Anda di halaman 1dari 16

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fenomena pemanasan global dan berbagai bencana lingkungan telah
mendorong berbagai kota dunia untuk berpikir ulang menata kehidupan
warga dan kota. Baik dua sisi, kota merupakan mesin pertumbuhan masa
depan yang memberikan peluang besar bagi peningkatan pendidikan,
perluasan lapangan kerja, dan kemakmuran masyarakat, namun dipihak lain
juga menimbulkan kemacetan lau-lintas, menjamurnya permukiman kumuh,
peluberan kota, pencemaran lingkungan, eksploitasi sumber daya alam, dan
penyumbang penting perubahan iklim. Pertumbuhan jumlah penduduk juga
terus menguras pemakaian energi dan air, peningkatan produksi sampah dan
limbah (Nirwono Joga, 2013).
Kampus sebagai pusat kegiatan belajar mengajar mahasiswa, merupakan
tempat yang selalu menjadi tujuan untuk dikunjungi oleh mahasiswa. hal ini
membuat kampus menjadi tempat yang tak pernah berhenti membangun
sarana dan prasarana demi mendukung kenyamanan kegiatan di area kampus.
Meningkatnya pembangunan sarana dan prasana , berimbas kepada
berkurangnya ruang terbuka hijau. Hal ini disebabkan karena adanya
perubahan peruntukan, dari ruang terbuka hijau menjadi kawasan kampus,
pelebaran jalan, parkir dan tempat pedagang. Perubahan ini mengakibatkan
menurunnya kualitas lingkungan dan daya dukung lingkungan, Pesatnya
pembangunan Di Kampus Universitas Kuningan memaksanya mengambil
ruang terbuka hijau atau RTH ksususnya pada jumlah dan jenis pohon,untuk
dijadikan sarana prasarana bagi mahasiswanya. Seperti pembangunan lahan
parkir, gedung baru dan lainnya. Sekarang ini kebutuhan RTH sangatlah
dibutuhkan baik oleh mahisiswa maupun civitas akademik karena Kadar
oksigen O yang dihirup tidak lagi segar dan suhu udara meningkat membuat
konsentrasi dalam belajar mengajar menjadi terganggu. McFarland et. al.
(2008) membuktikan bahwa terdapat korelasi yang sangat nyata antara ruang
terbuka hijau dikampus dengan kualitas hidup, termasuk kualitas akademik
para mahasiswa tersebut.
Green campus atau dikenal dengan kampus hijau adalah sebuah konsep
untuk membangun praktik hidup berkelanjutan yang ramah lingkungan di
lembaga pendidikan di seluruh dunia. Tujuannya adalah untuk mengurangi
dampak ecological footprints dengan menerapkan prinsip-prinsip
keberlanjutan di setiap kelembagaan. Dalam pencapaian suatu green campus,
dibutuhkan penilaian penilaian secara berkala untuk mengukur dan
membandingkan upaya keberlanjutan kampus yang kemudian diurut dalam
peringkat secara global. Sejak tahun 2017, Universitas Kuningan (UNIKU)
mencoba menginisiasi dan menerapkan kebijakan green campus (Renstra
UNIKU, 2017 – 2020). Tujuan utama UNIKU Green Campus yakni realisasi
kampus UNIKU yang kondusif untuk proses pembelajaran yang sukses,
lingkungan ramah, nyaman dan aman untuk mendukung berkelanjutan
pembelajaran unggul (Nasihin.2019)
Dalam Kebijakan green campus memiliki beberapa kriteria yang beragam
diantaranya Penataan dan Infrastruktur (SI), Energi dan Perubahan Iklim
(EC), Limbah (WS), Air (WR), Transportasi (TR) dan Pendidikan (ED).
2

