Anda di halaman 1dari 34

TINJAUAN HUBUNGAN ANTARA IMPLEMENTASI PAJAK KARBON

DENGAN IDE SISTEM GREEN ECONOMY DI INDONESIA

Penulis:

Alexander Anugrah Angelius

21/473636/HK/22748
I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Dunia pada saat ini sedang menghadapi perubahan iklim yang sangat serius.
Perubahan iklim sendiri mengacu pada perubahan jangka panjang dalam suhu
dan pola cuaca dunia.1 Perubahan iklim dapat terjadi secara alami dan dapat
juga disebabkan oleh kegiatan manusia. Data menunjukkan sejak tahun 1800-an
atau semenjak era revolusi industri, aktivitas manusia telah menjadi penyebab
utama perubahan iklim, terutama akibat pembakaran bahan bakar fosil seperti
batu bara, minyak dan gas. 2 Aktivitas pembakaran bahan bakar fosil ini
menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK). Emisi gas rumah kaca (GRK)
bekerja seperti selimut yang menyelimuti bumi sehingga berakibat pada
kenaikan suhu bumi. Secara persentase, karbon dioksida dan gas metana
merupakan 2 (dua) jenis emisi gas rumah kaca terbesar dan terbanyak yang
menjadi penyebab utama perubahan iklim. Emisi gas rumah kaca ini disumbang
oleh beberapa sektor. Sektor yang menjadi penghasil emisi terbesar adalah
sektor industri, energi, transportasi, bangunan, dan tata guna lahan. 3 Data
menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut mengonsumsi bahan bakar fosil
secara besar-besaran daripada yang pernah terjadi sebelumnya. 4 Akibat yang
dihasilkan adalah bumi mencapai rekor terpanasnya dengan mencapai 1,1 C
lebih hangat sejak akhir 1800-an.5 Hal ini merupakan wake up call bagi negara-
negara dunia dan menjadi agenda utama untuk melakukan mitigasi perubahan
iklim, tidak terkecuali Indonesia.

Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmennya dalam upaya mitigasi


perubahan iklim dengan mengesahkan Paris Agreement to the United Nation

1Perserikatan bangsa-bangsa. Apa itu Perubahan Iklim. Diakses pada 28 September 2023, dari
https://indonesia.un.org/id/172909-apa-itu-perubahan-iklim

2 Ibid.

3 Ibid.

4 Ibid.

5 Ibid.
Framework Convention on Climate Change(Persetujuan Paris atas Konvensi
Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim)
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 pada tanggal 24 Oktober 2016.6
Selanjutnya, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca
(GRK) yang berbahaya bagi lingkungan, dengan penurunan sebesar 29% dengan
kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030.7
Selain meratifikasi Paris Agreement, Indonesia juga telah mengeluarkan suatu
paket kebijakan carbon pricing atau Nilai Ekonomi Karbon (NEK) sebagai
jawaban atas kebutuhan mitigasi perubahan iklim yang sedang terjadi. Secara
konseptual, NEK adalah nilai dari setiap unit emisi gas rumah kaca yang
dihasilkan dari kegiatan manusia dan kegiatan ekonomi. 8 NEK merupakan
bentuk internalisasi biaya dari eksternalitas negatif berupa emisi gas rumah kaca
(GRK)9. NEK sendiri diatur di dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon dan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana
Penerapan Nilai Ekonomi Karbon. Selanjutnya, NEK diturunkan menjadi dua
jenis instrumen, yaitu instrumen perdagangan dan non-perdagangan.10 Di dalam
instrumen non-perdagangan dibagi lagi menjadi 2 jenis, yaitu pajak karbon dan
RBP. Pajak karbon sendiri diatur di dalam Pasal 13 Undang-Undang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Pasal 58 Peraturan Presiden Nomor 98
Tahun 2021.

6 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2019). Inventarisasi Emisi GRK Sektor Industri (cetakan pertama).
Jakarta: Pusat Data dan Teknologi Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral.

7 Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2021). Kenalkan Pajak Karbon untuk Mengendalikan Perubahan Iklim,
Indonesia Ambil Manfaat Sebagai Penggerak Pertama di Negara Berkembang (SP – 31 /BKF/2021). Jakarta: Penulis.
Diakses dari https://fiskal.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers-detil/328.

8Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk
Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam
Pembangunan Nasional.

9 https://fiskal.kemenkeu.go.id/fiskalpedia/2021/10/06/18-nilai-ekonomi-karbon-carbon-pricing

10Kementerian Keuangan Republik Indonesia. PAJAK KARBON DI INDONESIA Upaya Mitigasi Perubahan Iklim dan
Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan [Powerpoint Webinar]. Kementerian Keuangan: 2021.
Secara definisi, pajak karbon adalah pajak yang dikenakan pada pemakaian
bahan bakar yang mengandung hidrokarbon. 11 Pajak karbon sendiri adalah
instrumen harga yang dalam kaitannya dengan kebijakan perubahan iklim. 12
Dalam konteks Indonesia, pajak karbon merupakan salah satu instrumen fiskal
yang memiliki tujuan utama untuk mitigasi perubahan iklim. Selain itu, pajak
karbon juga dikonstruksikan sebagai instrumen fiskal yang memiliki fungsi
regulasi, yang fokus utamanya adalah mengubah perilaku masyarakat Indonesia.
Dalam konteks perilaku ekonomi, pajak karbon ditujukan untuk mengubah
perilaku produsen, khususnya dalam sektor industri dan sektor energi yang
masih menggunakan energi fosil. Dan juga konsumen pada umumnya yang di
setiap sendi kehidupannya masih menggunakan energi fosil, dari urusan rumah
tangga sampai urusan mobilitas penduduk. Selanjutnya, pajak karbon juga
dikonstruksikan untuk menciptakan iklim inovasi dan investasi yang lebih ramah
lingkungan dan berkelanjutan.13 Di dalam penerapan pajak karbon, sistem yang
digunakan adalah cap and tax. 14 Selain cap and tax, penerapan pajak karbon
perlu memperhatikan mekanisme perdagangan yang terjadi. Hal ini artinya
entitas-entitas yang ada di rantai mekanisme perdagangan, akan dipungut pajak
karbon dan harus ada izin emisi dari pemerintah.

Konstruksi pajak karbon yang hendak menciptakan iklim inovasi dan investasi
di Indonesia yang semakin ramah lingkungan dan berkelanjutan selaras dengan
agenda penciptaan ekonomi hijau atau Green Economy. Secara konsep, Green
Economy adalah A green economy leads to improved human well-being and
social equity, while significantly reducing environmental risks and resource
scarcity. In its simplest form, it is characterised by low carbon emissions,

11Hoeller, Wallin. (1991). Energy Prices, Taxes and carbon Dioxide Emissions. OECD Economics Department Working
papers 106.

12Baranzini, Carattini. (2013). Taxation of Emissions of Greenhouse Gases: The Environmental Impacts of Carbon
Taxes.

13 Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Loc.cit.

14 Ibid.
resource efficiency and social inclusion. 15 Tujuan utamanya adalah berfokus
untuk mempromosikan suatu transisi menuju sistem ekonomi dan sosial yang
lebih berkelanjutan. Sama seperti pajak karbon, Green Economy juga merupakan
trend global yang merupakan manifestasi ide dan upaya negara-negara dunia
dalam mitigasi perubahan iklim. Dalam tataran politik internasional, entitas
United Nation Environment Programme (UNEP) sebagai entitas yang
mendukung pemerintah dari berbagai negara untuk melakukan transformasi
ekonomi yang lebih hijau. 16 Secara konseptual sebenarnya Green Economy
merupakan sesuatu yang sama sekali kontras dengan ekonomi konvensional
yang selama ini berbasis di energi fosil di dalam kegiatan perekonomiannya.
Green Economy lebih berbasis pada keterkaitan hubungan antara sumber daya
manusia dengan ekosistem alami dan meminimalisasi output negatif dari
aktivitas ekonomi manusia demi kepentingan mitigasi terhadap perubahan iklim.
17
Target yang ingin dicapai dengan penerapan Green Economy setidaknya ada
tiga, yaitu: a) menggunakan pendekatan macro-economics untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, baik di tingkat regional dan nasional,
b) implementasi Green Economy yang fokusnya menggunakan investasi,
pembiayaan, dan tekonologi yang lebih memperhatikan lingkungan, dan c)
mempopulerkan Green Economy melalui kebijakan nasional suatu negara.18

Antara penerapan pajak karbon dan Green Economyterdapat suatu hubungan,


yaitu pajak karbon dapat melandasi Green Economy. Hubungan ini dapat dilihat
dari sifat, fungsi, dan tujuan pajak karbon yang membatasi dampak negatif dari
dari emisi karbon yang nantinya akan berpengaruh terhadap sistem ekonomi
yang lebih hijau.

