Anda di halaman 1dari 20

DAMPAK PENJARANGAN HUTAN PINUS TERHADAP

KEANEKARAGAMAN DIPTERA PERMUKAAN TANAH DI


BKPH CIKAWUNG DAN GEDE BARAT, KPH SUKABUMI

ZULKARNAIN BATUBARA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Penjarangan


Hutan Pinus terhadap Keanekaragaman Diptera Permukaan Tanah di BKPH
Cikawung dan Gede Barat, KPH Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2018

Zulkarnain Batubara
NIM E14140004
ABSTRAK

ZULKARNAIN BATUBARA. Dampak Penjarangan Hutan Pinus terhadap


Keanekaragaman Diptera Permukaan Tanah di BKPH Cikawung dan Gede Barat,
KPH Sukabumi. Dibimbing oleh AHMAD BUDIAMAN dan NOOR FARIKHAH
HANEDA.

Serangga memiliki peranan penting untuk memelihara keseimbangan atau


kestabilan ekosistem di hutan. Penjarangan hutan dapat menyebabkan terjadinya
perubahan lingkungan di dalam hutan dan menimbulkan dampak terhadap
lingkungan, termasuk dampak terhadap serangga. Penelitian ini bertujuan
mengukur dampak penjarangan hutan tanaman pinus terhadap keanekaragaman
serangga Diptera permukaan tanah di BKPH Cikawung dan Gede Barat, KPH
Sukabumi. Metode yang digunakan untuk menangkap serangga adalah metode
pitfall trap pada plot FHM (Forest Health Monitoring). Data yang dikumpulkan
adalah data serangga dan data lingkungan. Data serangga yang diperoleh dianalisis
dengan uji-t berpasangan. Hasil uji analisis pada taraf nyata 5% menunjukkan
bahwa kegiatan penjarangan berdampak terhadap kelimpahan serangga Diptera.

Kata kunci: Diptera, keanekaragamanan, penjarangan

ABSTRACT

ZULKARNAIN BATUBARA. Impact of thinning pine plantation on diversity of


ground Diptera at BKPH Cikawung and Gede Barat, KPH Sukabumi. Supervised
by AHMAD BUDIAMAN and NOOR FARIKHAH HANEDA.

Insects have an important role to maintain the balance or stability of


ecosystems in the forest. Forest thinning can cause changes in the environment in
the forest environment and cause environmental impacts, including impacts on
insects. This study aims to measure the impact of thinning pine plantations on insect
diversity Diptera land surface at BKPH Cikawung and West Gede, KPH Sukabumi.
The method used to catch insects is the pitfall trap method in the FHM (Forest
Health Monitoring) plot. Data collected is insect data and environmental data. The
insect data obtained were analyzed by paired t-test. The results of the analysis test
at a significant level of 5% indicated that thinning activities had an impact on the
abundance of insects of Diptera.

Keywords: Diptera, diversity, thinning


DAMPAK PENJARANGAN HUTAN PINUS TERHADAP
KEANEKARAGAMAN DIPTERA PERMUKAAN TANAH DI
BKPH CIKAWUNG DAN GEDE BARAT, KPH SUKABUMI

ZULKARNAIN BATUBARA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
`
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan April 2018 dengan judul Dampak Penjarangan Hutan
Pinus terhadap Keanekaragaman Diptera Permukaan Tanah di BKPH Cikawung
dan Gede Barat, KPH Sukabumi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir
Ahmad Budiaman, MSc FTrop dan Dr Ir Noor Farikhah Haneda, MSi selaku
pembimbing. Ucapan terima kasih kepada Asep Mulyadi, SHut, MM selaku KKPH,
Taufik Hidayat, SHut selaku KSS Produksi SDH, Iyus Rusliana, SHut selaku
KBKPH, dan Yopi Purwadi selaku KRPH yang telah membantu dalam kelancaran
penelitian tersebut. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu saya Nur
Aminah Nasution serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Terima kasih juga kepada teman-teman satu bimbingan. Terima kasih juga kepada
teman-teman Departemen Manejemen Hutan atas doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2018

