______________________________
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar bagi IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PERAN MIKORIZA ARBUSKULAR, KITOSAN, DAN
Trichoderma harzianum DALAM PENGENDALIAN
PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (Botryodiplodia
theobromae Pat.) PADA TANAMAN JERUK
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Peran
Mikoriza Arbuskular, Kitosan, dan Trichoderma harzianum dalam Pengendalian
Penyakit Busuk Pangkal Batang (Botryodiplodia theobromae Pat.) pada Tanaman
Jeruk. Skripsi sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 sampai Mei 2015.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Meity Suradji
Sinaga, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan ilmu,
saran, motivasi, dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Endang Sri Ratna selaku
dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis.
Terima kasih kepada orang tua dan seluruh keluarga penulis yang telah
banyak mencurahkan tenaga, pikiran, dan doa untuk penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman khususnya teman-teman Proteksi
Tanaman angkatan 48, teman-teman Kosan Puri Prasetya dan teman-teman di
laboraturium Mikologi yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada
penulis sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Saefudin dan pihak University Farm, Unit Lapangan
Cikabayan yang banyak membantu dalam persiapan rumah kaca. Semoga
penelitian ini bermanfaat untuk kita semua
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Jeruk merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai
ekonomi tinggi. Buah jeruk memiliki peluang pasar yang cukup besar karena
selain dapat dimakan dalam keadaan segar juga dapat digunakan sebagai bahan
baku industri seperti minyak wangi, sabun, esens minuman, campuran kue, obat
dan lain sebagainya. Produksi terbesar jeruk di Indonesia terjadi pada tahun 2007
yaitu sebesar 2,63 juta ton. Namun pada tahun 2008 hingga 2013, produksi jeruk
terus mengalami penurunan menjadi 1,41 juta ton pada tahun 2013 (BPS 2014).
Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan salah satu
kendala dalam produksi jeruk nasional. Botryodiplodia theobromae merupakan
cendawan penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman jeruk.
Cendawan B. theobromae memiliki kisaran inang yang luas, selain dapat
menyerang tanaman jeruk, kakao, karet, manggis, dan pisang, cendawan tersebut
juga dapat menyerang tanaman mangga, nanas, alpukat, melon, kelapa, terong,
paprika, kacang tanah, jagung, tebu dan tembakau (CABI 2007).
Penyakit busuk pangkal batang merupakan salah satu penyakit yang sangat
merugikan. Penyakit busuk pangkal batang menjadi sangat penting karena dapat
mematikan tanaman mulai saat masih di pembibitan, maupun tanaman yang sudah
berproduksi di lapangan. Di pulau Jawa, cendawan B. theobromae mempunyai arti
penting terutama di daerah dataran rendah. Jenis jeruk keprok (Citrus nobilis) dan
jeruk besar (Citrus grandis) sering sangat menderita karena serangannya. Di
Kabupaten Magetan sekitar 500 ha pertanaman jeruk besar yaitu 85% dari jumlah
pohon telah terserang oleh cendawan ini dengan tingkat serangan ringan sampai
sedang (22% - 37%) (Wiratno dan Nurbanah 1997).
Botryodiplodia theobromae dapat menularkan melalui percikan air dan luka
pada tanaman. Gejala penyakit busuk pangkal batang dapat berupa busuk basah
dan busuk kering. Busuk basah ditunjukkan bila batang atau ranting yang
terserang mengeluarkan blendok atau gom berwarna kuning keemasan sedangkan
busuk kering nampak kulit batang menjadi kering, dan pecah tanpa mengeluarkan
blendok, sehingga gejala awal akan sulit diamati (Semangun 2007).
Koloni dari cendawan ini berwarna abu-abu kehitaman, berbulu halus, dan
memiliki banyak miselium. Piknidia sederhana atau majemuk, lebarnya dapat
mencapai hingga 5 mm. Konidiofor hialin, sederhana, tetapi ada yang septet juga,
konidia berdinding tebal dan bersekat dua (Ellis 2013). Piknidia merupakan tubuh
buah yang berbentuk seperti labu yang didalamnya terdapat konidiofor dan
memproduksi konidia (Agrios 2005). Piknidia B. theobromae berwarna cokelat,
berbentuk tabung dan berkumpul, seringkali massa spora keluar melalui ostiol
pada piknidia. Ukuran piknidia 210 μm X 150 μm (Watanabe 2002). Pada media
buatan, waktu yang dibutuhkan B. theobromae untuk menghasilkan piknidia
adalah antara 20-34 hari (Shah et al. 2010).