15International Labour Organization. (2022). How to work in the green economy? Guide for young people, job
seekers and those who support them (first ed). Swiss: ILO.

16Yasa, IGW Murana. Ekonomi Hijau, Produksi Bersih dan Ekonomi Kreatif: Pendekatan Mencegah Resiko
Lingkungan Menuju Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas di Provinsi Bali. Jurnal Bumi Lestari 10. 2(2010): 286.

17 Ibid. 288.

18https://www.unep.org/regions/asia-and-pacific/regional-initiatives/supporting-resource-efficiency/green-
economy.
Oleh karena itu, penelitian ini selanjutnya akan membahas lebih komperehensif
terkait bagaimana pengimplentasian pajak karbon di Indonesia sebagai
instrumen fiskal dan hubungannya tentang penciptaan sistem Green Economy
demi upaya mitigasi perubahan iklim.

2. Rumusan Masalah

Di dalam penulisan mini-proposal ini, penulis mengambil rumusan masalah


sebagai berikut:

1. Mengapa pajak karbon dipilih diterapkan di Indonesia?


2. Bagaimana implementasi pajak karbon di Indonesia?
3. Bagaimana hubungan antara pajak karbon sebagai instrumen fiskal dengan
Green Economy?

3. Tujuan Penelitian:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian Hukum.
2. Untuk mendeskripsikan peran kebijakan pajak karbon sebagai instrumen fiskal
dan sebagai komitmen Indonesia dalam mitigasi perubahan iklim.
3. Untuk mendeskripsikan hubungan antara pajak karbon dan Green Economy
dalam penciptaan sistem ekonomi yang lebih berkelanjutan.

II. LITERATURE REVIEW

Literature Review: Energy Prices, Taxes and carbon Dioxide Emissions, Tulisan
Hoeller dan Wallin (1991).

Penulis melihat fokus utama dari tulisan tersebut adalah pajak sebagai penerimaan
negara. Hal ini terlihat dari bagaimana penulisnya menjabarkan hubungan antara
bagaimana implementasi pajak karbon ber-impact pada harga barel minyak, harga suatu
proses produksi di bidang industri yang masih menggunakan energi fosil, harga
pengembangan teknologi, dan harga energi yang memengaruhi penerimaan suatu negara.
Padahal fungsi pajak di Indonesia juga memiliki fungsi regulasi. Pajak merupakan
perwujudan partisipasi anggota masyarakat dalam memenuhi keperluan negara dan
pembangunan nasional guna tercapainya keadilan sosial dan kemakmuran yang merata,
baik materil maupun spiritual.19 Di dalam tulisan ini, fokus utama penulis adalah ingin
melihat fungsi pajak sebagai fungsi regulasi. Fungsi dari regulasi pajak adalah untuk
mengatur alokasi sumberdaya, distribusi pendapatan, dan konsumsi.20 Selain itu, fungsi
pajak sebagai fungsi regulasi merupakan cara tertentu untuk merekayasa kondisi sosial
ekonomi masyarakat. 21 Dihubungkan dengan tulisan penulis, penulis hendak melihat
hubungan yang terjadi antara pajak karbon menekan konsumsi energi fosil yang selama
ini merusak lingkungan hidup. Ide utama pajak karbon adalah pengubahan perilaku
pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon. 22 Di
antara kedua fungsi tersebut, keharmonisasian antara keduanya sebenarnya dapat
dicapai. Hal ini dilihat dari tulisan OECD yang menyatakan, "Energy tax and subsidy
reform is instrumental to achieving the triple objectives of decarbonisation, domestic
23
revenue mobilisation, and access to affordable energy". Yang apabila ditarik
kesimpulan bahwa pajak karbon utamanya digunakan sebagai alat untuk mencapai
penciptaan dekarbonisasi dan energi yang lebih hijau, serta selanjutnya untuk
menambah penerimaan negara.