Zulkarnain Batubara
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Tempat Penelitian 2
Alat dan Bahan 2
Prosedur Penelitian 2
Analisis Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Kelimpahan dan Komposisi Diptera 5
Keanekaragaman, Kekayaan, dan Kemerataan Diptera 6
Peranan Serangga Diptera pada Ekosistem Hutan 8
Pengaruh Faktor Lingkungan 8
SIMPULAN DAN SARAN 9
Simpulan 9
Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 10
RIWAYAT HIDUP 12
DAFTAR TABEL

1 Daftar serangga sebelum dan setelah penjarangan tegakan pinus 7


2 Suhu, kelembapan, dan tutupan tajuk 9

DAFTAR GAMBAR

1 Plot contoh FHM 3


2 Bentuk dan ukuran pitfall trap 4
3 Kelimpahan serangga diptera sebelum dan setelah penjarangan 6
4 Komposisi Diptera sebelum dan setelah penjarangan 6
5 Megaselia sp 1 8
1

PENDAHULUAN

Latar belakang

Hutan merupakan suatu ekosistem yang memiliki hubungan secara timbal


balik antara komponen biotik dan abiotik. Serangga adalah salah satu komponen
biotik yang terdapat di dalam hutan. Serangga merupakan suatu kelompok biota
yang memiliki peranan penting untuk memelihara keseimbangan atau kestabilan
ekosistem dan memiliki sebaran yang merata di wilayah tropis (Kinasih et al. 2017).
Berdasarkan fungsinya, serangga ada yang menguntungkan dan ada yang
merugikan. Serangga yang menguntungkan berperan aktif dalam kelestarian hutan
sebagai perantara dalam perkembangbiakan tumbuhan, bermanfaat sebagai
penghasil produk, bahan pangan, pengendalian gulma, dan pengurai sampah
(Borror et al. 1996 diacu dalam Suheriyanto 2008). Adapun serangga yang
merugikan adalah serangga yang menjadikan tumbuhan sebagai pakan utamanya
dan sebagai vector penyakit pada tumbuhan. Rahayu (2016) menyatakan bahwa
keberadaan serangga sangat dibutuhkan dalam fungsi ekosistem, karena serangga
memiliki peranan fungsional dalam suatu ekosistem berupa predator, herbivor, dan
detritivor.
Kegiatan pemanenan di hutan tanaman dilakukan secara tebang habis atau
tebang parsial (penjarangan). Penjarangan adalah tindakan pengurangan jumlah
pohon untuk mengatur kembali ruang tumbuh pohon dalam rangka mengurangi
persaingan antar pohon (Kementerian Kehutanan 2012). Kegiatan penjarangan
bertujuan untuk mendapatkan tegakan hutan yang memiliki kualitas tinggi dalam
memproduksi kayu. Penjarangan hutan dapat menyebabkan terjadinya perubahan
lingkungan di dalam hutan dan menimbulkan dampak terhadap lingkungan,
termasuk dampak terhadap serangga. Muhdi dan Elias (2004) menyatakan bahwa
kegiatan pemanenan hutan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi populasi
serangga, karena pemanenan hutan menyebabkan kerusakan pada habitat serangga,
terutama tanah dan tegakan tinggal.
Dampak penjarangan hutan tanaman terhadap serangga Diptera belum
diketahui secara komprehensif di Indonesia hingga kini. Demikian juga, informasi
tentang dampak penjarangan hutan tanaman terhadap serangga Diptera belum
banyak dipublikasikan. Penelitian dampak penjarangan terhadap kehidupan liar
lebih banyak difokuskan pada mamalia besar dan burung. Menurut May (1998)
jumlah makalah ilmiah tentang mamalia 100 kali lebih banyak dibandingkan
dengan makalah ilmiah tentang serangga. Spesies mamalia dan burung sering
dijadikan sebagai taxa perwakilan karena lebih mudah diobservasi. Menurut
(Meijaard et al. 2006) lebih banyak dilakukan penelitian mengenai respons burung
terhadap tebang pilih dan terhadap gangguan hutan lainnya. Oleh karena itu,
penelitian ini perlu dilakukan untuk menganalisis dampak yang ditimbulkan dari
kegiatan penjarangan hutan tanaman pinus terhadap keanekaragaman dan
kelimpahan serangga Diptera.
2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengukur dampak penjarangan hutan tanaman pinus


terhadap keanekaragaman serangga Diptera permukaan tanah di BKPH Cikawung
dan Gede Barat, KPH Sukabumi.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan


dalam melakukan perencanaan pemanenan hutan yang ramah lingkungan dan upaya
mempertahankan keanekaragaman hayati di hutan.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan data lapangan dilakukan saat musim panas, yang dimulai dari
bulan April sampai dengan Juli 2018. Penelitian ini dilakukan di RPH Ciguha,
BKPH Cikawung dan Gede Barat, KPH Sukabumi. Pengambilan data dilakukan
pada petak 51L, yang sedang dilakukan tebangan E (penjarangan). Intensitas
penjarangan yang di petak ini sebesar 20%. Secara geografis, petak 51L berada pada
koordinat 106o 56' 11.05" BT dan 7o 4' 7.35" LS. Petak 51 L memiliki luas 7.85 ha
dengan ketinggian 600 mdpl. Setelah data terkumpul dilakukan identifikasi pada
serangga. Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit
Hutan Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, mulai
bulan Mei hingga September 2018.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas thermohygrometer,


spiracle densiometer, phiband, GPS (Global Positioning System), kompas, pita
ukur, botol atau gelas plastik, air sabun, ranting kayu, kertas plastik, alat tulis,
kalkulator, tally sheet, kamera, laptop yang dilengkapi software Minitab, dan
Microsoft office (Ms. Word, Ms. Excell). Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah serangga yang tertangkap, alkohol, detergen dan air.

Prosedur Pengumpulan Data

Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.
Data primer didapatkan melalui pengukuran langsung di lapangan maupun di
laboratorium, yang meliputi jenis serangga, jumlah serangga, dan Faktor
lingkungan. Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan informasi
melalui literatur dan laporan perusahaan. Data sekunder yang dikumpulkan adalah
kondisi umum lokasi penelitian.
3

Bentuk dan Ukuran Plot


Bentuk plot yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster plot (Gambar
1). Bentuk plot contoh ini mengikuti ketentuan Forest Health Monitoring. Forest
Health Monitoring (FHM) adalah program pemantauan kesehatan hutan yang
dipublikasikan pada tahun 1990 di Amerika (Bechtold dan Patterson 2005).
Jebakan-jebakan dipasang di microplot. Microplot berjarak 3.6 m dari pusat subplot
dengan arah azimuth 90° dan memiliki jari-jari 2 m. Subplot memiliki jarak 36 m
antar subplot, masing- masing subplot memiliki jari-jari 7.3 meter. Terdapat empat
subplot dengan subplot 1 sebagai pusat, sedangkan subplot lainnya diletakkan
berdasarkan azimuth, dimana azimuth subplot 1 ke subplot 2 sebesar 360°, subplot
1 ke subplot 3 sebesar 120° dan subplot 1 dengan subplot 4 sebesar 240°. Satu
klaster plot FHM yang terdiri dari empat subplot merupakan representasi untuk 1
ha lahan pengamatan (Safe’i et al. 2013). Pengambilan sampel dilakukan sebelum
dan setelah penjarangan hutan.

Gambar 1 Plot contoh FHM (Bechtold and Patterson 2005)

Pembuatan Jebakan Serangga


Serangga ditangkap dengan menggunakan metode pitfall trap (Gambar 2).
Pitfall trap adalah jebakan yang digunakan untuk menangkap serangga tanah
(ground insect). Cara pembuatan pitfall trap adalah membuat lubang yang cukup
untuk mengubur gelas plastik berdiameter 92-120 mm. Setelah lubang selesai
dibuat, gelas plastik dikubur dengan tetap membiarkan bibir gelas terbuka. Setelah
lubang jebakan selesai dibuat, lubang jebakan diisi dengan air sabun hingga tidak
4

lebih dari setengah botol. Air sabun berfungsi untuk mengurangi Tegangan pada
permukaan air sehingga serangga yang jatuh pada lubang jebakan tidak dapat
melarikan diri. Lubang jebakan ditutup dengan atap yang terbuat dari bahan plastik,
agar air tidak masuk ke dalam pitfall trap saat hujan. Setelah lubang selesai dibuat
seluruhnya, jebakan dibiarkan selama beberapa hari. Pengambilan serangga yang
terjebak dalam pitfall trap dilakukan setiap 2 hari sekali sebanyak 2 kali.

Gambar 2 Bentuk dan ukuran pitfall trap.

