Anda di halaman 1dari 59

INVENTARISASI PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN BUAH

NAGA (Hylocereus spp.) DI DESA CINTARATU, PARIGI, KABUPATEN


PANGANDARAN

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi syarat menempuh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran

Oleh
RIFQI BAWANI
150510140017

UNVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Inventarisasi Penyakit Penting pada Tanaman Buah


Naga (Hylocereus spp.) di Desa Cintaratu, Kecamatan
Parigi, Kabupaten Pangandaran
Nama Penyusun : Rifqi Bawani
NPM : 150510140017
Program Studi : Agroteknologi
Peminatan : Hama dan Penyakit Tumbuhan

Jatinangor, November 2018

Menyetujui dan Mengesahkan :


Ketua Komisi Pembimbing, Anggota Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. H. Sudarjat, MP. Endah Yulia, S.P., M.Sc., Ph.D.


NIP. 19600930 198603 1 001 NIP. 19720703 199703 2 002

Ketua Program Studi Agroteknologi


Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran,

Nono Carsono, SP., M.Sc., Ph.D.


NIP. 19721010 199703 1 006

i
ABSTRAK

Rifqi Bawani. 2018. Inventarisasi Penyakit Penting pada Tanaman Buah


Naga (Hylocereus spp.) di Desa Cintaratu, Kecamatan Parigi, Kabupaten
Pangandaran. Dibimbing oleh Sudarjat dan Endah Yulia.

Penyakit pada tanaman buah naga di Indonesia dilaporkan disebabkan oleh


beberapa patogen jamur, oomycetes, bakteri dan virus. Beberapa pathogen jamur
dan bakteri utama adalah Fusarium sp., Colletotrichum gloeosporioides,
Neoscytalidium dimidiatum, Alternaria alternata, Bipolaris cactivora,
Botryoshaeria dothidea, Xanthomonas campestris, dan Erwinia carotovora
disamping Virus X Cactus. Desa Cintaratu merupakan salah satu desa di
Kabupaten Pangandaran dengan program agrowisata yang berpotensi
menghasilkan tanaman buah naga secara komersil. Namun demikian, keberadaan
penyakit tanaman masih menjadi kendala utama produksi buah naga di lokasi
tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan inventarisasi penyakit dan
identifikasi patogen yang menyerang pertanaman buah naga di Desa Cintaratu,
Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran. Penelitian ini dilakukan pada bulan
Juli 2018 sampai Oktober 2018 di pertanaman buah naga milik petani di Desa
Cintaratu, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran. Identifikasi penyakit
dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Universitas Padjadjaran. Metode yang digunakan yaitu survey dan observasi di
lapangan. Pengambilan sampel pada tanaman buah naga dilakukan dengan
menggunakan metode diagonal. Penentuan titik pengamatan dan pengambilan
sampel ditentukan pada 5 titik dari luas areal pertanaman buah naga, kemudian
pada masing-masing titik diambil secara acak 10% tanaman sampel dari total
tanaman di setiap titik pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa patogen
jamur dan bakteri Colletotrichum gloeosporioides, Curvularia lunata,
Pestalotiopsis sp., Neoscytalidium dimidiatum, dan Xanthomonas campestris
menyerang tanaman buah naga di Desa Cintaratu. Penyakit kanker batang yang
disebabkan oleh jamur Neoscytalidium dimidiatum merupakan penyakit yang
berpotensi paling merugikan petani buah naga di Desa Cintaratu. Belum diketahui
dengan pasti asal sumber inokulum penyakit-penyakit yang terjadi di lokasi
tersebut.

Kata kunci : Buah naga, penyakit tanaman, Neoscytalidium dimidiatum

ii
ABSTRACT

Rifqi Bawani. 2018. Disease Inventaritation of Dragon Fruit (Hylocereus


spp.) Plants in Dragon Fruit Plantation at Cintaratu Village, Parigi District,
Pangandaran Regency. Supervised By Sudarjat and Endah Yulia.

Dragon fruit diseases in Indonesia have been reported cause by several


pathogen species of fungi, oomycetes, bacteria, and virus. Some major fungal and
bacterial pathogens are Fusarium sp., Colletotrichum gloeosporioides,
Neoscytalidium dimidiatum, Alternaria alternata, Pestalotipsis sp., Bipolaris
cactivora, Botryoshaeria dothidea, Xanthomonas campestris, and Erwinia
carotovora besides a virus pathogen of Virus X Cactus. Cintaratu Village is one
of a village in Pangandaran Regency with agrotourism program that has potency
to be a centre of profitable dragon fruit plant plantation. However, the presence of
plant diseases still becomes major obstacles in the production of dragon fruit in
that location. The purpose of this research was to examine the diseases and
identify the pathogens that attacked dragon fruit plants in Cintaratu Village, Parigi
District, Pangandaran Regency. The research was conducted from July 2018 until
October 2018 in farmer’s dragoin fruit plantation while pathogen identification
was carried out at the laboratory of Plant Protection Biotechnology, Faculty of
Agriculture, Universitas Padjadjaran. Survey and observation were the methods
used in the field assessment. The plant sampling was taken with diagonal system
that 5 sampling spots were determined and 10% of total plants in each sampling
spot were randomly sampled. The results showed that fungal and bacterial
pathogens of Colletotrichum gloeosporioides, Curvularia lunata, Pestalotiopsis
sp., Neoscytalidium dimidiatum, dan Xanthomonas campestris infected dragon
fruit plants in Cintaratu village. Stem cancer caused by Neoscytalidium
dimidiatum was the most potential pathogen to affect financial loss for dragon
fruit farmers in Cintaratu village. The origin of inoculum sources of those diseases
have not yet known exactly.

Keywords : Dragon fruit, plant disease, Neoscytalidium dimidiatum

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat serta karunia-

Nya, Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Inventarisasi Penyakit

Penting pada Tanaman Buah Naga (Hylocereus spp.) di Desa Cintaratu,

Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran”. Penulis menyadari bahwa dalam

penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak. Pada kesempatan ini, Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Dr. Ir. H. Sudarjat, M.P., Ketua Komisi Pembimbing atas bimbingan, saran,

dan nasehat dalam penyusunan skripsi ini.

2. Endah Yulia, SP., M.Sc., Ph.D., Anggota Komisi Pembimbing atas dorongan,

pemberi motivasi serta bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Fitri Widiantini, SP., MBTS., Ph.D., Komisi Penelaah/Penguji I atas masukan

dan saran untuk kesempurnaan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Maya Damayani, M.S., sebagai dosen wali dan Komisi

Penelaah/Penguji II atas kesediaannya sebagai penguji yang memberikan

masukan dan saran untuk kesempurnaan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Kepada teman-teman Agroteknologi 2014 baik secara langsung maupun tidak

langsung yang membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Teristimewa saya sampaikan ucapan terima kasih yang sangat besar

kepada Abi dan Umi yang telah banyak memberi kasih sayang, dukungan baik

moril maupun materil, nasehat, dan terutama doa serta Devita yang senantiasa

iv
memberi dorongan, motivasi serta waktunya sehingga penyusunan skripsi ini

dapat terlaksana dengan baik.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang

telah membantu menyelesaikan skripsi ini dengan melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kebaikan bagi

perkembangan ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia. Aamiin.

Jatinangor, November 2018

Penyusun

v
DAFTAR ISI

Bab Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i
ABSTRAK .............................................................................................................. ii
ABSTRACT ........................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4
1.4 Kegunaan Penelitian .................................................................................. 5
1.5 Kerangka Pemikiran ................................................................................... 5
1.6 Hipotesis .................................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................9
2.1 Tanaman Buah Naga .................................................................................. 9
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Buah Naga ............................. 9
2.1.2 Syarat Tumbuh Tanaman Buah Naga ............................................ 12
2.2 Penyakit pada Tanaman Buah Naga ........................................................ 12
BAB III BAHAN DAN METODE ........................................................................18
3.1 Tempat dan Waktu Percobaan ................................................................. 18
3.2 Alat dan Bahan Percobaan ....................................................................... 18
3.3 Metode Penelitian .................................................................................... 18
3.4 Pelaksanaan Penelitian di Lapangan ........................................................ 19
3.4.1 Pengamatan Kejadian Penyakit dan Intensitas Penyakit ............... 19
3.4.2 Pengumpulan Spesimen Tanaman Sakit ........................................ 20
3.5 Pelaksanaan Penelitian di Laboratorium .................................................. 20

vi
3.5.1 Penyiapan Media Isolasi Patogen .................................................. 20
3.5.2 Isolasi Patogen ............................................................................... 21
3.5.3 Identifikasi Patogen ....................................................................... 22
3.5.4 Uji Postulat Koch ........................................................................... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................24
4.1 Kondisi Pertanaman Buah Naga pada Lahan Pengamatan ...................... 24
4.2 Kejadian Penyakit dan Intensitas Penyakit pada Tanaman Buah Naga ... 25
4.3 Penyakit Penting pada Pertanaman Buah Naga di Desa Cintaratu .......... 27
4.3.1 Penyakit Antraknosa (Colletotrichum gloesporioides).................. 27
4.3.2 Penyakit Kudis (Pestalotiopsis sp.) ............................................... 30
4.3.3 Penyakit Nekrosis Batang (Curvularia lunata) ............................. 31
4.3.4 Penyakit Kanker Batang (Neoscytalidium dimidiatum)................. 32
4.3.5 Penyakit Busuk Lunak Batang (Xanthomonas campestris) ........... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................38
5.1 Simpulan .................................................................................................. 38
5.2 Saran ........................................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................39
LAMPIRAN ...........................................................................................................43
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................47

vii
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


1. Intensitas penyakit tiap titik sampel pada pertanaman
buah naga di Desa Cintaratu....................................... 34

2. Ciri koloni bakteri hasil isolasi dari batang buah naga


yang menunjukkan gejala penyakit busuk lunak............ 44

viii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


1. Tanaman buah naga. (a) Batang atau sulur dan sulur buah
naga. (b) Bunga. (c) Buah naga putih. (c) Buah naga
merah……………………………………………………... 20

