsih, Nugroho dan Trianitasari (2015), pemberian zat
pengatur tumbuh diharapkan dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman seperti
mempercepat pembentukan akar. Manurung, Heddy dan Hariyono (2017) juga
menyatakan bahwa pemberian zat pengatur tumbuh dapat memperbaiki
pertumbuhan tanaman seperti pembentukan akar dan munculnya tunas baru. Air
kelapa merupakan salah satu zat pengatur tumbuh alami yang murah dan mudah
didapatkan serta telah lama dikenal sebagai zat pengatur tumbuh.
Ningsih, dkk. (2013), menyatakan bahwa air kelapa mengandung
hormon auksin, sitokinin dan giberelin. Selain mengandung hormon, air kelapa
juga mengandung unsur natrium, kalium, magnesium, ferum, cuprum, dan sulfur
yang berfungsi untuk menambah nutrisi dalam pertumbuhan tanaman (Ariyanti,
dkk. 2018). Yustisia (2016), menyatakan bahwa air kelapa juga mengandung
diphenil urea yang memiliki aktivitas sama dengan zat pengatur tumbuh.
Diphenil urea berfungsi untuk menunjang pertumbuhan organ vegetatif tanaman
serta bagian dari zat pengatur tumbuh yang berfungsi untuk merangsang
pembesaran sel dan
III. MATERI DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Agronomi dan Agrostologi,
Fakultas Pertanian dan Perternakan, Universitas Sultan Syarif Kasim Riau.
Penelitian ini dilaksanakan pada Juli 2023 sampai pada September 2023.

3.2 Alat dan Bahan


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih sawi,
ekstrak rebung, air kelapa, pupuk kendang, NPK, dan tanah. Alat yang digunakan
adalah pipa paralon PVC diameter 4 inch, bambu, plastik bening, mistar, gergaji,
gas torch, pipet, paranet, wadah semai, wadah fermentasi, sprayer, timbangan,
gelas ukur, gelas plastik ukuran 200ml, alat tulis dan alat dokumentasi

3.3 Rancangan Percobaan


Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Kombinasi ZPT ekstrak rebung dan air kelapa sebagai perlakuan
yang diaplikasikan pada media vertikultur yaitu terdiri dari :
P1 (ekstrak rebung 25 % + air kelapa 75 %)
P2 (ekstrak rebung 50% + air kelapa 50%)
P3 (ekstrak rebung 75% + air kelapa 25%)
Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali, dengan demikian terdapat 24
percobaan.

3.4 Pelaksanaan Penelitian


3.4.1 Pembuatan Media Vertikultur
Pembuatan media vertikultur dimulai dengan memotong pipa paralon
ukuran 4 inch sepanjang 120 cm sebanyak 24 paralon vertikultur. Setiap pipa
paralon dibuat lubang tanam sebanyak 14 lubang, dengan jarak tanam 15 cm
(Cahyadi, 2019).
3.4.2 Persiapan Lahan dan Pembuatan Media Tanam
Persiapan lahan meliputi perataan lahan, pembuatan naungan, mendirikan
paralon dan mengolah media tanam. Lahan yang digunakan diratakan terlebih
dahulu, setelah itu membuat naungan menggunakan bambu dan plastik bening
sebagai atapnya. Lalu paralon vertikultur didirikan diatas lahan yang telah rata.
Selanjutnya mengolah media tanam, tanah dicampur pupuk kandang dengan
perbandingan 2 : 1. Setelah media tercampur langsung dimasukan ke dalam
paralon vertikultur. Media tanam dimasukan kedalam paralon vertikultur
dilakukan seminggu sebelum penanaman.
3.4.3 Penanaman Bibit Sawi
Sebelumnya benih sawi disemai dalam wadah semai dengan menggunakan
media tanam campuran antara tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 :
1 sampai berumur dua minggu setelah semai. Setelah dua minggu semai dan telah
memiliki daun 3 sampai 4 helai daun bibit sawi pagoda telah siap dipindahkan ke
media tanam. Bibit sawi pagoda yang ditanam dipilih pertumbuhannya yang sehat
dan seragam. Setiap paralon terdiri dari 14 tanaman.