Kriteria kebijakan tersebut yang paling signifikan adalah mengenai Energi


dan Perubahan Iklim (EC) perubahan Lahan dan Peningkatan kapasitas
terhadap ruang terbuka dilakukan oleh Universitas kuningan untuk
memaksimalkan fasilitas terhadap Mahasiswa Dan Civitas akademi sehingga
Memiliki beberapa dampak Yang Didalam Kebijakan Energi dan Perubahan
Iklim (EC) dapat dikategorikan Diantaranya
Green Building didefinisikan sebuah bangunan dimana di dalam
perencanaan, pembangunan, pengoperasian serta dalam pemeliharannya
memperhatikan aspek-aspek dalam melindungi, menghemat, mengurangi
penggunaan sumber daya alam, menjaga mutu baik bangunan maupun mutu
dari kualitas udara di dalam ruangan, dan memperhatikan kesehtan
penghuninya yang semuanya berdasarkan kaidah pembangunan
berkelanjutan.
Program pengurangan emisi gas rumah kaca Akumulasi gas rumah kaca
akibat perubahan tutupan lahan dan kehutanan diperkirakan sebesar 20% dari
total emisi global yang berkontribusi terhadap pemanasan global dan
perubahan iklim. Hal ini menegaskan bahwa upaya mitigasi perubahan iklim
perlu melibatkan sektor perubahan tutupan lahan dan kehutanan. Mengingat
hutan berperan sangat penting tidak hanya sebagai penyimpan karbon, tetapi
secara alami juga berfungsi sebagai penyerap karbon yang paling efisien di
bumi sekaligus menjadi sumber emisi gas rumah kaca pada saat tidak dikelola
dengan baik (Manuri. 2011).
Berapa jumlah Jejak Karbon Kampus anda selama 12 bulan terakhir Atau
total jejak karbon dibagi dengan populasi kampus Jejak karbon adalah jumlah
emisi gas rumah kaca yang diproduksi oleh suatu organisasi, peristiwa
(event), produk atau individu. Emisi karbon (CO2) yang kita hasilkan berasal
dari berbagai aktifitas sehari-hari seperti penyalaan lampu dan peralatan
listrik, pola makan, dan cara bepergian. Jejak karbon inilah yang akan kita
hitung, untuk meghitung jejak karbon yang kita hasilkan sehari-hari kini telah
tersedia berbagai alat bantu yang biasa disebut Karbon Kalkulator (Carbon
Footprint Calculator).
Permasalahan penggunaan energi dan perubahan iklim adalah indikator
dengan bobot nilai tertinggi. Dalam hal ini UI Green Metric menetapkan
beberapa indikator untuk bidang perhatian khusus ini seperti penggunaan
perkakas hemat energi, implementasi smart building /automation
building/intelligent building, kebijakan penggunaan energi terbarukan, total
penggunaan energi listrik, program konservasi energi, elemen dari green
building, adaptasi terhadap perubahan iklim dan program mitigasi, kebijakan
pengurangan gas rumah kaca dan jumlah karbon (UI, 2018)
Untuk Menunjang faktor penilaian UI Green Metrik Khususnya dalam
Penggunaan energi dan Perubahan Iklim perlu adanya peninjauan terhadapat
Universitas Kuningan, hal yang paling dasar yaitu keberadaan suatu vegetasi
yang mulai Tergantikan dengan Pengalihan fungsi fasilitas kampus yang
berdampak pada beberapa perubahan Baik secara langsung maupun tidak
langsung dirasakan, faktor penting yang dapat dirasakan secara langsung dan
tidak langsung yaitu mengenai pemanasan global suatu keadaan dimana suhu
di permukaan bumi menjadi lebih panas dibanding suhu normal hal ini pula
disebabkan oleh betambahnya efek rumah kaca.
3

Suatu vegetasi berperan dalam upaya peningkatan penyerapan


karbondioksida (CO2) dimana dengan bantuan cahaya matahari, air dari tanah
dan vegetasi yang berklorofil mampu menyerap karbondioksida (CO2) dari
atmosfer melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini antara lain
disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh menjadi
makin besar atau makin tinggi. Pertumbuhan ini akan berlangsung terus
sampai vegetasi tersebut secara fisiologis berhenti tumbuh atau dipanen.
Ekosistem hutan merupakan suatu ekosistem yang sangat erat kaitannya
dengan siklus karbon. Hutan mampu melakukan mekanisme sekuestrasi, yaitu
mereduksi emisi karbon yang berlebihan di atmosfer dan mampu
menyimpannya dalam berbagai kompartemen seperti tumbuhan, serasah, dan
bahan organik tanah. Karbon dapat dijumpai di atmosfer dalam bentuk
karbon dioksida. Adanya tumbuhan sebagai penyimpan karbon menyebabkan
konsentrasi karbon dioksida di atmosfer menurun (Hairiah, 2007)
Disinilah peran penting keberadaan suatu vegetasi Pohon di butuhkan
karena akan membentuk suatu ekosistem yang dapat mengurangi beberapa
dampak yang terjadi dimana didalamnya terjadi Suatu Proses Penurunan
Akumulasi Karbon di Atmosfer Sifat alami pohon sebagai penyerap karbon
merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mengurangi emisi gas
rumah kaca.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Serapan Karbon Dalam Tegakan Pohon Di Kampus
Universitas Kuningan ?
2.

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui jenis-jenis serangga di Kawasan Bum Perkemahan Karang
Sari
2. Memberikan informasi mengenai jenis-jenis serangga pada dua tipe
ekosistem

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan
tentang Serapan Karbon yang ada sebagai bahan pembelajaran, serta
memberikan informasi dasar bagi penelitian selanjutnya. Penelitian ini juga
diharapkan bermanfaat khususnya bagi Kampus Universitas Kuningan akan
pentingnya Lingkungan sekitar sebagai sarana ataupun penunjang aktifitas
keseharian baik secara Edukasi Atau Sosial.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan
tentang ke anekaragaman jenis serangga siang dan malam pada dua tipe
ekosistem.

