Anda di halaman 1dari 7

Bersahabat dengan Alam, Wujudkan Green Campus, dan Mahasiswa Beprestasi untuk

Menuju UM yang sehat dan Mencerdaskan


Prof. Dr. Sumarmi, M.Pd

Guru Besar Bidang Lingkungan


Ketua Green Campus Universitas Negeri Malang Periode 2023-2027

Pendahuluan
Perubahan iklim yang dulunya merupakan prediksi dan dugaan, saat ini merupakan realitas ilmiah
yang dihadapi oleh masyarakat di seluruh dunia. Kajian mengenai perubahan iklim hingga
adaptasinya akibat dampaknya masih menjadi agenda penting bagi negara-negara di dunia
khususnya negara yang memiliki potensi bencana hidrometeorologis. Indonesia merupakan salah
satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan total area 1.9 Million Km2 dengan garis pantai
99.000 km. Berdasarkan (Ramadhan et al., 2022) menunjukkan bahwa bencana hidrometerologis
di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 97,12% berupa banjir, longsor, siklon, abrasi, dan
kekeringan. Banjir dan longsor yang merupakan salah bencana hidrometerologis yang memiliki
memiliki intensitas yang tinggi dan dampak yang merugikan. Selain itu, perubahan iklim juga
berdampak pada peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) dan proyeksi peningkatan
populasi manusia yang berdampak pada penggunaan energi (Dutta et al., 2023; Erlwein et al.,
2023; Stephenson et al., 2013). Perubahan iklim merupakan realitas yang pasti terjadi dan dihadapi
oleh manusia. Namun pengurangan risiko akibat dampak dari perubahan iklim merupakan upaya
yang harus dilakukan demi lingkungan dan kehidupan yang berkelanjutan (Environmental and
human life sustainability) sesuai dengan isi dari Sustainable Development Goals (SDGs).
Upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka pengurangan risiko akibat perubahan iklim
menjadi tanggung jawab bagi seluruh elemen masyarakat dunia, termasuk tanggung jawab dari
akademisi yang dapat mengoptimalkan segala pengetahuan dan hasil penelitian untuk
memunculkan inovasi teknologi ramah lingkungan serta aksi nyata yang mencerminkan cinta
lingkungan.
Perguruan tinggi sebagai bagian dari institusi yang memiliki kewajiban mencetak generasi
penerus bangsa memiliki posisi yang strategis untuk ikut serta dalam upaya pengurangan risiko
perubahan iklim dan memunculkan embrio-embrio yang cinta lingkungan untuk kehidupan dan
penghidupan yang berkelanjutan. Kebijakan perguruan tinggi yang mengikat perilaku dan aktifitas
civitas akademika di lingkungan kampus harus mencerminkan kebijakan yang ramah lingkungan
(Leal Filho et al., 2023; Tang, 2022). Karakter cinta dan peduli lingkungan harus sudah mulai
ditumbuhkembangkan dan diperkuat dalam kehidupan sehari-hari bagi seluruh civitas akademika
perguruan tinggi karena membudayakan cinta dan peduli lingkungan harus dimulai dari
pembiasaan dan kesadaran diri. Harapannya, melalui kebijakan perguruan tinggi yang mengikat
aktifitas civitas akademika ini mampu membudayakan karakter cinta dan peduli lingkungan.
Dalam konsep tacit knowledge, pengalaman yang dimiliki oleh seseorang akan memiliki
persentase besar untuk mempengaruhi perilaku kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pengalaman
yang akan diterima oleh civitas akademika perguruan tinggi untuk menumbuhkembangan dan