3.4.4 Pemberian ZPT Kombinasi Ekstrak Rebung dan Air Kelapa


Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) ekstrak rebung dan air kelapa diberikan
dengan konsentrasi perlakuan yaitu P1 (ekstrak rebung 25 % + air kelapa 75 %) ,
P2 (ekstrak rebung 50% + air kelapa 50%), P3 (ekstrak rebung 75% + air kelapa
25%), dengan cara disemprotkan ke seluruh bagian tanaman pada umur 7 hari
setelah tanam (HST), 14 HST, dan 21 HST dengan volume penyemprotan
disesuaikan dengan hasil kalibrasi yang sebelumnya telah dilakukan dengan
menyemprotkan air ke vertikultur sampai tanaman terlihat basah (Kinasih dkk,
2013).
3.4.5 Pemeliharaan
a. Penyiraman
Pada awal pertumbuhan tanaman disiram dengan air dua kali sehari yaitu
pagi dan sore. Pada stadium dewasa penyiraman disesuaikan dengan kondisi
kelembaban media tanam (Effendi, 2011).
b. Penyulaman
Penyulaman dilakukan saat tanaman berumur 7 hst, atau saat tanaman
belum diberikan perlakuan.
c. Pemupukan
Pemberian pupuk tambahan NPK Mutiara sebanyak 2,1 g/paralon
vertikultur dengan cara 1 g NPK Mutiara dilarutkan dalam 100 ml air atau 2,1 g
NPK dilarutkan dengan 210 ml air. Kemudian disiramkan langsung ke lubang
tanam dengan pembagian menggunakan gelas ukur 15 ml/lubang tanam.
Pemberian pupuk NPK dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada satu hari sebelum
pindah tanam dan pada umur 15 hari setelah tanam.
d. Pengendalian organisme pengganggu tanaman
Pengendalian dilakukan secara manual dengan mengambil langsung hama
atau bagian tanaman yang terserang penyakit dengan tangan lalu dimusnahkan.
Jika intensitas serangan hama tinggi dan sudah melewati ambang batas maka
pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan pestisida. Untuk
mengendalikan gulma dilakukan penyiangan dengan mencabut gulma yang
tumbuh disekitar vertikultur dan lubang tanam dengan tangan.

3.4.6 Panen
Panen dilakukan pada saat tanaman sudah berumur 30 hari setelah tanam
dengan ciri daun terbawahnya sudah mulai layu dan berwarna hijau tua. Panen
dilakukan dengan mencabut tanaman termasuk akar secara hati-hati.

3.5 Pengamatan
3.5.1. Pengamatan penunjang
Dalam percobaan ini pengamatan penunjang yang diamati adalah analisis
tanah, suhu, kelembaban dan organisme pengganggu tanaman, seperti hama,
penyakit dan gulma. Variabel yang diperoleh datanya tidak diuji secara statistik.
Tujuan dari pengamatan ini untuk mengetahui kemungkinan pengaruh
faktorfaktor di luar perlakuan yang berpotensi mempengaruhi hasil percobaan.

3.5.2. Pengamatan utama


Pengamatan utama adalah pengamatan pada tanaman enam sampel yang
dilakukan pada setiap variabel yang datanya dianalisis secara statistik. Adapun
parameter pengamatan utama adalah sebagai berikut :
a. Tinggi tanaman
Tinggi diukur dari pangkal batang sampai bagian ujung tanaman pada enam
tanaman sampel yang terbagi tiga strata (atas, tengah dan bawah). Pengukuran
dilakukan pada umur 14, 21 dan 28 hari setelah tanam.

b. Diameter crop tanaman


Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur panjang diameter crop dari sisi kiri
terluar crop ke sisi kanan terluar crop. Pengamatan dilakuan saat tanaman
berumur 28 hst.

c. Luas daun
Luas daun diukur dengan cara melepaskan helaian daun dan diletakan
diatas kertas putih dengan penggaris di tepian kertas lalu difoto. Hasil foto
kemudian diproses dengan menggunakan aplikasi ImageJ. Pengukuran dilakukan
pada tanaman sampel umur 28 hst. Tanaman yang diambil sebagai sample
ditimbang terlebih dahulu dan dicatat untuk ditambahkan ke data hasil
pengamatan berat segar per tanaman dan berat segar per vertikultur.

d. Bobot segar per tanaman


Bobot basah per tanaman merupakan rata-rata dari enam tanaman sampel
di tiap perlakuan yang telah bersih (dari sisa tanah) masing-masing ditimbang
beserta akarnya. Pengamatan dilakukan pada saat panen atau 30 hst.

e. Bobot segar per vertikultur


Pengamatan ini dilakukan pada saat panen atau 30 hst dengan cara
menimbang berat seluruh bagian tanaman dan semua tanaman pada tiap paralon
vertikultur yang telah bersih (dari sisa tanah)

3.6 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak


Lengkap (RAL). Kombinasi ZPT ekstrak rebung dan air kelapa sebagai perlakuan
yang diaplikasikan pada media vertikultur yaitu terdiri dari :P1 (ekstrak rebung 25
% + air kelapa 75 %), P2 (ekstrak rebung 50% + air kelapa 50%), P3 (ekstrak
rebung 75% + air kelapa 25%) Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali,
dengan demikian terdapat 24 percobaan.
Selanjutnya, dilakukan analisis ragam atau uji F 30 untuk mengetahui
perbedaan pengaruh tiap kombinasi terhadap parameter pengamatan dan
dilanjutkan dengan uji BNT.

Anda mungkin juga menyukai