1.5 Kerangka Berpikir


Universitas Kuningan merupakan salah satu kampus yang berkembang,
hal ini dapat dilihat dari minat Mahasiswa baru yang terus bertambah
sehingga membuat Universitas Kuningan harus melakukan beberapa
peningkatan baik dari segi fasilitas maupun dalam pembelajaran sehinga
4

dapat menunjang kebutuhan Mahasiswa, salah satu upaya Universitas


Kuningan merupakan melakukan kebijakan mengenai Green Campus tujuan
utama tersebut mengenai agar tercapainya proses pembelajaran yang sukses,
lingkungan ramah, nyaman dan aman untuk mendukung keberlanjutan
pembelajaran unggul.
Agar tercapainya kebijakan Green Campus diharuskan memenuhi
beberapa ketentuan dalam Sistem UI green metric, salah satu kategori yang di
cantumkan dalan UI green metric adalah Energi dan perubahan iklim (EC)
dalam kategori ini memiliki indikator, salah satunya program pengurangan
emisi gas rumah kaca dengan cara mengetahui akumulasi karbon
menggunakan metode persamaan allometrik, sehingga dapat mengetahui
serapan karbon tersimpan pada setiap pohon.

Universitas Kuningan

Green Campus

Ui GreenMetric

Kategori :
1. Penataan dan Infrastruktur
2. Energi dan perubahan iklim
3. Limbah
4. Air
5. Transportasi
6. Pendidikan dan Penelitian

Indikator :
1. Penggunaan peralatan hemat energi menggantikan perangkat yang konvensional
2. Implementasi Program Smart Building
3. Jumlah sumber energi terbarukan di dalam kampus
4. Total penggunaan listrik dibagi dengan populasi kampus
5. Rasio antara produksi energi terbarukan dengan total penggunaan energi /tahun
6. Green Building
7. Program pengurangan emisi gas rumah kaca
8. Total jejak karbon dibagi dengan populasi kampus

Data Diameter Pohon

Rumus Allometrik
Serapan Karbon
Tersimpan
5

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pemanasan Global
Berdasarkan United State Environmental Protection Agency (US EPA),
pemanasan global didefinisikan sebagai peningkatan suhu rata-rata
permukaan bumi akibat adanya emisi gas rumah kaca (GRK). Pemanasan
global ini menjadi masalah yang penting dan kritis yang sedang dihadapi oleh
dunia saat ini (Freije, 2017).
Pemanasan global dimulai dari tahun 1880. Selama 130 tahun pemanasan
global terjadi (hingga tahun 2012), rata-rata peningkatan suhu permukaan
bumi mencapai angka 0.850C per tahun dan diprediksi akan terus meningkat.
Disamping meningkatkan suhu rata-rata permukaan bumi, pemanasan global
juga dapat menyebabkan bencana alam seperti meningkatnya permukaan air
laut dan menyebabkan banjir di daerah pesisir, kekeringan akan terjadi di
beberapa daerah, badai yang dapat merusak lingkungan, menyebabkan
gangguan kesehatan yang parah, menyebabkan kurangnya pasokan makanan,
dan lain sebagainya (Awanthi, 2017).
Pemanasan global diartikan sebagai kenaikan temperatur muka bumi yang
disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim.
Perubahan iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di
berbagai belahan dunia. Tingkat kekhawatiran perubahan iklim global ini
terendam dalam dokumen Protokol Kyoto dan United Nation Framework
Convention on Climate Change (UNFCCC) yang menekankan pentingnya
usaha kearah pengurangan emisi karbon serta penyerapan karbon di atmosfir.
Demikian halnya dalam konferensi PBB tentang pembangunan dan
lingkungan hidup atau United Nation Conference on Environmentand
Development (UNCED) pada tahun 1992 di Rio Janeiro, Brazil, dimana
menghasilkan dua deklarasi umum yang salah satu di antaranya juga
menekankan bagaimana upaya mengurangi perubahan iklim global (Yusuf,
2008).
Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan oleh
terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan
tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau
karbondioksida, metana dan nitrooksida yang lebih dikenal dengan gas rumah
kaca. Saat ini konsentrasi gas rumah kaca sudah mencapai tingkat yang
membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem (Hairiah dan
Rahayu, 2007).
Hairiah dan Rahayu (2007) juga menyebutkan bahwa konsentrasi gas
rumah kaca di atmosfir meningkat karena adanya pengelolaan lahan yang
kurang tepat, antara lain adanya pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas
pada waktu yang bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut. Kegiatan
- kegiatan tersebut umumnya dilakukan pada awal alih guna lahan hutan
6

