net/publication/341149456
CITATIONS READS
0 1,466
12 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Basuki Wasis on 05 May 2020.
Oleh :
Rizki Estiningtyas A154190091
Kevin Falensia Fatlan E451190021
Agysta Zaskia E451190061
Fitri Arum Sekarjannah E451190088
Muhammad Syamil Hizbi E451190111
Teguh Jati Purnama E451194051
Wahyuni Ferdianti E44160020
Putri Addini Arsya N E44160073
Salma Zubaidah E44160073
Muhammad Miftah F E44160074
Tsamarah Nur Rahmah E44160041
Dosen Pembimbing :
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
METODOLOGI
Alat-alat yang digunakan adalah golok, pita meter, meteran jahit, kantong
plastic ukuran 2 kg, Munselll soil color chart, , alat tulis, timbangan digital, tabel
indikator pH, termometer, desikator, oven, toples plastik bening, botol film, buret,
gelas ukur, ring sample dan penutupnya, bor tanah, alat dokumentasi, laptop,
software Microsoft Excell. Bahan yang digunakan adalah air, 0.2 N KOH, 0.1 N
HCl, aquadest, indikator Phenoptaline, indikator Metil Orange, dan kertas
indikator pH.
Prosedur Praktikum
Analisis vegetasi
Analisis vegetasi dilakukan di dua lokasi yaitu Arboretum Fahutan sebagai
ekosistem hutan dan belakang Teaching Lab sebagai lokasi lahan terganggu.
Analisis vegetasi dilakukan pada 3 plot pengamatan yang masing-masing
berukuran 20x20 m. Plot yang dibuat di ekosistem hutan merupakan plot jalur
berpetak. Sedangkan untuk lokasi lahan terganggu dibuat plot dengan ukuran
20x20 m dengan 5 sub plot 2x2 m untuk identifikasi semai dan tumbuhan bawah
serta plot 20x20 m untuk identifikasi pohon. Hal ini dilakukan mengingat
ekosistem lahan terganggu yang diamati lebih menyerupai ekosistem padang
rumput yang hanya memiliki sedikit pohon.
Keterangan :
A = Petak contoh semai
(2x2) m2
B = Petak contoh pancang
(5x5) m2
C = Petak contoh tiang
(10x10) m2
D = Petak contoh pohon
(20x20) m2
Keterangan:
A, B, C, D, E = Petak contoh semai dan
tumbuhan bawah (2x2) m2
F = Petak contoh pohon
(20x20) m2
Indeks Dominansi:
𝐵𝐾 𝑔 = BK1(g) – BR(g)
Tinggi dan diameter sisi dalam ring sampel diukur, lalu ditentukan
volume tanah dalam ring sampel (Vt) dengan persamaan:
Vt = ¼ πd2t
Keterangan:
Vt : Volume tanah dalam ring sampel (cm3)
π : 3.14
d : diameter (cm)
t : tinggi ring sampel (cm)
BI = BK/Vt
Keterangan:
BP = Bobot Partikel tanah (cm3); biasanya tanah memiliki bobot
partikel sebesar 2.65 g/cm3
Analisis Bahan Organik Tanah (BOT)
Penetapan BOT dilakukan melalui proses pengovenan untuk mengetahui
kadar air tanah. Kadar air tanah dapat ditentukan dengan persamaan:
𝐵𝐵−𝐵𝐾
KA = 𝑋 100%
𝐵𝐾
Keterangan:
KA = Kadar air (%)
BB = Berat Basah (g)
BK = Berat Kering (g)
Keterangan:
BOT : Bahan Organik Tanah (%)
BK(105) : Berat Kering Oven 105 °C
BK(200) : Berat Kering Oven 200 °C
Resprasi Tanah
Penetapan respirasi tanah dilakukan dengan menggunakan metode
Verstraete. Sebanyak 100 g tanah ditempatkan dalam toples plastik bening yang
didalamnya dimasukkan dua buah botol film yang berisi 5 ml 0.2 N KOH dan 10
ml H2O. Toples ditutup rapat kemudian diinkubasikan di tempat gelap pada suhu
kamar selama tiga hari. Pada akhir inkubasi, ditambahkan dua tetes phenoptaline
dan metil orange ke dalam botol film yang berisi KOH dan dititrasi dengan 0.1 N
HCl hingga warna berubah dari kuning menjadi merah muda. Jumlah HCl yang
digunakan pada titrasi tahap kedua berhubungan langsung dengan jumlah CO2
yang difiksasi. Perhitungan jumlah CO2 dilakukan dengan menggunakan
