Anda di halaman 1dari 44

APLIKASI BIOMULSA Arachis pintoi UNTUK MENCEGAH EROSI

TANAH PADA BUDIDAYA BUNCIS TEGAK


(Phaseolus vulgaris L.)

LIHARDO GUMOTRA GULTOM

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Aplikasi Biomulsa
Arachis pintoi untuk Mencegah Erosi Tanah pada Budidaya Buncis Tegak
(Phaseolus vulgaris L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Lihardo Gumotra Gultom


NIM A24110052
ABSTRAK

LIHARDO GUMOTRA GULTOM. Aplikasi Biomulsa Arachis pintoi untuk


Mencegah Erosi Tanah pada Budidaya Buncis Tegak (Phaseolus vulgaris L.).
Dibimbing oleh JUANG GEMA KARTIKA.

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari seberapa besar pengaruh


penanaman Arachis pintoi sebagai biomulsa dalam upaya menurunkan erosi tanah
serta meningkatkan produktivitas pada budidaya buncis tegak (Phaseolus vulgaris
L.). Percobaan dilakukan secara paralel pada lahan datar dan lahan miring di kebun
percobaan Cikabayan Kampus IPB, Dramaga Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini
menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) satu faktor dengan 3
taraf perlakuan jenis mulsa, yaitu tanpa mulsa (M0), mulsa plastik hitam perak (M1)
dan biomulsa Arachis pintoi (M2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
umum tanaman buncis tegak pada perlakuan mulsa plastik hitam perak baik itu di
lahan datar maupun di lahan miring memiliki nilai pertumbuhan (tinggi tanaman,
jumlah daun, jumlah cabang dan kehijauan daun) dan komponen hasil tanaman
buncis tegak (umur berbunga, jumlah polong per tanaman, jumlah polong per petak,
bobot polong layak pasar per tanaman, bobot polong layak pasar per petak, bobot
polong tidak layak pasar, panjang polong, panjang akar dan produktivitas) terbaik
dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa maupun biomulsa Arachis pintois.
Perlakuan mulsa plastik hitam perak mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman
buncis tegak dan komponen hasil polong tanaman buncis tegak, tetapi kurang
efektif dalam menekan laju erosi tanah. Biomulsa Arachis pintoi sebagai penutup
tanah tidak dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil polong tanaman buncis,
tetapi dapat dan paling efektif dalam menurunkan laju erosi tanah pada budidaya
buncis tegak.

Kata kunci: Metode pin, Mulsa plastik hitam perak (MPHP), Nisbah Jumlah
Dominansi (NJD), Produksi buncis

ABSTRACT

LIHARDO GUMOTRA GULTOM. Aplication Arachis pintoi Biomulche to


Prevent Soil Errosion on Dwarf Beans (Phaseolus vulgaris L.) Cultivation.
Supervised by JUANG GEMA KARTIKA.

The aim of the experiment was to observe how much effect of the planting
Arachis pintoi as a biomulch in reducing soil erosion and increase productivity on
dwarf beans (Phaseolus vulgaris L.) cultivation. Experiments was held parallelly
on flat land and slopes at Cikabayan experimental field IPB, Dramaga Bogor, West
Java. Randomized completely block design (RCBD) was used in this experiment
with a single factor with three levels of treatment types of mulch, (M0) no mulch,
(M1) plastic mulch and (M2) Arachis pintoi biomulch. Based on the result,
generally the treatment of plastic mulch both on flat land and slopes has the best
growth value (plant height, number of leaves, number of branches and the green
leaves) and yield of crops bean pods (days to flowering, number of pods in plant,
number of pods in plot, weight of marketable pods in plant, weight of marketable
pods in plot, weight of not marketable pods, pod length, root length and
productivity) compared to treatment of no mulch and Arachis pintoi biomulch.The
use of plastic mulch in flat land and slopes able to increase growth and yield of
crops bean pods, but it can not reduce the rate of soil erosion. Arachis pintoi
biomulch as a legume cover crops can not increase growth and yield of crops bean
pods, but it can and most effective in reducing the rate of soil erosion on dwarf
beans cultivation.

Keywords: Beans production, Pins methode, Plastic mulch, Summed Dominance


Ratio (SDR)
APLIKASI BIOMULSA Arachis pintoi UNTUK MENCEGAH EROSI
TANAH PADA BUDIDAYA BUNCIS TEGAK
(Phaseolus vulgaris L.)

LIHARDO GUMOTRA GULTOM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala karunia-Nya skripsi yang berjudul “Aplikasi Biomulsa Arachis pintoi untuk
Mencegah Erosi Tanah pada Budidaya Buncis Tegak (Phaseolus vulgaris L.)”
dapat terleselaikan dengan baik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Juang Gema Kartika, SP. MSi
sebagai dosen Pembimbing yang selalu membimbing dan memberi masukan dalam
penyusunan karya ilmiah ini, Ibu Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc selaku dosen
pembimbing akademik yang telah banyak memberi saran dan bimbingan dalam
melaksanakan studi di IPB, Bapak Dr Dwi P. Tejo Baskoro yang telah membantu
dalam pelaksanaan teknis penelitian saya, dosen–dosen, dan semua pihak yang
telah banyak memberikan bimbingan dan nasihatnya. Di samping itu penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Supijatno, Msi dan Ibu Dr Ani
Kurniawati, SP. MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk
perbaikan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Milin dan
pekerja kebun Cikabayan Bawah yang telah turut serta membantu penulis saat
penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak
dan Ibu di rumah, Abang dan Adik, serta seluruh keluarga, atas doa kasih sayang
dan dukungan materi yang telah diberikan. Penghargaan juga penulis sampaikan
kepada Bapak Syaefudin, SE. SSi. MM dari Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika Dramaga, Bogor yang telah membantu selama pengumpulan data. Selain
itu, terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan AGH
Dandelion 48 atas kebersamaannya selama belajar di departemen Agronomi dan
Hortikultura.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2015

Lihardo Gumotra Gultom


DAFTAR ISI

PRAKATA ix
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Hipotesis 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Buncis 2
Syarat Tumbuh Tanaman Buncis 4
Erosi Tanah 4
Arachis pintoi sebagai Biomulsa 5
Hubungan Erosi dan Produktivitas Lahan 6
BAHAN DAN METODE 7
Tempat dan Waktu Penelitian 7
Bahan dan Alat 7
Metode Penelitian 7
Metode Pelaksanaan Penelitian 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Kondisi Umum 10
Pertumbuhan dan Penutupan Arachis pintoi 13
Pengaruh Perlakuan Biomulsa terhadap Erosi Tanah 14
Pengaruh Perlakuan Biomulsa terhadap Pertumbuhan Gulma 15
Pengaruh Biomulsa terhadap Pertumbuhan dan Produksi Buncis Tegak 17
KESIMPULAN 24
Kesimpulan 24
Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 28

DAFTAR TABEL
1 Kandungan nilai gizi dan kalori kacang buncis per 100 g bahan
yang dapat dimakan 3
2 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap erosi tanah 15
3 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap jumlah gulma di lahan datar
dan lahan miring 16
4 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap nisbah jumlah dominansi (NJD)
di lahan datar dan lahan miring 16
5 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap bobot kering gulma total 17
6 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh perlakuan jenis mulsa untuk
mencegah erosi terhadap pertumbuhan dan produksi buncis tegak
di lahan datar dan lahan miring 18
7 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap tinggi tanaman buncis tegak 19
8 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap jumlah daun tanaman buncis
tegak 20
9 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap jumlah cabang tanaman
buncis tegak 20
10 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap umur berbunga,
kehijauan daun, dan panjang akar tanaman buncis tegak 21
11 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap produksi tanaman buncis tegak
per tanaman contoh 22
12 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap produksi tanaman buncis tegak
per petak percobaan dan panjang polong 23

DAFTAR GAMBAR

1 Grafik curah hujan rata-rata wilayah Dramaga bulan April sampai


dengan Mei 2015 11
2 Grafik suhu udara rata-rata wilayah Dramaga bulan April sampai
dengan Mei 2015 12
3 Kondisi lahan tanaman buncis tegak umur 4 MST pada berbagai
perlakuan. 12
4 Penutupan tanah oleh Arachis pintoi 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Iklim wilayah Dramaga pada bulan Desember 2014 hingga Juni 2015 28
2 Spesies gulma dengan nilai nisbah jumlah dominansi (NJD) tertinggi
pada semua perlakuan di lahan datar dan lahan miring 28
3 Deskripsi tanaman buncis tegak varietas Rancak F1 29
4 Layout petak percobaan di lahan 29
1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Salah satu sayuran sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi


masyarakat Indonesia adalah buncis. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
Republik Indonesia (2015), pada tahun 2011 produksi buncis mencapai 334 659 ton
kemudian pada tahun 2012 produksi buncis mengalami penurunan menjadi 322 145
ton, pada tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi 327 378 ton, namun pada
tahun 2014 produksi buncis mengalami sedikit penurunan menjadi 318 328 ton.
Kondisi tersebut mendorong perlunya usaha peningkatan produksi buncis melalui
budidaya pertanian dengan mengoptimalkan sumberdaya lokal yang ada.
Buncis merupakan sumber protein, vitamin dan mineral yang penting dan
mengandung zat-zat lain yang berkhasiat untuk obat dalam berbagai macam
penyakit. Gum dan pektin yang terkandung dapat menurunkan kadar gula darah,
sedangkan lignin berkhasiat untuk mencegah kanker usus besar dan kanker
payudara. Serat kasar dalam polong buncis sangat berguna untuk melancarkan
pencernaan sehingga dapat mengeluarkan zat-zat racun dari tubuh (Cahyono 2007).
Budidaya tanaman buncis banyak dilakukan pada lahan yang miring seperti
di pegunungan, saat musim hujan datang air langsung menerpa permukaan tanah.
Keadaan tersebut mengakibatkan terjadinya aliran air di permukaan sehingga
partikel tanah bersama humus mudah tererosi. Erosi adalah pengikisan dan
perpindahan tanah dari suatu tempat ke tempat lain yang diakibatkan oleh media
alami. Erosi itu sendiri meliputi proses pelepasan partikel-partikel tanah
(detachment), penghanyutan partikel-partikel tanah (transportation), dan
pengendapan partikel-partikel tanah yang telah terhanyutkan (deposition) (Arsyad
2010). Teknik pengelolaan tanah juga belum memperhatikan kaidah konservasi
tanah dan air yang semakin meningkatkan bahaya erosi. Erosi tanah mengakibatkan
produksi buncis, volume dan tingkat kesuburan lahan miring menurun.
Salah satu teknik untuk mencegah terjadinya erosi dalam budidaya sayuran
intensif adalah menggunakan mulsa hidup (biomulsa). Mulsa hidup yang sering
digunakan pada sistem budidaya tanaman adalah jenis kacang-kacangan yaitu
kacang hias (Arachis pintoi) sebab tanaman ini mempunyai kelebihan mengikat
nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman pokok.
Kacang hias (Arachis pintoi) merupakan tanaman tahunan golongan kacang-
kacangan (leguminosae) yang tumbuh menjalar di atas permukaan tanah. Menanam
Arachis pintoi sebagai penutup tanah pada penanaman buncis menyebabkan tidak
terjadinya aliran air (run off) bahkan air akan meresap ke dalam tanah sehingga
dapat mencegah terjadinya erosi. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, Arachis pintoi
sangat baik ditanam sebagai biomulsa pada produksi sayuran dan buah, tanaman
penutup tanah, bahan hijauan makanan ternak, ataupun sebagai tanaman hias
(Kartika et al. 2009). Tanaman legum baik herba maupun perdu mempunyai
kemampuan mengikat N udara dan merubahnya menjadi bentuk N yang tersedia
bagi tanaman bila bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium. Pemulsaan
mempengaruhi evaporasi dan kondisi suhu tanah, sehingga kelembaban tanah dapat
dipertahankan (Sugiono 2007). Tanah akan terlindungi dari bahaya aliran air dan
resapan air ke dalam tanah akan semakin baik (Rosliani et al. 2002).
2

Penanaman kacang hias sebagai penutup tanah (biomulsa) diharapkan


mampu menutupi tanah sehingga dapat menekan terjadinya erosi tanah. Kacang
hias juga dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mempelajari seberapa besar pengaruh penanaman


Arachis pintoi sebagai biomulsa dalam upaya menurunkan erosi tanah serta
meningkatkan produktivitas pada budidaya buncis tegak (Phaseolus vulgaris L.).