Pengukuran Faktor Lingkungan


Faktor lingkungan yang diamati dan diukur adalah kerapatan tajuk/
penutupan tajuk, temperatur, kelembaban udara. Pengukuran suhu udara dan
kelembapan udara dilakukan dengan menggunakan alat thermohygrometer.
Pengukuran suhu dilakukan 3 kali dalam sehari, yaitu pagi pada hari pukul 07.30,
siang 12.30, dan sore 17.30 WIB. Pengukuran tutupan tajuk dilakukan
menggunakan alat densiometer. Setiap plot pengamatan dilakukan pengukuran
sebanyak 4 kali ulangan dengan cara mengukur menghadap utara, timur, selatan,
dan barat. Nilai dari tingkat penutupan tajuk merupakan hasil rata-rata pengukuran
pada empat arah mata angin tersebut (Haneda et al. 2013).

Identifikasi Jenis Serangga


Setelah data lapangan dikumpulkan, serangga diidentifikasi hingga tingkat
morfospesies dan dikelompokkan berdasarkan jenisnya, serta dihitung untuk
diketahui jumlahnya. Kunci identifikasi serangga yang digunakan adalah kunci
determinasi Borror dan Triplehorm (1996).

Analisis data

Kelimpahan
Kelimpahan serangga adalah jumlah keseluruhan individu yang ditemukan
pada areal sebelum penjarangan dan setelah penjarangan mengunakan pitfall trap.
Kelimpahan Diptera dihitung dengan menjumlahkan seluruh individu Diptera yang
terperangkap dalam pitfall trap.
5

Uji-t
Uji-t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan nilai rata-rata
kelimpahan serangga sebelum dan setelah penjarangan. Persamaan hipotesis dan
kriteria uji yang digunakan diuraikan sebagai berikut:

̅̅̅
𝑥1 − ̅̅̅
𝑥2
𝑡𝒉𝒊𝒕𝒖𝒏𝒈 =
√1 + 1
S

n1 n2

thitung = Nilai yang dihitung dan menunjukkan nilai standar deviasi dari distribusi
ttabel
𝑥̅ = Rata- rata nilai yang diperoleh dari hasil pengumpulan data
s = Standar deviasi
n = Jumlah sampel penelitian

Hipotesis :
H0 : tidak ada perbedaan rata-rata kelimpahan serangga sebelum dan setelah
penjarangan
H1 : ada perbedaan rata-rata kelimpahan serangga sebelum dan setelah penjarangan

Kriteria uji :
Jika |𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 | < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 : Terima H0
Jika |𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 | > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 : Tolak H0

Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan analisis yang paling mendasar untuk
menggambarkan keadaan data secara umum. Data disajikan dalam bentuk tabel,
diagram atau grafik. Hal ini ditujukan untuk mempermudah memahami data-data
yang disajikan. Analisis deskriptif meliputi distribusi frekuensi, pengukuran
tendensi pusat dan pengukuran variabilitas (Wiyono 2001).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kelimpahan dan Komposisi Diptera
Kelimpahan dan komposisi serangga Diptera berubah setelah penjarangan
pohon. Jumlah individu serangga Diptera yang ditemukan sebelum penjarangan
sebanyak 246 individu, yang terdiri atas 6 famili, 6 genus, dan 8 morfospesies.
Setelah penjarangan, kelimpahan serangga Diptera mengalami penurunan menjadi
109 individu. Komposisi serangga Diptera setelah penjarangan terdiri atas 2 famili,
2 genus dan 5 morfospesies. Penurunan jumlah kelimpahan dan komposisi serangga
Diptera disebabkan oleh lingkungan hutan yang berubah akibat penjarangan.
Durska (2012) melaporkan bahwa kondisi tegakan hutan yang baik memiliki
komposisi Diptera yang lebih beragam daripada tegakan hutan yang mengalami
kerusakan. Kelimpahan dan komposisi Diptera disajikan pada Gambar 3 dan 4.
6

300
246
250

200
Individu

150
109
100

50

0
Sebelum Penjarangan Setelah Penjarangan
Gambar 3 Kelimpahan serangga Diptera sebelum dan setelah penjarangan di hutan
tanaman pinus BKPH Cikawung dan Gede Barat, KPH Sukabumi

Hasil uji t menunjukkan bahwa ada perbedaan kelimpahan Diptera sebelum


dan setelah penjarangan karena t hitung > t tabel yang mana t hitungnya adalah 4.50
dan t tabel sebesar 3.18. Hasil uji tersebut juga menunjukkan bahwa kegiatan
sebelum dan setelah kegiatan penjarangan berpengaruh nyata terhadap kelimpahan
serangga Diptera pada taraf nyata 5% yang mana p-value adalah 0.000.