persamaan:
𝑎−𝑏 𝑥 𝑡 𝑥 120
CO2 (gram tanah / hari) = 𝑛
Keterangan:
a = ml HCl untuk sampel media tanam
b = ml HCl untuk blanko
t = Normalitas HCl yang digunakan (0.0958 N)
n = Lama hari inkubasi
pH Tanah
penentuan pH tanah dilakukan dengan memasukkan contoh tanah dan
aquades ke dalam botol film dengan perbandingan 1:2, botol film tersebut
dikocok selama 5 menit kemudian didiamkan mengendap. Apabila seluruh
suspense tanah pada larutan tersbut telah mengendap, celupkan kertas indikator
pH selama 1 menit yang kemudian didiamkan selama 3 menit. Warna yang
terbentuk pada kertas indikator pH dicocokkan dengan warna-warna baku pH
yang terdapat pada kota kertas indikator pH sehingga besaran pH dapat
ditetapkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis vegetasi
Komposisi Jenis
Komposisi vegetasi di Arboretum Fahutan dan Teaching Lab 6-13 spesies
tumbuhan bawah, 4-6 spesies semai, 2-6 spesies pancang, 2-3 spesies tiang, 2-14
spesies pohon (Tabel 1). Berdasarkan hasil pengamatan, vegatsi di Teaching Lab
mempunyai jumlah jenis yang paling sedikit pada pancang sampai pohon bila
dibandingkan dengan vegatasi di Arboretum Fahutan selaras juga dengan jumlah
individunya.
Tabel 2 Kerapatan individu pada lokasi Arboretum Fahutan dan Teaching Lab
di Insitut Pertanian Bogor
Kerapatan Individu (ind/ha)
Lokasi Tumbuhan
Semai Pancang Tiang Pohon
bawah
Arboretum Fahutan 10833 55833 2800 133 233
Teching Lab 32666 2166 266 166 16
Tabel 6 INP tingkat pertumbuhan semai dan pancang di belakang Teaching Lab
K KR
No Nama Jumlah F FR (%) INP
(ind/ha) (%)
Semai
1 Gigantochloa 1
verticillata 166.67 7.69 0.07 12.50 20.19
2 Calophyllum 2
inophyllum 333.33 15.38 0.13 25.00 40.38
3 Palem 2 333.33 15.38 0.07 12.50 27.88
4 Eucalyptus 1
deglupta 166.67 7.69 0.07 12.50 20.19
5 Hevea 5
brasiliensis 833.33 38.46 0.13 25.00 63.46
6 Insia biijuga 2 333.33 15.38 0.07 12.50 27.88
TOTAL 13 2166.67 100.00 0.53 100 200
Pancang
1 Hevea
brasiliensis 1 133.33 50.00 0.33 50.00 100.00
2 Instia bijuga 1 133.33 50.00 0.33 50.00 100.00
TOTAL 2 266.66 100.00 0.66 100.00 200.00
Tabel 8 INP tingkat pertumbuhan tiang dan pohon belakang Teaching Lab
No K FR D DR INP
Nama KR (%) F
(ind/ha) (%) (m2/ha) (%) (%)
Tiang
No K FR D DR INP
Nama KR (%) F
(ind/ha) (%) (m2/ha) (%) (%)
1 Hevea 100 60 0.33 50 0.05 54.42 164.42
brasilensis
2 Falcataria 66.67 40 0.33 50 0.04 45.58 135.58
moluccana
Total 166.67 100 0.67 100 0.09 100 300
Pohon
No FR D DR INP
Nama K (ind/ha) KR (%) F 2
(%) (m /ha) (%) (%)
1 Falcataria 8.33 50 0.33 50 0.01 46.07 146.07
moluccana
2 Mangifera 8.33 50 0.33 50 0.01 53.93 153.93
foetida
Total 16.67 100 0.67 100 0.02 100 300
Tanah
Tekstur Tanah
Tekstur tanah termasuk dalam salah satu sifat tanah yang paling sering
ditetapkan. Hal ini disebabkan, karena tekstur tanah menentukan kemampuan
tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah yang berbeda akan
mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air,
menyimpan dan menyediakan hara tanaman yang berbeda pula (Soil Survey Staff
1998). Tanah yang berlokasi di belakang Teaching Lab pada plot 1, 2 dan 3
memiliki tekstur tanah loamy sand (pasir berlempung). Tanah bertekstur pasir
berlempung memiliki fraksi pasir yang lebih dominan. Tanah yang memiliki
kandungan pasir >70% sebagian ruang pori berukuran besar sehingga aerasinya
baik, daya hantar air cepat, akan tetapi kemampuan menyimpan unsur hara rendah
(Islami dan Utomo 1995).