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah penanaman biomulsa Arachis pintoi mampu


mengurangi erosi tanah dan mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman buncis
(Phaseolus vulgaris L.).

TINJAUAN PUSTAKA

Buncis

Tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) berasal dari wilayah selatan


Meksiko dan wilayah panas Guatemala, akan tetapi kemampuan beradaptasinya
sangat luas, mulai dari daerah sub tropika sampai dengan daerah tropika. Buncis
ditemukan di dataran rendah hingga dataran tinggi, dan di lingkungan kering hingga
lembab pada kondisi liar, (Duke 1981). Buncis berdaging kurang dapat beradaptasi
terhadap iklim dibandingkan tipe biji kering.
Menurut Soerjowinoto (1978), taksonomi tanaman buncis dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Sub kelas : Calyciflorae
Ordo : Rosales (Leguminales)
Famili : Leguminosae (Papilionaceae)
Sub famili : Papilionoideae
Genus : Phaseolus
Spesies : Phaseolus vulgaris L.
Tanaman buncis adalah tanaman semusim yang mempunyai dua tipe
pertumbuhan yaitu tipe merambat (climbing bean/pole) dan tipe tidak merambat
atau dikenal dengan tipe tegak (dwarf bean). Oleh karena itu, buncis memiliki
beberapa nama dalam Bahasa Inggris, seperti “bean”, “snap bean”, “reen bean”,
3

“kidney bean”, “haricot bean”, dan “dwarf bean” (Sofiari dan Djuariah 2004). Tipe
pertama yaitu indeterminate yang mana tanaman tumbuh merambat dan tipe yang
kedua adalah determinate yang mana tanaman tidak merambat tetapi berbentuk
semak. Tanaman tipe merambat pertumbuhnnya membelit atau merambat, sehingga
memerlukan turus atau ajir setinggi kurang lebih dua meter (Rukmana 1994).
Varietas tipe merambat misalnya: varietas Surakarta (biji hitam), Bubun (biji putih),
Hawaian wonder (biji ungu), dan lain-lain (Rismunandar 1975). Tanaman tipe
tegak biasanya berbentuk semak. Ruas batangya agak pendek, percabangan rendah
dan sedikit (Rukmana, 1994). Varietas tipe tegak misalnya: Monel, Farmer, Early,
Early Bush, Richgreen, Strike, Flo, dan lain-lain (Rismunandar 1975; Rukmana
1994).
Tinggi batang tanaman buncis tipe merambat 2-3 m dengan 11-16 atau 28-30
ruas, sedangkan untuk buncis tegak tinggi batang 20-60 cm dengan 4-8 ruas
(Purseglove 1969 dalam Wulandari 1997). Daun buncis tersusun tiga (trifoliate),
bentuk daun delta atau segitiga, dan warnanya hijau tua. Bunga berukuran besar,
mudah terlihat, berwarna putih, merah jambu atau ungu dan merupakan bunga
sempurna (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Tanaman buncis memiliki akar
tunggang yang dapat menembus tanah sampai pada kedalaman kurang lebih satu
meter (Rismunandar 1975).
Tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran (buah)
polong yang termasuk ke dalam kelompok kacang-kacangan (beans) dan hasilnya
dapat dipanen dalam bentuk polong muda atau polong tua (untuk diambil bijinya).
Tanaman buncis mengandung gizi yang sangat bermanfaat untuk kesehatan.
Menurut Zulkarnain (2013 ) buncis merupakan sumber protein nabati yang penting.
Buncis kaya akan kandungan vitamin A, B, dan C, terutama pada bijinya.
Poerwanto (2014) menyatakan bahwa kandungan vitamin A pada buncis (630 SI)
lebih besar bila dibandingkan dengan kacang panjang (335 SI). Polong buncis juga
memiliki kandungan serat yang tinggi untuk membantu proses pencernaan. Zat-zat
gizi yang terdapat pada buncis dalam 100 g bahan yang dapat dimakan dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan nilai gizi dan kalori kacang buncis per 100 g bahan yang dapat
dimakan
No. Jenis zat gizi Jumlah kandungan gizi
1. Energi/kalori 35.0 kal
2. Protein 2.4 g
3. Lemak 0.2 g
4. Karbohidrat 7.7 g
5. Kalsium 6.5 g
6. Fosfor 4.4 g
7. Serat 1.2 g
8. Besi 1.1 g
9. Vitamin A 630.0 SI
10. Vitamin B1/Thiamine 0.08 mg
11. Vitamin B2/Riboflavin 0.1 mg
12. Vitamin B3/Niacin 0.7 mg
13. Vitamin C 19.0 mg
14. Air 89.0 g
Sumber: Emma (1994) dalam Cahyono (2007)
4

Akar buncis membentuk bintil akar yang lebih sedikit daripada jenis tanaman
kacang-kacangan lainnya di dataran rendah tropika dan memerlukan lebih banyak
nitrogen daripada kacang panjang (William et al. 1993). Buncis tipe merambat
cenderung tumbuh lebih baik pada suhu lebih rendah dan lebih peka terhadap suhu
tinggi pada saat pembungaan daripada buncis tipe tegak. Rata - rata suhu udara 20-
25 0C sudah optimum untuk pertumbuhan buncis dan berdaya hasil tinggi. Buncis
peka terhadap kekeringan dan genangan. Perkecambahan, pembungaan, dan
perkembangan polong paling peka terhadap kekurangan air. Tanah lempung liat
yang berdrainase baik, remah, dan bertekstur medium sangat sesuai untuk produksi
buncis (Rubatzky danYamaguchi 1998).

Syarat Tumbuh Tanaman Buncis

Syarat tumbuh tanaman buncis dalam budidaya tanaman buncis adalah


sebagai berikut:
1. Iklim
Tanaman buncis mengkhendaki keadaan suhu udara antara 20-25 0C dan
cukup sinar matahari selama pertumbuhannya (Rukmana 1994). Produksinya tidak
maksimal jika ditanam di luar kisaran temperatur tersebut. Menurut Setianingsih
(1993) tanaman buncis akan tumbuh baik bila ditanam di daerah yang curah
hujannya merata di sepanjang tahun, hanya pada umumnya sangat cocok ditanam
dengan curah hujan antara 1 500-2 500 mm/tahun. Kelembaban udara yang
diperlukan tanaman buncis berkisar antara 50-60 %, kondisi terlalu lembab dapat
mengundang hama dan penyakit sehingga dapat mengancam pertumbuhan tanaman
(Setiawan 1994).
2. Tanah
Tanah yang cocok bagi tanaman buncis adalah Regosol, Latosol dan Andosol
yang merupakan tanah lempung ringan dan memiliki draenase yang baik. Sifat
tanah untuk buncis gembur, remah dan keasaman (pH) adalah berkisar 5.5-6
(Rukmana 1994).
3. Ketinggian Tempat
Tanaman buncis dapat tumbuh dengan baik apabila ditanam di daerah pada
ketinggian 1 000 – 1 500 m dpl, akan tetapi menurut Irfan (1993) buncis juga dapat
diusahakan pada daerah dengan ketinggian 300 – 600 m dpl.

Erosi Tanah

Erosi adalah pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari
suatu tempat ke tempat lain oleh media alami yaitu air atau angin (Arsyad 1989).
Menurut Arsyad (1989) terdapat dua macam erosi utama yaitu erosi normal dan
erosi dipercepat. Erosi normal terjadi di bawah keadaan vegetasi alami, biasanya
berlangsung lambat dan memungkinkan terbentuknya tanah yang tebal yang
mampu mendukung pertumbuhan vegetasi secara normal. Erosi dipercepat adalah
pengangkutan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah sebagai akibat perbuatan
manusia yang mengganggu keseimbangan antara proses pembentukan dan
5

pengangkutan tanah. Hanya erosi yang dipercepat yang menjadi perhatian


konservasi tanah, dan selanjutnya disebut sebagai erosi.
Lal (1994) menyatakan bahwa erosi yang dipercepat adalah masalah yang
dihadapi oleh daerah tropik. Alfisol, oxisol, dan ultisol adalah tanah yang umum
terdapat di daerah tropik, sangat sensitif terhadap erosi dan kondisi budidaya yang
intensif. Lebih lanjut Lal (1994) menyatakan bahwa erosi tergantung pada
peggunaan lahan dan sistem pertanaman yang digunakan. Erosi terjadi pada tanah-
tanah pertanian dan lahan penggembalaan. Pertanian subsisten, pertanian yang
hanya didukung oleh sumber daya alam, dan penggembalaan sederhana adalah
penyebab utama besarnya erosi yang terjadi.
Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan kurang baik
untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanaman untuk
menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut akibat erosi akan diendapkan di
tempat lain, dalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi, di atas tanah pertanian dan
sebagainya. Kerusakan yang timbul akibat erosi terjadi di dua tempat yaitu pada
tanah tempat terjadi erosi dan pada tujuan akhir tanah yang terangkut tersebut
diendapkan (Arsyad 1989).
Kerusakan yang diakibatkan erosi terjadi dalam beragam bentuk; erosi
menimbulkan dampak buruk bagi lahan tempat tanah tercuci, merusak area di
bawahnya melalui banjir dan sedimen, dan juga berdampak secara ekonomis karena
menurunkan pendapatan petani, pengusaha, dan pabrik yang mengandalkan
produktivitas lahan pertanian tersebut (Kohnke dan Betrant 1959). Kerugian yang
paling nyata akibat erosi adalah rendahnya produktivitas lahan pertanian dan
penggembalaan atau kerugian atas kerusakan yang terjadi.
Erosi dan sedimentasi merupakan penyebab-penyebab utama dalam
terjadinya kemerosotan produktivitas tanah-tanah pertanian, dan kemerosotan
kuantitas serta kualitas air. Erosi itu sendiri meliputi proses pelepasan partikel-
partikel tanah (detachment), penghanyutan partikel-partikel tanah (transportation),
dan pengendapan partikel-partikel tanah yang telah terhanyutkan (deposition)
(Arsyad 2010).
Erosi merupakan proses alam yang terjadi di banyak lokasi yang biasanya
semakin diperparah oleh ulah manusia. Proses alam yang menyebabkan terjadinya
erosi adalah faktor curah hujan, tekstur tanah, tingkat kemiringan lahan dan
penutupan tanah. Intensitas curah hujan yang tinggi di suatu lokasi yang tekstur
tanahnya merupakan sedimen, misalnya pasir serta letak tanahnya juga agak curam
menimbulkan tingkat erosi yang tinggi. Selain faktor curah hujan, tekstur tanah,
kemiringannya dan penutupan tanah juga mempengaruhi tingkat erosi. Tanah yang
gundul tanpa ada tanaman pohon atau rumput akan rawan terhadap erosi (Sutedjo
2005).

