Anda di halaman 1dari 11

UPAYA AUSTRALIA DALAM PENGURANGAN EMISI GAS

KARBON MELALUI KERJASAMA IAFCP DI KABUPATEN


KAPUAS, KALIMANTAN TENGAH
Kadek Rina Febriana Sari, Putu Ratih Kumala Dewi, SH.,M.Hub, Anak Agung Ayu Intan Parameswari,
SIP., M.Si
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana
Email : reenamoo77@yahoo.com

ABSTRACT

Deployment of carbon emissions became one of the problems for the environment that has to be
dealt internationally. Australia and Indonesia are two countries which have strong commitment in
international policy in reducing carbon emissions through Reducing Emission from Deforestation and
Degradation+ (REDD+). That commitment has been reached in the form of bilateral cooperation with
Indonesia Australia Forest Carbon Partnership (IAFCP). Through IAFCP, Australia has made several
efforts with Indonesia government in reducing emissions from forest degradation and deforestation. This
study discuss about the efforts of Australia in terms of reducing carbon emissions through the cooperation
with IAFCP that are located in Kapuas Region, Central Kalimantan. This study will be analyzed by using
the Green theory and concepts of bilateral cooperation, within the time frame tempos from 2008 the begin
of the cooperation until 2014 expiry year of the cooperation.