menjadi lahan pertanian. Kebakaran hutan dan lahan serta gangguan lahan
lainnya telah menempatkan Indonesia dalam urutan ketiga negara penghasil
emisi karbon terbesar di dunia. Hairiah dan Rahayu (2007) menyatakan
bahwa Indonesia berada dibawah Amerika Serikat dan China, dengan jumlah
emisi yang dihasilkan mencapai 2 milyar ton karbon pertahunnya atau
menyumbang 10 % dari emisi karbon di dunia.
2.2 Ruang Terbuka (Open Space)
Ruang adalah wadah meliputi darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk hidup lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan hidupnya (Permendagri No.1, 2007 Tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau Kawasan perkotaan).
Ruang terbuka merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan
akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka.
Dengan adanya pertemuan bersama dan relasi antara orang banyak,
kemungkinan akan timbul berbagai macam kegiatan di ruang umum terbuka
tersebut. Sebetulnya ruang terbuka merupakan salah satu jenis saja dari ruang
umum (Budiharjo dan Sujarto, 2005).
Eckbo (1964) dalam Nasihin (2019) menyatakan bahwa ruang terbuka
dalam kampus merupakan perlengkapan dalam kehidupan kampus.
Didalamnya tertampung aktivitas belajar, komunikasi sosial, dan hubungan
timbal balik dari berbagai disiplin ilmu. Karena itu menurutnya di dalamnya
harus tercipta suasana yang intim dan tempat duduk yang menyenangkan.
Fasilitas-fasilitas rekreasi dapat dibangun diatasnya.
2.3 Green campus
Green Campus adalah sistem pendidikan, penelitian pengabdian
masyarakat dan lokasi yang ramah lingkungan serta melibatkan warga
kampus dalam aktifitas lingkungan serta harus berdampak positif bagi
lingkungan, ekonomi dan social. Di dalam “Green Campus” terdapat 7
indikator antara lain efisiensi penggunaan kertas sebagai kebutuhan pokok
pengajaran, efisiensi pengolahan sampah dalam penyelenggaraan pendidikan
dan pengajaran, efisiensi penggunaan lahan sebagai Ruang Terbuka Hijau
(RTH) dan estetika, efisiensi penggunaan listrik, efisiensi penggunaan air,
efisiensi penggunaan sumber daya alam dan upaya kontribusi pengurangan
pemanasan global (Selaniar et.al., 2014).
Green campus didefinisikan sebagai kampus yang berwawasan
lingkungan, yaitu yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan lingkungan ke
dalam kebijakan, manajemen dan kegiatan tridharma perguruan tinggi. Green
campus mempunyai kapasitas intelektual dan sumber daya dalam
mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan tata nilai lingkungan ke dalam misi
serta program - progamnya. (Puspadi et.al., 2016).
Beberapa indikator terciptanya green campus antara lain adanya kebijakan
manajemen kampus yang berorientasi pada pengelolaan lingkungan, adanya
upaya penghematan air, kertas, dan listrik, adanya penghijauan untuk
mencapai proporsi ideal Ruang Terbuka Hijau (RTH), tersedianya bangunan
ramah lingkungan, terpeliharanya kebersihan dan kenyamanan lingkungan,
terciptanya kampus tanpa rokok dan bebas polusi, terselenggaranya
pendidikan lingkungan bagi mahasiswa, serta adanya kepedulian dan
7