Pengendalian hayati menunjukkan alternatif pengedalian yang dapat
dilakukan tanpa harus memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan dan
sekitarnya. Menurut Nigam dan Mukerji (1988) pengendalian hayati patogen
tanaman adalah penggunaan satu atau lebih proses biologi untuk menurunkan
kerapatan inokulum patogen atau mengurangi aktivitas memproduksi penyakit.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji peran dan efektivitas mikoriza arbuskular,
kitosan dan Trichoderma harzianum serta kombinasinya dalam mengendalikan
penyakit busuk pangkal batang pada bibit jeruk.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai keefektifan
mikoriza arbuskular, kitosan, dan T. harzianum dalam mengendalikan penyakit
busuk pangkal batang, sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian
yang ramah lingkungan.
4
Metode Penelitian
Persiapan Bahan Penelitian
Pembiakan Massal Trichoderma harzianum. Isolat Trichoderma
harzianum didapatkan dari koleksi Laboratorium Mikologi Tumbuhan,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Trichoderma harzianum ditumbuhkan pada media Potato Dextrose Agar (PDA)
sebanyak 10 cawan dan diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang. Komposisi
media PDA terdiri dari campuran agar 15 g, air kentang 200 g, akuades 1000 ml,
dextrose 20 g, dan antibiotik kloramfenikol setengah kapsul per erlenmeyer.
Komposisi tersebut akan menjadi 1000 ml cairan PDA. Media PDA yang telah
dibuat, ditampung dalam erlenmeyer terlebih dahulu lalu disterilkan menggunakan
autoklaf, kemudian dibagi ke masing-masing cawan petri sebanyak 10 buah.
Selanjutnya, biakan T.harzianum yang telah berumur 7 hari disubkultur ke media
jagung pipil steril, dan diinkubasi selama 14 hari untuk mendapatkan biakan
massal T.harzianum yang selanjutnya digunakan untuk perlakuan.
Peremajaan Isolat Botryodiplodia theobromae. Isolat cendawan
didapatkan dari Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Isolat B. theobromae
ditumbuhkan pada media Potato Dextrose Agar (PDA) sebanyak 10 cawan dan
diinkubasi pada suhu ruang. Isolat B. theobromae yang telah berumur 5 hari
selanjutnya digunakan sebagai inokulum dalam inokulasi buatan.
Uji Antagonisme In Vitro T. harzianum terhadap B. theobromae. Uji
antagonisme atau daya hambat in vitro dilakukan di Laboratorium Mikologi
Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman. Metode yang digunakan adalah
metode biakan ganda (dual culture). Trichoderma harzianum dan B. theobromae
yang berumur 5 hari ditumbuhkan bersamaan pada satu cawan petri berdiameter 9
cm dengan jarak 3 cm dari masing-masing tepi cawan, kemudian diinkubasi pada
suhu ruang selama 5 hari dan diamati persen daya hambatnya. Persen daya hambat
diamati setiap hari dan dihitung dengan rumus:
% Daya hambat=(R1-R2)/R1 100%
R1 adalah hifa B.theobromae yang menjauhi T.harzianum, sedangkan R2
adalah hifa B.theobromae yang mendekati T.harzianum. Uji daya hambat terdiri
dari 3 perlakuan dan 5 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 3 unit cawan.
Adapun perlakuan dari uji daya hambat sebagai berikut:
BT : Kontrol (B.theobromae)
TH : Kontrol (T.harzianum)
TH+BT : Uji daya hambat T.harzianum terhadap B.theobromae
5
Pelaksanaan Percobaan
Perlakuan Mikoriza Arbuskular pada Bibit Jeruk. Mikoriza arbuskular
dalam bentuk formulasi siap pakai diperoleh dari Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT) Pertanian, Serpong. Formulasi Mikoriza arbuskular
berupa granul dengan bahan aktif Glomus spp.. Mikoriza arbuskular diberikan
pada awal penanaman bibit pada polybag. Mikoriza arbuskular yang diberikan
sebanyak 10 gram per tanaman di sekitar perakaran.
Perlakuan Trichoderma harzianum pada Bibit Jeruk. Trichoderma
harzianum berumur 14 hari yang telah diperbanyak pada media jagung diberikan
pada awal tanam pada perlakuan T.harzianum tunggal sedangkan pada perlakuan
kombinasi diberikan setelah 2 minggu pemberian mikoriza pada tanah.