Keywords : Australia, Carbon emmision, REDD+, IAFCP, Indonesia

1. PENDAHULUAN
Pasca runtuhnya Uni Soviet sebagai salah dalam menghadapi isu perubahan iklim melalui
satu negara adi kuasa, telah membawa isu diskusi internasional (Silalahi, 2001).
lingkungan menjadi agenda baru dalam tatanan Selain emisi gas karbon yang berdampak
hubungan internasional (Multazam, 2010). pada pemanasan secara global juga akan
Tingginya aktivitas perusakan lingkungan akibat sangat mempengaruhi ekosistem, kehidupan
pemanfaatan sumber daya alam secara sosial, seta kesehatan di negara lainnya. upaya
eksploratif menjadikan lingkungan sebagai isu tersebut kemudian tercapai melalui
global yang harus diselamatkan. berlangsungnya Earth Summit atau Konferensi
Menurut laporan dari Intergovernmental Tingkat Tinggi (KTT) Bumi, di Rio Djeneiro tahun
Panel on Climate Change (IPCC) menyebutkan 1992 yang dikenal dengan United Nations
rata-rata suhu permukaan global meningkat Conference on Environmental Development
dengan laju 0.74ºC ± 0.18ºC yang (UNCED) (Prasetiowati, 2011). Konferensi
mengakibatkan perubahan iklim terjadi di tersebut kemudian menghasilkan salah satu
berbagai tempat (Siregar, 2014). Pelepasan hasil terkait perubahan iklim yakni United Nation
emisi gas karbon suatu negara akibat Framework Convention on Climate Change
deforestasi serta degradasi lahan hutan menjadi (UNFCCC) yang kemudian melahirkan Protokol
salah satu penyebab dari ekstrimnya perubahan Kyoto.
iklim yang terjadi. Buruknya kondisi lingkungan Protokol Kyoto memiliki kebijakan dengan
akibat pelepasan emisi gas mendorong mengharuskan negara–negara dunia, baik
masyarakat internasional melakukan upaya negara berkembang maupun negara maju untuk
mengurangi emisi gas karbon mereka agar
setiap tahunnya berkurang sebanyak 5% hutan nasional dan pemantauannya. Program
(Prasetiowati, 2011). Namun kebijakan tersebut kerjasama ini dilaksanakan di Kabupaten
cenderung sulit untuk diimplementasikan oleh Kapuas, Kalimantan Tengah sebagai proyek
negara maju karena akan mempengaruhi demonstrasi dan INCAS (Indonesian National
pertumbuhan serta perkembangan ekonominya. Carbon Accounting System) sebagai salah satu
Upaya untuk mengatasi hal tersebut komponen dari sistem perhitungan karbon
memunculkan Reducing Emmisions from Indonesia (Nugraha, 2010).
Deforestation and Forest Degradation (REDD)
dengan kebijakan bahwa negara maju dapat 2. TINJAUAN PUSTAKA
mengalihkan tanggung jawab dalam pelepasan
karbon di negaranya melalui kompensasi Penelitian sebelumnya yang dapat menjadi
pengurangan emisi gas ke negara lain dalam tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah
sektor hutan. REDD kemudian dikembangkan tulisan oleh Grace Renata yang berjudul
menjadi Reducing Emmisions from Implementasi Reducing Emmisions from
Deforestation and Forest Degradation+ Deforestation and Forest Degradation
(REDD+) dengan penambahan makna insentif +(REDD+) di Kabupaten Kapuas, Kalimantan
terhadap negara berkembang yang berhasil Tengah. Tulisan tersebut membahas mengenai
mengurangi emisi gas sesuai dengan ketentuan proses pengimplementasian program REDD+ di
serta pengelolaan hutan berkelanjutan Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.
(Prasetiowati, 2011). Proyek demostrasi tersebut dikenal dengan
Indonesia dan Australia merupakan dua nama Kalimatan Forest Climate Partnership
negara yang sama-sama menjadi negara (KFCP). KFCP tak lain merupakan salah satu
penyumbang emisi gas terbesar. Pada tahun bagian dari IAFCP. Program KFCP dalam
2012, Indonesia tercatat sebagai negara yang penelitian ini banyak menemukan hambatan-
memiliki hutan terluas ketiga dengan tingkat hambatan baik dari pihak lokal maupun
deforestasi dan degradasi hutan paling parah di informasi yang tumpang tindih sehingga
dunia. Tingkat tersebut yang mencapai 0.84 juta memperlambat keberlangsungan program.
hektar per tahun dari total 120 juta hektar luas Untuk itu, penelitian Grace dapat membantu
hutan Indonesia. (Dharmawan, et.al, 2012). Di penulis memahami proses implementasi serta
tahun yang sama, Australia turut serta dinamika selama proses kegiatan berlangsung
menempati posisi atas sebagai negara yang yang mencakup hambatan-hambatan serta
paling banyak menghasilkan emisi gas karbon beberapa permasalahan yang terjadi dari
perkapita di seluruh dunia. Emisi tersebut program KFCP. Walapun terdapat persamaan
mencapai 18.8 juta ton per kapita dengan subyek pada kedua penelitian ini yakni REDD+,
kontribusi emisi sebanyak 1,7 % (Nizar, 2013). penelitian Grace berbeda dengan penelitian
Merosotnya luas dan mutu hutan Indonesia yang dilakukan. penelitian Grace berfokus pada
serta tekanan masyarakat internasional proses berlangsungnya kegiatan pada program
terhadap negara-negara yang memiliki hutan KFCP dan penelitian ini berfokus pada upaya –
terbesar di dunia untuk mengurangi emisi gas upaya yang dilakukan Australia untuk
karbon mendesak Indonesia mendeklarasikan mengurangi emisi gas karbon di Indonesia baik
komitmen bersama dengan Australia. Komitmen melalui pendanaan, pengupayaan daya dan
tersebut menjadi semakin kuat dari sisi Australia bantuan teknis.
karena Australia dapat mengurangi emisi gas Tulisan kedua yang penulis jadikan tinjauan
karbon tanpa mempengaruhi laju ekonominya pustaka adalah tulisan dari Said Alfrillian Noor
dengan ketentuan dengan memberikan yang melakukan penelitian mengenai kerjasama
kompensasi kepada Indonesia sebagai konservasi hutan dalam kerangka REDD+
penggantinya. antara Indonesia–Norwegia di Indonesia yang
Demikian, Indonesia–Australia Forest Carbon dilakukan di Kalimantan Tengah. Kerjasama
Partnership (IAFCP) berupa kerjasama bilateral tersebut dilakukan sebagai upaya
muncul sebagai komitmen kedua negara untuk meningkatkan nilai dari sumber daya energi
mengurangi emisi gas karbon di Indonesia. yang ada, serta peningkatan pengetahuan untuk
Melalui IAFCP, Australia memberikan dukungan mengembangkan sistem energi baru yang
dana serta dukungan teknis dalam ramah lingkungan melalui proyek konservasi
pengembangan sistem penghitungan karbon hutan. Sebagai hasilnya, terlihat bahwa
pelaksanaan awal dalam kerjasama konservasi menanggulangi permasalahan lingkungan
hutan berjalan dengan baik dan sesuai dengan khususnya untuk mengurangi emisi gas karbon
rangka awal dibentuknya kerjasama. Selain dengan menjalin komitmen bersama.
kemajuan dalam hal regulasi kebijakan terdapat Komitmen tersebut terjalin dalam bentuk
pula kemajuan dalam hal teknis operasional kerjasama bilateral berupa kerjasama IAFCP
