Anda di halaman 1dari 6

Subtema : Inovasi teknologi dibidang kesehatan, material, lingkungan, dan

fisika bumi.

INOVASI SMART GREEN CAMPUS DALAM MENINGKATKAN


KUALITAS LINGKUNGAN BELAJAR KONDUSIF DAN
BERKELANJUTAN

Diajukan untuk mengikuti


Essay Competition Physics Carnival 2019
Himpunan Mahasiswa Fisika
Universitas Jember

Diusulkan oleh :
Ega Abi Bahtiar Fisika/2016
Agustin Nurul Hidayah Matematika/2016

UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2019
INOVASI SMART GREEN CAMPUS DALAM MENINGKATKAN
KUALITAS LINGKUNGAN BELAJAR KONDUSIF DAN
BERKELANJUTAN

Indonesia merupakan salah satu negara dengan letak geografis yang berada
di wilayah garis katulistiwa. Letak geografis tersebut menjadi faktor yang
mempengaruhi Indonesia memiliki iklim tropis. Namun, saat ini telah terjadi
ketidakseimbangan perubahan cuaca akibat pemanasan global. The Core Writing
Team(2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemanasan global
diakibatkan oleh meningkatnya kadar karbondioksida (CO2) di udara sebesar
76%, dinitrogen oksida (N2O) sebesar 6%, dan gas metana sebesar 16%.
Penyebab dari emisi gas rumah kaca adalah energy 35%, industry 18%,
transportation 13%, agriculture 11%, foresty 11%, buildings 8%, dan waste 4%.
Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Perindustrian pada tahun 2017 telah
membuat komitmen untuk berusaha menurunkan kadar gas rumah kaca untuk
mengurangi dampak pemanasan global sebesar 26% hingga akhir 2020.
Pemansan global memiliki dampak yang tidak sedikit terhadap kehidupan
manusia. Terjadinya kemarau panjang, peningkatan suhu lingkungan, dan curah
hujan yang relatif rendah dengan intensitas yang tinggi menimbulkan
permasalahan bagi manusia seperti kekeringan, kekurangan air bersih, gagal
panen, krisis pangan, banjir dan tanah longsor. Hal ini menjadi perhatian khusus
bagi pakar lingkungan untuk melakukan inovasi dalam pengolahan lingkungan
tidak terkecuali kalangan civitas academica perguruan tinggi atau kampus.
Lingkungan kampus yang tidak dapat terlepas dari ekosistem perkotaan
mendapat pengaruh dari pemanasan global. Ekosistem perkotaan di lingkungan
kampus yang paling besar adalah penggunaan kendaraan bermotor yang
berdampak pada meningkatnya emisi CO2 yang dihasilkan dari asap kendaraan
bermotor. Selain kondisi kampus yang kurang nyaman, emisi CO2 yang
cenderung mendominasi memunculkan efek rumah kaca yang berhubungan erat
dengan pemanasan global. Salah satu teknologi yang dapat mengurangi
peningkatan emisi CO2 di lingkungan kampus adalah Green Campus.
Hapsari(2014) dalam penelitiannya mendifinisikan Green Campus sebagai
sistem pendidikan, penelitian pengabdian masyarakat dan lokasi yang ramah
lingkungan yang melibatkan warga kampus dalam memberikan dampak positif
bagi lingkungan, ekonomi dan sosial. Green Campus menerapkan efisiensi energi
yang rendah emisi, konservasi sumber daya dan meningkatkan kualitas
lingkungan untuk mendidik warganya menjalankan pola hidup sehat dan
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif secara berkelanjutan.
Nurisyah(1991) dalam penelitiannya menyatakan terdapat 7 indikator dalam
Green Campus antara lain efisien dalam penggunaan kertas sebagai kebutuhan
pokok proses pembelajaran, efisien dalam melakukan pengolahan sampah, efisien
dalam pemanfaatan lahan sebagai ruang terbuka hijau (RTH) dan estetika, efisien
dalam penggunaan listrik, efisiensi penggunaan air, efisiensi pemanfaatan sumber
daya alam, dan melakukan upaya pengurangan pemanasan global.
Pengamatan ini dilakukan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Jember. Analisis data yang dilakukan adalah analisis data
kualitatif. Data kualitatif didapatkan dari survei lokasi dan melakukan quisioner
secara online. Data pengamatan yang telah dilakukan di Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember menyatakan bahwa lokasi
pengamatan belum sesuai dengan indikator dalam Green Campus. Hasil
pengamatan dapat dilihat seperti berikut:
1. Penggunaan kertas masih banyak digunakan oleh mahasiswa aktif dalam
pembuatan laporan praktikum dan administrasi yang dilakukan oleh
mahasiswa yang ikut organisasi.
2. Pengolahan sampah masih belum dilakukan secara optimal. Kurangnya
