Anda di halaman 1dari 37

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/317656622

Petunjuk Praktis Menghitung Cadangan Karbon Hutan

Book · August 2013

CITATION READS

1 37,733

5 authors, including:

Ismayadi Samsoedin Subarudi Subarudi


Forest Policy and Climate Change Center
59 PUBLICATIONS 1,197 CITATIONS
52 PUBLICATIONS 465 CITATIONS
SEE PROFILE
SEE PROFILE

Muhammad Zahrul Muttaqin


Ministry of Environment & Forestry - Republic of Indonesia
61 PUBLICATIONS 381 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

ECOLOGICAL RESTORATION AND CLIMATE-PROOFING AGRICULTURAL SECTOR TO IMPROVE COMMUNITY RESILIENCE TO CLIMATE CHANGE IN
CENTRAL KALIMANTAN View project

ASEAN - US Science and Technology Fellowship View project

All content following this page was uploaded by Muhammad Zahrul Muttaqin on 19 June 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PETUNJUK PRAKTIS
MENGHITUNG CADANGAN
KARBON HUTAN

Ari Wibowo
Ismayadi Samsoedin
Nurtjahjawilasa
Subarudi
Zahrul Muttaqin

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan


Kebijakan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Kementerian Kehutanan, Republik Indonesia
Kerjasama dengan
United Nations Educational, Scientific and Cultural Otganization
(UNESCO)
Bogor, 2013

i  
 
A Collaboration between FPCCC and UNESCO
for Climate Change Mitigation and Adaptation at
Pulang Pisau District, Central Kalimantan

This guidance is supported by:


UNESCO Office Jakarta

ii  
 
KATA PENGANTAR

Hutan memiliki peranan yng besar dalam perubahan iklim, baik sebagai
sumber emisi maupun penjerap gas rumah kaca (GRK). Penurunan emisi
sektor kehutanan dapat dilakukan dengan menjaga dan mempertahankan stok
karbon dan meningkatkan serapan melalui penanaman. Adanya mekanisme
yang memungkinkan untuk mendapatkan insentif dari penurunan emisi
dengan menjaga kelestarian hutan seperti program pencegahan emisi dari
deforestasi dan degradasi (REDD+) perlu disiapkan dengan baik.

Beragam tipe hutan ada di Indonesia, untuk itu harus diketahui potensi
karbonnya. Agar potensi karbon hutan dapat diketahui, diperlukan
pengetahuan dan pemahaman oleh berbagai pihak termasuk masyarakat luas
dalam mengukur dan menghitung cadangan karbon hutan dan emisi.

Buku petunjuk praktis ini disusun berdasarkan pengalaman pelaksanaan


pelatihan masyarakat melalui kerja sama antara Pusat Litbang Perubahan
Iklim dan UNESCO di desa Buntoi, Kalimantan Tengah. Buku ini dapat
digunakan untuk membantu meningkatkan pemahaman dan kemampuan
masyarakat luas dalam pelaksanaan pengukuran dan perhitungan karbon.
Hal ini sebagai salah satu upaya guna meningkatkan kesiapan dan kapasitas
masyarakat dan para pihak dalam mendukung mitigasi perubahan iklim di
sektor kehutanan.

Pada kesempatan ini tim penyusun mengucapkan terima kasih kepada


Environmental Sciences Unit, UNESCO Office Jakarta (Shahbaz Khan
Ph.D., Sacha Amaruzaman, dan Dinanti Erawati) atas bantuan dan kerjasama
yang baik sehingga tersusun buku petunjuk praktis Menghitung Cadangan
Karbon Hutan.

Bogor, Agustus 2013

Penyusun

iii  
 
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR, ii
DAFTAR ISI, iii
DAFTAR GAMBAR, iv
DAFTAR TABEL, v

1. PENDAHULUAN, 1
1.1.Latar Belakang, 1
1.2.Mengapa karbon hutan perlu dihitung? 3
1.3.Apa yang diukur? 4

2. METODE PENGUKURAN CADANGAN KARBON HUTAN 5


2.1.Persiapan, 5
2.2.Prosedur Pengukuran di Lapangan 6

3. PENGHITUNGAN CADANGAN KARBON HUTAN , 17


3.1.Penghitungan Karbon Pohon, 17
3.2.Penghitungan biomasa bawah permukaan (akar), 19
3.3.Penghitungan karbon tumbuhan bawah , 19
3.4.Penghitungan karbon serasah, 20
3.5.Penghitungan cadangan karbon untuk nekromas berkayu, 21
3.6.Penghitungan karbon tanah, 21
3.7.Penghitungan cadangan karbon total per ha, 22

4. PENUTUP, 22
Daftar Pustaka, 23
Lampiran-lampiran, 24

iv  
 
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Efek rumah kaca (http://izat17.blogspot.com/2012/03/efek-


rumah-kaca.html), 1

Gambar 2. Ekosistem hutan, 4

Gambar 3. Bentuk plot pengukuran karbon hutan, 6

Gambar 4. Pengukuran diameter setinggi dada pada berbagai kondisi


pohon, 7

Gambar 5. Pengukuran diameter pohon, 8

Gambar 6. Tumbuhan bawah di lantai hutan, 9

Gambar 7. Pengambilan serasah, 10

Gambar 8. Faktor koreksi untuk menghitung karbon pohon mati, 12

Gambar 9. Pengukuran kayu mati untuk tunggak, pohon berdiri dan kayu
rebah, 13

Gambar 10. Contoh ring kuningan ukuran diameter 5-10 cm dan tinggi 3-5
cm) untuk pengambilan contoh tanah utuh, 15

