Anda di halaman 1dari 52

EFEKTIVITAS FUNGISIDA SEBAGAI PERLAKUAN BENIH DALAM

MENGENDALIKAN Fusarium sp. PADA TANAMAN JAGUNG

RESKI RAHMAYANTI

G011 18 1440

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023

i
EFEKTIVITAS FUNGISIDA SEBAGAI PERLAKUAN BENIH DALAM
MENGENDALIKAN Fusarium sp. PADA TANAMAN JAGUNG

RESKI RAHMAYANTI

G011 18 1440

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
Departemen Hama Dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin
Makassar

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023

ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Reski Rahmayanti (G011181440). “Efektivitas Fungisida Sebagai Perlakuan Benih Dalam
Mengendalikan Fusarium sp. Pada Tanaman Jagung”. Dibimbing oleh Andi Nasruddin dan
Baharuddin.

Salah satu faktor penghambat produktivitas jagung di Indonesia yaitu akibat adanya
serangan patogen. Fusarium sp. merupakan penyebab penyakit busuk pangkal batang hingga
pembusukan biji dan menjadi salah satu penyakit paling merusak setelah penyakit bulai dan
hawar. Cendawan ini mampu merusak hingga 100%. Upaya dalam mempertahankan
produktivitas guna mencukupi kebutuhan yaitu melakukan pengendalian yang masih
digunakan masyarakat hingga saat ini adalah pengendalian menggunakan fungisida.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas fungisida yang umum digunakan oleh
petani dengan metode perlakuan benih sesuai dengan dosis anjuran fungisida tersebut secara
in vivo. Beberapa fungisida yang digunakan yaitu mankozeb, benomil,
karbedazim+mankozeb, dimetamorf, tiram dengan perlakuan kontrol tanpa fungisida (K+)
dan tanpa fungisida dan tanpa inokulasi Fusarium sp. (K-). Parameter yang diamati yaitu
persentase perkecambahan, waktu perkecambahan, tinggi tanaman, jumlah daun, dan
insidensi penyakit. Hasil penelitian menunjukkan fungisida yang efektif dalam menekan
pertumbuhan cendawan Fusarium sp. berdasarkan persentase perkecambahan dan waktu
perkecambahan yaitu perlakuan fungisida karbedazim+mankozeb dengan nilai masing-
masing 80% dan 4,4. Tanaman tertinggi dan jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan
fungisida dimetomorf yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan (K-). Dimetamorf paling
efektif menekan insidensi penyakit Fusarium sp. dengan tingkat insidensi 36,7%.

Kata Kunci : Busuk Batang, Dimetamorf, Insidensi Penyakit, in vivo, Patogen.

vi
ABSTRACT
Reski Rahmayanti (G011181440) “Effectiveness Of Fungicide As A Seed Treatment In
Controlling Fusarium sp. On Corn Plants”. Supervised by Andi Nasruddin and Baharuddin.

One of the inhibiting factors for maize productivity in Indonesia is due to pathogen
attack. Fusarium sp. is the cause of corn stem rot and seed rot and is one of the most
damaging diseases after downy mildew and blight. This fungus can cause yield lossed up tp
100%. Efforts to maintain productivity in order to meet needs, namely carrying out controls
that are still used by the community today are controls using fungicides. This study aims to
test the effectiveness of a fungicide commonly used by farmers with the seed treatment
method according to the recommended dose of the fungicide in vivo. The fungsicies
treatments were mancozeb, benomyl, carbedazim+mancozeb, dimetamorph, and thiram,
control without fungicide (K+), and control without fungicide and without inoculation of
Fusarium sp. (K-). Parameters observed were germination rate, germination time, plant
height, number of leaves, and disease incidence. The results showed that the fungicide was
effective in suppressing the growth of the fungus Fusarium sp. based on the percentage of
germination and germination time. The fungicide treatment of carbedazim + mancozeb was
the most effective with germination rate of 80% and germination time of 4,4 days. The tallest
plants with the highest number of leaves were found in dimetamorf treatment, which were not
significantly different from control (K-). Dimetamorf was the most effective in suppressing
Fusarium sp. disease incidence with an average incidence of 36,7%.

Keywords: Dimetamorf, Disease Incidence, in vivo, Pathogen, Stem Rot.

vii
PERSANTUNAN
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Efektivitas
Fungisida Sebagai Perlakuan Benih di Dalam Mengendalikan Fusarium sp. Pada
Tanaman Jagung”. Shalawat dan salam tak lupa juga penulis kirimkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW yang telah mengantarkan dari zaman jahilyah menuju zaman yang modern
seperti saat sekarang.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penelitian hingga penyusunan skripsi ini telah
banyak pihak yang membantu dalam bentuk apapun itu. Oleh karena itu. penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak dengan segala
keikhlasannya yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:
1. Kedua orang tua, Bapak Salama dan ibu alm. Murni yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk merasakan pendidikan hingga saat ini, Dengan
sepenuh hati penulis berterima kasih atas semua hal yang telah diberikan, karena
penulis sadar segala hal baik yang terjadi sampai sekarang adalah berkat doa darinya,
Semoga masih ada kesempatan untuk membalasnya meskipun tidak setara dengan apa
yang telah diberikan,
2. Saudara Sarinah, Wahyudi dan Ismail, Indah yang telah membantu penulis dalam
hal materi maupun non-materi, memberikan semangat yang tak pernah putus. serta
kasih sayang yang sangat besar. Penulis sangat bersyukur memiliki kalian. Semoga
kelak penulis mampu membalas kebaikannya.
3. Dosen pembimbing satu Prof. Dr. Andi Nasruddin. M. Sc., Ph.D yang telah
memberikan bimbingan yang sangat luar biasa baik. sabar dan tulus hingga
meluangkan waktu liburnya. selalu memberikan banyak pelajaran dan cerita hidupnya
yang luar biasa sehingga penulis menjadikannya motivasi. Pembimbing dua Prof. Dr.
Agr. Sc. Ir. Baharuddin yang selalu bersedia memberikan saran kepada penulis.
Terima kasih atas segala keikhlasan. ketulusan. kesabaran. motivasi dan bantuan serta
saran yang telah diberikan selama bimbingan Penulis berharap semoga sehat selalu
sekeluarga dan panjang umur.
4. Dosen penguji bapak Prof. Dr. Ir. Nur Amin. Dipl.-Ing.Agr. bapak Prof. Dr. Ir.
Ade Rosmana. DEA dan ibu Dr. Sri Nur Aminah Ngatimin. S.P., M.Si yang telah
banyak memberikan saran dan motivasi kepada penulis selama proses penelitian
hingga penyusunan skripsi ini.
5. Penasehat Akademik penulis, ibu Dr. Ir. Vien Sartika Dewi. M.Si yang telah
memberikan arahan setiap semester selama menempuh perkuliahan di Departemen
Hama dan Penyakit Tumbuhan.
6. Staf Laboratorium dan Staf Pegawai Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Pak
Kamaruddin. Pak Ardan. Pak Ahmad. Ibu Ani yang telah membantu proses
penelitian penulis dan terkhusus Ibu Rahmatiah. SH.. dan Ibu Nurul yang mengurusi
segala administrasi penulis juga banyak mengajarkan penulis arti dari kesabaran.
7. Keluarga saya, Hj. Suhe, Kak Abdi dan Ka Sri yang telah memberikan tumpangan
tempat tinggal kepada penulis selama penulis berada di jenjang perkuliahan hingga
saat ini. Penulis sangat berterima kasih dan semoga bisa membalas kebaikannya.
8. Sahabat rasa saudara seperjuangan penulis Noor Adatul Janna yang sangat baik hati
selalu memberikan semangat dan motivasi. Sudah menjadi tempat curhat penulis dan
selalu mau dibebani. Penulis sangat bersyukur dan berterima kasih sudah mau
menjadi sahabat penulis dari awal perkuliahan dan berharap persahabatan kita tidak
berakhir.

viii
9. Ponakan-ponakan Penulis Intan Wahyudi yang telah membantu penulis dalam
penelitian, Faikha, Daffa, Adzriel, Rhey, Adhel, Amhel, dan Syifa yang selalu
memberikan semangat kepada penulis.
10. Sahabat penulis Ayu Ratna Ningsi, Eka Miftahul Janna, Nanda Winanda, Windi
Wijayanti, Dewi Nur Fitri dan Siska Dwi Wahyuni yang selalu memberikan
semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Semua sahabat penulis di grup Ribut aja, Anak-Anak Ibu Negara, BPH HMPT-
UH 21/22, HMPT-UH, DIAGNOS18, KKN Unhas Bone 1 Khususnya Posko 1,
PMB-UH Latenritatta, H18RIDA, Kak Putri Batara. Penulis ucapkan banyak
terima kasih atas semua bantuan dalam bentuk apapun.
Serta semua pihak yang turut serta dalam penyelesaian pendidikan. penelitian. dan
penyusunan skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyampaikan
ucapan Terima Kasih yang sebesar-besarnya untuk seluruh bantuan yang diberikan. Dengan
segala kerendahan hati penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Reski Rahmayanti

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ................................... Error! Bookmark not defined.


HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ................................... Error! Bookmark not defined.
Deklarasi ..................................................................................... Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK ............................................................................................................................... vi
ABSTRACT ............................................................................................................................vii
PERSANTUNAN ................................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................ xiii
1. PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Tujuan dan Kegunaan ...............................................................................................2
1.3 Hipotesis ...................................................................................................................2
2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................... 3
2.1 Jagung .......................................................................................................................3
2.1.1 Taksonomi.................................................................................................................3
2.1.2 Nilai Ekonomi dan Produktivitas ..............................................................................3
2.2 Penyebab Penyakit Busuk Batang Pada Jagung .......................................................5
2.2.1 Fusarium sp. .............................................................................................................6
2.2.2 Gejala Penyakit Fusarium sp. ...................................................................................7
2.3 Pengendalian Cendawan Fusarium sp. .....................................................................8
2.4 Perlakuan Benih dengan Fungisida ..........................................................................9
2.4.1 Mankozeb 80% (Dithane M-45) .............................................................................10
2.4.2 Benomil 50% (Benlox 50 WP) ...............................................................................10
2.4.3 Karbedazim 6,2% + Mankozeb 73,8% (Delsene MX, 80 WP) ..............................11
2.4.4 Dimetomorf 60% (Demorf 60 WP) ........................................................................11
2.4.5 Tiram 80% ( Tiflo 80 WG) .....................................................................................11
3. METODOLOGI ................................................................................................................. 13
3.1 Tempat dan Waktu..................................................................................................13
3.2 Alat dan Bahan .......................................................................................................13
3.3 Metode Pelaksanaan ...............................................................................................13
3.3.1 Pembuatan PDA (Potato Dekstrose Agar) .............................................................13
3.3.2 Perbanyakan Cendawan Fusarium sp.....................................................................14
3.3.3 Perhitungan dan Pengenceran Spora Fusarium sp. ................................................14
3.3.5 Penyiapan Media Tanam ........................................................................................14

x
3.3.5 Perlakuan Benih dengan Fungisida ........................................................................14
3.3.6 Penanaman Benih ...................................................................................................15
3.3.7 Pemeliharaan tanaman ............................................................................................15
3.4 Parameter Pengamatan ...........................................................................................16
3.5 Analisis Data...........................................................................................................16
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................................... 17
4.1 Hasil ........................................................................................................................17
4.1.1 Persentase Perkecambahan Benih ..........................................................................17
4.1.2 Waktu Perkecambahan (HST) ................................................................................17
4.1.3 Rata-Rata Tinggi Tanaman .....................................................................................18
4.1.4 Rata-Rata Jumlah Daun ..........................................................................................18
4.1.5 Persentase Insidensi Penyakit .................................................................................19
4.2 Pembahasan ............................................................................................................20
5. KESIMPULAN .................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 24
Lampiran ................................................................................................................................ 29

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 4-1 Persentase perkecambahan tanaman jagung selama penelitian berlangsung ...15
Tabel 4-2 Waktu perkecambahan benih selama penelitian berlangsung .........................15
Tabel 4-3 Rata-rata tinggi tanaman ..................................................................................16
Tabel 4-4 Rata-rata jumlah daun ......................................................................................16
Tabel 4-5 Rata-rata jumlah daun selama 9 MST..............................................................16
Tabel 4-6 Persentase insidensi serangan penyakit busuk batang selama 9 MST .............17

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2-1 Pengamatan mikroskopis spora dan konidia Fusarium sp. ................................6
Gambar 2-1 Gejala busuk batang akibat serangan Fusarium sp. ...........................................7

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Tabel Lampiran 1a Persentase perkecambahan .......................................................................26