T.harzianum diinfestasikan di sekitar perakaran bibit jeruk sebanyak 10 gram pada
masing-masing tanaman.
Penyiapan dan Aplikasi Larutan Kitosan. Kitosan yang akan digunakan
diperoleh dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Sebanyak 0.1 gram kitosan dicampurkan dengan 20 ml asam asetat 1.5% dan 80
ml aquades untuk menghasilkan larutan kitosan 0.1%. Larutan kitosan
diaplikasikan pada batang sebanyak 10 ml per tanaman dengan menggunakan
spayer.
Inokulasi Buatan Botryodiplodia theobromae pada Uji In Planta.
Inokulasi buatan dilakukan dengan mengikuti prosedur Retnosari (2011). Batang
dibersihkan menggunakan kloroks 0.5% untuk menghilangkan kontaminan pada
batang kemudian dibilas dengan air steril. Pelukaan dilakukan dengan satu kali
tusukan jarum pada batang 15 cm di atas permukaan tanah. Biakan patogen murni
yang berumur 5 hari ditempelkan pada bagian permukaan batang yang telah
dilukai. Batang ditutupi dengan kapas yang sudah dibasahi air steril terlebih
dahulu untuk merangsang pertumbuhan patogen dan tetap dalam keadaan lembab,
kemudian dibungkus dengan selotip. Inkubasi dilakukan selama 3 minggu hingga
munculnya gejala pada batang.
Pengamatan. Peubah yang diamati adalah periode laten, luas gejala,
persentase keparahan dan kejadian penyakit, laju infeksi, dan tingkat asosiasi
mikoriza.
Pengamatan periode laten dilakukan setiap hari mulai hari setelah inokulasi
patogen hingga gejala pertama busuk pangkal batang muncul pada tanaman.
Penentuan tinggi, lebar, dan luas gejala yang muncul pada batang jeruk dilakukan
secara manual yaitu mengukur dengan mistar berukuran 100 cm.
Tingkat keparahan penyakit diukur berdasarkan luas gejala yang muncul
pada batang. Metode pemberian skor dilakukan berdasarkan modifikasi Supraba
(2014) dengan skala 0 sampai 4 yang digunakan untuk menentukan persen
keparahan penyakit (Tabel 1).
6
Tabel 1 Skoring penyakit busuk pangkal batang jeruk berdasarkan luas gejala
Nilai Luas gejala Keterangan
skor (cm2)
Tidak ada gejala atau gejala bukan disebabkan oleh infeksi
0 0≤x<1
B. theobromae
1 1≤x<10 Gejala hanya meluas hingga 20% lingkar batang (ringan)
2 10≤x<30 Gejala hanya meluas hingga 30% lingkar batang (sedang)
3 30≤x<60 Gejala hanya meluas hingga 60% lingkar batang (berat)
4 60≤x≤100 Gejala meluas hingga 100% (sangat berat) / mati
meranggas
yang berbeda. Akar yang telah diwarnai disimpan di dalam larutan 50% gliserol
(v/v).
Penghitungan infeksi mikoriza arbuskular menggunakan Gridline Intersect
Method (Brundrett et al. 1996). Akar yang telah diwarnai disebar di dalam cawan
petri yang telah diberi garis horizontal dan vertikal, setiap kotak berukuran 0.8 x
0.8 cm. Penghitungan dilakukan berurutan secara horizontal dan vertikal di bawah
mikroskop. Akar terinfeksi (ditandai adanya hifa, vesikal, dan arbuskular) yang
mengenai gridline dihitung sebagai akar yang terinfeksi, sedangkan akar terinfeksi
dan tidak terinfeksi yang mengenai gridline dihitung sebagai panjang akar.
Tingkat asosiasi mikoriza dihitung dengan rumus :
Th Bt Th Bt
Bt Bt
A B
Th Bt Th Bt
Bt Bt
C D
Gambar 1 Uji antagonisme T.harzianum (Th) terhadap B.theobromae (Bt) pada 2
hsi-5 hsi: (A) pada 2 hsi, koloni T.harzianum mulai berinteraksi dengan
koloni B.theobromae, (B) pada 3 hsi, koloni T.harzianum sebagian
sudah menutupi bagian tepi koloni B.theobromae, (C) pada 4 hsi, koloni
T.harzianum semakin menghambat pertumbuhan dan mulai tumbuh di
atas koloni B.theobromae, dan (D) pada 5 hsi, hifa koloni T.harzianum
sudah tumbuh di atas dan menutupi koloni B.theobromae.