9
8
8
7
6 6
6
5
5
Sebelum
Jumlah

4
Penjarangan
3 Setelah
2 2
2 Penjarangan
1
0
Famili Genus Morfospesies
Gambar 4 Komposisi Diptera sebelum dan setelah penjarangan dihutan tanaman
pinus BKPH Cikawung dan Gede Barat, KPH Sukabumi

Keanekaragaman, Kekayaan, dan Kemerataan Serangga Diptera


Keanekaragaman jenis adalah banyaknya jumlah morfospesies yang berbeda
dengan jumlah individu tiap jenis pada suatu komunitas. Keanekaragaman
morfospesies Diptera menurun setelah penjarangan. Keanekaragaman Diptera
dapat dilihat pada Tabel 1. Hal tersebut dikarenakan banyaknya jumlah jenis dan
jumlah individu yang ditemukan saat setelah kegiatan penjarangan. Tofani (2008)
menyatakan bahwa keragaman jenis serangga dipengaruhi oleh banyaknya jumlah
individu dari masing-masing jenis serangga yang ditemukan, yang mana jumlah
7

individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor lingkungan.
Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi jika
komunitas itu disusun oleh banyak spesies (Subay 2016). Kekayaan jenis adalah
jumlah jenis dari suatu komunitas (Genisa 2006). Kemerataan jenis adalah
pembagian individu yang merata diantara jenis (Odum 1998).

Tabel 1 Jumlah serangga (Individu) sebelum dan setelah penjarangan pada tegakan
pinus berdasarkan famili, morfospecies, dan peranan
No. Famili Morfospesies Jumlah SBP Jumlah STP Peranan
1 Phoridae Megaselia sp1 165 25 Pengurai
2 Phoridae Megaselia sp2 54 49 Pengurai
3 Sciaridae Bradysia sp 1 16 9 Parasitoid
4 Dolichopopidae Dolichopus 4 0* Predator
5 Tachinidae Peleteria sp 1 3 0* Predator
6 Sciaridae Bradysia sp 2 2 0* Parasitoid
7 Chironomidae Pseudochironomus sp 1 0* Pengurai
8 Anthomyiidae Eutrichota sp 1 1 0* Herbivor
9 Phoridae Megaselia sp 4 0 22** Pengurai
10 Sciaridae Bradysia sp 4 0 4** Parasitoid
Total 246 109

Keterangan : * = Serangga yang ditemukan sebelum penjarangan tetapi tidak


ditemukan setelah penjarangan.
** = Serangga yang ditemukan setelah penjarangan
SBP = Sebelum Penjarangan
STP = Setelah Penjarangan

Kekayaan jenis Diptera dapat dilihat dari banyaknya jumlah spesies yang
ditemukan. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 1, jumlah jenis serangga
Diptera menurun dari 8 menjadi 5 morfospesies. Ada jenis yang hilang setelah
dilakukan penjarangan seperti Dolichopus, Peleteria sp 1, Bradysia sp 2,
Pseudochironomus sp dan Eutrichota sp 1. Hanya ada 2 jenis morfospesies yang
bertambah setelah dilakukan penjarangan yaitu Megaselia sp 4 dan Bradysia sp 4.
Penurunan jumlah jenis tersebut yang menyebabkan menurunnya kekayaan jenis.
Menurut Ludwig dan Reynols (1988) kekayaan jenis serangga mengacu pada
banyaknya spesies yang ditemukan pada suatu ekosistem.
Kemerataan jenis Diptera lebih merata setelah kegiatan penjarangan
dibandingkan dengan sebelum penjarangan. Hal ini dikarenakan jumlah individu
tiap morfospesies tidak berbeda signifikan, sedangkan sebelum penjarangan
perbedaan jumlah tiap individu antar morfospesies signifikan. Hal ini ditunjukan
dengan adanya morfospesies dominan seperti Megaselia sp 1 dengan jumlah 165
individu. Megaselia sp 1 disajikan pada Gambar 5.
8