memperkuat cinta dan peduli lingkungan harus dimulai dari pengalaman melalui aksi nyata cinta
lingkungan.
Selama 20 tahun terakhir telah banyak riset mengenai lingkungan berkelanjutan hingga
kompetisi untuk menciptakan kampus hijau (Green Campus) yang telah digagas oleh Lembaga
Pendidikan maupun non pendidikan international maupun nasional yang memiliki concern di
bidang lingkungan berkelanjutan maupun energi yang ramah lingkungan. Universitas Indonesia
telah memprakarsai pemeringkatan kampus hijau yang dikenal dengan UI Green Matric yang
establish di Tahun 2010. Adanya UI Green Matric ini telah mendorong dan terus memacu peguruan
tinggi pada level nasional maupun internasional untuk terus menciptakan dan meningkatkan
inovasi teknologi maupun infrastruktur yang ramah lingkungan sesuai dengan kriteria dalam UI
GreenMetric yaitu setting and infrastructure (SI), energy and climate change (EC), Waste (WS),
Water (WR), Transportation (TR) and Education and Research (ER).
Universitas Negeri Malang (UM) sebagai institusi pendidikan yang mencetak mahasiswa
dari level vokasi hingga doktor telah memiliki visi menjadi kampus yang SEHAT dan
MENCERDASKAN. Salah satu elaborasi makna dari visi ini sejalan dengan tujuan dari SDGs dan
6 indikator dari UI GreenMetric untuk menjadi kampus yang mendukung secara penuh kehidupan
dan penghidupan berkelanjutan dan menciptakan lingkungan kampus dengan penggunaan
teknologi yang ramah lingkungan, melakukan aksi nyata cinta lingkungan dan mencetak generasi
penerus bangsa yang memiliki karakter peduli dan cinta lingkungan. UM telah berkomitmen untuk
menjadi kampus ramah lingkungan melalui pengesahkan Tim GreenCampus yang telah dirintis
sejak 2017 aksi nyata peduli lingkungan serta optimalisasi penggunaan green teknologi di
lingkungan kampus. Hal ini menunjukkan keseriusan dan konsistensi UM untuk menjadi kampus
yang terus berupaya untuk terus ikut serta dalam pengurangan risiko akibat perubahan iklim.
Menjadikan UM sebagai kampus hijau merupakan tanggungjawab yang melekat di seluruh civitas
akademika UM.
Progam-program yang telah dilakukan dalam rangka mendukung GreenCampus akan
senantiasa dilakukan secara simultan dan berkelanjutan sesuai dengan indikator pada UI
GreenMetric. UM akan semakin kuat dalam mengambil peran untuk ikut serta menjadi kampus
ramah lingkungan dan mengurangi risiko akibat perubahan iklim. Konsistensi dan komitmen UM
menjadi kampus ramah lingkungan dijabarkan melalui rencana jangka pendek dan rencana jangka
panjang serta roadmap pengembangan UM GreenCampus yang tertuang dalam naskah akademik
UM GreenCampus. Tentunya, naskah akademik menjadi salah satu pedoman dalam menentukan
arah pengembangan selanjutnya karena berisi rencana program, kebijakan, praktek dan penerapan
GreenCampus dan aksi nyata lainnya yang mendukung indikator dari UI GreenMetric.
Isi dari makalah ini akan mengelaborasi lebih detil mengenai aktifitas yang berkaitan
dengan upaya yang berupa kegiatan-kegiatan yang mendukung pengurangan dampak perubahan
iklim, 1) ekosistem cyrcle sebagai basis kehidupan, salah satunya yaitu jasa ekosistem; 2) kegiatan
yang sudah dilakukan oleh UM dalam rangka mendukung Gerakan dan 3) posisi UM dalam
perangkingan UI Green Metric