Uji antagonisme pada 3 hsi terbentuk zona bening di antara patogen dan
T.harzianum. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme antibiosis. Widyastuti
(2007) mengemukakan bahwa Trichoderma spp. memiliki kemampuan dalam
memproduksi enzim pengurai dinding sel yaitu glukanase, selulase dan kitinase.
Pada 4 dan 5 hsi, sudah mulai nampak adanya hiperparasitisme. Uji antagonisme
dengan agar block tidak dilakukan pada percobaan sehingga adanya mekanisme
9
lisis belum dapat dikonfirmasi. Oleh karena itu, mekanisme T. harzianum dalam
menghambat pertumbuhan B.theobromae pada percobaan ini, yaitu melalui
mekanisme persaingan tumbuh, antibiosis, dan hiperparasitisme. Proses
hiperparasitisme diawali dari apresoria T. harzianum menempel pada hifa patogen
kemudian terjadi penetrasi sehingga dinding sel hifa B. theobromae terdegradasi.
Selain itu, T. harzianum terkadang membagi ujung hifanya menjadi dua cabang
untuk menekan hifa patogen. Hifa utama dapat menghasilkan bentukan kait
seperti cabang yang melakukan penetrasi sehingga terbentuk belitan dan
mengakibatkan kerusakan pada miselia patogen (Gupta et al. 1999).
A B C D
E F G
Gambar 2 Gejala penyakit busuk pangkal batang 21-63 hsi. Batang mengeluarkan
gumosis (A dan B), nekrosis batang (C), bagian kulit batang pecah
(D), bagian kulit batang mengelupas (E dan F), serta ranting mati (G).
3.00
Luas gejala (cm2)
21 hsi
2.50 28 hsi
35 hsi
2.00 42 hsi
1.50 49 hsi
56 hsi
1.00 63 hsi
0.50
0.00
Perlakuan
Gambar 3 Perkembangan luas gejala penyakit busuk pangkal batang dari
pengamatan 21-63 hsi.
Penelitian Nawar (2005) menunjukkan bahwa kitosan dapat menghambat
perkecambahan spora. Penghambatan paling besar terjadi pada perlakuan kitosan
konsentrasi 3 dan 6 mg/ml yang diduga memiliki sifat sebagai fungisida.
Pemberian kitosan akan menghambat pertumbuhan miselia dan perkecambahan
spora cendawan patogen dengan adanya akitivitas kitinase dan senyawa antifungi.
Aktivitas kitinase dapat menghidrolisis berbagai bentuk kitin pada dinding sel
yang dimanfaatkan mikoba sebagai sumber karbon (Yanai et al. 1992). Asetil
amino dan glukosamin pada kitosan yang bermuatan positif akan berikatan
dengan bagian negatif dari makromolekul cendawan dan menyebabkan cendawan
11
rumah kaca yang terlalu panas, sehingga tanaman merontokkan tunas mudanya
untuk mengurangi penguapan.
A B
Gambar 4 Tunas muda yang baru muncul pada pengamatan 14 hsi (a) dan tunas
yang tumbuh (b) hingga 63 hsi
Tabel 4 menunjukkan tingkat asosiasi mikoriza arbuskular dalam jaringan
akar jeruk. Tingkat asosiasi tertinggi berada pada tanaman dengan pemberian
perlakuan tunggal mikoriza arbuskular di perakaran dan berbeda nyata dengan
perlakuan mikoriza yang dikombinasikan dengan agens lain. Semakin besar
tingkat asosiasi mikoriza menunjukkan semakin besar pula pengaruh mikoriza
arbuskular terhadap vigor dan penghambatan perkembangan penyakit.
Asosiasi mikoriza juga ditemukan pada perlakuan tanpa mikoriza
arbuskular. Adanya kolonisasi tersebut diduga karena terbawa dari tanah
sebelumnya atau kolonisasi telah terbentuk sebelum bibit di pindah tanamkan.
Selain itu, spora mikoriza juga bisa terbawa pada tanah steril yang digunakan
selama pengamatan. Spora–spora endomikoriza dapat dorman di alam dan fase
dormansinya dapat terpatahkan pada saat proses sterilisasi tanah (suhu 105oC)
sehingga spora mikoriza akan berkecambah pada media tanah dan mengkolonisasi
akar.