2. Penyakit antraknosa pada tanaman buah naga. (a) Gejala


bercak pada batang. (b) Konidia jamur…………………... 22

3. Penyakit layu fusarium pada tanaman buah naga. (a)


Gejala awal berupa goresan pada batang. (b) Gejala lanjut
dengan batang yang mengalami busuk kering…............... 22

4. Penyakit busuk pangkal batang………………………....... 23

5. Penyakit bercak oranye pada buah naga. (a) Gejala awal


berupa bercak seperti karat. (b) Gejala lanjut buah akan
mengalami pembusukan………………………………...... 24

6. Penyakit busuk lunak batang……………………….......... 24

7. Penyakit busuk kuning batang…….................................. 25

8. Penyakit kanker batang.................................................... 25

9. Berbagai macam penyakit penting. (a) Penyakit kudis. (b)


Penyakit antraknosa. (c) Penyakit kanker batang............. 32

10. Pembatas lahan berdasarkan arah mata angin (a) tanaman


padi (utara) (b) tanaman padi (selatan) (c) tanaman padi
(timur) (d) kolam (barat).................................................. 33

.11. Gejala antraknosa dan karakteristik morfologi C.


gloeosporioides (a) gejala penyakiy bercak kecoklatan
kehitaman serta dikelilingi halo kuning kecoklatan (b)
bentuk dan warna koloni (c)(d) gejala awal bekas tusukan
. agak cekung (e) konidia berbentuk lonjong dan hialin...... 36

12. Dua spesies Colletotrichum yang menyerang tanaman


buah naga. Gambar A-E merupakan C. gloeosporoides
dan gambar F-G adalah C. truncatum............................... 37

ix
13. Gejala kudis dan karakteristik morfologi Pestaliopsis
spp. (a) gejala penyakit permukaan menjadi rusak dan
kasar (b) bentuk dan warna koloni (c)(d) gejala awal pada 38
tusukan seperti kudis (e) konidia memiliki 3 buah
apendiks pada ujung sel..................................................

14. Gejala nekrosis batang dan karakteristik morfologi C.


lunata (a) gejala penyakit terlihat spot kecil berwarna
merah oranye (b) bentuk dan warna koloni (c)(d) gejala
awal terlihat spot kecil pada sekitar bekas tusukan (e)
konidia memiliki ukuran lebih besar dan berwarna lebih
gekap pada bagian tengah sel........................................... 40

15. Gejala kanker batang dan karakteristik morfologi N.


dimidiatum (a) gejala penyakit terlihat nekrotik cekung
berwarna coklat seperti terbakar (b) bentuk dan warna
koloni (c)(d) gejala awal terlihat cekung agak melebar
dan seperti terbakar (e) konidia membentuk jajaran seperti
rantai............................................................................... 41

16. Gejala penyakit busuk coklat daging buah naga akibat


infeksi jamur N. dimidiatum.............................................. 43

17. Gejala busuk lunak batang dan karakteristik morfologi X.


campestris (a) gejala penyakit terlihat jaringan busuk dan
melunak (b) bentuk dan warna koloni (c)(d) gejala awal
terlihat lendir pada bagian perpotongan sulur (e) uji gram 44
berwarna merah...............................................................

x
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


1. Metode Pengambilan Sampel Diagonal……….................. 18
2. Foto-foto Penelitian............................................................ 38

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya

melakukan usaha pertanian, mulai dari usaha penanaman tanaman pangan,

hortikultura maupun buah. Tanaman buah-buahan banyak dibudidayakan oleh

masyarakat termasuk salah satunya adalah tanaman buah naga (Hylocereus sp.).

Buah naga atau yang sering disebut “Dragon Fruit” ini merupakan salah satu buah

tahunan yang dewasa ini cukup populer di kalangan masyarakat dan juga

memiliki nilai jual yang sangat tinggi (Syukur, 2015). Dilaporkan bahwa buah

naga ini memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan

buah lain sehingga hal ini dapat juga menjadi peluang usaha bagi investor untuk

melakukan pembudidayaan buah naga dengan skala yang cukup besar (Sari,

2016).

Buah yang termasuk ke dalam kelompok kaktus atau family Cactaceae ini

sangat digemari karena memiliki rasa yang manis dan segar serta memiliki nilai

gizi yang cukup tinggi dan berbagai khasiat obat yang bermanfaat bagi kesehatan

tubuh (Handayani & Rahmawati, 2012). Buah naga merah dilaporkan memiliki

kandungan vitamin A, C dan E, protein, serat serta sumber mineral, seperti

kalsium, fosfor dan magnesium (Cahyono, 2009 dalam Ramadhan dkk., 2015).

Buah naga memiliki cukup banyak khasiat bagi kesehatan diantaranya sebagai

penyeimbang kadar gula darah, menstabilkan tekanan darah, mengurangi kadar

1
2

kolesterol serta mencegah infeksi saluran pencernaan (Kusdalinah dkk.,

2014; Panjuantiningrum, 2009; Rochmadhona, 2017; Sari, 2016).

Dengan melihat adanya peluang usaha budidaya buah naga yang

disebutkan di atas, maka upaya intensif budidaya buah naga sudah banyak

dilakukan. Namun demikian pada kenyataannya produksi buah naga di Indonesia

masih tergolong cukup rendah. Dilaporkan juga pada beberapa tempat penanaman

buah naga sering sekali terjadi penurunan kesehatan tanaman maupun hasil panen

secara drastis. Selain masalah penurunan kesuburan tanah, salah satu

permasalahan yang dihadapi petani dalam budidaya tanaman buah naga adalah

adanya penyakit yang menyerang tanaman (Rochmadhona, 2017; Yusuf dkk.,

2017). Terdapat beberapa faktor yang dapat memicu munculnya penyakit pada

tanaman diantaranya adalah kondisi cuaca, kondisi lingkungan yang kurang unsur

hara, dan kurangnya pengetahuan di tingkat petani dalam menangani penyakit

(Yusuf dkk., 2017)

Beberapa penyakit telah dilaporkan menyerang tanaman buah naga.

Penyakit-penyakit tersebut disebabkan oleh beberapa patogen seperti jamur,

oomycetes, bakteri dan virus. Penyakit busuk batang atau busuk kuning

dilaporkan disebabkan oleh bakteri, jamur dan oomycetes yaitu Xanthomonas sp.,

Erwinia carotovora., Fusarium sp., Sclerotium rolfsii., Rhizoctonia sp., Phythium

sp., Phytophthora sp (Barthana dkk., 2013; Downer, 2018; Isnaini dkk., 2009,

Wibowo dkk., 2011). Penyakit jamur utama lainnya adalah penyakit antraknosa

(Colletotrichum gloeosporioides atau Colletotrichum capsici) (Downer, 2018;

Syafnidarti, 2013), bercak coklat/busuk buah (Bipolaris cactivora dan


3

Helminthosporium sp.) (Oeurn et al., 2015; Oeurn et al., 2016), kanker batang

(Neoscytalidium dimidiatum) (Jumjunidang, 2016), bercak batang cokelat

(Botryoshaeria dothidea) (Downer, 2018), bercak kering (Alternaria alternata)

(Oeurn et al., 2015), bercak hitam kelabu (Phomopsis sp.) (Oeurn et al., 2015),

dan kudis (Pestalotiopsis sp.) (Wibowo dkk., 2011). Penyakit virus disebutkan

disebabkan oleh Cactus Virus X (Downer, 2018).

Beberapa sentra buah naga di Indonesia yang mulai berkembang antara

lain Malang, Delanggu, Kulonprogo, dan DI Yogyakarta (Purba, 2007 dalam Sari,

2016). Di beberapa sentra penanaman buah naga tersebut, beberapa penyakit

tersebut di atas dilaporkan telah mengakibatkan kerusakan yang cukup tinggi

terutama karena penyakit busuk batang, kanker batang dan antraknosa. Dilaporkan

bahwa kanker batang merupakan penyakit yang menghancurkan tanaman buah

naga pada saat ini di seluruh dunia (Riska et al., 2016). Patogen yang berasosiasi

dengan penyakit kanker batang tersebut adalah Neoscytalidium sp., Alternaria sp.,

dan Pestalotiopsis sp. Demikian juga beberapa laporan menyebutkan penyakit

antraknosa akibat infeksi jamur Colletotrichum gloeosporiodes merupakan

penyakit utama pada tanaman buah naga (Syafnidarti, 2013).

Di Jawa Barat, sentra perkebunan buah naga salah satunya adalah di

kawasan Wanayasa, Darangdan, dan Bojong di Kabupaten Purwakarta dengan

sedikitnya ada lima titik perkebunan buah naga dengan luasan paling sedikit dua

hektar (Distan Jabar, 2016). Sementara itu, daerah Pangandaran memiliki potensi

untuk menjadi sentra buah naga karena kecocokan suhu, iklim dan kondisi

tanahnya untuk pertanaman buah naga. Hal ini juga sejalan dengan adanya
4

program Agrowisata Pangandaran dimana pengembangan buah naga dapat

mendukung upaya sinergisme pertanian dengan pariwisata di wilayah tersebut

(Sudarjat dkk., 2017). Akan tetapi, seperti di lokasi penanaman buah naga lainnya

tanaman buah naga di daerah Pangandaran menunjukkan penurunan kesehatan

tanaman dengan kemunculan gejala-gejala penyakit pada tanaman buah naga.

Sejauh ini belum ada kajian kejadian penyakit pada tanaman buah naga di wilayah

Pangandaran tersebut. Oleh karena itu inventarisasi penyakit dan identifikasi

patogen penyebab penyakit pada pertanaman buah naga di daerah tersebut penting

untuk dilakukan untuk mendukung manajemen penyakit yang tepat dan mencegah

timbulnya kerusakan tanaman maupun kehilangan hasil buah naga yang tinggi.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat

diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Penyakit penting apakah yang menyerang pertanaman buah naga di Desa

Cintaratu, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran?