Tanah yang berlokasi di Arboretum Fakultas Kehutanan IPB pada plot 1, 2
dan 3 memiliki tekstur tanah loam (lempung). Tanah yang bertekstur lempung
mempunyai kemampuan yang baik dalam menyediakan air tersedia bagi
pertumbuhan tanaman, karena kombinasi antara luas permukaan dengan ukuran
pori (Foth 1998).
Struktur Tanah
Struktur merupakan susunan partikel-partikel dalam tanah yang
membentuk agregat-agregat serta agregat satu dengan yang lainnya dibatasi oleh
bidang alami yang lemah. Struktur tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan
tanaman, mempengaruhi sifat dan keadaan tanah seperti gerakan air dan aerasi,
tata air, pernafasan akar tanaman serta penetrasi akar tanaman (Syarief 1989).
Tanah yang berlokasi di belakang Teaching Lab pada plot 1, 2 dan 3 memiliki
struktur tanah gumpal bersudut. Struktur gumpal bersudut memiliki sifat pejal
(massive) sehingga kemampuan akar dalam mempenetrasi semakin rendah,
tingkat porositas tanah yang kecil dan memiliki tingkat pori yang lebih kecil
sehingga tingkat aerasi di dalam tanah rendah (Pairunan et al. 1997).
Tanah yang berlokasi di Arboretum Fakultas Kehutanan IPB pada plot 1, 2
dan 3 memiliki struktur tanah granul. Tanah yang bestruktur granul atau remah
memiliki tingkat porositas yang lebih tinggi dan memiliki ruang pori tanah yang
besar berisi udara yang lebih sehingga menunjang tanaman dalam
perkembangannya (Pairunan et al. 1997).
Warna tanah
Menurut Hardjowigeno (1992), warna tanah berfungsi sebagai penunjuk
dari sifat tanah, karena warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
terdapat dalam tanah tersebut. Secara umum kandungan bahan organik di suatu
lokasi dapat dilihat secara visual dari warna tanah khususnya bagian top soil.
Warna tanah yang lebih gelap umumnya menunjukkan kandungan bahan organik
yang lebih tinggi, meskipun tidak selalu demikian. Bahan organik tanah
merupakan sumber nutrisi bagi tanah yang berasal dari hasil pelapukan serasah-
serasah tumbuhan maupun bangkai binatang atau fauna tanah (Hakim et al. 1986).
Menurut Wirjodihardjo dalam Sutedjo dan Kartasapoetra (2002), intensitas
warna tanah dipengaruhi tiga faktor yaitu jenis mineral dan jumlahnya, kandungan
bahan organik tanah, dan kadar air tanah dan tingkat hidratasi. Tanah yang
mengandung mineral feldspar, kaolin, kapur, kuarsa dapat menyebabkan warna
putih pada tanah. Jenis mineral feldspar menyebabkan beragam warna dari putih
sampai merah. Hematit dapat menyebabkan warna tanah menjadi merah sampai
merah tua. Makin tinggi kandungan bahan organik maka warna tanah makin gelap
dan sebaliknya makin sedikit kandungan bahan organik tanah maka warna tanah
akan tampak lebih terang. Tanah dengan kadar air yang lebih tinggi atau lebih
lembab hingga basah menyebabkan warna tanah menjadi lebih gelap). Sedangkan
tingkat hidratasi berkaitan dengan kedudukan terhadap permukaan air tanah, yang
ternyata mengarah ke warna reduksi (gleisasi) yaitu warna kelabu biru hingga
kelabu hijau. Warna tanah ditentukan dengan membandingkan warna tanah
tersebut dengan warna standar pada buku Munsell Soil Color Chart. Diagram
warna baku ini disusun tiga variabel, yaitu hue, value, dan chroma. Hue adalah
warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya. Value
menunjukkan gelap terangnya warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang
dipantulkan. Chroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna
spektrum.