Gambar 5 Megaselia sp 1

Peranan Serangga Diptera pada Ekosistem Hutan


Serangga Diptera adalah serangga terbang yang memiliki ukuran relatif kecil.
Serangga Diptera merupakan lalat-lalatan yang berperan dalam proses
pembusukan, sebagai predator, parasit pada serangga, dan sebagai polinator (Byrd
2001). Kebanyakan serangga Diptera memakan berbagai tumbuhan atau cairan-
cairan hewan, seperti nektar, cairan tumbuhan dan darah (Borror et al. 1996)..
Serangga Diptera dari famili Sciaridae adalah parasasitoid, dikenal sebagai agas-
agas jamur yang sering menjadi hama pada jamur (Borror et al. 1996). Serangga
Diptera dari famili phoridae juga memiliki banyak peran, yaitu sebagai scavenger,
herbivor, predator dan parasitoid. Phoridae dapat mengendalikan semut api (Disney
dan Henshaw 1988). Banyak jenis phoridae dikenal sebagai saprofag, yaitu
Megaselia sp (Disney 1994). Serangga family chironomidae memiliki peranan
sebagai pengurai (Siwi 1991). Serangga Tachinidae memiliki peranan sebagai
predator, larva serangga tersebut hidup sebagai parasit serangga hama. Sebagian
besar serangga yang berasal dari family Anthomyiidae berperan sebagai pemakan
tumbuhan sehingga serangga tersebut merupakan serangga herbivor. Serangga
Diptera dari famili Dolichopopidae biasanya hidup di hutan, rawa, dan padang
rumput. Famili Dolichopopidae merupakan serangga yang berperan sebagai
predator. Larva Dolichopopidae biasanya terdapat di bawah kulit kayu atau di
dalam kayu yang membusuk (Borror et al. 1996). Peranan serangga tiap
morfospesies disajikan pada Tabel 1.

Pengaruh Faktor Lingkungan


Penjarangan hutan menyebabkan terjadinya perubahan iklim mikro hutan.
Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 yang mana suhu meningkat sebesar 2.49 OC
dan turunnya kelembaban sebesar 11.2 %. Kerapatan tajuk menurun sebesar 7.1%.
Kepadatan tanah, tumbuhan bawah, dan tebal serasah tidak mengalami perubahan
setelah kegiatan penjarangan. Adapun data yang didapat sebelum dan setelah
penjarangan rata-rata kepadatan tanah adalah 2.06 kg/cm2, rata-rata tumbuhan
bawah sebanyak 196 individu, dan rata-rata tebal serasah setinggi 2.97 cm.
Kepadatan tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman yang dapat
mempengaruhi kelimpahan serangga. Hal tersebut dikarenakan ada morfospesies
tertentu yang berperan sebagai herbivor dan dekomposer. Menurut Damanik (2007)
9

Pemadatan tanah memberikan hambatan mekanik bagi pertumbuhan tanaman,


sehingga dapat mencegah system perakaran yang menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan tanaman. Menurunnya pertumbuhan tanaman seperti tumbuhan
bawah mempengaruhi kelimpahan serangga Diptera karena berkurangnya pasokan
pakan serangga terutama yang berperan sebagai herbivor. Serangga akan berpindah
mencari tempat yang lebih mencukupi kebutuhan makanannya. Menurut Price
(1997) perpindahan serangga dapat terjadi karena faktor makanan, pasangan hidup,
suhu dan kelembapan. Begitu pula pada ketebalan serasah, semakin tebal serasah
semakin banyak pasokan pakan serangga, terutama serangga yang berperan sebagai
pengurai. Serangga tanah sangat tergantung pada tersedianya bahan organik berupa
serasah yang berada di permukaan tanah (Suhardjono et al. 1997 diacu dalam
Rahmawaty et al. 2005). Wibowo dan Sylvia (2014) menyatakan bahwa ketebalan
serasah sangat berpengaruh terhadap keberadaan serangga tanah, karena serasah
yang tebal merupakan sumber makanan utama serangga.