melalui sosialisasi, pelatihan dan lokakarya yang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
berbasis pada pelestarian hutan. Penelitian ini Seperti yang dikatakan oleh Ellis S. Krauss dan
dapat membantu penulis untuk melihat T.J Pempel, kerjasama bilateral merupakan
gambaran dari upaya yang dilakukan oleh kerjasama yang dijalin oleh dua negara yang
Norwegia bersama Indonesia terkait kerjasama mencakup berbagai aspek salah satunya dalam
berbasis REDD+. Kedua penelitian ini sama- aspek lingkungan (McKeown, 2004). Kerjasama
sama menggunakan konsep kerjasama namun IAFCP menjadikan pengurangan emisi gas
penelitian Said lebih menekankan pada konsep karbon sebagai bahasan utama untuk
kerjasama internasional sementara penelitian ini diselamatkan.
lebih menekankan pada konsep kerjasama Kerjasama bilateral antara Indonesia dan
bilateral. Sebagai langkah dalam menangani Australia melalui kerjasama IAFCP, telah
permasalahan lingkungan, Norwegia lebih memberikan kewenangan bagi Australia untuk
memfokuskan pada kerjasama konservasi ikut serta dalam meningkatkan kapasitas dalam
hutan, sementara IAFCP selain menekankan mengurangi emisi gas karbon. Indonesia telah
pada kegiatan proyek uji coba di Kalimantan menunjuk Australia sebagai mitra kerja dalam
Tengah juga menekankan pada pengupayaan penanggulangan permasalahan lingkungan di
teknologi canggih berupa INCAS yakni sistem Indonesia. Australia dalam hal ini turut
nasional guna mengidentifikasi emisi yang melaksanakan berbagai upaya sebagai langkah
tersebar di udara. dalam meningkatkan kapasitas sistem
pengelolaan hutan Indonesia. Australia sebagai
3. METODELOGI PENELITIAN salah satu negara besar memiliki kekuatan
untuk dapat melaksanakan berbagai upaya
dalam mencapai tujuan bersama yang telah
Penelitian ini menggunakan metode
disepakati. Keberlangsungan dari kerjasama
deskriptif kualitatif dengan tujuan untuk
tersebut tentunya sangat didukung oleh upaya-
memperoleh gambaran terkait permasalahan
upaya yang dilakukan oleh Australia dan
yang diteliti. Jenis data yang digunakan adalah
Indonesia untuk mencapai tujuan bersama.
data sekunder dari jurnal, buku, website resmi
yang mengacu pada penelitian yang dilakukan
dengan teknik studi kepustakaan. Unit analisi 4.1 Pengupayaan Dana oleh Australia
dalam penelitian ini adalah negara, dalam hal ini melalui IFCI
Australia.
Upaya yang dilakukan Australia memainkan
peran kunci dalam forum kerjasama ini.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Australia turut mengambil langkah dalam
negosiasi di bawah UNFCCC dan Protokol
Sebagaimana isu lingkungan menjadi kajian Kyoto mengenai insentif untuk REDD+. Sebagai
bahasan dalam kerjasama ini, dasar pemikiran upaya untuk mengurangi emisi gas karbon
kerjasama IAFCP dapat dilihat melalui green terkait mekanisme REDD+, Australia telah
theory. Green theory memandang bahwa memberikan kontribusinya dalam melaksanakan
negara haruslah bertanggung jawab dengan upayanya. Upaya tersebut dilaksanakan melalui
bekerjasama bersama negara lainnya untuk penyaluran dana dukungan kepada Indonesia.
menangani isu lingkungan (Stean dkk, 2005). Upaya awal yang dilakukan Australia untuk
Hal ini disebabkan karena dampak dari keberlangsungan program, dilakukan melalui
kerusakan lingkungan telah meluas dan pengupayaan dana awal sebesar $200 juta
menyebar tidak lagi terhadap satu negara saja AUD oleh The International Forest Carbon
melainkan ke negara lainnya. Dalam hal ini, Initiative (IFCI) terhadap Indonesia (Facility,
Australia beserta Indonesia sebagai salah satu 2008). Hal ini menjadi kontribusi kunci Australia
aktor internasional turut mengambil peranan terkait dengan aksi global mengenai REDD+.
dengan menjalankan upaya-upaya dalam IFCI merupakan suatu lembaga inisiatif yang
dikelola secara administratif oleh Departmen demonstrasi kedua tepatnya di Provinsi Jambi,
Perubahan Iklim Australia (DCC) dan AusAID Sumatera dengan melihat hasil dari
(IFCI, 2009). IFCI sendiri adalah bagian penting implementasi KFCP (Facility, 2008). Tidak
dari kepemimpinan Internasional Australia pada hanya sampai disana pengupayaan dan oleh
pengurangan emisi gas karbon dari deforestasi. Australia juga dilanjutkan pada bulan Desember
Dalam pelaksanaannya, lembaga ini 2010, Australia menambahkan dana sebesar $
mendukung upaya-upaya internasional untuk 30 juta AUD untuk IAFCP sebagai tambahan
mengurangi deforestasi serta degradasi lahan dukungan kebijakan program. Sehingga total
hutan melalui konvensi kerangka kerja PBB pengupayaan dana oleh Pemerintah Australia
terkait perubahan iklim. Tentunya hal ini sebesar $ 100 juta AUD (Facility, 2008). Melalui
bertujuan untuk menunjukkan bahwa dana ini, Australia telah melaksanakan
pengurangan emisi dari deforestasi dan upayanya untuk membiayai segala aktivitas
degradasi hutan dapat menjadi perjanjian untuk berlangsungnya program dalam mencapai
internasional yang adil dan efektif pada tujuannya mengurangi emisi gas karbon dari
perubahan iklim. deforestasi dan degradasi lahan hutan di
Pada pelaksanaan program IAFCP, dana Indonesia.
yang dibutuhkan Australia dalam melaksanakan
program secara total tercatat sebesar $ 100 juta 4.2 Pembentukan Sistem Perhitungan
AUD. Australia melalui IFCI menggabungkan $ Karbon Indonesia
30 juta AUD untuk KFCP, paket bilateral senilai
$ 10 juta AUD, dan tambahan $ 60 juta AUD Selain dari pengupayaan dana oleh IFCI,
lainnya untuk mendukung Indonesia tentang Pemerintah Australia dalam melaksanakan
pengelolaan hutan (Facility, 2008). Berikut upayanya telah membentuk suatu kemitraan
rincian pengupayaan dan oleh Australia berbasis peningkatan sistem operasional dan
terhadap Indonesia. Pada tahap pertama, bulan kapasitas perhitungan karbon. Sistem
Juli di tahun 2008, pemerintah Australia perhitungan karbon tersebut dikenal dengan
berkomitmen sebesar $ 10 juta AUD untuk nama Indonesia National Carbon Acounting
Indonesia dengan pembagian, $ 1 juta AUD System (INCAS). Sebagai bagian dari
untuk The Indonesia Forest and limate Alliane International Forest Carbon Initiative,
(IFCA) guna membantu Indonesia terkait Pemerintah Australia mendukung Indonesia
persiapan kebijakan REDD+, $ 3 juta AUD untuk untuk mengembangkan dan
mendukung rancangan metodologi REDD+ dan mengimplementasikan INCAS. Tentunya
konsep, $ 3 juta AUD untuk manajemen api dan program tersebut akan mendukung kemampuan
lahan gambut, $ 2 juta AUD untuk pemantauan Indonesia untuk mengawasi dan membatasi
dan penilaian karbon hutan, dan $ 1 juta AUD emisi gas karbon dari deforestasi dan degradasi
untuk memulai program pengelolaan (Facility, lahan hutan. Institusi pelaksana utama dalam