Apabila penulis melakukan komparasi tulisan dengan Hoeller dan Wallin, maka
perbedaan yang dapat dilihat dan disimpulkan adalah sebagai berikut:

1. Secara definisi dan tujuan, penulis sepakat dengan tulisan Hoeller dan Wallin yang
melihat bahwa pajak karbon merupakan instrumen untuk menghadapi perubahan iklim
global dengan menekan prosentase emisi GRK. Melalui tulisan tersebut pajak karbon
dikonstruksikan untuk meningkatkan penerimaan negara, karena negara berhak untuk

19Adiyanta, Susila F.C. Fleksibilitas Pajak sebagai Instrumen Kebijaksanaan Fiskal untuk Mengantisipasi Krisis
Ekonomi sebagai Akibat Dampak Pandemi Covid-19. Administrative Law & Governance Journal 3. 1 (2020): 172.
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/alj/article/view/8038/4179. 6 Oktober 2023.

20 Ibid. 175.

21 Ibid.

22Yudhana, Maria Madalina. FORMULASI KEBIJAKAN PENERAPAN PAJAK KARBON DI INDONESIA. Souvereignty :
Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional 1. 1 (2022): 68-78.

23OECD. (2021). Taxing Energy Use for Sustainable Development Opportunities for energy tax and subsidy reform in
selected developing and emerging economies. OECD.
memungut kompensasi atas tindakan manusia yang menyebabkan peningkatan emisi
gas rumah kaca.

2. Perbedaan pandangan antara pajak sebagai fungsi penerimaan negara dengan fungsi
regulasi. Di dalam tulisan tersebut, Hoeller dan Wallin lebih berfokus pada pajak karbon
sebagai manifestasi dari fungsi penerimaan negara saja, tanpa menghiraukan fungsi
regulasi pajak. Sedangkan penulis di dalam tulisan ini hendak melihat pajak karbon
sebagai manifestasi kedua fungsi yang dimiliki oleh pajak.

3. Perihal konteks hubungan yang terjadi antara pajak karbon dengan Green Economy,
di dalam tulisan Hoeller dan Wallin tidak dijelaskan hubungan yang terjadi antara
keduanya. Yang dijelaskan di dalam tulisan Hoeller dan Wallin adalah embrio ide dari
green economy tentang cara pajak karbon dapat menekan suatu konsumsi energi fosil
dan menekan emisi gas rumah kaca. Di dalam tulisan ini, penulis hendak
mendeskripsikan lebih rinci terkait hubungan yang terjadi antara pajak karbon dengan
penciptaan Green Economy. Penulis menghadirkan sudut pandang pajak karbon yang
lebih komperehensif dan melihat hubungan yang terjadi di antara keduanya

Literature Review: Ekonomi Hijau, Produksi Bersih dan Ekonomi Kreatif:


Pendekatan Mencegah Resiko Lingkungan Menuju Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas
di Provinsi Bali. Tulisan IGW Murana Yasa (2010).

Di dalam tulisan tersebut, penulisnya lebih mengarahkan fokus tulisan secara spesifik di
ekonomi hijau sebagai sistem ekonomi. Tulisan IGW Murana Yasa tersebut fokus pada
sistem ekonomi yang lebih berkelanjutan dan memperhatikan lingkungan. Penulis juga
melakukan komparasi antara ide sistem ekonomi hijau yang menggunakan energi lebih
ramah lingkungan dengan sistem ekonomi konvensional yang selama ini masih
menggunakan energi fosil di dalam kegiatan berproduksi. Selanjutnya, penulis juga
menjabarkan urgensi penerapan ekonomi hijau di Indonesia dengan memberikan contoh
penerapan di Provinsi Bali. Di dalam penulisan jurnal tersebut, IGW Murana Yasa
hanya berfokus pada penciptaan ekonomi hijau di sektor industri. Penulis menjabarkan
ekonomi hijau dapat dicapai apabila terjadi transformasi konsumsi energi fosil menjadi
energi bersih. Penulis juga mengkritik terkait mekanisme pasar di dalam sistem
ekonomi yang konvensional yang membawa kondisi dan akibat yang buruk bagi
lingkungan hidup. Penulis memberikan ide dengan cara mengubah pola perilaku
ekonomi (dari tahapan produksi sampai konsumsi) yang lebih memerhatikan lingkungan.
Penulis juga memberikan penjelasan konektivitas antara jumlah pencemaran dan
aktivitas industri. Hal ini dijelaskan dengan suatu konsep yaitu, Model Material Balance.
Secara konsep model material balance adalah semua sumber daya yang diambil dari
alam akan kembali ke alam dalam bentuk limbah.24 IGW Murana Yasa juga mengklaim
bahwa penciptaan ekonomi hijau merupakan upaya pemerintah Indonesia dalam
mitigasi perubahan iklim.