Arachis pintoi sebagai Biomulsa

Usaha tani di lahan kering yang berlereng, erosi terjadi terutama pada periode
awal pertumbuhan tanaman yang menyebabkan lahan terdegradasi dan menurun
produktivitasnya. Arachis pintoi berpotensi besar untuk mencegah erosi tanah,
karena susunan batang dan perakarannya dapat melindungi tanah dari daya rusak
intensitas hujan yang tinggi. Sebagai contoh, di Costa Rica, kacang hias ini ditanam
6

di sepanjang pinggir saluran irigasi untuk mengontrol erosi dan pertumbuhan


gulma. Usaha tani kopi di Sumberjaya, Lampung Barat, penanaman leguminosa ini
juga mampu menekan erosi sebesar 11-85 % (Maswar 2004).
Tanaman penutup tanah adalah tanaman yang ditanam tersendiri pada saat
tanah tidak ditanami tanaman pokok atau ditanam bersamaan dengan tanaman
pokok. Penanaman penutup tanah dapat menyediakan bahan organik tanah dan
sarana rehabilitasi lahan secara vegetatif yang relatif murah dan mudah untuk
diaplikasikan (Rachman et al. 2009). Arachis pintoi sebagai penutup tanah
membentuk lapisan tebal yang dapat mengurangi gangguan gulma dan erosi
(Ngome dan Mtai 2010). Biomulsa umum digunakan untuk mencegah erosi,
meningkatkan retensi air dan mudah untuk disiangi. Petani umumnya menggunakan
leguminosa sebagai biomulsa di antar baris, dan lebih umum digunakan pada fase
rotasi untuk meningkatkan nitrogen di lahan serta menurunkan serangan serangga
tanah dan penyakit.
Tanaman penutup tanah dapat memfiksasi N secara biologis (Hoyt 1986),
sehingga mampu menambah ketersediaan N bagi tanaman cabai (Stiver 1998).
Menurut Zulkarnain (2010) tanaman dapat memanfaatkan nitrogen bebas tersebut
apabila berada dalam bentuk ion-ion nitrat dan/atau amonium. Tanaman kacang-
kacangan memiliki bintil akar yang bagian dalamnya berwarna pink tempat
hidupnya bakteri penambat nitrogen dari genus Rhizobium. Warna pink tersebut
disebabkan oleh adanya protein pengikat oksigen (semacam hemoglobin ) yang
berfungsi mempertahankan kadar oksigen di dalam bintil akar tetap rendah. Hal ini
penting karena penambatan nitrogen bebas merupakan suatu proses anaerob dan
proses ini dapat dihambat oleh adanya oksigen dengan kadar yang tinggi. Burket et
al. (1997) juga menyatakan bahwa tanaman penutup tanah dapat mengurangi
setengah dosis pupuk N pada tanaman brokoli. Hal ini erat kaitannya dengan
kemampuan tanaman penutup tanah untuk mengurangi pencucian nitrat antara 65-
70 % karena akar-akarnya menahan nitrat (N) dan air di sekitar lapisan tanah agar
tidak hilang tercuci ke dalam air tanah (Wyland et al. 1996). Tanaman buncis tegak
dapat memperoleh asupan unsur nitrogen dari hasil pelapukan daun-daun Arachis
pintoi yang gugur di sekitar perakaran. Oleh karea itu Arachis pintoi semakin
penting perannya dalam meningkatkan kesuburan tanah di daerah tropis (Valente
2008).
Curah hujan yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan Arachis pintoi.
Pertumbuhan Arachis pintoi akan terhambat dan daun menjadi kuning bila tanahnya
tergenang, kurang air atau sering terjadi erosi permukaan. Arachis pintoi dapat
tumbuh pada segala kondisi, tetapi paling bagus pertumbuhannya pada kondisi di
bawah naungan 75 %.

Hubungan Erosi dan Produktivitas Lahan

Hardjowigeno (1987) menjelaskan bahwa kerusakan tanah akibat erosi dapat


mengakibatkan penurunan produktivitas lahan, kehilangan unsur hara yang
diperlukan tanaman, kualitas tanaman menurun, laju infiltrasi dan kemampuan
tanah menahan air berkurang, struktur tanah menjadi rusak. Penurunan
produktivitas lahan akibat erosi berdasarkan penjelasan Rahim (2000) disebabkan
oleh faktor-faktor antara lain adanya penurunan kandungan bahan organik dan
kekurangan air. Penurunan atau hilangnya beberapa unsur hara dalam perakaran
7

akibat erosi menyebabkan terjadinya penurunan kesuburan tanah sehingga tanah


tidak mampu menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang untuk mendukung
pertumbuhan tanaman yang normal sehingga produktivitas tanah menjadi rendah
(Arsyad 1989). Kerusakan ini terjadi sebagai akibat perombakan bahan organik dan
pencucian unsur hara dan pelapukan mineral yang berlangsung dengan cepat di
bawah iklim tropika panas dan basah, dan kehilangan unsur hara yang terangkut
akibat panen tanpa ada usaha untuk mengembalikannya.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan Bawah kampus IPB,


Dramaga Bogor. Areal penelitian datar dan bertopografi miring dengan elevasi 250
m dpl dan curah hujan rata-rata 2 860.6 mm/tahun. Penelitian dimulai bulan
Desember 2014 sampai Juni 2015.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri atas benih buncis tegak (hibrida) bersertifikasi
varietas Rancak, stek batang Arachis pintoi, pupuk kandang 20 ton/ha, kapur 2
ton/ha, furadan, rootone-F, Gandasil-D, sekam bakar, pupuk kimia (NPK, N, P, dan
K), dan pestisida kimiawi (insektisida dan fungisida).
Alat yang digunakan adalah alat budidaya, timbangan analitik, meteran,
polybag , mulsa plastik hitam perak (MPHP), bak plastik.

Metode Penelitian

Percobaan dilakukan secara paralel pada lahan datar (0 %) dan lahan miring
(10 %). Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT)
satu faktor dengan 3 taraf perlakuan jenis mulsa, yaitu tanpa mulsa (M0), mulsa
plastik hitam perak (M1) dan biomulsa Arachis pintoi (M2). Setiap perlakuan
diulang sebanyak empat kali sehingga terdapat 12 satuan percobaan pada masing-
masing tingkat kemiringan lahan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 58 lubang
tanam. Perlakuan menempati petak berukuran 10 m x 1.2 m. Masing-masing lubang
tanam ditanami satu benih. Total populasi tanaman buncis tegak adalah 1 392
tanaman. Tanaman contoh yang diamati sebanyak 10 tanaman yang dipilih secara
acak setiap perlakuan, sehingga terdapat 240 tanaman contoh. Model aditif linear
yang digunakan adalah
Yij = μ + τi + βj + ɛij , dimana i = 1,2,3,4,5 ; j = 1,2,3
Keterangan:
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
μ = rataan umum
τi = pengaruh jenis mulsa ke-i
βj = pengaruh kelompok ke-j
ɛij = pengaruh acak pada jenis mulsa ke-i dan kelompok ke-j
8

Jika terdapat pengaruh nyata dari perlakuan yang diuji berdasarkan uji ragam
pada taraf nyata 95 %, maka dilakukan uji lanjut untuk melihat perbedaan antar
perlakuan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf nyata 95 % (Gomez dan
Gomez 1995).

Metode Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Lahan
Pengolahan tanah dilakukan sedalam 20 cm dua minggu sebelum penanaman
Arachis pintoi, selanjutnya digaru dan diratakan dengan cangkul. Petak-petak
percobaan dibuat dengan ukuran 10 m x 1.2 m dengan jarak antar petak 30 cm dan
jarak antar ulangan 50 cm. Pemberian pupuk kandang, kapur, dan pupuk dasar
dilakukan setelah pembuatan bedengan tepat pada lubang tanam, kemudian
ditunggu selama dua minggu. Pupuk dasar yang digunakan adalah campuran pupuk
Urea (200 kg/ha), SP-36 (150 kg/ha), KCl (150 kg/ha). Aplikasi pupuk dasar pada
perlakuan biomulsa Arachis pintoi dan tanpa mulsa dilakukan dua minggu sebelum
penanaman buncis sedangkan aplikasi pupuk dasar pada perlakuan mulsa plastik
hitam perak dilakukan sebelum pemasangan mulsa tepat di lubang tanam.

Penanaman Arachis pintoi


Bahan tanam Arachis pintoi yang digunakan untuk penelitian adalah
berbentuk stek batang yang diperbanyak sendiri. Ukuran stek seragam dan umur
pengambilan sama serta masih segar. Stek berukuran 15 cm atau empat ruas
direndam selama satu malam dalam air yang telah dicampur dengan 1 g rootone
dalam 1 liter air. Stek tersebut ditanam dengan jarak antar stek 15 cm x 15 cm.

Penanaman Buncis
Penanaman benih buncis dilakukan dengan membuat lubang tanam terlebih
dahulu. Jumlah benih yang ditanam sebanyak satu benih per lubang tanam. Lubang
dibuat menggunakan tugal. Jarak tanam yang digunakan 40 cm x 25 cm (zigzag).

Pemupukan
Pemupukan dilakukan setelah tanaman sudah berumur 4 minggu setelah
tanam (MST). Pupuk yang digunakan adalah Gandasil D sebagai starter solution
dengan konsentrasi 20 g per 10 liter air dan NPK 16-16-16 sebanyak 100 g per 10
liter air dilakukan seminggu sekali selama fase vegetatif dan generatif.

Pemeliharan
Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, pengendalian hama
dan penyakit, pengajiran pada tanaman contoh. Penyiangan gulma dilakukan secara
manual dengan mencabut gulma yang tumbuh. Penyiangan gulma dilakukan
seminggu sekali.

Panen
Pemanenan buncis dilakukan pada tanaman yang telah berumur 38-45 hari
setelah tanam. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik polong yang sudah
cukup umur.
9

Pengamatan
A. Pengamatan pada tanaman buncis
1. Daya tumbuh (%).
Daya tumbuh diukur seminggu setelah tanam kemudian pengukuran
dilakukan lagi pada saat seminggu setelah penyulaman.
2. Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 2-5
MST. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh
dengan menggunakan penggaris dan meteran.
3. Jumlah daun (helai)
Penghitungan jumlah daun dilakukan pada saat tanaman berumur 2-5
MST. Jumlah daun dihitung berdasarkan jumlah daun yang telah
membuka dengan sempurna (trifoliate).
4. Jumlah cabang (cabang)
Penghitungan jumlah cabang dilakukan pada saat tanaman berumur 3-5
MST.
5. Panjang akar (cm)
Panjang akar diukur segera setelah panen berakhir, mulai dari pangkal akar
sampai ujung akar terpanjang, dengan menggunakan meteran.
6. Kehijauan daun
Kehijauan daun diukur pada daun dewasa ketika tanaman berumur 6 MST
dengan menggunakan bagan warna daun.
7. Umur berbunga (HST)
Umur berbunga diamati pada saat tanaman sudah berbunga sekitar 75 %
dari populasi.
8. Jumlah polong (polong)
Jumlah polong dihitung berdasarkan jumlah polong yang dipanen dari tiap
tanaman contoh dan juga tiap petak pada masing-masing perlakuan.
9. Bobot polong (g)
Bobot polong dihitung berdasarkan hasil panen polong dari tiap tanaman
contoh dan juga tiap petak pada masing-masing perlakuan yang ditimbang
menggunakan timbangan analitik.
10. Panjang polong (cm)
Panjang polong diukur dari pangkal polong hingga ujung polong dengan
menggunakan meteran. Polong yang diukur adalah polong yang telah
dipanen dari tanaman contoh pada masing-masing perlakuan.
11. Produksi tanaman (ton/ha)
Produksi tanaman diperoleh dari hasil perkalian peubah bobot polong per
tanaman dengan populasi ideal buncis per hektar.
B. Pengamatan pada lahan yang ditanami Arachis pintoi meliputi:
1. Persentase tumbuh (%). Persentase tumbuh dihitung berdasarkan jumlah
stek yang dapat hidup di lahan. Pegukuran dilakukan mulai 1 MST sampai
2 MST.
2. Persentase penutupan (%). Persentase penutupan diamati menggunakan
kuadrat 1.2 m x 1 m. Penutupan Arachis pintoi diamati pada 30, 45, 60,
75, dan 90 hari setelah tanam (HST).
10