2008). penginderaan jauh INCAS adalah LAPAN.
Kedua, Pada bulan September 2008 LAPAN merupakan bagian dari lembaga
tambahan alokasi dana sebesar $ 30 juta AUD pemerintahan Indonesia yang memiliki
untuk memulai KFCP dengan pendekatan kemampuan dalam penyediaan, pengolahan
perlindungan dan rehabilitasi di lahan gambut serta pemanfaatan penginderaan jauh. LAPAN
Kalimantan Tengah. Program ini merupakan bekerjasama bersama CSIRO (Australia
program pertama atas kegiatan demonstrasi Commonwealth Scientifi and Research
REDD+ skala besar di Indonesia yang bertujuan Organization) dalam mengolah data serta
untuk menunjukkan pendekatan yang membangun sistem menjadi lebih baik.
terpercaya, adil efektif untuk REDD+ termasuk Dalam hal ini, Australia telah memberikan
dari degradasi lahan gambut. Fokus awal dari bantuan teknis melalui tenaga ahli serta transfer
program ini adalam di atas lahan seluas lebih teknologi baik berupa sistem tingkat tinggi,
dari 100.000 hektar lahan gambut yang databases, mengawasi data, melaporkan data
terdegradasi dan hutan di Kalimantan Tengah. serta menganalisa data-data yang penting
Selanjutnya ketiga, pada bulan November dalam perhitungan karbon (DCC, 2009). Staff
2008 kemudian Australia kembali tenaga ahli dari Australia sendiri telah
mengumumkan komitmen sebesar $ 30 juta menjalankan fungsi baik dalam memberikan
AUD untuk rencana penambahan proyek
pelatihan maupun saran berdasarkan pedoman seluruh Indonesia dengan jumlah data 1022
yang telah disepakati bersama. Sebagai negara scene (LAPAN, 2010). Kegiatan pelaksanaan
pembentuk sistem NCAS, Australia dianggap pengolahan citra landsat untuk INCAS
memiliki kemampuan baik sehingga dipercaya mencakup beberapa tahapan meliputi (LAPAN,
oleh berbagai pihak sebagai pihak yang ahli dan 2010) :
berkontribusi dalam memberikan masukan yang 1. Pemilihan citra/scene yang bersih dari awan
bermanfaat terhadap pelaksanaan sistem (Scene Selection)
pengukuran karbon guna mendukung 2. Koreksi geometri (Geometric correction/
pengurangan emisi gas karbon. Ortho correction) untuk memperbaiki distorsi
Sebagai pendekatan awalnya, dimulai dari geometri yang biasanya disebabkan oleh
bulan Juli 2009 Australia memberikan karakteristik sensor, arah penginderaan dan
penyesuaian metode, pengetahuan serta pergeseran relief sehingga mengakibatkan
pengalaman dari sistem NCAS Australia untuk arah penginderaan memiliki proyeksi
membangun sistem operasional dan perspektif.
peningkatan kapasitas di Indonesia (DCC, 3. Koreksi radiometri (Radiometric correction/
2009). Australia mendatangkan staf serta terrain correction) merupakan koreksi paling
tenaga ahli untuk memberikan pelatihan terkait efektif untuk mengkoreksi iluminasi /
program. Pelatihan ditujukan agar pihak dari penerangan data citra landsat
LAPAN siap dan memiliki bekal dalam 4. Mengatasi tutupan awan (Cloud Masking)
pelaksanaan program. Australia mendukung 5. Klasifikasi digital (Digital Clasification)
Indonesia untuk melengkapi analisa terkait Proses pengolahan data tersebut
perubahan tutupan lahan pada tempat yang menggunakan perangkat lunak yang berlisensi
dijadikan lokus dari penelitian. Guna mengolah dari CSIRO. Dengan kondisi tersebut tentunya
data, Australia memberikan dukungan fasilitas LAPAN tidak dapat memanfaatkan perangkat
berupa komputer hardware dan software untuk secara berkelanjutan. Sebagai upaya lanjutan
memproses data yang telah diterima (Facility, yang dilakukan oleh Australia, LAPAN dibantu
2008). Selain itu, Australia juga telah melakukan oleh CSIRO melakukan pengupayaan
pelatihan dalam pemilihan lokus, pengaplikasian penyediaan perangkat lunak pengganti dalam
data serta pengambilan gambar yang menjadi mengolah citra satelit yang berkelanjutan
hasil dari program INCAS. melalui kajian ekperimental meliputi metode
INCAS dibangun dengan mengadopsi pengolahan data dan pembuatan perangkat
komponen-komponen NCAS Australia di dalam lunak pengolahan data. CSIRO Australia telah
proses penghitungan gas karbon dengan menyediakan dukungan dan pelatihan teknis
menyesuaikan kondisi hutan Indonesia (DCC, sebagai upayanya membantu Indonesia
2010). Komponen-komponen tersebut adalah mengolah citra satelit yang menyerupai dan
data penginderaan jauh yang terdiri dari ribuan memiliki kecepatan proses melebihi perangkat
citra satelit yang digunakan untuk memonitoring lunak NCAS Australia. Sebagai hasilnya melalui
penutup lahan dan perubahannya, peta-peta kajian eksperimental yang dilakukan pada
yang memuat informasi iklim bulanan seperti proses pemeriksaan telah dapat memprediksi
curah hujan, suhu dan kelembaban, peta jenis titik-titik kontrol tanah yang memiliki ketelitian
tanah, database yang memuat informasi tentang yang baik dan hasil dari pengolahan data
spesies tanaman, managemen lahan dan menunjukkan bahwa akurasi posisi titik per titik
perubahannya dari waktu ke waktu, serta dalam citra sangat baik (DCC, 2009).
pemodelan ekosistem (LAPAN, 2010). Salah Sejak pembentukan INCAS pada tahun
satu data yang sangat penting digunakan untuk 2009, Pemerintah Australia telah memberikan
perhitungan karbon hutan adalah data dukungan intensif sebagai pelaksanaan upaya
penginderaan jauh yakni dengan ribuan citra Australia melalui pelatihan serta penyediaan
satelit seluruh Indonesia. Citra merupakan informasi guna merampungkan sistem
satelit yang sangat penting untuk mengukur luas operasional penginderaan jauh berbasis citra
hutan Indonesia dan mendukung kegiatan satelit. Selain itu adanya pengupayaan daya
INCAS lainnya secara berkelanjutan. serta keahlian dari CSIRO telah membantu
Dalam pengaplikasiannya sejak tahun 2009, Indonesia untuk menjadikan INCAS sebagai
LAPAN dibantu oleh CSIRO dalam pengolahan sistem pengukuran karbon yang efektif dan
citra satelit landsat level ortho dan terrain akuntabel.
dukungan yang diberikan Australia untuk
4.3 Pembentukan Sistem Informasi mendukung kebijakan FRIS melalui pengadaan
Sumber Daya Alam Indonesia workshop guna mengulas, melengkapi dan
menyusun kerangka kebijakan besar secara
Kurangnya sistem informasi terkait sumber bersama-sama dengan pihak lain yang
daya hutan kepada masyarakat telah menjadi membantu. Kegiatan tersebut dikenal dengan
salah satu alasan minimnya pengetahuan nama FRIS grand design sebagai strategi dalam
masyarakat terkait pelestarian hutan. Banyak pencapaian hutan lestari yang dilaksanakan
pihak yang belum mengetahui dampak global pada tanggal 11 September 2008, bersama
yang dihasilkan dari kerusakan hutan akibar Departemen Kehutanan di Gedung Manggala