Apabila penulis melakukan komparasi tulisan dengan IGW Murana Yasa, maka
perbedaan yang dapat dilihat dan disimpulkan adalah sebagai berikut:

1. Dalam konteks definisi dan konseptual, penulis setuju dengan definisi dan konsep
tentang Green Economy. Yang secara sederhana disimpulkan sebagai suatu sistem
ekonomi yang merupakan lawan dari sistem ekonomi konvensional. Secara lanjut,
sistem ekonomi hijau (Green Economy) berupaya untuk menengahi antara kepentingan
ekonomi dengan kepentingan lingkungan hidup yang dapat dilakukan dengan berbagai
upaya, seperti transformasi energi, mengubah mekanisme pasar, dan perubahan perilaku
ekonomi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi.

2. Dalam kontek scope pembahasan, penulis di dalam tulisan ini berbeda dengan IGW
Murana Yasa. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari Green Economy merupakan sistem
yang ekonomi yang kompleks. Maksud dari pernyataan tersebut adalah tidaklah cukup
menjelaskan apabila Green Economy dipandang dari kacamata industri saja. IGW
Murana Yasa melakukan pembahasan yang sangat merinci tentang hubungan antara
transformasi di bidang industri dengan penciptaan Green Economy. Sedangkan data
menunjukkan bahwa emisi gas rumah kaca yang selama ini mencemari bumi tidak
hanya dari sektor industri, tapi juga ada sektor energi, teknologi, pertanian, perkebunan,
perikanan, dan transportasi (mobilitas penduduk). Sedangkan penulis hendak melihat
ide penciptaan Green Economy melalui kacamata yang lebih luas, tidak terestriksi pada
kacamata industri. Hal inilah yang membedakan antara tulisan penulis dengan IGW
Murana Yasa.

24 Yasa, IGW Murana. OpCit. 287.


3. Dalam konteks hubungan antara hukum dengan ekonomi, di dalam tulisan IGW
Murana Yasa tersebut tidak banyak disinggung tentang hubungan antara hukum dengan
penciptaan ekonomi hijau. Tentang hubungan yang terjadi antara hukum--di dalam
tulisan penulis "diwakili" oleh pajak karbon sebagai instrumen fiskal--dengan ekonomi
yang keduanya saling berkaitan untuk dapat mencapai ide dari Green Economy.

4. Dalam konteks kewilayahan, di dalam tulisan IGW Murana Yasa tersebut lebih fokus
pada wilayah Provinsi Bali, sedangkan penulis hendak mengambil konteks wilayah
Indonesia secara umumnya.

III. TINJAUAN PUSTAKA

Pajak

Secara definisi, pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.25 Selanjutnya menurut Prof Dr. P.J. A. Andriani
yang menyatakan bahwa pajak merupakan iuran wajib kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat kontra-prestasi secara langsung, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas
negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Dari kedua pengertian di atas, penulis
dapat menyimpulkan bahwa pajak merupakan kewajiban dari setiap warga negara yang
disetorkan kepada pemerintah tanpa mendapatkan imbalan secara langsung, dan
digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan. Implikasi dari kewajiban
ini adalah pajak harus diatur secara jelas, rinci, dan ketat di peraturan-peraturan.
Terdapat suatu dalil/norma yang berlaku di Inggris yang menyatakan, "No taxation
without representation" dan di Amerika yang menyatakan, "Taxation without
representation is robbery" yang secara translasi harafiah adalah pajak tanpa
representasi (peraturan) adalah bentuk dari perampokan. Norma ini juga yang
25Pasal 1 ayat (1) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007TENTANG PERUBAHAN KETIGA
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
melegitimasi tindakan negara di dalam menarik atau memungut pajak. Oleh karena
norma tersebut, UUD 1945 mengatur bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.26