Gambar 11. Bor gambut untuk pengukuran kedalaman dan pengambilan


contoh tanah gambut (Foto: Hairiyah, et al, 2011), 16

v  
 
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Angka default nisbah pucuk akar (Sumber : SNI 7724),


24

vi  
 
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini perubahan iklim telah menimbulkan bencana baru bagi manusia.
Musim kemarau yang semakin panjang serta musim penghujan yang relatif
pendek dengan intensitas hujan yang tinggi merupakan bukti adanya
perubahan iklim. Hal ini berdampak pada berbagai aspek kehidupan
manusia seperti kekeringan yang berkepanjangan, kebakaran hutan, gagal
panen, krisis pangan dan air bersih, peningkatan muka laut serta banjir dan
longsor.

Perubahan iklim berupa pemanasan global disebabkan oleh meningkatnya


konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer yaitu CO2, CH4, N2O, HFC,
PFC dan SF6. Peningkatan GRK yang mengakibatkan efek rumah kaca ini
dihasilkan dari kegiatan yang bersumber dari sektor energi (industri,
transportasi, dn pembangkit listrik), limbah, pertanian, serta perubahan lahan
dan pertanian (LULUCF). CO2 merupakan GRK yang paling besar,
termasuk sebagai GRK utama yang dihasilkan dari sektor kehutanan dan
perubahan lahan.

Gambar 1. Efek rumah kaca (http://izat17.blogspot.com/2012/03/efek-


rumah-kaca.html)
Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat banyak manfaatnya, sebagai
sumberdaya ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dalam kaitannya dengan

 
1  
   

perubahan iklim, hutan memainkan peranan yang penting, sebagai sumber


emisi dan sumber serapan gas rumah kaca. Namun sampai saat ini di
Indonesia, sektor kehutanan masih merupakan sumber emisi gas rumah kaca
yang cukup besar. Meskipun di tingkat dunia kontribusi sektor perubahan
lahan dan kehutanan hanya sekitar 18%, akan tetapi di tingkat nasional
adalah yang terbesar atau 48% (KLH, 2009). Untuk itu Pemerintah telah
menetapkan target penurunan emisi sebesar 26% tahun 2020 (G 20).
Penurunan emisi ini harus dimonitor dan dilakukan dengan cara-cara yang
dapat diukur, dilaporkan dan diverifikasi (MRV)

Penurunan emisi sektor kehutanan dapat dilakukan dengan menjaga dan


mempertahankan stok karbon dan meningkatkan serapan melalui
penanaman. Adanya mekanisme yang memungkinkan untuk mendapatkan
insentif dari penurunan emisi dengan menjaga kelestarian hutan seperti
program pencegahan emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD+) perlu
disiapkan dengan baik.

Beragam tipe hutan ada di Indonesia, untuk itu harus diketahui potensi
karbonnya. Untuk mengetahui potensi karbon hutan, diperlukan
pengetahuan dan pemahaman oleh berbagai pihak termasuk masyarakat luas
untuk mengukur dan menghitung cadangan karbon hutan dan emisi.
Prinsipnya adalah melalui kombinasi kegiatan pengukuran lapangan dan
hasil citra satelit. (remote sensing).

Berbagai informasi/petunjuk perhitungan karbon telah tersedia termasuk


standar nasional perhitungan karbon (SNI 7724/7725 tahun 2011). Petunjuk
praktis ini disusun untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan
masyarakat luas dalam pelaksanaan pengukuran dan perhitungan karbon,
sebagai salah satu upaya meningkatkan kesiapan dan kapasitas masyarakat
dan para pihak dalam mendukung mitigasi perubahan iklim di sektor
kehutanan.

2  
 
   

Gambar 2. Ekosistem hutan desa Buntoi (Foto: Heriyanto, 2013)

1.2. Mengapa karbon hutan perlu dihitung?

Karbon dioksida (CO2) merupakan GRK yang paling utama di sektor


kehutanan dan perubahan lahan. Hutan mengandung karbon yang cadangan
karbonnya tersimpan pada vegetasi yaitu pada batang, tajuk dan akar,
biomasa lain dan di dalam tanah.

Upaya pengurangan konsentrasi GRK di atmosfer (emisi) adalah dengan


mengurangi pelepasan CO2 ke udara. Untuk itu, maka jumlah CO2 di udara
harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan CO2 oleh
tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan GRK serendah
mungkin. Jadi, mempertahankan keutuhan hutan alami, menanam pohon dan
melindungi lahan gambut sangat penting untuk mengurangi jumlah CO2 di
udara.

Jumlah cadangan karbon tersimpan ini perlu diukur sebagai upaya untuk
mengetahui besarnya cadangan karbon pada saat tertentu dan perubahannya

3  
 
   

apabila terjadi kegiatan yang manambah atau mengurangi besar cadangan.


Dengan mengukur, dapat diketahui berapa hasil perolehan cadangan karbon
yang terserap dan dapat dilakukan sebagai dasar jual beli cadangan karbon.
Dimana negara maju atau industri mempunyai kewajiban untuk memberi
kompensasi kepada negara atau siapapun yang dapat mengurangi emisi atau
meningkatkan serapan.