2. Penyakit penting manakah yang berpotensi merugikan pertanaman buah naga

di Desa Cintaratu, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan dilaksanakannya penelitian ini

adalah untuk melakukan inventarisasi penyakit dan identifikasi patogen yang

menyerang pertanaman buah naga di Desa Cintaratu, Kecamatan Parigi,

Kabupaten Pangandaran.
5

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian akan merupakan data dan informasi tentang penyakit

penting yang menyerang pertanaman buah naga di Desa Cintaratu, Kecamatan

Parigi, Kabupaten Pangandaran yang dapat digunakan sebagai dasar acuan untuk

mengendalikan penyakit pada pertanaman buah naga secara efektif dan efisien.

1.5 Kerangka Pemikiran

Studi tentang identifikasi penyakit pada pertanaman buah naga sudah

seringkali dilakukan di berbagai daerah di Indonesia, namun untuk daerah Jawa

Barat khususnya Kabupaten Pangandaran, penelitian ini belum pernah dilakukan.

Kabupaten Pangandaran sebenarnya dapat menjadi salah satu daerah yang

berpotensi menjadi sentra penanaman buah naga. Di Kabupaten Pangandaran

terdapat program Agrowisata yang mensinergiskan antara pertanian dan

pariwisata. Demikian juga dengan masyarakat di Desa Cintaratu yang sudah

mengetahui bahwa daerahnya sesuai untuk pertanaman buah naga. Masyarakat

memahami bahwa tanaman buah naga merupakan jenis tanaman kaktus yang akan

tumbuh baik pada suhu tinggi serta beberapa petani ada yang sudah mencoba

menanam buah naga yang umumnya ditanam di areal sekitar pemukiman mereka

dengan hasil buah yang cukup baik (Sudarjat dkk., 2017).

Tanaman buah naga merupakan tanaman buah yang mudah terserang

penyakit. Hal ini terutama ketika keadaan lingkungan yang sangat mendukung

untuk perkembangan penyakit ataupun keadaan lingkungan yang dapat

melemahkan tanaman inang (Kamil, 2008). Secara umum tanaman buah naga ini

memiliki sifat yang toleran terhadap penyakit. Penyakit pada tanaman buah naga
6

umumnya terjadi berkaitan dengan keadaan cuaca yang tidak cocok maupun

teknik budidaya yang kurang tepat yang dapat mendukung perkembangan

penyakit. Di sisi lain, pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang penyakit

tanaman ataupun keberadaan patogen pada tanaman buah naga masih relatif

rendah.

Di antara penyakit-penyakit pada tanaman buah naga yang pernah di

laporkan di Indonesia atapun di negara lain yaitu penyakit busuk batang atau

busuk buah, antraknosa, kanker batang, dan bercak cokelat yang merupakan

penyakit-penyakit yang paling umum ditemukan (Isnaini dkk., 2009; Kamil, 2008;

Riska et al., 2016; Syafnidarti, 2013; Swastika dkk., 2012; Wibowo, 2011).

Patogen-patogen utama yang dilaporkan berasosiasi dengan penyakit-penyakit

tersebut adalah Sclerotium rolfsii, Fusarium sp., Colletotrichum gloeosporioides,

Bipolaris cactivora, Neoscytalidium sp., Xanthomonas campestris, dan Erwinia

carotovora. Dilaporkan bahwa intensitas penyakit antraknosa (Colletotrichum sp.)

dapat mencapai 50% sementara busuk batang atau kanker batang dan busuk lunak

masing-masing dapat lebih dari 50% (Faidah dkk., 2017).

Gejala penyakit busuk pada batang tanaman buah naga dapat berupa busuk

lunak atau busuk kuning yaitu terjadinya terjadinya busuk pada jaringan tanaman

pada batang sehingga menjadi berwarna kuning, lunak dan berbau busuk

(Downer, 2018; Kamil, 2008; Wibowo dkk., 2011). Pada serangan berat, bagian

batang yang berdaging akan busuk secara keseluruhan sehingga tinggal pembuluh

batang utama yang ada. Gejala lanjut bagian yang busuk ini akan mengering.

Patogen yang ditemukan berasosiasi dengan gejala ini adalah dari golongan jamur
7

dan bakteri. Gejala awal penyakit busuk kuning adalah berupa busuk berwarna

cokelat bisa lunak dan bisa juga tidak lunak yang kemudian busuk ini akan

meluas dengan patogennya adalah Fusarium sp., Colletotrichum sp.,

Pestalotiopsis sp., dan Sclerotium sp. (Barthana dkk., 2013). Bakteri penyebab

penyakit busuk lunak ataupun busuk kuning yang dilaporkan adalah

Xanthomonas campestris dan Erwinia sp. (Kamil, 2008). Disebutkan bahwa

bercak atau luka gejala penyakit antraknosa dapat menjadi tempat masuk/infeksi

bakteri.

Gejala penyakit busuk batang yang disebabkan oleh jamur Sclerotium

rolfsii terjadi pada pangkal batang. Pangkal batang akan berwarna kuning

kemudian berubah menjadi berwarna coklat dan gejala lanjut terjadi pembusukan

yang menyeluruh pada pangkal batang sampai berwarna coklat. Gejala

pembusukan biasanya dimulai diawal penanaman stek pada pangkal batang,

berwarna kecoklatan dan terdapat struktur seperti berwarna putih. Pembusukan

tersebut umumnya diakibatkan oleh kelembaban tanah yang berlebihan sehingga

muncul jamur tersebut (Kristanto, 2009).

Gejala penyakit antraknosa yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum

sp. menurut Swastika dkk. (2012) adalah terdapat bercak konsentrik berwarna

cokelat kemerahan yang biasanya berbentuk bulat dan agak cekung. Bercak yang

berkembang akan menunjukkan warna putih yang merupakan miselium jamur dan

bintik-bintik berwarna hitam di atas permukaan bercak yang merupakan aservulus

dan konidia jamur. Bercak-bercak yang bersatu akan mengakibatkan gejala


8

antraknosa yang luas. Penyakit antraknosa merupakan penyakit utama yang sering

ditemukan di pertanaman buah naga.

Penyakit kanker batang merupakan penyakit yang paling merugikan pada

tanaman buah naga di beberapa negara (Masratul et al., 2015; Masratul et al.,

2013). Kejadian penyakit kanker batang pada pertanaman buah naga dapat

mencapai 60% sedangkan intensitas penyakit dapat mencapai 55%. Penyebab

penyakit ini adalah jamur Neoscytalidium dimidiatum. Gejala awal penyakit ini

adalah berupa bercak melekuk berwarna cokelat yang kemudian menjadi

berwarna cokelat tua dengan piknidia dalam jumlah yang banyak tersebar di

seluruh permukaan bercak atau kanker yang terbentuk. Ketika penyakit semakin

berkembang maka batang yang terinfeksi menjadi busuk dan seperti terbakar.

1.6 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis yang diajukan

sebagai berikut:

1. Beberapa penyakit seperti antraknosa, kanker batang, dan busuk batang akan

ditemukan menyerang tanaman buah naga di pertanaman buah naga di Desa

Cintaratu, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran.

2. Penyakit antraknosa merupakan penyakit utama yang berpotensi paling

merugikan produksi tanaman buah naga di desa Cintaratu, Kecamatan Parigi,

Kabupaten Pangandaran.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Buah Naga

Tanaman Buah Naga (Hylocereus sp.) termasuk dalam kelompok tanaman

kaktus atau Famili Cactaceae. Secara umum buah naga dikelompokkan ke dalam

empat genus utama yaitu Stenocereus (Britton & Rose), Cereus (Mill),

Selenicereus (A. Berger Riccob) dan Hylocereus (Britton & Rose) dengan genus

yang banyak dibudidayakan adalah Hylocereus (Bellec et al., 2006).

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Buah Naga

Klasifikasi botani tanaman buah naga secara lengkap menurut Britton &

Rose (1963) adalah:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Caryophyllales

Famili : Cactaceae

Subfamili : Cactoideae

Genus : Hylocereus (Berger) Britt & Rose

Spesies : Hylocereus undatus (Haw.) Britt & Rose

McMahon (2003) menyebutkan bahwa tanaman ini termasuk ke dalam

kelompok tanaman memanjat (climbing plant). Di dalam budidayanya, tanaman

buah naga membutuhkan penyangga untuk menempel atau memanjatnya akar

9
10

udara (aerial roots) yang tumbuh pada sepanjang sulur yang memiliki segmen-

segmen. Akar udara ini akan menempel pada penyangga tanaman dan berperan

juga di dalam memperoleh nutrisi tanaman dari bahan organik yang ada pada

celah-celah tiang penyangga.

Batang pada buah naga bersifat sukulen atau banyak mengandung air dan

memiliki tiga sisi (three sided) atau kadang-kadang memiliki 4 atau 5 sisi

McMahon (2003) (Gambar 1). Batang ini disebut sulur yang mengandung air

dalam bentuk lendir dan berlapiskan lilin bila sudah dewasa serta berfungsi

sebagai daun dalam proses asimilasi karena mengandung kambium (Kristanto,

2009). Sepanjang tepi sulur terdapat duri-duri yang sangat pendek yang

disebutkan sebagai modifikasi daun pada kelompok tanaman kaktus. Sulur ini

akan tumbuh dan menghasilkan sulur cabang secara terus menerus sehingga

diperlukan pengaturan sulur cabang supaya tanaman dapat tumbuh dalam kondisi

ideal. Disebutkan bahwa pengaturan sulur cabang yang baik adalah menggunakan

prinsip 1-3-3 yang artinya satu sulur utama, tiga sulur cabang pertama, dan tiga

sulur cabang kedua dimana apabila terbentuk tunas cabang lagi maka dilakukan

pemangkasan (Andoko & Nurrasyid, 2012).