Pajak Karbon

Pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang memberikan
dampak negatif bagi lingkungan hidup.27 Konsep ini muncul sebagai tanggapan negara-
negara dunia, tidak terkecuali Indonesia, di dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
Perubahan iklim menjadi semakin tidak 'natural' semenjak era revolusi Industri yang
banyak menyumbang emisi karbon sehingga suhu bumi semakin meningkat. Secara
konsep dan ide, pajak karbon ditujukan untuk mengurangi dampak negatif bagi
lingkungan hidup dengan cara memberikan tarif terhadap kegiatan manusia yang
menyumbang emisi karbon dan mendukung adanya transformasi energi ke yang lebih
ramah lingkungan, serta berkelanjutan. Dengan adanya tarif tersebut, masyarakat
diharapkan semakin bijaksana di dalam konsumsi energi fosil di berbagai sektor.
Penulisan penelitian terdahulu yang ditulis oleh Hoeller dan Wallin, serta Baranzini dan
Carattini beranjak pada pandangan bahwa pajak karbon merupakan salah satu
penerimaan negara. Hasil dari kedua penilitian tersebut menjabarkan bahwa pajak
karbon apabila dipandang hanya dari kacamata penerimaan negara maka tidak akan
efektif dan tidak sesuai dengan ide pembentukannya. Persepsi mengenai implementasi
pajak karbon harus diperluas sampai ke titik bahwa pajak karbon merupakan alat untuk
mencapai pengurangan emisi karbon, sebagai alat social engeneering , dan penciptaan
sistem ekonomi yang lebih berkelanjutan. Ian Parry (2019) menyatakan bahwa "carbon
taxes can also generate more immediate environmental and health benefits, particularly
28
by reducing deaths that result from local air pollution." Di dalam konteks
penerapannya di Indonesia, pajak karbon diuji-coba di sektor industri yang secara data
saat ini masih sangat bergantung pada konsumsi energi fosil di dalam kegiatan
produksinya. Mekanisme yang digunakan adalah cap and tax. Mekanisme ini berarti

26 Pasal 23 A UUD 1945.

27 Pasal 1 ayat 47 PP 50 Tahun 2022.

28 Parry, Ian. (2019). What Is Carbon Taxation?. FINANCE & DEVELOPMENT. IMF
negara akan menciptakan sebuah limitasi atau ambang batas dari emisi karbon yang
dihasilkan. Apabila melewati, maka akan dikenai pajak. Dan pada tahapan selanjutnya,
pajak karbon akan diimplementasikan di berbagai sektor yang dinilai masih
menggunakan energi fosil guna kepentingan pencapaian ide pembentukan pajak karbon
itu sendiri.

Green Economy

Tania (2010) menyatakan bahwa kegiatan ekonomi yang buruk dapat menyebabkan
pemanasan global. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh IGW Murana Yasa
mengungkapkan bahwa Green Economy lebih berbasis pada keterkaitan antara sumber
daya manusia dengan ekosistem alami dan meminimalisasi dampak negatif dari
aktivitas ekonomi manusia demi kepentingan mitigasi terhadap perubahan iklim. UNEP
mendefiniskan green economy sebagai "one that results in improved human well-being
and social equity, while significantly reducing environmental risks and ecological
scarcities." Green economy didasarkan pada pengetahuan ecological economics yang
membahas tentang ketergantungan manusia secara ekonomis terhadap ekosistem alam
dan akibat dari efek aktivitas ekonomi manusia terhadap climate change dan global
warming. 29 Secara konsep, green economy merupakan konsep yang sama sekali
berlawanan dengan konsep sistem ekonomi konvensional selama ini. Selama ini,
ekonomi konvensional dibangun dari persepsi bahwa pertumbuhan ekonomi menjadi
goals yang utama. Hal ini berimplikasi pada pemosisian sumber daya alam. Sumber
daya alam (SDA) selama ini dipandang hanya menjadi alat untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi. Implikasi selanjutnya adalah terkait ekstraksi sumber daya alam
yang besar-besaran dan berlebihan untuk mencapai target ekonomi dan pengelolaan
sumber daya alam. Abu Bakar, dkk. (2010) berpendapat bahwa kebijakan pengelolaan
sumber daya alam dengan bijaksana diperlukan demi meminimalisasi dampak kerugian
yang timbul.30 Kekurangan dari sistem ekonomi konvensional inilah yang mendorong
adanya penciptaan green economy. Ditambah dengan adanya fenomena pemanasan