Tabel 2 Suhu, kelembapan, dan tutupan tajuk pada tegakan pinus sebelum dan
setelah penjarangan
No. Faktor lingkungan Sebelum penjarangan Setelah penjarangan
1 Suhu (°C) 23.25 25.74
2 Kelembapan (%) 86.88 75.68
3 Tutupan Tajuk (%) 64.08 56.98

Suhu rata-rata sebelum penjarangan adalah 23.250C dan setelah penjarangan


menjadi 25.740C yang mengakibatkan terjadinya perubahan kelembaban dari 86.
88% menjadi 75.68%. Begitu pula pada kerapatan tajuk, sebelum dilakukan
penjarangan kerapatannya adalah 64.08% dan setelah penjarangan menjadi 56.98%.
Febrian (2016) menyatakan bahwa penutupan tajuk dapat mempengaruhi suhu dan
kelembapan udara, sehingga berpengaruh terhadap kelimpahan serangga.
Perubahan lingkungan yang diakibatkan penjarangan tersebut menyebabkan
serangga Diptera terkena dampaknya, karena setiap serangga akan merespon setiap
penyimpangan yang terjadi di lingkungan normalnya (Khaliq et al. 2014).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penjarangan hutan tanaman pinus dengan intensitas 20% menyebabkan


terjadinya perubahan lingkungan hutan. Penjarangan memberikan dampak
penurunan terhadap keanekaragaman dan kelimpahan komposisi serangga Diptera.
Kelimpahan serangga Diptera sebelum dan setelah penjarangan berbeda nyata pada
taraf nyata 5%.
10

Saran

Perusahaan dapat melakukan monitoring kesehatan hutan dengan mengamati


keberadaan serangga secara berkala.

DAFTAR PUSTAKA
Bechtold WA, Patterson PL. 2005. The Enchanced Forest Inventory and Analysis
Program Natina Sampling Design and Estimatation Procedures. Asheville
(US): USDA Forest Services.
Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga
Edisi Ke-6. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan
dari: Gadjah Mada University Press.
Byrd JH, James LC. 2001. Insects of Forensic Importance. In Forensic
Entomology: The Utility of Arthropods in Legal Investigation. New York
(US): CRC press.
Disney RHL. 1994. Scuttle flies: The Phoridae. London (GB): Chapman & hall.
Disney RHL, Henshaw DH de C. 1988. Berlese fluid for slide – mounting insects.
Antenna. 12: 106-107.
Durska E. 2013. Effects of disturbances on scuttle flies (Diptera: Phoridae) in pine
forest. Biodivers Conserv. 22: 1991-2021.
Febrian D. 2016. Dampak penebangan hutan terhadap kelimpahan diptera di PT
Ratah Timber, Kalimantan Timur [skripsi] Bogor (ID): Fakultas Kehutanan
IPB.
Genisa AB. 2006. Keanekaragaman fauna ikan di perairan mangrove Sungai
Mahakam Kalimantan Timur. Oseonologi dan Limnologi. 41 (3): 39-53.
Haneda NF, Kusmana C, Kuusuma FD. 2013. Keanekaragaman serangga di
ekosisem mangrove. Jurnal Silvikultur Tropika. 4 (1): 42-46.
Jones TJ, Eggleton P. 2000. Sampling termite assemblages in tropical forests:
testing a rapid biodiversity assessment protocol. Journal of Applied Ecology.
37: 191-203pp.
Kementerian Kehutanan. 2012. Siaran RRI Ke-6 Pemeliharaan Tanaman Hutan.
Makassar (ID): Kementerian Kehutanan.
Khaliq A, Javed M, Sohail M, Sagheer M. 2014. Enviromental effects on insecs
and their population dynamics. Journal of Entomology and Zoology Studies.
2 (2): 1-7.
Kinasih I, Cahyanto T, Ardian ZR. 2017. Perbedaan keanekaragaman dan
komposisi dari serangga permukaan tanah pada beberapa zonasi di Hutan
Gunung Geulis Sumedang. Jurnal UIN SGD. 10 (2): 19-32.
Krebs CJ. 1972. Ecology the Experimental Analysis of Distribution and Abundance.
Harper and Row. New York (US): Evanston San Fransisco London.
Ludwig JA, Reynold JF. 1988. Statistic Ecology. New York (US): John Wiley and
Sons.
May RM. 1988. How many species are there on earth? Science. 241:1441-1449
Meijaard E, Douglas S, Nasi R, Augeri D, Rosenbaum B, Iskandar D, Setyawati T,
Lammertink MR, Rachmatika I, Wong A. 2006. Hutan Pasca Pemanenan:
Melindungi Satwa Liar dalam Kegiatan Hutan Produksi di Kalimantan.
Bogor (ID): CIFOR.
11