Tabel 11 Warna tanah hasil pengamatan lahan terbuka dan lahan bervegetasi
pH Tanah
pH tanah adalah tingkat keasaman atau kebasa-an suatu benda yang diukur
dengan skala pH antar 0 hingga 14. Suatu benda dikatakan bersifat asam jika
angka skala pH kurang dari 7 dan disebut basa jika skala pH lebih dari 7. Jika
skala pH adalah 7 maka benda tersebut bersifat netral, tidak asam maupun basa.
Kondisi tanah yang paling ideal untuk tumbuh dan berkembangnya tanaman
adalah tanah yang bersifat netral. Namun demikian beberapa jenis tanaman masih
toleran terhadap tanah dengan pH yang sedikit asam, yaitu tanah yang memiliki
pH maksimal 5.
Tabel 14 Hasil Pengukuran pH di Lahan Teaching Lab dan Arboretum Fahutan
Lokasi Plot pH
1 5
Teaching Lab 2 5
3 5
1 6
Arboretum 2 6
3 5
Respirasi Tanah
Respirasi tanah merupakan salah satu indikator dari aktivitas biologi tanah
seperti mikroba, akar tanaman atau kehidupan lain di dalam tanah, dan aktivitas
ini sangat penting untuk ekosistem di dalam tanah. Penetapan respirasi tanah
berdasarkan penetapan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme tanah
dan jumlah O2 yang digunakan oleh mikroorganisme tanah (Anas 1989). Menurut
Hanafiah (2005) bahan organik tanah berasal dari tanaman yang tumbuh di
atasnya, sehingga kadar bahan organik tanah sangat tinggi pada lapisan atas tanah
dan menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah. Tanah yang bervegetasi
akan mempunyai kadar bahan organik yang tinggi, sebaliknya pada tanah yang
gundul tanpa vegetasi maka kadar bahan organiknya rendah.
Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan
tanah untuk mendukung tanaman. Oleh karena itu, jika bahan organik tanah
(BOT) menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman
juga menurun. Menurunnya kadar bahan organik tanah merupakan salah satu
bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Tinggi rendahnya bahan organik juga
mempengaruhi jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah. Meningkatnya
kegiatan organisme tanah tersebut akan mempercepat dekomposisi bahan organik
(Nurmegawati et al. 2014).
Tabel 25 Perbandingan Respirasi Tanah Hutan
Respirasi Tanah (g/hari)
Plot/Kelompok 1 2
1 12.7867 11.2267
2 9.41333 7.52
3 9.4 8.16
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di Arboretum KSHE yang
dilakukan oleh kelompok 1 dan di ekosistem padang rumput di belakang Teaching
Lab yang dilakukan oleh kelompok 2, respirasi tanah ditemukan lebih tinggi pada
kelompok 1. Hal ini terjadi karena vegetasi yang menutupi tanah lebih rapat
sehingga aktivitas organisme tanah lebih tinggi. Hasil di atas didukung oleh Arifin
et al. (2010) yang menyatakan bahwa faktor lingkungan dan tutupan vegetasi
mempengaruhi laju respirasi tanah.