Tabel Lampiran 1b Analisis sidik ragam persentase perkecambahan .....................................26
Tabel Lampiran 2a Waktu perkecambahan (HST) ..................................................................26
Tabel Lampiran 2b Analisis sidik ragam waktu perkecambahan ............................................27
Tabel Lampiran 3a Rata-rata tinggi tanaman 9 MST ..............................................................27
Tabel Lampiran 3b Analisis sidik ragam tinggi tanaman 9 MST ............................................27
Tabel Lampiran 4a Rata-rata jumlah daun...............................................................................28
Tabel Lampiran 4b Analisis sidik ragam jumlah daun 9 MST ................................................28
Tabel Lampiran 5a Persentase insidensi penyakit ...................................................................28
Tabel Lampiran 5b Analisis sidik ragam persentase insidensi penyakit .................................29
Lampiran Gambar 1. A. Perbanyakan isolat Fusarium sp.. dan B. Isolat Fusarium sp. pada
media PDA. ..............................................................................................30
Lampiran Gambar 2. A. Pengenceran spora, B. Perhitungan spora menggunakan
haemocytometer, dan C. Jagung BISI 18. D. Berat benih jagung sebanyak
30 benih, E. Persiapan Media Tanam, dan E. Media tanam sebanyak 500
gr ...............................................................................................................30
Lampiran Gambar 3. Fungisida yang digunakan A. Mankozeb 80% (Dithane M-45),
B.Benomil 50% (Benlox 50 WP), C. Karbedazim 6.2% + Mankozeb
73.8% (Delsene MX. 80 WP), D. Dimetomorf 60% (Demorf 60 WP), dan
E.Tiram 80% ( Tiflo 80 WG). ..................................................................31
Lampiran Gambar 4. Penimbangan dosis fungisida untuk perlakuan benih. A. Mankozeb, B.
Benomil, C. Karbedazim+mankozeb, D. Dimetomorf, E. Tiram. dan F.
Benih siap tanam. .....................................................................................32
Lampiran Gambar 5. Persiapan media tanam. A. Penyiapan suspensi Fusarium sp., B.
Pencampuran patogen ke media tanam, dan C. Penanaman benih. .........32
Lampiran Gambar 6. A. Memupuk tanaman jagung, B. Pupuk NPK yang digunakan, dan C.
Dosis pupuk yang digunakan/ polybag. ...................................................33
Lampiran Gambar 7. Pengamatan per MST. A. 1 MST, B. 2 MST, C. 3 MST, D. 4 MST, E.
5 MST, F. 6 MST, G. 7 MST, H. 8 MST, dan G. 9 MST. .......................36
Lampiran Gambar 8. A. Sampel untuk re-isolasi dan B. Proses re-isolasi di Laminar Air Flow
(LAF). .......................................................................................................36

xiii
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu bahan pangan yang penting di Indonesia karena
jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Jagung termasuk kepada tanaman
serealia yang biasa tumbuh di hampir seluruh penjuru dunia. Pada beberapa daerah di
Indonesia jagung dijadikan bahan pangan utama (Bakhri, 2007). Jagung merupakan salah
satu tanaman pangan yang memiliki peranan strategis dan bernilai ekonomis serta
mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama
karbohidrat dan protein setelah beras (food). Disamping itu juga jagung berperan sebagai
bahan baku industri pakan (feed) dan bahan bakar nabati (biofuel) (Asriani dan Sitti, 2019).
Sehingga tentu permintaan akan jagung ini akan terus meningkat pertahunnya.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2020) produktivitas jagung nasional dan Sulawesi
mencapai masing-masing 54,74 ku/ha dan 47,48 ku/ha. Pemerintah telah melakukan upaya
untuk meningkatkan produksi jagung termasuk melalui ekstensifikasi dan intensifikasi lahan.
Kendala-kendala yang sering dihadapi dalam upaya peningkatan produksi jagung adalah
faktor biotik maupun abiotik dari lingkungan. Faktor biotik dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu gangguan oleh makroorganisme yang dikenal dengan hama dan gangguan
mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya penyakit. Hasil produksi jagung tersebut
masih belum mencukupi kebutuhan. salah satu faktor utama penyebab penurunan produksi
jagung diantaranya ada Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang menginfeksi tanaman
maupun terbawa benih jagung.
Menurut Singh et al (2011) faktor yang dapat menurunkan produksi tanaman salah
satunya adalah penyakit. Penyakit terbawa benih menjadi penting karena dua hal yaitu
mengganggu perkecambahan, pertumbuhan, produktivitas tanaman, dan menyebarkan
penyakit lewat biji dan bibit (seed and seedlings disease) melalui infeksi yang berkembang
sistemik atau lokal. Penyakit merupakan permasalahan utama budidaya jagung. Banyak
penyakit yang dilaporkan namun ada beberapa penyakit penting pada jagung. Penyakit
penting adalah penyakit yang menimbulkan kerugian paling besar. Penyakit-penyakit penting
pada jagung yaitu penyakit bulai, karat daun, bercak daun, hawar daun, hawar upih, busuk
batang, busuk tongkol biji, dan virus mosaik (Riadi dan Cahyono, 2013). Busuk batang pada
jagung sangat mempengaruhi penurunan produksi jagung karena mampu mengakibatkan
kegagalan hingga 100%. Patogen penyebab busuk batang pada jagung yaitu Fusarium sp.
Cendawan Fusarium sp. telah tersebar sangat luas di negara yang beriklim tropis dan
subtropis diberbagai negara Asia, Eropa, dan Afrika (Oerke, 2006). Tanaman yang terkena
gejala kerusakan akibat Fusarium sp. mengalami kerusakan ekonomi yang tinggi sehingga
membutuhkan perhatian, penanganan, dan pengendalian khusus (Sutejo, 2008). Fusarium sp.
merupakan cendawan tular tanah dan patogen penting pada benih jagung yang dapat
menurunkan mutu benih dengan mengurangi daya kecambah (Wildan, 2022).
Busuk batang Fusarium sp. disebabkan oleh patogen Fusarium sp. melalui benih dan
tanah. Gejala penularan Fusarium sp. ditemukan pada tongkol dan batang jagung. Gejala
awal penyakit pada tanaman yang terinfeksi cendawan fusarium adalah daun akan mendadak
layu. Batang bagian bawah berwarna hijau kekuningan dan apabila penularannya berat

1
warnanya berubah menjadi cokelat kekuningan. Batang pada ruas paling bawah, empelurnya
membusuk dan terlepas dari kulit luar batang dan batangnya menjadi lembek (Suriani &
Muis, 2016).
Pengendalian yang umumnya dilakukan oleh petani yaitu penggunaan fungisida.
Penggunaan fungisida biasanya dengan cara penyemprotan maupun dengan perlakuan benih.
Perlakuan benih dengan fungisida menjadi salah satu cara untuk melindungi benih dari
berbagai macam patogen. Agustiansyah et al (2010) melaporkan bahwa matriconditioning
menggunakan arang sekam yang diberi agen biokontrol maupun bakterisida sintesis mampu
meningkatkan viabilitas benih dan vigor pada padi, sehingga penggunaan fungisida dengan
bahan aktif tersebut pada benih sangat dibutuhkan guna melihat tingkat keefektifannya dalam
menekan patogen Fusarium sp. pada tanaman jagung.

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan penelitian ini yaitu untuk menentukan efektivitas fungisida perlakuan benih untuk
mengendalikan Fusarium sp. in-vivo yang menyebabkan penyakit busuk pangkal batang
pada tanaman jagung. Kegunaan penelitian ini yaitu memberikan informasi mengenai
efektivitas fungisida untuk mengendalikan Fusarium sp. in-vivo yang menyebabkan penyakit
busuk pangkal batang pada tanaman jagung.

1.3 Hipotesis

Terdapat perbedaan efektivitas diantara beberapa jenis fungisida perlakuan benih di dalam
menekan patogen Fusarium sp., penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman
jagung.

2
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jagung
2.1.1 Taksonomi

Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan yang sangat penting karena hingga kini
dan menjadi makanan pengganti beras bagi sebagian penduduk Indonesia. Selain itu jagung
juga merupakan komoditas strategis karena mempunyai pengaruh yang besar terhadap
kestabilan ekonomi. Hal ini dipicu oleh semakin bertambahnya permintaan jagung akibat
semakin meningkatnya kebutuhan dalam pembuatan bahan makanan. serta sebagai pakan
ternak dan bahan baku industri. Selain itu produksi sampingan berupa batang, daun, dan
klobot dapat juga dimanfaatkan sebagai mulsa organik ataupun bahan pupuk kompos. Seiring
dengan semakin meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, tanaman jagung saat ini
banyak dikembangkan sebagai penghasil energi, dimana jagung merupakan salah satu
tanaman penghasil bioetanol dalam jumlah yang cukup besar (Dachlan et al., 2013).
Tanaman jagung termasuk tanaman rumput-rumputan dan berbiji tunggal
(monokotil). Jagung merupakan tanaman rumput kuat, sedikit berumpun dengan batang kasar
dan tingginya berkisar 0 – 6,3 m. Tanaman jagung termasuk jenis tumbuhan musiman dengan
umur ± 3 bulan (Nuridayanti, 2011).
Menurut Paeru dan Dewi (2017), taksonomi jagung sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Graminae
Famili : Graminaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Jagung menjadi tanaman penting setelah padi yang mengandung karbohidrat tinggi.
Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung memiliki kegunaan yang semakin meluas
diantaranya sebagai bahan pakan pada ternak dan bahan bakar nabati khususnya dalam
bentuk bioetanol serta berbagai olahan lain dibidang makanan hingga industri. Semakin
tinggi kegunaannya maka tingkat kebutuhan juga akan meningkat.

2.1.2 Nilai Ekonomi dan Produktivitas

Kebutuhan jagung di Indonesia saat ini cukup besar yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering
pertahun. Konsumsi jagung terbesar adalah untuk pangan dan industri pakan ternak. karena
sebanyak 51% bahan baku pakan ternak adalah jagung. Dari sisi pasar, potensi pemasaran
jagung terus mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat dari semakin berkembangnya
industri peternakan yang pada akhirnya meningkatkan permintaan jagung sebagai bahan
pakan ternak. Berkembang pula produk pangan dari jagung dalam bentuk tepung jagung di
kalangan masyarakat. Produk tersebut banyak dijadikan untuk pembuatan produk pangan

3
(Budiman, 2012).
Biji jagung dapat dibuat sebagai bahan olahan segar, langsung siap saji, produk
instan, dan dapat dibuat sebagai bahan tepung. Jagung juga dapat dibuat bahan baku industri,
pakan, baik biji maupun batang dan daun. Jagung pipilan kering dapat dibuat menjadi jagung
sosoh, beras jagung dapat dimasak layaknya beras biasa, dan tepung jagung yang dikenal
sebagai tepung maizena dapat menjadi substitusi tepung terigu. Tepung jagung juga dapat
dibuat kue kering, mie kering, dan roti. Bahkan bagi penderita diabetes dianjurkan mengganti
konsumsi beras untuk beralih ke jagung atau setidaknya nasi jagung. Jagung mengandung
protein sekitar 10%, lebih tinggi dibandingkan dengan beras 7,5%, dan lebih rendah
dibanding gandum 14%. Nutrisi lain yang dikandung jagung adalah lemak dan serat masing-
masing 5% dan 2%. Kandungan nutrisi per 100 g biji adalah kalsium 45 mg, besi 3 mg, fosfor
24 mg, natrium 11 mg, dan kalium 78 mg (Suarni dan Widowati. 2007).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2020) menurut jenis lahan, rata-rata
produktivitas jagung yang ditanam di lahan sawah irigasi adalah yang paling tinggi. mencapai
68,55 ku/ha. Sementara itu, rata-rata produktivitas paling rendah dimiliki oleh jagung yang
ditanam pada lahan bukan sawah yaitu sebesar 51,46 ku/ha. Perbandingan rata-rata
produktivitas jagung di Sulawesi yaitu sebesar 47,48 ku/ha. Rata-rata produktivitas jagung
terserang OPT mencapai 54,98 ku/ha. Sementara rata-rata produktivitas yang tidak terserang
OPT hanya mencapai 53,77 ku/ha. Secara umum produktivitas yang terserang OPT dengan
yang tidak terserang OPT tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Sedangkan Berdasarkan
hasil Survei Ubinan 2020, persentase rumah tangga jagung yang tanamannya mengalami
serangan OPT cukup tinggi, sebesar 75,03%, sedangkan 24,97% sisanya tidak terkena
serangan OPT.
Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi penghasil jagung utama di Indonesia
setelah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Lampung. Luas panen dan produksi jagung di
Sulawesi Selatan pada tahun 2010 masing-masing mencapai 303.375 ha dan 1.343.043 ton
dengan produktivitas 4,42 t/ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi
Sulawesi Selatan, 2011). Produktivitas tersebut masih rendah dibandingkan dengan
produktivitas hasil penelitian yaitu mencapai 7-8,5 t/ha. Pada tahun 2013 terjadi penurunan
produksi yaitu menjadi 1,25 juta ton pipilan kering atau turun sekitar 265.13 ribu ton
dibandingkan tahun sebelumnya yang menghasilkan 1,51 juta ton (BPS, 2014). Penurunan
produksi disebabkan karena penurunan luas panen dan produktivitas secara bersamaan.
Beberapa permasalahan teknis yang menjadi penyebab rendahnya produktivitas jagung antara
lain disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya fisik (iklim, jenis tanah, dan lahan), dan
faktor biologis (varietas, hama, penyakit dan gulma), serta faktor sosial ekonomi. Penyakit
yang dapat menyerang tanaman jagung dapat disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri
dan cendawan. Proses infeksi mikroorganisme dapat terjadi pada fase benih hingga tanaman
memproduksi tongkol jagung (Sudjono, 2018).
Hasil penelitian Anggraini (2022) menunjukkan bahwa perkiraan penggunaan jagung
pada 2020 sebesar 27,78 juta ton dengan pola penggunaannya secara berturut-turut yaitu
untuk pangan sebesar 42%. Pakan sebesar 34% dan penggunaan lainnya sebesar 24%. Rata-
rata laju pertumbuhan penggunaan jagung sebesar 4,26%/tahun dengan rata- rata laju
pertumbuhan secara berturut-turut untuk pangan sebesar 2,92%/tahun. pakan sebesar
10,92%/tahun dan penggunaan lainnya sebesar 6,17%/tahun. Proyeksi kebutuhan jagung