Bunga akan muncul di sepanjang sulur pada bagian punggung sisi batang

yang berduri (Gambar 1a). Bunga yang terbentuk berukuran besar, wangi, dengan

mahkota bunga berwarna krem pada bagian luar dan putih pada bagian dalam

serta benang sari yang berwarna kuning McMahon (2003). Bunga akan mekar

pada sore hari dan berakhir mekar pada pagi hari sehingga bunga hanya bertahan

satu malam. Bunga ini sangat indah dan memiliki sebutan sebagai moon flower
11

atau queen of the night. Benang sari dan putik memiliki perbedaan ketinggian

sehingga dapat menjadi masalah dalam penyerbukan bunga (Gambar 1b).

a b

c d
Gambar 1. Tanaman buah naga. (a) Batang atau sulur dan sulur buah naga. (b)
Bunga. (c) Buah naga putih. (c) Buah naga merah (Sumber:
https://crfg.org/wp-content/uploads/Pitaya-Presentation.pdf, 2018;
Syukur, 2015)

Buah buah naga berukuran besar berbentuk lonjong dan memiliki sirip

dengan berat antara 150-600 g yang biasanya terletak pada ujung cabang atau

batang (McMahon, 2003; Syukur, 2015). Warna kulit buah biasanya merah muda

terang, merah hati ataupun merah terang dengan sisik berwarna hijau (Gambar

1c). Daging buah berwarna putih atau merah dengan banyak biji kecil berwarna

hitam (Gambar 1d).


12

2.1.2 Syarat Tumbuh Tanaman Buah Naga

Tanaman buah naga tumbuh baik di iklim tropis dengan suhu rata-rata 21-

29oC (McMahon, 2003). Tanaman ini juga dapat berproduksi secara vegetatif dan

tumbuh baik dengan suhu rata-rata 38-40oC, namun akan gagal menumbuhkan

bungannya pada suhu tersebut (Jaya, 2010). Tanaman buah naga tumbuh optimal

dengan rata-rata hujan 340-3500 mm per tahun pada ketinggian sampai 2750 m

dpl (Bellec et al., 2006). Buah naga lebih menyukai kelembaban udara rendah,

karena apabila kelembaban tinggi maka pertumbuhan cabang akan kurang subur

serta mudah patah, meskipun masih dapat tumbuh dengan kelembaban udara

antara 70-90% (Kristanto, 2009).

2.2 Penyakit pada Tanaman Buah Naga

Tanaman buah naga merupakan tanaman yang sangat berpotensi untuk

meningkatkan penghasilan di kalangan petani buah naga. Namun demikian, di

dalam budidaya tanaman ini beberapa kendala dihadapi oleh petani yang salah

satunya adalah serangan penyakit pada tanaman buah naga.

Beberapa penyakit telah dilaporkan menyerang tanaman buah naga di

beberapa tempat penanaman buah naga. Penyakit-penyakit penting yang sering

ditemukan di pertanaman buah naga diuraikan di bawah ini. Penyakit-penyakit

tersebut disebabkan oleh beberapa patogen seperti jamur, bakteri dan virus.
13

1. Penyakit Antraknosa (Colletotrichum spp.)

Pada tanaman buah naga yang menunjukkan gejala penyakit antraknosa

ditandai dengan adanya bercak bulat berwarna cokelat yang kemudian bercaknya

melebar dan dikelilingi halo berwarna coklat dan kuning (Gambar 2) (Faidah

dkk., 2017). Jamur ini menyerang sulur dan buah pada awal terbentuknya buah

(Swastika dkk., 2012).

a b
Gambar 2. Penyakit antraknosa pada tanaman buah naga. (a) Gejala bercak pada
batang. (b) Konidia jamur (Sumber: Downer, 2018)

2. Penyakit Layu Fusarium (Fusarium sp.)

Pada tanaman buah naga, gejala awal penyakit layu fusarium biasanya

terdapat goresan yang panjangnya dapat mencapai 60 cm, menjadi nekrotik

berwarna putih keabu-abuan (Gambar 3a). Gejala lanjut batang atau cabang

mengalami busuk kering, menjadi layu dan jika dibelah akan tampak bahwa

bagian kayu dari batang berwarna cokelat (Gambar 3b) (Faidah dkk., 2017).
14

a b
Gambar 3. Penyakit layu fusarium pada tanaman buah naga. (a) Gejala awal
berupa goresan pada batang. (b) Gejala lanjut dengan batang yang
mengalami busuk kering (Sumber: Faidah dkk., 2017)

3. Penyakit Busuk Pangkal Batang (Sclerotium rolfsii)

Pertanaman buah naga yang terserang penyakit busuk pangkal batang akan

mengalami gejala awal berupa pangkal batang berwarna kuning kemudian

berubah menjadi berwarna cokelat (Gambar 4). Gejala lanjutan yang terjadi yaitu

pembusukan yang menyeluruh pada pangkal batang sampai berwarna cokelat.

Pangkal batang mengalami pembusukan berwarna kuning kecoklatan dan lembek

(Faidah dkk., 2017).

Gambar 4. Penyakit busuk pangkal batang (Sumber: Downer, 2018).


15

4. Penyakit Bercak Oranye (Alternaria sp.)

Penyakit bercak oranye menyerang pada saat buah sudah muncul. Infeksi

awal dari jamur penyebab penyakit ini yaitu terjadi akibat adanya serangan

serangga yang menggigit permukaan kulit buah. Gigitan tersebut menjadi pintu

masuk bagi patogen ke dalam permukaan kulit buah. Gejala awal bercak seperti

karat berwarna oranye pada permukaan kulit buah (Gambar 5). Pada gejala lanjut

penyakit ini terjadi pembusukan dengan warna kecoklatan (Faidah dkk., 2017).

a b

Gambar 5. Penyakit bercak oranye pada buah naga. (a) Gejala awal berupa bercak
seperti karat. (b) Gejala lanjut buah akan mengalami pembusukan
(Sumber: Faidah dkk., 2017; Octaviani, 2012)

5. Penyakit Busuk Lunak Batang (Xanthomonas campestris)

Sulur yang terserang busuk lunak batang akan terlihat gejala busuk berair

berwarna cokelat (Gambar 6). Jaringan pada sulur berwarna kuning diikuti

dengan lunaknya jaringan dan bau busuk. Gejala lanjut menunjukkan busuk yang

menyeluruh sehingga memisahkan bagian sulur dari cabang dari sulur utama

(Kamil, 2008).
16

Gambar 6. Penyakit busuk lunak batang (Sumber: Downer, 2018).

6. Penyakit Busuk Kuning Batang (Erwinia sp.)

Penyakit busuk kuning batang menyerang pada batang tanaman buah naga.

Gejala awal yang terjadi yaitu busuk dan berubah warna menjadi kuning (Gambar

7) (Wibowo dkk., 2017). Pada gejala lanjut seluruh batang akan berbau busuk.

Gambar 7. Penyakit busuk kuning batang (Sumber: Wibowo dkk., 2017)


17

7. Penyakit Kanker Batang (Neoscytalidium dimidiatum)

Penyakit kanker batang ini menyerang tanaman buah naga pada bagian

sulurnya. Gejala awal yang terjadi yaitu terlihat nekrotik cekung berwarna coklat

muda atau cokelat tua seperti terbakar dan biasanya terdapat di bagian pinggir

sulur (Gambar 8) (Masratul et al., 2015). Pada gejala lanjut menunjukkan bagian

sulur akan mengering dan terlihat bekas seperti terbakar.

Gambar 8. Penyakit kanker batang (Sumber: Mohd et al., 2015)


BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian dilaksanakan di perkebunan buah naga milik petani di Desa

Cintaratu, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran. Identifikasi penyakit

dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Universitas Padjadjaran. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2018 sampai dengan

Oktober 2018.

3.2 Alat dan Bahan Percobaan

Bahan yang digunakan adalah material tanaman buah naga yang

menunjukkan gejala penyakit yang dikumpulkan dari pertanaman buah naga,

kantung kertas, kantung plastik (ziplock), kontainer plastik, media agar, akuades,

larutan lugol, larutan gentian violet, larutan safranin, alkohol 70% dan 95% serta

label. Alat yang dibutuhkan adalah kamera, alat tulis, gunting dahan, pisau, botol

Schott, Petri dish, mikroskop, mortar, spreader, object glass, cover glass, dan buku

identifikasi.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang telah dilakukan dengan cara melakukan survey

dan observasi di lapangan yaitu mengamati jenis penyakit yang terdapat pada

pertanaman buah naga di tempat penelitian. Pengamatan penyakit dilakukan

secara langsung pada gejala penyakit yang terdapat pada tanaman contoh.

18
19

Beberapa spesimen atau bagian tanaman yang terserang penyakit dibawa ke

laboratorium, dan disimpan pada suhu 4oC di dalam kantung kertas.

3.4 Pelaksanaan Penelitian di Lapangan

3.4.1 Pengamatan Kejadian Penyakit dan Intensitas Penyakit

Tanaman buah naga di lokasi penelitian memiliki umur yang seragam.

Pengamatan penyakit tanaman merupakan pengamatan terhadap kejadian penyakit

(disease incidence) dan juga intensitas penyakit (disease severity). Metode

skoring yang dilakukan khusus untuk tanaman buah naga tidak ada pada jurnal

publikasi manapun sehingga skoring dilakukan secara umum. Intensitas penyakit

dihitung dengan menggunakan skoring sebagai berikut:

Skor 0 = tidak ditemukan gejala penyakit

Skor 1 = 1-20% bagian tanaman menunjukkan gejala penyakit

Skor 2 = 21-40% bagian tanaman menunjukkan gejala penyakit

Skor 3 = 41-60% bagian tanaman menunjukkan gejala penyakit

Skor 4 = 61-100% bagian tanaman menunjukkan gejala penyakit

Penentuan intensitas penyakit didasarkan pada rumus menurut Townsend

& Heuberger (1943) dalam Sinaga (2003):

 (n x v)
I = ----------- x 100%
NxV
Keterangan : I = Intensitas penyakit
n= Jumlah tanaman dalam setiap kategori serangan
v = Nilai skoring dalam setiap kategori serangan
N= Jumlah tanaman sampel
V= Skoring tertinggi yang ditetapkan
20

3.4.2 Pengumpulan Spesimen Tanaman Sakit

Sampel bagian tanaman berupa sulur yang menunjukkan gejala penyakit

dikumpulkan dari pertanaman buah naga. Hampir semua tanaman buah naga di

lokasi pengamatan menunjukkan gejala penyakit. Pengambilan sampel pada

tanaman buah naga dilakukan dengan menggunakan metode diagonal. Penentuan

titik pengamatan dan pengambilan sampel ditentukan pada 5 titik dari luas areal

pertanaman buah naga, kemudian pada masing-masing titik diambil secara acak

10% tanaman sampel dari total tanaman dengan menggunakan metode diagonal

(Lampiran 1).