kesadaran setiap individu dalam pemisahan sampah organik dan anorganik
menjadi poin penting dalam permasalahan ini.
3. Penggunaan lahan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan perawatan
taman yang sudah ada masih belum maksimal. Terdapat lahan kosong yang
berpotensi sebagai RTH namun belum dimanfaatkan sebagai ruang terbuka
hijau.
4. Pemanfaatan sumber daya alam masih kurang dalam pengembangan energi
terbarukan. Efisiensi penggunaan listrik belum maksimal ditandai dengan
beberapa peralatan elektronik yang tidak dimatikan ketika sudah tidak
digunakan.
5. Upaya kontribusi pengurangan pemanasan global masih kurang. Hal ini
dibuktikan oleh penelitian analisis daya serap pohon terhadap emisi karbon
dioksida (CO2) dari aktivitas mahasiswa di lingkungan Fakultas MIPA
Universitas Jember belum seimbang.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penerapan teknologi Green Campus
dapat dilakukan di lokasi pengamatan. Teknologi Green Campus ini dapat
berjalan dengan baik dengan menerapkan konsep-konsep inovasi Smart Green
Campus seperti berikut:
1. Smart Energy
Smart Energy berhubungan dengan pengembahangn energi terbarukan.
Pengembangan energi terbarukan dalam pemanfaatan energi matahari menjadi
energi listrik. Hal ini dapat diterapkan dengan pemakaian atap bangunan
menggunakan panel surya. Pengembangan ini sangat berperan dalam pengurangan
pemanasan global dengan memanfaatkan energi terbarukan akan mengurangi
penggunaan energi fosil sehingga emisi gas rumah kaca dapat berkurang.
2. Smart Trash
Smart Trash berhubungan dengan pengolahan sampah. Pengolahan sampah
dimulai dari pemilahan sampah berdasarkan jenisnya. Penyediaan tempat sampah
berdasarkan jenis sampah dapat dilakukan untuk mempermudah pemilahan jenis
sampah dan menumbuhkan kesadaran membuang sampah sesuai jenisnya.
Sampah yang berkontribusi paling banyak pada pengamatan ini adalah sampah
organik yang berasal dari daun-daun dan ranting kering. Sampah organik ini dapat
dimanfaatkan untuk pupuk organik yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk
pupuk tanaman yang ada di lingkungan FMIPA. Sampah anorganik seperti plastik
dapat dimanfaatkan dengan diolah menjadi BBM dengan mekanisme pirolis, yaitu
proses memanaskan plastik tanpa oksigen dalam temperatur tertentu dengan
teknik destilasi.
3. Smart Building
Smart Building berhubungan dengan bangunan yang menerapkan inovasi pintar.
Inovasi pintar yang dimaksudkan seperti penggunaan sensor gerak otomatis pada
lampu sehingga lampu hanya akan menyala ketika ada gerakan yang tertangkap
oleh sensor dan akan mati dalam waktu tertentu sesuai dengan pengaturan.
Pemanfaatan gedung untuk menerapkan inovasi pintar juga dapat dilakukan
dengan membuat vertical garden. Selain estetika, pemilihan jenis tanaman yang
tepat pada vertical garden juga dapat membantu penyerapan emisi karbondioksida
(CO2) yang dihasilkan dari aktivitas kampus. Konsep Smart Building juga dapat
diterapkan untuk pengolahan lahan yang berpotensi untuk dijadikan RTH (Ruang
Terbuka Hijau). Semakin luas area untuk menjadi taman hijau akan semakin besar
pula penyerapan emisi karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari aktivitas
kampus.
Penerapan konsep-konsep Smart Energy, Smart Trash, dan Smart Building
secara berkelanjutan akan memberikan dampak pada berkurangnya pemanasan
global secara bertahap. Pengembangan atau inovasi dari Smart Green Campus
akan terus dibutuhkan seiring dengan perkembangan teknologi yang relevan
dengan permasalahan pemanasan global. Dengan demikian Smart Green Campus
sebagai inovasi teknologi Green Campus secara tidak langsung dapat membantu
mengurangi pemanasan global.
Daftar Pustaka

Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran ‘Karbon Tersimpan’ di Berbagai Macam


Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA
Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p.
Hapsari, I. Sumarjiyanto, N. 2014. Perencanaan dan Penganggaran Green
Campus Universitas Diponegoro. Jurnal Teknik. Vol: 1.
Nurisyah, S. Nurdin, Y. 1999. Studi Pola Ruang Terbuka Hijau. Jurnal Taman
dan lanskap Indonesia. Vol: 2 Januari 1999 (11-16).
The Core Writing Team. (2014). Climate Change 2014. Geneva: IPCC.

Anda mungkin juga menyukai