keterlibatan seluruh elemen civitas akademika dalam budaya peduli


lingkungan (Tilaar et. al., 2011).
Green campus juga didefinisikan sebagai kampus yang berwawasan
lingkungan, yaitu yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan lingkungan ke
dalam kebijakan, manajemen dan kegiatan tridharma tinggi. Perguruan tinggi
mempunyai kapasitas intelektual dan sumber daya dalam mengintegrasikan
ilmu pengetahuan dan tata nilai lingungan ke dalam misi serta progam
progamnya serta menjadi contoh implementasi pengintegrasian ilmu
lingkungan dalam semua aspek manajemen dan best practices pembangunan
berkelanjutan (Hudaini, 2011).
2.4 Manfaat Dan Peran Green Campus
A. Jasa Ekosistem Mikro
Ruang terbuka hijau dalam green campus biasanya dipenuhi pepohonan
yang menyerupai ekosistem mikro hujan. Dengan makin banyaknya
pepohonan dan rerumputan pada ruang terbuka hijau di lingkungan kampus
akan mengurangi kadar CO2 di udara, sehingga akan menurunkan suhu
udara. Green campus juga dapat memperbaiki kualitas air, karena ruang
terbuka hijau mempunyai kemampuan menyerap air hujan yang cukup tinggi.
B. Konservasi Sumber Daya
Konservasi sumber daya yang sangat penting adalah sumber daya energi.
Menurut National Geographic (2007), kontributor utama pemanasan global
saat ini adalah bahan bakar fosil untuk sumber energi masyarakat industri.
Sumber energi ini menyumbang CO2 di atmosfer sebesar 80%, sisanya
perubahan fungsi lahan dan pertanian. Peran green campus dalam mendukung
agenda global tersebut sangat penting, yaitu dalam penghematan energi,
seperti penggunaan listrik, penggunaan kendaraan, pemanfaatan air dan
pembelian barang/bahan semua harus memperhatikan kaidah konservasi.
Kebijakan hemat energi harus menjadi dasar semua aktivitas kampus.
C. Wisata Kampus
Kampus bukan hanya menjadi tempat untuk pengembangan iptek yang
penuh sesak dengan gedung-gedung tinggi, tetapi bisa menjadi tempat
rekreasi yang asri, sejuk dan nyaman. Dengan konsep green campus yang
menarik akan menimbulkan ketertarikan masyarakat untuk melakukan
aktifitas di lingkungan kampus, sehingga untuk mensosialiasikan konsep
pembangunan berkelanjutan ke masyarakat akan lebih muda.
D. Model Mini Pengelolaan Pendidikan Tinggi Berkelanjutan
Green campus dapat menjadi model institusi pendidikan tinggi yang
mengintegrasikan ilmu lingkungan ke dalam kebijakan dan manajemen
pendidikan tinggi. Sebagai model mini pengelolaan pendidikan tinggi
berkelanjutan, green campus dapat menjadi contoh good management
practices tentang pengembangan kampus berwawasan lingkungan. Apabila
green campus sudah menerapkan prinsip - prinsip pengembangan pendidikan
tinggi berwawasan lingkungan, maka green campus tersebut dapat menjadi
pelopor pembangunan berkelanjutan bagi institusi lainnya.
E. Peningkatan Kesehatan, Produk Kerja dan Hasil Pembelajaran
Berdasarkan World Green Building Council ,(2012) bahwasanya
penerapan konsep green campus dapat meningkatan kesehatan siswa dan
guru sebesar 41,5%, meningkatkan produktifitas dan hasil pembelajaran kerja
8

sebesar 15%, serta dapat meningkatkan hasil ujian sebesar 25% sehubungan
dengan pencahayaan dan ventilasi udara yang baik.

2.5 Biomassa dan Karbon Tersimpan


2.5.1 Definisi Biomassa dan Karbon Tersimpan
Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total bahan
hidup di atas permukaan tanah pada pohon yang dinyatakan dalam berat
kering tanur ton per unit area. Komponen biomassa di atas permukaan
tanah merupakan bagian yang terbesar dari jumlah biomassa. Tumbuhan
banyak menyimpan karbon pada bagian atas permukaan tanah dan hanya
sebagian kecil yang tersimpan di akar. Karbon atau zat arang adalah salah
satu unsur yang terdapat dalam bentuk padat maupun cairan di dalam perut
bumi, di dalam batang pohon, atau dalam bentuk gas di udara (atmosfer).
Karbon di udara mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses
fotosintesis. Proses ini menyerap karbon dan menghasilkan gas oksigen
yang sangat bermanfaat dan merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan
manusia (CIFOR 2008).
Whitten et al (1984) dalam Sofiyuddin (2007) mendefinisikan
biomasa hutan sebagai jumlah total berat kering semua bagian tumbuhan
hidup, baik untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme, populasi atau
komunitas dan dinyatakan dalam berat kering tanur per satuan luas
(ton/ha). Selain itu, menurut Sutaryo (2009), biomasa hutan (forest
biomass) adalah keseluruhan volume makhluk hidup dari semua species
pada suatu waktu tertentu dan dapat dibagi ke dalam 3 kelompok utama
yaitu pohon, semak dan vegetasi yang lain.
Tim Arupa (2014) mendefinisikan karbon (C) sebagai unsur kimia
dengan nomor atom 6 dan merupakan unsur bukan logam yang apabila
terlepas diudara dan terikat dengan oksigen maka karbon akan menjadi
CO. Umumnya karbon menyusun 45%-50% bahan kering dari tanaman
(Sofiyuddin, 2007). Karbon dapat ditemukan pada makhuk hidup, baik
yang sudah mati ataupun masih hidup. Karbon pada ekosistem hutan dapat
ditemukan dalam bentuk pohon (baik yang hidup atau mati), tumbuhan
bawah (baik yang hidup atau mati), serasah hutan, dan tanah. Karbon-
karbon dapat ditemukan dalam dalam makhluk hidup yang melalui
fotosintesis kemudian karbon ini akan bersifat padat. Saat lepas ke udara,
karbon (C) akan berikatan dengan oksigen (O) yang kemudian menjadi zat
asam arang (CO). Zat asam arang inilah yang berbahaya dan akan merusak
gas rumah kaca jika berlebihan (Tim Arupa, 2014).
Komponen karbon tersimpan terdiri dari karbon tersimpan di atas
permukaan tanah terdiri dari tanaman hidup (batang, cabang , daun, liana,
epifit, dan tumbuhan bawah) dan tanaman mati (pohon tumbang, pohon
mati berdiri, daun, cabang, ranting, bunga dan buah yang gugur, serta sisa
pembakaran).
Sedangkan karbon tersimpan di bawah permukaan tanah meliputi
akar tanaman, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, organisme
9