Spesimen tanaman sakit tersebut dipotong dan dimasukkan ke dalam

kantung kertas. Kantung-kantung kertas berisi spesimen dimasukkan ke dalam

kantung plastik ziplock. Sampel tanaman kemudian dibawa ke laboratorium dan

disimpan di dalam lemari pendingin sampai identifikasi dilakukan.

3.5 Pelaksanaan Penelitian di Laboratorium

3.5.1 Penyiapan Media Isolasi Patogen

Media isolasi patogen yang digunakan adalah Potato Dextose Agar (PDA)

dan Nutrient Agar (NA). Media PDA dipersiapkan dengan mengupas kentang

sebanyak 200 g dan kemudian dicuci bersih. Setelah itu, kentang dipotong-potong

kecil sekitar 2 x 2 cm dan direbus dalam 1 liter akuades hingga lunak. Air rebusan

kentang kemudian disaring dan ditambahkan akuades agar tetap memiliki volume

1 liter. Air rebusan dipanaskan kembali dan ditambahkan 20 g agar dan 20 g

dextrose hingga air mendidih.


21

Media NA dipersiapkan dengan menggunakan Nutrient Broth (NB). NB

dilarutkan dalam 1 liter akuades. Media ini kemudian dituangkan ke dalam botol

Schott untuk disterilisasi di dalam autoclave selama 15 menit dengan temperature

121oC dan tekanan 1 atmosfir. Selanjutnya media didinginkan hingga menjadi

padat dan disimpan di lemari pendingin sampai digunakan.

3.5.2 Isolasi Patogen


Isolasi patogen jamur dilakukan sesuai langkah isolasi yang diterangkan

dalam Agrios (2005). Bagian tanaman yang menunjukkan gejala dipotong di

antara bagian yang sehat dan yang bergejala. Potongan-potongan kecil tersebut

dicelupkan selama 15 detik ke dalam larutan alkohol 70% yang kemudian

direndam pada larutan sodium hypoklorit 1% selama lima menit. Jaringan yang

sudah disterilkan ini dibilas sebanyak tiga kali dengan menggunakan akuades

steril dan kemudian dikeringkan dengan menempatkannya pada kertas saring

steril. Setelah itu, potongan tersebut diletakkan pada media tumbuh PDA dan

diinkubasikan pada suhu ruang (± 28oC) selama 3-6 hari. Miselium yang tumbuh

kemudian dipindahkan ke media PDA yang baru sebagai biakan murni yang

kemudian digunakan di dalam proses identifikasi maupun uji Postulat Koch.

Isolasi patogen bakteri dilakukan dengan mengambil sulur/batang utama

yang bergejala penyakit, kemudian digerus menggunakan mortar dan diberi air

steril agar mudah lumat. Selanjutnya dilakukan pengenceran berseri dengan

tingkat pengenceran 10-1 hingga 10-3 dan hasil akhir pengenceran diteteskan dan

diratakan pada permukaan media NA pada Petri dish sebanyak 1 ml dan

diinkubasikan pada suhu ruang selama 3-6 hari. Koloni tunggal dari beberapa
22

jenis bakteri yang muncul kemudian dimurnikan sebagai isolat murni pada media

NA yang terpisah dan digunakan dalam proses identifikasi dan uji Postulat Koch.

3.5.3 Identifikasi Patogen

Identifikasi patogen dilakukan secara makroskopis maupun mikroskopis.

Pengamatan makroskopis dilakukan pada sampel material tanaman sakit atau pada

koloni patogen yang berhasil diisolasi atau ditumbuhkan. Pengamatan mikroskop

dilakukan untuk melihat bagian tubuh jamur seperti hifa, konidia atau lainnya

serta melihat massa bakteri yang terdapat pada bagian yang diamati di bawah

mikroskop. Informasi pengamatan makroskopis dan mikroskopis tersebut

kemudian dicocokkan dengan buku identifikasi. Buku Identifikasi yang

digunakan adalah Barnett & Hunter (1972) untuk identifikasi jamur dan Goto

(1992) untuk identifikasi bakteri.

Identifikasi jamur secara makroskopis dilakukan dengan melihat warna

koloni dan tekstur miselium biakan murni jamur dalam media PDA sedangkan

secara mikroskopis dilakukan di bawah mikroskop perbesaran 40x dengan

mengamati morfologi atau bentuk hifa dan spora atau konidia jamur dan bagian

mikroskopis lainnya yang ditemukan. Identifikasi bakteri secara makroskopis

dilakukan dengan melihat karakteristik single koloni bakteri diantaranya warna

koloni, bentuk pinggiran koloni dan tekstur koloni. Identifikasi mikroskopis

dilakukan di bawah mikroskop perbesaran 1000x kemudian diidentifikasi dengan

menggunakan uji fisiologis yaitu uji Gram. Apabila koloni bakteri berwarna

merah berarti bakteri yang didapat adalah bakteri gram negatif, sedangkan apabila

koloni berwarna ungu berarti bakteri tersebut adalah bakteri gram positif.
23

3.5.4 Uji Postulat Koch

Uji Postulat Koch dilakukan untuk melihat gejala penyakit yang muncul

pada tanaman sehat yang diinokulasi patogen yang sudah diisolasi. Pada

penelitian ini, uiji Postulat Koch dilakukan di laboratorium pada bagian sulur

tanaman buah naga yang sehat. Sulur tanaman buah naga yang diambil dari

lapangan dicuci bersih dan dipotong dengan ukuran 7 cm dengan jumlah potongan

sesuai dengan banyaknya jenis patogen yang diinokulasikan. Bagian permukaan

sulur disterilisasi permukaannya dengan menggunakan alkohol 70%. Selanjutnya

bagian sulur yang telah steril dilukai dengan menggunakan jarum steril untuk

menempatkan inokulum patogen.

Patogen diinokulasikan di bagian sulur yang telah dilukai tersebut dengan

cara menempelkan plug agar biakan murni jamur (Ø 5mm) atau meneteskan ±0,15

ml suspensi bakteri (1 ose disuspensikan dalam 10 ml akuades steril) di atas

permukaan luka pada sulur. Inokulasi bakteri dilakukan dengan cara pencelupan

ujung potongan sulur pada suspensi bakteri. Pada inokulasi jamur, plug agar

biakan murni ditutup dengan kapas steril yang lembab dan diwrap selama 24 jam

untuk menjaga kelembaban dan juga mencegah terjadinya kontaminasi oleh

mikroorganisme lain. Potongan sulur tanaman yang sudah diinokulasi kemudian

disimpan di dalam kontainer plastik berpenutup yang dilapisi kertas saring steril

dan lembab pada bagian bawahnya. Kontainer plastik ini ditempatkan pada suhu

kamar di laboratorium. Gejala penyakit yang muncul diamati setiap hari.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Pertanaman Buah Naga pada Lahan Pengamatan

Desa Cintaratu menjadi salah satu dari beberapa desa yang mulai intensif

menanam buah naga karena adanya program agrowisata dari pemerintah daerah.

Lahan pertanaman buah naga milik petani ini merupakan lahan percobaan karena

sebelumnya lahan tersebut ditanami tanaman padi. Petani pemilik lahan sudah

memiliki pengalaman menanam buah naga di tempat lain yang lokasinya tidak

jauh dari lahan percobaan tersebut dengan hasil yang cukup baik. Namun

demikian, tanaman buah naga yang ada di lahan percobaan atau tempat penelitian

ini menunjukkan kondisi tanaman yang kurang sehat dengan adanya berbagai

gejala penyakit tanaman (Gambar 9).

a b
Gambar 9. Kondisi kesehatan tanaman buah naga di lokasi penelitian. (a)
Tanaman dengan gejala penyakit kudis. (b) Tanaman dengan gejala
penyakit antraknosa. (c) Tanaman dengan gejala penyakit kanker
batang.

24
25

Lahan pertanaman buah naga dibatasi dan dikelilingi oleh tanaman padi

dan kolam ikan. Bagian barat dibatasi kolam ikan sedangkan utara, timur dan

selatan berbatasan dengan tanaman padi (Gambar 10). Jumlah tanaman yang ada

di lokasi berjumlah 100 tanaman dengan jarak tanam 2 x 5 m. Pemupukan

tanaman dilakukan dengan menggunakan pupuk organik dan tanpa ada

penggunaan pestisida.

a b
Gambar 10. Kondisi lahan dan pertanaman buah naga di lokasi penelitian. (a)
Pertanaman buah naga yang berbatasan dengan tanaman padi di
bagian utara, selatan dan timur. (b) Pertanaman berbatasan dengan
kolam ikan di bagian barat.

4.2 Kejadian Penyakit dan Intensitas Penyakit pada Tanaman Buah Naga

Penyakit pada buah naga dengan berbagai gejala ditemukan pada semua

titik sampel yang diamati dan pada semua tanaman yang disampling. Dengan

demikian, kejadian penyakit (disease incidence) pada tanaman buah naga di lokasi

penelitian mencapai 100%. Terdapat 5 penyakit utama (penyakit tanaman dengan

gejala yang signifikan) pada tanaman buah naga yang ditemukan yaitu antraknosa,

kudis, nekrosis batang, kanker batang dan busuk lunak (Tabel 1).

Dua penyakit yang dominan adalah penyakit antraknosa dan dan penyakit

kanker batang. Penyakit kanker batang merupakan penyakit dengan intensitas

penyakit tertinggi sebesar 53,6% (Tabel 1). Dengan demikan, penyakit kanker
26

batang ini berpotensi menjadi penyakit yang paling merugikan pada tanaman buah

naga di lokasi penelitian. Kejadian penyakit kanker batang pada buah naga di

Malaysia mencapai 60% dengan intensitas penyakit dapat mencapai 55%

(Masratul et al., 2015). Sementara itu, intensitas penyakit antraknosa adalah

sebesar 50%. Dengan intensitas penyakit sebesar itu, penyakit antraknosa ini

memang terlihat dengan mudah di lokasi penelitian. Penyakit antraknosa

dilaporkan sebagai penyakit yang paling umum ditemukan pada tanaman buah

naga (Masyahit et al., 2009; Masratul et al., 2015). Dilaporkan di Malaysia,

kejadian penyakit antraknosa dapat mencapai 52% dan intensitas penyakit sebesar

47%.