deforestasi serta degradasi lahan hutan, Wanabakti, Jakarta (Masyhud, 2008). Kemudian
khususnya untuk masyarakat lokal yang berada dilanjutkan dengan pengadaan studi dan uji
dekat dengan proyek uji coba. Berbagai coba untuk mempersiapkan sistem pemantauan
kegiatan membahayakan hutan masih kerap sumber daya hutan yang handal.Tentunya
terjadi sehingga menyebabkan hutan lahan informasi yang dibutuhkan dari FRIS haruslah
gambut yang memiki upaya penting dalam up to date, konsisten, sesuai kebutuhan, tepat
penyerapan emisi karbon menjadi terancam waktu dan terintegrasi.
keberadaannya. Dengan adanya transparasi atau
Berdasarkan komitmen untuk mengurangi keterbukaan penyediaan informasi publik akan
emisi gas karbon Indonesia, Australia telah mengoptimalkan pengawasan publik terhadap
menjalankan upayanya dalam membangun penyelenggaraan dari kebijakan ini. Pemerintah
sistem kapasitas Indonesia dalam mendukung dalam hal ini haruslah mengumumkan serta
pengurangan emisi gas karbon di Indonesia. menyampaikan informasi secara berkala,
Dalam hal ini, Australia turut meningkatkan sehingga tentunya keberadaan FRIS menjadi
kesadaran pembuat kebijakan yakni pemerintah sangat strategis. FRIS menjadi kebutuhan bagi
untuk lebih memperhatikan kondisi hutan di Indonesia khususnya untuk membangun tata
Indonesia. Hal tersebut dilakukan Australia kepemerintahan yang baik dengan dilandasi
dengan mendorong pemerintah Indonesia untuk oleh keterbukaan di bidang kehutanan. Melalui
mengembangkan kebijakan sistem informasi FRIS, Indonesia memiliki ketersediaan informasi
sumber daya hutan atau sering disebut dengan sumberdaya hutan yang menyeluruh dan
Forest Resource Information System (FRIS). terintegrasi untuk mencapai suistainable forest
FRIS sendiri merupakan wujud komitmen management.
bersama antara Indonesia dan Australia yang
dipimpin oleh Departemen Kehutanan dalam 4.4 Pengembangan Sistem
membangun tata kepemerintahan yang baik Pemantauan dan Pencegahan Kebakaran
(Good Governane) (IAFCP, 2012). Kurangnya Hutan Indonesia
sistem informasi terkait dengan sumber daya
hutan kemudian turut membawa Indonesia Upaya pelaksanaan Australia selanjutnya
memberikan perhatian lebih terhadap hal dilakukan melalui dorongan Australia terhadap
tersebut. Fokus utama dalam pembentukan pengembangan pemantauan dan pencegahan
FRIS adalah untuk mewujudkan transparasi di kebakaran hutan di Indonesia. Pemerintah
bidang kehutanan dalam pencapaian Australia turut mendorong Indonesia untuk
pengelolaan hutan lestari. membangunan infrastruktur pemantauan
Dalam pengembangan FRIS, Departemen kebakaran melalui proyek Fire Watch Indonesia
Kehutanan sebagai kordinator kebijakan turut (FWI) (KFCP, 2009). Dukungan tersebut
dibantu oleh berbagai pihak. Pihak pihak dilakukan guna memperkuat kapasitas
tersebut ialah Pemerintah Australia yang diwakili Pemerintah Indonesia untuk memantau
oleh AusAID, DCC Australia, institusi kebakaran hutan yang kerap terjadi di
internasional seperti Bank Dunia, Remote Indonesia. Mengingat kondisi Indonesia yang
Sensing Solutions and the World Agroforestry menjadi negara dengan tingkat deforestasi serta
(ICRAFT), Universitas of Maryland, Universitas degradasi lahan hutan paling parah di dunia baik
South Dakota State serta para pihak lainnya hutan dirusak secara sengaja ataupun tidak,
(Masyhud, 2008). Selama fase pengembangan tentunya sangat penting untuk dibangunnya
sistem pemantauan kebakaran hutan untuk Upaya Australia selanjutnya adalah upaya
menjadi pengawas maupun pemantau sebagian dalam mendorong pembentukan dan
hutan yang tersebar di Indonesia. pelaksanaan kebijakan oleh pemerintah lokal di
Departemen Kehutanan Indonesia, LAPAN beberapa daerah, seperti halnya partisipasi
serta Kementerian Lingkungan Hidup menjadi kelembagaan desa untuk mengelola kegiatan
institusi utama dalam pelaksanaan kebijakan ini REDD+. Kelembagaan desa merupakan sistem
yang berkolaborasi dengan AusAID dan pemerintahan desa formal yang terdapat dalam
Departmen Landgate of West Australia (KFCP, suatu desa yang dikelola bersama oleh aparat
2009). Dalam proses pengembangannya, FWI desa seperti kepala desa, sekretaris desa,
dimulai dengan mengadaptasi Fire System kepala dusun, seksi pengelolaan, seksi
Australia. Dukungan Australia dijalankan melalui pengembangan, seksi keuangan, seksi urusan
adanya lokakarya yang dilakukan pada tahun umum serta seksi kesejahteraan sosial (KFCP,
2009 guna melakukan pelatihan khusus 2014).
terhadap pemerintah maupun masyarakat lokal Pelibatan masyarakat dalam program
terkait pelaksaan program (KFCP, 2009). tentunya sangat penting dan diperlukan.
Berdasarkan Fire Watch System Australia, Masyarakat lokal akan sangat membantu
proyek ini dirancang, dibangun dan keberhasilan jalannya program, khususnya
dikembangkan dengan sistem pemantauan untuk mengenali kebutuhan penduduk asli
kebakaran yang mencakup seluruh wilayah dalam pelaksanaan program REDD+. dalam hal
Indonesia untuk memungkinkan generasi ini, tim KFCP menempatkan penduduk lokal
informasi pemantauan kebakaran yang berharga termasuk masyarakat desa sebagai para
untuk secara efektif memerangi kebakaran. pemangku kepentingan (KFCP, 2014). Selain
Informasi dari FWI ini mendeteksi kebakaran itu, sebagian dari uji coba program KFCP
secara dini dengan adanya penekanan pada dikelola oleh desa dengan tim inti KFCP
sistem dan meminimalkan penyebaran bertindak sebagai pendamping untuk
kebakaran ke habitat hutan dan lahan gambut di memberikan bantuan teknis serta
Indonesia. FWI sebagaimana fungsinya pengembangan kapasitas serta tidak lepas dari
menghasilkan informasi pemantauan kebakaran kerjasama dengan pihak-pihak yang terkait
yang berharga untuk seluruh Indonesia seperi pihak Indonesia, LSM, Unversitas,
termasuk dengan pemantauan dini oleh nyala maupun Organisasi terkait (IAFCP, 2012).
api yang aktif dengan menggunakan sensor Tentunya hal ini dilakukan dengan tujuan
satelit MODIS di papan Terra dan satelit Aqua masyarakat desa lebih mengenal kondisi
(Indofire, 2009). Sensor tersebut memberikan lingkungan serta dapat mengelola hutan desa di
akses pada data pemetaan kebakaran yang mas depan.
dikembangkan oleh Departemen Kehutanan dan Dalam menjalankan upayanya sebagai fase
memungkinkan analisis untuk awal, KFCP melalui CARE dibawah manjemen
mengidentifikasikan asal dan melacak Australia dibantu oleh ICRAF dan GRM (World
penyebaran kebakaran. Kemampuan untuk Agroforestry Centre) mengadakan kunjungan ke
mengakses informasi terkait kebakaran hutan desa-desa guna melakukan kajian dan diskusi
sangat membantu dalam pengembangan awal dengan berbagai pihak desa (CARE,