1.3. Apa yang diukur?

Pada ekosistem daratan termasuk hutan, karbon tersimpan dalam lima


sumber karbon (carbon pools), yaitu (IPCC, 2006):
1. Biomasa di atas permukaan tanah yaitu berupa pohon termasuk tajuknya
dari berbagi ukuran mulai dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon,
serta berbagai jenis tumbuhan bawah.
2. Biomasa di bawah permukaan tanah berupa akar tumbuhan
3. Biomasa serasah (nekromas tidak berkayu)
4. Biomasa kayu mati (nekromas)
5. Biomasa pada tanah yaitu bahan organik tanah: sisa makhluk hidup
(tumbuhan tu hewan) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian
maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah.

4  
 
   

2. METODE PENGUKURAN CADANGAN KARBON HUTAN

2.1. Persiapan

2.1.1. Menyiapkan Peralatan

Peralatan lapangan yang harus disiapkan sebelum melaksanakan kegiatan di


lapangan adalah :

 GPS untuk menentukan kordinat lokasi pengukuran


 alat pengukur diameter atau keliling pohon (phi band);
 alat pengukur panjang;
 alat pengukur tinggi pohon;
 alat pengambil contoh tanah (ring soil sampler);
 alat pengukur berat (timbangan) dengan skala gram;
 meteran dan tali
 kompas;
 peta kerja;
 gergaji kecil;
 gunting stek;
 oven;
 blangko isian (tally sheet);
 kantong/wadah contoh
 Ayakan (2 mm).

2.1.2. Melakukan Pengelompokkan (Stratifikasi)

Stratifikasi bertujuan mengelompokkan tapak berdasarkan tutupan lahan


(land cover) atau potensi karbon. Stratifikasi dapat dilakukan berdasarkan
hasil yang diperoleh dari interpretasi citra satelit. Contoh stratifikasi adalah
hutan primer, hutan sekunder, hutan tanaman, perkebunan, belukar,
agroforestry, padang alang-alang dan lain-lain.

5  
 
   

2.1.3. Menentukan Bentuk dan Ukuran Plot Contoh

Bentuk plot contoh dibuat sesuai kondisi lapangan yang dapat berbentuk
lingkaran, persegi panjang, atau bujur sangkar. Salah satu bentuk dan ukuran
plot pengambilan contoh yang umum digunakan di Indonesia adalah
berbentuk persegi panjang sebagai berikut.

5050mm

10 m
Patok PSP 20 m

0,5 m x 0,5 m

100 m
Patok utama plot

Patok bantu plot

Sub sub plot ukuran 0.5 X 0.5 meter untuk mengukur anakan,
serasah dan tumbuhan bawah

Sub plot ukuran 10 m X 50 m untuk mengukur pohon Ø 5 sd 30 cm

Plot ukuran 20 m X 100 m untuk mengukur pohon Ø ≥ 30 cm

Gambar 3. Bentuk plot pengukuran karbon hutan

2.2. Prosedur Pengukuran di Lapangan

2.2.1. Pengukuran Biomasa Pohon

Biomasa pohon diukur di lapangan pada plot-plot yang telah disiapkan.


Pohon besar dengan diameter lebih besar dari 30 cm diukur dari plot besar,
yaitu yang berukuran 20 x 100 meter. Untuk pohon yng berdiameter 5-30
cm diukur pada plot yang lebih kecil yaitu 10 x 50 meter.

6  
 
   

Tahapan pengukuran biomasa pohon dilakukan sebagai berikut:


a. identifikasi nama jenis pohon, apabila tidak diketahui buat herbariumnya
untuk diidentifikasi;
b. ukur diameter setinggi dada (dbh); Pengukuran diameter setinggi dada pada
berbagai kondisi pohon di lapangan dapat mengacu pada Gambar.

Gambar 4. Pengukuran diameter setinggi dada pada berbagai kondisi pohon

c. catat data dbh dan nama jenis ke dalam blangko isian; Bila pada plot
terdapat vegetasi tidak berkeping dua seperti bambu dan pisang, maka
ukurlah diameter dan tinggi masing-masing individu dalam setiap
rumpun tanaman. Demikian pula bila terdapat pohon tidak bercabang
seperti kelapa atau tanaman jenis palem lainnya.
d. Tetapkan berat jenis (BJ) kayu dari masing-masing jenis pohon dengan
jalan memotong kayu dari salah satu cabang, lalu ukur panjang, diameter
dan timbang berat basahnya. Masukkan dalam oven pada suhu 100o C

7  
 
   

selama 48 jam dan timbang berat keringnya. Hitung volume dan BJ kayu
dengan rumus sebagai berikut:

Volume (cm3) = 𝜋𝑟 !  𝑡

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡  𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔  (𝑔)


𝐵𝐽   𝑔  𝑐𝑚!! =  
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒  (𝑐𝑚! )

Dimana :
𝜋 = 22/7 atau 3,14
r = jari-jari potongan kayu
t = panjang/tebal kayu

e. Hitunglah biomasa pohon menggunakan persamaan alometrik yang telah


dikembangkan sebelumnya (contoh lihat Tabel di Lampiran)

Jika tidk diketahui persamaan alometriknya, maka data yang diukur dari
lapangan adalah data diameter dan tinggi bebas cabang untuk mendapatkan
volume kayu. Selnjutny menggunakan persamaan biomass expnsion factor
(BEF) sebagai berikut:

Bap = v x BJ x BEF x f

Keterangan:
- Bap adalah biomasa atas permukaan (pohon), (kg);
- v adalah volume kayu bebas cabang, (m3);
- BJ adalah berat jenis kayu, (kg/m3);
- BEF adalah biomass expansion factor (1,67 default).
- f adalah faktor angka bentuk pohon (default 0,7)

8  
 
   

Gambar 5. Pengukuran diameter pohon di Petak Ukur Permanen Hutan


Desa Buntoi (Foto: Heriyanto, 2013)

2.2.2. Pengukuran Biomasa Tumbuhan Bawah

Biomasa tumbuhan bawah diukur dengan cara destruktif yaitu dengan


memotong semua bagian vegetasi di atas permukaan tanah dari petak-petak
kecil berukuran 0,5 x 0,5 meter. Pada sub-plot berukuran 10 x 50 meter
(Gambar 2) dapat di letakkan 6-10 plot kecil.