3. Bobot biomassa Arachis pintoi (g). Bobot Arachis pintoi ditimbang di


akhir penelitian. Arachis pintoi yang diukur diambil dari hasil lemparan
acak kuadrat di bedengan per perlakuan.
4. Panjang akar (cm). Panjang akar diukur segera setelah panen berakhir,
mulai dari pangkal akar sampai ujung akar terpanjang dengan
menggunakan meteran.
C. Pengamatan terhadap gulma
Pengamatan gulma menggunakan kuadrat berukuran 0.5 m x 0.5 m
dan dilakukan dua minggu sebelum penanaman buncis dan dua minggu
setelah panen buncis berakhir. Pengamatan pada gulma meliputi:
1. Jenis gulma yang tumbuh. Gulma yang telah diambil dari lahan dipisahkan
berdasarkan spesies masing-masing.
2. Jumlah gulma. Gulma dihitung berdasarkan jumlah individu per spesies.
3. Bobot kering (g). Perhitungan bobot kering dilakukan dengan cara
mengoven gulma pada suhu 80 0C selama tiga hari kemudian ditimbang
bobotnya.
4. Dominasi gulma. Dominasi gulma dianalisis dengan menggunakan NJD
(Nisbah Jumlah Dominansi). Nilai NJD dicari berdasarkan rata-rata 3 nilai
penting, yakni kerapatan nisbi, frekuensi nisbi, dan bobot kering nisbi.
D. Pengamatan terhadap erosi tanah
Metode tongkat (Erossion pins). Pendugaan erosi dilakukan dengan
menggunakan pin (tongkat) berupa bambu yang berukuran kecil setinggi
70 cm. Pengukuran dilakukan di awal penancapan tongkat dan di akhir
penelitian. Jumlah yang digunakan sebanyak lima tongkat per bedengan.
Penancapan tongkat dilakukan setelah penanaman buncis di lahan yang
disebar secara acak di atas bedengan.
Erosi tanah (E) (Ton/ha) = Rata-rata tebal tanah yang hilang (cm) x
Bobot isi tanah (g/cm3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014 hingga Juni 2015 di kebun
Percobaan Cikabayan IPB, Dramaga Bogor dengan ketinggian 250 m dpl. Curah
hujan rata-rata di wilayah Dramaga yaitu 238 mm dengan rata-rata hari hujan 24
hari/bulan (Lampiran 1). Kondisi awal lahan datar dan lahan miring dipenuhi
dengan gulma. Jenis vegetasi pada lahan datar dan lahan miring tidak sama. Lahan
datar merupakan lahan bekas penelitian dan praktikum yang sering digunakan
untuk budidaya tanaman. Penanaman terakhir dilakukan pada bulan Mei 2014
dengan komoditas jagung. Lahan miring juga merupakan lahan penelitian dan
praktikum untuk konservasi tanah dan air tetapi sudah sejak tahun 2013 tidak
pernah digunakan untuk kegiatan budidaya tanaman. Tanah penelitian termasuk
jenis tanah Latosol (Inceptisol) dengan tekstur tanah liat. Menurut Hakim et al.
(1968) tanah liat merupakan tanah dengan permeabilitas yang lambat sehingga
harus diperhatikan dalam pemberian air agar tidak terjadi penggenangan yang dapat
mengganggu aerasi tanah.
11

Pertumbuhan biomulsa Arachis pintoi mengalami kendala pada fase awal


penanaman. Stek mudah kering dan layu pada suhu yang panas. Kondisi yang
kering akan menghambat pertumbuhan akar dan tunas pada stek Arachis pintoi.
Pertumbuhannya terhambat dan daun menjadi kuning pada tanah-tanah yang
kurang air atau sering banjir (Maswar 2004). Penanaman Arachis pintoi pertama
dilakukan pada bulan Desember di lahan miring dan lahan datar. Suhu yang panas
menyebabkan tanaman Arachis pintoi hampir tidak ada yang tumbuh sedangkan di
lahan miring masih ada yang tumbuh sekitar 10.52 %. Penanaman kedua dilakukan
lagi dengan menggunakana stek. Persentase tumbuh Arachis pintoi pada lahan datar
sebesar 54.31 % sedangkan lahan miring sebesar 32.89 %. Rendahnya pertumbuhan
Arachis pintoi disebabkan oleh kematian stek di lahan karena kondisi suhu rata-rata
harian pada bulan Desember saat penanaman stek Arachis pintoi panas. Solusi yang
dilakukan untuk mengatasi banyaknya stek yang mati di lahan adalah dengan
terlebih dahulu membibitkan Arachis pintoi di dalam polybag selama satu bulan
kemudian dilakukan penanaman ulang pada bulan Januari.
Pertumbuhan Arachis pintoi setelah dilakukan penanaman ulang semakin
seragam di masing-masing lahan. Persentase tumbuh Arachis pintoi pada lahan
datar sebesar 93.44 % sedangkan lahan miring sebesar 90.23 %. Tanaman Arachis
pintoi dapat menutupi permukaan bedengan pada 90 HST, persentase penutupan
permukaan bedengan oleh Arachis pintoi sebesar 94.8 % di lahan miring dan 84.4
% di lahan datar (Gambar 4). Persentase penutupan Arachis pintoi di lahan miring
lebih tinggi dibandingkan dengan lahan datar disebabkan oleh tanaman Arachis
pintoi yang ditanam pada musim pertama di lahan miring cepat berkembang seiring
meningkatknya curah hujan dari bulan Januari sampai Maret. Masa pertumbuhan
vegetatif Arachis pintoi, terjadi serangan hama dan penyakit. Serangan hama yang
berbahaya pada fase pertumbuhan adalah rayap (macrotermes). Akibat dari
serangan rayap adalah tunas mengering karena batang stek dimakan oleh rayap dari
dalam tanah. Menurut Tarumingkeng (2001) rayap bersarang dalam tanah terutama
dekat pada bahan organik yang mengandung selulosa seperti kayu, serasah dan
humus. Penyakit yang menyerang yaitu bercak daun cercospora dan fitoplasma
penyebab kerdil.
Buncis tegak (Phaseolus vulgaris L.) ditanam pada bulan April 2015 hingga
panen pada Mei 2015. Benih buncis ditanam pada saat Arachis pintoi sudah
menutupi permukaan bedeng. Curah hujan masa vegetatif (1-5 MST) cukup tinggi
dibandingkan dengan masa generatif. Curah hujan menurun pada saat muncul
bunga (5 MST). Curah hujan menurun kembali pada masa pengisian polong (7
MST) kemudian meningkat sedikit pada saat 8 MST (Gambar 1).
30,0
Curah Hujan (mm)

25,0
20,0
15,0
10,0
5,0
0,0
1 2 3 4 5 6 7 8
Minggu Setelah Tanam (MST)

Gambar 1 Grafik curah hujan rata-rata wilayah Dramaga bulan April sampai
dengan Mei 2015
12

Suhu udara rata-rata pada bulan April-Mei 2015 adalah 25.7 0C (Gambar 2).
Keadaan tersebut cukup baik untuk pertumbuhan dan produksi buncis tegak.
Rubatzky dan Yamaguchi (1998) menyatakan bahwa rata-rata suhu udara 20-25 0C
sudah optimum untuk pertumbuhan dan komponen hasil buncis yang tinggi. Suhu
yang meningkat mulai 5 MST hingga 6 MST mengganggu proses pembungaan
yang mengakibatkan bunga tidak dapat berkembang dengan baik, sehingga
menghambat pembuahan.

26,4
Suhu Rata-rata (0C)

26,2
26,0
25,8
25,6
25,4
25,2
1 2 3 4 5 6 7 8
Minggu Setelah Tanam (MST)

Gambar 2 Grafik suhu udara rata-rata wilayah Dramaga bulan April sampai
dengan Mei 2015
Secara umum tanaman buncis tegak mampu tumbuh dan berkembang dengan
baik. Rata-rata daya tumbuh buncis tegak yaitu 69.9 % di lahan datar dan 70.5 % di
lahan miring. Persentase hidup tanaman buncis paling tinggi pada 2 MST adalah
perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar (82.75 %) dan perlakuan mulsa
plastik hitam perak di lahan miring (78.01 %). Persentase hidup tanaman buncis
paling rendah adalah perlakuan tanpa mulsa di lahan datar (61.20 %) dan perlakuan
biomulsa Arachis pintoi di lahan miring (65.57 %). Rendahnya persentase hidup
tanaman buncis disebabkan oleh serangan hama dan penyakit. Kondisi lahan setelah
penanaman buncis pada masing-masing perlakuan umur 4 MST dapat dilihat pada
Gambar 3.

A B C

D E F

Gambar 3 Kondisi lahan tanaman buncis tegak umur 4 MST pada berbagai perlakuan. (A)
Lahan datar tanpa mulsa; (B) Lahan datar mulsa plastik hitam perak; (C) Lahan
datar biomulsa Arachis pintoi; (D) Lahan miring tanpa mulsa; (E) Lahan miring
mulsa plastik hitam perak; (F) Lahan miring biomulsa Arachis pintoi
13

Tanaman buncis tegak mulai berbunga pada umur 5 MST secara bertahap.
Penyiraman dilakukan secara teratur selama periode pembungaan. Kegiatan
pemanenan pada tanaman buncis tegak dimulai pada umur 7 MST pada bulan Mei.
Menurut Zulkarnain (2013), pemanenan buncis dilakukan dengan masa panen satu
bulan. Pemanenan buncis dilakukan tujuh kali pemetikan, dengan frekuensi panen
2 kali seminggu. Polong buncis hasil panen dipisahkan berdasarkan tanaman contoh
tiap perlakuan. Jumlah dan bobot polong buncis dihitung per tanaman contoh dan
per petak, serta diukur panjang polong tiap tanaman contoh sebanyak 3 polong.

Pertumbuhan dan Penutupan Arachis pintoi

Persentase Tumbuh Arachis pintoi


Berdasarkan pengamatan di lapang persentase tumbuh tanaman Arachis
pintoi tergolong rendah dengan rata-rata 54.13 % di lahan datar dan 32.89 % di
lahan miring. Arachis pintoi dapat tumbuh baik pada suhu 22 0C dan 28 0C dengan
curah hujan lebih dari 1 000 mm/tahun (Tropical Forage 2010). Namun hal ini
berbeda dengan penelitian di lapang dengan suhu rata-rata harian 27.4 0C ( BMKG
2015) tanaman Arachis pintoi banyak yang layu oleh karena suhu yang panas.
Rendahnya daya tumbuh Arachis pintoi pada lahan miring dikarenakan lahan
miring terletak lebih tinggi dari permukaan laut dibandingkan dengan lahan datar
dan lebih jauh dari jangkauan air. Akibatnya pertumbuhan Arachis pintoi kurang
optimal karena kurang tersedianya air untuk awal pertumbuhan. Curah hujan bulan
Desember pada awal pertumbuhan Arachis pintoi yaitu 200 mm. Curah hujan ini
tergolong tinggi, namun suhu harian saat di siang hari panas sehingga membuat
tanaman Arachis pintoi layu.