Ekosistem Cycle Sebagai Basis Kehidupan


Pada tahun 2023 telah terjadi peningkatan jumlah populasi dunia sebesar 0,74% dari tahun
2022. Dinamika pertumbuhan penduduk dunia sangat tinggi. Tingkat pertumbuhan yang begitu
cepat harus diimbangi dengan upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan (Cohen, n.d.; Ray &
Author, 2011). Salah satu tantangan yang terjadi ketika terjadi peningkatan populasi penduduk
Indonesia yaitu menjaga agar ekosistem tetap lestari. Menjaga ekosistem untuk senantiasa lestari
merupakan salah satu basis penopang kehidupan makhluk hidup (Martinez-juarez et al., 2015) .
Manusia sebagai bagian integral dari ekosistem (Vries, 2021). Menurut teori utilization
menyebutkan bahwa manusia hidup dalam mengelola alam tidak boleh merugikan manusia yang
akan datang, sehingga kaidah-kaidah dalam deep ecology untuk menjaga ekosistem cycle sebagai
basis kehidupan dan penghidupan harus tetap menjadi pedoman dalam berperilaku (Dobson, 2014;
Jickling et al., 2007).
Konsep utilization menjadi salah satu alasan bahwa manusia perlu menjaga ekosistem.
Keseimbangan ekosistem akan berpengaruh pada kesejahteraan makhluk hidup dan lingkungan.
Kelestarian ekosistem menjadi salah satu alasan bahwa manusia perlu menjaga ekosistem.
Ekosistem sebagai bentuk hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Pada ekosistem cyrcle, seluruh komponen di dalamnya saling berinteraksi untuk memenuhi
kebutuhan hidup masing-masing. Ekosistem sebagai entitas yang kompleks terdiri dari komunitas
tumbuhan, binatang dan mikroorganisme yang dinamis beserta lingkungan abiotiknya yang saling
berinteraki sebagai satu kesatuan unit fungsional (Arico et al., n.d.; Watson et al., n.d.). Ekosistem
memiliki pengaruh yang besar bagi kelangsungan hidup di bumi. Ekosistem yang sudah tidak
seimbang menjadikan lingkungan tidak ramah lagi karena begitu banyak dampak negative yang
disebabkan jika ekosistem rusak.
Salah satu yang dapat dilakukan untuk menjaga ekosistem tetap lestari yaitu melalui
mengoptimalkan jasa ekosistem. Jasa ekosistem sebagai proses ekologi atau komponen ekosistem
bagi yang berpotensi memberikan aliran manfaat bagi masyarakat. Jasa ekosistem merupakan
manfaat yang diperoleh oleh manusia dari eksistensi dari ekosistem. Tujuan pembangunan
berkelanjutan (SDGs) merupakan tujuan mulia untuk kehidupan berkelanjutan, salah satu upaya
yang dapat dioptimalkan yaitu menjaga eksistensi jasa ekosistem melalui perilaku bijaksana
manusia dalam mengelola dan menjaga ekosistem agar tetap lestari. Pada hakikatnya, manusia
terikat kepada kehidupan di dunia serta manusia memiliki peran yang besar untuk mengelola,
menciptakan dan mempertahankan kehidupan agar tetap harmoni di masa yang akan datang.
Menurut Naess sebagai salah satu filsuf yang concern pada kajian deep ecology, menyebutkan
bahwa keberadaan alam akan memberikan manfaat kepada kehidupan manusia (Nnaemeka et al.,
2016), salah satunya melalui jasa lingkungan. Salah satu pemanfaatan informasi jasa ekosistem
adalah pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam serta perencanaan tata ruang. Bentuk dari
jasa ekosistem berupa pengaturan gas dan udara sehingga makhluk hidup mendapatkan atmosfer
lingkungan yang sangat baik.
Millenium Ecosystem Assessment (2005) mendefinisikan jasa ekosistem sebagai manfaaat
yang diperoleh manusia melalui ekosistem. Salah satu yang merupakan jasa ekosistem yaitu
sekuestrasi karbon yang merupakan penyimpanan karbondioksida atau bentuklain dari karbon
secara jangka panjang sebagai salah satu upaya untuk mitigasi pemanasan global dan perubahan
iklim. Adanya peningkatan Green House Gas (GHG) terutama karbondioksida (CO2) yang
merupakan faktor utama yang berkontribusi dan berdampak besar terhadap perubahan iklim
(Herzog, 2001; Klass & Wilson, 2010). Salah satu bahan fosil yang penting dan bertanggungjawab
atas pelepasan Cos ke atmosfer adalag batubara, minyak, dan gas alam. Lepasnya karbon ( C ) ke
atmosfer mempunya efek ganda pada lingkungan yaitu 1)penurunan kualitas atau produktifitas
tanah yang mempengaruhi efisiensi penggunaan pasokan (input) bahan organic; 2) mengurangi
hasil pertanian; dan 3) memperburuk kerawanan pangan.
Berdasarkan pada protocol Kyoto menyatakan bahwa emisi dapat dikurangi dengan
pengurangaan laju GHG yang diemisikan ke atmosfer maupun dengan meningkatkan laju GHG
dari atmosfer melalui penyerapaan/sekuesterasi karbon dalam tanah, terutama pada lahan yang
digunakan untuk pertanian. Sekuestrasi karvbon organic tanah telagh dianggap sebagai salah satu
strategi mitigasi perubahan iklim yang berkaitan dengan penyimpnana karbon ke dalam tanah. Jika
semakin banyaak karbon yang disimpan dalam tanah sebagai karbon organic, akan mengurangi
jumlah karbon yang ada di atmosfer sehingga membantu untuk mengurangi masalah pemanasan
global dan perubahan iklim. Selain itu proses sekuestrasi karbon juga dapat digunakan untuk
menyeimbangkan emisi antropogenik, peningkatan jumlah simpanan Soil Carbon Organik (SCO)
yang dapat meningkatkaan kualitas tanah karena dapat mempengaruhi aspek kesuburan tanah
berupa kesuburan kimiaa, fisik dan biologi. Gambar 1 menunjukkan siklus sekuestrasi carbon
dalam tanah. Adanya sekuestrasi karbon ke tanah juga akan mendorong perubahan dalam
pengelolahan lahan dari proses peningkatan kandungan bahan organic tanah, dan juga memiliki
efek langsung yang signifikan berupa sifat tanah dan keanekaragaman hayati.