Tahapan pengukuran biomasa tumbuhan bawah dilakukan sebagai berikut:


a. Tempatkan kuadran bambu, kayu atau aluminium di dalam plot.
b. Potong semua tumbuhan bawah (pohon berdiameter < 5 cm, herba dan
rumbut-rumputan) yang terdapat di dalam kuadran, pisahkan antara daun
dan batang
c. Masukkan ke dalam kantong kertas, beri label sesuai dengan kode titik
contohnya

9  
 
   

d. Untuk memudahkan penanganan, ikat semua kantong kertas berisi


tumbuhan bawah yang diambil dari satu plot. Masukkan dalam karung
besar untuk mempermudah pengangkutan ke kamp/laboratorium.
e. Timbang berat basah daun atau batang, catat beratnya dalam blangko
f. Ambil sub-contoh tanaman dari masing-masing biomasa daun dan batang
sekitar 100-300g. Bila biomasa contoh yang didapatkan hanya sedikit (<
100 g), maka timbang semuanya dan jadikan sebagai sub-contoh.
g. Keringkan sub-contoh biomasa tanaman yang telah diambil dalam oven
pada suhu 80 C selama 2 x 24 jam atau sampai berat konstan.
h. Timbang berat keringnya dan catat dalam blangko isian.

Gambar 6. Tumbuhan bawah di lantai hutan desa Buntoi

2.2.3. Pengukuran Biomasa Serasah

Biomasa serasah diukur dengan mengumpulkan seluruh serasah dan ranting-


ranting kecil yang berada pada petak-petak kecil berukuran 0,5 x 0,5 meter.

10  
 
   

Tahapan pengukuran biomasa serasah dilakukan sebagai berikut:

a. Ambil semua seresah yang terletak di permukaan tanah yang terdapat


dalam kuadran, biasanya setebal 5 cm.

Gambar 7. Pengambilan serasah

b. Masukkan semua seresah yang terdapat pada kuadran ke dalam ayakan


dengan lubang pori 2 mm, ayaklah. Ambil seresah yang tertinggal di atas
ayakan, timbang berat basahnya. Ambil sekitar 100 gram sub-contoh
seresah, keringkan dalam oven pada suhu 80o C selama 48 jam. Bila
biomasa contoh yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g), maka timbang
semuanya dan jadikan sebagai sub-contoh.
c. Timbang berat keringnya dan catat dalam blangko pengamatan yang
disediakan.
d. Masukkan seresah ke dalam kantong plastik dan beri label untuk
keperluan analisa kandungan karbon.
e. Seresah halus yang lolos ayakan dikelompokkan sebagai contoh tanah,
ambil 50 gram untuk analisa kandungan karbon atau hara lainnya.

Catatan :
• Pengukuran serasah tidak dilakukan pada tipe hutan mangrove karena
faktor pasang surut air laut menyebabkan serasah yang diukur bukan
sepenuhnya berasal dari tegakan mangrove pada lokasi tersebut

11  
 
   

• Pengukuran serasah dilakukan sebelum pengukuran biomasa tumbuhan


bawah

2.2.4. Pengukuran Biomasa Pohon Mati (nekromas berkayu)

Biomasa berupa pohon mati dan kayu di lantai hutan diukur dengan
mengukur seluruh pohon mati baik yang masih berdiri dan kayu rebah yang
berada pada petak-petak berukuran 20 x 100 meter.

Tahapan pengukuran biomasa pohon mati yang masih beridiri dilakukan


sebagai berikut:
a. ukur diameter setinggi dada;
b. ukur tinggi total pohon mati;
c. hitung volume pohon mati dengan persamaan;

Keterangan:
- Vpm adalah volume pohon mati, dinyatakan dalam meter kubik (m3);
- dbh adalah diameter setinggi dada pohon mati (cm)
- t adalah tinggi total pohon mati, (m);
- f adalah faktor koreksi pohon mati (Gambar 8)

12  
 
   

Gambar 8. Faktor koreksi untuk menghitung karbon pohon mati

d. hitung berat jenis kayu pohon mati; Ambil sedikit contoh kayu ukuran 10
cm x 10 cm x 10 cm, timbang berat basahnya, masukkan dalam oven
suhu 80o C selama 48 jam untuk menghitung BJ nya.
e. hitung bahan organik pohon mati.

Bpm = Vpm x BJpm

Keterangan:
- Bpm adalah bahan organik pohon mati, (kg);
- Vpm adalah volume pohon mati, (m3);
- BJpm adalah berat jenis kayu pohon mati (kg/m3).

2.2.4.1. Pengukuran Biomasa Kayu Mati bBerdasarkan Volume

Tahapan pengukuran biomasa kayu mati berdasarkan volume dilakukan


sebagai berikut:
a. ukur diameter (pangkal dan ujung);
b. ukur panjang total kayu mati;
c. hitung volume kayu mati (dapat menggunakan rumus Brereton);

13  
 
   

Keterangan:
- Vkm adalah volume kayu mati, (m3);
- dp adalah diameter pangkal kayu mati, (cm);
- du adalah diameter ujung kayu mati, (cm);
- p adalah panjang kayu mati, (m);
- π adalah 22/7 atau 3,14

d. hitung berat jenis kayu mati atau data sekunder.


e. hitung biomasa kayu mati.