Pertumbuhan Tanaman Arachis pintoi


Pertumbuhan tanaman Arachis pintoi di lahan miring lebih baik
dibandingkan dengan lahan datar. Hal ini di diduga akibat perbedaan struktur kimia,
fisik dan biologi tanah antara lahan datar dengan lahan miring. Benih buncis
ditanam di lapangan setelah tanaman penutup tanah Arachis pintoi menutup penuh
permukaan tanah, yakni 3 bulan. Waktu pertumbuhan dan produksi buncis tegak
pada penelitian ini sekitar 3 bulan, dengan demikian bobot biomassa tanaman
penutup tanah (Arachis pintoi) yang dihasilkan pada penelitian ini adalah selama 6
bulan. Dari hasil pengamatan di lapangan (akhir penelitian) diketahui bahwa jumlah
bintil akar pada Arachis pintoi adalah sedikit dan kurang efektif. Menurut
Adiwiganda (1984) pembentukan bintil akar dan penambatan N2 dari udara pada
Calopogonium caeruleum sebagai penutup tanah dapat meningkat dengan
penggunaan gum arab.
Panjang akar tanaman Arachis pintoi di lahan datar sebesar 14.0 cm
sedangkan di lahan miring sebesar 18.4 cm. Biomassa Arachis pintoi sebesar 1 100
g/m2 yang diperoleh di kebun vanili (Evisal 2003) mirip dengan hasil yang
diperoleh dari penelitian di lahan miring ini yakni sekitar 1 475.5 g/m2 sedangkan
lahan datar lebih kecil yaitu 749.0 g/m2. Dari hasil tersebut terlihat bahwa biomassa
dan panjang akar Arachis pintoi di lahan miring lebih besar dibandingkan dengan
lahan datar. Hal ini disebabkan oleh tingkat pertumbuhan tanaman Arachis pintoi
di lahan miring yang lebih baik.
14

Penutupan Arachis pintoi


Penutupan Arachis pintoi pada setiap petak perlakuan diamati secara visual
dengan melihat persentase tanaman Arachis pintoi yang menutupi kuadrat ukuran
1.2 m x 1 m sepanjang bedengan. Perlakuan biomulsa Arachis pintoi di lahan miring
menunjukkan persentase penutupan Arachis pintoi tertinggi sebesar 95 % pada 90
hari setelah tanam (HST) (Gambar 4). Penutupan Arachis pintoi sebesar 100 %
dapat diperoleh setelah umur tanaman lebih dari 90 HST (Baharuddin 2010).
Kecepatan tumbuh Arachis pintoi pada percobaan ini lambat, sehingga
pertumbuhan gulma lebih cepat karena daya saing Arachis pintoi yang rendah.
95
100
90
Persentase Penutupan (%)

78
80 84
70 64 63
60
50 41 Lahan Datar
40 29 Lahan Miring
30 19
20 22
10 15
00
30 45 60 75 90
Umur (HST)

Gambar 4 Penutupan tanah oleh Arachis pintoi

Rendahnya kecepatan Arachis pintoi menutup tanah dikarenakan oleh tingkat


pertumbuhan Arachis pintoi yang lambat. Pertumbuhan yang lambat ini disebabkan
oleh suhu yang panas. Jarak tanam yang digunakan dalam penelitian ini 15 cm x 15
cm. Menurut Huang et al. (2004), penggunaan jarak tanam Arachis pintoi dengan
jarak 10 cm × 10 cm, penutupannya mencapai 49 % di daerah bukit (tanah tandus,
0.5 % BO) pada 30 HST, 87 % pada 45 HST, 91 % pada 60 HST, sedangkan di
areal taman (tanah subur, 1.5 % BO) penutupannya mencapai 80 % pada 30 HST.
Jarak tanam yang kurang rapat diduga mengakibatkan penutupan Arachis pintoi
lambat.

Pengaruh Perlakuan Biomulsa terhadap Erosi Tanah

Tinggi rendahnya laju erosi pada lahan datar ataupun lahan miring disebabkan
oleh faktor penutup tanah dan konservasi tanah yang baik (Nurhayati 2012).
Perbedaan-perbedaan nilai besaran erosi yang ditemukan pada percobaan ini
disebabkan oleh tingkat penutupan vegetasi terhadap tanah. Hal ini didukung oleh
penjelasan Arsyad (2010) semakin bagus penutupan tanah akan semakin mampu
menekan laju erosi sehingga nilai erosinya akan kecil, sebaliknya semakin jarang
penutupannya akan semakin besar nilai laju erosinya. Hasil analisis pada Tabel 2
menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa tidak berpengaruh nyata dalam
menurunkan erosi tanah.
15

Tabel 2 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap erosi tanah


Perlakuan Erosi tanah (ton/ha) Standar deviasi KK (%)
Lahan datar
Tanpa mulsa 37.92 37.92 ± 6.90 48.84
MPHP 22.98 22.98 ± 16.91 48.84
Biomulsa Arachis pintoi 16.54 16.54 ± 13.01 48.84
Lahan miring
Tanpa mulsa 56.76 56.76 ± 29.40 49.68
MPHP 55.89 55.89 ± 22.70 49.68
Biomulsa Arachis pintoi 35.02 35.02 ± 8.63 49.68
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada uji BNJ taraf nyata 5 %.

Berdasarkan Tabel 2 pengunaan biomulsa Arachis pintoi di lahan datar


menunjukkan nilai laju erosi tanah terendah (16.54 ton/ha) pada bedengan, namun
tidak berbeda dengan semua perlakuan. Perlakuan biomulsa Arachis pintoi di lahan
miring juga menunjukkan nilai laju erosi tanah terendah (35.02 ton/ha) dan tidak
berbeda dengan semua perlakuan. Pernyataan di atas menandakan bahwa perlakuan
biomulsa Arachis pintoi di lahan datar dan lahan miring paling baik dalam
menurunkan erosi tanah pada budidaya buncis tegak. Menurut Sumarni et al. (2005)
tingkat erosi tanah dapat ditekan baik dengan pemberian mulsa organik maupun
dengan penanaman tanaman penutup tanah. Erosi tanah dapat ditekan oleh
biomulsa Arachis pintoi karena persen penutupan bedengan oleh Arachis pintoi
sudah mencapai 100 % setelah 90 HST. Pengaruh penutupan permukaan tanah
terhadap erosi juga ditunjukkan oleh hasil penelitian Zuzel dan Pikul (1993) bahwa
semakin tinggi penutupan permukaan tanah maka erosi semakin rendah.

Pengaruh Perlakuan Biomulsa terhadap Pertumbuhan Gulma

Gulma merupakan tumbuhan yang dapat mengganggu tanaman yang


dibudidayakan. Keberadaanya pada lahan dapat bersaing dalam memperoleh air,
cahaya, unsur hara, dan media tumbuh dengan tanaman budidaya bahkan dapat
menekan pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya. Biomulsa Arachis
pintoi secara khusus ditanam sebagai penutup tanah dengan tujuan utama menekan
pertumbuhan gulma sehingga dapat meminimalkan persaingan antara tanaman
budidaya dengan gulma. Kecepatan tumbuh gulma menjadi masalah dalam
kegiatan budidaya tanaman. Setiap jenis gulma memiliki tingkat kemampuan
adaptasi yang berbeda-beda. Tanaman juga mempunyai respon tertentu terhadap
gulma, terutama pada periode kritis. Pada periode kritis tanaman, adanya gangguan
gulma dapat menurunkan hasil yang besar (Febrianto 2012).
16

Tabel 3 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap jumlah gulma di lahan datar dan
lahan miring
Jumlah spesies gulma (gulma)
Perlakuan 2 MSbT Total 2 MSP Total
R DL T Jumlah R DL T Jumlah
Lahan datar
Tanpa mulsa 1 7 1 9 5 6 1 12
MPHP 1 9 1 11 5 4 0 9
Biomulsa Arachis pintoi 1 10 1 12 6 11 0 17
Lahan miring
Tanpa mulsa 2 8 1 11 5 5 0 10
MPHP 1 5 1 7 3 8 0 11
Biomulsa Arachis pintoi 2 8 1 11 3 11 0 14
Keterangan: MSbT: minggu sebelum tanam, MSP: minggu setelah panen, R: rumput, DL: daun
lebar), T: teki

Analisis vegetasi dilakukan 2 minggu sebelum penanaman buncis dan 2


minggu setelah panen buncis berakhir. Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkan
bahwa perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar dan lahan miring pada 2
minggu sebelum tanam juga pada 2 minggu setelah panen buncis berakhir
menunjukkan jumlah spesies gulma terendah. Hal ini disebabkan oleh ruang
tumbuh gulma yang sempit. Perlakuan biomulsa Arachis pintoi menghasilkan
jumlah spesies gulma yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan tanpa mulsa.
Perlakuan biomulsa Arachis pintoi di lahan datar dan lahan miring menunjukkan
nilai dominasi golongan daun lebar yang lebih tinggi dibandingkan dengan
golongan rumput maupun teki. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan
biomulsa Arachis pintoi efektif menghambat pertumbuhan teki baik itu di lahan
datar maupun di lahan miring. Pada 2 minggu sebelum penanaman buncis masih
terdapat satu jenis teki yang hidup. Penanaman buncis dilakukan kemudian seiring
bertambahnya penutupan Arachis pintoi tidak terdapat gulma golongan teki yang
hidup kecuali pada perlakuan tanpa mulsa. Hal ini diduga karena rumput golongan
teki (Cyperus rotundus) termasuk tanaman yang kurang toleran terhadap naungan
(Hall et al. 2012).
Tabel 4 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap nisbah jumlah dominansi (NJD)
di lahan datar dan lahan miring
Nisbah jumlah dominansi (%)
Perlakuan 2 MSbT 2 MSP
R DL T R DL T
Lahan datar
Tanpa mulsa 6.7 66.6 26.7 59.1 37.3 3.6
MPHP 7.6 75.0 17.4 55.4 44.6 0.0
Biomulsa Arachis pintoi 6.0 74.9 19.1 45.3 54.7 0.0
Lahan miring
Tanpa mulsa 5.9 87.8 6.3 55.8 44.2 0.0
MPHP 10.4 78.1 11.5 33.0 67.0 0.0
Biomulsa Arachis pintoi 10.1 85.7 4.2 16.8 83.2 0.0
Keterangan: MSbT: minggu sebelum tanam, MSP: minggu setelah panen, R: rumput, DL: daun
lebar), T: teki
17

Tabel 4 menunjukkan bahwa golongan gulma yang mendominasi lahan


penelitian di lahan datar dan lahan miring sebelum dilakukan penanaman buncis
adalah golongan daun lebar. Perlakuan biomulsa Arachis pintoi menekan dominasi
gulma golongan daun lebar. Hal ini diduga spesies gulma golongan daun lebar
ditekan biomulsa Arachis pintoi melalui penutupannya terhadap permukaan tanah.
Gulma tidak mampu bersaing dengan biomulsa Arachis pintoi yang menguasai
sarana tumbuh dengan sifatnya yang merambat dan daunnya menutupi permukaan
tanah namun secara umum tetap saja gulma golongan daun lebar yang mendominasi
di lahan datar maupun di lahan miring. Jenis gulma dengan nilai NJD paling tinggi
hasil analisis vegetasi pada berbagai perlakuan jenis mulsa disajikan pada Lampiran
2. Salah satu komponen analisis vegetasi pada gulma adalah bobot kering gulma.
Bobot kering ini menunjukkan jumlah biomassa gulma yang terdapat pada lahan
yang diamati. Bobot kering gulma disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap bobot kering gulma total
Bobot kering gulma total (g)
Perlakuan
2 MSbT 2 MSP
Lahan datar
Tanpa mulsa 72.7a 103.0a
MPHP 42.0b 91.9a
Biomulsa Arachis pintoi 144.7a 98.8a
Lahan miring
Tanpa mulsa 84.7a 90.8a
MPHP 42.3a 75.6a
Biomulsa Arachis pintoi 110.5a 71.1a
Keterangan: MSbT: minggu sebelum tanam, MSP: minggu setelah panen, R: rumput, DL: daun
lebar), T: teki. Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ 5 %.