Gambar 1: Sekuestrasi Karbon


Aksi Nyata Mendukung Dampak Perubahan Iklim
UM sebagai kampus dengan visi menjadi kampus yang SEHAT dan MENCERDASKAN
akan senantiasa untuk terus mengupayakan, menggalakkan serta mengkampanyekan aksi Gerakan
dna aksi nyata untuk pengurangan dampak perubahan iklim. Melalui UM Green Campus yang
merupakan bagian program dari Pusat Lingkungan, Mitigasi dan Kebencaaan serta penelitian
maupun pengabdian yang dilakukaan oleh seluruh civitas akademika UM, maka selama ini telah
banyak aksi nyata yang sudah dilakukan oleh UM. Aksi nyata yang merupakan implementasi ini
dilakukaan secara sinergis dan kolaboratif antara dosen, mahasiswa, masyarakat dan juga relawan
lingkungan.
Kondisi lingkungan kampus yang sehat dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa
dan kinerja pegawai. Lingkungan kampus yang sehat salah satunya yaitu didukung dengan
lingkungan fisik seperti suhu udara yang sejuk, kebersihan kampus dan tetap menjaga kehijauan
kampus. Saat ini UM telah dan terus akan meningkatkan aksi nyata untuk mengurangi dampak
perubahan iklim. Aksi nyata ini diwujudkan melalui program kampus hijau yang diinisiasi oleh
UM khususnya tim Green Campus, dosen yang concern di bidang lingkungan serta mahasiswa
yang memiliki minat di bidang kebersihan dan cinta lingkungan.
Beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh UM, yaitu 1) melakukan penampungan air
hujan melalui embung, kolam, sumur resapan, biopori, tangki hujan untuk berbagai kepentingan
yang lainnya; 2) penerapan pembelajaran untuk deep ecology di berbagai wilayah di pesisir utara
dan selatan melalui penanaman mangrove; 3) merintis komunitas sahabat mata air; 4) konservasi
penyu; 5) program untuk memayu hayuning bawono; 6) pengolahan sampah kampus untuk briket
dan biomol; 7) tanaman toga di sekitar lingkungan kampus; 8) Pembibitan; 9) dan pembuatan eco
enzyme. Gambar 2 menunjukkan beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh UM

a a

a a a

a a a

Gambar 2: a) Penampungan air; b) Penjernihan Air; c) Penanaman Mangrove; d) Implementasi


Deep Ecology; d) Pengolahan sampah menjadi Pupuk; e) Tanaman Toga; f) Pembuatan Briket; g)
Pembibitan Tanaman

Selain beberapa aksi nyata yang sudah dilakukan oleh UM, saat ini UM juga sedang melakukan
upaya perbaikan Gedung dengan menggunakan energi ramah lingkungan, penataan Ruang
Terbuka Hijau (RTH), penyusunan peraturan yang berkaitan dengan lingkungan dan kebersihan
kampus; pengolahan sampah, dan konservasi air agar berkelanjutan. UM melalui Green Campus
akan terus berupaya untuk mewujudkan aksi nyata dan membumikan cinta lingkungan bagi
seluruh civitas akademika guna mendukung UM yang SEHAT dan MENCERDASKAN dan
mencetak mahasiswa berprestasi melalui Kampus Hijau dan bersahabat dengan alam.

Daftar Pustaka
Arico, S., Bridgewater, P., El-beltagy, A., Harms, E., Program, S., Hepworth, R., Leitner, K.,
Oteng-yeboah, A., Ramos, M. A., & Watson, R. T. (n.d.). Ecosystems AND HUMAN WELL-
BEING.
Cohen, J. E. (n.d.). Beyond Population : Everyone Counts in Development Working Paper 220
July 2010. July 2010.
Dobson, A. (2014). Deep ecology. Essential Concepts of Global Environmental Governance, 47–
48. https://doi.org/10.4324/9780203553565
Dutta, A., Bouri, E., Rothovius, T., & Uddin, G. S. (2023). Climate risk and green investments:
New evidence. Energy, 265(December 2022), 126376.
https://doi.org/10.1016/j.energy.2022.126376
Erlwein, S., Meister, J., Wamsler, C., & Pauleit, S. (2023). Governance of densification and
climate change adaptation: How can conflicting demands for housing and greening in cities
be reconciled? Land Use Policy, 128(February), 106593.
https://doi.org/10.1016/j.landusepol.2023.106593
Herzog, H. J. (2001). What Future for Carbon Capture and Sequestration ? 35(7), 1–10.
Jickling, B., Journal, C., & Education, E. (2007). Deep Ecology and Education: A Conversation
with Arne Naess. The Selected Works of Arne Naess, 2203–2218.
https://doi.org/10.1007/978-1-4020-4519-6_83
Klass, A. B., & Wilson, E. J. (2010). Climate Change , Carbon Sequestration , and Property
Rights CLIMATE CHANGE , CARBON SEQUESTRATION , AND PROPERTY. 363.
Leal Filho, W., Aina, Y. A., Dinis, M. A. P., Purcell, W., & Nagy, G. J. (2023). Climate change:
Why higher education matters? Science of the Total Environment, 892(June), 164819.
https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2023.164819
Martinez-juarez, P., Chiabai, A., Taylor, T., & Quiroga, S. (2015). Journal of Outdoor Recreation
and Tourism The impact of ecosystems on human health and well-being : A critical review.
Journal of Outdoor Recreation and Tourism, 10, 63–69.
https://doi.org/10.1016/j.jort.2015.06.008
Nnaemeka, C. J., Innocent, E. O., & Jeremiah, O. (2016). Arne Naess on environmental ethics &
its Implications for National Development. 2(2), 77–97.
Ramadhan, R., Marzuki, M., Suryanto, W., Sholihun, S., Yusnaini, H., Muharsyah, R., & Hanif,
M. (2022). Trends in rainfall and hydrometeorological disasters in new capital city of
Indonesia from long-term satellite-based precipitation products. Remote Sensing
Applications: Society and Environment, 28(August), 100827.
https://doi.org/10.1016/j.rsase.2022.100827
Ray, S., & Author, C. (2011). Impact of Population Growth on Environmental Degradation :
Case of India. 2(8), 72–78.
Stephenson, J., Crane, S. F., Levy, C., & Maslin, M. (2013). Population, development, and
climate change: Links and eff ects on human health. The Lancet, 382(9905), 1665–1673.
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(13)61460-9
Tang, K. H. D. (2022). A model of behavioral climate change education for higher educational
institutions. Environmental Advances, 9(June), 100305.
https://doi.org/10.1016/j.envadv.2022.100305
Vries, W. De. (2021). ScienceDirect Impacts of nitrogen emissions on ecosystems and human
health : A mini review. Current Opinion in Environmental Science & Health, 21(x), 100249.
https://doi.org/10.1016/j.coesh.2021.100249
Watson, R. T., Rosswall, T., Steiner, A., Töpfer, K., Arico, S., & Bridgewater, P. (n.d.).
Ecosystems AND HUMAN WELL-BEING.

Anda mungkin juga menyukai