Bkm = Vkm x BJkm

Keterangan:
- Bkm adalah biomasa kayu mati, (kg);
- Vkm adalah volume kayu mati, (m3);
- BJkm adalah berat jenis kayu mati, (kg/m3).

Gambar 9. Pengukuran kayu mati untuk tunggak, pohon berdiri dan kayu
rebah

14  
 
   

2.2.4.2. Pengukuran Biomasa Kayu Mati Berdasarkan Penimbangan


Langsung

Kayu mati yang sulit diukur volumenya dikumpulkan dari plot atau sub-plot
(misal 10 x 10 meter) untuk ditimbang. Tahapan pengukuran biomasa kayu
mati berdasarkan penimbangan langsung adalah sebagai berikut:
a. kumpulkan semua kayu mati pada plot pengukuran (misal 10 x 10 m);
b. timbang berat total dari kayu mati;
c. ambil contoh dan timbang minimal 300 gram;
d. lakukan pengeringan dengan menggunakan oven terhadap contoh kayu
mati pada kisaran suhu 850 C hingga mencapai berat konstan;
e. timbang berat kering contoh kayu mati.

2.2.5. Pengukuran Biomasa di Bawah Permukaan Tanah

Pengukuran biomasa di bawah permukaan tanah dihitung menggunakan


rumus sebagai berikut:

Bbp = NAP x Bap

Keterangan:
- Bbp adalah biomasa di bawah permukaan tanah, (kg);
- NAP adalah nilai nisbah akar pucuk;
- Bap adalah nilai biomasa atas permukaan (kg)
Catatan
Data nisbah akar pucuk tertera pada Tabel berikut:

Tabel 1. Angka default nisbah pucuk akar (Sumber : SNI 7724)


Nisbah Akar
Tipe Hutan Contoh Lokasi
Pucuk
Hutan hujan tropis 0,37 Hutan campuran
dipterocarpa di
Kalimantan
Hutan menggugurkan 0,20 – 0,24 Hutan jati di Jawa
daun
Hutan tropis kering 0,28 – 0,56 Hutan savana di NTT
Hutan sekunder 0,40 Hutan bekas kebakaran
Hutan tropis pegunungan 0,27 - 0,28 Hutan dataran tinggi

15  
 
   

2.2.6. Pengukuran Kandungan Karbon Organik Tanah

Pengukuran kandungan karbon organik tanah pada tanah mineral kering


dilakukan sebagai berikut:

a. ambil contoh tanah dari 5 titik, yaitu pada keempat arah mata angin dan
di tengah tengah plot untuk plot lingkaran atau pada keempat sudut plot
dan di tengah-tengah plot untuk plot persegi panjang;
b. lakukan pengambilan contoh tanah dengan metode komposit, yaitu
mencampurkan contoh tanah dari kelima titik contoh tanah pada setiap
kedalaman (kedalaman 0 cm - 5 cm, 5 cm - 10 cm, 10 cm - 20 cm, dan
20 cm - 30 cm);
c. letakkan ring soil sampler pada masing-masing titik pengambilan contoh
tanah;
d. letakkan 4 ring soil sampler pada setiap kedalaman pengambilan contoh
tanah;
e. ambil contoh tanahnya pada setiap ring soil sampler dan timbang berat
basahnya di lapangan;
f. kering-anginkan contoh tanah di laboratorium;
g. timbang contoh tanah dan dicatat beratnya;
h. analisis berat jenis tanah dan kandungan karbon organik tanah

Gambar 10. Contoh ring kuningan ukuran diameter 5-10 cm dan tinggi 3-5
cm) untuk pengambilan contoh tanah utuh

Pengukuran kandungan karbon organik tanah pada tanah gambut dilakukan


sebagai berikut:

16  
 
   

a. ukur kedalaman gambut pada setiap jarak 200 meter sampai dengan 300
meter pada jalur rintisan menuju plot ukur;
b. ambil contoh gambut minimal tiga contoh dari tiap tingkat kematangan
gambut;
c. lakukan analisa laboratorium untuk mendapatkan kerapatan lindak (bulk
density) dan kandungan karbon.

Gambar 11. Bor gambut untuk pengukuran kedalaman dan pengambilan


contoh tanah gambut (Foto: Hairiyah, et al, 2011)

3. PENGHITUNGAN CADANGAN KARBON HUTAN

3.1. Penghitungan Karbon Pohon

3.1.1. Penghitungan Karbon Pohon Berdasarkan Persamaan Alometrik

Hitung biomasa menggunakan persamaan alometrik yang sesuai dengan


karakteristik lokasi pengukuran yang meliputi zona iklim, tipe hutan, dan
jika memungkinkan nama jenis atau kelompok jenis. Contoh alometrik
Chave et al, 2005 dalam Hairiyah et al, 2011, terlampir.

Contoh perhitungan menggunakan persamaan alometrik:

17  
 
   

Dari hasil pengukuran pohon besar di lapangan pada plot berukuran 20 x 100
m.