14
Gambar 5 Bentuk asosiasi mikoriza pada akar sekunder jeruk. Jaringan akar yang
terinfeksi mikoriza (a), jaringan akar yang tidak terinfeksi mikoriza
(b), hifa mikoriza yang tersebar dalam korteks (c-d), struktur vesikel
mikoriza (e) struktur arbuskula (f).
15
Simpulan
Perlakuan tunggal mikoriza arbuskular dan T. harzianum, kombinasi
mikoriza arbuskular dengan kitosan serta kombinasi T.harzianum dengan kitosan
dapat menekan perkembangan penyakit busuk pangkal batang jeruk dan
direkomendasikan sebagai salah satu cara pengendalian penyakit busuk pangkal
batang pada bibit jeruk.
Saran
Perlu penelitian lanjut untuk mengkaji diuji keefektifan mikoriza arbuskular,
T.harzianum dan konsentrasi kitosan yang tepat untuk mengendalikan penyakit
busuk pangkal batang jeruk di lapang.
17
DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed ke-5. San Diego (US): Academic Press.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi buah-buahan dan sayuran tahunan di
Indonesia, 1995-2013 [Internet] [diunduh 2014 Mei 11]. Tersedia pada:
http://www.bps.go.id.
Brundrett MC. 2004. Diversity and classification of mycorrhizal associations.
Biological Reviews. 79: 473-495.
Brundrett M, Bougher N, Dell B, Grove T, Malajczuk N. 1996. Working with
Mycorrhizas in Foresty and Agriculture.ACIAR Monograph 32. Canberra
(AUS): Australian Centre for International Agricultural Research.
[CABI] Commonwealth Agricultural Bureaux International. 2007. Crop
Protection Compendium. Wallingford (GB): CABI.
El Ghaouth A, Ponnampalam R, Castaigne F, Arul J. 1992. Chitosan coating to
extend the storage life of tomatoes. Hortscience.27(9):1016-1018.
Ellis David. 2013. Lasiodiplodia theobromae [Internet] [diunduh 2014 Mei 10].
Tersedia pada: www.mycology.adelaide.edu.au.
Gandjar I, Samson RA, Tweel-Vermeulen K, Oetari A, Santoso I. 1999.
Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
Gupta VP, SK Tewari, Govindaiah, dan AK Bajpai. 1999. Ultrastructure of
Mycoparasitism of Trichoderma, Gliocladium and Laetisaria Species on
Botryodiplodia theobromae. Journal of Phytopathology. 147:19-24.
Hadrami AE, Adam LR, Hadrami IE, Daayf F. 2010. Chitosan in plant protection.
Marine Drugs. 8(4):968-987.
Hamdayanti, Yunita R, Amin N.N, Damayanti TA. 2012. Pemanfaatan kitosan
untuk mengendalikan antraknosa pada pepaya (Colletotrichum
gloeosporioides) dan meningkatkan daya simpan buah. Jurnal
Fitopatologi Indonesia. 8(4):97-102.
Harman GE. 1998. Trichoderma spp. [Internet] [diunduh 2014 Apr 10]. Tersedia
pada: http://www.nyaseas.cornel.edu/end/biocontrol/pahogens/trichoderma.
html
Henuk DBJ. 2010. Identifikasi dan uji patogenisitas penyebab busuk pangkal
batang pada jeruk (Citrus spp.) dari beberapa sentra produksi jeruk di
Indonesia [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Jamilah Ratna. 2011. Potensi Trichoderma harzianum (T38) dan Trichoderma
pseudokoningii (T39) sebagai antagonis terhadap Ganoderma sp. penyebab
penyakit akar pada pohon sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen.)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Manengkey GSJ, Senewe E. 2011. Intensitas dan laju infeksi penyakit karat daun
Uromyces phaseoli pada tanaman kacang merah. Eugenia. 17(3):218-223.
Musfal. 2010. Potensi cendawan mikoriza arbuskular untuk meningkatkan hasil
tanaman jagung. Jurnal Litbang Pertanian. 29(4):154-158.
Naqvi SAMH. 2004. Disease of Fruit and Vegetables: Diagnosis and
Management. Vol II. Dordrecht (NL): Kluwer Academic Publishers.