4
Indonesia pada 2030 sebesar 37,57 juta ton. Oleh karena itu, pada 10 tahun mendatang.
kebutuhan jagung akan meningkat sebesar 1,35 kali lipat.
Tingkat kebutuhan jagung tentu akan terus meningkat dan jika tidak diimbangi
dengan upaya peningkatan produksinya maka akan menyebabkan indonesia harus mengimpor
jagung dalam jumlah besar secara terus menerus.

2.2 Penyebab Penyakit Busuk Batang Pada Jagung

Kerugian yang ditimbulkan dari penyakit yang disebabkan oleh cendawan tidak hanya pada
morfologi dan fisiknya, patogen juga mampu menghasilkan mikotoksin (Jahuddin et al,
2018). Mikotoksin merupakan metabolit sekunder yang diproduksi oleh beberapa cendawan.
Cendawan yang mampu memproduksi mikotoksin sebelum dan setelah masa panen antara
lain adalah dari genus Fusarium sp. dan Alternaria (Noveriza, 2008). Menurut
Soenartiningsih et al., (2016) diperkirakan setiap tahunnya terjadi kontaminasi mikotoksin
sebanyak 25-50% pada komoditas pertanian. Mikotoksin pada Fusarium sp. mulai
dikhawatirkan setelah ditemukan aflotoksin penyebab Turkey X disease pada tahun 1960.
Fusarium sp. merupakan patogen penting yang menyerang tanaman jagung, sedangkan pada
tempat penyimpanan patogen penting yang menyerang tongkol jagung adalah Aspergillus,
kedua patogen ini mampu menghasilkan mikotoksin yang bersifat karsinogenik yang dapat
membahayakan kesehatan manusia maupun ternak (Pakki, 2016).
Berdasarkan data Badan Pemeriksaan dan Sertifikasi Benih Sumatera Utara (BPSB
2013), cendawan patogen terbawa benih yang menginfeksi benih jagung di daerah Sumatera
Utara adalah penyakit tanaman jagung yang disebabkan oleh cendawan terbawa benih jagung
diantaranya Fusarium sp. penyebab busuk batang, penyakit gosong, bercak daun, hawar
daun, dan juga layu. Di Sulawesi Selatan, penyebab penyakit busuk batang yang telah
berhasil diisolasi adalah Diplodia sp., Fusarium sp. dan Macrophomina sp (Semangun,
2004). Penyakit penting pada jagung adalah penyakit busuk batang yang disebabkan oleh
patogen Fusarium sp. Penyakit busuk batang merupakan penyakit utama kedua pada tanaman
jagung setelah penyakit bulai (Talanca, 2007). Penyakit busuk batang pada tanaman jagung
dapat menyebabkan kehilangan hasil yang relatif tinggi yaitu sekitar 65% dan daerah
penyebarannya cukup luas (Burhanuddin, 2008).
Cendawan Fusarium sp. merupakan penyebab penyakit layu dan busuk batang pada
tanaman. Fusarium sp. merupakan cendawan yang mampu bertahan lama dalam tanah
sebagai klamidospora, yang terdapat banyak dalam akar sakit. Cendawan ini mengadakan
infeksi melalui akar. Adanya luka pada akar akan meningkatkan infeksi. Setelah masuk ke
dalam akar, cendawan berkembang sepanjang akar menuju ke batang dan disini cendawan
berkembang secara meluas dalam jaringan pembuluh sebelum masuk ke dalam batang palsu.
Pada tingkat infeksi lanjut, miselium dapat meluas dari jaringan pembuluh ke parenkim.
Cendawan membentuk banyak spora dalam jaringan tanaman sehingga tanaman menjadi
sakit dan tidak sehat (Semangun, 2000).
Infeksi oleh cendawan ini juga terjadi melalui luka akibat serangga. Serangan hama
penggerek batang jagung biasanya berkorelasi positif dengan tingkat penularan Fusarium sp.
Larva penggerek batang menyebabkan kerusakan pada batang dan tongkol sehingga memicu
perkembangan Fusarium sp. Hal ini terjadi melalui dua tahapan. Pertama. larva penggerek

5
batang dapat membawa spora Fusarium sp. Dari permukaan tanaman ke biji rusak atau
interior batang. Kedua. meskipun spora Fusarium sp. tidak langsung terikut masuk ke dalam
biji atau interior batang. namun dapat berkembang pada jaringan yang rusak akibat gerakan
larva yang masuk ke dalam tanaman (Czembor et al.. 2010).

2.2.1 Fusarium sp.

Menurut Suryani et al (2020) Fusarium sp. diklasifikasikan sebagai berikut:


Kingdom : Cendawan
Divisi : Mycophyta
Sub divisi : Eumycopyta
Kelas : Deutteromycetes
Ordo : Moniliales
Family : Tuberculariaceae
Genus : Fusarium
Species : Fusarium sp.

Gambar 2-1. Pengamatan mikroskopis konidia Fusarium sp. menggunakan perbesaran 40x
(Sumber: Wilisiani et al., 2020)
Menurut Semangun (2008), koloni cendawan Fusarium sp. berwarna putih, merah
muda atau oranye, tergantung pada spesiesnya. Cendawan ini umumnya mempunyai tiga alat
reproduksi, yaitu mikrokonidia yang terdiri atas 1-2 septa yang berbentuk ovoid dengan
ujungnya agak bengkok dan menyempit atau lonjong, makrokonidia yang terdiri atas 3-5
septa berbentuk seperti sabit dengan ujung agak membengkok, dan klamidospora atau
konidiofor yang merupakan pembengkakan pada hifa.
Mikrokonidium banyak dihasilkan dalam berbagai kondisi, bentuknya lonjong atau
bulat bersel satu dan tidak berwarna, berukuran 6-15 μm x 2,5-4 μm. Makrokonidium lebih
jarang ditemukan, bentuknya lurus atau bengkok seperti sabit, tidak berwarna, kebanyakan
bersekat dua atau tiga, dan berukuran 25- 33 μm x 3,5-5,5 μm. Klamidospora dibentuk
sebagai respon terhadap kondisi lingkungan yang tidak sesuai yang bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidup patogen. Klamidospora berukuran 7-11 μm, bersel satu
atau dua, berdinding tebal dan dihasilkan di dalam makrokonidium atau miselium yang telah
tua (Sastrahidayat, 1990 dan Semangun, 1991 dalam Taufik, 2008).
Fusarium sp. mampu bertahan lama dalam tanah, ketika tanah telah terinfeksi maka
sulit untuk membersihkan kembali dari cendawan ini. Bagian tanaman yang dapat terinfeksi

6
yaitu akar, batang, atau ranting terutama melalui luka-luka, kemudian menetap dan
berkembang dalam berkas pembuluh. Hingga dalam keadaan tanpa lukapun cendawan masih
mampu menyebar karena tanah yang terbawa air, angin, atau serangga. Cendawan ini
berkembang pada suhu 21-330C, dengan suhu optimum 280C (Radian et al., 2007).
Cendawan Fusarium sp. membentuk polipeptida yang disebut likomarasmin yaitu
suatu toksin yang mengganggu permeabilitas membran plasma tanaman. Selain itu, Fusarium
sp. juga membentuk senyawa yang lebih sederhana, yaitu asam fusarat dan menghasilkan
enzim pektolitik, terutama pektinmetilesterase (PME) dan depolimerase (DP). PME
menghilangkan metil pada rantai pektin menjadi asam pektat. Depolimerase memecah rantai
asam pektat menjadi poligalakturonida dengan bermacam-macam berat molekul. Enzim-
enzim tersebut memecah bahan pektin yang ada dalam dinding xilem. Fragmen-fragmen
asam pektat masuk ke dalam pembuluh xilem yang kemudian membentuk massa koloidal
yang mengandung bahan non pektin yang dapat menyumbat pembuluh. Berkas pembuluh
akan menjadi cokelat disebabkan karena fenol-fenol yang terlepas masuk ke dalam berkas
pembuluh. Fenol-fenol tersebut oleh enzim fenol oksidase yang dihasilkan tumbuhan inang
akan mengalami polimerisasi menjadi melanin yang berwarna cokelat. Bahan berwarna ini
terutama diserap oleh pembuluh xilem yang berlignin yang menyebabkan warna cokelat yang
khas pada penyakit Fusarium sp. (Mukarlina, 2010).
Fusarium sp. mengalami fase patogenesis dan saprogenesis. Pada fase patogenesis,
cendawan hidup sebagai parasit pada tanaman inang. Apabila tidak ada tanaman inang,
patogen hidup di dalam tanah sebagai saprofit pada sisa tanaman dan masuk fase
saprogenesis, yang dapat menjadi sumber inokulum untuk menimbulkan penyakit pada
tanaman lain. Penyebaran propagul dapat terjadi melalui angin, air tanah, serta tanah
terinfeksi dan terbawa oleh alat pertanian dan manusia (Alfizar, 2011).

2.2.2 Gejala Penyakit Fusarium sp.

Fusarium sp. merupakan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) penting pada tanaman
jagung yang menyebabkan penyakit busuk batang pada tanaman jagung dengan tingkat
serangan dapat mencapai 87% (Pakki, 2005). Gejala yang ditimbulkan akibat infeksi
Fusarium sp. penyebab penyakit busuk batang pada tanaman jagung adalah pada bagian
bawah batang jagung berwarna hijau kekuningan, kemudian berubah warna menjadi coklat
kekuningan. Ruas paling bawah empelurnya membusuk dan terlepas dari kulit luar batang
sehingga batang menjadi lunak. Struktur batang berubah silinder rapat menjadi tabung yang
selanjutnya menyebabkan kelayuan dikarenakan penghentian semua transportasi hara ke biji,
sehingga mempengaruhi berat biji, serta akar akan menjadi busuk, mudah dicabut, dan mudah
rebah (Hanif dan Susanti, 2019).

7
Gambar 2-1 Gejala busuk batang akibat serangan Fusarium sp.
(Sumber: Syahriani et al., 2021)
Infeksi oleh cendawan ini terjadi melalui lubang dan celah pada pericarp atau luka
bekas serangga. Serangan hama penggerek batang jagung biasanya berkorelasi positif dengan
tingkat penularan Fusarium sp. Larva penggerek batang menyebabkan kerusakan pada batang
dan tongkol sehingga memicu perkembangan Fusarium sp. Spesies Fusarium sp. mampu
bertahan hidup pada sisa pertanaman jagung sebagai miselium atau struktur hidup lainnya
(Jackson et al., 2009). Busuk batang ini sulit dibedakan dengan busuk batang Gibberella.
Pembusukan biasanya sampai ke akar, dasar batang, dan buku batang bawah. Pembusukan
mulai tampak setelah persarian dan makin parah bila tongkol makin matang. Batang yang
terinfeksi dengan warna miselium berwarna putih sampai merah jambu/salmon, sedang yang
lainnya seperti busuk batang Gibberella (Sudjono, 2018).
Gejala awal penyakit yang terinfeksi cendawan fusarium pada tanaman jagung adalah
daun mendadak layu. Setelah satu sampai dua hari, daun berubah warna menjadi kelabu dan
terkulai. Batang bagian bawah berwarna hijau kekuningan, dan apabila penularannya berat
warnanya berubah menjadi cokelat kekuningan. Batang pada ruas paling bawah, empelurnya
membusuk dan terlepas dari kulit luar batang dan batangnya menjadi lembek. Kelayuan ini
dapat menghentikan semua transportasi hara ke biji, sehingga bobot biji menurun. Tanaman
yang terinfeksi busuk batang, akarnya membusuk, tanaman mudah rebah dan mudah dicabut
(Soenartiningsih, 2016).