Selain patogen jamur, bakteri Xanthomonas campestris penyebab busuk

lunak batang juga menjadi penyakit penting di lahan percobaan ini dengan

intensitas penyakit sebesar 32,1%. Penyakit ini dapat berpotensi merusak terutama

pada kondisi lingkungan yang mendukung perkembangan penyakit seperti

pengairan yang berlebihan atau pada musim hujan sehingga kelembaban udara

meningkat (Masyahit et al., 2009).

Tabel 1. Intensitas penyakit tiap titik sampel pada pertanaman buah naga di Desa
Cintaratu

Penyakit Patogen Intensitas penyakit (%)

Antraknosa Colletotrichum sp. 50%

Kudis Pestaliopsis sp. 17,9%

Nekrosis batang Curvularia sp. 20,8%

Kanker batang Neoscytalidium sp. 53,6%

Busuk batang lunak Xanthomonas sp. 32,1%


27

Tingginya kejadian maupun intensitas penyakit pada tanaman buah naga

di lokasi penelitian ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pengendalian

penyakit secara kimia dengan menggunakan fungisida tidak dilakukan di

pertanaman buah naga ini. Demikian juga dengan keadaan sanitasi yang kurang

baik, penggunaan bibit buah naga yang tidak sehat, serta kondisi lahan yang

awalnya merupakan tanah sawah yang digenangi dapat menjadi faktor-faktor yang

memengaruhi perkembangan penyakit. Diakui petani bahwa keberadaan penyakit

tanaman ini telah mengakibatkan penurunan produktivitas buah naga yang sangat

tinggi meskipun sampai saat ini belum ada data besaran kerugian yang

ditimbulkan oleh penyakit tanaman yang ada pada buah naga di desa Cintaratu.

Dari hasil pengamatan maupun laporan kejadian jenis penyakit yang sangat

dikeluhkan oleh petani yaitu penyakit kanker batang maka dapat dipastikan bahwa

penyakit kanker batang adalah penyakit utama yang berpotensi paling merugikan.

4.3 Penyakit Penting pada Pertanaman Buah Naga di Desa Cintaratu

Seperti diuraikan di atas, beberapa penyakit penting ditemukan di

pertanaman buah naga di Desa Cintaratu. Sebagian besar penyakit ini disebabkan

oleh jamur patogen meskipun gejala penyakit bakteri juga cukup signifikan.

4.3.1 Penyakit Antraknosa (Colletotrichum gloesporioides)


Tanaman buah naga yang menunjukkan gejala penyakit antraknosa

ditandai dengan adanya bercak cokelat kehitaman yang berbentuk bulat dan agak

cekung serta dikelilingi halo berwarna kuning kecokelatan (Gambar 11a). Hasil

isolasi dan identifikasi ditemukan bahwa penyebab penyakit antraknosa pada buah

naga adalah jamur Colletotrichum gloeosporioides. Pada media PDA, koloni


28

jamur C.gloeosporioides awalnya berwarna putih dan setelah agak tua menjadi

putih kelabu serta agak tebal bagian tengahnya (Gambar 11b). Bentuk konidianya

lonjong, bersel satu dan hialin (Gambar 11e). Inokulasi patogen pada tanaman

sehat sesuai prosedur Postulat Koch menghasilkan gejala awal yaitu berupa

bercak cokelat berbentuk bulat yang kemudian bercak tersebut menjadi seperti

melekuk dan berwarna kuning (Gambar 11c dan 11d). Penyakit antraknosa ini

dijumpai hampir dari setiap titik yang diamati.

a b c d

Gambar 11. Penyakit antraknosa dan karakteristik morfologi C. gloeosporioides.


(a) Gejala penyakit berupa bercak cokelat kehitaman serta dikelilingi
halo kuning kecokelatan (tanda panah). (b) Koloni C.
gloeosporioides. (c, d) Gejala hasil inokulasi. (e) Konidium C.
gloeosporioides.
29

Penyakit antraknosa dilaporkan sebagai penyakit yang paling umum

ditemui pada tanaman buah naga. Penyakit ini terutama mengakibatkan

kehilangan hasil yang tinggi terutama ketika infeksi terjadi pada buah karena

secara kualitas buah menjadi tidak baik untuk konsumsi (Masratul et al., 2015).

Ditemukan sedikitnya ada dua spesies Colletotrichum yang mengakibatkan

penyakit antraknosa pada buah naga yaitu Colletotrichum gloeosporioides and

Colletotrichum truncatum. Beda kedua spesies Colletotrichum disajikan pada

Gambar 12.

Gambar 12. Dua spesies Colletotrichum yang menyerang tanaman buah naga.
Gambar A-E merupakan C. gloeosporoides dan gambar F-G adalah C.
truncatum (Sumber: Masratul et al., 2015)

Dengan demikian, berdasarkan hasil isolasi dan identifikasi spesies

Colletotrichum yang ditemukan pada tanaman buah naga di lokasi penelitian

adalah C. gloeosporioides. Meskipun demikian, spesies C. truncatum

kemungkinan dapat ditemukan juga pada buah naga pada penelitian ini. Kedua

spesies Colletotrichum ini sudah dilaporkan meyerang semua jenis buah naga

(Guo et al., 2014; Masyahit et al., 2009; Safnidarti dkk., 2013; Takahashi et al.,

2008).
30

4.3.2 Penyakit Kudis (Pestalotiopsis sp.)

Pada tanaman buah naga yang bergejala penyakit kudis permukaan

sulurnya menjadi rusak dan kasar (Gambar 13a). Hasil identifikasi didapatkan

bahwa penyebab penyakit kudis ini adalah Pestalotiopsis sp. Pada media

perkembangbiakan PDA, jamur memiliki koloni berwarna putih dengan massa

konidia berwarna hitam yang membentuk lingkaran konsentris di atas permukaan

koloni (Gambar 13b). Konidia Pestalotiopsis sp. ini memiliki lima sel dan sel

ujung mempunyai 3 buah apendiks (Gambar 13e). Inokulasi patogen pada

tanaman sehat menghasilkan gejala berupa kudis meskipun hanya sedikit yang

terbentuk sekitar luka inokulasi (Gambar 13c dan 13d). Gejala penyakit ini

sedikit ditemui pada titik yang diamati.

a b c d

e
Gambar 13. Penyakit kudis dan karakteristik morfologi Pestalotiopsis sp. (a)
Gejala penyakit berupa permukaan sulur yang rusak dan kasar. (b)
Koloni Pestalotiopsis sp. (c, d). Gejala hasil inokulasi. (e) Konidium
Pestalotiopsis sp. memiliki 3 buah apendiks pada ujung sel.
31

Penyakit kudis ini disebabkan oleh jamur Pestalotiopsis sp. yang

membentuk banyak aservulus pada jaringan epidermis batang tanaman yang

terluka (Wibowo dkk., 2011). Disebutkan bahwa jamur ini merupakan parasit

lemah yang berarti umumnya bukan patogen utama dan menginfeksi inang jika

inang dalam kondisi yang tidak sehat.

4.3.3 Penyakit Nekrosis Batang (Curvularia lunata)

Penyakit nekrosis batang menyerang sulur tanaman buah naga. Sulur yang

bergejala penyakit ini terlihat spot berbentuk bulat kecil berwarna merah oranye

dan nekrosis (Gambar 14a). Hasil perkembangbiakan pada media PDA, jamur ini

memiliki koloni berwarna abu-abu agak kehitaman dan berbulu (Gambar 14b).

Konidia Curvularia lunata memiliki 3-5 sel dan berbentuk silinder atau agak

melengkung dengan sel tengahnya yang berukuran lebih besar dan berwarna lebih

gelap (Gambar 14e). Inokulasi patogen pada tanaman sehat menghasilkan gejala

spot berwarna oranye (Gambar 14c dan 14d). Gejala penyakit ini juga tidak

banyak ditemui pada titik pengamatan.

Penyakit nekrosis batang pernah dilaporkan dengan kejadian penyakit

mencapai 41% dan intensitas penyakit sebesar 25% (Masratul et al., 2015). Gejala

pada tanaman buah naga adalah berupa bercak nekrotik berukuran kecil berbentuk

bulat dengan warna pink atau coklat muda. Pada perkembangan selanjutnya

bercak-bercak ini dapat bersatu sehingga menjadi lebar. Patogen penyebab

penyakit ini kemudian diidentifikasi sebagai C. lunata berdasarkan karakteristik


32

morfologi konidianya. Koloni C. lunata menunjukkan warna abu-abu dengan

bagian bawah koloni berwarna hitam.

d
a b c d

e
Gambar 14. Penyakit nekrosis batang dan karakteristik morfologi C. Lunata. (a)
Gejala penyakit berupa bercak kecil berwarna merah oranye. (b)
Koloni C. lunata. (c, d) Gejala hasil inokulasi. (e) Konidium jamur
memiliki ukuran cukup besar dan berwarna lebih gelap pada bagian
tengah sel.

4.3.4 Penyakit Kanker Batang (Neoscytalidium dimidiatum)

Selain gejala nekrosis batang ditemukan juga gejala kanker batang pada

sulur tanaman buah naga. Sulur yang menunjukkan gejala penyakit terlihat

nekrotik cekung berwarna coklat muda atau coklat tua seperti terbakar dan

biasanya terdapat di bagian pinggir sulur (Gambar 15a). Hasil isolasi media PDA,

jamur Neoscytalidium dimidiatum memiliki koloni berwarna abu gelap kehitaman


33

dan berbulu (hairy) (Gambar 15b). Konidia jamur ini memiliki satu sel, hialin,

berbentuk silinder agak melengkung dan membentuk jajaran seperti rantai pada

perkembangan patogen tersebut (Gambar 15e). Inokulasi patogen pada tanaman

sehat menghasilkan gejala nekrotik cekung agak melebar dan terlihat seperti

terbakar (Gambar 15c dan 15d). Gejala penyakit ini dijumpai juga hampir di

setiap titik pengamatan.

a b c d

Gambar 15. Penyakit kanker batang dan karakteristik morfologi N. dimidiatum.