Perlakuan mulsa plastik hitam perak relatif lebih efektif menekan


pertumbuhan gulma terhadap bobot kering gulma total dibandingkan dengan
perlakuan tanpa mulsa dan biomulsa Arachis pintoi (Tabel 5). Perlakuan mulsa
plastik hitam perak secara statistik dapat menekan pertumbuhan gulma terhadap
bobot kering total di lahan datar (42.0 g) dan lahan miring (42.3 g) pada 2 minggu
sebelum tanam (MSbT) . Bobot kering gulma total pada perlakuan mulsa plastik
hitam perak secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya di lahan
miring. Perlakuan biomulsa Arachis pintoi tidak dapat menekan gulma secara
efektif karena kecepatan penutupan yang rendah memberikan peluang gulma untuk
tumbuh dengan baik. Hal yang sama juga terjadi pada 2 minggu setelah panen
buncis berakhir. Perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar menunjukkan
nilai terendah namun di lahan miring perlakuan biomulsa Arachis pintoi yang
paling efektif dalam menekan pertumbuhan gulma terhadap bobot kering gulma
total. Secara statistik perlakuan biomulsa Arachis pintoi di lahan datar dan lahan
miring tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Pengaruh Biomulsa terhadap Pertumbuhan dan Produksi Buncis Tegak

Berdasarkan hasil sidik ragam, perlakuan jenis mulsa di lahan datar secara
umum memberikan pengaruh yang sangat nyata dan nyata terhadap peubah
18

pengamatan pertumbuhan tanaman yakni tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah


cabang, umur berbunga, kehijaun daun, jumlah polong per tanaman, jumlah polong
per petak, bobot polong per tanaman, bobot polong per petak, panjang polong dan
panjang akar kecuali peubah daya tumbuh, tinggi tanaman (3 MST), jumlah daun
(3, 4, dan 5 MST), jumlah cabang (3 dan 5 MST) dan bobot polong tidak layak
pasar, perlakuan jenis mulsa tidak memberikan pengaruh yang nyata (Tabel 6).
Hasil sidik ragam pada lahan miring menunjukkan bahwa perlakuan jenis mulsa
juga secara umum memberikan pengaruh yang sangat nyata dan nyata terhadap
peubah pengamatan pertumbuhan tanaman yakni tinggi tanaman, jumlah daun,
jumlah cabang, umur berbunga, kehijaun daun, jumlah polong per tanaman, jumlah
polong per petak, bobot polong per tanaman, bobot polong per petak, dan panjang
akar kecuali peubah daya tumbuh, tinggi tanaman (2 dan 3 MST), jumlah daun (2
dan 3 MST), jumlah cabang (3 MST), panjang akar dan bobot polong tidak layak
pasar, perlakuan jenis mulsa tidak memberikan pengaruh yang nyata (Tabel 6).

Tabel 6 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh perlakuan jenis mulsa untuk


mencegah erosi terhadap pertumbuhan dan produksi buncis tegak di
lahan datar dan lahan miring
Lahan Datar Lahan Miring
Peubah
F-hitung KK (%) F-hitung KK (%)
Daya Tumbuh (%) 2.38tn 22.75 2.38tn 22.75
Tinggi Tanaman (cm)
2 MST 12.59** 4.18 3.93tn 5.80
tn tn
3 MST 3.49 9.75 3.48 9.44
4 MST 8.45* 14.68 17.26** 10.13
5 MST 5.56* 16.70 12.06** 11.11
Jumlah Daun (helai)
2 MST 9.00* 2.81 0.43tn 4.33
tn
3 MST 2.15 12.93 3.13tn 7.06
tn
4 MST 4.01 13.60 35.85** 6.00
5 MST 0.96tn 31.74 66.98** 5.95
Jumlah Cabang (cabang)
3 MST 2.41tn 19.66 4.03tn 18.28
4 MST 7.83* 24.09 57.64** 11.14
5 MST 7.76* 23.97 126.53** 5.22
Umur Berbunga 18.06** 9.89 34.20** 2.01
Kehijauan Daun 12.37** 9.01 62.83** 2.83
Jumlah polong per tanaman 23.16** 21.79 22.73** 12.77
Jumlah polong per petak 25.07** 28.04 34.33** 18.01
Bobot polong layak pasar per tanaman 27.12** 21.25 28.20** 11.75
Bobot polong layak pasar per petak 26.34** 28.64 40.29** 16.87
Bobot polong tidak layak pasar 2.68tn 15.31 1.21tn 31.56
tn
Panjang polong 5.79* 6.35 0.56 9.75
Panjang akar 25.45** 9.40 87.98** 7.85
Keterangan: MST: minggu setelah tanam, KK: koefisien keragaman, **: berbeda sangat nyata pada
uji BNJ 5%, *: berpengaruh nyata pada uji BNJ 5%, tn: berpengaruh tidak nyata.
19

Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Buncis Tegak

Hasil analisis data vegetatif tanaman buncis tegak menunjukkan bahwa


penggunaan jenis mulsa memberikan respon yang berbeda terhadap tinggi tanaman,
jumlah daun, dan jumlah cabang di lahan datar dan lahan miring. Secara umum,
respon tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang buncis tegak terbaik hingga
5 MST terdapat pada perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar dan lahan
miring. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan biomulsa Arachis pintoi di lahan
datar maupun di lahan miring tidak mampu meningkatkan pertumbuhan buncis
tegak sampai tanaman berbuah.

Tabel 7 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap tinggi tanaman buncis tegak
Tinggi tanaman (cm)
Perlakuan
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST
Lahan datar
Tanpa mulsa 9.8b 17.9 30.6ab 39.5a
MPHP 11.3a 21.4 40.1a 53.4a
Biomulsa Arachis pintoi 10.9a 18.0 26.6b 37.7a
Lahan miring
Tanpa mulsa 10.5 16.6 34.3a 48.9a
MPHP 11.4 19.8 40.6a 55.5a
Biomulsa Arachis pintoi 11.7 17.9 26.4b 37.4b
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada taraf uji BNJ 5 %.

Tabel 7 menunjukkan perlakuan biomulsa Arachis pintoi di lahan miring


mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman buncis tegak di awal
pertumbuhan ketika tanaman berumur 2 MST (11.7 cm) diduga karena adanya
kompetisi antara tanaman dan Arachis pintoi yang memacu pertambahan tinggi
tanaman untuk memperoleh cahaya. Perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan
datar menunjukkan nilai tinggi tanaman tertinggi (11.3 cm) pada minggu kedua
pengamatan, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan biomulsa Arachis pintoi.
Nilai tertinggi di lahan datar dan lahan miring terdapat pada perlakuan mulsa plastik
hitam perak pada 3, 4 dan 5 MST. Hasil tinggi tanaman pada 5 MST di lahan datar
(53.4 cm) dan lahan miring (55.5 cm). Nilai ini tidak berbeda dengan semua
perlakuan di lahan datar dan berbeda nyata dengan perlakuan biomulsa Arachis
pintoi di lahan miring.
Secara umum, tinggi tanaman buncis tegak terbaik di lahan datar dan lahan
miring terdapat pada perlakuan mulsa plastik hitam perak. Tinggi tanaman buncis
tegak pada perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar 53.4 cm dan lahan
miring 55.5 cm pada umur 5 MST. Tinggi tanaman buncis tegak pada perlakuan
tersebut sudah melampaui tinggi optimum tanaman buncis tegak berdasarkan
Balitsa (2006), yaitu 50 cm. Perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar dan
lahan miring menunjukkan tinggi tanaman lebih tinggi dari perlakuan lain diduga
karena kondisi lingkungan tumbuh yang lebih baik yang mana dapat menjaga
kondisi kelembaban tanah dan suhu tanah (Sugiono 2007).
20

Tabel 8 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap jumlah daun tanaman buncis
tegak
Jumlah daun (helai)
Perlakuan
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST
Lahan datar
Tanpa mulsa 1.0b 2.8 5.2 8.0
MPHP 1.0b 3.0 6.3 12.0
Biomulsa Arachis pintoi 1.1a 2.5 4.8 7.8
Lahan miring
Tanpa mulsa 1.0 2.9 6.0a 10.8b
MPHP 1.0 2.9 6.5a 12.3a
Biomulsa Arachis pintoi 1.0 2.6 4.5b 7.4c
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada taraf uji BNJ 5 %.

Berdasarkan Tabel 8, nilai jumlah daun tanaman buncis tegak yang paling
tinggi di lahan datar pada 2 MST adalah perlakuan biomulsa Arachis pintoi 1.1 helai
sedangkan di lahan miring nilai jumlah daun sama untuk semua perlakuan (1.0
helai). Jumlah daun (4 MST) pada perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan
datar dan lahan miring menjadi yang terbanyak dibandingkan perlakuan lainnya
hingga akhir pengamatan (5 MST). Nilai jumlah daun pada 5 MST, 12.0 helai di
lahan datar dan 12.3 helai di lahan miring. Nilai tersebut tidak berbeda dengan
semua perlakuan di lahan datar namun berbeda nyata dengan semua perlakuan di
lahan miring. Penggunaan mulsa plastik hitam perak di lahan datar dan lahan miring
menghasilkan kelembaban yang tepat, sehingga mempengaruhi suhu tanah menjadi
rendah. Menurut McWilliams et al. (1999) suhu tanah yang rendah akan
meningkatkan jumlah daun pada jagung manis.

Tabel 9 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap jumlah cabang tanaman buncis
tegak
Jumlah cabang (cabang)
Perlakuan
3 MST 4 MST 5 MST
Lahan datar
Tanpa mulsa 0.7 1.6b 3.1b
MPHP 1.0 2.7a 5.3a
Biomulsa Arachis pintoi 0.8 1.5b 3.1b
Lahan miring
Tanpa mulsa 0.9 2.2b 4.1b
MPHP 1.0 2.8a 5.5a
Biomulsa Arachis pintoi 0.7 1.1c 3.0c
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada taraf uji BNJ 5 %.

Persaingan yang terjadi antara tanaman buncis tegak dengan Arachis pintoi
dalam memperoleh unsur hara terutama nitrogen, intensitas cahaya, dan air
menyebabkan pertumbuhan vegetatif buncis tegak terhambat. Menurut Kurniawan
(2012) intensitas cahaya sebagai salah satu faktor pertumbuhan sangat dipengaruhi
21

oleh kompetisi antara tanaman budidaya dengan tanaman penutup tanah. Perlakuan
intensitas cahaya yang diturunkan biasanya diikuti dengan penurunan jumlah
cabang tanaman. Penurunan jumlah cabang tanaman dikarenakan intensitas cahaya
yang rendah, sehingga tanaman tumbuh tinggi dan hasil fotosintesis yang
digunakan untuk pembentukan cabang sedikit, akibatnya jumlah cabang sedikit.
Peningkatan intensitas cahaya akan meningkatkan proses fotosintesis pada
tanaman, karena cahaya matahari merupakan sumber energi bagi fotosintesis. Tabel
9 menunjukkan bahwa respon jumlah cabang terbanyak pada 3 MST hingga akhir
pengamatan terdapat pada perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar dan
juga di lahan miring. Nilai jumlah cabang pada perlakuan mulsa plastik hitam perak
pada 4 MST dan 5 MST berbeda nyata dengan semua perlakuan baik itu di lahan
datar maupun di lahan miring.

Tabel 10 `Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap umur berbunga, kehijauan


daun, dan panjang akar tanaman buncis tegak
Umur berbunga Kehijauan Panjang
Perlakuan
(HST) daun akar (cm)
Lahan datar
Tanpa mulsa 38.75a 2.98b 10.09b
MPHP 34.50b 3.73a 14.21a
Biomulsa Arachis pintoi 40.25a 2.78b 9.26b
Lahan miring
Tanpa mulsa 38.50a 3.43b 15.30b
MPHP 34.50b 3.90a 20.05a
Biomulsa Arachis pintoi 38.00a 3.13c 9.16c
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada taraf uji BNJ 5 %.