Nawar LS. 2005. Chitosan and three Trichoderma spp. to control Fusarium
crownand root rot of tomato in Jeddah, Kingdom Saudi Arabia. Journal of
Phytopathology. 33(2005): 45-58.
18
Nigam N, Mukerji KG. 1988. Biology and Pathology. California (US): University
of California Press.
Nunes FM, Oliveira MCF, Arriaga AMC, Lemos TLG, Neto MA. 2008. A new
eremophilane-type sesquiterpene from the phytopatogen fungus
Lasiodiplodia theobromae (Sphaeropsidaceae). Journal of the Brazilian
Chemical Society. [Internet]. [diunduh 2014 Apr 21]: 19(3):478-482.
Tersedia pada: http://www.scielo.br/pdf/jbchs/v19n3/a15v19n3.pdf.
Retnosari E. 2011. Identifikasi penyebab busuk pangkal batang jeruk (Citrus spp.)
serta uji antagonism in vitro dengan Trichoderma harzianum dan
Gliocladium fimbriatum [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Semangun H. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Ed
ke-2. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.
Shah MD, Verma KS, Singh K, Kaur R. 2010. Morphological, pathological and
molecular variability in Botryodiplodia theobromae (Botryosphaeriaceae)
isolates associated with die-back and bark canker of pear trees in Punjab,
India. Genetics and Moleculer Research. 9(2):1217-1228.
Sinaga MS. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya
Sinaga MS, Wiyono S, Husni A, Kosmiatin M. 2009. Pemanfaatan batang bawah
jeruk mutan dan mikoriza arbuskular untuk mengendalikan penyakit busuk
pangkal batang phytophthora pada tanaman jeruk. Jurnal Litbang
Pertanian. 29(4):45-47.
Sugita P, Sjahtiza TWA, Wahyono D. 2009. Kitosan Sumber Biomaterial Masa
Depan. Bogor(ID): IPB Press.
Supraba AP. 2014. Keefektifan fungi mikoriza arbuskular dan Gliocladium
fimbriatum dalam mencegah busuk pangkal batang (Botryodiplodia
theobromae) pada jeruk [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Watanabe T. 2002. Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi Morphologies of
Cultured Fungi and Key to Species. Ed ke-2. New York (US): CRC Press.
Widyastuti SM. 2007. Peran Trichoderma spp. dalam Revitalisasi Kehutanan di
Indonesia. Yogyakarta (ID): UGM Press
Wiratno AT, Nurbanah S. 1997. Pengendalian penyakit blendok pada tanaman
jeruk besar [Internet]. Wonocolo (ID): IPPTP; [diunduh 2014 Apr 21].
Tersedia pada: http://www.pustakadeptan. go.id/agritek/jwtm0106.pdf.
Yanai K, Takaya N, Kojima N, Horiouchi H, Okta A, Takagi M. 1992.
Purification of two chitinases from Rhizopus oligosporus and isolation and
sequensing of the encoding genes. Journal of Bacteriology. 57(22):7398-
7406.
Yuliawati. 2002. Pengaruh zeolit, vermikompos, inokulan endomikoriza dan
Gliocladium sp. pada pertumbuhan tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
19
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 7 November 1992 dari ayah Hari
Jumadiono dan ibu Khalimatus Sakdiyah. Penulis adalah putri pertama dari dua
bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan SD pada tahun 2005, SMP Negeri
1 Pagu pada tahun 2008, dan SMA Negeri 2 Pare tahun 2011. Penulis diterima di
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB)
pada tahun 2011 melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri) Undangan.
Kegiatan intra dan ekstrakurikuler yang pernah diikuti penulis di IPB adalah
menjadi asisten praktikum Ilmu Hama Tumbuhan Dasar (2013/2014) dan Hama
dan Penyakit Tanaman Hortikultura (2014/2015). Penulis juga aktif sebagai staff
Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) pada divisi Potensi
Sumber Daya Mahasiswa (Tahun 2014 sampai 2015). Penulis juga pernah aktif di
beberapa kepanitiaan, yaitu bendahara INSECTARIA 2013, bendahara PENSI
2013, sekretaris PENSI 2014, JATIM CUP 2013, NPV 2012 dan NPV 2014.
Pada tahun 2012 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Telaga
Mulya, Kecamatan Telaga Sari, Kabupaten Karawang. Selama masa perkuliahan,
penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dari
Direktorat Pendidikan Tinggi.