Jenis pohon Keliling (cm) Diameter Kandungan karbon


(cm) (kg/pohon)*
Pohon A 110 35 494.9
Pohon B 135 43 833.7
Pohon C 148 47 1.041.6
Dst…….. 189 60 1.900,2
Jumlah 2.370,2
*) Kandungan karbon pada pohon menurut persamaan alometrik Chaves et al
(2005), untuk tipe hutan agroforest dengan tipe iklim lembab (lihat Tabel
lampiran)
- Kandungan karbon pohon pada plot = 2.370,2 kg
- Kandungan karbon pohon besar/ha = 2.370,2 x 10.000/2.000 = 11,851
kg/ha atau 11,8 ton/ha

Dari hasil pengukuran pohon di lapangan pada plot berukuran 10 x 50 m.

Jenis pohon Keliling (cm) Diameter Kandungan karbon


(cm) (kg/pohon)*
Pohon H 57 18 87.6
Pohon I 72 23 166.9
Pohon J 31 10 18.4
Pohon K 82 26 229.9
Dst…….. 60 19 101.6
Jumlah 604.4

- Kandungan karbon pohon pada plot = 604.4 kg


- Kandungan karbon pohon /ha = 604.4 x 10.000/500 = 12008.8 kg/ha atau
12 ton/ha

18  
 
   

3.1.2. Penghitungan Karbon Pohon Berdasarkan BEF

Contoh perhitungan menggunakan BEF:

Kandungan
Jenis Diameter
Tinggi (cm) karbon
pohon (cm)
(kg/pohon)*
Pohon 1 56 840 604.34
Pohon 2 68 920 975.96
Pohon 3 72 1,000 1,189.29
Pohon 4 46 640 310.68
Dst…….. 38 890 294.84
3,375.11
Kandungan karbon dihitung dengan persamaan :
C-pohon = (0,5 * 22/7 * (diameter/2)2 * tinggi * angka bentuk (0,7) * berat
jenis kayu * BEF (1,67) * fraksi karbon (0,5))/1.000

3.2. Penghitungan Biomasa Bawah Permukaan (akar)

Karbon atas Kandungan


Jenis Nilai nisbah Karbon total
permukaan karbon akar
pohon akar pucuk pohon (kg)
(kg) (kg)*
Pohon 1 604.34 0,37 223.61 827.95
Pohon 2 975.96 0,37 361.11 1,337.07
Pohon 3 1,189.29 0,37 440.04 1,629.33
Pohon 4 310.68 0,37 114.95 425.63
Dst…….. 294.84 0,37 109.09 403.93
3,375.11 0,37 4,623.90

3.3. Penghitungan Karbon Tumbuhan Bawah

Penghitungan karbon untuk tumbuhan bawah pada plot 0,5 x 0,5 m


dilakukan dengan cara:
- Menimbang berat basah tumbuhan bawah dari petak ukur 0,5 x 0,5m
- Menghitung kadar air dan berat kering tumbuhan bawah

19  
 
   

Berat basah Karbon Karbon tumbuhan


Berat kering
Plot (BB) tumbuhan bawah bawah/ha
(BK) (gram)
(gram) (gram)* (ton/ha)**
1 500 300 150 6.0
2 550 400 200 8.0
3 540 430 215 8.6
4 400 290 145 5.8
dst 460 340 170 6.8
*Kandungan karbon tumbuhan bawah per plot dihitung dengan rumus :
C tb/plot = BK tb x fraksi C (0,5)
** Kandungan karbon tb per hektar dihitung dengan rumus :
C tb/ha = C tb/plot /1.000* 10.000/0,25 m2 (luas plot)

3.4. Penghitungan Karbon Serasah

Penghitungan karbon untuk serasah pada plot 0,5 x 0,5 m dilakukan dengan
cara:
- Menimbang berat basah serasah dari petak ukur 0,5 x 0,5m
- Menghitung kadar air dan berat kering serasah

Berat basah
Berat kering Karbon serasah Karbon serasah/ha
Plot (BB)
(BK) (gram) (gram)* (ton/ha)**
(gram)
1 500 340 170 6.8
2 390 325 162 6.5
3 300 242 121 4.84
4 276 221 105 4.2
dst 198 123 62 2.48
*Kandungan karbon serasah per plot dihitung dengan rumus :
C sr/plot = BK sr x fraksi C (0,5)
** Kandungan karbon serasah per hektar dihitung dengan rumus :
C sr/ha = C sr/plot /1.000* 10.000/0,25 m2 (luas plot)

20  
 
   

3.5. Penghitungan Cadangan Karbon untuk Nekromas Berkayu

- Ukur diameter atau lingkar batang dan panjang atau tinggi semua pohon
mati yang berdiri maupun yang roboh, tunggul tanaman mati, cabang dan
ranting. Pengukuran pohon mati berdiri pada ketinggian 1,3 m dan pohon
rebah pada kedua ujungnya.
- Seperti pada pohon, catat pohon mati diameter > 30 cm pada plot 20 x
100 m dan diameter 5-30 cm pada plot 10 x 50 m.
- Apabila dalam plot terdapat batang rebah yang melintang, ukur diameter
dan panjang hanya pada kayu di dalam plot.
- Hitung BJ kayu dengan mengambil contoh kayu, atau biasanya 0,4
g/cm3.
- Hitung karbon berdasarkan tabel alometrik seperti lampiran.

3.6. Penghitungan Karbon Tanah

Contoh penghitungan karbon tanah (Hairiyah, et al, 2011), dengan


menghitung karbon tanah 0-30 cm. Bila diketahui berat jenis tanah masing-
masing lapisan tanah 0-10 cm, 10-20 cm dan 20-30 cm masing-masing 0,9
g/cm3, 1,1 g/cm3 dan 1,2 g/cm3 dengan kadar karbon adalah 3%, 2% dan
2%.