(a) Gejala penyakit berupa bercak nekrotik cekung berwarna coklat
seperti terbakar (tanda panah). (b) Koloni N. dimidiatum. (c, d) Gejala
hasil inokulasi. (e) Konidium membentuk jajaran seperti rantai.

Penyakit kanker batang merupakan penyakit yang paling merusak pada

tanaman buah naga di Asia yang apabila tidak dikendalikan berpotensi akan

menghancurkan pertanaman buah naga (Fullerton et al., 2018). Penyakit ini telah
34

dilaporkan terjadi di beberapa negara Asia seprti Taiwan, Vietnam, Thailand,

Malaysia and China terutama ketika petani memperoleh bibit tanaman secara

impor (Pascual et al., 2016). Identifikasi secara morfologi dan molekuler

menentukan bahwa penyakit kanker batang buah naga ini disebabkan oleh jamur

Neoscytalidium dimidiatum (Masratul et al., 2013). Gejala penyakit ini adalah

berupa bercak kecil berbentuk bulat dan agak melekuk dengan warna bercak

oranye dan memiliki banyak badan buah jamur atau piknidium pada permukaan

bercak dan batang yang membusuk. Jamur N. dimidiatum juga dapat menginfeksi

buah naga dan mengakibatkan penyakit busuk coklat bagian dalam buah naga

(fruit flesh brown rot) (Gambar 16) (Yi et al., 2015).

Gambar 16. Gejala penyakit busuk coklat daging buah naga akibat infeksi jamur
N. dimidiatum (Sumber: Yi et al., 2015)
35

4.3.5 Penyakit Busuk Lunak Batang (Xanthomonas campestris)

Penyakit busuk lunak menyerang sulur tanaman buah naga. Sulur tanaman

yang bergejala penyakit ini terlihat busuk dan jaringan melunak (Gambar 17a).

Hasil pertumbuhan bakteri pada media NA menunjukkan bentuk koloni bakteri

yaitu bulat, cembung, berwarna kuning agak keputihan, mengkilat dan berlendir

(Gambar 17b). Dengan uji Gram sederhana didapatkan warna bakteri tersebut

yaitu merah yang merupakan ciri bakteri gram negatif (Gambar 17f). Hasil

pengecatan berupa bakteri gram negatif dapat menunjukkan kemungkinan bakteri

yang diisolasi adalah bakteri patogen tanaman.

a b c d e

f
Gambar 17. Penyakit busuk lunak dan karakteristik morfologi X. Campestris. (a)
Gejala berupa jaringan batang yang busuk dan lunak. (b) Koloni
bakteri. (c) Perlakuan kontrol tanpa inokulasi bakteri. (d,e) Hasil
inokulasi yang menunjukkan lendir pada bagian batang yang
diinokulasi. (f) Hasil uji Gram yang memerikan warna merah pada sel
bakteri.
36

Hasil uji Postulat Koch tidak memberikan gejala khas infeksi bakteri pada

tanaman buah naga. Namun demikian, pada bagian batang yang diinokulasi isolat

bakteri dihasilkan material seperti lendir pada bagian luka bekas tusukan maupun

pada ujung luka batang yang dicelup ke suspensi bakteri (Gambar 17d dan 17e).

Hal ini berbeda dengan pada perlakuan kontrol dimana material tersebut tidak

dihasilkan (Gambar 17c). Bakteri yang berhasil diisolasi ini diperkirakan

merupakan Xanthomonas campestris. Isolat bakteri tersebut memenuhi

karakteristik spesies X. campestris seperti yang diuraikan Bradbury (1984) (Tabel

2).

Tabel 2. Ciri koloni bakteri hasil isolasi dari batang buah naga yang menunjukkan
gejala penyakit busuk lunak

Ciri Bakteri hasil isolasi Bakteri Xanthomonas campestris


(Bradbury, 1984)

Bentuk koloni
 
bulat

Permukaan
 
cembung

Warna koloni
 
kuning

Berlendir  

Mengkilat  

Gejala busuk pada batang dilaporkan dapat disebabkan oleh jamur maupun

bakteri patogen. Masratul et al. (2015) menyebutkan bahwa busuk batang buah

naga disebabkan oleh infeksi jamur Fusarium proliferatum dengan gejala awal

berupa bercak bulat melekuk berwarna cokelat dengan miselium berwarna putih
37

dan sporodokium berwarna oranye pada permukaan bercak. Sementara laporan

lain menyebutkan spesies Fusarium oxysporum (Kamil, 2008).

Di Sumatera Barat, penyakit busuk batang dilaporkan sebagai penyakit

utama pada tanaman buah naga dengan gejala awal terjadinya jaringan berwarna

kuning pada bagian batang yang ketika infeksi berlanjut maka batang menjadi

busuk dan berair (Riska et al., 2016). Patogen jamur yang diisolasi dari batang

yang busuk tersebut diantaranya adalah Fusarium sp. Gejala pada batang berupa

busuk yang berwarna kuning ini menjadikan penyakit busuk akibat Fusarium sp.

ada yang menyebut sebagai penyakit busuk kuning (Barthana dkk., 2013).

Jaringan batang buah naga yang busuk akibat infeksi jamur bisa tidak menjadi

lunak dan warnanya cokelat sehingga ada yang menyebutnya juga sebagai busuk

cokelat (Wibowo dkk., 2011)

Penyakit busuk pada batang buah naga yang disebabkan oleh bakteri

disebut dengan penyakit busuk lunak. Downer (2018) dan Kamil (2008)

menyebutkan penyakit busuk lunak ini disebabkan oleh infeksi Xanthomonas

campestris dan Erwinia carotovora. Downer (2018) juga menyebutkan bahwa

kekurangan kalsium pada tanaman dapat memperparah penyakit ini. Sementara

itu, di Jawa Tengah penyakit busuk batang karena bakteri ini dilaporkan

disebabkan oleh bakteri Erwinia sp. dengan gejala busuk lunak berwarna kuning

(Wibowo dkk., 2011). Busuk lunak akibat infeksi bakteri X. campestris umumnya

jaringan batang yang terinfeksi berwarna cokelat.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Beberapa penyakit penting pada buah naga seperti antraknosa, kudis, nekrotik

batang, kanker batang, dan busuk lunak batang ditemukan menyerang

pertanaman buah naga di Desa Cintaratu.

2. Penyakit kanker batang dan antraknosa merupakan penyakit yang berpotensi

paling merugikan produksi tanaman buah naga di Desa Cintaratu.

5.2 Saran

1. Perlu diidentifikasi lebih lanjut darimana patogen penyebab penyakit kanker

batang berasal.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait upaya pencegahan maupun

pengendalian penyakit secara terpadu pada pertanaman buah naga di Desa

Cintaratu.

38
DAFTAR PUSTAKA

Agrios, N.G. 2005. Plant Pathology. 5th ed. Academic Press. San Diego.
Andoko, A., dan H. Nurrasyid. 2012. 5 Jurus Sukses Hasilkan Buah Naga
Kualitas Prima. AgroMedia Pustaka. Solo.
Barnett, H.L. and B.B. Hunter. 1972. Illustrated Genera of Imperfect Fungi.
Burgess Publishing Company. Minnesota.
Barthana, D., N. Nasir, dan Jumjunidang. 2013. Deskripsi gejala dan tingkat
serangan penyakit busuk kuning pada batang tanaman buah naga merah
(Hylocereus polyrhizus, L.) di Padang Pariaman, Sumatera Barat. Jurnal
Biologi Universitas Andalas. 2(3): 222-228.
Bellec, F.L., F. Vaillant, and E. Imbert. 2006. Pitahaya (Hylocereus spp.): A new
crop, a market with future. Fruits. 61 (4): 237-250.
Bradbury, J.F. 1984. Genus 11. Xanthomonas Dowson 1939,187. In Bergey 's
Manual of Systematic Bacteriology, vol. 1 , pp. 199-2 10. Edited by N. R.
Krieg & J. G. Holt. Baltimore: Williams & Wilkins.
Distan Jabar. 2016. November Siap Panen Buah Naga. Dinas Tanaman Pangan
dan Hortikultura Propinsi Jawa Barat. Tersedia online pada
http://distan.jabarprov.go.id/distan/blog/detail/560-november-siap-panen-
buah-naga. (Diakses 16 November 2018)
Downer, J. 2018. Pitahaya Diseases. UCCE Ventura County. Adapted from
Presenta on by Gary Bender. Farm Advisor Emeritus – UCCE San Diego
County.
Faidah, F., F. Puspita, dan M. Ali. 2017. Identifikasi penyakit yang disebabkan
oleh jamur dan intensitas serangannya pada tanaman buah naga merah
(Hylocereus polyrhizus) di Kabupaten Siak Sri Indrapura. JOM Faperta
UR. 4 (1): 1-14.
Fullerton, R.A., P.A. Sutherland, R. S. Rebstock, N. T. Hieu, N. N. A. Thu, D. T.
Linh, N. T. K. Thanh, and N. V. Hoa. The life cycle of dragon fruit canker
caused by Neoscytalidium dimidiatum and implications for control.
Proceeding Dragon Fruit Regional Network Initiation Workshop. April
2018. Taiwan. Pp. 71-80.
Goto, M. 1992. Fundamentals of Bacterial Plant Pathology. Academic Press. San
Diego.
Gunasena, H.P.M., D.K.N.G. Pushpakumara, and M. Kariyawasam. 2007. Dragon
fruit Hylocerus undatus Haw. Britton and Rose. In Underutilized fruit trees
in Sri Lanka (D.K.N.G., Pushpakumara, H.P.M. Gunasena, and V.P.
Singh, Eds.). World Agroforestry Centre, South Asia Office. New Delhi.
Pp. 110-142.
Guo, L.W. , Y.X. Wu, H.H. Ho, Y.Y. Su, Z.C. Mao, P.F. He, and Y.Q. He. 2014.
First report of dragon fruit (Hylocereus undatus) anthracnose caused
by Colletotrichum truncatum in China. Journal of Phytopathology. 162:
272-275.
Handayani, P. A., dan A. Rahmawati. 2012. Pemanfaatan kulit buah naga (dragon
fruit) sebagai pewarna alami makanan pengganti pewarna sintetis. Jurnal
Bahan Alam Terbarukan. 1 (2): 19-24.