Bahan organik mempunyai peranan yang penting di dalam tanah, yaitu
terhadap sifat-sifat tanah (Reeves 1997). Pemberian bahan organik dan sisa bahan
organik tidak hanya berfungsi sebagai sumber hara melainkan dapat
meningkatkan jumlah, keanekaragaman, mikroorganisme, serta aktvitas
mikroorganisme dalam tanah (Albiach et al. 2000). Ekosistem hutan (Arboretum
KSHE) mendapat bahan organik yang berasal dari serasah lebih banyak dibanding
pada ekosistem padang rumput. Serasah yang banyak menghasilkan kadar C-
organik yang tinggi sehingg menghasilkan bahan organic yang tinggi pula
(Nasution et al. 2015)
Siklus nutrisi yang terjadi pada hutan (Arboretum KSHE) merupakan
siklus hara tertutup sehingga masukan hara lebih tinggi. Bahan organik hasil
dekomposisi serasah di dalam tanah akan diurai oleh mikroorganisme tanah yang
memanfaatkannya sebagai sumber makanan dan energi menjadi humus, sehingga
dengan banyaknya bahan organik yang diberikan maka akan semakin tinggi nilai
C-Organik tanah (Sandrawati 2007).
Analisis kondisi biofisik yaitu analisis vegetasi dan analisis sifat tanah baik
itu sifat fisik, kimia, maupun biologi tanah dilakukan di dua ekosistem, yakni
lahan Teaching Lab (ekosistem lahan terganggu) dan ekosistem Hutan Arboretum.
Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang paling sering ditetapkan. Hal
ini disebabkan, karena tekstur tanah mempengaruhi kemampuan tanah
menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan dan menyediakan hara tanaman
yang berbeda pula (Soil Survey Staff, 1998). Tanah yang berlokasi di Teaching
Lab memiliki tekstur tanah loamy sand (pasir berlempung) sehingga aerasinya
baik, daya hantar air cepat, akan tetapi kemampuan menyimpan unsur hara rendah
(Islami dan Utomo, 1995). Tanah yang berlokasi di Hutan Arboretum memiliki
tekstur tanah loam (lempung), sehingga memiliki kemampuan yang baik dalam
menyediakan air tersedia bagi pertumbuhan tanaman, karena kombinasi antara
luas permukaan dengan ukuran pori (Foth, 1998). Tekstur tanah mempengaruhi
besarnya bulk density dan porositas tanah, serta tentunya berkaitan pula dengan
sifat tanah yang lain, seperti struktur tanah dan bahan organik. Rendahnya bulk
density akan berimplikasi terhadap rendahnya daya menahan beban pada tanaman.
Bulk density pada lahan Teaching Lab lebih rendah dibandingkan pada Hutan
Arboretum dan hal ini selaras pula dengan porositas tanahnya yang menunjukkan
hasil lebih tinggi pada Hutan Arboretum. Porositas tanah yang tinggi dapat
menentukan cepat atau lambatnya air masuk ke dalam tanah (Saputra et al. 2018).
Semakin besar porositas tanah berarti semakin mudah tanah dalam menyerap air.
Porositas tanah dikatakan baik apabila tanah memiliki porositas yang besar karena
perakaran tanaman lebih mudah menyerap hara dan air. Tanah dengan porositas
yang lebih tinggi disebabkan karena strukturnya yang berbentuk granul atau
remah sehingga memiliki ruang pori tanah yang besar untuk menunjang tanaman
dalam perkembangannya, seperti struktur tanah pada Hutan Arboretum.
Sedangkan tanah yang berlokasi di Teaching Lab memiliki struktur tanah gumpal
bersudut bersifat pejal (massive), sehingga kemampuan akar dalam mempenetrasi
semakin rendah, tingkat porositas tanah yang kecil dan memiliki tingkat pori yang
lebih kecil dan tingkat aerasi di dalam tanah rendah (Pairunan et al., 1997).
Komposisi vegetasi di lokasi arboretum fahutan mempunyai jenis paling
banyak di pada tingkat pohon. Sementara itu, komposisi vegetasi di lokasi
Teaching Lab pada tingkat tumbuhan bawah mempunyai jenis yang paling banyak
dibandingkan dengan tingkat yang lainnya. Area yang cukup terbuka merupakan
penyebab banyaknya tumbuhan bawah di lokasi tersebut. Area terbuka
mendukung tumbuhan bawah mendapatkan sinar matahari secara penuh. Jika
diamati, area terbuka (lahan Teaching Lab) memiliki suhu rata-rata lebih tinggi
dibandingkan dengan Hutan Arboretum, karena di pengaruhi oleh sinar matahari
yang tidak ternaungi sedangkan pada Hutan Arboretum sinar yang masuk ke
permukaan tanah berkurang karena ditutupi oleh daun yang merambat sehingga
suhu tanah lebih kecil. Begitupun sama halnya dengan suhu lingkungan. Banyak
sedikitnya vegetasi yang tumbuh berdampak pada bahan organik yang ada di
lahan tersebut. Sumber utama bahan organik adalah dekomposisi serasah dari
vegetasi yang tumbuh di sana, jika keberadaan vegetasinya rendah maka
kandungan bahan organik tanah juga rendah.