tanah dan bahan organik tanah. Karbon tersimpan di suatu penggunaan


lahan dipengaruhi oleh jenis vegetasinya (Hairiah et al. 2005)

Sedjo dan Salomon (1998) diacu dalam Lusiana et al. (2005)


menjelaskan bahwa cara menaikkan stok karbon (penyerapan karbon)
dapat dilakukan dengan cara :

 Pertambahan alami dalam pertumbuhan hutan dan biomassa.


 Meningkatkan stok pohon yang berada di dalam hutan.
 Membangun hutan tanaman yang pertumbuhannya cepat.

Tumbuhan memerlukan sinar matahari, gas asam arang (CO) yang


diserap dari udara serta air dan hara yang diserap dari dalam tanah untuk
kelangsungan hidupnya melalui proses fotosintesis, CO2 udara diserap
oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke
seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman
berupa daun, batang daun, ranting, bunga, dan buah. Proses penimbunan
karbon didalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses sekuestrasi (C-
sequestration). Dengan demikian, mengukur jumlah karbon yang
tersimpan di dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan
dapat menggambarkan banyaknya gas CO2 di atmosfer yang diserap oleh
tanaman. Sedangkan pengukuran karbon yang masih tersimpan dalam
bagian tumbuhan yang telah mati (nekromassa) secara tidak langsung
mengambarkan CO2 yang tidak dilepas ke udara lewat pembakaran
(Hairiah et al. 2001).
2.5.2 Pengukuran Biomassa dan Karbon Tersimpan
Menurut Sutaryo (2009) dalam inventarisasi hutan terdapat empat kantung
karbon tersimpan yaitu sebagai berikut :
 Biomassa Atas Permukaan
Biomassa atas permukaan adalah suatu material hidup atas
permukaan termasuk bagian dari kantong karbon ini adalah batang,
tunggul, cabang, kulit kayu, biji daun dari vegetasi baik dari starata pohon
maupun dari strata tumbuhan di bawah lantai.
 Biomassa Bawah Permukaan
Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar
tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran
diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan
dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk
dibedakan dengan bahan organic tanah dan serasah.
 Bahan Organik Mati
Bahan organik mati meliputi kayu mati dan serasah. Serasah
dinyatakan sebagai semua bahan organik mati dengan diameter yang
lebih kecil dari diameter yang telah ditetapkan dengan berbagai tingkat
dekomposisi yang terletak di permukaan tanah. Kayu mati adalah semua
bahan organik mati yang tidak tercakup dalam serasah baik yang masih
10

tegak berdiri maupun yang telah roboh/tumbang di tanah, akar mati, dan
tanggul dengan diameter lebih besar dari diameter yang telah ditetapkan.
 Karbon Organik Tanah
Bagian yang mencakup karbon organik tanah yaitu karbon pada
tanah mineral dan tanah organik yang termasuk gambut didalamnya,
besarnya biomassa dapat digunakan untuk menduga nilai karbon
tersimpan yang terdapat didalamnya.

Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu sampling


dengan pemanenan (Destructive sampling), sampling tanpa pemanenan
(Non-destructive sampling), dengan data pendugaan melalui
penginderaan jauh dan pembuatan model. Untuk masing masing metode
di atas, persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi cuplikan
data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standard
yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien
persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies.
 Sampling dengan pemanenan (Destructive sampling)
Metode ini dilaksanakan dengan memanen seluruh bagian
tumbuhan termasuk akarnya, mengeringkannya dan menimbang berat
biomassanya. Pengukuran dengan metode ini untuk mengukur biomassa
hutan dapat dilakukan dengan mengulang beberapa area cuplikan atau
melakukan ekstrapolasi untuk area yang lebih luas dengan menggunakan
persamaan alometrik. Meskipun metode ini terhitung akurat untuk
menghitung biomass pada cakupan area kecil, metode ini terhitung mahal
dan sangat memakan waktu.
 Sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling)
Metode ini merupakan cara sampling dengan melakukan
pengkukuran tanpa melakukan pemanenan. Metode ini antara lain
dilakukan dengan mengukur tinggi atau diameter pohon dan
menggunakan persamaan alometrik untuk mengekstrapolasi biomassa
 Pendugaan melalui penginderaan jauh.
Penggunaan teknologi penginderaan jauh umumnya tidak
dianjurkan terutama untuk proyek-proyek dengan skala kecil. Kendala
yang umumnya adalah karena teknologi ini relatif mahal dan secara
teknis membutuhkan keahlian tertentu yang mungkin tidak dimiliki oleh
pelaksana proyek. Metode ini juga kurang efektif pada daearah aliran
sungai, pedesaan atau wanatani (agroforestry) yang berupa mosaic dari
berbagai penggunaan lahan dengan persil berukuran kecil (beberapa ha
saja). Hasil penginderaan jauh dengan resolusi sedang mungkin sangat
bermanfaat untuk membagi area proyek menjadi kelas-kelas vegetasi
yang relative homogen. Hasil pembagian kelas ini menjadi panduan untuk
proses survey dan pengambilan data lapangan. Untuk mendapatkan
estimasi biomassa dengan tingkat keakuratan yang baik memerlukan hasil
pengideraan jauh dengan resolusi yang tinggi, tetapi hal ini akan menjadi
metode alternatif dengan biaya yang besar.
 Pembuatan model
Model digunakan untuk menghitung estimasi biomassa dengan
frekuensi dan intensitas pengamtan insitu atau penginderaan jauh yang
11

terbatas. Umumnya, model empiris ini didasarkan pada jaringan dari


sample plot yang diukur berulang, yang mempunyai estimasi biomassa
yang sudah menyatu atau melalui persamaan allometrik yang
mengkonversi volume menjadi biomassa . (Australian Greenhouse
Office, 1999).
III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu


Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2019.
Lokasi Penelitian akan dilaksanakan di Kampus Universitas Kuningan
Kecamatan Kuningan, Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat. Sedangkan
secara geografis Kampus Universitas Kuningan terletak di 6°58'30.09" -
6°58'32.89"LS dan 108°29'59.42" - 108°30'3.63"BT.

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian


12

Gambar 3.2 Lokasi Setiap Blok

Lokasi Penelitian dibagi kedalam beberapa blok yaitu :


1) Fakultas Menejemen (FE)
2) Fakultas Keguruan (FKIP)
3) Masjid Imam Hidayat
4) Student Center (SC)
5) Korps Sukarela (KSR)
6) Fakultas Kehutanan (FAHUTAN)
7) Lapangan Parkir
8) Rektorat
9) Lapang Rektorat
10) Fakultas Komputer (FKOM)

3.2 Alat Dan Bahan


Untuk membantu dilaksanakannya penelitian ini maka diperlukan alat-alat
dan bahan. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini
diantaranya :
1) Alat tulis untuk mencatat beberapa data dilapangan.
2) Tally sheet sebagai media mencatat data diameter pohon, jenis pohon dan
lokasi pohon.
3) Tali rapia untuk mengetahui batasan blok ketika melakukan inventarisasi.
4) Phi band atau pita ukur untuk mengukur diameter pada setiap pohon.
5) Peta kerja sebagai petunjuk lokasi penelitian yang mengarahkan pada
setiap blok.

3.3 Batasan Penelitian


Adapun beberapa batasan-batasan pada penelitian ini adalah:
1. Lokasi penelitian berada di Kampus Universitas Kuningan, Kabupaten
Kuningan.
2. Data yang akan diambil ialah biomassa atas permukaan yakni biomassa
pada tingkat pertumbuhan Tiang dan Pohon.
3. Perhitungan Serapan Karbon dilakukan dengan mengunakan sistem Blok
pada setiap wilayahnya.
4. Data diameter akan diambil pada batang pohon setinggi dada (dbh)
setinggi 1,3 m di atas permukaan tanah.

3.4 Jenis Data


3.4.1 Data Primer
Kegiatan pengumpulan data penelitian pada prinsipnya adalah suatu
kegiatan untuk mendapatkan gambaran, proses pengumpulan data meliputi
data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer yang akan diambil
didapat dari observasi langsung lapangan dengan teknik visualisasi data
penelitian tersebut diantaranya pengukuran diameter pada setiap jenis pohon,
identifikasi jenis Pohon, lokasi tumbuhnya pohon hingga menentukan
batasan blok di Kampus Universitas Kuningan, hal ini dilakukan guna
13

mendapatkan data yang akurat dan valid sehingga dapat di pertanggung


jawabkan.

3.4.2 Data Sekunder


Pengumpulan data sekunder dapat melalui survey instansional untuk
memperoleh data atau informasi yang ada sebagai pendukung penelitian, dari
tahap pengumpulan data sekunder ini diharapkan mendapatkan kejelasan,
seperti luasan Universitas Kuningan, jenis pohon apa saja yang telah di
tanam, upaya apa saja yang telah dilakukan dalam penghijauan kampus baik
secara kebijakan ataupun program yang telah ada dan sudah di
implementasikan maupun belum yang nantinya akan dikembangkan sehingga
dapat mendukung data – data hasil obeservasi secara langsung.