Pengamatan vegetatif tanaman buncis tegak di lapang menunjukkan


pertumbuhan yang lambat pada perlakuan biomulsa Arachis pintoi baik itu di lahan
datar maupun di lahan miring, sebagian tanaman tumbuh kerdil. Hal ini disebabkan
oleh persaingan ruang tumbuh dengan biomulsa Arachis pintoi. Tabel 10
menunjukkan bahwa nilai kehijauan daun pada perlakuan biomulsa Arachis pintoi
di lahan datar (2.78) dan lahan miring (3.13) paling rendah. Nilai panjang akar pada
perlakuan biomulsa Arachis pintoi di lahan datar (9.26 cm) dan lahan miring (9.16
cm) juga paling rendah. Rendahnya nilai kehijauan daun dan panjang akar
dibandingkan dengan perlakuan lainnya disebabkan oleh pertumbuhan tanaman
yang lambat akibat kalah bersaingnya tanaman buncis tegak terhadap unsur hara,
cahaya dan air dengan biomulsa Arachis pintoi. Nilai kehijauan daun tertingi di
lahan datar (3.73) dan lahan miring (3.9) terdapat pada perlakuan mulsa plastik
hitam perak begitu juga dengan peubah panjang akar tanaman di lahan datar (14.21
cm) dan lahan miring (20.05 cm). Umur berbunga tanaman paling cepat terdapat
pada perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar dan juga di lahan miring
(34.5 HST). Nilai peubah pada perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar
dan lahan miring berbeda nyata dengan semua perlakuan pada peubah kehijauan
daun, umur berbunga dan peubah panjang akar.
22

22
Tabel 11 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap produksi tanaman buncis tegak per tanaman contoh

Total Bobot Persen bobot Bobot polong Persen bobot


Jumlah Produk-
bobot polong polong layak tidak layak polong tidak
Perlakuan
polong polong tivitas layak pasar pasar pasar layak pasar
tanaman-1 tanaman-1 tanaman tanaman-1 tanaman-1 tanaman-1 tanaman-1
(g) (ton ha-1) (g) (%) (g) (%)
Lahan datar
Tanpa mulsa 25.8b 85.18b 5.1 74.2b 87.1 11.5 13.5
MPHP 55.9a 184.80a 11.1 170.9a 92.5 13.8 7.5
Biomulsa Arachis pintoi 22.9b 79.43b 4.8 67.9b 85.5 10.9 13.7
Lahan miring
Tanpa mulsa 38.4b 131.60b 7.9 117.4b 89.2 14.1 10.7
MPHP 53.0a 177.20a 10.6 159.0a 89.7 18.2 10.3
Biomulsa Arachis pintoi 28.8b 97.45b 5.8 84.1c 86.3 13.4 13.8
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ 5 %.

Komponen hasil dan produksi buncis tegak sangat dipengaruhi oleh fase pertumbuhan (vegetatif). Menurut Marliah et al. (2010),
pertumbuhan vegetatif yang baik pada jagung manis akan mempengaruhi pertumbuhan generatif yang dihasilkan juga baik. Subekti et al.
(2010) dalam penelitiannya menambahkan bahwa hasil dan bobot biomassa jagung yang tinggi akan diperoleh jika pertumbuhan tanaman
optimal. Jumlah polong buncis merupakan parameter untuk menentukan kemampuan tanaman buncis dalam berproduksi pada lingkungan
tumbuhnya. Tanaman mampu menghasilkan polong yang banyak jika lingkungan tumbuhnya sudah sesuai. Tabel 11 menunjukkan bahwa
jumlah polong dan total bobot polong per tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar (55.9 polong;
184.8 g) dan lahan miring (53.0 polong; 177.2 g). Nilai tersebut berbeda nyata dengan semua perlakuan di lahan datar dan lahan miring.
23

Hasil produktivitas tanaman buncis tegak tertinggi terdapat pada perlakuan


mulsa plastik hitam perak baik itu di lahan datar maupun di lahan miring. Tingginya
produktivitas buncis pada perlakuan ini karena kondisi lingkungan tumbuh yang
optimum sedangkan perlakuan tanpa mulsa dan biomulsa Arachis pintoi kondisi
lingkungan tumbuhnya kurang optimum. Persentase bobot polong yang layak pasar
terhadap total bobot polong yang dipanen di lahan datar dan lahan miring adalah
sama yaitu 88.4 %. Berdasarkan Tabel 11 bobot polong tidak layak pasar per
tanaman tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan jenis mulsa baik itu di lahan datar
maupun di lahan miring. Bobot polong yang tidak layak pasar terbanyak terdapat
pada perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar (13.8 g) dan juga di lahan
miring (18.2 g). Jumlah ini di lahan datar maupun di lahan miring tidak berbeda
dengan semua perlakuan. Persentase bobot polong yang tidak layak pasar terhadap
total bobot polong yang dipanen di lahan datar dan lahan miring juga sama yaitu
11.6 %.

Tabel 12 Pengaruh perlakuan jenis mulsa terhadap produksi tanaman buncis tegak
per petak percobaan dan panjang polong
Jumlah Bobot polong Panjang
-1
Perlakuan layak pasar petak
polong
polong
petak-1 (g) (cm)
Lahan datar
Tanpa mulsa 813.3b 2 426.8b 11.8b
MPHP 2 280.9a 7 126.4a 13.7a
Biomulsa Arachis pintoi 689.0b 2 023.5b 12.6ab
Lahan miring
Tanpa mulsa 1 297.2b 3 964.8b 12.7
MPHP 2 122.2a 6 520.1a 12.8
Biomulsa Arachis pintoi 684.0c 2 058.3c 11.9
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada taraf uji BNJ 5 %.

Tabel 12 menunjukkan bahwa jumlah polong per petak tertinggi di lahan datar
(2 280.9 polong) dan lahan miring (2 122.2 polong) adalah perlakuan mulsa plastik
hitam perak. Nilai tersebut berbeda nyata dengan semua perlakuan baik itu di lahan
datar maupun di lahan miring. Nilai bobot polong layak pasar per petak tertinggi
terdapat pada perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar (7 126.4 g) dan
juga di lahan miring (6 520.1 g). Nilai tersebut berbeda nyata dengan semua
perlakuan baik itu di lahan datar maupun di lahan miring. Nilai panjang polong
buncis terbaik di lahan datar (13.7 cm) dan lahan miring (12.9 cm) terdapat pada
perlakuan mulsa plastik hitam perak. Nilai ini sudah mencapai panjang polong
sesuai dengan deskripsi varietas buncis tegak, yaitu 13 cm (Lampiran 3). Menurut
Rukmana (1994) panjang polong buncis tegak berkisar antara 12-13 cm.
Kondisi lahan bermulsa Arachis pintoi kurang memberikan lingkungan yang
optimal untuk pertumbuhan vegetatif maupun generatif tanaman buncis tegak.
Berdasarkan hasil produksi bobot polong per tanaman pada perlakuan biomulsa
Arachis pintoi yakni 79.43 g di lahan datar dan 97.45 g di lahan miring (Tabel 11).
24

Nilai produktivitas buncis tegak yang ditanam pada percobaan ini dapat dihitung
yakni 476.6 g/m2 (4.8 ton/ha) di lahan datar dan 584.7 g/m2 (5.8 ton/ha) di lahan
miring. Hasil produksi polong per tanaman buncis tegak pada perlakuan biomulsa
Arachis pintoi tergolong sangat rendah jika dibandingkan dengan potensi hasil
varietas 16-20 ton/ha (Lampiran 3). Nilai produktivitas ini baru dapat mencapai
sekitar 24 % di lahan datar dan 29 % di lahan miring dari potensi hasil pada
deskripsi varietas. Rendahnya produktivitas buncis tegak diduga karena terjadi
persaingan antara penutup tanah Arachis pintoi dengan tanaman buncis tegak.
Menurunnya produksi juga diakibatkan oleh intensitas cahaya yang diterima
tanaman buncis tegak rendah sehingga jumlah cahaya yang diterima oleh setiap
luasan daun dalam waktu tertentu rendah. Hal ini mengakibatkan terganggunya
fotosintesis, sehingga menyebabkan penurunan laju metabolisme dan sintesis
karbohidrat (Gardner et al. 1985). Selain itu saat panen terdapat juga polong yang
tidak layak pasar (berpenyakit dan berulat), sehingga mengurangi produksi buncis
tegak.
Hasil produktivitas pada perlakuan biomulsa Arachis pintoi berbeda dengan
hasil produktivitas pada perlakuan mulsa plastik hitam perak. Berdasarkan Tabel
11 perlakuan mulsa plastik hitam perak menunjukkan nilai produktivitas yang
tertinggi (11.1 ton/ha) di lahan datar sedangkan di lahan miring (10.6 ton/ha).
Persentase nilai produktivitas buncis tegak terhadap potensil hasil (Lampiran 3)
pada perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar (55.5 %) dan di lahan
miring (53.0 %). Nilai produktivitas ini sudah mencapai setengah dari potensi hasil
pada deskripsi varietas.

KESIMPULAN

Kesimpulan
Secara umum tanaman buncis tegak pada perlakuan mulsa plastik hitam perak
baik itu di lahan datar maupun di lahan miring memiliki nilai pertumbuhan dan
produktivitas terbaik dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa maupun
biomulsa Arachis pintoi. Perlakuan mulsa plastik hitam perak di lahan datar dan
lahan miring mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman buncis tegak dan
komponen hasil polong tanaman buncis tegak, tetapi kurang efektif dalam menekan
laju erosi tanah. Biomulsa Arachis pintoi pada lahan datar dan lahan miring sebagai
penutup tanah tidak dapat meningkatkan pertumbuhan dan komponen hasil
tanaman buncis tegak, tetapi dapat dan paling efektif dalam menurunkan laju erosi
tanah.
Saran
Saran yang dapat penulis berikan kepada peneliti selanjutnya adalah perlu
dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh biomulsa Arachis pintoi pada
musim tanam selanjutnya. Selain itu perlu juga dilakukan penelitian berapa luas
diameter piringan tempat tumbuh tanaman utama yang optimum pada lahan
percobaan.
25

DAFTAR PUSTAKA

Adiwiganda YT. 1984. Pengaruh pelengket gum arab terhadap bintil akar
Calopogonium caeruleum (Benth.) Hemal. Bulletin Perkaretan Balai
Penelitian Perkebunan Sungei Putih. 5:14-21.
Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press
. 2010. Konservasi Tanah dan Air. UPT Produksi Media Informasi
Lembaga Sumberdaya, IPB. Bogor Press.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2015. Produksi sayuran di
Indonesia.http://www.bps.go.id [22 Juni 2015].
Baharuddin R. 2010. Penggunaan kacang hias (Arachis pintoi) sebagai biomulsa
pada budidaya tomat (Licopersicon esculentum M.) [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 2006. Calon Varietas Unggul Buncis Tegak.
Bandung (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (ID). 2015. Data iklim
staisun Dramaga. Bogor (ID): BMKG
Burket JZ, Hemphill DD, and Dick RP. 1997. Winter cover crops and nitrogen
management in sweet corn and brocoli rotation. Hort.Sci. 32(4):64-668
Cahyono B. 2001. Buncis dan Broccoli. Yogyakarta (ID): Kanisius.
. 2007. Kacang Buncis: Teknik Budidaya Dan Analis Usaha Tani.
Yogyakarta (ID): Kanisius 129 pp.
Duke AJ. 1981. Handbook of Legumes of World Economic Importance. Plenum
Press New York and London. 345 pp.
Evisal R. 2003. Pembibitan dan penanaman Arachis pintoi sebagai penutup tanah
di perkebunan. Jurnal Agrotropika. 8:1-5.
Febrianto Y. 2012. Pengaruh jarak tanam dan jenis stek terhadap kecepatan
penutupan Arachis pintoi krap. & greg. Sebagai biomulsa pada
pertanaman tomat (Licopersicon Esculentum M.). [Skripsi]. Bogor (ID):
Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor. 47 hal.
Gardner FP, Pearc RB, Mitchell RL. 1985. Fisiologi Tanaman Budidaya.
(terjemahan Herwati dan Subiyanto). Jakarta (ID): UI Press. hlm. 205
Gomez KA dan Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian.
(Terjemahan). Syamsudin E dan Baharsjah JS. Jakarta (ID): UI Press.
698 hal.
Hakim N, Nyakpa MY, Lubis AM, Nugroho SG, Diha MA, Go, BH, dan Bailey
HH. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung (ID): Universitas
Lampung. 488 hal.
Hall DW, V. Vandiver VV, Ferell JA. 2012. Purple nutsedge, Cyperus rotundus
(L.). Florida (US): University of Florida.
Hardjowigeno S. 1987. Ilmu Tanah. Bogor (ID): PT. Mediyatama Sarana Perkasa
Hoyt GD and Hargrone WL 1986. Legume cover crop for improving crop and soil
management in the Southern United State. Hort. Sci. 21:397:402
Huang Y, Tang L, Zheng Z, Chen, Ying. 2004 Utilization Of Arachis pintoi In Red
Soil Region and its Efficiency on Water-Soil Conservation in China. 13th
International Soil Conservation Organisation Conference.
26

