Anda di halaman 1dari 11

102

Allifah, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dampak Tenaga Air dan Bahan Bakar Fosil terhadap Implementasi Ekonomi
Hijau di Indonesia

The Impact of Hydropower and Fossil Fuel on Green Economy Implementation


in Indonesia

Siti Allifah1, Yusman Syaukat2, Pini Wijayanti1*


1Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB
University, Jl. Raya Dramaga, Bogor 16680, Indonesia
2Program Studi Ekonomi Pertanian, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB University, Jl. Raya Dramaga,

Bogor 16680, Indonesia

*Email korespondensi : pini_wijayanti@apps.ipb.ac.id

ABSTRAK

Pertumbuhan ekonomi penting bagi masyarakat, tetapi jika kerusakan lingkungan seperti
pencemaran udara dan emisi CO2 yang terus meningkat maka justru akan merugikan
masyarakat. Dalam hal ini, konsep green economy muncul untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan salah satunya melalui sektor energi, dimana pengembangan PLTA menjadi salah
satu upayanya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengestimasi pengaruh jangka pendek dan
panjang produksi listrik dari PLTA serta konsumsi batu bara, gas alam, dan minyak bumi
terhadap emisi CO2 di Indonesia dan mengevaluasi hipotesis Environmental Kuznets Curve (EKC)
dalam konteks energi baru terbarukan (EBT) Indonesia. Untuk menguji hal tersebut, penelitian
ini menggunakan metode Autoregressive Distributed Lag (ARDL) dengan data sekunder dari tahun
2000-2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi bahan bakar fosil akan meningkatkan
emisi gas rumah kaca (GRK) jangka pendek maupun panjang sementara peningkatan produksi
listrik dari PLTA akan menurunkan emisi gas rumah kaca. Hingga saat ini, Indonesia masih
berada di posisi scale effect, artinya kerusakan lingkungan dengan indikator emisi CO2 terus
meningkat akibat aktivitas perekonomian.

Kata kunci: bahan bakar fosil, emisi, ekonomi hijau, pembangunan berkelanjutan, PLTA

ABSTRACT

Economic growth is important for society, but if environmental damage e.g., air pollution and CO2 emission
continuously increases, rhen it will cost society. In this case, the concept of a green economy appears to
achieve sustainable development, one of which is through the energy sector. Hydropower development is
one of the efforts in the green economy. The purpose of this study is to estimate the short- and long-term
effects of electricity production from hydropower and the consumption of coal, natural gas, and oil on CO 2
emissions in Indonesia and evaluate the Environmental Kuznets Curve (EKC) hypothesis in the context of
Indonesia's new and renewable energy (EBT). To test this, this study uses the Autoregressive Distributed
Lag (ARDL) method with secondary data from 2000-2018. The results show that the consumption of fossil
fuels will increase short and long-term greenhouse gas (GHG) emissions while increasing electricity
production from hydropower will reduce environmental damage in Indonesia. Currently, Indonesia is still
in a position of scale of effect, meaning that environmental damage with CO2 emission indicators continues
to increase due to economic activity.

Keywords: fossil fuel, emission, green economy, sustainable development, hydropower

Volume 9 Nomor 3 : 102-112 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2022.009.03.3


103
Allifah, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PENDAHULUAN yaitu 320 MW (Perpres, 2017; DJEBTKE,


2021). Dalam bauran energi yang diatur
Kerusakan lingkungan dan rendahnya dalam PP No. 79 Tahun 2014 tentang
kesadaran masyarakat terhadap lingkungan Kebijakan Energi Nasional, Indonesia
mendorong perlunya penerapan menargetkan EBT setidaknya 23% di tahun
pembangunan berkelanjutan. Kerusakan 2025 dan 31% di tahun 2050 (DJPPI, 2017).
lingkungan terjadi karena tingginya tingkat Target ini setara dengan 45.20 GW
eksploitasi sumber daya alam untuk pembangkit listrik EBT di tahun 2025 yang
memenuhi kepentingan ekonomi tanpa terdiri dari Pembangkit Listrik Panas Bumi
diiringi kesadaran menjaga lingkungan (PLTP), PLTA, dan lainnya.
(Dutu, 2016). Pilar lingkungan ini Pengembangan EBT berkontribusi pada
merupakan salah satu dari tiga pilar dalam bauran energi sekaligus akan menurunkan
pembangunan berkelanjutan (sosial, emisi CO2, khususnya PLTA. Dalam
ekonomi, dan lingkungan) yang masih Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
terkendala dalam penerapannya di (RUPTL) 2021-2030, PLTA merupakan EBT
Indonesia (Bappenas, 2014). yang memiliki target terbesar dalam
Sejalan dengan penerapan penambahan kapasitas pembangkit listrik
pembangunan berkelanjutan, konsep green Indonesia periode 2021-2030, yaitu sebesar
economy dicetuskan untuk mencapai 10.40 GW atau 25.6% dari kapasitas total
pembangunan berkelanjutan secara (PLN, 2021). Pengembangan tersebut akan
bertahap. Konsep ini menekankan memberikan dampak positif bagi
pertumbuhan ekonomi yang lingkungan seperti sumber pasokan air, dan
mengutamakan keadilan sosial dan tanpa rekreasi, namun dapat berdampak negatif
mengabaikan perlindungan lingkungan juga pada lingkungan, contohnya
baik melalui sisi produksi seperti di bidang terganggunya aliran sungai (Tahseen &
energi dan konsumsi dari tingkat individu Karney, 2017).
hingga perusahaan (Bappenas, 2014). Penelitian terdahulu telah banyak
Khususnya di sektor energi, penerapan menganalisis pengaruh PLTA serta
ekonomi hijau masih jauh dari harapan konsumsi bahan bakar fosil terhadap emisi
karena ketergantungan pada sumber energi CO2. Secara umum, konsumsi bahan bakar
fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan fosil akan meningkatkan emisi CO2 yang
gas alam masih tinggi. Hal ini terjadi dalam kemudian menurunkan kualitas lingkungan
penambangan, pengolahan menjadi bahan karena polusi udara. Sedangkan, EBT - salah
bakar, dan penggunaan yang berdampak satunya PLTA, dapat meningkatan kualitas
pada peningkatan emisi GRK, khususnya lingkungan secara bertahap. Hal ini
emisi CO2, jenis emisi GRK paling dominan ditunjukkan oleh Ridzuan et al., (2020) di
di sektor energi Indonesia dengan share Thailand, Malaysia, dan Indonesia.
93.87% pada tahun 2016 (KESDM, 2017). Di Selanjutnya, Murshed et al., (2021)
sisi lain, Indonesia memiliki potensi sumber melakukan penelitian dengan
energi terbarukan (EBT) yang besar, seperti menggunakan variabel konsumsi energi
seperti tenaga air, angin, maupun bahan dari batu bara, gas alam, minyak bumi, dan
bakar nabati (BBN) yang belum banyak liquefied petroleum gas (LPG) di Bangladesh.
direalisasikan (Bappenas, 2014). Karena itu, Konsumsi dari batu bara dan minyak bumi
konsep energi berkelanjutan (green energy) menunjukkan pengaruh negatif pada
harus diterapkan untuk mengurangi kualitas lingkungan di Bangladesh.
ketergantungan bahan bakar fosil. Penggunaan teknologi yang lebih
Pemanfaatan EBT di Indonesia masih modern dan bersih seperti PLTA diprediksi
menunjukkan capaian yang rendah. akan menurunkan pencemaran lingkungan
Kapasitas terpasang pembangkit listrik EBT sebagai dampak pertumbuhan ekonomi
di tahun 2015, hanya 2% dari total potensi (Murshed et al., (2021). Dalam hipotesis
EBT di Indonesia yaitu sebesar 443.208 MW EKC, pertumbuhan ekonomi akan
dan capaian bauran EBT di tahun 2021 baru meningkatkan pencemaran lingkungan
mencapai 11.70% dengan realisasi dalam jangka pendek namun seiring
penambahan kapasitas terbesar pada PLTA, meningkatnya perekonomian dalam jangka