strategi dan kebijakan untuk mengurangi insiden 2009). Dalam diskusi tersebut, CARE bersama
dan keparahan kebakaran. Sebagai langkah dengan masyarakat desa saling bertukar pikiran
pengembangan program pemantauan terkait dengan kondisi desa mereka. Setelah
kebakaran tersebut dilakukan dalam empat data diperoleh, kemudian KFCP mengatur
komponen yaitu pemantauan hotspot melalui pertemuan dengan aparat desa serta para ahli
data satelit, investigasi kebakaran di lapangan, yang berasal dari daerah setempat. Pertemuan
survey asset tanah masyarakat dan analisa hasil tersebut diadakan dalam bertuk workshop pada
studi terhadap empat komponen tersebut secara tanggal 19 Maret 2009 di Hotel Batu Suli
bergantian (Indofire, 2009). Palangkaraya untuk memaparkan data dan
informasi terkait REDD+ (KFCP, 2014).
4.5 MendorongPartisipasi Kelembagaan Pembahasan juga dirampungkan dengan turut
desa mengidentifikasi kecendrungan adat yang akan
berimplikasi kepada kegiatan REDD+ serta
mengidentifikasi data yang perlu dipertajam Indonesia telah berhasil membangun sistem
maupun dikembangkan lebih jauhnya. perhitungan karbon di Indonesia. Pelaksanaan
Selanjutnya, KFCP melalui CARE INCAS telah mampu menghasilkan laporan
mengadakan pemetaan partisipasif bersama tahunan yang dipublikasikan pada tahun 2015
dengan kelembagaan desa yang mencakup dua berupa perhitungan emisi gas karbon dari
bagian. Dalam proses ini, CARE memberikan deforestasi dan degradasi hutan di Kalimantan
informasi sebagai bentuk pengarahan dalam Tengah untuk periode 2000 hingga 2011 (tabel
membuat pemetaan tersebut. Bagian pertama 1). Sementara pada periode selanjutnya yakni
yakni adanya pengarahan sejumlah fasilitator pada tahun 2012 hingga 2014, laporan terkait
untuk menyusun hasil observasi berupa praktik perhitungan jumlah emisi karbon belum dapat
umum pertanian yang dapat meningkatkan diakses terkait perhitungannya masih dalam
pendapat dan secara bersamaan dapat proses perhitungan karbon dari instansi terkait.
mengurangi emisi. Sehingga kegiatan REDD+ Tabel 1. Perbandingan Emisi Gas Karbon
kemudian tidak terlalu menyulitkan masyarakat tahunan di Kalimantan Tengah (juta tCO2–e).
desa. Adapun kegiatan tersebut yakni
pemantauan terhadap vegetasi, pengelolaan Tahun Emisi Emisi Pengel Pening Emisi
kebakaran, dan hirologi, reforestasi berbasis dari dari olaan katan total
defore degra hutan stok
masyarakat di rawa hutan gambut, stasi dasi berkela karbon
pengembangan mata pencaharian alternative, njutan hutan
seta terakhir pengelolaan penabatan tatas 2000 46,3 22,6 32,3 -0,56 78,1
berbasis komunitas. Bagian kedua, setelah hasil 2001 47,8 234,1 33,0 -0,40 80,7
observasi dirampungkan, proses selanjutnya 2002 65,2 260,5 45,2 -0,32 110,4
dilakukan dengan mengembangkan laporan 2003 64,8 265,4 38,4 -0,28 103,3
dengan menyusun laporan pemetaan yang lebih 2004 72,3 171,9 41,7 -0,27 114,0
luas dan memetakan wilayah kelola program 2005 69,3 227,6 35,9 -0,29 105,2
KFCP (CARE, 2009). 2006 140,4 294,1 54,8 -0,31 195,2
Setelah adanya kesepakatan antar desa 2007 69,0 13,7 33,2 -0,07 102,2
2008 56,1 76,1 30,1 -0,15 86,2
untuk ikut serta dalam pelaksanaan program
2009 82,1 59,6 37,0 -0,09 119,1
KFCP. Desa memutuskan untuk membentuk
2010 46,4 52,7 27,9 -0,27 74,1
Tim Pengawas (TP) dan Tim Pengelola 2011 66,3 35,2 31,4 -0,42 97,4
Kegiatan (TPK) dengan memiliki fungsi dan Source : (Krisnawati dkk, 2015)
tugasnya masing-masing (KFCP, 2014). TPK
dalam hal ini berupaya mengelola kegiatan dan Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa tingkat
TP mengawasi jalannya pengelolaan oleh TPK. penyebaran emisi gas karbon dari deforestasi
Sebagian besar tokoh adat menjadi bagian dari dan degradasi lahan hutan tahunan di
TP dan TPK untuk mengelola kegiatan KFCP. Kalimantan Tengah sangat bervariasi. Tahun
Tentunya melalui pelibatan warga desa akan 2006 merupakan tahun dengan tingkat emisi
menjadi bentuk pelatihan langsung untuk terbesar dengan emisi total mencapai 195,2 juta
meningkatkan pengetahuan mereka terkait t CO2 –e. Sementara tahun 2010 menjadi tahun
konsep dan pelaksanaan program KFCP. dengan emisi terendah mencapai 74,1 juta t CO2
Berdasarkan pada proses pelaksanaan –e. Selama kurun waktu tersebut Indonesia
program kerjasama IAFCP selama ini, Australia mengalami berbagai permasalahan hutan yang
dan Indonesia telah bekerjasama dan sebagian besar adalah kebakaran hutan dengan
melaksanakan upayanya masing-masing potensi peningkatan jumlah emisi gas karbon
dengan sangat baik. Melalui kerjasama ini Indonesia. Kebakaran hutan gambut paling
kedua negara memberikan kontribusi yang parah terjadi pada tahun 2004, 2006 dan 2009
sangat signifikan baik pada masa pembentukan (Krisnawati dkk, 2015). Sehingga hal tersebut
program, pelaksanaan hingga penyelesaiannya. berkontribusi terhadap peningkatan emisi di
Sebagai rekan kerja Inodnesia, Australia tahun – tahun tersebut. Dalam tabel emisi gas
telah melakukan berbagai upaya dalam karbon tertinggi dari deforestasi tercatat terjadi
meningkatkan kapasitas sistem di Indonesia. pada tahun 2006 sebesar 140,4 juta t CO2 –e,
Sebagai hasilnya dalam pencapaian sementara emisi terendah terjadi pada tahun
pengurangan emisi gas karbon melalui 2000 dan 2010 dengan emisi sebesar 46 juta t
pembentukan INCAS, Australia beserta
CO2 –e. Selain itu, emisi dari pengelolaan hutan lingkungan hidup. Melalui kerjasama IAFCP,
berkelanjutan berkisar tertinggi sebesar54,8 juta Indonesia telah menunjuk Australia sebagai
t CO2 –e pada tahun 2006 disebabkan oleh mitra kerja yang memiliki kualitas serta
kebakaran, hingga terendah sebesar 27,9 juta t kredebilitas yang tinggi. Sebagai negara maju,
CO2 –e pada tahun 2010. Emisi lainnya dari dengan dilatarbelakangi oleh berbagai
lahan akibat degradasi hutan mencapai titik permasalah lingkungan yang dialami, adanya
tertinggi sebesar 294,1 juta t CO2 –e pada tahun faktor politik, ekonomi, serta kebijakan dalam
2006 dan terendah sebesar 13,7 juta t CO2 – mekanisme REDD+ yang kemudian
epada tahun 2007. Peningkatan stok karbon menguntungkan kedua belah pihak membuat
hutan mampu menyerap total 3,5juta t CO2 –e Australia berkomitmen kuat untuk bekerjasama
antara tahun 2000 dan 2011. bersama Indonesia. Kerjasama tersebut
Walaupun berdasarkan hasil yang diperoleh dilakukan Australia dengan memberikan
INCAS terkait tabel diatas terlihat penurunan berbagai bentuk upaya baik upaya pendanaan,
emisi gas karbon yang terjadi di Kalimantan upaya teknis maupun tenaga ahli. Adapun
Tengah masih fluktuatif dari tahun ke tahunnya, upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Australia