2.3 Pengendalian Cendawan Fusarium sp.

Pengendalian Fusarium sp. dinilai cukup sulit karena cendawan ini merupakan patogen tular
tanah, memiliki kemampuan bertahan dalam tanah selama bertahun-tahun meskipun kondisi
lingkungan tidak menguntungkan dan tanpa tanaman inang masih dapat berkembang dengan
cara membentuk spora bertahan seperti klamidospora (Sudantha & Abadi, 2011). Namun,
Sudjono (2018) menjelaskan bahwa pengendalian penyebaran penyakit ini dapat dilakukan
dengan menggunakan varietas jagung yang tahan dengan tongkol tertutup sempurna, sanitasi
dan rotasi penyerbukan jagung diperhatikan, menggunakan benih yang sehat, menggunakan
fungisida efektif secara semprotan dan meminimalisir terjadinya luka pada batang serta
cekaman pada tanaman jagung (Freije & Wise, 2016).

8
Penyakit berkembang dan menyebar sangat baik pada cuaca hangat dan kering
(kemarau). Oleh karena itu jagung yang ditanam di dataran rendah lebih banyak terserang
daripada jagung di dataran tinggi. Fusarium sp. tidak hanya mampu menginfeksi tanaman
jagung, tetapi juga beberapa penyakit penting pada tanaman pangan lainnya dan hortikultura
(Sudjono, 2018). Cendawan tular tanah Fusarium sp. juga menghasilkan toksin
(Fusariotoksin) yang berbahaya bagi konsumen karena dapat menyebabkan keracunan.
Cendawan Fusarium sp. juga mengeluarkan mikotoksin sebagai hasil biosintensis.
Mikotoksin yang dihasilkan cendawan Fusarium selain menginfeksi tanaman jagung, juga
dapat menginfeksi berbagai macam komoditas pertanian (Soenartiningsih et al., 2016).
Namun pengendalian cendawan Fusarium sp. pada tanaman jagung, dapat dilakukan
sejak awal pra panen melalui pengelolaan tanaman dan penyakitnya, penanaman varietas
tahan, pengendalian secara kimiawi, dan hayati secara terpadu, serta penanganan panen dan
pascapanen. Langkah ini bertujuan untuk mengendalikan penyebaran cendawan Fusarium sp.
dan mencegah kontaminasi serta akumulasi mikotoksin pada tanaman jagung
(Soenartiningsih et al., 2016). Penggunaan fungisida adalah termasuk dalam pengendalian
secara kimia (Djodjosumarto, 2000). Patogen yang menyerang benih dapat menginfeksi pada
saat di lapangan, kontaminasi saat panen, pengolahan, pengemasan, penyimpanan, dan
selama proses pendistribusian benih (Sujayadi et al., 2017). Peningkatan produksi sangat
dibutuhkan, oleh karena itu digunakan fungisida untuk menekan pertumbuhan cendawan baik
yang disemprotkan maupun dengan perlakuan benih.

2.4 Perlakuan Benih dengan Fungisida

Menurut Barros et al., (2011) bahwa kontaminasi cendawan menghasilkan senyata mitotoksin
dalam biji tanaman pangan sangat membahayakan kesehatan manusia dan ternak. Benih
tanaman menjadi sasaran patogen penyebab penyakit terutama cendawan karena merupakan
kaya akan sumber nutrisi seperti karbohidrat, protein, dan lemak yang merupakan sumber
makanan bagi sejumlah organisme, terutama mikroorganisme seperti cendawan. Oleh karena
itu, patogen dapat memanfaatkan benih sebagai sumber nutrisi dengan cara menginfeksi
benih. Keberadaan patogen pada benih sangat mempengaruhi kualitas dan mutu benih
jagung. Cendawan patogen yang terbawa pada benih dapat mengubah bentuk dan warna
benih, hilangnya daya kecambah dan vigor benih, serta dapat mengurangi hasil produksi
tanaman, dan patogen ikut terbawa pada benih yang tumbuh, sehingga menyebabkan
berkembangnya penyakit pada tanaman (Hanif dan Susanti, 2019).
Perlakuan benih menggunakan fungisida dapat diterapkan untuk pencegahan
munculnya penyakit misalnya penyakit bulai pada jagung. Fungisida merupakan pestisida
yang bahan racunnya dapat menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan jika
penggunaannya tidak tepat. Aplikasi fungisida pada benih jagung diduga akan berdampak
buruk bagi lingkungan di dalam tanah seperti biota tanah. Penggunaan fungisida bertujuan
untuk mengendalikan atau menekan pertumbuhan cendawan. Jika cendawan dikendalikan
dengan fungisida melalui perlakuan benih, maka kelimpahan cendawan di dalam tanah akan
berkurang. Kondisi semacam ini dapat menyebabkan artropoda pemakan miselia cendawan
mengalami keterbatasan sumber nutrisi sehingga aktivitas dan kelimpahannya akan tertekan
(Fitryana et al., 2018).

9
Fungisida merupakan bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untuk memberantas dan mencegah cendawan (Wudianto, 2007). Menurut
Sudirman (2009), penggunaan fungisida menimbulkan pengaruh buruk terhadap lingkungan,
namun pengguna fungisida enggan beralih ke jenis pengendali hayati. Permasalahan tersebut
disebabkan oleh hambatan pertumbuhan dan perkembangan cendawan patogen yang
dikendalikan menggunakan fungisida lebih cepat dapat diamati hasilnya daripada
menggunakan pengendali hayati, dan para pengguna fungisida tidak memahami akibat buruk
dari penggunaan fungisida tersebut.
Mikoriza merupakan struktur sistem perakaran yang terbentuk karena adanya
simbiosis mutualisme antara fungi (myces) non patogen dan perakaran (rhiza) tumbuhan
tingkat tinggi. Asosiasi ini menguntungkan bagi tanaman maupun bagi cendawan karena
cendawan bisa menumpang hidup pada tanaman dan tanaman secara aktif mampu menyerap
unsur hara yang lebih banyak melalui hifa-hifa yang terdapat pada fungi tersebut (Setiadi,
2001 dalam Sari et al., 2014).

2.4.1 Mankozeb 80% (Dithane M-45)

Dithane M-45 merupakan salah satu fungisida kontak yang banyak digunakan untuk
mengendalikan cendawan yang muncul di permukaan tanaman (Martoredjo, 1992 dalam Sari
et al, 2014). Fungisida ini tidak beracun bagi tanaman bila konsentrasi yang digunakan tidak
berlebihan kecuali untuk tanaman yang mempunyai daya kepekaan tinggi (Nene dan
Thapliyal, 1979 dalam Sari et al, 2014). Dithane M-45 mengandung bahan aktif Mencozeb
yang berspektrum luas yang dapat menghambat enzim-enzim patogen pada tanaman jagung
(Sumartini, 1990 dalam Sari et al, 2014).
Dalam hasil penelitian Sari et al (2014) menunjukkan bahwa pemberian fungisida
Dithane M-45 melebihi dosis anjuran 1,5- 3,0 g/l dapat mempengaruhi pertambahan tinggi
tanaman jagung, pertambahan jumlah daun tanaman jagung dan berat kering daun tanaman
jagung. Pemberian fungisida Dithane M-45 secara statistik tidak mempengaruhi kepadatan
spora pada tanaman jagung, tetapi berdasarkan uji regresi memberikan pengaruh semakin
tinggi dosis fungisida yang digunakan semakin sedikit spora yang didapatkan.

2.4.2 Benomil 50% (Benlox 50 WP)

Benomil merupakan fungisida sistemik yang ideal untuk tujuan perlakuan benih karena
fungisida yang diaplikasikan dalam bentuk debu atau slurry (pasta) pada permukaan benih
akan berpenetrasi dan terbawa ke dalam jaringan ketika benih mengimbibisi air dari tanah
sewaktu benih ditanam. Selain itu, kemungkinan mekanisme fungitoksisitas dari Benomil
(fungisida sistemik) lebih spesifik antara lain menetralisasi enzim dan atau toksin yang
terlibat dalam invasi dan kolonisasi cendawan, permeabilitasnya lebih besar dari dinding sel
cendawan, perusakan dinding semipermeabel dari hifa cendawan dan struktur infeksi,
penghambatan sistem enzim dari cendawan. Fungisida ini efektif terhadap jenis
Ascomycetes, beberapa cendawan Imperfecti, tetapi hasilnya beragam terhadap
Basidiomycetes dan tak berpengaruh terhadap Phycomycetes (Sastrosuwignyo, 1985 dalam
Setiyowati et al., 2007).

10
Keefektifan penggunaan fungisida ini menurut penelitian Setiyowati et al (2007)
bahwa perlakuan seed coating dengan Benomil berpengaruh nyata terhadap penurunan
tingkat infeksi cendawan C. capsici pada benih dan hipokotil cabai. Perlakuan terbaik untuk
menurunkan tingkat infeksi cendawan C. capsici pada benih dan hipokotil adalah perlakuan
seed coating dengan Benomil 2,5 g/l.

2.4.3 Karbedazim 6,2% + Mankozeb 73,8% (Delsene MX, 80 WP)

Fungisida ini merupakan fungisida dan Zat Pengatur Tumbuh sistemik dan kontak berbentuk
tepung berwarna kuning yang dapat disuspensikan. Bahan aktif yang terkandung adalah
mankozeb 73,8% dan Karbedazim 6,2%. Fungisida ini efektif untuk mengendalikan penyakit
bercak daun Alternaria porri, penyakit antraknosa Colletotrichum capcisi, penyakit bercak
daun Cercospora sp., penyakit cacar daun Phyllosticta sp., penyakit gugur daun
Colletotrichum gloesporioides dan penyakit busuk daun Phytophthora infestans (Kementan,
2012).
Dalam penelitian Purba et al (1996) fungisida Delsene MX yang bersifat kontak
sistemik lebih baik dibandingkan yang bersifat kontak dan sistemik saja. Fungisida dapat
menekan perkembangan cendawan melalui mekanisme mengganggu pembentukan dinding
sel, membran sel, sintesis protein dan reaksi transformasi energi yang berasosiasi dengan
transport elektron oleh mitokondria (Sugiharso, 1992).
Fungisida ini telah diuji dalam penelitian Sumardiyono et al (2011) bahwa fungisida
ini mempunyai daya hambat terhadap perkembangan miselium yang terbesar. Fungisida
campuran ini akan menghambat timbulnya strain cendawan terhadap fungisida yang sering
terjadi pada fungisida sistemik (Dekker, 1977 dalam Sumardiyono et al, 2011).

2.4.4 Dimetomorf 60% (Demorf 60 WP)

Dimetomorf (Dimethomorph) merupakan salah satu bahan aktif fungisida yang termasuk
turunan dari morpholine. Menurut Hudayya dan Jayanti (2013), dimetomorf termasuk
golongan asam sinamik amida yang bekerja mengganggu pembentukan dinding sel.
Dimetomorf memiliki sifat sebagai fungisida sistemik, preventif, kuratif dan antisporulasi
yang baik terutama pada cendawan golongan Oomycetes. Cara kerjanya dengan memblokir
semua tahapan dalam pembentukan dinding sel, seperti pembentukan membran
perkecambahan spora, pembentukan haustorium, pertumbuhan hifa dan pembentukan
Oospora.
Fungisida ini merupakan fungisida yang paling banyak digunakan untuk mencegah
penyakit. Penggunaan dengan dosis 4-5 g/kg. Bahan aktif yang digunakan yaitu Dimetomorf
60% yang terbilang tinggi, sehingga fungisida ini menjadi pilihan baru para petani jagung
yang selama ini dipusingkan dengan berbagai penyakit yang muncul pada tanaman jagung.

