Anda di halaman 1dari 30

Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan

Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

Peran Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) Dalam Mendukung


Upaya Net-Zero Emission Berdasarkan Target Rencana Umum Energi
Nasional (RUEN) dan Regulasi Yang Berlaku

Kelompok 4

1)
Abrar Layl Ramadhan 2)Dila Rahmawati 3)Ella Elisa
Noviasari 4)Ike Yulianis 5)Rana Helviana

Program Studi Teknik Perminyakan


Fakultas Teknologi Eksplorasi dan Produksi
Universitas Pertamina

ABSTRAK

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi ekonomi yang cukup kuat di
Asia. Indonesia juga terkenal sebagai negara berkembang dengan sumber daya mineral yang
melimpah di dunia, dimana sumber daya mineral ini akan menjadi sumber energi utama selama
beberapa tahun mendatang. Sampai saat ini, sumber daya mineral, seperti minyak bumi, gas
bumi, batu bara, dan berbagai jenis bahan tambang lainnya memiliki nilai ekonomis yang
cukup tinggi sehingga dapat ditetapkan sebagai industri strategis. Berdasarkan Rencana Umum
Energi Nasional (RUEN), minyak bumi merupakan sumber daya mineral dengan porsi yang
besar mengalahkan gas bumi. Adanya ambisi Indonesia dalam mencapai RUEN dengan daya
saing yang tinggi akan mempengaruhi pola kegiatan produksi energi. Dalam pemenuhan
produksi minyak bumi untuk mencapai RUEN, Indonesia menargetkan produksi minyak
sebesar 1 Juta Barrel per Hari (1 MOBPD). Adanya target tersebut menimbulkan terjadinya
pemanasan global yang disebabkan terutama oleh CO2 dan metana. Namun, Indonesia telah
berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 26% dari tahun 2020 – 2050 dengan
melalui bauran energi yang lebih baik, pengurangan ketergantungan bahan bakar berbasis
karbon, dan penerapan energi terbarukan. Solusi yang dapat diterapkan adalah Sustainable
Development Scenario (SDS), khususnya menggunakan teknologi Carbon Capture,
Utilization, and Storage (CCUS). Penulisan paper ini memiliki tujuan untuk melihat tantangan,
efek terhadap lingungan, dan pengaruh terhadap pembangunan berkelanjutan di industri migas

1
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

Indonesia. Indonesia memiliki potensi menerapkan CCUS khususnya dalam penangkapan dan
penyimpanan CO2. Dalam industri migas CCUS dapat digunakan untuk Enhanced Oil
Recovery (EOR) dan Enhanced Gas Recovery (EGR) dalam saline formation yang mana hal
ini dapat memenuhi tujuan SDS dalam pembangunan berkelanjutan. Dalam perkembangan
CCUS di Indonesia terdapat beberapa tantangan, yaitu pemerintah perlu membuat regulasi
serta kebijakan agar memberikan kepercayaan kepada investor dan pengembang. Tantangan
lainnya adalah biaya yang diperlukan, infrastruktur, dan lingkungan sekitar yang akan
dijadikan sebagai penyimpanan CO2. Masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan
menggunakan teknologi CCUS untuk mengurangi emisi CO2 yang dihasilkan oleh industri
migas, dimana penangkapan CO2 dan selanjutnya diinjeksikan sebagai EOR atau EGR ke
bawah permukaan, sehingga hasilnya dapat meningkatkan produksi migas di Indonesia. Hasil
dari penelitian menggunakan CCUS ini diharapkan potensi CCUS dapat dikembangkan lebih
lanjut sehingga dapat mengurangi emisi CO2 yang ada di Indonesia.

Kata Kunci: CCUS, Emisi, Karbon, Migas, Regulasi, RUEN

I. LATAR BELAKANG

Peran dari Industri Minyak dan Gas sangatlah penting dalam ekonomi dunia.
Berdasarkan data dari (BPS, 2021), jumlah penduduk pada tahun 2020 sejumlah 270.20 juta
jiwa dan bertambah 32,56 jiwa dibandingkan sensus penduduk pada tahun 2010. Hal ini
berdampak pada masifnya penggunaan energi yang sebanding dengan perkembangan
penduduk.

Energi merupakan elemen yang penting dalam kehidupan. Dengan kenaikan penduduk
juga mengakibatkan kebutuhan energi semakin naik setiap tahunnya. Sehingga diperlukan
suatu usaha untuk meningkatkan energi agar terpenuhinya suatu kebutuhan. Kebutuhan energi
dalam masyarakat sangatlah esensial. Berdasarkan (KESDM, 2018) mengatakan bahwa
konsumsi energi pada industry, transportasi, rumah tangga, dan sektor komersial saat ini masih
didominasi oleh energi yang berbasis fosil. Ketergantungan yang cukup tinggi terhadap energi
fosil dapat menjadi tantangan untuk menjaga ketahanan energi nasional.

2
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

Sementara itu, kondisi energi di Indonesia diakibatkan oleh pandemi virus COVID-19
(Corona Diseases Virus) masih berakibat hingga hari ini. Akibat dari adanya pandemi COVID-
19 yaitu adanya penurunan baik dari segi ekonomi dan permintaan pasar terhadap energi
konvensional seperti minyak dan gas. Hal lain juga berakibat hingga harga minyak sempat
dalam angka minus. Dari trend harga tersebut dapat diperkirakan bahwa harga minyak dapat
mengalami trend kenaikan, konstan, dan penurunan yang masih bersifat fluktuatif. yang
terdapat pada Gambar X (IEA, Short_Term Energy Outlook, 2021).

Gambar 1 Perkiraan Trend Harga Minyak berdasarkan WTI

Sumber : EIA (2021)


Sementara itu, Intergoverment Panel on Climate Change (IPCC) telah berkomitmen
untuk menurunkan temperature global dibawah 1,5oC sebelum tahun 2100 dan menurunkan
emisi CO2 hingga net-zero emission untuk mencegah terjadinya pemanasan global. Indonesia
memiliki kontribusi yang sangat penting dalam upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca
karena Indonesia merupakan 10 negara terbesar pada tahun 2018 dengan persentase emisi
meningkat hingga 10% dari tahun 1990 hingga 2017 (Ritcie, 2020).

Sementara itu, dalam upaya pemerintah untuk mendukung target net-zero emission serta
upaya peningkatan produksi minyak dan gas yang tertuang dalam RUEN, pemerintah
menyusun beberapa regulasi sebagai acuan dan dasar bagi stakeholder dalam
mempertimbangkan pemasangan instalasi yang berfungsi untuk mengurangi emisi CO2
terutama dalam sektor minyak dan gas.

3
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

II. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam paper ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh emisi CO2 yang dihasilkan oleh industri migas terhadap iklim
global?
2. Bagaimana upaya Net Zero Emission pada tahun 2060 dan penurunan emisi Gas Rumah
Kaca (GRK) 29% pada tahun 2030 berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional
(RUEN) dan regulasi yang berlaku?
3. Bagaimana fungsi dan cara kerja Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) dalam
mengurangi emisi karbon?
4. Bagaimana potensi CCUS di Indonesia
5. Bagaimana implementasi CCUS di indonesia khususnya industri migas?
6. Bagaimana dampak penggunaan CCUS di Indonesia?
7. Bagaimana regulasi CCUS di Indonesia?

III. METODOLOGI

Paper ini membahas tentang peran Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS)
dalam rangka mendukung upaya Net-Zero Emission di Indonesia pada tahun 2060 serta target
Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
sebesar 29% pada tahun 2030 yang merupakan bagian dari komitmen Indonesia untuk
mendukung upaya pengendalian peningkatan suhu global rata-rata dibawah 2°C. Untuk
menjelaskan hal tersebut, metodologi yang digunakan dalam penyusunan paper ini adalah
metode kualitatif. Metode Kualitatif ini bertujuan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan
objek penelitian, yang dalam hal ini adalah menjabarkan mengenai target Indonesia untuk
mencapai Net Zero Emission dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), CCUS dan cara
kerjanya, Implementasi CCUS di industri hulu migas di Indonesia, dampak yang ditimbulkan
oleh pengunaan CCUS, dan Regulasi yang berhubungan dengan CCUS di Indonesia. Metode
Kualitatif menggunakan sumber data berupa yang diperoleh dari studi literatur. Studi literatur
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengumpulkan data Pustaka
(studi pustaka), membaca dan mencatat, serta mengolah data untuk menjadi bahan analisa. Data
yang diperoleh tidak hanya berupa data deskriptif, tetapi juga berupa diagram, tabel, grafik,
dan gambar yang menunjukkan statistik terkait, seperti data emisi karbon di Indonesia, data
pemanasan global, diagram dan gambar mekanisme kerja CCUS, skema CCUS, dan data-data

4
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

lain terkait industri hulu migas. Dari data-data yang telah diperoleh, akan dilakukan analisis
mengenai penerapan CCUS di Indonesia dan dikaitkan dengan regulasi yang berlaku.

Metodologi atau alur kerja penyusunan paper ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2 Metodologi

5
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

IV. STUDI PUSTAKA

Upaya untuk mengejar target produksi minyak dan gas bumi (migas) terus dilakukan
lantaran kebutuhan energi terus meningkat. Di sisi lain Energi Baru Terbarukan (EBT) yang
digadang-gadang bisa menggantikan peran energi fosil belum cukup untuk memenuhi
kebutuhan energi dalam waktu dekat. Belakangan ini isu transisi energi dalam rangka mencapai
target Net Zero Emissions semakin gencar. Sektor hulu migas tentu jadi salah satu sorotan
utama lantaran termasuk energi fosil yang hasilkan emisi karbon yang tinggi. Namun demikian,
untuk di Indonesia ternyata tidak semudah itu meninggalkan migas. Dalam Rencana Umum
Energi Nasional (RUEN), target bauran energi tahun 2025 diperkirakan mencapai 25% untuk
minyak dan gas 22% dari total kebutuhan yang diperkirakan mencapai 400 million Tonnes of
Oil Equivalent (MTOE). Kemudian persentasenya menurun tahun 2050 untuk minyak 20%
dan gas 24%. Akan tetapi dari sisi volume, kebutuhan energi meningkat hingga mencapai 1.000
MTOE. Ini membuktikan bahwa peran energi fosil berupa migas dalam pemenuhan kebutuhan
energi masih sangat krusial. Pada saat ini dunia dihadapkan pada tantangan untuk
mengendalikan pertumbuhan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Targetnya pada 2030, 45% emisi
GRK di level 2010 bisa terpangkas, setelah itu turun menjadi Net-Zero di 2050/2060. Sesuai
dengan kebijaksanaan pemerintah Indonesia untuk mengurasi emisi CO2 sebesar 26% upaya
sendiri tanpa bantuan asing (Penpres No. 61/2011 RAN-GRK) dan 41% upaya sendiri
ditambah dengan bantuan asing (Penpres No. 71/2011 Pelaksanaan Inventarisasi GRK) pada
tahun 2020 (LEMIGAS, 2009 dan 2010), maka usaha secara intensif untuk mengurasi emisi
CO2 yang dilepas ke udara. Target tersebut kelihatannya sangat ambisius, namun demikian
implementasinya harus dijalankan secara konsinten.

CCUS (Carbon Capture, Utilization and Storage) dan CCS (Carbon Capture and
Storage) adalah metoda untuk mengurangi emisi CO2 dalam jumlah besar (ADB dan
LEMIGAS, 2012) dengan cara: (1) memanfaatkan CO2 untuk meningkatkan nilai tambah
dengan menginjeksikan CO2 tersebut kedalam lapangan minyak yang telah tua (depleted oil
fields) yang berada disekitarnya untuk meningkatkan perolehan minyak dengan proses EOR
(Enhanced Oil Recovery) (Taber dkk., 1977;IEA, 2009), (2) Apabila emisi CO2 yang ditangkap
terlalu banyak melebihi yang dibutuhkan maka emisi tersebut dapat disimpan pada lapangan
gas yang telah ditinggalkan atau formasi air asin.

CO2 EOR merupakan suatu usaha untuk meningkatkan produksi minyak dengan cara
injeksi CO2 ke dalam suatu sumur produksi tahap tersier. Peran CO2 ini adalah untuk

6
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

meningkatkan misibiliti minyak agar lebih mudah terangkat ke permukaan bumi. CO2 EOR
telah dilakukan di dunia dan masih terus berkembang. Salah satu aplikasi pemanfaatan CO2
untuk EOR telah dilakukan di Norwegia, yaitu pada power plant Kårstø dengan kapasitas CO2
sebesar 125 juta ton yang dilakukan selama 25 tahun untuk diinjeksikan di area Utsira South
dengan jarak 33 km.

V. RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL (RUEN) DAN REGULASI YANG


BERLAKU

Peraturan Presiden Nomor ditetapkan pada tanggal 02 Maret 2017 dan berlaku pada
tanggal 13 Maret 2017 yang memuat mengenai Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
Peraturan Pemerintah menimbang berdasarkan pelaksanaan lebih lanjut Pasal 12 ayat (2) dan
Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan perlu
ditetapkannya Rencana Umum Energi Nasional (BPKRI, Peraturan Presiden (PERPRES) No.
22 Tahun 2017, 2017).

Berdasarkan sasaran dalam mewujudkan energi nasional dengan tujuan pengelolaan


sebagaimana tertuang dalam RUEN (Rencana Umum Energi Nasional), yaitu tercapainya
bauran energi primer yang optimal dengan crude oil agar memaksimalkan pengurangan emisi
gas rumah kaca dan industri migas dapat berkontribusi. Pada target tahun 2025 dan 2050,
Crude Oil sebesar 22% dan 24%, Batubara sebesar 30% dan 25%, Gas Alam sebesar 22% dan
24%, serta energi terbarukan sebesar 23% dan 31%.

Gambar 3 Target Bauren Energi Berdasarkan RUEN pada tahun 2025 dan 2050

Sumber : RUEN (2017)

Berdasarkan RUEN, minyak bumi memiliki porsi terbesar mengalahkan gas bumi yang
menempati posisi ketiga pada bauran energi primer Indonesia. Pada tahun 2014, minyak bumi

7
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

memiliki porsi sebesar 46,6%, sedangkan pada tahun 2013 memiliki porsi sebesar 43% pada
bauran energi primer. Penggunaan minyak bumi sebagai energi primer mulai diminimalkan
kurang lebih sebesar 25% pada tahun 2025. Hal ini sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional
(KEN) yang menyakatan bahwa akan mengoptimumkan penggunaan gas bumi hingga menjadi
diatas 22% di tahun 2025 yang mendatang. Sampai dengan saat ini menurut RUEN 2017,
kebutuhan BBM Nasional dapat diproyeksikan sekitar 1,76 juta BOPD pada tahun 2025 atau
sekitar 3,72 juta BOPD pada tahun 2050. Menurut RUEN 2017, Potensi produksi minyak saat
ini diperkirakan akan menurun hingga 6% tiap tahun. Namun, kegiatan seperti EOR (Enhanced
Oil Recovery) dapat menjadi salah satu cara untuk menambah produksi minyak. Kebutuhan
BBM Nasional yang terus meningkat mendorong peningkatan produksi minyak di Indonesia
untuk menjaga ketahanan nasional. Berikut ini merupakan profil produksi minyak dan gas bumi
tahun 2015 – 2050.

Gambar 4 Profil Produksi Minyak Bumi Tahun 2015 – 2050

Sumber : IESR (2020)

8
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

Gambar 5 Profil Produksi Gas Bumi Indonesia 2015 – 2050

Sumber : IESR (2020)

Peningkatan produksi minyak dan gas menyebabkan emisi CO2 yang lebih besar. Selain
industri minyak dan gas, emisi Gas Rumah Kaca (GRK) juga disebabkan oleh pembangkit,
transportasi, komersial, industri lainnya, rumah tangga, dan sektor lainnya. Proyeksi emisi
GRK pada tahun 2025 sebesar 893 juta ton C02eq dan tahun 2050 sebesar 1.950 juta ton C02eq,
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6

Gambar 6 Emisi Gas Rumah Kaca Tahun 2015 - 2050

Sumber : RUEN (2017)


Dan berikut ini merupakan emisi Gas Rumah Kaca dari sektor energi tahun 2013 - 2014

9
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

Gambar 7 Emisi Gas Rumah Kaca dari sektor energi tahun 2013 - 2014

Sumber : RUEN (2017)

Salah satu penyebab besar gas rumah kaca adalah karbon (CO2). Sektor energi di
Indonesia memberikan emisi dua kali lipat dalam 2 dekade yaitu 520 Mt CO2 pada tahun 2019
dari 255 Mt CO2 pada tahun 2000. Banyak power plant dan fasilitas industri dibangun selama
periode tersebut. Power generation sejauh ini menjadi sumber CO2 terbesar di Indonesia yaitu
sebesar 44%. Berikut ini merupakan data sumber emisi CO2 pada tahun 2000 dan 2019.

Gambar 8 Sumber Emisi CO2 Dari Sektor Energi Di Indonesia Tahun 2000 dan 2019 dalam Mt CO2

Sumber : IEA (2021)

Hasil pemodelan pencapaian sasaran KEN akan memberikan dampak penurunan GRK
secara signifikan apabila dibandingkan dengan Business as Usual (BAU). Penurunan emisi
GRK tahun 2025 sebesar 34,8% dan pada tahun 2050 sebesar 58,3%, sebagaimana dapat dilihat
pada Gambar 9

10
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

Gambar 9 Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Tahun 2015 – 2020

Sumber : RUEN (2017)

Penurunan emisi GRK disebabkan oleh empat faktor: pertama, diversifikasi energi,
dengan meningkatkan porsi energi terbarukan dan mengurangi porsi energi fosil; kedua,
pemanfaatan teknologi batubara bersih (clean coal technology) untuk pembangkitan tenaga
listrik; ketiga, substitusi penggunaan energi dari BBM ke gas burni; dan keempat, pelaksanaan
program konservasi energi pada tahun-tahun mendatang.

Penurunan emisi GRK dalam RUEN sudah sejalan dengan Nationally Determined
Contribution (NDC) Indonesia sebesar 29% pada tahun 2030 yang merupakan bagian dari
komitnen Indonesia untuk turut mendukung upaya pengendalian peningkatan suhu global rata-
rata di bawah 2°C.

Di samping RUEN, berikut ini merupakan regulasi-regulasi yang mengatur tentang


emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Indonesia yang melatarbelakangi diperlukannya CCUS
untuk mengurangi emisi karbon :

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the


United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas
Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim)

Undang-Undang ini ditetapkan pada 24 Oktober 2016 yang memuat mengenai


Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate
Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengenai Perubahan Iklim). UU ini dilatarbelakangi pada dampak perubahan iklim secara

11
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

global yang menjadi perhatian masyarakat dunia dan bangsa-bangsa. Berdasarkan laporan dari
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), proses perubahan iklim yang berjalan
sangat cepat (BPKRI, 2016).

Indonesia terletak di wilayah geografis yang sangat rentan terhadap dampak perubahan
iklim. Secara umum kenaikan suhu rata-rata di wilayah Indonesia diperkirakan sebesar 0,5 -
3,92°C pada tahun 2100 dari kondisi periode tahun 1981-2010. Kenaikan muka air laut akibat
perubahan iklim diproyeksikan mencapai 35-40 cm pada tahun 2050 relatif terhadap nilai tahun
2000. Kenaikan muka air laut tersebut akan mencap ai l25 cm pada tahun 2100 dengan
memperhitungkan faktor pencairan es di kutub Utara dan Selatan (BPKRI, 2016).

Persetujuan Paris merupakan perjanjian internasional tentang perubahan iklim yang


bertujuan untuk menahan kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2°C di atas tingkat di masa
pra-industrialisasi dan melanjutkan upaya untuk menekan kenaikan suhu ke 1,5°C di atas
tingkat pra-industrialisasi. Selain itu, persetujuan paris atas Konvensi Kerangka Kerja
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim yang selanjutnya disebut persetujuan
paris diarahkan untuk meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap dampak negatif perubahan
iklim, menuju ketahanan iklim dan pembangunan rendah emisi, tanpa mengancam produksi
pangan, dan menyiapkan skema pendanaan untuk menuju pembangunan rendah emisi dan
berketahanan iklim. Pemerintah Indonesia telah menandatangani Paris Agreement to the
United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi
Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim) pada tanggal 22
April 2016 di New York, Amerika Serikat (BPKRI, 2016).

Dalam Pokok Umum, Materi Pokok No 2 mengenai Kontribusi yang ditetapkan secara
nasional sebagai pernyataan komitmen implementasi Persetujuan Paris mengatakan bahwa
dalam rangka mencapai tujuan Persetujuan Paris. Secara Nasional, semua Negara pihak
melaksanakan dan mengomunikasikan upaya ambisiusnya dan menunjukkan kemajuan dari
waktu ke waktu, yang terkait dengan Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (mitigasi),
adaptasi, dan dukungan pendanaan, teknologi dan pengembangan kapasitas bagi negara
berkembang oleh negara maju. Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) Indonesia
mencakup aspek mitigasi dan adaptasi. Sejalan dengan ketentuan Persetujuan Paris, NDC
Indonesia kiranya perlu ditetapkan secara berkala. Pada periode pertama, target NDC Indonesia
adalah mengurangi emisi sebesar 29 % dengan upaya sendiri dan menjadi 4l % jika ada kerja
sama internasional dari kondisi tanpa ada aksi (business as usual) pada tahun 2030, yang akan

12
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

dicapai antara lain melalui sektor kehutanan, energi termasuk transportasi, limbah, proses
industri dan penggunaan produk, dan pertanian. Komitmen NDC Indonesia untuk periode
selanjutnya ditetapkan berdasarkan kajian kinerja dan harus menunjukkan peningkatan dari
periode selanjutnya (BPKRI, 2016).

Terdapat beberapa pasal yang tertuang dalam Paris Agreement diantaranya:

a. Pasal 6 ayat (1) hingga ayat (4) yang mengatakan bahwa:


(1) Para Pihak mengakui adanya sebagian Pihak yang memilih untuk melakukan kerja
sama secara sukarela dalam implementasi kontribusi yang ditetapkan secara nasional
guna mencapai ambisi yang lebih tinggi dalam aksi mitigasi dan adaptasinya dan
mendorong pembangunan berkelanjutan dan lingkungan yang terpadu.
(2) Para pihak, apabila apabila terlibat dalam kerja sama secara sukarela yang mencakup
penggunaan hasil mitigasi yang dapat ditransfer secara internasional menjadi capaian
kontribusi yang ditetapkan secara nasional, wajib mendorong pembangunan
berkelanjutan dan menjamin lingkungan yang terpadu dan transparansi, termasuk
dalam hal tata kelola, dan wajib menerapkan penghitungan yang menyeluruh untuk
menjamin, antara lain; pencegahan penghitungan ganda, konsisten dengan panduan
yang diadopsi oleh Konferensi Para Pihak yang berfungsi sebagai sidang Para Pihak
Persetujuan .
(3) Penggunaan hasil mitigasi yang dapat ditransfer secara internasional untuk mencapai
kontribusi yang ditetapkan secara nasional di bawah persetujuan wajib bersifat
sukarela dan disahkan oleh Para Pihak yang berpartisipasi.
(4) Suatu mekanisme untuk berkontribusi pada mitigasi emisi gas rumah kaca dan
mendukung pembangunan berkelanjutan dengan dibentuk di bawah otoritas dan
panduan Konferensi Para Pihak yang berfungsi sebagai sidang para pihak Persetujuan
untuk digunakan oleh Para Pihak secara sukarela. Mekanisme wajib diawasi oleh
badan yang ditunjuk oleh Konferensi para pihak yang berfungsi sebagai sidang Para
Pihak Persetujuan, dan wajib diarahkan:
a) Untuk mendorong mitigasi emisi gas rumah kaca dan di saat bersamaan
memajukan pembangunan berkelanjutan;
b) Untuk memberikan insentif dan memfasilitasi partisipasi dalam mitigasi emisi
gas rumah kaca oleh badan publik dan swasta yang diberi kewenangan oleh suatu
Pihak;

13
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

c) Untuk berkontribusi terhadap pengurangan tingkat emisi di Pihak tuan rumah,


yang akan mendapatkan keuntungan dari kegiatan mitigasi yang menghasilkan
penurunan emisi yang juga dapat digunakan oleh Pihak lain untuk memenuhi
kontribusi yang ditetapkan secara nasional tersebut; dan
d) Untuk menghasilkan mitigasi emisi global yang menyeluruh (BPKRI, 2016).

2. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi
Gas Rumah Kaca

Peraturan Presiden (PERPRES) mulai berlaku pada 20 September 2011 yang memuat
mengenai rencana aksi nasional menurunkan emisi gas rumah kaca. UU dilatarbelakangi
menindaklanjuti kesepakatan Bali Action Plan pada The Conferences of Parties (COP) ke-13,
United Nations Frameworks Convention on Climate Change (UNFCCC) dan hasil COP-15 di
Copenhagen dan COP-16 di Cancun serta memenuhi komitmen Pemerintah Indonesia dalam
pertemuan G-20 di Pittsburg untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan
usaha sendiri dan mencapai 41% jika mendapat bantuan internasional pada tahun 2020 dari
kondisi tanpa adanya rencana aksi (bussines as usual/BAU), maka perlu disusun langkah-
langkah untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (BPKRI, Peraturan Presiden (PERPRES)
No 61 Tahun 2011, 2011).
Terdapat pasal yang perlu digaris bawahi pada Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011
yaitu pada Pasal 1 ayat (9) yang berbunyi:
“Kegiatan pendukung adalah kegiatan yang tidak berdampak langsung pada penurunan emisi
GRK tapi mendukung pelaksanaan kegiatan inti.
1) RAN-GRK terdiri dari kegiatan inti dan kegiatan pendukung.
2) Kegiatan RAN-GRK meliputi bidang:
a) Pertanian;
b) Kehutanan dan lahan gambut;
c) Energi dan transportasi;
d) Industri;
e) Pengelolaan limbah;
f) Kegiatan pendukung lain.

14
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

3. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 Penyelenggaraan Inventarisasi Gas


Rumah Kaca Nasional

Peraturan Presiden (PERPRES) ini ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 5 Oktober
2011 yang memuat mengenai penyelenggaraan inventarisasi gas rumah kaca nasional. UU
dilatarbelakangi oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer yang mengakibatkan
pemanasan global dan memicu adanya perubahan iklim global serta dapat menurunkan kualitas
lingkungan hidup (BPKRI, Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 71 Tahun 2011, 2011).

Pada Pasal 1 ayat (3) disebutkan pengertian Inventarisasi GRK adalah kegiatan untuk
memperoleh informasi, status, dan kecenderungan emisi GRK secara berkala dari berbagai
sumber emisi (source) dan penyerapnya (sink) termasuk simpanan karbon (carbon stock).
Sementara itu, pada Pasal 1 ayat (6) disebutkan bahwa Simpanan karbon (carbon stock) adalah
besaran karbon yang terakumulasi dalam tampungan karbon (carbon pools) di darat dan laut
dalam jangka waktu tertentu.

4. Peraturan Menteri ESDM Nomor 22 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelenggaraan


Inventarisasi dan Mitigasi Gas Rumah Kaca Bidang Energi

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 22 Tahun 2019 ditetapkan
pada 18 November 2019 dan berlaku pada 19 November 2019 yang memuat mengenai
Penyelenggaraan Inventarisasi Dan Mitigasi Gas Rumah Kaca Bidang Energi dengan
menimbang bahwa melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (3) Peraturan Presiden
Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan
Pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas
Rumah Kaca Nasional, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
tentang Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi dan Mitigasi Gas Rumah Kaca Bidang Energi.
(BPKRI, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 22 Tahun 2019, 2019).

Pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 22 Tahun 2019 Pasal 2
dan 3 disebutkan sebagai berikut:

Pasal 2

Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi dan Mitigasi GRK Bidang Energi dimaksudkan


sebagai acuan bagi:

15
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

a. Unit Organisasi di lingkungan Kementerian;


b. Unit Kerja di lingkungan Kementerian; dan
c. Pemangku Kepentingan Bidang Energi, dalam melaksanakan dan/atau
mengoordinasikan inventarisasi dan mitigasi GRK bidang energi.

Pasal 3
Ruang lingkup Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi dan Mitigasi GRK Bidang Energi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi:
a. penyelenggaraan Inventarisasi GRK bidang energi;
b. penyelenggaraan Aksi Mitigasi GRK Bidang Energi;
c. pembentukan tim;
d. publikasi dan penghargaan; dan
e. pembinaan dan pelaporan (BPKRI, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 22 Tahun 2019, 2019).

5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional


Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional
ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 18 November 2019 yang memuat mengenai
Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
Dalam Peraturan Pemerintah , terdapat Pasal 1 ayat (10) yang berbunyi Ketahanan Energi
adalah suatu kondisi terjaminnya ketersediaan Energi dan akses masyarakat terhadap energi
pada harga yang terjangkau dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan
terhadap Lingkungan Hidup. Sementara itu, pada Pasal 2 menyatakan bahwa Kebijakan energi
nasional merupakan kebijakan Pengelolaan Energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan,
berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya Kemandirian Energi dan
Ketahanan Energi nasional (BPKRI, Peraturan Pemerintah (PP) No. 79 Tahun 2014, 2014).

16
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

6. Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi


Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan
Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional

Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi


Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan
Pengendalian Emisi Gas Rumah kaca dalam Pembangunan Nasional ditetapkan pada tanggal
29 Oktober 2021 yang menimbang mengenai dampak dan akibat perubahan iklim yang
mempengaruhi kualitas hidup masyarakat, oengendakian perubahan iklim, ratifikasi Paris
Agreement melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang pengesahan Paris
Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (BPKRI,
Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 98 Tahun 2021 Penyelenggaraan Nilai Ekonomi
Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan
Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional, 2021).

VI. CARBON CAPTURE UTILIZATION AND STORAGE (CCUS)


1. Pengertian Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS)

Gambar 10 Instalasi CCUS

Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) merupakan salah satu metode untuk
mengurangi emisi CO2 yang dihasilkan industri migas, dimana CCUS dapat menangkap CO2
di atmosfer yang disimpan di bawah permukaan dan hasilnya dapat meningkatkan produksi
migas dan mengurangi polusi. Terdapat 3 langkah utama dalam CCUS, antara lain:
penangkapan dan kompresi emisi CO2, pengangkutan CO2 ke lokasi penyimpanan, dan

17
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

penyimpanan CO2 secara permanen dalam formasi geologi dibawah permukaan, atau
penggunaan CO2 untuk meningkatkan laju produksi EOR. (Commission, n.d.)

Penangkapan CO2 dilakukan dengan menggunakan salah satu dari ketiga strategi utama,
antara lain penangkapan pasca-pembakaran, penangkapan pra-penyalaan, atau pembakaran
oxyfuel. CO2 dari pipa gas dapat diambil secara terpisah dari berbagai sumber tetap seperti
pembangkit listrik bahan bakar fosil, refinery unit, pabrik baja, pabrik biomassa, dan normal
gas preparing. Pabrik pengolahan gas perlu memisahkan CO2 dari gas mentah untuk
menghasilkan gas reguler yang berkualitas tinggi. CO2 yang tertangkap hanya perlu
dikeringkan dan dikemas sebelum proses transportasi. (Muhd Nor, 2016)

Pada penyimpanan potensial CO2 terdapat 3 bagian, diantaranya: Saline aquifer, lapisan
batubara yang sudah tidak potensial dimana cadangan lapisan batubara yang melimpah
terutama pada batubara dengan peringkat rendah dibeberapa cekungan batubara, lapangan
minyak dan gas yang sudah lama tidak digunakan atau ditingkatkan dimana penyimpanan ini
sangat potensial dikarenakan memiliki karakteristik yang baik dan infrastruktur yang dapat
mengurangi biaya eksplorasi dalam menemukan lokasi baru namun memiliki potensi
kebocoran yang lebih tinggi. Selain 3 bagian peyimpanan potensial CO2 terdapat pula
penyimpanan CO2 EOR yang mana dapat digunakan untuk memantau kinerja penyimpanan
dari waktu ke waktu dan dapat memahami apakah kegiatan CCUS sudah mencapai tujuan
utama yaitu mengoptimalkan penyimpanan CO2 dalam batas geomekanis dan operasonal
reservoir. (Best D., 2011)

Penggunaan CO2 EOR merupakan suatu usaha untuk meningkatkan produksi minyak
dengan cara menginjeksikan CO2 ke dalam sumur produksi pada tahap tersier. Dimana peran
CO2 ini adalah untuk meningkatkan missibility minyak agar lebih mudah terperangkat ke
permukaan bumi. Pengaplikasian CO2 EOR saat ini telah dilakukan di dunia dan masih terus
berkembang. Salah satu pengaplikasian CO2 untuk EOR yaitu power plant Kårstø di Norwegia
dengan kapasitas CO2 sebesar 125 juta ton yang dilakukan selama 25 tahun untuk diinjeksikan
di area Utsira Southh dengan jarak 33 km.

18
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

2. Mekanisme kerja Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS)

Gambar 11 Mekanisme Kerja CCUS

Mekanisme kerja dari CCUS secara umum yaitu dengan cara mengcapture carbon lalu
menyalurkannya dan menyimpannya ke geological storage pada reservoir yang sudah tidak
memproduksi minyak dan gas. CO2 ini sendiri dapat dimanfaatkan dalam berbagai aspek baik
aspek ekonomi dan lingkungan. Setelah dikaji oleh geoscience, mekanisme kerja CCUS yang
terdapat pada CO2 akan dicapture dan terdapat 2 pilihan, antara lain akan di sequestration
(CCS) yang nantinya akan diletakan di geological storage dan Utilization (CCU) yang terdiri
dari convension serta non-convension. (Bui, 2018)

Secara convension, CO2 akan dikaji dalam teknologi Mineral Carbonation yang mana
dapat mengubah CO2 menjadi material karbonat. Sedangkan secara non-convension, CO2 dapat
diunakan untuk injeksi EOR, Enhanced Geothermal, dan Enhanced Coal Bed Methane. Dalam
aspek biological penyerapan CO2 dapat menggunakan teknologi berupa Algae cultivation
(Mikroalga) yang mana teknologi ini dapat mengubah CO2 menjadi protein, pupuk atau
biomasssa untuk bahan dari biofuel. Sedangkan dalam aspek kimiawi dapat menggunakan
teknologi berupa Liquid fuels methanol, Liquid fuels formic acid, chemical feedstock, dan urea
yield boosting.

VII. POTENSI CCUS DI INDONESIA

Menurut International Energy Agency (IEA), Indonesia merupakan salah satu larger
industrial cluster di Asia Tenggara untuk mengembangkan CCUS dengan potensi total CO2
yang dapat dicapture lebih dari 50 Mt CO2 per tahun di Asia Tenggara. Kunci untuk unlocking
potensi CCUS di Indonesia adalah dengan mengidentifikasi dan mengembangkan CO2 storage

19
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

resources. Estimasi CO2 storage capacity memiliki ketidakpastian yang sangat tinggi tetapi
mengindikasikan theoretical capacity untuk menyimpan CO2 yang terdapat di area tersebut.
Berikut ini merupakan peta CO2 resources dan CO2 potential di Asia Tenggara.

Gambar 12 Sumber CO2 dan Potensi Penyimpanan di Asia Tenggara

Sumber : IEA (2021)

Dari peta diatas, dapat dilihat bahwa Indonesia menghasilkan emisi CO2 yang sangat
besar, bahkan di Pulau Jawa, emisi CO2 mencapai 7 Mt/tahun. Selain itu, potensi CO2 storage
di Indonesia juga cukup besar. Menurut IEA, 2021, berikut ini merupakan faktor opportunity
untuk penerapan CCUS di beberapa negara di Asia Tenggara.

Gambar 13 Opportunity Factors Untuk Penerapan CCUS di Asia Tenggara

Sumber : IEA (2021)

20
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki :

1. Potensi CO2 storage domestic


2. Potensi menggunakan CO2 untuk EOR
3. Possibly untuk memiliki hukum dan peraturan kerangka kerja untuk CCUS in place
4. Industrial cluster untuk prospek penangkapan CO2
5. Strategi/Tujuan jangka panjang untuk rekognisi CCUS
6. Rencana untuk fasilitas CCUS yang komersial

Menurut ADB (2013) dan ERIA (2021), Sebagian besar CO2 storage di Asia Tenggara
merupakan saline aquifer yaitu sebesar 50Gt, akan tetapi, deplesi pada lapangan minyak dan
gas juga mempunyai peluang untuk menjadi CO2 storage. Berikut ini merupakan estimasi CO2
storage

Gambar 14 Estimasi Penyimpanan Negara-Negara di Asia Tenggara

Sumber : IEA (2021)

Dari data diatas, dapat dilihat bahwa Indonesia mempunyai CO2 storage besar yaitu di
Sumatera Selatan Basin sebsar 7.65 Gt CO2 , Java Basin sebesar 386 Mt, Tarakan Basin sebesar
130 Mt, dan Central Sumatera Basin sebesar 229 Mt CO2.

21
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

Menurut IEA (2021), Untuk unlock potensi tersebut, diperlukan 4 hal yang harus dilakukan
ole pemerintah dan industry yaitu :

1. Mengidentifikasi dan mengembangkan CO2 storage resources


2. Menetapkan kerangka hukum dan peraturan untuk kegiatan CCUS
3. Menerapkan kebijakan yang ditargetan untuk CCUS, termasuk investasi insfrastruktur
CCUS
4. Mengakses keuangan internasional untuk membangun kapasitas, membuka modal, dan
mendorong investasi

Di Indonesia terdapat potensi signifikan untuk mengembangkan CCUS, dan CO2- EOR
dapat menjadi langkah awal. Peluang CO2 storage di Indonesia diharapkan dapat ditemukan di
saline akuifer, seperti di wilayah Natuna. Apalagi terdapayt banyak lapisan batu bara yang
dapat diteliti untuk digunakan sebagai CO2 storage. Indonesia juga telah membuat progress
yang signifikan dalam mengembangkan CCUS Legal and Regulatory Framework (regulasi
CCUS). Indonesia juga telah melundurkan ITB National Centre of Excellence for CCS and
CCU oleh Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2017 dengan
support oleh Asian Development Bank (ADB) dan ITB mengikuti GHG Technology
Collaboration Programme (IEAGHG) untuk mendemonstrasikan strategi Indonesia dan
komitmen untuk mengembangkan CCUS. (IEA, 2021)

VIII. IMPLEMENTASI CCUS DI INDONESIA

Industri hulu migas merupakan salah satu penghasil emisi karbon (CO2) yang cukup
tinggi. Untuk menekan tingkat emisi agar sesuai dengan target dekarbonisasi sektor energi,
teknologi CCUS (Carbon Capture, Utilization, and Storage) atau penangkapan dan
penyimpanan karbon harus diterapkan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) mendorong kontribusi penggunaan bahan bakar dalam mengurangi emisi CO2 hingga
29% pada tahun 2030. Upaya ini segera ditempuh salah satunya dengan menerapkan Carbon
Capture, Utilization, dan Storage (CCUS) di sektor minyak dan gas bumi. Penerapan CCUS
di sektor migas sendiri juga secara langsung bisa mendorong percepatan penerapan Enhanced
Oil Recovery (EOR) sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan produksi migas. Indonesia
berkomitmen mencapai target net zero emission pada tahun 2060.

22
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menyusun peta jalan transisi energi
menuju karbon netral mulai tahun dari 2021 hingga tahun 2060 mendatang. Pemerintah
Indonesia sendiri berencana menerapkan CCUS untuk peningkatan produksi migas dan
menyimpan potensi emisi CO2 yang sekitar 48 juta CO2 yang dapat dilakukan di tiga lapangan
yang telah melakukan uji coba penerapan CCUS yaitu Lapangan Gundih, Sukowati dan
Tangguh. Untuk Lapangan Gundih, penerapan CCUS ditargetkan mulai dilakukan tahun
2024/2025 dengan perkiraan CO2 yang tersimpan sebanyak 3 juta CO2 selama 10 tahun.
Sedangkan Lapangan Sukowati dengan target percontohan tahun 2022-2025 dan target skala
penuh tahun 2030, perkiraan potensi CO2 mencapai 15 juta CO2 selama 25 tahun. Sementara
untuk Lapangan Tangguh ditargetkan mulai menerapkan CCUS tahun 2026 dan potensi CO2
yang tersimpan sebanyak 30 juta selama 10 tahun. Kemudian sepeti kita tahu bahwa kegiatan
sektor hulu lapangan migas yang secara garis besar terdiri dari kegiatan
pengeboran, eksplorasi, dan produksi yang outputnya berupa minyak mentah kemudian
disalurkan menuju pangkalan penyimpanan. Kramawijaya (2017) menyebutkan bahwa
selama proses kegiatan di sektor hulu tersebut, tentu banyak emisi karbon yang
dihasilkan baik dari proses flaring (±35%), pemeliharaan alat (±30%), pengeboran
sumur (±15%), dan tangki penyimpanan (±20%). Dapat dilihat dari data tersebut bahwa sektor
penyumbang emisi karbon terbesar di proses industri hulu migas adalah proses flaring atau
pembakaran gas suar. Dalam hal inilah dibuat pembatasan routine flaring, sebagaimana telah
diatur pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Gas Suar
Pada Kegiatan Usaha Migas. Beberapa poin yang diatur dalam aturan ini yaitu batasan flaring
pada kondisi operasi normal di mana untuk lapangan minyak, rata-rata harian flaring rutin
selama 6 bulan maksimal 2 MMSCFD. Untuk lapangan gas, rata-rata harian flaring rutin
selama 6 bulan maksimal 2% feed gas. Sedangkan kegiatan pengolahan migas tidak diizinkan
melakukan flaring rutin.

IX. DAMPAK PENGGUNAAN CCUS DI INDONESIA

Hambatan utama CCUS di Indonesia adalah kurangnya peraturan yang berlaku untuk
operasi CCUS yang diperlukan. Dengan adanya peraturan tersebut memberikan kepercayaan
kepada investor dan pengembangan proyek di Indonesia serta memberikan kepercayaan publik
terhadap keselamatan dan keamanan operasi. Indonesia pada saat ini belum memiliki kerangka
hukum dan peraturan sepenuhnya mengenai penerapan CCUS. Namun, dalam peraturan terkait

23
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

lingkungan dapat disesuaikan dengan CCUS yang berfokus pada pemanfaatan bawah
permukaan untuk penyimpanan limbah. Peraturan Menteri No.13 Tahun 2007 mengatur
persyaratan dan tata cara pengolahan air limbah. Peraturan tersebut tergolong pada kegiatan
hulu migas dan panas bumi dengan metode injeksi ke bawah permukaan. Peraturan Menteri ini
sangat cocok untuk CCUS terutama pada aspek penyimpanan dan merupakan dasar awal dalam
pengembangan kerangka hukum dan peraturan CCUS di Indonesia (Best et al., 2011).

Biaya penerapan CCUS di Indonesia bervariasi dari proyek yang rendah dalam
ekstraksi serta pemrosesan natural gas sampai proyek yang lebih mahal yaitu di bidang listrik
dan industri. Ada beberapa potensi CCUS untuk didanai melalui metode lain seperti clean
development mechanism, enhanced oil recovery, dan opsi lainnya. Untuk meminimalisir
peningkatan harga, opsi pendanaan alternatif dapat digunakan untuk CCUS dan EOR. CCUS
masih dianggap terlalu mahal bagi Indonesia. Indonesia hanya memprioritaskan pada
peningkatan dan pertahanan ketahanan energi serta menyediakan energi yang terjangkau bagi
penduduk. Akibatnya, tanpa adanya dukungan keuangan internasional Indonesia hanya tertarik
pada CCUS jika berkontribusi pada penyediaan energi atau tujuan ketahanan energi (Best et
al., 2011).

Tingkat kesadaran masyarakat mengenai CCUS di Indonesia masih rendah dalam


beberapa tahun terakhir, meskipun praktisi migas telah mengembangkan pemahaman yang
baik mengenai CCUS, sehingga diperlukan sosialisasi tentang CCUS secara umum,
keselamatan dan keamanan operasi terhadap publik. Namun, ketertarikan penelitian CCUS di
Indonesia sudah mulai meningkat dan regulasi pun sudah dikeluarkan mengenai rencana R&D
jangka pendek pada CCUS yang tidak hanya berfokus pada aspek teknis namun juga pada
aspek non teknis seperti pengembangan regulasi.

Keberhasilan CCUS merupakan langkah awal dalam mengurangi emisi CO2 di


Indonesia (ESDM, 2021). Upaya pemerintah dalam mengeksplorasi dan menyebarkan CCUS
adalah harus memprediksi bagaimana konsumsi bahan bakar fosil, jumlah emisi CO2, dan
pertumbuhan penduduk Indonesia di masa depan. CCUS dapat berkontribusi pada keamanan
energi yang lebih luas dengan tujuan lingkungan, sosial, dan ekonomi yaitu (Asian
Development Bank, 2019):

1. Memungkinkan keragaman energi yang lebih besar, termasuk penggunaan bahan bakar
fosil yang berkelanjutan dan lebih bersih;

24
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

2. Mempertahankan kesempatan kerja dan investasi jangka panjang di industri padat


energi
3. Melindungi nilai investasi substansial dalam energi dan infrastruktur industri lainnya
yang telah dibuat
4. Memperluas pilihan teknologi untuk pembangkit listrik; dan
5. Memungkinkan investasi dalam sumber energi alternatif, termasuk produksi emisi
hidrogen rendah dari bahan bakar fosil.

Adapun secara singkat tantangan dan kekurangan penerapan CCUS di Indonesia adalah
sebagai berikut:

1. Kendala terkait regulasi


2. Biaya yang diperlukan dalam pengembangan
3. Keadaan infrastruktur wilayah
4. Sistem market
5. Perform screening
6. Masyarakat dan lingkungan sekitar

Sedangkan manfaat penerapan CCUS di Indonesia adalah:

1. Mengurangi emisi rumah kaca dan dapat digunakan untuk peningkatan produksi
migas
2. Menciptakan lapangan pekerjaan
3. Memperpanjang umur infrastruktur yang ada
4. Berkurangnya biaya operasional
5. Memberikan pengetahuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi.

X. KERANGKA KEBIJAKAN CARBON CAPTURE, UTILIZATION, AND


STORAGE (CCUS) DI INDONESIA

Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, saat ini pengembangan CCUS di Indonesia


masih terhalang oleh regulasi atau kebijakan dari Kementerian. CCUS belum resmi tergabung
dalam Rencana Umum Energi Nasional. Saat ini, regulasi khusus tentang Carbon Capture
Utilization and Storage di Indonesia masih dalam proses penyusunan oleh pemerintah. Hal ini
dilakukan untuk mendukung stakeholder mengembangkan teknologi CCUS di Indonesia

25
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

karena potensi CCUS untuk membantu mengurangi dampak ikli dari konsumsi dan produksi
energi, mengurangi emisi CO2, dan untuk memperkuat energy security. Setiap kebijakan CCUS
di masa mendatang haeus dilihat dalam konteks ambisi nasional untuk mencapai tingkat
elektrifikasi 99.7% pada tahun 2025 dan untuk mencapai target NDC Indonesia untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada 2030, atau 41% dengan dukungan
internasional.

Sebuah langkah penting telah diambil oleh studi Kementrian Keuangan pada tahun 2015.
Studi ini mengevaluasi prospek penerapan CCUS di Indonesia, dan menyoroti peluangan untuk
menggunakan ahli CCUS global. Pilot testing direkomendasikan untuk mengkonfirmasi
kelayakan penyimpanan CO2. Tes ini juga digunakan untuk mempelajari tantangan, resiko,
biaya, dan pendanaan proyek CCUS. Untuk memfasilitasi penerapan CCUS di Indonesia,
Ditjen Migas di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia
mendirikan Centre of Excellence for CCS and CCUS pada tahun 2017. Centre of Excellence
ini mempromosikan kolaborasi dalam penelitian dan pengembangan, khususnya antara ITB
dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi Indonesia
(LEMIGAS).

Pada bulan Maret 2019, rancangan peraturan presiden yang merupakan regulasi pertama
yang khusus mencakup CCUS di negara berkembang manapun. Asian Development Bank
(ADB) memberikan bantuan untuk pengembangan framework. Framework ini dibuat
berdasarkan peraturan yang ada untuk sektor hulu di Indonesia. Ini menggabungkan
persyaratan dan mencakup semua aspek proyek CO2-EOR, termasuk penangkapan CO2,
transportasi dan penyimpanan, serta pengukuran, pelaporan, dan verifikasi penyimpanan CO2.
Kerangka ini dimaksudkan untuk mencakup pengujian dan skala besar,serta proyek CCUS
yang komersial. Ini akan memberikan pembelajaran penting dan berfungi sebagai dasar untuk
mengambangkan kerangka peraturan CCUS yang lebih komprehensif.

Menurut IEA (2021), regulasi CCUS harus mencakup key issue berikut untuk
memfasilitasi pembangunan CCUS untuk memberikan kepastian kepada kontraktor dan
investor sehingga lebih percaya diri unuk berinvestasi dalam proyek CCUS.

26
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

Tabel 1 Key Issues Untuk Kerangka Kebijakan CCUS (IEA, 2021)

Issue Category Key Issues


• Klasifikasi CO2
• Komposisi aliran CO2
Ruang lingkup dan definisi
• Cakupan geografis, pengecualian, dan
larangan
• Hak milik
• Persaingan dengan kepentingan lain
Hak Milik
• Hak istimewa antara operator CCUS
• Akses pihak ketiga ke situs penyimpnana
• Mengizinkan kegiatan eksplorasi
• Control pada pemilihan lokasi dan
karakterisasi
Eksplorasi dan Pengembangan
• Perlindungan lingkungan dan penilaian
Penyimpanan CO2
dampak
• Mengizinkan injeksi dan penyimpanan
CO2
• Pemantauan, pelaporan dan verifikasi
• Tindakan korektif dan perbaikan
• Inspeksi lokasi
Injeksi CO2 dan Site Operation
• Kewajiban operasional
• Keamanan keuangan
• Enforcement
• Otorisasi untuk penutupan situs
• Alokasi tanggung jawab dan kewajiban
Penutupan tempat penyimpanan
jangka panjang
CO2
• Kontribusi keuangan untuk keamanan
jangka panjang
Transboundary movement
Ttransportasi darat dan laut lintas batas
(Pergerakan lintas batas) CO2
Masalah lain • Enhanced Oil Recovery

27
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

• Partisipasi public
• Kondisi siap CCUS
• Melindungi kesehatan manusia
• Hub industri (kepemilikan CO2 saat
dibagikan
• Penyimpanan/transportasi, masalah
jaringan)
Emerging Issues
• Memperhitungkan penghapusan dalam
kerangka kerja yang ada
• Mengatur demonstrasi atau proyek
penggerak pertama

XI. KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Indonesia mempunyai target


untuk mengurangi emisi CO2 sebesar 29% pada tahun 2030 dan 41% jika mendapat bantuan
internasional. Selain itu, Indonesia juga berupaya untuk mewujudkan Net Zero Emission pada
tahun 2060. Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) mempunyai potensi besar untuk
mnegurangi emisi karbon di Indonesia khususnya di industry minyak dan gas bumi. Selain
mengurangi emisi karbon, CCUS juga dapat digunakan untuk Enhanced Oil Recovery (EOR)
untuk meningkatkan produksi minyak di Indonesia menuju target 1 juga BOPD dan 12
MMSCFD pada tahun 2030. Akan tetapi, penerapan CCUS di Indonesia masih terhalang oleh
regulasi yang belum terbentuk dan masalah finansial karena biaya untuk pembangunan CCUS
di Indonesia cukup besar.

XII. REFERENSI

Asian Development Bank. (2019). Carbon Dioxide-Enhanced Oil Recovery In Indonesia.


Jakarta: Asian Development Bank.
Best D., M. R. (2011). Status of CCS development in Indonesia. Energy Procedia, 4.
BPKRI. (2011). Peraturan Presiden (PERPRES) No 61 Tahun 2011. Jakarta Pusat: Sekretariat
Website JDIH BPK RI.

28
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

BPKRI. (2011). Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 71 Tahun 2011. Jakarta Pusat:
Sekretariat Website JDIH BPK RI.
BPKRI. (2014). Peraturan Pemerintah (PP) No. 79 Tahun 2014. Jakarta Pusat: Sekretariat
Website JDIH BPK RI.
BPKRI. (2016). Database Peraturan. Sekretariat Website JDIH BPK RI Database Peraturan.
Jakarta Pusat.
BPKRI. (2017). Peraturan Presiden (PERPRES) No. 22 Tahun 2017. Jakarta Pusat: Sekretariar
Website JDIH BPK RI.
BPKRI. (2019). Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 22 Tahun 2019.
Jakarta Pusat: Sekretariat Website JDIH BPK RI.
BPKRI. (2021). Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 98 Tahun 2021 Penyelenggaraan Nilai
Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara
Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
Jakarta Pusat: Sekretariat Website JDIH BPK RI.
BPS. (2021). Hasil Sensus Penduduk 2020. Jakarta: bps,go,id.
Bui, M. (2018). Carbon Capture and Storage (CCS): The Way Forward. Energy &
Environmental Science.
Commission, E. (. (n.d.). Carbon Capture, Use and Storage. Retrieved from
http://setis.ec.europa.eu/system/files/CCS EII 2013-2015 IP.pdf.
ESDM. (2021). Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) Sebagai Solusi Pengurangan
Emisi. 3–5.

ESDM, K. (2021). Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 17 Tahun
2021 Tentang Pelaksanaan Pengelolaan Gas Suar Pada Kegiatan Usaha Minyak dan
Gas Bumi. Jakarta: BPKRI.
Hedriana, O., Sugihardjo, Susanto, E., Tobing, E. M., & Muji, T. (2015). Penangkapan Karbon,
Penggunaan, dan Penyimpanan Dalam Formasi Geologi di Sumatera Selatan dan Jawa
Barat

IEA. (2021). Carbon Capture Utilisation and Storage : The Opportunity in Southeast Asia.
IEA.
IEA. (2021). Net Zero by 2050 A Roadmap for The Global Energy Sector. France: IEA.
IEA. (2021). Short_Term Energy Outlook.
Kelly, M. M. (2019). Indonesia: Pilot Carbon Capture and Storage Activity in the Natural Gas
Processing Sector. In Asian Development Bank.

29
Regulasi dan Undang-Undang Migas Teknik Perminyakan
Jakarta, 24 Desember 2021 Universitas Pertamina

Kramawijaya, A. G., & Dewi, K. (2017). Potensi Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca dari
Kegiatan Eksplorasi dan Produksi Minyak dan Gas di PT.XYZ. Bekasi: President
University

KESDM. (2018). Dirjen EBTKE Dorong Peran Generasi Milenial Dalam Pengembangan
EBTKE.
Muhd Nor, N. H. (2016). Carbon Sequestration and Carbon Capture and Storage (CCS) in
Southeast Asia. Journal of Physics: Coference Series, 725.
Ritcie, H. (2020). Our World in Data. Retrieved from Indonesia: CO2 Country.
Sule, M. R. (2021). Building Decarbonization Society in Indonesia Through Carbon Capture,
Utilization, and Storage (CCUS). CCS Technical Workshop 2021. Bandung. Retrieved
December 15, 2021

30

Anda mungkin juga menyukai