3.5 Metode Pengumpulan Data


Pengukuran Cadangan Karbon dilakukan dengan menggunakan metode
sensus berdasarkan nilai diameter seluruh populasi pohon yang terdapat
diwilayah kampus Universitas Kuningan. Dimensi diameter yang diukur
adalah Diameter setinggi dada (Diemeter at the Breast Heigh DBH).
Diameter pohon adalah panjang garis lurus yang melalui pusat penampang
melintang pohon dan menghubungkan pohon dan menghubungkan dua titik
yang terdapat pada garis lingkaran luar pohon ( Handayani, 2013).
Pengukuran DBH batang dilakukan pada jarak 130-135 cm dari permukaan
tanah. Data DBH pada setiap jenis pohon kemudian dikonversi ke biomassa.

3.6 Analisis Biomassa dan Karbon


Pendugaan nilai biomassa setiap pohon dilakukan menggunakan
persamaan allometrik. (Kettrings et al. 2001 dalam Fajrin 2018):

W = 0,066 (D)2,59

Keterangan :
W = Biomassa pohon (kg/pohon)
D = DBH ( cm )
0,066 = Konstanta

Pendugaan nilai biomassa total dari seluruh jenis tanaman ke dalam (ton)
dengan menggunakan persamaan berikut (Tim Arupa, 2014).

Total Biomassa Seluruhan (ton)


= total biomassa
1000 kg
14

Kandungan karbon dihitung berdasakan hasil yang di peroleh dari biomassa


dengan menggunakan persamaan menurut Tim Arupa (2014), dengan
kandungan karbon 50 % dari biomassa :

C = biomassa x 0,5

Keterangan :
C = karbon (ton)
0,5 = Faktor Konversi

.
15

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. UI GreenMetric Word University Ranking “Guideline of UI


GreenMetric Word University Ranking” (From Policy To Action)

Anonim. 2018. UI GreenMetric Guideline “Universities, Impacts, and Sustainable


Development Goals (SDGs)”

Akmalah, E.M.W.R.D.S 2016 Jurnal: Kajian Kategori Education pada


Pelaksanaan Green Campus Di Instiut Teknologi Nasional, Bandung.

Aminudin, Sholeh 2008 Jurnal: Kajian Potensi Cadangan Karbon Pada


Pengusahaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Hutan Rakyat Desa Dengok
Kecamatan Playen, Kabupaten Hunung Kidul).

Bakri. (2009). Analisis Vegetasi dan Pendu-gaan Cadangan Karbon Tersimpan


pada Pohon di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden Desa Sionggang
Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba. Tesis Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara. Sumatera.

Fajrin, L.M L.I.O.C 2018.Jurnal : Potensi Cadangan Karbon Tersimpan Di Hutan


Kota Bungkirit dan Mayasih Kabupaten Kuningan.

Mayasari, Dkk, 2016 Jurnal: Studi Perencanaan Pengembangan Universitas


Hasyim Asy’Ari Sebagai Green Campus.

McFarland dkk. 2008. Relationship Between Student Use of Campus Green


Spaces and Percapbtions of Quality of life.

Nasihin, I. D.K.Y.A. 2019. Proposal Penelitian: Analisis Implementasi Kebijakan


Green Campus Universitas Kuningan. Kuningan. Universitas Kuningan.

Nugraha, Y. (2011). Potensi Karbon Tersimpan di Taman Kota 1 Bumi Serpong


Damai (BSD), Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Skripsi Program
Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Jakarta.

Puspadi, N.A.M.W.M.R.S 2016 Jurnal: Perbandingan Kendala dan Tantangan


Penerapan Konsep Green Campus Di Itenas Dan Unpar.

Rianto 2016. jurnal identifikasi dan analisis tingkat ketersediaan ruang terbuka
hijau di kabupaten kuningan (studi kasus wilayah kecamatan kuningan dan
kecamatan cigugur).
16

Republik Indonesia. 2007. Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan


Ruang. Departemen Pekerjaan Umum, Ditjen Penataan Ruang.
Sutaryo, D. 2009 Jurnal : Penghitungan Biomassa sebuah pengantar untuk studi
karbon dan perdagangan karbon

Tuah, N. R.S.D.Y 2017. Jurnal : Penghitungan biomassa dan karbon di atas


permukaan tanah hutan larangan adat rumbio Kabupaten Kampar.

Hikmatyar, F.M. T.M.I.A.P.P 2015. Jurnal : Estimasi Karbon tersimpan pada


tegakan Pohon di Hutan pantai pulau Kotok besar,Bagian Barat,
Kepulauan Seribu.

Anda mungkin juga menyukai