39
40

Isnaini, M., I. Muthahanas, dan I. K. D. Jaya. 2009. Studi pendahuluan tentang


penyakit busuk batang pada tanaman buah naga di Kabupaten Lombok
Utara. Jurnal Crop Agro. 2 (2): 109-114
Jaya, I.K.D. 2010. Morphology and physiology of Pitahaya and it future prospects
in Indonesia. Jurnal Crop Agro. 3 (1): 44-50.
Jumjunidang, Riska, D. Emilda, dan R.F. Yanda. 2016. Research on management
of the dragon fruit in Indonesia. Workshop on the Control of Dragon Fruit
Diseases. Mekong Institute Thailand. 4-8 September 2016.
Kamil, A. 2008. Pitaya Pest and Diseases Management. Unit Perlindungan
Tanaman dan Karantina Tumbuhan. Johor Bahru. Tersedia online pada
http://www.itfnet.org.pdf. (Diakses 3 Juli 2018)
Kristanto, D. 2009. Buah Naga. Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Penebar
Swadaya. Jakarta
Kusdalinah, A. Johan, dan N. Wijayahadi. 2014. Pengaruh ekstrak buah naga
daging merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap berat badan, indeks
fagositosis makrofag dan produksi nitrit oksida makrofag (Studi pada
mencit BALB/c yang diinfeksi Salmonella typhimurium). Jurnal Gizi
Indonesia. 2 (2): 73-76.
Masratul, H. M., B. Salleh, and L. Zakaria. 2015. An overview of fungal diseases
of pitaya in Malaysia. Proceeding International Workshop on Improving
Pitaya Production and Marketing. September 2015. Taiwan. Pp. 87-93.
Masratul, H. M., B. Salleh, and L. Zakaria. 2013. Identification and molecular
characterizations of Neoscytalidium dimidiatum causing stem canker of
red-fleshed dragon fruit (Hylocereus polyrhizus) in Malaysia. Journal of
Phytopathology. 161 (11-12): 841-849.
Masyahit, M., K. Sijam, Y. Awang, M. Ghazali, and M. Satar. 2009. The first
report of the occurrence of antrachnose disease caused by Colletotrichum
gloeosporioides (Penz.) Penz & Sacc. on dragon fruit (Hylocereus spp.) in
Peninsular Malaysia. American Journal of Applied Sciences. 6 (5): 902-
912.
McMahon, G. 2003. Pitaya (Dragon Fruit). Department of Primary Industry,
Fisheries and Mines–Crops, Forestry and Horticulture Division. Northern
Territory Government. FF12: 1-2.
Oeurn, S., W. Jitjak, and N. Sanoamuang. 2015. Fungi on dragon fruit in Loei
Province, Thailand and the ability of Bipolaris cactivora to cause post-
harvest fruit rot. KKU Res. J. 20(4):405-417.
Oeurn, S., W. Jitjak, and N. Sanoamuang. 2016. Molecular identification of
Bipolaris cactivora on dragon fruit in Thailand. KHON KAEN AGR. J. 44
(2):351-362.
Octaviani, R. 2012. Hama dan Penyakit Tanaman Buah Naga (Hylocereus sp.)
Serta Budidayanya di Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Pascual, C. B., J. A. B. Tumolva, and R. L. Tiongco. 2016. Etiology of destructive
dragon fruit fungal pathogens in the Philippines by conventional and
molecular techniques. International Symposium on Tropical Fruits. Davao,
Philippines.
41

Panjuantiningrum, F. 2009. Pengaruh pemberian buah naga merah (Hylocereus


polyrhizus) terhadap kadar glukosa darah tikus putih yang diinduksi
aloksan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Ramadhan, M. R., N. Harun, dan F. Hamzah. 2015. Kajian pemanfaatan buah
naga merah (Hylocereus polyrhizus) dan mangga (Mangifera indica Linn)
dalam pembuatan fruit leather. SAGU. 14 (1): 23-31.
Rianto, M. B., Suwandi, dan S. Agus. 2016. Pengaruh Panjang Stek dan Media
Tanam Terhadap Pertumbuhan Bibit Buah Naga (Hylocereus sp.).
Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur. Malang. Plumula Volume
5 No.2 Juli 2016.
Riska, Jumjunidang, I. Muas, and I. Istianto. 2016. Pitaya diseases in Indonesia.
Workshop on the Control of Dragon Fruit Diseases. Mekong Institute
Thailand. 4-8 September 2016.
Rizal, Muhamad. 2015. Prospek Pengembangan Buah Naga (Hylocereus
costaricensis) di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. BPTP
Kalimantan Timur, Samarinda.
Rochmadhona, V. U. 2017. Pengaruh pemberian pupuk organik terhadap hasil
panen dan daya simpan buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) sebagai
desain sumber belajar biologi SMA. Jurnal Lentera Pendidikan Pusat
Penelitian LPPM UM METRO. 2 (1): 34-48.
Sari, M. G. 2016. Teknik budidaya buah naga di Bukik Galeh, Sarilamak. Jurnal
Nasional Ecopedon. 5 (1): 140-144.
Syafnidarti, Y., N. Nasir, dan Jumjunidang. 2013. Deskripsi gejala dan tingkat
serangan penyakit bercak pada batang tanaman buah naga merah
(Hylocereus polyrhizus, L.) di Padang Pariaman, Sumatera Barat. Jurnal
Biologi Universitas Andalas. 2(4): 277-283.
Sinaga, S. N. 2003. Ilmu Penyakit Hutan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudarjat, V. Isnaniawardhani, M. A. H. Qanit, dan S. Mubarok. 2017. Sosialisasi
budidaya buah naga untuk daerah pesisir di Desa Cintaratu, Parigi,
Kabupaten Pangandaran. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat. 2 (2): 141-
148.
Syafnidarti, Y., N. Nasir, dan Jumjunidang. 2013. Deskripsi gejala dan tingkat
serangan penyakit bercak pada batang tanaman buah naga merah
(Hylocereus polyrhizus, L.) di Padang Pariaman, Sumatera Barat. Jurnal
Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.). 2(4): 277-283.
Swastika, S.N. Yuliani, dan S. Saputra. 2012. Hama dan Penyakit Buah Naga.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau-Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. Tersedia online pada
http://www.riau.litbang.deptan.go.id. (Diakses 1 Juli 2018)
Syukur. 2015. Mengenal Buah Naga. Balai Pelatihan Pertanian Jambi. Tersedia
online pada http://www.bppjambi.info. Diakses tanggal 1 Juli 2018.
Takahashi, L.M., D.D. Rosa, M.A. Basseto, H.G. de Souza and E.L. Furtado,
2008. First report of Colletotrichum gloeosporioides on Hylocereus
megalanthus in Brazil. Aust. Plant Dis. Notes. 3: 96-97.
42

Wahyuni, Fadlia, dkk. 2013. Pertumbuhan Tanaman Buah Naga Merah


(Hylocereus polyrhizus) Pada Berbagai Konsentrasi Benzilamino Purine
dan Umur Kecambah Secara In Vitro. Fakultas Pertanian Universitas
Tadulako, Palu. e-J. Agrotekbis 1 (4) : 332-338, Oktober 2013.
Wibowo, A., A. Widiastuti, dan W. Agustina. 2011. Penyakit-penyakit penting
buah naga di tiga sentra pertanaman di Jawa Tengah. Jurnal Perlindungan
Tanaman Indonesia. 17(2): 66-72.
Yi, R. H., Q. L. Lin, J. J. Mo, F. F. Wu, and J. Chen. 2015. Fruit internal brown
rot caused by Neoscytalidium dimidiatum on pitahaya in Guangdong
Province, China. Australasian Plant Dis. Notes. 10:13.
Yusuf, D., A. Hidayat, dan Subono. 2017. Pengembangan sistem diagnosa hama
dan penyakit tanaman berbasis web sebagai sarana informasi dan upaya
peningkatan produksi buah naga. Prosiding Seminar Nasional Sistem
Informasi (SENASIF). Fakultas Teknologi Informasi–UNMER Malang.
14 September 2017.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Metode Pengambilan Sampel Diagonal

Areal Pertanaman

Area Area
1 2

Area
5

Area Area
4 3

43
44

Lampiran 2. Foto-foto Penelitian

Uji Postulat koch

Gejala Penyakit Kudis di


lapangan

Gejala Penyakit Busuk


Lunak Batang
45

Koloni Bakteri Xanthomonas


campestris

Gejala Penyakit Nekrosis


Batang di lapangan

Gejala Nekrosis Batang


46

Gejala Kanker Batang

Gejala Penyakit Kanker


Batang di lapangan

Gejala Kudis
RIWAYAT HIDUP

Rifqi Bawani lahir di Malang, Jawa Timur pada tanggal 27 November 1995 dan
merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga Chafsul dan Evilda.
Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah dasar di SD Muhammadiyah
Wirobrajan 3 Yogyakarta pada tahun 2008, tingkat menengah pertama SMP
Muhammadiyah 3 Yogyakarta tahun 2011 dan tingkat menengah atas SMAN 6
Cirebon tahun 2014. Pada tahun 2014, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di
Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran, Program Studi Agroteknologi melalui
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis
memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap ilmu hama dan penyakit tumbuhan.
Oleh karena itu, penulis mengambil konsentrasi di bidang Penyakit Tumbuhan
Departemen Ilmu Hama Penyakit Tumbuhan.

47

Anda mungkin juga menyukai