2.4.5 Tiram 80% ( Tiflo 80 WG)

Informasi terbaru menyebutkan bahwa fungisida dengan merek dagang Tiflo dengan
kandungan tiram 80%, direkomendasikan untuk perawatan benih di Indonesia (Roup, 2016
dalam Rahayu, 2016). Fungisida tiram sering diaplikasikan melalui benih untuk menekan

11
cendawan terbawa benih juga cendawan tular tanah penyebab penyakit damping-off.
Fungisida berbahan aktif thiram cenderung menginaktifkan enzim spesifik dalam siklus
kreb.Tiram dilaporkan efektif untuk menekan penyakit pra dan pasca kecambah pada kedelai
yang disebabkan berbagai cendawan seperti Aspergillus spp., F. moniliforme, Curvularia
lunata dan Penicillium spp. (Solanke et al. 1997 dalam Rahayu, 2016).
Keefektifan lain penggunaan fungisida tiflo dalam jurnal Rahayu (2016) yaitu untuk
perawatan benih kedelai, karboksin dicampur dengan tiram masing-masing dengan dosis 2
g/kg benih, dapat meningkatkan perkecambahan yang mencapai 83% dibandingkan tanpa
perlakuan perkecambahan hanya 74% (Zorato dan Henningh, 2001). Kaptan dengan dosis 2,5
g/kg benih dan 2,5 g tiram/1 kg benih, dilaporkan efektif menekan serangan kompleks
cendawan terbawa benih kedelai seperti Diaporthe sp., Alternaria alternate, A. flavus, C.
lunata dan F. oxysporum serta meningkatkan daya kecambah, panjang kecambah dan bobot
kering kecambah (Manshi et al, 2004).

12
3. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Greenhouse Hama dan
Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. Penelitian ini
dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai November 2022.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, sekop, cawan petri, pipet ukur,
erlenmeyer, jarum preparat, bunsen, wrapping, aluminium foil, penggaris, autoklaf, label, dan
alat tulis.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu benih jagung varietas BISI 18, polybag, tanah,
pupuk kandang, isolat cendawan Fusarium sp., ekstrak kentang, agar-agar, gula pasir,
chloramphenicol, aquades, dan lima jenis fungisida yang terdiri dari Mankozeb 80% (Dithane
M-45), Benomil 50% (Benlox 50 WP), Karbedazim 6,2% + Mankozeb 73,8% (Delsene MX,
80 WP), Dimetomorf 60% (Demorf 60 WP) dan Tiram 80% (Tiflo 80 WG).

3.3 Metode Pelaksanaan

Metode Penelitian ini terdiri dari pengujian secara in vivo dengan menggunakan rancangan
percobaan RAL (Rancangan Acak Lengkap). Jumlah perlakuannya sebanyak 5 jenis fungisida
dengan perlakuan benih dan kontrol yang masing-masing terdiri atas 15 ulangan sehingga
satuan percobaan sebanyak 105 polybag. Adapun perlakuan yang diujikan adalah sebagai
berikut:
a) Kontrol = (K+) Tanpa perlakuan fungisida dan;
(K-) Tanpa perlakuan fungisida dan tanpa Fusarium sp.
b) P1 = Fusarium sp. + Fungisida (Mancozeb)
c) P2 = Fusarium sp. + Fungisida (Benomil)
d) P3 = Fusarium sp. + Fungisida (Karbendazim + mankozeb)
e) P4 = Fusarium sp. + Fungisida (Dimetomorf)
f) P5 = Fusarium sp. + Fungisida (Tiram)

3.3.1 Pembuatan PDA (Potato Dekstrose Agar)


Media PDA terdiri dari kentang, gula, agar, dan aquades. Kentang dikupas lalu dipotong kecil
seperti dadu dan direbus dengan aquades hingga mendidih kemudian ekstrak kentang disaring
dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah berisi gula dan agar. Setelah itu mengaduk
semua campuran tadi kemudian menutup erlenmeyer dengan menggunakan aluminium foil
dan direkatkan menggunakan plastik wrap. Kemudian memasukkan media ke dalam autoklaf
selama dua jam pada suhu 121oC dengan tekanan satu atm (Penuntun Praktikum
Mikrobiologi, 2019).

13
3.3.2 Perbanyakan Cendawan Fusarium sp.

Diawali dengan pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) setelah itu isolat cendawan
Fusarium spp. yang digunakan diperoleh dari koleksi Prof. Dr. Ir. Andi Nasruddin, M.Sc.
Ph.D. Cara perbanyakannya yaitu diambil dengan menggunakan cork borer kemudian
dipindahkan ke cawan yang berisi media PDA dan meletakkannya di tengah cawan. Koloni
cendawan patogen yang tumbuh dimurnikan dengan memindahkannya ke media PDA yang
baru.

3.3.3 Perhitungan dan Pengenceran Spora Fusarium sp.


Perhitungan spora dilakukan menggunakan alat Haemocytometer pada mikroskop.
Menambahkan 10 ml aquades steril ke dalam cawan petri yang berisi biakan isolat cendawan
lalu dihomogenkan menggunakan spatula. Suspensi cendawan tersebut disaring menggunakan
kain kasa halus untuk memisahkan konidia dengan media biakan. Kemudian mengambil
suspensi ke dalam alat Haemocytometer. Suspensi selanjutnya diambil sebanyak 2 tetes dan
diteteskan pada haemocytometer untuk dihitung kerapatan konidianya. Menurut Tambingsila
M (2015), cara menghitung spora dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
K=( )
x 106
Keterangan :
K : Konsentrasi spora per ml larutan
t : Jumlah total spora dalam kotak perhitungan yang diamati
n : Jumlah kotak yang diamati
0,25 : Faktor koreksi penggunaan kotak sampel skala kecil pada haemocytometer.
Pengenceran spora dilakukan setelah perhitungan kerapatan spora yang kemudian
kerapatan sporanya masih sangat tinggi, kebutuhan tingkat kerapatan spora yang dibutuhkan
yaitu 106, maka dilakukan pengenceran dengan memindahkan suspensi spora ke dalam tabung
reaksi, kemudian diambil suspensi sebanyak 1 ml dan dan dibuat seri pengenceran dengan
cara mengambil suspensi awal sebanyak 1 ml ditambahkan pada 9 ml air steril lalu
dihomogenkan hingga diperoleh pengenceran 106. Suspensi selanjutnya diambil sebanyak 2
mikroliter dan diteteskan pada haemocytometer dan dihitung kembali kerapatan konidianya.

3.3.5 Penyiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan yaitu tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 4:1 yang
diratakan. Memasukkan media tanam ke dalam polybag berukuran 18 x 18 cm sebanyak 500
gr per polybag. Menyediakan media tanam sebanyak 75 polybag perlakuan fungisida dan 30
polybag kontrol. Melakukan suspensi 106 konidia per ml dengan 220 ml air. Menyiramkan
hasil suspensi ke media tanam sebanyak 220 ml per 500 g tanah lalu dicampur merata dan
kemudian menanam benih jagung sebanyak 2 benih per polybag.

3.3.5 Perlakuan Benih dengan Fungisida

Persiapan kebutuhan benih dilakukan dengan tahap penimbangan kebutuhan benih jagung
menggunakan timbangan digital yaitu sebanyak 30 benih dengan berat 8 gr. Benih yang

14
ditimbang digunakan untuk 15 ulangan dan 7 perlakuan, benih yang sudah ditimbang
disimpan kedalam cawan petri untuk kemudian diperlakukan dengan fungisida. Benih jagung
yang digunakan adalah varietas BISI 18. Penimbangan benih penting dilakukan untuk
menentukan kebutuhan fungisida sesuai dengan anjuran masing-masing fungisida untuk
perlakuan benih.
Kebutuhan fungisida untuk perlakuan benih dihitung menggunakan dosis atau takaran
anjuran tertinggi pada tiap label kemasan fungisida. Pengaplikasian perlakuan fungisida
dengan mencampurkan air steril sebanyak 0,5 ml ke masing-masing fungisida yang telah
ditimbang menggunakan timbangan digital, lalu benih dicampur dengan fungisida tersebut
kemudian diaduk agar merata. Dosis anjuran yang digunakan yaitu sebagai berikut:
- Mankozeb 80% (Dithane M-45)
Dosis anjuran = 6 gr/kg benih
Berat benih = 8 gr
Dosis perlakuan benih = 0,048 gr
- Benomil 50% (Benlox 50 WP)
Dosis anjuran = 4 gr/kg benih
Berat benih = 8 gr
Dosis perlakuan benih = 0,032 gr
- Karbedazim 6,2% + Mankozeb 73,8% (Delsene MX, 80 WP)
Dosis anjuran = 4 gr/kg benih
Berat benih = 8 gr
Dosis perlakuan benih = 0,032 gr
- Dimetomorf 60% (Demorf 60 WP)
Dosis anjuran = 5 gr/kg benih
Berat benih = 8 gr
Dosis perlakuan benih = 0,04 gr
- Tiram 80% ( Tiflo 80 WG)
Dosis anjuran = 10 gr/kg benih
Berat benih = 8 gr
Dosis perlakuan benih = 0,08 gr

3.3.6 Penanaman Benih

Benih jagung yang digunakan yaitu benih jagung varietas BISI 18. Setelah benih diperlakuan
dengan fungisida dan didiamkan selama 2-5 menit, selanjutnya benih ditanam sebanyak dua
benih per polybag sedalam satu cm dari permukaan tanah.

3.3.7 Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan yang dilakukan pada tanaman jagung yaitu penyiraman setiap hari guna
memenuhi kebutuhan air pada tanaman dan tetap menjaga kelembaban tanah, penyiangan
yang dilakukan berupa mencabut gulma yang ada disekitar tanaman, dan pemupukan
menggunakan pupuk NPK tiap 10 hari setelah tanam yang bertujuan untuk memberikan hara
yang cukup dan upaya untuk meningkatkan produksi.

15
3.4 Parameter Pengamatan

Pengamatan dilakukan setiap hari. Dimana parameter pengamatan yaitu sebagai berikut:
a. Persentase Perkecambahan
Perhitungan persentase perkecambahan ditentukan melalui banyaknya jumlah benih
yang mampu berkecambah selama masa penanaman untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan setiap perlakuan fungisida untuk berkecambah. Menurut Nurhafidah (2021)
rumus perhitungan persentase perkecambahan sebagai berikut:
Persentase Perkecambahan = ∑ Benih tumbuh normal x 100 %
∑ Benih yang ditanam
b. Waktu Perkecambahan
Waktu perkecambahan ditentukan mulai dari hari pertama penanaman hingga kecambah
mulai muncul di atas permukaan tanah.
c. Tinggi Tanaman
Pengukuran tinggi tanaman ini dilakukan dengan menggunakan penggaris/meteran.
Pengukuran pada tanaman dimulai dari pangkal batang hingga buku batang teratas.
d. Jumlah Daun
Perhitungan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun yang masih
hidup hingga daun baru.
e. Persentase Insidensi Penyakit
Perhitungan persentase penyakit ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut:
P = x 100%
Keterangan:
P = Persentase serangan penyakit
a = Jumlah tanaman yang terserang penyakit
b = jumlah tanaman yang diamati

3.5 Analisis Data


Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel. Data dianalisis menggunakan analisis sidik
ragam ANOVA dan bila hasil sidik ragam berbeda nyata (P < 0.05) atau berbeda sangat nyata
(P < 0.01) maka rata-rata perlakuan dibandingkan dengan menggunakan uji Duncan pada
taraf 0.05.

16
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Persentase Perkecambahan Benih
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap efektivitas beberapa jenis
fungisida terhadap persentase perkecambahan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4-1. Persentase perkecambahan tanaman jagung selama penelitian berlangsung
Perlakuan Fungisida Persentase Perkecambahan
Kontrol positif (K+) 76.7a
Kontrol negative (K-) 100b
Mankozeb 63.3a
Benomil 73.3a
Karbendazim+mankozeb 80ab
Dimetamorf 66.7a
Tiram 76.7a
Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan signifikasi pada uji Duncan dengan taraf 0.05.
K+ = Tanpa fungisida dan inokulasi Fusarium sp., K- = Tanpa fungisida dan tanpa inokulasi
Fusarium sp.
Tabel 4-1 menunjukkan bahwa persentase perkecambahan benih jagung setiap
perlakuan fungisida. Benih tanpa pemberian Fusarium sp. (K-) memiliki tingkat
perkecambahan 100%. Persentase perkecambahan tertinggi ditemukan pada perlakuan
karbedazim+mankozeb sebesar 80% yang tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif.

4.1.2 Waktu Perkecambahan (HST)


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap efektivitas beberapa jenis
fungisida terhadap waktu perkecambahan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4-2. Waktu perkecambahan benih selama penelitian berlangsung
Perlakuan Fungisida Hari
Kontrol positif (K+) 3.4ab
Kontrol negative (K-) 2.3a
Mankozeb 3.5ab
Benomil 4b
Karbendazim+mankozeb 4.4b
Dimetamorf 3.2ab
Tiram 3.7b
Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan signifikasi pada uji Duncan dengan taraf 0.05.
K+ = Tanpa fungisida dan inokulasi Fusarium sp., K- = Tanpa fungisida dan tanpa inokulasi
Fusarium sp.
Tabel 4-2, diatas menunjukkan adanya keragaman waktu perkecambahan selama masa

17
penelitian berlangsung. Benih tanpa pemberian Fusarium sp. (K-) memiliki waktu
perkecambahan tercepat (2,3 hari). Persentase perkecambahan tertinggi ditemukan pada
perlakuan dimetamorf (3,2 hari) yang tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif.