Bahan organik tanah pada lahan Teaching Lab dari ketiga plot menunjukkan
angka rataan 3,6% sedangkan pada Hutan Arboretum menunjukkan angka rataan
3,66%. Perbandingan angka tersebut mengindikasikan bahwa bahan organik di
Hutan Arboretum lebih tinggi dibandingkan lahan Teaching Lab. Hal ini
disebabkan karena Hutan Arboretum termasuk dalam ekosistem yang masih alami
dan siklus nutrisi yang terjadi pada Hutan Arboretum merupakan siklus hara
tertutup sehingga masukan hara lebih tinggi, sedangkan lahan Teaching Lab
merupakan lahan terganggu dengan karakteristik pH yang rendah dan sedikit
vegetasi yang tumbuh di sana. Salah satu penyebab keberadaan vegetasi di lahan
Teaching Lab yang rendah adalah karena pH tanah yang cukup masam yaitu 5,
sedangkan pada Hutan Arboretum mendekati netral yaitu 6. Faktor-faktor yang
menyebabkan pH tanah rendah adalah sistem tanah yang dirajai oleh ion-ion H+.
Selain itu, tanah didominasi oleh unsur Fe dan Al dicirikan dengan warna tanah
yang merah, menandakan tanah tersebut adalah tanah oksidasi atau tanah tua,
banyak unsur-unsur hara yang telah tercuci, sehingga mengakibatkan pH rendah
dan berdampak pada sedikitnya vegetasi yang mampu hidup di lahan tersebut. pH
tanah masam dicirikan dengan warna tanah yang merah, sesuai dengan hasil dari
munsell soil color chart yaitu tanah Teaching Lab termasuk dalam kategori warna
Dark red dan Dark reddish brown. Sedangkan untuk tanah di Hutan Arboretum
termasuk dalam kategori warna yellow red. Kandungan bahan organik yang tinggi
pada tanah akan menimbulkan warna lebih gelap, yaitu sesuai pada tanah di Hutan
Arboretum.
Menurunnya kadar bahan organik tanah merupakan salah satu bentuk
kerusakan tanah yang umum terjadi. Tinggi rendahnya bahan organik juga
mempengaruhi jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah. Bahan organik
yang lebih tinggi di Hutan Arboretum dibandingkan lahan Teaching Lab selaras
dengan respirasi tanah yang lebih tinggi pula di Hutan Arboretum. Hal ini terjadi
karena vegetasi yang menutupi tanah lebih rapat sehingga aktivitas organisme
tanah lebih tinggi. Hasil di atas didukung oleh Arifin et al. (2010) yang
menyatakan bahwa faktor lingkungan dan tutupan vegetasi mempengaruhi laju
respirasi tanah.
KESIMPULAN
Analisis kondisi biofisik ekosistem dapat dilihat dari hasil analisis vegetasi
dan sifat tanah. Ekosistem Hutan Arboretum menunjukkan hasil yang lebih baik
dibandingkan ekosistem lahan Teaching Lab, dapat dilihat dari komposisi vegetasi
yang tumbuh di hutan lebih beraneka ragam dan berpengaruh pada kandungan
bahan organik yang tinggi, pH mendekati netral, respirasi tanah tinggi, struktur
tanah remah, dan sifat tanah lainnya yang baik untuk mendukung kehidupan
tanaman. Sedangkan pada lahan Teaching Lab menunjukkan hasil yang kurang
baik karena termasuk dalam ekosistem lahan terganggu dan lahan kritis, sehingga
hanya beberapa tanaman yang mampu hidup di lahan tersebut.
SARAN