Langkah 1. Hitung berat tanah per ha.


- Lapisan 0-10 cm = 100 m x 100 m x 0,10 m x 0,9 ton/m3 = 900 ton
- Lapisan 10-20 cm = 100 m x 100 m x 0,10 m x 1,1 ton/m3 = 1.100 ton
- Lapisan 20-30 cm = 100 m x 100 m x 0,10 m x 1,2 ton/m3 = 1.200 ton

Langkah 2. Hitung kandungan C-organik per ton tanah.


- Lapisan 0-10 cm, C-org = 3% artinya setiap 100 gram tanah terdapat 3
gram C. Jadi 3% C = 30 g C/kg tanah = 0,03 C/ton tanah
- Lapisan 10-20 cm, C-org = 2% = 20 g C/kg tanah = 0,02 C/ton tanah
- Lapisan 20-30 cm, C-org = 2% = 20 g C/kg tanah = 0,02 C/ton tanah

Langkah 3. Hitung kandungan C per hektar tanah.


- Lapisan 0-10 cm, 900 ton x 0,03 C/ton = 27 ton C
- Lapisan 10-20 cm, 1.100 ton x 0,02 C/ton = 22 ton C
- Lapisan 20-30 cm, 1.200 ton x 0,02 C/ton = 24 ton C

21  
 
   

Total kandungan C tanah sedalam 0-30 cm per hektar = 27+22+24 ton = 73


ton C/ha

3.7. Penghitungan Cadangan Karbon Total per Ha


Penghitungan cadangan karbon dalam plot pengukuran menggunakan
persamaan sebagai berikut:

C/ha = (Cbap + Cbbp + Cserasah + Ckm + Cpm + Ctanah)

Keterangan:
- C plot adalah total kandungan karbon pada plot, dinyatakan dalam ton
per hektar (ton/ha);
- Cbap adalah total kandungan karbon biomasa atas permukaan per hektar
pada plot, dinyatakan dalam ton per hektar (ton/ha);
- Cbbp adalah total kandungan karbon biomasa bawah permukaan per
hektar pada plot, dinyatakan dalam ton per hektar(ton/ha);
- Cserasah adalah total kandungan karbon biomasa serasah per hektar pada
plot,
- dinyatakan dalam ton per hektar (ton/ha);
- Ckm adalah total kandungan karbon kayu mati per hektar pada plot,
dinyatakan dalam ton per hektar (ton/ha);
- Cpm adalah total kandungan karbon pohon mati per hektar pada plot,
dinyatakan dalam ton per hektar (ton/ha);
- Ctanah adalah total kandungan karbon tanah per hektar pada plot,
dinyatakan dalam ton per hektar (ton/ha).

4. PENUTUP

Pemahaman dan kemampuan dalam pelaksanaan pengukuran dan


perhitungan karbon, merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan
kesiapan dan kapasitas masyarakat dan para pihak dalam mendukung
kelestarian hutan dan mitigasi perubahan iklim.

22  
 
   

DAFTAR PUSTAKA
Hairiah, K, Ekadinata, A, Sari, RR dan Rahayu, S. 2011. Pengukuran Cadangan
Agus, F. 2007. Cadangan, Emisi, dan Konservasi Karbon pada Lahan
Gambut. Makalah pada Bunga Rampai Konservasi Tanah dan Air. Pengurus
Pusat Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia 2004-2007. Jakarta
2007.
Badan Litbang Kehutanan. 2010. Informasi persediaan dan penyerapan karbon
pada berbagai jenis tanaman dan tipe hutan di Indonesia. Jakarta
CIFOR. 2010. REDD: Apakah itu?. Pedoman CIFOR tentang hutan, perubahan
iklim dan REDD. CIFOR, Bogor, Indonesia.
Karbon Dari Tingkat Lahan ke Bentang Lahan. Petunjuk Praktis. World
Agroforestry Centre.
Kementerian Kehutanan, 2010. Statistik Kehutanan Indonesia. Jakarta
Koran Jakarta. 2012. Hutan. http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/
91858.
IPCC. 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. IPCC
National Greenhouse Gas Inventories Programme. IGES, Japan.
Lugina, M, Ginoga, KL, Wibowo, A, Bainnaura, A, dan Partiani, T. 2011. Prosedur
Operasi Standar (SOP) untuk Pengukuran dan Perhitungan Stok Karbon di
Kawasan Konservasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim
dan Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,
Kementerian Kehutanan, Republik Indonesia, Kerjasama dengan
International Tropical Timber Organization (ITTO). Bogor, 2011
Page SE, Siegert F, Rieley JO, B¨ohm HDV, Jaya A, Limin S (2002) The amount
of carbon released from peat and forest fires in Indonesia during 1997.
Nature 420:61–65.
Rahman, S. 2012. National Forest Monitoring System untuk mendukung REDD+
Indonesia. Workshop Sistem MRV Perhitungan Karbon untuk REDD+ di
Provinsi Nusa Tenggara Barat, 24 September 2012 .
RAN-PI, 2007, Rencana Aksi Nasional untuk Perubahan Iklim. Kementerian
Negara KLH. Jakarta
SNI 7724. 2011. Pengukuran dan penghitungan cadangan karbon, Pengukuran
lapangan untuk penaksiran cadangan karbon hutan (ground based forest
carbon accounting). BSN. Jakarta
Tim Badan Litbang Kehutanan. 2010. Stok karbon di berbagai tipe hutan.
Badan Litbang Kehutanan. Bogor.