4.1.3 Rata-Rata Tinggi Tanaman


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap efektivitas beberapa jenis
fungisida terhadap tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4-3. Rata-rata tinggi tanaman pada setiap perlakuan untuk setiap pengamatan selama
penelitian berlangsung
Perlakuan Fungisida Tinggi Tanaman (cm)/MST
1 2 3 4 5 6 7 8 9
a a a a a a ab
Kontrol positif (K+) 2.4 9.1 13 17.1 24.1 30.5 40.5 56.3 66.2ab
Kontrol negative (K-) 7.5b 13.4b 20.7b 25.8b 32.6b 38.3b 42.1 48.1a 53.8a
Mankozeb 1.7a 6.2a 10.7a 14a 18a 23.7a 31.6 46.3a 55.9a
Benomil 2a 7a 12a 16.3a 21.2a 27.4a 38.5 53.8a 61.2a
Karbendazim+mankozeb 2.1a 7.8a 13a 17.5a 22a 28.1a 38.4 53.2a 65.3ab
Dimetamorf 2a 7.9a 12a 16.3a 20.7a 28.3a 42.9 71.5b 85.6b
Tiram 2.2a 8.3a 12.5a 16.8a 20.9a 25.5a 38.8 60.1ab 71.4ab
Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan signifikasi pada uji Duncan dengan taraf 0.05.
K+ = Tanpa fungisida dan inokulasi Fusarium sp., K- = Tanpa fungisida dan tanpa inokulasi
Fusarium sp.
Pada tabel diatas menunjukkan pengaruh perlakuan fungisida terhadap tinggi tanaman
setiap MST. Pada semua perlakuan tinggi tanaman meningkat seiring dengan bertambahnya
umur tanaman. Pada pengamatan ke-8 dan 9, tanaman tertinggi ditemukan pada perlakuan
dimetamorf, masing-masing 71,5 dan 85,6 cm dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Secara umum, rata-rata tinggi tanaman selama penelitian berlangsung juga ditemukan pada
perlakuan dimetamorf.

4.1.4 Rata-Rata Jumlah Daun


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap efektivitas beberapa jenis
fungisida terhadap jumlah daun dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4-4. Rata-rata jumlah daun pada setiap perlakuan untuk setiap pengamatan selama
penelitian berlangsung
Perlakuan Fungisida Jumlah Daun per Tanaman/Minggu pengamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
a ab a ab
Kontrol positif (K+) 1.7 4.1 5 4.7 5 5 6.4 7.5 7.3
a b b b
Kontrol negative (K-) 3 4.6 5.6 5.4 6.3 6.1 6.8 7.1 8.2
a a a a
Mankozeb 1.1 3.1 4.3 4.3 4.1 4.1 5.5 6.5 6.4
b ab a ab
Benomil 1.3 3.7 4.7 4.8 4.7 4.7 6.1 7.1 7
a ab ab ab
Karbendazim+mankozeb 1.5 4.1 5.4 5.2 5.1 5.3 6.3 7.8 7.5
a ab a ab
Dimetamorf 1.5 3.7 4.6 4.4 4.1 4.8 6.4 7.5 7
a ab a ab
Tiram 1.5 4 5.1 4.8 4.8 5.2 6.7 7.8 7.9

18
Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan signifikasi pada uji Duncan dengan taraf 0.05.
K+ = Tanpa fungisida dan inokulasi Fusarium sp., K- = Tanpa fungisida dan tanpa inokulasi
Fusarium sp.

Tabel 4-5. Rata-rata jumlah daun untuk setiap perlakuan yang diuji selama penelitian
berlangsung
Perlakuan Fungisida Jumlah Daun
Kontrol positif (K+) 5.2
Kontrol negative (K-) 6
Mankozeb 4.4
Benomil 5
Karbendazim+mankozeb 5.3
Dimetamorf 4.9
Tiram 5.3
Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan signifikasi pada uji Duncan dengan taraf 0.05.
K+ = Tanpa fungisida dan inokulasi Fusarium sp., K- = Tanpa fungisida dan tanpa inokulasi
Fusarium sp.
Pengaruh perlakuan fungisida terhadap jumlah daun per tanaman dapat dilihat pada
Tabel 4-4. Perbedaan nyata diantara perlakuan ditemukan pada minggu 1, 2, 5, dan 6. Jumlah
daun pada Kontrol(-) lebih tinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Secara umum.
rata-rata jumlah daun selama penelitian berlangsung juga ditemukan pada perlakuan
karbendazim+mankozeb dan tiram. masing-masing 5,3 daun per tanaman (Tabel 4-5).

4.1.5 Persentase Insidensi Penyakit


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap efektivitas beberapa jenis
fungisida terhadap persentase insidensi serangan penyakit dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4-6. Persentase insidensi penyakit busuk batang 9 minggu setelah tanam
Perlakuan Fungisida Persentase Insidensi
Kontrol positif (K+) 76.7c
Kontrol negative (K-) 0a
Mankozeb 63.3c
Benomil 73.3c
Karbendazim+mankozeb 80c
Dimetamorf 36.7b
Tiram 73.3c
Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan signifikasi pada uji Duncan dengan taraf 0.05.
K+ = Tanpa fungisida dan inokulasi Fusarium sp., K- = Tanpa fungisida dan tanpa inokulasi
Fusarium sp.

19
Tabel diatas menunjukkan seberapa efektif perlakuan fungisida dalam mengendalikan
serangan Fusarium sp. Semakin rendah nilai persentase insidensi serangan maka semakin
efektif fungisida tersebut dalam mengendalikan patogen. Terdapat perbedaan nyata diantara
perlakuan dalam hal persentase insidensi penyakit Fusarium sp. Pada K- tidak ditemukan
adanya infeksi (0%), sedangkan K+ 76,6% tanaman terserang. Insidensi serangan terendah
ditemukan pada perlakuan dimetamorf (36,7%), kemudian diikuti oleh mankozeb (63,3%).

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4-1 menunjukkan bahwa persentase perkecambahan
pada beberapa perlakuan berpengaruh nyata antara kontrol (+), mankozeb, benomil,
dimetomorf dan tiram dengan kontrol (-) dan karbedazim+mankozeb. Tingkat perkecambahan
tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol(-). Persentase perkecambahan pada semua perlakuan
berkisar antara 63-100% yang menunjukkan bahwa terdapat beberapa benih yang kemampuan
perkecambahannya masih rendah dikarenakan adanya perbedaan keefektifan antara beberapa
jenis fungisida dalam melindungi benih dari serangan Fusarium sp., Hal ini sesuai dengan
pendapat Hanif dan Susanti (2019) yang menyatakan bahwa keberadaan patogen pada benih
sangat mempengaruhi kualitas dan mutu benih jagung. Cendawan patogen yang terbawa pada
benih dapat mengubah bentuk dan warna benih, hilangnya daya kecambah dan vigor benih,
serta dapat mengurangi hasil produksi tanaman, dan patogen ikut terbawa pada benih yang
tumbuh, sehingga menyebabkan berkembangnya penyakit pada tanaman.
Pada tabel 4-2 menunjukkan adanya perbedaan waktu perkecambahan pada tiap benih.
Rentang umur perkecambahan yaitu antara 2-12 hari setelah tanam. Perlakuan yang
mengalami perkecambahan tercepat yaitu pada perlakuan kontrol(-), sedangkan perlakuan
yang mengalami perkecambahan terlama yaitu pada perlakuan karbedazim+mankozeb.
Perbedaan waktu perkecambahan terjadi akibat adanya kompetisi benih di setiap polybag dan
kemampuan viabilitas pada benih berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Sadjad (1993)
dalam Rahmawati dan Syamsuddin (2013) yang menyatakan bahwa daya kecambah
merupakan tolak ukur viabilitas potensial yang merupakan simulasi dari kemampuan benih
untuk tumbuh dan berproduksi normal dalam kondisi optimum dan kecepatan tumbuh benih
sangat terkait dengan persentase daya kecambah benih. Pendapat lain mengenai keberagaman
waktu pertumbuhan benih jagung yang ditanam yaitu akibat adanya gangguan patogen
Fusarium sp. sesuai dengan pendapat Suriani et al (2015) yang menyatakan bahwa benih
jagung yang terinfeksi tersebut apabila ditumbuhkan maka dapat menyebabkan
perkembangan akar dan kecambahnya lebih lambat.
Rata-rata tinggi tanaman pada penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan
berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman selama 9 MST (Tabel 4-3). Hal ini
menunjukkan hasil yang diberikan oleh setiap perlakuan menggunakan beberapa jenis
fungisida tidak memberikan perbedaan tinggi tanaman yang signifikan. Rata-rata tinggi
tanaman selama 9 MST (Tabel 4-4) menunjukkan bahwa perlakuan yang memiliki
pertumbuhan tinggi tanaman terendah yaitu pada perlakuan mankozeb sebesar 28,8 cm. Hal
tersebut terjadi dikarenakan dosis yang digunakan hanya sesuai dengan anjuran pada kemasan
fungisida mankozeb. Berbeda pada hasil penelitian Sari et al (2014) yang menyatakan bahwa
pemberian fungisida Dithane M-45 yang berbahan aktif mankozeb melebihi dosis anjuran 1,5-

20
3,0 g/l dapat mempengaruhi pertambahan tinggi tanaman jagung, pertambahan jumlah daun
tanaman jagung dan berat kering daun tanaman jagung, sedangkan pertumbuhan tinggi
tanaman tertinggi yaitu pada perlakuan kontrol(-) dan dimetamorf sebesar 31-32 cm.
Fungisida yang paling efektif dalam pertumbuhan tinggi tanaman yaitu pada penggunaan
fungisida dimetamorf (Tabel 4-4). Hal ini sesuai dengan pendapat Hudayya dan Jayanti
(2013) yang menyatakan bahwa dimetomorf termasuk golongan asam sinamik amida yang
bekerja mengganggu pembentukan dinding sel. Dimetomorf memiliki sifat sebagai fungisida
sistemik, preventif, kuratif dan antisporulasi yang baik terutama pada cendawan golongan
Oomycetes. Cara kerjanya dengan memblokir semua tahapan dalam pembentukan dinding sel,
seperti pembentukan membran perkecambahan spora, pembentukan haustorium, pertumbuhan
hifa dan pembentukan Oospora.
Pada tabel 4-5 menunjukkan adanya perbedaan jumlah daun pada tiap minggu setelah
tanam (MST) yang mengalami peningkatan hingga penurunan. Hal ini menunjukkan hasil
yang diberikan oleh setiap perlakuan menggunakan beberapa jenis fungisida tidak
memberikan perbedaan jumlah daun yang signifikan. Rata-rata jumlah daun selama 9 MST
(Tabel 4-6) menunjukkan bahwa jumlah daun terendah yaitu pada perlakuan mankozeb. Hal
ini sesuai dengan penjelasan mengenai rendahnya tinggi tanaman pada perlakuan mankozeb,
sedangkan jumlah daun yang tertinggi yaitu pada perlakuan kontrol (-) yaitu tanpa fungisida
dan tanpa inokulasi Fusarium sp. hal tersebut dikarenakan tidak adanya serangan dari patogen
Fusarium sp. yang mengakibatkan daun tua pada jagung mampu bertahan hidup lebih lama
dibandingkan tanaman yang terinfeksi Fusarium sp. Hal ini sesuai dengan pendapat Suriani
dan Muis (2016) yang menyatakan bahwa gejala awal penyakit pada tanaman yang terinfeksi
cendawan Fusarium sp. adalah daun akan mendadak layu.
Persentase insidensi serangan Fusarium sp. dapat dilihat pada tabel 4-7 yang
menunjukkan perlakuan yang terserang tertinggi yaitu kontrol (-) dan dimetamorf yang
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan kontrol menunjukkan persentase serangan
sebesar 0% dan berbeda nyata dengan perlakuan dimetamorf sebesar 36,7%. Rendahnya
persentase insidensi serangan pada kontrol (-) dikarenakan pada perlakuan ini tidak terserang
atau tidak diinokulasikan patogen Fusarium sp. sehingga jagung mampu tumbuh dengan baik.
Sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (2020) yang menyatakan bahwa salah satu faktor
utama penyebab penurunan produksi jagung diantaranya ada Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT) yang menginfeksi tanaman maupun terbawa benih jagung. Pada perlakuan
dimetomorf berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dikarenakan fungisida tersebut mampu
menekan pertumbuhan Fusarium sp. Sebagaimana dalam hasil penelitian Zainuddin et al.,
(2014) yang menunjukkan bahwa penggunaan fungisida sistemik berbahan aktif dimetomorf
dapat menekan penyakit bulai hingga 80%. Kemudian dari hasil penelitian ini didapatkan
hasil bahwa fungisida dimetomorf mampu mengendalikan serangan Fusarium sp.
Dari semua perlakuan, fungisida dimetomorf berbeda nyata dengan fungisida
mankozeb, benomil, karbedazim+mankozeb dan tiram. Fungisida mankozeb memiliki tingkat
persentase serangan sebesar 63,3%, fungisida karbedazim+mankozeb juga memiliki bahan
aktif mankozeb yang sama dengan persentase serangan sebesar 80%. Fungisida berbahan aktif
mankozeb ini dianggap mampu mengendalikan pertumbuhan patogen karena bersifat kontak
yang mampu menekan bagian tanaman yang serangan. Sesuai dengan pendapat Martoredjo
(1992) dalam Sari et al (2014) yang menyatakan bahwa salah satu fungisida kontak yang

21
banyak digunakan untuk mengendalikan cendawan yang muncul di permukaan tanaman
adalah Dithane M-45 yang berbahan aktif mankozeb. Namun penggunaanya harus melebihi
dosis anjuran, sehingga dalam penelitian ini fungisida yang berbahan aktif mankozeb masih
kurang efektif dalam mengendalikan serangan Fusarium sp.