namun emisi dari tingkat degradasi terlihat dalam rangka pengurangan emisi gas karbon di
menurun secara signifikan dari tahun 2008 Indonesia khususnya di Kabupaten Kapuas
hingga 2011. Selain itu upaya – upaya yang yakni pengupayaan dana oleh Australia melalui
dilakukan Australia juga telah memberikan IFCI, pembentukan sistem perhitungan karbon
dampak positif bagi peningkatan tata kelola Indonesia, pembentukan sistem informasi
hutan yang lebih baik bagi Indonesia terkait sumber daya alam Indonesia, pengembangan
dengan mekanisme REDD+. Australia juga turut sistem pemantauan dan pencegahan kebakaran
serta dalam meningkatkan kesadaran hutan Indonesia, serta mendorong partisipasi
masyarakat maupun pemerintah untuk kelembagaan desa.
mengurangi emisi gas karbon Indonesia dengan Australia telah menjalankan upayanya
mendorong terbentuknya berbagai kebijakan dengan sangat baik walaupun pada hasilnya
peningkatan kapasitas sistem di Indonesia. belum ada bentuk pengurangan emisi gas
secara signifikan. Australia disini lebih
5. KESIMPULAN DAN SARAN menekankan pada peningkatan kapasitas
sistem yang nantinya akan mendukung upaya
5.1 Kesimpulan pengurangan emisi gas dari deforestasi dan
Permasalahan lingkungan oleh penyebaran degradasi hutan itu sendiri. Australia telah
emisi gas karbon lintas batas negara serta memberikan dampak positif bagi peningkatan
meningkatnya emisi gas akibat deforestasi dan tata kelola hutan yang lebih baik bagi Indonesia
degradasi lahan hutan mengakibatkan adanya serta dalam meningkatkan kesadaran
kekhawatiran bagi dunia global. Sebagai respon masyarakat maupun pemerintah untuk
dari dunia global untuk menangani masalah mengurangi emisi gas karbon melalui
perubahan iklim, UNFCCC memberikan peluang terbentuknya berbagai kebijakan di Indonesia.
bagi negara-negara untuk melakukan kerjasama
bilateral terkait upaya dalam menanggulangi 5.2 Saran
peningkatan emisi gas karbon yang tersebar di
udara. Mekanisme tersebut dijalankan melalui Setelah melakukan penelitian terkait dengan
mekanisme REDD+ sebagai program insentif upaya Australia dan upaya Australia dalam
untuk mengurangi emisi gas karbon dari menjalankan upayanya dalam pengurangan
deforestasi dan degradasi lahan hutan. emisi gas karbon melalui kerjasama IAFCP di
Kerjasama bilateral di bidang lingkungan Kalimantan tengah pada tahun 2008-2014,
merupakan salah satu upaya yang dapat penulis dapat memberikan saran diantarannya
dilakukan negara dalam menghadapi adalah :
permasalahan perubahan iklim akibat 1. Penelitian ini berusaha untuk melihat upaya-
meningkatnya emisi gas karbon yang tersebar di upaya yang dilakukan oleh Australia untuk
udara. Kerjasama bilateral berupa kerjasama menangani pengurangan emisi gas karbon
IAFCP menjadikan salah satu langkah sebagai dari deforestasi dan degradasi lahan hutan.
upaya dalam menanggulangi kerusakan Hasil penelitian yang yang dilakukan
mungkin saja mengalami kontradiksi dengan Januari 6, 2014, dari
adanya perubahan teknologi yang terjadi http://ozdev.yolasite.com/resources/IAF
dari waktu ke waktu sehingga pengumpulan CP_Facility_Attachment_1_-
data selanjutnya bisa saja lebih akurat _Facility_Design_Document.pdf
dibandingkan dengan pengumpulan data
yang peneliti lakukan selama penelitian. IAFCP. (2011). Indonesia Australia Forest
Perubahan kondisi lingkungan Australia dan Carbon Partnership Independent
Indonesia yang terjadi dimasa datang dan Progress Report. Jakarta: FOI.
juga perubahan kondisi internal dari kedua
negara memungkinkan perubahan upaya IFCI. (2009). An Australian Government Initiative
oleh Australia dalam menangani perubahan : International Forest Carbon Initiative.
iklim. Untuk pengembangan penelitian ini Diakses Januari 6, 2014 dari
selanjutnya diharapkan dapat meneliti http://International Forest Carbon
dinamika upaya Australia untuk mengurangi Initiative.pdf
emisi gas karbon di Indonesia serta respon
balik pemerintah Indonesia atas hal-hal Indofire. (2009). The Fire Watch Indonesia
yang dilakukan Australia sebagai upayanya Project. Diakses Januari 6, 2014, dari
dalam menjalankan program. http://indofire.landgate.wa.gov.au/
2. Diharapkan masyarakat lokal, Pemerintah,
serta masyarakat internasional untuk lebih KFCP. (2009). Kalimantan Forests and Climate
sadar terhadap pentingnya menjaga hutan Partnership (KFCP) Document. Diakses
agar tetap lestari dan terhindar dari Januari 6, 2014, dari
kerusakan hutan. Dengan kesadaran yang http://issuu.com/iafcp/docs/final_kfcp_de
dimiliki tentunya dapat mencegah adanya sign_doc_corrected_9_july_2009
perubahan iklim yang lebih ekstrim akibat
tersebarnya emisi gas karbon di udara. KFCP. (2014). Gambaran Singkat Kalimantan
Dalam usaha untuk mengurangi emisi gas Forests and Climate Partnership.
karbon ada baiknya pemerintah Indonesia lebih Diakses Januari 5, 2014, dari
menggalakkan hukum dengan lebih tegas terkait http://issuu.com/iafcp/docs/kfcp_overvie
perbuatan merusak lingkungan. Selain itu w__bhs_
pemerintah Indonesia harus memiliki
mekanisme kerja yang efektif untuk mengawasi Krisnawati, H & dkk.(2015).Pendugaan Emisi
serta memantau pergerakan yang dapat Gas Rumah Kaca Tahunan dari Hutan
menimbulkan perusakan hutan Indonesia. dan lahan Gambut di Kalimantan
Tengah.Bogor: Pusat Penelitian dan
6. DAFTAR PUSTAKA Pengembangan Konservasi dan
Rehabilitasi.
CARE. (2009). CARE Activity Report. Mimeo:
Canbera. LAPAN. (2010). Pengembangan Metoda
Pengolahan Orthorektifikasi Data
DCC. (2009). Australia’s fifth national Landsat untuk Mendukung INCAS
communication on climate change. A Berkelanjutan. Jakarta: LAPAN.
report under the UNFCCC.
Commonwealth of Australia 2010. LAPAN. (2014). Ringkasan Eksekutif : Program
Penginderaan Jauh INCAS Metodologi
Dharmawan, et.al.(2012). SVLK, jalan menuju dan Hasil. Diakses Januari 6, 2014, dari
REDD++. Jakarta : Forest Governance http://issuu.com/iafcp/docs/incas-lapan-
and Multistakeholder Forestry exec-sum-bhs
Programme.
Masyhud, M. (2008). Forest Resource
Facility, I. (2008). Implementing the Indonesia Information System (FRIS) Menjadi
Australia Forest Carbon Partnership - Instrumen Dasar Pencapaian
Facility Design Document. Diakses Pengelolaan Hutan Lestari. Diakses Juli
25, 2015, dari www.bappebti.go.id/edu/articles/detail/2
http://www.dephut.go.id/index.php/news/ 997.html
details/4855
Steans, J & dkk. (2005). Introduction to
Mckeown, T. (2004). Beyond bilateralism :Us- International Relations, Perspectives &
nd
Japan relation in the new Asia Pasific. Themes, 2 Edition. USA : Atlanta Book
Diakses Juni 7, 2014, Company.
dariwww.hnet.org/review/showrev.php/id
=9639.

Multazam, A. (2010). Diplomasi Pertahanan


Indonesia terhadap Korea Selatan untuk
Mencapai Kepentingan Indonesia.
Diakses Agustus, 27, 2015 dari
http://lontar.ui.ac.id

Nizar, M. (2013).Green journalist Indonesia


ranking dua penyumbang emisi gas
tumah kaca . Diakses Mei 5, 2014,
dariwww.greenjournalist.net/perubahan-
iklim/indonesia-htm.

Noor, S. (2013).Kerjasama konservasi hutan


antara Indonesia – Norwegia dalam
kerangka REDD+ (reducting emissions
from deforestation and degradation +)
tahun 2010. Ejournal Unmul, 1(2),2013.
Nugraha, F. (2010). Indonesia perkuat
kemitraan perubahan iklim bersama
Australia. Diakses Mei 5, 2014, dari
www.international.okezone.com/read/20
10/12/09/18/401542.

Prasetiowati, D. (2011). Bantuan luar negeri


Australia kepada Indonesia dalam
kerangka REDD periode 2008-2010,
Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Jakarta, 2011). Diakses 15 Juli,
2014, dari
http://www.library.upnvj.a.id/pdf/4s1hub
unganinternasional

Renata, G. (2013). Implementasi reducting


emissions from deforestation and forest
degradation + (REDD +) di Kabupaten
Kapuas, Kalteng. Ejournal Unmul,
2(1),2013.

Silalahi, U. (2012). Metode penelitian sosial.


Bandung: PT. Refika Aditama.

Siregar, B. (2014). Indonesia Produces Emisi


Karbon Dunia. Diakses Juni 7, 2014 dari

Anda mungkin juga menyukai