Volume 9 Nomor 3 : 102-112 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2022.009.03.3


104
Allifah, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

panjang akan menurunkan pencemaran 𝐻𝑦𝑑𝑟𝑜𝑡 = Total produksi listrik dari


tersebut (Ozatac et al., 2017). Adanya PLTA (kWh per kapita)
pengembangan PLTA diharapkan dapat 𝐶𝑜𝑎𝑙𝑡 = Total konsumsi batu bara (BOE
memperbaiki kualitas lingkungan di per kapita)
Indonesia dalam jangka pendek maupun 𝑁𝐺𝑎𝑠𝑡 = Total konsumsi gas alam (BOE
panjang. Hal ini disebabkan oleh adanya per kapita)
pengaruh dari pengembangan teknologi 𝑂𝑖𝑙𝑡 = Total konsumsi minyak olahan
yang rendah emisi pada hubungan jangka (BOE per kapita)
pendek maupun panjang (Ali et al., 2021). 𝑅𝐺𝐷𝑃𝑡 = PDB riil per kapita (konstan
Penelitian ini secara umum bertujuan 2010 USD)
untuk menganalisis peran bauran energi Seluruh variabel ditransformasikan ke
terhadap kualitas lingkungan dan dalam logaritma natural untuk
pembangunan ekonomi Indonesia. Tujuan menunjukkan nilai elastisitas. Hipotesis dari
umum tersebut dapat dicapai dengan Persamaan 1 adalah 𝛾2 , 𝛾3 , 𝛾4 , dan 𝛾5 > 0
menjawab dua tujuan khusus, yaitu 1) serta 𝛾1 dan 𝛾6 < 0 (Murshed et al., 2021).
mengestimasi pengaruh jangka pendek dan
panjang produksi listrik dari PLTA serta 1. Pengaruh Jangka Pendek dan Panjang
konsumsi batu bara, gas alam, dan minyak
Produksi Listrik dari PLTA serta
bumi terhadap emisi CO2 di Indonesia, 2) Konsumsi Batu Bara, Gas Alam, dan
mengevaluasi hipotesis Environmental
Minyak Bumi terhadap Emisi CO2 di
Kuznets Curve (EKC) dalam konteks energi
Indonesia
baru terbarukan (EBT) Indonesia.
Metode analisis yang digunakan untuk
BAHAN DAN METODE mengestimasi pengaruh jangka pendek dan
panjang produksi listrik dari PLTA dan
Model dan Metode Analisis Data konsumsi bahan bakar fosil terhadap emisi
Penelitian ini membagi variabel konsumsi CO2 adalah metode Autoregressive
bahan bakar fosil menjadi konsumsi batu Distributed-lag (ARDL). Uji praestimasi yang
bara, gas alam, dan minyak bumi serta perlu dilakukan sebagai berikut:
produksi listrik dari PLTA sebagai alternatif
energi. PLTA mendominasi rencana a. Uji Stasioneritas
penambahan kapasitas pembangkit listrik Uji unit root dilakukan untuk mengevaluasi
berbasis EBT periode 2021-2030 dan tiga sifat stasioneritas dari variabel time series
jenis bahan bakar fosil tersebut adalah pada penelitian ini. Adanya
bahan bakar untuk listrik yang tertinggi di ketidakstasioneran akan meningkatkan
Indonesia (DEN, 2019; PLN, 2021). Selain kemungkinan dalam perkiraan elastisitas
itu, penelitian terdahulu masih berfokus palsu atau fenomena regresi palsu (spurious
pada konsumsi energi dari PLTA dan regression). Uji unit root yang digunakan
penelitian terkait produksi listrik dari PLTA adalah Phillips-Perron test (PP test).
masih terbatas, khususnya di Indonesia. Hipotesis nol dari PP test adalah adanya
Model kualitas lingkungan dalam penelitian unit root dalam deret tersebut (Gokmenoglu
ini disajikan pada Persamaan 1. et al., 2015).
𝐿𝑛𝐶𝑂2 𝑡 = 𝛾0 + 𝛾1 𝐿𝑛𝐻𝑦𝑑𝑟𝑜𝑡
b. Uji Kointegrasi
+ 𝛾2 𝐿𝑛𝐶𝑜𝑎𝑙𝑡
+ 𝛾3 𝐿𝑛𝑁𝐺𝑎𝑠𝑡 Uji kointegrasi dalam penelitian ini
+ 𝛾4 𝐿𝑛𝑂𝑖𝑙𝑡 menggunakan Bounds Testing Cointegration
+ 𝛾5 𝐿𝑛𝑅𝐺𝐷𝑃𝑡 yang dikembangkan oleh (Pesaran et al.,
+ 𝛾6 (𝐿𝑛𝑅𝐺𝐷𝑃)2 𝑡 2001). Hal ini dilakukan untuk menguji
+ 𝑢𝑡 ……..(1) adanya kointegrasi pada model yang
memiliki stasioneritas terintegrasi pada
Keterangan: level dan first difference. Hubungan
kointegrasi antar variabel dapat dilihat
𝐶𝑂2 𝑡 = Emisi CO2 (metrik ton per dengan menggunakan F-statistik. Jika F-
kapita) statistik yang dihitung lebih besar dari nilai

Volume 9 Nomor 3 : 102-112 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2022.009.03.3


105
Allifah, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

kritis batas atas, 𝐻0 ditolak dan sebaliknya, Model Restricted Error Correction Model
𝐻0 tidak dapat ditolak. Selanjutnya, jika nilai (RECM) menunjukkan pengaruh jangka
tersebut terletak di antara batas bawah dan pendek atau elastisitas jangka pendek, yang
atas, kointegrasi tidak dapat disimpulkan diestimasi dari Persamaan 3.
atau tidak meyakinkan. ∆𝐿𝑛𝐶𝑂2 𝑡
𝑚

c. Uji Lag Optimum = 𝛿1 + ∑ 𝛼𝑎 ∆𝐿𝑛𝐶𝑂2 𝑡−𝑎


Uji lag optimum digunakan untuk memilih 𝑛
𝑎=1

urutan lag optimal dari variabel. Penelitian + ∑ 𝛼𝑏 ∆𝐿𝑛𝐻𝑦𝑑𝑟𝑜𝑡−𝑏


ini menggunakan Akaike Information 𝑏=1
Criterion (AIC) untuk memilih maksimal lag 𝑜

yang relevan (Jumhur, 2020). Penentuan lag + ∑ 𝛼𝑐 ∆𝐿𝑛𝐶𝑜𝑎𝑙𝑡−𝑐


optimum dilakukan dengan memilih lag 𝑐=1
𝑝
yang menghasilkan nilai AIC terendah. + ∑ 𝛼𝑑 ∆𝐿𝑛𝑁𝐺𝑎𝑠𝑡−𝑑
𝑑=1
𝑞
d. Estimasi Model ARDL
Pemodelan ARDL mencakup model + ∑ 𝛼𝑒 ∆𝐿𝑛𝑂𝑖𝑙𝑡−𝑒
𝑒=1
estimasi Unrestricted Error-Correction Model 𝑟
(UECM). Sesuai hipotesis EKC, bentuk + ∑ 𝛼𝑓 ∆𝐿𝑛𝑅𝐺𝐷𝑃𝑡−𝑓
kuadrat dari PDB riil per kapita (LnRGDP)2 𝑓=1
𝑟
diperhitungkan dalam model. Model UECM
+ ∑ 𝛼𝑔 ∆(𝐿𝑛𝑅𝐺𝐷𝑃)2 𝑡−𝑔 + 𝜑𝐸𝐶𝑇𝑡−1
dengan emisi CO2 sebagai variabel
𝑔=1
dependen dinyatakan pada Persamaan 2. + 𝜀𝑡 ………(3)

∆𝐿𝑛𝐶𝑂2 𝑡 Keterangan:
= 𝛽0 + 𝛽1 𝐿𝑛𝐶𝑂2 𝑡−1 + 𝛽2 𝐿𝑛𝐻𝑦𝑑𝑟𝑜𝑡−1 𝛿1 = Intersep
+ 𝛽3 𝐿𝑛𝐶𝑜𝑎𝑙𝑡−1 + 𝛽4 𝐿𝑛𝑁𝐺𝑎𝑠𝑡−1
+ 𝛽5 𝐿𝑛𝑂𝑖𝑙𝑡−1 + 𝛽6 𝐿𝑛𝑅𝐺𝐷𝑃𝑡−1
+ 𝛽7 (𝐿𝑛𝑅𝐺𝐷𝑃)2 𝑡−1 Koefisien ECTt-1 menunjukkan nilai
𝑚 kecepatan penyesuaian dari
+ ∑ 𝛼𝑎 ∆𝐿𝑛𝐶𝑂2 𝑡−𝑎 ketidakseimbangan. Koefisien tersebut
𝑎=1
𝑛
harus negatif dan signifikan secara statistik
+ ∑ 𝛼𝑏 ∆𝐿𝑛𝐻𝑦𝑑𝑟𝑜𝑡−𝑏
(Khan et al., 2019). Nilai tersebut diestimasi
𝑏=1
dengan menggunakan residu persamaan
𝑜
jangka panjang pada Persamaan 4.
+ ∑ 𝛼𝑐 ∆𝐿𝑛𝐶𝑜𝑎𝑙𝑡−𝑐
𝑐=1 𝐿𝑛𝐶𝑂2 𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1 𝐿𝑛𝐶𝑂2 𝑡
𝑝
+ 𝛽2 𝐿𝑛𝐻𝑦𝑑𝑟𝑜𝑡
+ ∑ 𝛼𝑑 ∆𝐿𝑛𝑁𝐺𝑎𝑠𝑡−𝑑
+ 𝛽3 𝐿𝑛𝐶𝑜𝑎𝑙𝑡
𝑑=1
𝑞 + 𝛽4 𝐿𝑛𝑁𝐺𝑎𝑠𝑡
+ ∑ 𝛼𝑒 ∆𝐿𝑛𝑂𝑖𝑙𝑡−𝑒 + 𝛽5 𝐿𝑛𝑂𝑖𝑙𝑡
+ 𝛽6 𝐿𝑛𝑅𝐺𝐷𝑃𝑡
𝑒=1
𝑟 + 𝛽7 (𝐿𝑛𝑅𝐺𝐷𝑃)2 𝑡
+ ∑ 𝛼𝑓 ∆𝐿𝑛𝑅𝐺𝐷𝑃𝑡−𝑓 + 𝜎𝑡 ……....(4)
𝑓=1 Keterangan:
𝑟
𝜎𝑡 = Error term
+ ∑ 𝛼𝑔 ∆(𝐿𝑛𝑅𝐺𝐷𝑃)2 𝑡−𝑔 + 𝜀𝑡
𝑔=1 …(2)
Model estimasi ARDL dievaluasi dengan
Keterangan: menggunakan berbagai uji diagnostik. Uji
𝛽0 = Intersep, Breusch Godfrey Lagrange Multiplier (χ2
𝛽, 𝛼 = Koefisien, LM) digunakan untuk menguji keberadaan
𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖 𝑓 = Lag, masalah korelasi serial atau autokorelasi.
∆ = first difference. Stabilitas dari model estimasi ARDL
dievaluasi dengan menggunakan uji
cumulative sum (CUSUM) dan cumulative

Volume 9 Nomor 3 : 102-112 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2022.009.03.3


106
Allifah, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

sum of squares (CUSUMSQ) (Khan et al., HASIL DAN PEMBAHASAN


2019).
Pengaruh jangka pendek dan panjang
2. Evaluasi Hipotesis Environmental
produksi listrik dari PLTA serta konsumsi
Kuznet Curve (EKC) dalam Konteks
batu bara, gas alam, dan minyak bumi
Energi Terbarukan di Indonesia
terhadap emisi CO2 di Indonesia
Berdasarkan Persamaan 4, evaluasi
hipotesis EKC dilakukan dengan Pengaruh Jangka Pendek dan Panjang
mempertimbangkan nilai parameter dari Produksi Listrik dari PLTA, serta Konsumsi
PDB per kapita beserta signifikansinya. Batu Bara, Gas Alam, dan Minyak Bumi
Hipotesis EKC terbukti apabila 𝛽5 > 0 dan terhadap Emisi CO2 di Indonesia Pengaruh
𝛽6 < 0 dalam jangka pendek maupun konsumsi batu bara, gas alam, dan minyak
panjang (Ahmad et al., 2021). Selanjutnya, bumi serta produksi listrik dari PLTA di
titik balik pada kurva EKC ditentukan oleh Indonesia terhadap emisi CO2 dapat
(−𝛽5 /2 𝛽6 ) dan exp (−𝛽5 /2 𝛽6 ) yang diketahui dalam jangka pendek maupun
merepresentasikan nilai moneternya. panjang. Uji praestimasi model ARDL
menunjukkan bahwa semua variabel sudah
Jenis dan Sumber Data stasioner pada first difference, terdapat
Penelitian ini menggunakan data sekunder kointegrasi, lag optimal sebesar satu, dan
time series, yaitu emisi CO , produksi listrik model stabil pada taraf nyata 5%. Hasil
dari PLTA, konsumsi bahan bakar fosil dari estimasi pengaruh jangka pendek dan
batu bara, minyak bumi, dan gas alam, serta panjang disajikan pada Tabel 2.
PDB Indonesia dalam bentuk per kapita dari
tahun 2000-2018. Hal ini disebabkan oleh Tabel 2. Hasil estimasi model jangka pendek
keterbatasan data pada setiap variabel. dan panjang
Nilai koefisien
Rincina variabel dan sumber data disajikan Variabel
Jangka Jangka
pada Tabel 1. independen
pendek panjang
LnCoal 0.115 *** 0.082 ***
Tabel 1. Rincian variabel dan sumber data LnOil 0.463 *** 0.328 ***
No Variabel Definisi (satuan Sumber LnRGDP -9.617 *** -6.805 **
pengukuran) (LnRGDP)2 0.670 *** 0.474 ***
1 𝐿𝑛𝐶𝑂2 𝑡 Emisi CO2 World Bank LnHydro -0.062 * -0.044 *
(metrik ton per LnNGas 0.023 0.016
kapita) ECTt-1 -1.413 ***
2 𝐿𝑛𝐻𝑦𝑑𝑟𝑜𝑡 Total produksi KESDM C 24.838 **
listrik dari dan BPS Sumber: Hasil olah data (2022)
PLTA (kWh per Indonesia Keterangan: ***), **), dan *) signifikan pada taraf nyata
kapita) 1 persen, 5 persen, dan 10 persen
3 𝐿𝑛𝐶𝑜𝑎𝑙𝑡 Total konsumsi KESDM
batu bara (BOE dan BPS Tabel 2 menunjukkan nilai elastisitas dari
per kapita) Indonesia
4 𝐿𝑛𝑁𝐺𝑎𝑠𝑡 Total konsumsi KESDM konsumsi batu bara (LnCoal), minyak bumi
gas alam (BOE dan BPS (LnOil), gas alam (LnNGas), produksi listrik
per kapita) Indonesia dari PLTA (LnHydro), dan PDB (LnRGDP
5 𝐿𝑛𝑂𝑖𝑙𝑡 Total konsumsi KESDM dan (LnRGDP)2) dalam bentuk per kapita
minyak olahan dan BPS
(BOE per Indonesia terhadap emisi CO2 per kapita (LnCO2).
kapita) Contohnya, elastisitas konsumsi batu bara
6 𝐿𝑛𝑅𝐺𝐷𝑃𝑡 PDB riil per World Bank per kapita memiliki arti bahwa kenaikan
kapita (konstan konsumsi batu bara per kapita sebesar 1%
2010 USD)
7 (𝐿𝑛𝑅𝐺𝐷𝑃)2 𝑡 PDB riil per World Bank akan meningkatkan emisi CO2 sebesar
kapita (konstan 0.115% dan 0.082% dalam jangka pendek
2010 USD) dan panjang, ceteris paribus. Dari keenam
nilai elastisitas tersebut, elastisitas konsumsi
gas alam per kapita terhadap emisi CO2 per
kapita merupakan satu-satunya yang tidak
signifikan dalam jangka pendek dan
panjang.

Volume 9 Nomor 3 : 102-112 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2022.009.03.3


107
Allifah, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Sejauh perkembangkan produksi listrik waktu Commercial Operation Date (COD)


dari PLTA, baik perkiraan elastisitas jangka yang awalnya direncanakan akhir tahun
pendek dan jangka panjang menegaskan 2021 menjadi 2022, yaitu PLTA Jatigede (2 x
peningkatan produksi listrik dari PLTA 55 MW). Walau demikian, kapasitas
meningkatkan kualitas lingkungan. Namun, terpasang PLTA pada tahun 2021 masih
nilai elastisitas produksi listrik pada jangka jauh dari potensi PLTA yang Indonesia
panjang dari PLTA terhadap emisi CO2 miliki, yaitu sekitar 75.091 MW sehingga
(LnHydro) menunjukkan nilai yang lebih sisa potensi yang masih belum
rendah dibandingkan dengan jangka terealisasikan untuk berkontribusi dalam
pendek (Tabel 2). Kondisi ini pun terjadi di bauran energi adalah sebesar 68.489 MW
Brazil yang mengembangkan PLTA pada (Perpres, 2017).
bauran energinya (Zambrano-Monserrate et Sebaliknya, konsumsi bahan bakar fosil
al., 2016). Di Indonesia, hal ini dapat seperti batu bara berpotensi meningkatkan
disebabkan oleh persentase produksi listrik emisi CO2. Pada penelitian ini, pengaruh
dari PLTA yang menurun dari tahun 2000- tersebut lebih rendah daripada minyak
2020 karena peningkatan jumlah produksi bumi dan lebih tinggi dari gas alam pada
listrik dari PLTU, sedimentasi, serta jangka pendek dan panjang. Hal ini
lamanya waktu dan mahalnya biaya disebabkan oleh konsumsi batu bara
pembangunan yang menurunkan meningkat setiap tahunnya hingga melebihi
kontribusi PLTA pada penurunan emisi CO2 gas alam di tahun 2019 namun lebih rendah
di jangka panjang (Gambar 1). Persentase dari minyak bumi. Selain itu, potensi emisi
produksi listrik yang dihasilkan oleh PLTU CO2 batu bara lebih tinggi daripada gas
mendominasi produksi listrik Indonesia. alam, yaitu sebesar 1.816 t CO2 per ton
Sementara itu, sedimentasi akan (KLH, 2012). Pengaruh ini diprediksi akan
menurunkan output listrik, produksi, dan menurun pada jangka panjang karena
pendapatan energi seperti di PLTA Lamajan adanya teknologi untuk mengurangi
di Bandung (Wild & Loucks, 2014). konsumsi batu bara. Sektor
ketenagalistrikan mengembangkan co-firing,
14 yaitu pembakaran dua bahan bakar yang
berbeda, batu bara dan biomassa, secara
Persentase produksi

12
bersamaan yang telah diterapkan di 27
listrik PLTA (%)

10
lokasi PLTU di tahun 2021 dan akan
8
meningkat hingga 52 unit di tahun 2024,
6
contohnya PLTU Ketapang (DJEBTKE,
4
2021). Di sektor industri, co-processing dapat
2
menurunkan emisi CO2 dari industri semen
0
dengan penggunaan bahan bakar alternatif,
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
2020

contohnya substitusi batu bara dengan


Tahun biomassa oleh PT Semen Indonesia. Kedua
teknologi ini dapat berkontribusi pada
Gambar 1. Persentase produksi listrik dari penurunan bauran batu bara yang masih
PLTA tahun 2000-2020 tinggi dibandingkan dengan target
(Sumber: KESDM (2019) dan KESDM (2020)) baurannya, yaitu 37.19% di tahun 2021 dari
30% di tahun 2025. Hal ini berbeda dengan
PLTA berkontribusi paling besar pada penelitian Khan et al., (2019) di Pakistan.
bauran EBT di tahun 2021. Kapasitas Konsumsi minyak bumi terhadap emisi
terpasang PLTA meningkat dari 6141 MW CO2 memiliki pengaruh jangka pendek dan
menjadi 6602 MW di tahun 2020 dan 2021 panjang yang lebih tinggi dibandingkan
sehingga kontribusi EBT di tahun 2021 batu bara. Walaupun potensi emisi CO2
menjadi 11.7%. Capaian tersebut masih jauh yang dihasilkan oleh batu bara lebih besar
dari target bauran EBT sebesar 23% di tahun dibandingkan dengan minyak bumi,
2025. Menurut DJEBTKE (2021), terdapat konsumsi energi final Indonesia didominasi
satu unit PLTA yang mengalami pergeseran oleh minyak bumi sekitar 46%-73% (KLH,
2012). Pengaruh ini diprediksi akan

Volume 9 Nomor 3 : 102-112 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2022.009.03.3


108
Allifah, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

menurun pada jangka panjang seperti di Adanya hubungan jangka panjang pada
Peru (Zambrano-Monserrate et al., 2018). Di penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
Indonesia, Kondisi ini terjadi karena adanya penyesuaian pada jangka panjang yang
penurunan produksi minyak bumi sebesar dilihat dari koefisien ECTt-1 (Tabel 2).
4.9% per tahun karena sumur produksi yang Koefisien ECT tersebut memiliki arti bahwa
sudah tua, sumur baru yang terbatas, dan ketidakseimbangan periode sebelumnya
lokasi sumber daya di daerah perbatasan terkoreksi sebesar 141.3% pada periode
(BPPT, 2021). Selain itu, adanya sumber berikutnya. Artinya, model akan
energi alternatif ramah lingkungan seperti menyesuaikan pada kecepatan 141.3% dan
bahan bakar nabati (BBN) untuk akan memakan waktu sekitar 7 bulan (yaitu
mengurangi bauran minyak bumi. Bauran 1/1.413=0.708) untuk menyesuaikan ke
minyak bumi pada tahun 2021 masih 32.24% keseimbangan. Interpretasi tersebut
lebih besar dibandingkan dengan target mengacu pada Dankumo et al., (2019) dan
bauran minyak bumi di tahun 2025 yang Wang et al., (2021).
harus lebih rendah dari 25% (DJEBTKE, Hasil estimasi keseluruhan
2021). menunjukkan bahwa pengaruh konsumsi
Berbeda dengan gas alam, konsumsi gas batu bara dan minyak bumi terhadap emisi
alam tidak signifikan dalam meningkatkan CO2 diprediksi lebih rendah pada jangka
emisi CO2 pada jangka pendek dan panjang. panjang dibandingkan jangka pendek di
Hal ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu Indonesia karena adanya pengaruh dari
jumlah konsumsi dari gas alam cenderung implementasi teknologi bersih untuk
stabil dari tahun 2000 hingga tahun 2020 dan mengurangi konsumsi batu bara dan
potensi emisi CO2 gas alam lebih rendah menurunnya ketersediaan minyak bumi.
dibandingkan dengan batu bara, yaitu Konsumsi gas alam berpotensi dalam
sebesar 59.186 x 10-6 t CO2.SCF-1 untuk gas meningkatkan emisi CO2 namun tidak
alam dan 1.816 t CO2 per ton untuk batu bara signifikan pada jangka pendek dan panjang
(KLH, 2012). Gas bumi memiliki target karena tingkat konsumsinya paling rendah.
minimum sebesar 22% di tahun 2025 dan Pengaruh produksi listrik dari PLTA pada
24% di tahun 2050. Pada tahun 2021 capaian emisi CO2 diprediksi lebih rendah di jangka
gas bumi dalam bauran energi hanya panjang karena semakin menurunnya
sampai 18.87%, artinya masih lebih rendah kontribusi PLTA pada produksi listrik di
dibandingkan target gas alam dalam bauran Indonesia serta keberlanjutan PLTA yang
energi tahun 2025 (DJEBTKE, 2021). semakin terancam karena kerusakan
Estimasi elastisitas juga mengungkapkan lingkungan seperti sedimentasi, kekeringan,
bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bencana alam, dan lainnya.
berpotensi dalam menghasilkan trade off
antara ekonomi dan lingkungan. Hal ini Evaluasi hipotesis Environmental Kuznets
terlihat pada koefisien LnRGDP dan Curve (EKC) dalam konteks energi baru
(LnRGDP)2 yang bertanda negatif dan terbarukan (EBT) Indonesia
positif (lihat Tabel 2). Koefisien LnRGDP dan Hipotesis EKC tidak terbukti di Indonesia
(LnRGDP)2 memiliki arti bahwa kenaikan karena hasil estimasi paramater pada Tabel
dari PDB akan memicu kenaikan emisi CO 2 2 menunjukkan nilai 𝛼5 dan 𝛼6 adalah
baik dalam jangka pendek maupun panjang. sebesar -9.617 dan 0.671 dalam jangka
Pertumbuhan ekonomi membutuhkan pendek serta - 6.805 dan 0.474 dalam
peningkatan produksi secara konsisten yang panjang. Hasil ini menunjukkan hubungan
kemudian menimbulkan kerusakan yang berbentuk U antara emisi CO2 dan PDB
lingkungan melalui emisi yang dihasilkan di Indonesia dengan titik balik sebesar 7.171
(Marsiglio & Privileggi, 2021). Di sisi lain, (USD 1301) dalam jangka pendek dan
kelestarian lingkungan juga berperan panjang (Lihat Gambar 2). Titik ini lebih
penting dalam kegiatan ekonomi karena rendah dari nilai maksimum pendapatan
emisi cenderung akan mengurangi jumlah dalam periode penelitian, yaitu 7.532 (USD
output yang dapat dihasilkan 1868). Artinya, emisi CO2 akan meningkat
perekonomian. secara monoton seiring dengan
meningkatnya PDB.

Volume 9 Nomor 3 : 102-112 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2022.009.03.3


109
Allifah, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PLTA masih menjadi jenis EBT dengan


target terbesar dalam penambahan
kapasitas di tahun 2021. Menurut
(DJEBTKE, 2021), target tersebut adalah
sebesar 400 MW dengan realisasi di triwulan
empat baru mencapai 350 MW. Di tahun
2021, terdapat dua PLTA yang sudah
Commercial Operation Date (COD), yaitu
PLTA Malea (90 MW) serta PLTA Poso
Gambar 3. Hasil estimasi EKC dalam
Peaker 2nd Expantion Unit 1 & 2 (130 MW).
jangka pendek dan panjang
Namun, pembangunan PLTA Malea sempat
Hipotesis EKC berpotensi tidak terbukti terhambat di tahun 2020 karena banjir
apabila pertumbuhan ekonomi menjadi bandang di lokasi proyek. Walaupun
pemicu dalam degradasi lingkungan. Saat penambahan kapasitas PLTA dilakukan,
ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia realisasinya masih rendah dari target
meningkat namun juga meningkatkan penambahan kapasitas PLTA tahunan
masalah sosial dan lingkungan karena Indonesia sehingga masih harus terus
ekspansi industri berbasis sumber daya ditingkatkan untuk percepatan bauran EBT
alam, seperti tambang, energi, pertanian, dan membantu Indonesia mencapai titik
dan kehutanan. Kondisi ini menunjukkan balik dari kurva EKC atau pertumbuhan
Indonesia masih dalam scale effect, artinya ekonomi yang berkelanjutan.
eksploitasi sumber daya alam dalam proses Hasil evaluasi menunjukkan Indonesia
produksi yang mengarah pada perusakan masih belum mencapai tingkat PDB rill per
alam (Acaravci & Akalin, 2017). Sesuai kapita yang berpotensi untuk menurunkan
dengan penjelasan jalur pertumbuhan EKC kerusakan lingkungan dalam hal ini emisi
yang membutuhkan sumber daya secara CO2. Aktivitas ekonomi terus dilakukan
intensif dan menimbulkan biaya lingkungan dengan tidak mempertimbangkan dampak
yang besar (Gill et al., 2018). terhadap sekitar sehingga timbul
Dalam sektor energi, emisi CO2 eksternalitas negatif terhadap lingkungan
berpotensi akan terus meningkat apabila dan memburuknya kondisi sosial,
ketergantungan Indonesia terhadap bahan contohnya ketergantungan yang tinggi pada
bakar fosil masih dominan dibandingkan bahan bakar fosil. Kondisi ini menunjukkan
dengan EBT dan inefisiensi dalam konsumsi Indonesia masih dalam posisi scale effect.
energi. Pada periode tahun 2013-2020, Pemerintah harus terus berupaya untuk
intensitas energi Indonesia menunjukkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
tren yang terus meningkat. Beberapa lebih berkelanjutan agar ekspansi ekonomi
penyebab kondisi tersebut adalah kebijakan mencapai titik balik yang diperkirakan,
subsidi energi baik listrik maupun BBM salah satunya dengan peningkatkan bauran
yang memicu pemborosan energi karena EBT dengan PLTA. Namun, kendala
tidak optimal penggunaannya dan ekspansi geologis, biaya, teknologi, dan lahan
sektor industri menyumbang tingginya menghambat pengembangan PLTA di
intensitas energi. Pada tahun 2020, Indonesia meskipun dengan meningkatkan
ketergantungan pada bahan bakar fosil produksi listrik dari PLTA terbukti dapat
masih tinggi. Untuk mengurangi hal mengurangi pelepasan emisi CO2 ke
tersebut, pengembangan EBT contohnya atmosfer. Pengembangan ini diharapkan
PLTA menjadi salah satu solusi. Namun, terus berjalan dalam jangka panjang dengan
pengembangan PLTA memiliki beberapa berbagai strategi untuk mengatasi kendala
kelemahan dibandingkan dengan jenis EBT dalam meningkatkan bauran EBT dalam
yang lain seperti biaya pembangunan bauran nasionalnya.
bendungan yang sangat mahal,
mempengaruhi ekosistem sungai, dan KESIMPULAN
tantangan apabila terjadi kekeringan
(Bagher et al., 2015). Pengaruh konsumsi batu bara dan minyak
bumi terhadap emisi CO2 diprediksi lebih

Volume 9 Nomor 3 : 102-112 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2022.009.03.3


110
Allifah, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

rendah pada jangka panjang dibandingkan through ARDL model. International


jangka pendek di Indonesia karena adanya Journal of Finance and Economics, 26(3),
implementasi teknologi bersih untuk 3210–3221.
meningkatkan efisiensi konsumsi batu bara https://doi.org/10.1002/ijfe.1958
dan semakin langkanya ketersediaan [BPPT] Badan Pengkajian dan Penerapan
minyak bumi. Konsumsi gas alam tidak Teknologi. (2021). Outlook Energi
signifikan dalam meningkatkan emisi CO2 Indonesia 2021 (E. Hilmawan, I.
pada jangka pendek dan panjang karena Fitriana, A. Sugiyono, & Adiarso
tingkat konsumsinya paling rendah (Eds.)). Badan Pengkajian dan
dibandingkan batu bara dan minyak bumi. Penerapan Teknologi.
Pengaruh produksi listrik dari PLTA pada {Bappenas] Badan Perencanaan
emisi CO2 diprediksi lebih rendah di jangka Pembangunan Nasional. (2014).
panjang karena semakin menurunnya Prakarsa Strategis Pengembangan Konsep
kontribusi PLTA pada produksi listrik di Green Economy. Badan Perencanaan
Indonesia serta keberlanjutan PLTA yang Pembangunan Nasional.
semakin terancam karena kerusakan Bagher, A. M., Vahid, M., Mohsen, M., &
lingkungan seperti sedimantasi, kekeringan, Parvin, D. (2015). Hydroelectric
dan lainnya. Energy Advantages and
Indonesia belum mencapai tingkat Disadvantages. American Journal of
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan Energy Science, 2(2), 17–20.
karena aktivitas ekonomi yang merusak Dankumo, A. M., Ishak, S., Oluwaseyi, Z. A.,
lingkungan serta inkonsistensi kebijakan & Onisanwa, I. D. (2019). Does Okun’s
terhadap perlindungan lingkungan. law explain the relationship between
Indonesia akan segera mencapai titik balik economic growth and unemployment
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan in Nigeria? Jurnal Ekonomi Malaysia,
apabila pemerintah melakukan ekspansi 53(3). https://doi.org/10.17576/JEM-
ekonomi yang diiringi kebijakan terkait 2019-5303-12
lingkungan yang konsisten dengan konsep [DEN] Dewan Energi Nasional. (2019).
green economy, khususnya kebijakan terkait Indonesia Energy Outlook 2019 (S.
EBT untuk meningkatkan bauran EBT Abdurrahman, M. Pertiwi, &
dengan PLTA. Walujanto (Eds.)). DEN.
[DJPPI] Direktorat Jenderal Pengendalian
DAFTAR PUSTAKA Perubahan Iklim. (2017). Strategi
Implementasi NDC (N. Masripatin
Acaravci, A., & Akalin, G. (2017). (Ed.)). Direktorat Jenderal
Environment-economic growth nexus: Pengendalian Perubahan Iklim.
A comparative analysis of developed http://ditjenppi.menlhk.go.id/reddpl
and developing countries. International us/images/adminppi/dokumen/stra
Journal of Energy Economics and Policy, tegi_implementasi_ndc.pdf
7(5), 34–43. {DJEBTKE] Direktorat Jendral Energi Baru
Ahmad, M., Jabeen, G., & Wu, Y. (2021). Terbarukan dan Konservasi Energi.
Heterogeneity of pollution haven/halo (2021). Laporan Kinerja Ditjen EBTKE
hypothesis and Environmental 2021 Final. KESDM.
Kuznets Curve hypothesis across Dutu, R. (2016). Challenges and policies in
development levels of Chinese Indonesia’s energy sector. Energy
provinces. Journal of Cleaner Production, Policy, 98, 513–519.
285(xxxx), 124898. https://doi.org/10.1016/j.enpol.2016.
https://doi.org/10.1016/j.jclepro.202 09.009
0.124898 Gill, A. R., Viswanathan, K. K., & Hassan, S.
Ali, M. U., Gong, Z., Ali, M. U., Wu, X., & (2018). The Environmental Kuznets
Yao, C. (2021). Fossil energy Curve (EKC) and the environmental
consumption, economic development, problem of the day. Renewable and
inward FDI impact on CO2 emissions Sustainable Energy Reviews, 81(August
in Pakistan: Testing EKC hypothesis 2016), 1636–1642.

Volume 9 Nomor 3 : 102-112 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2022.009.03.3


111
Allifah, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

https://doi.org/10.1016/j.rser.2017.05 263–289.
.247 https://doi.org/10.1007/s10479-019-
Gokmenoglu, K., Azin, V., & Taspinar, N. 03217-y
(2015). The relationship between Murshed, M., Alam, R., & Ansarin, A. (2021).
industrial production, GDP, inflation, The environmental Kuznets curve
and oil price: The case of Turkey. hypothesis for Bangladesh: the
Procedia Economics and Finance, importance of natural gas, liquefied
25(May), 497–503. petroleum gas, and hydropower
https://doi.org/10.1016/s2212- consumption. Environmental Science
5671(15)00762-5 and Pollution Research, 28(14), 17208–
Jumhur, J. (2020). Penerapan autoregressive 17227.
distributed lag dalam memodelkan https://doi.org/10.1007/s11356-020-
pengaruh inflasi, pertumbuhan 11976-6
ekonomi, dan FDI terhadap Ozatac, N., Gokmenoglu, K. K., & Taspinar,
pengangguran di Indonesia. Jurnal N. (2017). Testing the EKC hypothesis
Ekonomi Bisnis Dan Kewirausahaan, 9(3), by considering trade openness,
250. urbanization, and financial
https://doi.org/10.26418/jebik.v9i3.4 development: the case of Turkey.
1332 Environmental Science and Pollution
[KESDM] Kementerian Energi dan Research, 24(20), 16690–16701.
Sumberdaya Mineral. (2017). Kajian https://doi.org/10.1007/s11356-017-
Penggunaan Faktor Emisi Lokal (Tier 2) 9317-6
dalam Kajian Inventarisasi GRK Sektor [Perpes 2017] Peraturan Presiden Nomor 22
Energi (Issue Cetakan Pertama). Tahun 2017 tentang Rencana Umum
Kementerian Energi dan Sumberdaya Energi Nasional (RUEN) (pp. 67–69).
Mineral. (2017).
[KESDM] Kementerian Energi dan [PLN] Perusahaan Listrik Negara. (2021).
Sumberdaya Mineral. (2019). Handbook Rencana Usaha Penyediaan Tenaga
of Energy & Economic Statistics of Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero)
Indonesia 2019. KESDM. 2021-2030. In Rencana Usaha Penyediaan
[KESDM] Kementerian Energi dan Tenaga Listrik 2021-2030. Perusahaan
Sumberdaya Mineral. (2020). Handbook Listrik Negara.
of Energy & Economic Statistics of Pesaran, M. H., Shin, Y., & Smith, R. J. (2001).
Indonesia 2020. KESDM. Bounds testing approaches to the
[KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. analysis of level relationships. Journal
(2012). Pedoman Penyelenggaraan of Applied Econometrics, 16(3), 289–326.
Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional: https://doi.org/10.1002/jae.616
Metodologi Penghitungan Tingkat Emisi Ridzuan, A. R., Albani, A., Latiff, A. R. A.,
GRK Sektor Pengadaan dan Penggunaan Mohamad, M. I., & Murshidi, M. H.
Energi. Kementerian Lingkungan (2020). The impact of energy
Hidup. consumption based on fossil fuel and
Khan, M. K., Teng, J. Z., & Khan, M. I. (2019). hydroelectricity generation towards
Effect of energy consumption and pollution in Malaysia, Indonesia and
economic growth on carbon dioxide Thailand. International Journal of Energy
emissions in Pakistan with dynamic Economics and Policy, 10(1), 215–227.
ARDL simulations approach. https://doi.org/10.32479/ijeep.8140
Environmental Science and Pollution Tahseen, S., & Karney, B. W. (2017).
Research, 26(23), 23480–23490. Reviewing and critiquing published
https://doi.org/10.1007/s11356-019- approaches to the sustainability
05640-x assessment of hydropower. Renewable
Marsiglio, S., & Privileggi, F. (2021). On the and Sustainable Energy Reviews, 67, 225–
economic growth and environmental 234.
trade-off: a multi-objective analysis. https://doi.org/10.1016/j.rser.2016.09
Annals of Operations Research, 296(1–2), .031

Volume 9 Nomor 3 : 102-112 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2022.009.03.3


112
Allifah, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Wang, X. G., Yan, L., & Zhao, X. G. (2021). hypothesis in Peru: The role of
Tackling the ecological footprint in renewable electricity, petroleum and
china through energy consumption, dry natural gas. Renewable and
economic growth and CO2 emission: Sustainable Energy Reviews, 82(March
an ARDL approach. Quality and 2016), 4170–4178.
Quantity, 88. https://doi.org/10.1016/j.rser.2017.11
https://doi.org/10.1007/s11135-021- .005
01128-4 Zambrano-Monserrate, M. A., Valverde-
Wild, T. B., & Loucks, D. P. (2014). Managing Bajaña, I., Aguilar-Bohórquez, J., &
flow, sediment, and hydropower Mendoza-Jiménez, M. (2016).
regimes in the Sre Pok, Se San, and Se Relationship between economic
Kong Rivers of the Mekong basin. growth and environmental
Water Resources Research, 50(6), 5141– degradation: Is there evidence of an
5157. EKC for Brazil. International Journal of
https://doi.org/10.1002/2014WR0154 Energy Economics and Policy, 6(2), 208–
57 216.
Zambrano-Monserrate, M. A., Silva- https://www.econjournals.com/inde
Zambrano, C. A., Davalos-Penafiel, J. x.php/ijeep/article/view/1850
L., Zambrano-Monserrate, A., &
Ruano, M. A. (2018). Testing
environmental Kuznets curve

Volume 9 Nomor 3 : 102-112 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2022.009.03.3

Anda mungkin juga menyukai