22
5. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan data persentase perkecambahan dan waktu perkecambahan benih. Perlakuan
fungisida dengan tingkat perkecambahan tertinggi yaitu karbedazim+mankozeb yang
tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (K+).
2. Diantara fungisida yang di uji, perlakuan dimetamorf menunjukkan tinggi tanaman dan
jumlah daun terbesar yang tidak berbeda nyata dengan kontrol (K-).
3. Dari persentase insidensi penyakit. diketahui bahwa fungisida yang paling efektif dalam
mengendalikan pertumbuhan Fusarium sp. adalah fungisida dimetomorf.

23
DAFTAR PUSTAKA

Agustiansyah, I.S., Sudarsono, dan Machmud, M. 2013. Karakterisasi Rizobakteri Yang


Berpotensi Mengendalikan Bakteri Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Dan
Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Padi. Jurnal HPT Tropika. Vol. 13(1): 42 - 51.

Akil, M., dan Dahlan H.A., 2009. Budidaya Jagung dan Deseminasi Teknologi. Balai
Penelitian Tanaman Serealia. Maros.

Alfizar, Marlina, dan Hasanah, N. 2011. Upaya Pengendalian Penyakit Layu Fusarium
oxysporum Dengan Pemanfaatan Agen Hayati Cendawan FMA dan Trichoderma
harzinaum. Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh.
Jurnal Floratek. Vol. 6: 8 - 17.

Anggraini, K.R 2022. Pola Penggunaan Dan Proyeksi Kebutuhan Jagung Di Indonesia.
Skripsi. Universitas Lampung.

Asriani dan Ma’Mun, S.R. 2019. Pengaruh Teknologi Faktor Produksi Terhadap Peningkatan
Usahatani Jagung. Jurnal: Inovasi Sains dan Teknologi (INSTEK). ISSN: 2655-0563,
Edisi: Vol. 2(1).

Badan Litbang Pertanian. 2013. Budidaya Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Kementerian Pertanian: Provinsi Sumatera Barat

Badan Pusat Statistik. 2014. Luas Panen dan Produksi Jagung Indonesia Tahun 2009-2013.
Departemen Pertanian RI.

Badan Pusat Statistik. 2020. Analisis Produktivitas Jagung dan Kedelai di Indonesia. ISBN:
978-602-438-425-8.

Bakhri, S. 2007. Budidaya Jagung Dengan Konsep Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
Sulawesi Tengah: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).

Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih IV. 2013. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan UPT.
BPSB THP Satuan Kerja Dinas Pertanian.

Barros G.G., Oviedo, M.S., Ramirez, M.L. And Chulze, S.N. 2011. Safety Aspect In Soybean
Food And Feed Chains: Fungal And Mycotoxins Contamination. In Soybean-
Biochemistry, Chemistry and Physiology (Tzi-Bu Ng. Ed), Intech.

Budiman, H. 2012. Sukses Bertanam Jagung Komoditas Pertanian yang Menjanjikan.


Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Burhanuddin. 2008. Penyakit Busuk Batang Pada Tanaman Jagung, Penyebab, Gejala,
Penularan, Tanaman Inang, Daerah Sebaran dan Pengendaliannya. Balai Penelitian
Tanaman Serelia. Maros.

Cahyono, R.G. dan Riadi. J. 2013. Implementasi Certainty Factor Pada Sistem Pakar Untuk
Diagnosa Hama dan Penyakit Tanaman Jagung Menggunakan Sms Gateway,” Jurnal
Intekna.

24
Czembor. E., Adamczyk. J., Posta. K., Oldenburg. E, and Schurch. S. 2010. Prevention Of
Ear Rots Due To Fusarium Spp On Maize And Mycotoxin Accumulation. From Science
to Field Maize Case Study-Guide Number 3.

Dachlan, A., Kasim, N., Sari, K.A. 2013. Uji Ketahanan Salinitas Beberapa Varietas Jagung
(Zea Mays L.) Dengan Menggunakan Agen Seleksi Nacl. Jurnal Ilmiah Biologi
Bioegenesis. ISSN: 2302-1616. Vol. 1(1).

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan. 2011. Laporan
Tahunan 2011. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. Sulawesi Selatan.

Direktorat Jendral Prasarana dan Sarana Direktorat Pupuk dan Pestisida Kementerian
Pertanian. 2012. Pedoman Teknik Kajian Pestisida Terdaftar Beredar TA. 2012.
Kementerian Pertanian.

Fitryana, D., Swibawa, G.I., Nurdin, M., dan Susilo, F.X. 2018. Pengaruh Beberapa Jenis
Fungisida Sebagai Perlakuan Benih Jagung Terhadap Kelimpahan Dan Keragaman
Artropoda Tanah. Jurnal Agrotek Tropika. ISSN: 2337-4993 Vol. 6(1): 26 - 33.

Freije, A., & Wise, K. 2016. Disease of Corn: Stalk Rots. Purdue Extension publication.
Diakses pada 25 November 2021 pukul 15:19 WIB melalui
https://edustore.purdue.edu/item.asp?Item_Number=BP-89-W

Hanif, A dan Susanti, R. 2019. Inventarisasi Dan Identifikasi Cendawan Patogen Terbawa
Benih Jagung Lokal Asal Sumatera Utara Dengan Metode Blotter Test. Jurnal
Pertanian Tropik. ISSN NO: 2356- 4725/P- ISSN:2655-7576. Vol. 6(2).

Hudayya, A., dan Jayanti, H. 2013. Pengelompokan Pestisida Berdasarkan Cara Kerja
(Mode Of Action). Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

Jackson, T. A., Pathologist, E. P., Rees, J. M., Educator, E., Harveson, R. M., and Pathologist,
E. P. 2009. Common Stalk Rot Diseases of Corn. Nebraska Extension Publications.
Diakses pada 25 November 2021 pukul 15:19 WIB.

Jahuddin, R., Jamila, Awaluddin, dan Suriani. 2018. Exploration and Screening for
Endophytic Microbes of Maize Plant Root Against Fusarium verticillioides. Jurnal HPT
Tropika. Vol. 18(4): 57 - 64.

Manshi G.D., Mandeep R., and Sharma. R.C. 2004. Effect Of Fungicidal Seed Treatments On
Phomopsis And Other Seed Mycoflora Of Soybean. Jurnal Res. Vol. 41: 352 - 355.

Martoredjo, T. 1992. Pengendalian Penyakit Tanaman. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta.

Mukarlina, S., Khotimah., dan R. Rianti. 2010. Uji Antagonis Trichoderma Harzianum
Terhadap Fusarium Spp. Penyebab Penyakit Layu Pada Tanaman Cabai (Capsisum
Annum) Secara In-Vitro. Jurnal Fitomedika. Vol. 7(2): 80 - 85.

Nene, Y.L dan Thapliyal. 1979. Fungicides in Plant Disease Control. Sec. Ed. Oxford & IBH
Pub.Co. New Delhi. Bombay. Calcuta.

25
Noveriza, R. 2008. Kontaminasi Cendawan dan Mikotoksin pada Tumbuhan Obat. Perspektif.
Vol. 7(1): 35 - 46.

Nurhafidah, Rahmat, A., Karre, A., Juraeje, H.H. 2021. Uji Daya Kecambah Berbagai Jenis
Varietas Jagung dengan Menggunakan Metode Yang Berbeda. Jurnal Agroplantae.
Vol.10(1): 30 - 39.

Nuridayanti dan Testa, E.F. 2011. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Air Rambut Jagung (Zea mays
L.) Ditinjau dari Nilai LD50 dan Pengaruhnya terhadap Fungsi Hati dan Ginjal pada
Mencit. Skripsi S-1 Prodi Ekstensi. Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Indonesia.

Oerke, E.C. 2006. Crop Losses To Pests. Journal of Agricultural Science. Vol. 144(1): 31 -
43.

Paeru, R.H., dan Dewi, T.Q. 2017. Panduan Praktis Budidaya Jagung. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Pakki, S. 2016. Cemaran Mikotoksin, Bioekologi Patogen i dan Upaya Pengendaliannya pada
Jagung. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 35(1): 11 - 16.

Pakki, S. dan Mas’ud, S. 2005. Inventarisasi Dan Identifikasi Patogen Cendawan Yang
Menginfeksi Benih Jagung. Prosiding Seminar Ilmiah Dan Pertemuan Tahunan PEI
Dan PFI XVI. Komda Sulawesi Selatan.

Penuntun Praktikum Mikrobiologi. 2019. Laboratorium Penyakit Tumbuhan. Departemen


Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin.

Radian, Rianto F., Masitoh, dan Yuaner. 2007. Identifikasi Tanaman dan Mikroba Pembentuk
Gubal Gaharu di Kalimantan Barat. Karya Tulis. Fakultas Pertanian Untan Pontianak.

Rahayu, M. 2016. Patologi dan Teknis Pengujian Kesehatan Benih Tanaman Aneka Kacang.
Buletin Palawija. Vol. 14(2) : 78 - 88.

Rahmawati Dan Syamsuddin. 2013. Pengujian Mutu Benih Jagung Dengan Beberapa Metode.
Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia dan Loka Pengkajian
Teknologi Pertanian Sulawesi Barat.

Sari, E.M., Suwirmen, dan Noli, Z.A., 2014. Pengaruh Penggunaan Fungisida (Dithane M-45)
Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Dan Kepadatan Spora Fungi
Mikoriza Arbuskula (FMA). Jurnal Biologi Universitas Andalas. ISSN: 2303-2162.
Vol. 3(3).

Sastrahidayat I.R., 1992. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional. Surabaya.

Semangun, H. 2000. Penyakit- Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta.

Semangun, H. 2004. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada


University Press.

Semangun, H. 2008. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan Di Indonesia (Edisi Kedua).

26
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 475.

Semangun, H., 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta.

Setiadi, Y. 2001. Optimalisasi Penggunaan Mikoriza Arbuskula dalam Rehabilitasi Lahan


Kritis. Makalah disampaikan dalam rangka “Workshop Mikoriza untuk Pertanian
Organik dan Rehabilitasi Lahan Kritis” Balitsa, Lembang.

Setiyowati, H., Surahman, M., dan Wiyono, S. 2007. Pengaruh Seed Coating dengan
Fungisida Benomil dan Tepung Curcuma terhadap Patogen Antraknosa Terbawa Benih
dan Viabilitas Benih Cabai Besar Capsicum annuum L. Jurnal Bul. Agron. Vol.35(3):
176 - 182.

Singh S., Srivastava S., Shikha S.A., and Bose B. 2011. Studies On Seed Mycoglora Of
Wheat (Triticum Aestivum L.) Treated With Potassium Nitrate And Its Effect On
Germination During Storage. Research Journal Of Seed Science. Vol 4: 148 - 156.

Soenartiningsih, Aqil M., dan Andayani N. N., 2016. Strategi Pengendalian Cendawan
Fusarium sp. Dan Kontaminasi Mikotoksin pada Jagung. Iptek Tanaman Pangan. Vol.
11(1).

Solanke R.B., Kore S.S., and Sudewad S.M. 1997. Detection Of Soybean Seed-Borne
Pathogens And Effect Of Fungicides. Jurnal Maharashtra Agric Univ. Vol. 22: 168 -
170.

Suarni dan Widowati S. 2007. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Dalam Jagung:
Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman.
Bogor.

Sudantha, I. M., dan Abadi, A. L. 2011. Uji Efektifitas Beberapa Jenis Jamur Endofit
Trichoderma spp. Isolate Lokal NTB Terhadap Jamur Fusarium oxysporum f. sp.
Vanillae Penyebab Penyakit Busuk Batang Pada Bibit Vanili. Jurnal Crop Agro. Vol.
4(2): 64 - 73.