Muhdi, Elias. 2004. Dampak teknik pemanenan kayu terhadap tingkat keterbukaan
tanah di Kalimantan Barat. Jurnal Ilmiah AGRISOL. 3 (1): 27-34.
Price PW. Insect Ecology. Third Edition. New York (US): Jhon Wiley and Sons
Inc.
Rahayu GA. 2016. Keanekaragaman dan peranan fungsional serangga pada area
reklamasi di Berau, Kalimantan Timur [tesis] Bogor (ID): Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Rahmawaty, Kusuma C, Yayuk. 2005. Soil insect diversity on mangrove forest in
rawa AOPA Watumohan National Park. Southeast Sulawesi-Indonesia.
Peronema Forestry Science Journal. 1 (1): 1-37.
Safe’i R, Hardjanto, Supriyanto, Sundawati L. 2013. Pengembangan metode
penilaian kesehatan hutan rakyat sengon (Falcataria Moluccana (Miq.)
Barneby & J.W. Grimes). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 12 (3): 175-
187.
Siwi SS.1991.Kunci Determinasi Serangga. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Subay RG. 2016. Serangga hama dan musuh alami pada pertanaman padi ladang di
Kabupaten Timor Tengah Utara [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan
IPB.
Suheriyanto D. 2008. Ekologi Serangga. Malang (ID): UIN Press.
Tofani DP. 2008. Keanekaragaman serangga di hutan alam resort Cibodas, Gunung
Gede Pangrango dan hutan tanaman jati di KPH Cepu [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan IPB.
Wibowo C, Sylvia DW. 2014. Keanekaragaman insekta tanah pada berbagai tipe
tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan hubungannya dengan
peubah lingkungan. Jurnal Silvikultur Tropika. 5 (1): 33- 40.
Wiyono BB. 2001. Statistik Pendidikan : Buku Bahan Ajar MataKuliah Statistik.
Malang (ID): FIP UM.
12

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Zulkarnain Batubara, dilahirkan di Pematangsiantar


pada tanggal 08 September 1996 yang merupakan anak dari Asnawi Batubara dan
Nur Aminah Nasution. Penulis lulus dari Madrasah Aliyah Negeri Pematangsiantar
pada tahun 2014. Pada tahun yang sama, penulis lulus Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Tahun 2014/2015 penulis menjadi anggota Demus (Dewan Musholla)
Asrama TPB IPB. Pada tahun 2015 penulis mengikuti kegiatan Bina Cinta
Lingkungan yang diadakan IPB sebagai bentuk rasa peduli terhadap lingkungan
sekitar. Pada tahun 2016 penulis berkesempatan menjadi Wakil Ketua Medis
Program Temu Manajer salah satu program kerja Forest Management Students
Club (FMSC). Pada tahun yang sama penulis juga pernah mengikuti Kegiatan
Praktik Umum Kehutanan (PUK) jalur Papandayan-Sancang Barat.
Tahun 2017 penulis aktif organisasi sebagai anggota PCSI (Pengurus Cabang
Sylva Indonesia) IPB bidang PSDMK (Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa
Kehutanan). Pada tahun yang sama penulis juga mengikuti kegiatan Praktik Kerja
Lapang (PKL) di KPH Lawu Ds, Madiun-Jawa Timur. Pada tahun 2018 penulis
mendapat amanah sebagai Asisten Praktikum Pemanenan Hutan selama 1 semester.
Karya ilmiah penulis adalah skripsi yang berjudul: Dampak Penjarangan Hutan
Pinus Terhadap Keanekaragaman Diptera Permukaan Tanah di BKPH Cikawung
dan Gede Barat, KPH Sukabumi. Karya ilmiah penulis di bimbing oleh Dr Ir
Ahmad Budiaman, MSc FTrop dan Dr Ir Noor Farikhah Haneda, MSi.

Anda mungkin juga menyukai