Irfan. 1993. Bertanam Kacang Sayur. Jakarta (ID): Penebar Swadaya


Kartika JG, Reyes MR, Susila AD. 2009. Review of Literature on Perennial Peanut
(Arachis pintoi) as Potential Cover Crop in the Tropics. Kumpulan
Makalah Seminar Ilmiah (ed. Susila AD et al.). Perhimpunan
Hortikultura Indonesia. Bogor. hal 391-399.
Kohnke H. Betrant AR. 1959. Soil Conservation. New York (US): McGraw Hill
Book Co.Inc.
Kurniawan H. 2012. Strata tajuk dan kompetisi pertumbuhan cendana (Santalum
album linn.) di pulau timur. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallace. Vol.1
(2): hal 9
Lal R. 1994. Soil Manajement for Sustainability. World Soil Conservation Society
and the Soil Science Society of America. Ankeny (US): Iowa.
Marliah A, Jumini, Jamilah. 2010. Pengaruh jarak tanam antar barisan pada sistem
tumpangsari beberapa varietas jagung manis dengan kacang merah
terhadap pertumbuhan dan hasil. Bul. Agrista. 14(1): 30-38.
Maswar. 2004. Kacang hias (Arachis pintoi) pada usaha tani lahan kering. Bogor
(ID): Balai Penelitian Tanah.
McWilliams DA, Benglund DR, Endres GJ. 1999. Corn growth and management
quick guide [internet]. [diunduh 23 November 2014]. Tersedia pada :
www.ag.ndsu.edu/pubs/plantsci/rowcrops/ a1173/a1173.pdf.
Ngome AF, Mtei MK. 2010. Establishment, biological nitrogen fixation and
nutritive value of Arachis pintoi (CIAT 18744) in western Kenya. Jurnal
Tropical Grasslands. 44(3): 289–294.
Nurhayati L, Nugraha S,Wijayanti P. 2012. Pengaruh erosi terhadap produktivitas
lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri tahun 2012.
[Skripsi]. Surakarta (ID): Program Studi Pendidikan Geografi PIPS
FKIP UNS Surakarta.
Poerwanto R, Susila AD. 2014. Teknologi Hortikultura. Bogor (ID). IPB Press
Rachman A, Darlah A, dan Santoso D. 2009. Pupuk Hijau. Bogor (ID): Balai
Penelitian dan Pengembangan Tanah. hal 41-57.
Rahim SE. 2000. Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian
Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): Bumi Aksaraan.
Rismunandar. 1975. Bertanam Sayur-sayuran. Bandung (ID): Penerbit Teratai.
Rosliani R., Hilman Y, Nurtika N. 2002. Pengaruh tanaman penutup tanah dan
mulsa limbah organik terhadap produksi mentimun dan erosi tanah.
Jurnal Hortikultura. 12(2):81-87.
Rubatzky VE and Yamaguchi M. 1998. Sayuran Dunia 2: Prinsip, Produksi, dan
Gizi, Jilid 2 (diterjemahkan dari: World Vegetable: Principles,
Production, and Nutritive, Second Edition, penerjemah: Catur Herison).
Bandung (ID): Penerbit ITB. 292 hal.
Rukmana R. 1994. Bertanam Buncis. Yoyakarta (ID): Kanisius.
. 1994. Budidaya Buncis dan Broccoli. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Setianingsih T dan Khaerodin. 1993. Pembudidayaan Buncis Tipe Tegak dan
Merambat. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Setiawan, 1994, Sayuran Dataran Tinggi, Penebar Swadaya, Jakarta
Soerjowinoto M. 1978. Flora. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada Press.
27

Sofiari E dan Djuariah D. 2004. Pengembangan Metode Pengujian Substansial


Tanaman Buncis. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Pusat Perlindungan
Varietas Tanaman. 17 hal.
Stivers-Young L. 1998. Growth, nitrogen accumulation, and weed suppression by
fall cover crops following early harvest of vegetable. Hort. Sci. 33(1):60-
63.
Subekti N. A., Syafruddin, Roy E., dan Sri S. 2010. Morfologi Tanaman dan Fase
Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. Hal
16-27
Sugiono. 2007. Evaluasi status hara N, P, K, dan c-organik yang terangkut erosi
akibat penerapan berbagai teknik mulsa vertikal di lahan miring pada
pertanaman jeruk (citrus sinensis) di desa rumah galuh kecamatan sei
bingei kabupaten langkat. [Skripsi]. Medan. Departemen Ilmu Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. 42 hal.
Sumarni N, Hidayat A, Sumiati E. 2005. Pengaruh penutup tanah dan mulsa organik
terhadap produki cabai dan erosi tanah. Jurnal Hortikultura. 16(3):200.
Sutedjo MM, Kartasapoetra AG. 2005. Pengantar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): PT
Rineka Cipta.
Tarumingkeng R. 2001. Biologi dan perilaku rayap. http://rudyct.com/biologi dan
perilaku rayap.htm. [12 Juli 2015].
Tropical Forages. 2010. Arachis pintoi. http://indonesia.tropicalforages.info/key/
Forages/Media/Html/Arachis_pintoi. [10 Juni 2015].
Valente SES, Coelho PJA, Gimenes MA, Valls JFM, dan Lopes CR. 1998. Analysis
of isoenzymatic variation in accessions of Arachis pintoi derived from its
original germplasm collection. Pasturas Tropicales. 23(1): 9-13.
William CN, Uzo JO, and Peregrine WTH. 1993. Produksi Sayuran daerah Tropika
(diterjemahkan dari : Vegetable Production in The Tropics, penerjemah
: Dr. Ir. Soedharoedjian Ronoprawiro). Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Press. 375 hal.
Wulandari R. 1997. Pengaruh konsentrasi paklobutrasol terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) varietas lokal. [Skripsi].
Salatiga (ID): UKSW.
Wyland LJ, Jackson LE, Chaney WE, Klonky K, Koike ST, Kimple B. 1996.
Winter cover crops in vegetable cropping system. Impacts on nitrate
leaching, soil water, crop yield, pest and management costs. Agric.
Ecosystems Environment 59(1-2):1-17.
Zulkarnain H. 2010. Dasar-Dasar Hortikultura. Jakarta (ID): Bumi Aksara
. 2013. Budidaya Sayuran Tropis. Jakarta (ID): Bumi Aksara
Zuzel JF and Pikul JJL. 1993. Effect of straw mulch on runoff and erosion from
small agricultural plots in Northeastern Oregon. Soil Sci. 156(4):111-
117.
28

LAMPIRAN

Lampiran 1 Iklim wilayah Dramaga pada bulan Desember 2014 hingga Juni 2015

Curah Temperatur Kelembaban Intensitas Kecepatan


Bulan hujan rata-rata udara radiasi matahari Angin rata-rata
(mm) (ºC) (%) (Cal/Cm²) (Knot)
Desember 2014 200 26.3 82 291 4.2
Januari 2015 251 25.2 87 261 3.9
Februari 2015 346 25.0 88 259 3.7
Maret 2015 374 25.6 85 325 4.4
April 2015 206 25.8 86 313 4.1
Mei 2015 202 26.3 82 338 3.9
Juni 2015 90 26.2 79 328 4.0
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor,
2015

Lampiran 2 Spesies gulma dengan nilai nisbah jumlah dominansi (NJD) tertinggi
pada semua perlakuan di lahan datar dan lahan miring

Spesies gulma NJD tertinggi


Perlakuan Golon- NJD Golon- NJD
2 MSbT 2 MSP
gan (%) gan (%)
Lahan datar
Cyperus Paspalum
Tanpa mulsa T 26.7 R 38.1
killingia comersonii
Paspalum
MPHP Borreria laevis DL 17.4 R 35.3
comersonii
Biomulsa Arachis Paspalum
Borreria alata DL 21.0 R 25.0
pintoi comersonii
Lahan miring
Emilia Passiflora
Tanpa mulsa DL 24.9 DL 21.5
sonchifola foetida
Ageratum Borreria
MPHP DL 19.0 DL 17.7
conyzoides alata
Biomulsa Arachis Emilia
Borreria alata DL 17.7 DL 21.7
pintoi sonchifola
Keterangan: MSbT: minggu sebelum tanam, MSP: minggu setelah panen, R: rumput, DL: daun
lebar), T: teki
29

Lampiran 3 Deskripsi tanaman buncis tegak varietas Rancak F1

Karakter Deskripsi
Tipe Buncis tegak
Varietas Rancak F1
Potensi hasil (ton/ha) 16 - 20
Umur panen (HST) 38 - 45
Adaptasi Dataran Menengah - Tinggi
Bobot polong per buah (g) 4-7g
Panjang polong (cm) 13
Bentuk polong Bulat
Warna polong Hijau muda
Rasa polong Manis
Ketahanan simpan 3 - 4 hari
Ketahanan penyakit Antraknosa
Konsumsi Lalaban, sayur, makanan kaleng
Kebutuhan benih 40-60 kg/ha
Kode Produksi 1731/Kpts/SR.120/1/2008
Pemulia PT. East-West Seed Indonesia
Sumber: www.eastwestindo.com

Lampiran 4 Layout petak percobaan di lahan

(10 %)
30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dolok Saribu, Kecamatan Dolok


Pardamean, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara
pada tanggal 2 Februari 1993. Penulis merupakan anak kedua
dari 3 bersaudara dari Bapak Damson Gultom dan Ibu Rusti
br. Girsang.
Tahun 2005 penulis lulus dari SDN 091400 Dolok
Saribu, kemudian pada tahun 2008 penulis menyelesaikan
studi di SMP swasta GKPS 3 Pematangsiantar. Selanjutnya
penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pematangsiantar pada tahun 2011. Penulis
diterima di kampus IPB melalui jalur SNMPTN undangan pada tahun 2011 di
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi Persekutuan Mahasiswa
Kristen (PMK) dan IPB Farmer Student Club (I’Fast Club) pada tahun 2011-2015,
menjadi anggota Litbangtan di Himpunan Profesi mahasiswa Agronomi dan
Hortikultura (HIMAGRON) pada tahun 2013-2014. Penulis pernah mengikuti
program Magang di kebun Percobaan Kelapa Sawit IPB, Jonggol pada tahun 2012.
Penulis juga aktif dalam kepanitiaan Olimpiade Mahasiswa IPB sebagai anggota
divisi keamanan pada tahun 2013 dan 2014, Masa Perkenalan Departemen dan
Masa Perkenalan Fakultas sebagai anggota divisi keamanan pada tahun 2013,
Festival Kampus IPB kepala divisi keamanan tahun 2013, Festival Buah dan Bunga
Nusantara (FBBN) sebagai anggota bursa dan expo pada tahun 2014 dan sebagai
anggota IHIBF (Indonesia Horticulture Investment and Business Forum) 2015.
Penulis juga aktif di kepanitiaan perayaan Natal CIVA IPB 2014 yang berperan
sebagai wakil ketua. Selain itu penulis aktif menjadi assisten mata kuliah
Pengendalian Gulma tahun ajaran 2014/2015, assisten mata kuliah Dasar-Dasar
Agronomi pada tahun ajaran 2014/2015, assisten mata kuliah Dasa-Dasar
Hortikultura pada tahun ajaran 2014/2015 dan assisten mata kuliah Ilmu Tanaman
Perkebunan pada tahun ajaran 2014/2015. Penulis pernah menjadi moderator
Talkshow dalam kegiatan Masa Perkenalan Fakultas tahun 2015. Penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) selama kurang lebih 8 minggu (28 Juni-
28 Agustus 2014) di Desa Kutajaya, Kecamatan Kuta Waluya, Kabupaten
Karawang.
Prestasi yang pernah diraih oleh penulis yaitu juara 2 lomba lari Maraton
Olimpiade Mahasiswa IPB 2012 dan 2014 tingkat kampus dan juara 1 lari Maraton
Seri-A tingkat fakultas. Penulis pernah menerima dana hibah penelitian dalam
Pogram Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2013 dan 2014 dan memperoleh
modal usaha Program Mahasiswa Wirausaha 2014. Selain itu penulis juga
mendapatkan beasiswa Bidik Misi dari Pemerintah pada tahun 2011-2015.

Anda mungkin juga menyukai