Sudirman. 2009. Pengaruh Penggunaan Fungisida Terhadap Perkecambahan Spora Fungi


Mikoriza Arbuskula. Tesis. Jurusan Biologi FMIPA. Universitas Sumatera Utara.
Medan.

Sudjono, M. S. 2001. Penyakit Jagung Dan Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman


Pangan Bogor.

Sudjono, M. S. 2018. Penyakit Jagung dan Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman


Pangan Bogor. Vol. 1(1): 1 - 41.

Sujayadi, R., Supyani, dan Purwanto, E. 2017. Aplikasi Gelombang Mikro sebagai
Pengendali Cendawan Patogen Terbawa Benih Kedelai. Jurnal Fitopatalogi Indonesia.
Vol. 13(6): 191 - 198.

Sumardiyono, C., Joko, T., Kristiawati, Y., dan Chinta, Y.D. 2011. Diagnosis Dan
Pengendalian Penyakit Antraknosa Pada Pakis Dengan Fungisida. Jurnal HPT Tropika.
ISSN: 1411-7525 Vol. 11(2): 194 - 200.

27
Suriani, Muis A. dan Aminah. 2015. Efektivitas 8 Formulasi Bacillus subtilis Dalam Menekan
Pertumbuhan Fusarium miniloforme Secara In Vitro. Prosiding Seminar Nasional
Serealia. 428 - 435.

Suriani., dan Muis, A. 2016. Fusarium pada Tanaman Jagung dan Pengendaliannya dengan
Memanfaatkan Mikroba Endofit Fusarium spp. on Maize and Its Control with Utilizing
Endophytic Microbes. Iptek Tanaman Pangan. Vol. 11(2): 133 - 141.

Suryani, Y., Taupiqurrahman, O., Kulsum, Y. 2020. Mikologi. PT. Freeline Cipta Granesia.

Sutejo, A.M., Priyatmojo, A., dan Wibowo, A. 2008. Identifikasi Morfologi Beberapa Spesies
Fusarium sp. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia. Vol. 14(1): 7 - 13.

Syahriani, I., Evelyn, C., Istiqomah, D., Noviyanti, E., Adila, H., Rahayu, R.P., dan Priyanti.
2021. Identifikasi Penyakit pada Batang Tanaman Jagung (Zea Mays) di Kecamatan
Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal. Sumatera Utara. Prosiding SEMNAS BIO.
ISSN : 2809-8447.

Talanca, H. 2007. Penyakit Busuk pangkal Batang Jagung Fusarium sp. dan
Pengendaliannya. Balai Tanaman Serelia. Maros.

Tambangsila, M. Dan Hidayat, R. 2015. Uji Efektivitas Cendawan Fusarium sp. Potensinya
Sebagai Entomopatogen Terhadap Kepik Penghisap Buah Kakao (Helopeltis sp :
Hemiptera) Asal Sulawesi. Jurnal Agro Pet. Vol.12(2): 1 - 9.

Taufik, M., 2008. Efektivitas Agens Antagonis Tricoderma sp. pada Berbagai Media Tumbuh
Terhadap Penyakit Layu Tanaman Tomat. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan
Tahunan PEI PFI XIX. Komisariat Daerah Sulawesi Selatan.

Wildan, Z.F., Purnawati, A., dan Mujoko, T. 2022. Potensi Isolat Bakteri Endofit Asal
Tanaman Terung sebagai Antifungi Jamur Patogen (Aspergillus sp. dan Fusarium sp.)
pada Benih Jagung (Zea mays) di Penyimpanan. Seminar Nasional dalam Rangka Dies
Natalis ke-46. Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa
Timur.

Wudianto, R. 2007. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Zainudin., Abadi A.L., dan Aini. L.Q. 2014. Pengaruh Pemberian Plant Growth Promoting
Rhizobacteria (Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens) terhadap Penyakit Bulai
pada Tanaman Jagung (Zea mays L.). Jurnal HPT. Vol. 2(1): 11 - 18.

Zorato M.F. and Henningh A.A. 2001, Effect Of Fungicide Seed Treatment Applied At
Different Storage Times On Soybean Seed Quality. Revist–Brasiletura de senate. Vol.
23(2): 236 - 244.

28
Lampiran
Tabel Lampiran 1a. Persentase perkecambahan
Ulangan Perlakuan
K+ K- P1 P2 P3 P4 P5
1 100 100 50 100 100 100 50
2 100 100 100 100 100 100 100
3 100 100 100 100 50 100 100
4 50 100 50 50 100 100 100
5 100 100 0 100 50 50 100
6 100 100 50 50 50 50 50
7 100 100 50 50 100 50 50
8 50 100 50 50 100 100 50
9 50 100 50 100 50 50 100
10 100 100 100 100 50 50 100
11 0 100 100 0 100 0 50
12 100 100 50 50 100 50 0
13 0 100 50 100 50 50 100
14 100 100 100 50 100 50 100
15 100 100 50 100 100 100 100

Tabel Lampiran 1b. Analisis sidik ragam persentase perkecambahan


Tests of Between-Subjects Effects
Type III Sum of Mean
Source Squares df Square F Sig.
a
Corrected Model 12666.667 6 2111.111 2.503 .027
Intercept 617166.667 1 617166.66 731.641 .000
7
Perlakuan 12666.667 6 2111.111 2.503 .027
Error 82666.667 98 843.537
Total 712500.000 105
Corrected Total 95333.333 104
a. R Squared = .133 (Adjusted R Squared = .080)

Tabel Lampiran 2a. Waktu Perkecambahan (HST)


Perlakuan
Ulangan
K+ K- P1 P2 P3 P4 P5
1 5 2.5 4.5 5 4 6 2
2 3.5 2 5 4 5 4.5 5
3 5 2 3.5 4.5 6 4 3.5
4 3.5 2.5 2.5 2 5 5 5.5
5 4.5 2 0 4.5 5 2.5 6.5
6 4.5 2 3 4.5 4 2 1.5
7 4.5 2 2 3 3.5 2 1.5
8 1.5 3 2 1.5 7 3.5 1.5
9 1.5 2 3.5 7.5 2.5 3 5.5

29
10 5.5 2 8.5 5 2 2 5
11 0 2.5 5 0 4.5 0 4
12 5 3 2.5 2 6 3.5 0
13 0 2 2 4.5 2 2 3.5
14 4.5 2.5 3.5 4.5 3.5 2 5.5
15 3 2 5 7 6.5 6 5.5

Tabel Lampiran 2b. Analisis sidik ragam waktu perkecambahan

Tests of Between-Subjects Effects


Type III Sum Mean
Source of Squares df Square F Sig.
a
Corrected 41.381 6 6.897 2.344 .037
Model
Intercept 1289.752 1 1289.752 438.316 .000
Perlakuan 41.381 6 6.897 2.344 .037
Error 288.367 98 2.943
Total 1619.500 105
Corrected Total 329.748 104
a. R Squared = .125 (Adjusted R Squared = .072)

Tabel Lampiran 3a. Rata-rata tinggi tanaman 9 MST


Perlakuan
Ulangan
K+ K- P1 P2 P3 P4 P5
1 2.4 7.5 1.7 2 2.1 2 2.2
2 9.1 13.4 6.2 7 7.8 7.9 8.3
3 13 20.7 10.7 12 13 12 12.5
4 17.1 25.8 14 16 17.5 16.3 16.8
5 24.1 32.5 18 21.2 22 20.7 20.9
6 30.5 38.3 23.7 27.4 28.1 28.3 25.5
7 40.5 42.1 31.6 38.5 38.4 42.9 38.8
8 56.3 48.1 46.3 53.8 53.2 71.5 60.1
9 66.2 53.8 55.9 61.2 65.3 85.6 71.4

Tabel Lampiran 3b. Analisis sidik ragam tinggi tanaman 9 MST


Tests of Between-Subjects Effects
Type III Sum Mean
Source of Squares df Square F Sig.
a
Corrected 478.082 6 79.680 .167 .985
Model
Intercept 50275.113 1 50275.113 105.065 .000
Perlakuan 478.082 6 79.680 .167 .985
Error 26796.856 56 478.515

30
Total 77550.050 63
Corrected Total 27274.937 62
a. R Squared = .018 (Adjusted R Squared = -.088)

Tabel Lampiran 4a. Rata-rata jumlah daun 9 MST


Perlakuan
Ulangan
K+ K- P1 P2 P3 P4 P5
1 1.7 3 1.1 1.3 1.5 1.5 1.5
2 4.1 4.6 3.1 3.7 4.1 3.7 4
3 5 5.6 4.3 4.7 5.4 4.6 5.1
4 4.7 5.4 4.3 4.8 5.1 4.4 4.8
5 5 6.3 4.1 4.7 5.1 4.1 4.8
6 5 6.1 4.1 4.7 5.3 4.8 5.2
7 6.4 6.8 5.5 6.1 6.3 6.4 6.7
8 7.5 7.1 6.5 7.1 7.8 7.5 7.8
9 7.3 8.2 6.4 7 7.5 7 7.9

Tabel Lampiran 4b. Analisis sidik ragam jumlah daun 9 MST

Tests of Between-Subjects Effects


Type III Sum Mean
Source of Squares df Square F Sig.
a
Corrected 12.168 6 2.028 .639 .699
Model
Intercept 1658.067 1 1658.067 522.037 .000
Perlakuan 12.168 6 2.028 .639 .699
Error 177.864 56 3.176
Total 1848.100 63
Corrected Total 190.033 62
a. R Squared = .064 (Adjusted R Squared = -.036)

Tabel Lampiran 5a. Insidensi penyakit


Perlakuan
Ulangan
K+ K- P1 P2 P3 P4 P5
1 100 0 50 100 100 50 50
2 100 0 100 100 100 50 100
3 100 0 100 100 50 50 50
4 50 0 50 50 100 50 100
5 100 0 0 100 50 50 100
6 100 0 50 50 50 50 50
7 100 0 50 50 100 50 50
8 50 0 50 50 100 50 50
9 50 0 50 50 50 50 100
31
10 100 0 100 100 50 0 100
11 0 0 100 100 100 0 50
12 100 0 50 50 100 0 0
13 0 0 50 50 50 0 100
14 100 0 100 100 100 0 100
15 100 0 50 50 100 100 100

Tabel Lampiran 5b. Analisis sidik ragam insidensi penyakit

Tests of Between-Subjects Effects


Type III Sum Mean
Source of Squares df Square F Sig.
a
Corrected 77238.095 6 12873.016 16.455 .000
Model
Intercept 348595.238 1 348595.238 445.596 .000
Perlakuan 77238.095 6 12873.016 16.455 .000
Error 76666.667 98 782.313
Total 502500.000 105
Corrected Total 153904.762 104
a. R Squared = .502 (Adjusted R Squared = .471)

32
(A) (B)
Lampiran Gambar 1. A. Perbanyakan isolat Fusarium sp., dan B. Isolat Fusarium sp. pada
media PDA.

A B C

D E F
Lampiran Gambar 2. A. Pengenceran spora, B. Perhitungan spora menggunakan
haemocytometer, dan C. Jagung BISI 18, D. Berat benih jagung sebanyak 30 benih, E.
Persiapan Media Tanam, dan E. Media tanam sebanyak 500 gr.

33
A B C

D E
Lampiran Gambar 3. Fungisida yang digunakan A. Mankozeb 80% (Dithane M-45),
B.Benomil 50% (Benlox 50 WP), C. Karbedazim 6.2% + Mankozeb 73.8% (Delsene MX. 80
WP), D. Dimetomorf 60% (Demorf 60 WP), dan E.Tiram 80% ( Tiflo 80 WG).

34
A B C

D E F
Lampiran Gambar 4. Penimbangan dosis fungisida untuk perlakuan benih. A. Mankozeb, B.
Benomil, C. Karbedazim+mankozeb, D. Dimetomorf, E. Tiram, dan F. Benih siap tanam.

(A) (B) (C)


Lampiran Gambar 5. Persiapan media tanam. A. Penyiapan suspensi Fusarium sp., B.
Pencampuran suspensi patogen ke media tanam, dan C. Penanaman benih.

35
(A) (B) (C)
Lampiran Gambar 6. A. Memupuk tanaman jagung, B. Pupuk NPK yang digunakan, dan C.
Dosis pupuk yang digunakan/ polybag.
(A)

(B)

36
(C)

(D)

(E)

37
(F)

(G)

(H)

38
(I)

Lampiran Gambar 7. Pengamatan per MST. A. 1 MST, B. 2 MST, C. 3 MST, D. 4 MST,


E. 5 MST, F. 6 MST, G. 7 MST, H. 8 MST, dan G. 9 MST.

(A) (B)
Lampiran Gambar 8. A. Sampel untuk re-isolasi, dan B. Proses re-isolasi di Laminar Air
Flow (LAF).

39

Anda mungkin juga menyukai