29Makmun, Makmun. (2016). “Green Economy: Konsep, Impelentasi Dan Peran Kementerian Keuangan”. Jurnal
Ekonomi Dan Pembangunan 19. 2: 1-15.

30Abu Bakar, dkk. (2010). HUBUNGAN SUMBER DAYA ALAM DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SERTA PANDANGAN
ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM. Jurnal Hukum Islam 20. 1. hlm. 46
global, green economy menjadi pilihan yang populer di berbagai negara-negara dunia.
Green Economy tampil untuk menengahi antara kepentingan antara kepentingan
ekonomi dengan kepentingan lingkungan hidup yang selama ini dianak-tirikan. Green
Economy mensyaratkan adanya tranformasi yang menyeluruh di sistem ekonomi. Hal
ini berarti segala kegiatan ekonomi harus menekan emisi karbon dan emisi gas rumah
kaca yang dihasilkannya, mulai dari tahapan produksi hingga konsumsi. Pengubahan
persepsi mengenai mekanisme pasar dapat menjadi titik tolak untuk mengubah persepsi
manusia terhadap lingkungan. Hal ini dikarenakan masalah pengelolaan sumber daya
alam dan polusi lahir dari aktivitas antara produsen dengan konsumen yang terjadi di
konsep mekanisme pasar. Langkah selanjutnya adalah di dalam penerapan produksi
yang bersih. Produksi bersih secara sederhana dapat didefinisikan sebagai di dalam
kegiatan produksinya, produsen harus mengurangi limbah yang dihasilkan. Selanjutnya
menurut Nugraha dan Susanti (2006), produksi bersih dapat berupa pengurangan limbah
pada sumbernya dan daur ulang. Pengurangan limbah berarti melakukan eliminasi
limbah pada sumbernya yang dapat diterapkan dengan beragam cara, salah satu
contohnya adalah shifting sumber daya menjadi sumber daya yang lebih berkelanjutan.
Selain itu, penggunaan teknologi yang ramah lingkungan juga dapat diambil sebagai
opsi demi mencapai produksi bersih. Selanjutnya mengenai daur ulang, yaitu upaya
untuk menggunakan limbah yang telah dihasilkan. Transformasi ini perlu dilakukan
dengan berbagai upaya, seperti investasi hijau dan pembuatan kebijakan yang
komperehensif untuk mengecilkan trade-off antara kepentingan ekonomi dengan
kepentingan lingkungan hidup. Negara di dalam sistem green economy memiliki peran
yang sentral, karena berdasarkan amanat UUD 1945 negara mempunyai kewajiban
untuk menguasai sumber daya alam dan agraria Indonesia. Implikasinya berarti bahwa
pihak negara, dalam hal ini adalah pemerintahan eksekutif, bertanggungjawab untuk
mengelola sumber daya alam. Pemerintah perlu menyiapkan paket kebijakan yang
komperehensif untuk menyiapkan sistem ekonomi Indonesia yang lebih hijau.
UTS MPH
Miniproposal_Alexander A
A_473636_A
by txtfromturnitin | WA: 085758536290

Submission date: 10-Oct-2023 02:28AM (UTC-0400)


Submission ID: 2157623690
File name: UTS_MPH_Miniproposal_Alexander_A_A_473636_A_2.pdf (505.92K)
Word count: 3524
Character count: 22696
39

10

47

43 35

50
4

28

12

32

17

17

38

13

22

37

12

2
6

52

6
18

16

29
27

40

27

45

15
46

41

21

14

36

10

20
51

7
7

49
1

42

48

30

11
24

31

23
33

19

53

34

34

26

25
44
UTS MPH Miniproposal_Alexander A A_473636_A
ORIGINALITY REPORT

30 %
SIMILARITY INDEX
30%
INTERNET SOURCES
20%
PUBLICATIONS
21%
STUDENT PAPERS

PRIMARY SOURCES

1
Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia
2%
Student Paper

2
id.123dok.com
Internet Source 2%
3
www.tribunnews.com
Internet Source 1%
4
www.esdm.go.id
Internet Source 1%
5
journal.uns.ac.id
Internet Source 1%
6
ojs.stiami.ac.id
Internet Source 1%
7
jurnal.uns.ac.id
Internet Source 1%
8
farhan917.wordpress.com
Internet Source 1%
9
www.uncclearn.org
Internet Source 1%
10
eprints.umk.ac.id
Internet Source 1%
11
docplayer.info
Internet Source 1%
12
lindungihutan.com
Internet Source 1%
13
repository.uki.ac.id
Internet Source 1%
14
Submitted to Handong Institute for
International Development Cooperation
1%
Student Paper

15
Submitted to Atma Jaya Catholic University of
Indonesia
1%
Student Paper

16
eprints.undip.ac.id
Internet Source 1%
17
jurnal.pknstan.ac.id
Internet Source 1%
18
Submitted to University of Johannsburg
Student Paper 1%
19
jurnal.kppu.go.id
Internet Source 1%
20
www.aimspress.com
Internet Source 1%
21
www.oecd.org
Internet Source 1%
22
fiskal.kemenkeu.go.id
Internet Source 1%
23
www.coursehero.com
Internet Source 1%
24
www.law-justice.co
Internet Source 1%
25
digilib.unila.ac.id
Internet Source 1%
26
jurnalekonomi.lipi.go.id
Internet Source 1%
27
www.slideshare.net
Internet Source 1%
28
www.regulasip.id
Internet Source <1 %
29
kemlu.go.id
Internet Source <1 %
30
pt.scribd.com
Internet Source <1 %
31
Submitted to University of South Australia
Student Paper <1 %
32
mediatataruang.com
Internet Source <1 %
<1 %
33
repository.iainpalopo.ac.id
Internet Source

34
Muhammad Prasetya, Adyuta Camara Paris.
"RETRACTED: Dampak Pembangunan di Era
<1 %
Globalisasi terhadap Perwujudan Hak Asasi
Manusia di Lingkungan yang Baik dan Sehat",
Jurnal Hukum Lex Generalis, 2022
Publication

35
repositorybaru.stieykpn.ac.id
Internet Source <1 %
36
onesearch.id
Internet Source <1 %
37
doaj.org
Internet Source <1 %
38
www.deklarasinews.com
Internet Source <1 %
39
zaifbio.wordpress.com
Internet Source <1 %
40
Bintang Adi Pratama, Muhammad Agra
Ramadhani, Putri Meiarta Lubis, Amrie
<1 %
Firmansyah. "Implementasi Pajak Karbon Di
Indonesia: Potensi Penerimaan Negara Dan
Penurunan Jumlah Emisi Karbon", JURNAL
PAJAK INDONESIA (Indonesian Tax Review),
2022
Publication
41
e-journal.metrouniv.ac.id
Internet Source <1 %
42
repository.unpas.ac.id
Internet Source <1 %
43
Submitted to stidalhadid
Student Paper <1 %
44
asiatoday.id
Internet Source <1 %
45
discovery.ucl.ac.uk
Internet Source <1 %
46
ejournal2.undip.ac.id
Internet Source <1 %
47
id.theasianparent.com
Internet Source <1 %
48
repository.unej.ac.id
Internet Source <1 %
49
repository.unhas.ac.id
Internet Source <1 %
50
web.archive.org
Internet Source <1 %
51
ejournal.fisip.unjani.ac.id
Internet Source <1 %
52
alviansaf.wordpress.com
Internet Source <1 %
<1 %
53
archive.org
Internet Source

Exclude quotes Off Exclude matches Off


Exclude bibliography Off
UTS MPH Miniproposal_Alexander A A_473636_A
PAGE 1

PAGE 2

PAGE 3

PAGE 4

PAGE 5

PAGE 6

PAGE 7

PAGE 8

PAGE 9

PAGE 10

PAGE 11

PAGE 12

PAGE 13

Anda mungkin juga menyukai