23  
 
   

LAMPIRAN-LAMPIRAN

24  
 
   

Lampiran 1. Blangko Pengamatan Pohon Besar diameter > 30 cm

Nama Lokasi : ................................................


Tanggal/bulan/thn : ................................................
Lokasi GPS : ................................................
Tipe hutan/umur : ................................................
Nama pengukur : ………………………………
Ukuran : 20 m x 100 m = 2000 m²

Bercabang/
No Nama jenis Keliling Diameter Tinggi Keterangan
Tidak

25  
 
   

Lampiran 2. Blanko Pengamatan Pohon diameter 5 – 30 cm

Nama Lokasi : ................................................


Tanggal/bulan/thn : ................................................
Lokasi GPS : ................................................
Tipe hutan/umur : ................................................
Nama pengukur : ………………………………
Ukuran : 10 m x 50 m = 500 m²

Bercabang/
No Nama jenis Keliling Diameter Tinggi Keterangan
Tidak

26  
 
   

Lampiran 3. Blanko Pengamatan Tumbuhan Bawah (Understorey)

Nama Lokasi : ................................................


Tanggal/bulan/thn : ................................................
Lokasi GPS : ................................................
Tipe hutan/umur : ................................................
Nama pengukur : ………………………………
Ukuran Plot : 0,5 x 0,5 m

Sub-contoh Berat Sub-contoh Berat


No. Berat Basah Total Berat Kering
Basah Kering
Gram Gram Gram Gram/0,25m² Gram/m²

Lampiran 4a. Blanko Pengamatan Nekromas Berkayu Diameter > 30 cm

Nama Lokasi : ................................................


Tanggal/bulan/thn : ................................................
Lokasi GPS : ................................................
Tipe hutan/umur : ................................................
Nama pengukur : ………………………………
Ukuran : 20 m x 100 m = 2.000 m²
Diameter (Cm) Pelapukan Estimasi Berat
No. Panjang (Cm) Tinggi (Cm) Kering
D1 D2 Rendah Tinggi (Gram)

27  
 
   

Lampiran 4b. Blanko Pengamatan Nekromas Berkayu Diameter 5 - 30 cm

Nama Lokasi : ................................................


Tanggal/bulan/thn : ................................................
Lokasi GPS : ................................................
Tipe hutan/umur : ................................................
Nama pengukur : ………………………………
Ukuran : 10 m x 50 m = 2.000 m²
Estimasi Berat
Kering
No. Panjang (Cm) Diameter (Cm) Tinggi (Cm) Pelapukan (Gram)
D1 D2 Rendah Tinggi

Lampiran 5. Blanko Pengamatan Nekromasa Tak Berkayu (serasah)

Nama Lokasi : ................................................


Tanggal/bulan/thn : ................................................
Lokasi GPS : ................................................
Tipe hutan/umur : ................................................
Nama pengukur : ………………………………
Ukuran Plot : 0,5 x 0,5 m

No. Berat Basah Sub-contoh Sub-contoh Total Berat Kering


Berat Basah Berat Kering

Gram Gram Gram Gram/0,25m² Gram/m²

1
2
3
4
5
6

28  
 
   

Lampiran 6. Beberapa persamaan allometrik (Sumber: Hairiyah et al, 2011)

Keterangan:
BK = berat kering; D = diameter pohon, cm; H = tinggi pohon, cm; ρ = BJ kayu, g/cm³.

29  
 
   

Lampiran 7. Stok karbon beberapa tipe hutan

Stok Karbon
No. Tipe Hutan Keterangan
(ton/ha)
1. Hutan alam dipterokarpa 253,33 – 264,70
2. Hutan lindung 211,86
3. Hutan sekunder bekas 7,5 – 55,3 Bekas kebakaran hutan setelah 1
kebakaran hutan tahun sampai dengan 12 tahun
4. Hutan mangrove sekunder 54,1 – 182,5 Didominasi oleh jenis Rhizophora
sp. dan Avicennia sp.
5. Hutan sekunder bekas 171,8 – 249,1 Umur bekas tebangan setelah 5
tebangan tahun – 30 tahun
6. Hutan alam primer dataran 230,10 - 264,70
rendah
7. Hutan alam primer dataran 103,16
tinggi
8. Hutan sekunder dataran 113,20 Tanaman agathis umur 40 tahun
tinggi dan campuran jenis lainnya
9. Hutan sekunder dataran 39,48 Tanaman agathis umur 17 tahun
tinggi dan campuran jenis lainnya
10. Hutan gambut 200 Rataan dari semua tipe hutan
gambut
11. Hutan tanaman mahoni 64,1 - 166,6 Umur 16 tahun - 20 tahun
12. Hutan tanaman Acacia 91,2 Umur 6 tahun
mangium
13. Hutan tanaman sungkai 35,7 – 71,8 Umur 10 tahun – 25 tahun
Peronema canescens
14. Hutan tanaman puspa 74,4 Umur 25 tahun
Schima wallichii
15. Hutan tanaman Aleurites 177,2 Umur 25 tahun
moluccana
16. Hutan tanaman Pinus 74,6 – 217,5 Umur 14 tahun – 24 tahun
merkusii
17. Hutan tanaman sengon 112,8 - 122,7 Umur 8 tahun - 18 tahun
Paraserianthes falcataria
17. Hutan tanaman damar 123,40 Umur 40 tahun
Agathis loranthifolia
Sumber: Badan Litbang Kehutanan (2010)

30  
 

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai