Disusun Oleh :
Muhammad Ilham
3336230034
S1 Teknik Sipil
Abstrak
Isu lingkungan hidup yang terjadi pada skala global bersumber dari satu masalah, yaitu
perilaku manusia yang tidak menghargai lingkungan. Kerusakan lingkungan terjadi akibat
kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yang melebihi batas kemampuan
lingkungan untuk kembali ke keadaan semula, sehingga berakhir pada terjadinya bencana
ekologis. Munculnya perilaku seperti ini, tidak terlepas dari cara pandang manusia terhadap
lingkungannya (etika lingkungan), yang terkadang menempatkan manusia sebagai penguasa
diatas makhluk lainnya di dunia.
Jika masalahnya terletak pada moral manusia, maka untuk mengatasi permasalahan
lingkungan hidup tidaklah mudah, bahkan dengan penerapan teknologi tinggi sekalipun. Perilaku
tidak selaras dengan lingkungan yang sudah terbentuk melalui kebiasaan buruk akan sulit untuk
diubah. Etika lingkungan menawarkan cara pandang baru serta perilaku baru terhadap
lingkungan hidup, yang merupakan salah satu solusi terhadap krisis lingkungan. Perilaku sadar
lingkungan tidak dapat terbentuk dengan sendirinya tapi melalui proses pembelajaran yang terus
menerus, yaitu dengan mengasah kecerdasan naturalis pada manusia.
Tidak semua manusia berkembang kecerdasan naturalis dalam dirinya, yaitu kemampuan
untuk mengenali unsur alam dan hidup selaras dengan alam. Oleh karena itu, salah satu solusi
menyelamatkan lingkungan hidup adalah pembentukan perilaku cinta lingkungan sejak dini
dengan mengembangkan aspek kecerdasan naturalis pada anak. Anak-anak sebagai generasi
penerus diharapkan memiliki kesadaran yang diperlukan untuk mengelola lingkungan hidup
dimasa yang akan datang. Sedangkan untuk membentuk masyarakat sadar lingkungan,
kecerdasan naturalis ini dapat ditingkatkan dan dibina melalui penyuluhan, implementasi
program pemerintah, serta pengawasan yang berkesinambungan. Hal ini harus dilakukan untuk
menghindari paradigma bahwa program-program lingkungan hanya sebatas proyek saja,
sehingga jika program tersebut berakhir, lingkungan akan kembali rusak.
Menurut UU No. 32 tahun 2009, definisi lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan. manusia serta
makhluk hidup lain. Sedangkan ekosistem adalah suatu tatanan kesatuan utuh menyeluruh yang
terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang saling berinterksi, memiliki hubungan timbal balik
satu dengan lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekosistem merupakan lingkungan itu
sendiri. Komponen-komponen ini tidak dapat terpisah dan merupakan satu kesatuan antara satu
dan lainnya. Dalam interaksi yang terjadi, makhluk hidup dapat mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh lingkungannya.
Manusia merupakan komponen biotik yang pengaruhnya paling luas terhadap lingkungan
dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Manusia dibekali oleh akal pikiran yang lebih
maju, sehingga terkadang manusia merasa dominan dan berperan sebagai penguasa terhadap
makhluk hidup lainnya. Namun walau dikatakan sebagai penguasa, manusia sangat bergantung
pada sumber daya alam dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya. Berkaitan dengan
kondisi lingkungan dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan dasar, maka lingkungan
merupakan suatu sumber daya. Dari lingkungan tersebut, manusia mendapatkan unsur yang
diperlukan untuk produksi dan konsumsi (Soemarwoto, 2004). Namun dalam pemanfaatan
sumber daya ini, manusia sering berlebihan dalam mengeksploitasi lingkungan dan tidak
berwawasan lingkungan sehingga timbulah bencana ekologis dimana-mana. Bencana ekologis
didefinisikan sebagai akumulasi krisis ekologi yang disebabkan oleh gagalnya sistem
kepengurusan alam yang mengakibatkan hancurnya pranata kehidupan masyarakat (Pristiyanto,
2014). Berbeda dengan bencana alam yang terjadi secara alami, bencana ekologi disebabkan
oleh perilaku manusia yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Dampak bencana ini sudah
terjadi dimana-mana dan menimbulkan banyak korban jiwa maupun materil. Pengembangan
kecerdasan naturalisme adalah upaya untuk meningkatkan pemahaman dan hubungan manusia
dengan lingkungan alam. Cara ini dapat membantu menyelamatkan lingkungan hidup dengan
berbagai cara:
Terdapat tiga jenis kegiatan manusia dan yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan.
Pertama, kegiatan yang menurunkan kualitas dan jumlah sumber daya, terutama jika
dieksploitasi melebihi daya dukungnya. Kedua, pertumbuhan penduduk. Semakin tinggi jumlah
penduduk, semakin banyak sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Ketiga, akses terhadap lingkungan dan sumber daya yang tidak seimbang. Ketidakseimbangan
ini biasanya disebabkan oleh pranata hukum, sehingga menyebabkan penguasaan hak
kepemilikan oleh sekelompok kecil dan kelangkaan bagi kelompok lain. Semua kejadian itu
tentulah selain menurunkan kualitas lingkungan juga berpotensi menimbulkan konflik sosial
(Homer-Dixon, dkk., 1993 dalam Mitchell, dkk., 2007).
Saat ini, degradasi lingkungan merupakan salah satu masalah global yang sangat serius.
Degradasi lingkungan adalah kerusakan atau perubahan negatif dalam ekosistem alam dan
sumber daya alam yang dapat mengancam keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan manusia.
Beberapa bentuk degradasi lingkungan yang signifikan pada saat ini meliputi:
1. Perubahan Iklim: Peningkatan emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2)
akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, mengakibatkan
pemanasan global dan perubahan iklim yang drastis. Dampaknya termasuk kenaikan suhu
rata-rata bumi, naiknya permukaan air laut, dan cuaca ekstrem.
2. Kehilangan Keanekaragaman Hayati: Kehilangan habitat alam, perburuan liar, perubahan
iklim, dan aktivitas manusia lainnya telah menyebabkan penurunan drastis dalam
keanekaragaman hayati. Spesies-spesies punah, dan ekosistem alam rusak.
3. Deforestasi: Penggundulan hutan secara besar-besaran untuk perkebunan, pertanian, dan
eksploitasi kayu telah menyebabkan hilangnya hutan tropis yang penting untuk
penyerapan karbon, keanekaragaman hayati, dan fungsi ekosistem lainnya.
4. Pencemaran Lingkungan: Pencemaran udara, air, dan tanah oleh limbah industri, limbah
pertanian, bahan kimia berbahaya, dan plastik telah merusak kualitas lingkungan dan
berdampak buruk pada kesehatan manusia dan hewan.
5. Penggunaan Berlebihan Sumber Daya: Penggunaan berlebihan sumber daya alam seperti
air, tanah, dan mineral menyebabkan penurunan stok sumber daya yang dapat
memengaruhi ketahanan pangan dan pasokan air bersih.
6. Urbanisasi yang Tidak Terkendali: Pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang tidak
terkendali telah menyebabkan perubahan ekstensif dalam tata guna lahan, merusak
habitat alam dan memicu masalah terkait polusi dan kepadatan penduduk.
7. Krisis Sampah Plastik: Produksi dan pembuangan plastik yang tidak terkendali telah
menciptakan krisis global sampah plastik. Plastik dapat mencemari ekosistem laut,
merugikan satwa liar, dan memiliki dampak negatif terhadap kesehatan manusia.
8. Penurunan Kualitas Air: Pencemaran air oleh bahan kimia berbahaya, nutrisi berlebih,
dan limbah domestik telah merusak ekosistem air tawar dan mengancam pasokan air
bersih.
Upaya untuk mengatasi degradasi lingkungan termasuk upaya pengurangan emisi gas
rumah kaca, konservasi habitat alam, penggunaan sumber daya yang lebih berkelanjutan, serta
pengembangan teknologi dan kebijakan yang mendukung lingkungan. Kesadaran dan tindakan
kolaboratif global sangat penting dalam mengatasi tantangan ini dan melindungi planet kita
untuk generasi mendatang. Dalam etika lingkungan tidak hanya ditinjau dari sudut pandang
hubungan antar manusia saja, tetapi juga kegiatan manusia yang berdampak pada alam secara
keseluruhan. Termasuk di dalamnya kebijakan politik dan ekonomi yang berdampak baik
langsung maupun tidak langsung pada lingkungan. Etika lingkungan menawarkan cara pandang
atau paradigma baru sekaligus perilaku baru terhadap lingkungan hidup, yang bisa dianggap
sebagai solusi terhadap krisis ekologi. Menurut Arne Naes (1973) dalam Keraf (2010), krisis
lingkungan hidup hanya dapat diatasi dengan mengubah cara pandang dan perilaku manusia
secara fundamental terhadap alam. Dibutuhkan perubahan pola hidup, tidak hanya perorangan
tapi menyangkut masyarakat luas. Dengan begitu, manusia dituntut untuk memiliki kewajiban
moral terhadap kehidupan alam semesta termasuk juga pada komponen abiotik.
ETIKA LINGKUNGAN
Menurut Keraf (2010), krisis ekologi yang terjadi saat ini bukanlah permasalahan teknis tetapi
lebih pada masalah krisis moral secara global dan persoalan perilaku manusia. Terjadi
pergeseran pandangan dimana manusia berperan sebagai penguasa atau pusat, yang kemudian
diperkuat dengan paradigma ilmu pengetahuan dan teknologi Cartesian dengan ciri utama
mekanistis reduksionistis, yaitu terdapat pemisahan antara alam sebagai objek dan manusia
sebagai subjek. Sehingga akhirnya melahirkan perilaku manipulatif dan eksploitatif terhadap
alam. Untuk itu, diperlukan etika dan moralitas untuk mengatasinya. Etika lingkungan adalah
kumpulan nilai-nilai, prinsip, dan norma-norma moral yang berkaitan dengan cara kita
berhubungan dengan lingkungan alam. Ini mencakup tanggung jawab kita terhadap
alam, hewan, dan planet ini secara keseluruhan. Etika lingkungan memiliki peran
penting dalam upaya kita untuk menjaga dan melindungi lingkungan alam serta
berkelanjutan dalam penggunaan sumber daya alam.
Beberapa prinsip dan nilai yang terkait dengan etika lingkungan meliputi:
Dengan adanya perhatian yang semakin meningkat terhadap isu-isu lingkungan, etika
lingkungan menjadi semakin relevan dalam pandangan dan tindakan kita untuk
menjaga planet ini dan mewariskannya kepada generasi mendatang dalam kondisi
yang baik.
Proses kerusakan lingkungan yang terus berlangsung, dapat menurunkan kualitas kehidupan
manusia pada akhirnya. Polusi dimana-mana membuat lingkungan semakin tidak nyaman untuk
dihuni. Aplikasi teknologi apapun tidak akan berhasil jika pandangan manusia tetap menganggap
lingkungan sebagai sumber daya untuk dieksploitasi sebesar-besarnya. Mengubah perilaku yang
sudah terbentuk lama tidak semudah membalikkan telapak tangan. Oleh karena itu, untuk
mengatasi krisis lingkungan seperti ini, dapat diambil jalan keluar dengan mendidik generasi
penerus serta mengembangkan sumber daya manusia untuk mengelola lingkungan dan agar
memiliki komitmen terhadap kelestarian lingkungan. Sebagaimana tercantum dalam UU Nomor
32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) pasal 70,
disebutkan mengenai peran masyarakat untuk berperan aktif dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Artinya masyarakat berperan aktif sebagai pengawas sosial,
meberi masukan dan juga menyampaikan informasi (laporan). Maka dalam pengembangan
sumber daya manusia, hendaklah diserahakan pada masyarakat agar masyarakat dapat
meningkatkan kepeduliannya dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
disekitarnya. Namun permasalahannya adalah tidak mudah untuk mengubah karakter masyarakat
yang telah terbentuk. Masalah yang sering muncul dalam masyarakat diantaranya tidak adanya
budaya malu jika mengotori tempat umum, mengganggu fasilitas umum (vandalisme),
melanggar peraturan umum dan kaidah sosial serta menilai diri sendiri istimewa dan melempar
kesalahan pada pihak lain. Faktor yang berpengaruh dalam menciptakan lingkungan yang bersih
dan sehat yaitu faktor psikologis dari individu dan sosiofisik (Notohadiprawiro, 2006).
Kecerdasan naturalis, juga dikenal sebagai kecerdasan alamiah atau kecerdasan naturalistic,
adalah salah satu dari beberapa jenis kecerdasan dalam teori kecerdasan yang dikembangkan
oleh Howard Gardner. Kecerdasan ini terkait dengan kemampuan seseorang untuk mengamati,
memahami, dan berinteraksi dengan alam dan lingkungan alamiah secara mendalam. Orang yang
memiliki kecerdasan naturalis yang tinggi cenderung memiliki ketertarikan dan keterampilan
dalam hal-hal seperti:
Orang dengan kecerdasan naturalis dapat berprofesi menjadi ahli biologi, zoology, botani,
astronomi, antropologis, sosiologis, guru, dokter hewan, manajer kehutanan, perlindungan
hewan, peternakan, meteorologi, ahli hortukultura, arkeolog, ekologi serta politisi dan sebagai
pembuat kebiajakan mengenai isu lingkungan. Kecerdasan naturalis melibatkan kedua belahan
otak yaitu kiri dan kanan. Otak kiri memiliki karakter analitis dan abstrak dan otak kanan yang
karakternya lebih holistik dan sosial. Artinya kecerdasan naturalis dapat menyeimbangkan kerja
kedua belahan otak.
Lingkungan dan alam merupakan dasar yang sangat penting bagi awal perkembangan pola
pikir anak. Melalui literatur alam, anak bebas beraktivitas dan mengembangkan kemampuan.
Sebenarnya esensi dari kecerdasan naturalis adalah agar manusia memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan masalah lingkungan yang terjadi dalam kenyataan, mampu untuk menemukan
suatu persoalan kemudian menganalisis dan mampu memecahkannya, serta membentuk perilaku,
nilai dan kebiasaan untuk lebih dekat dan menghargai alam. Meningkatkan kecerdasan naturalis
dapat dilakukan dengan cara yang sederhana dan dimulai dari lingkungan disekitarnya.
Lingkungan paling dekat anak adalah keluarga dan sekolah. Orang tua dan guru harus
memberikan teladan yang baik. Langkah-langkah untuk meningkatkan kecerdasan naturalis pada
anak usia dini diantaranya:
a. Bisa dimulai dengan penerapan nilai K3 (ketertiban, kebersihan dan keindahan) dalam
kehidupan sehari-hari. Selalu membiasakan, memberi contoh dan menerima aturan untuk
selalu hidup tertib, bersih dan indah. Hal yang paling sederhana adalah mengajarkan
membuang sampah pada tempatnya dan tahan untuk tidak membuang samah sembarangan.
b. Mengenalkan konsep dasar lingkungan hidup seperti keanekaragaman hayati, komponen
biotik dan abiotik, serta mengetahui akibat jika terjadi bencana ekologis akibat kerusakan
lingkungan.
c. Mengenalkan konsep perawatan dan pelestarian lingkungan hidup diantaranya belajar
memahami pentingnya flora, mengenal jenisnya dan mengetahui cara budidaya dan
perawatan tanaman. Sedangkan untuk hewan, dapat dimulai dengan belajar memelihara
hewan serta manfaat yang dapat diperoleh dari hewan.
d. Memahami penerapan IPTEKS dalam pelestarian lingkungan. Seperti pengenalan limbah
yang tidak berbahaya dan memiliki nilai tambah, daur ulang limbah, serta membiasakan
diri menggunakan barang-barang hasil daur ulang dan memanfaatkan teknologi sederhana.
Selain itu dilakukan pula gerakan masyarakat dalam pelestarian lingkungan hidup,
seperti:
1. Earth hour. Bagian program kampanye WWF , yang berupa inisiatif global untuk
mengajak individu, komunitas, praktisi bisnis, dan pemerintahan di seluruh dunia untuk
turut serta mematikan lampu dan peralatan elektronik yang sedang tidak dipakai selama 1
jam, pada setiap hari Sabtu di minggu ke-3 bulan Maret setiap tahunnya.
2. Festival Mata Air – Komunitas TUK (Tanam Untuk Kehidupan). Festival Mata Air
merupakan media kampanye pelestarian lingkungan yang sangat efektif kepada masyarakat
melalui seni dan budaya. Festival Mata Air diselenggarakan di Kota Salatiga, Jawa
Tengah.
3. Car Free Day (hari bebas kendaraan bermotor). Bertujuan untuk mensosialisasikan kepada
masyarakat untuk menurunkan ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan bermotor,
sehigga menghemat penggunaan jumlah persediaan bahan bakar serta mengurangi polusi
udara.
4. Kampanye Go- Green di Perusahaan- Perusahaan Indonesia. Melalui program CSR
(Corporate Social Responsibility) lingkungan yang bertujuan mengedukasi masyarakat
dalam mengatasi permasalahan lingkungan. Diantaranya penghijauan, pelatihan mengenai
lingkungan, wirausaha, hemat energy dalam perusahaan. Berbagai program CSR yang
sudah terlaksana yaitu:
a. Program Green and Clean, yang merupakan kegiatan pengelolaan sampah berbasis
masyarakat pada tingkat rukun warga (RW). Kegiatan ini sudah berlangsung di enam
kota besar di Indonesia, yaitu Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Makassar,
Medan dan Banjarmasin.
b. Program Trashion (Trash Fashion), untuk mengurangi dampak sampah
kemasan plastik dengan cara memberi nilai tambah melalui penggunaan produk daur
ulang plastik di dalam aktivitas mereka sehari-hari. Dan masih banyak lagi kegiatan
peduli lingkungan lainnya.
IV. KESIMPULAN
Upaya menyelamatkan lingkungan hidup dilakukan dengan cara mengubah perilaku serta
moral masyarakat agar lebih peduli terhadap lingkungan disekitarnya. Mengubah etika
lingkungan yang keliru berupa cara pandang yang menilai manusia sebagai penguasa terhadap
makhluk hidup lainnya (antroposentrisme) menjadi biosentrisme atau ekosentrisme yaitu
manusia tidak terpisahkan dan memiliki ketergantungan terhadap komponen lingkungan
lainnya, sehingga manusia tidak akan semena-mena dalam mengeksploitasi sumber daya alam.
Tidak mudah untuk mengubah perilaku yang sudah mengakar, namun masih ada upaya yang
dapat dilakukan yaitu penanaman kecerdasan naturalis atau kecerdasan terhadap alam sejak usia
dini dan peningkatan kecerdasan naturalis bagi masyarakat luas. Penanaman kecerdasan naturalis
pada anak usia dini dilakukan mulai dari lingkungan terdekatnya yaitu keluarga, rumah dan
sekolah. Diharapkan para generasi penerus ini akan dibekali pengetahuan dan kesadaran dalam
pengelolaan lingkungan hidup dimasa mendatang. Serta bagi masrakat, kecerdasan naturalis
dapat dikembangkan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat melalui penyuluhan,
pembinaan, implementasi kebijakan pemerintah dan supremasi hukum di bidang lingkungan
hidup.
V. DAFTAR PUSTAKA
Keraf, A. S. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: Penerbit PT Kompas Media Nusantara.
Gardner, H. 2003. Multiple intellegencies : Kecerdasan Majemuk Dalam Praktek (alih bahasa
Sindro A). Batam: Penerbit Interaksara.
Mitchell, B., B. Setiawan dan D. H. Rahmi. 2007. Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Musfiroh, T. 2004. Multiple Intelligences. Disampaikan di hadapan guru-guru Play Group dan
TK Kreatif PRIMAGAMA di Hotel Bintang Matahari, 2021.
Pristiyanto, D. 2014. Bencana Ekologis: Perspektif Pelaku Lingkungan Hidup dan Pelaku
Penanggulangan Bencana. Melalui
http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/34834505/ 20120911-djuni-p-
mpbi_bencana-ekologis-pelaku-lh-pb-libre.pdf [10/10/23]
Soemarwoto, O. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Penerbit: PT
Penerbit Djambatan.
Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(PPLH).