Anda di halaman 1dari 8

Makalah

“Aplikasi Kimia di bidang Kedirgantaraan”

Nama: Adrian Gabriel Kezhandra


NPM: 221011033
Dosen Pembimbing:
Ericko Chandra Utama S.Si M.Si

Jurusan Teknik Penerbangan


Fakultas Teknologi Kedirgantaraan
Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma
I. Abstrak

Pada saat ini, isu perubahan iklim dan pemanasan global menjadi isu yang
cukup serius dan harus segera diatasi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
dengan melakukan Carbon Trading. Makalah ini akan membahas pengertian,
sejarah, dan proses Carbon Trading, serta dampaknya bagi negara dan dunia.
Selain itu, akan diberikan analisis dan pendapat mengenai implementasi Carbon
Trading di Indonesia.

II. Pendahuluan

Perubahan iklim dan pemanasan global menjadi isu yang semakin serius dan
mendesak untuk diatasi. Salah satu penyebab perubahan iklim adalah karena
terlalu banyak emisi gas rumah kaca, seperti karbon dioksida (CO2). Untuk
mengatasi masalah ini, banyak negara melakukan berbagai upaya, salah satunya
adalah Carbon Trading.

III. Pengertian Carbon Trading

Carbon Trading merupakan suatu bentuk perdagangan emisi gas rumah kaca
yang dibeli dan dijual pada pasar global. Tujuan utama dari Carbon Trading
adalah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mempercepat transisi ke
ekonomi rendah karbon. Ada dua jenis Carbon Trading, yaitu carbon offsetting
dan cap and trade. Carbon offsetting adalah ketika perusahaan atau negara
membeli kredit karbon dari negara lain atau proyek yang mengurangi emisi gas
rumah kaca. Sedangkan cap and trade adalah ketika pemerintah menetapkan
batas emisi untuk perusahaan, lalu perusahaan dapat membeli atau menjual izin
emisi.

IV. Kenapa perlu diadakan Carbon Trading?

Carbon Trading penting dilakukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca
yang menyebabkan perubahan iklim dan pemanasan global. Selain itu, Carbon
Trading juga dapat memberikan insentif ekonomi bagi perusahaan yang dapat
mengurangi emisi gas rumah kaca. Dengan Carbon Trading, perusahaan dapat
menjual izin emisi yang tidak terpakai ke perusahaan lain yang memerlukannya.
Hal ini dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya bagi perusahaan.

V. Sejarah terjadinya Carbon Trading

Pada tahun 1997, Protokol Kyoto disepakati sebagai upaya global untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca. Protokol Kyoto menetapkan target untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 5,2% dari level tahun 1990. Salah
satu alat yang diperkenalkan dalam Protokol Kyoto adalah Carbon Trading.
Carbon Trading mulai diterapkan secara internasional pada tahun 2005 melalui
European Union Emissions Trading System (EU ETS).

VI. Proses Carbon Trading

Proses Carbon Trading dimulai dengan pemerintah menetapkan batas


emisi untuk perusahaan. Perusahaan kemudian dapat membeli atau menjual izin
emisi. Perusahaan yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca di bawah batas
yang ditetapkan dapat menjual izin emisi yang tidak terpakai ke perusahaan lain
yang memerlukannya. Perusahaan yang tidak dapat memenuhi batas emisi harus
membeli izin emisi tambahan atau melakukan investasi untuk mengurangi emisi
gas rumah kaca.

VII. Program Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi


Hutan (REDD+)

Program Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+)


adalah sebuah program global yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas
rumah kaca (GRK) dari deforestasi dan degradasi hutan, serta mempromosikan
pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Program ini diluncurkan pada
Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-13 di Bali pada tahun 2007.
REDD+ berfokus pada lima pilar utama, yaitu:

Reduksi emisi: Mengurangi emisi GRK dari deforestasi dan degradasi hutan,
serta mendorong pengurangan emisi dari perubahan penggunaan lahan.

Konservasi: Mempertahankan hutan yang masih ada dan mengurangi tekanan


terhadap hutan yang masih berdiri.

Pengelolaan hutan yang berkelanjutan: Meningkatkan produktivitas hutan dan


pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan.

Peningkatan cadangan karbon: Mengembangkan proyek-proyek pengembangan


hutan lestari dan program pemanfaatan lahan berkelanjutan untuk meningkatkan
cadangan karbon di hutan dan lahan.

Pemberdayaan masyarakat: Melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan


hutan dan menjamin hak-hak mereka dalam penggunaan sumber daya alam.

Melalui program REDD+, negara-negara yang memiliki hutan tropis dapat


memperoleh insentif finansial dari negara-negara yang berkomitmen untuk
mengurangi emisi GRK. Insentif ini dapat berupa bantuan teknis, pembiayaan,
atau perdagangan kredit karbon.

Program REDD+ diharapkan dapat mempercepat upaya pengurangan emisi


GRK secara global serta mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan
memberi manfaat bagi masyarakat lokal. Program ini juga berkontribusi pada
upaya global untuk mengatasi perubahan iklim dan meredakan dampaknya.

VIII. Katingan Mentaya Project


Proyek Katingan Mentaya adalah sebuah proyek pengembangan hutan lestari
yang dilaksanakan di Kabupaten Katingan dan Kabupaten Pulang Pisau,
Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. Proyek ini diinisiasi oleh Yayasan
Ekosistem Lestari (YEL) dan didukung oleh berbagai pihak, seperti pemerintah,
masyarakat lokal, dan sejumlah perusahaan swasta yang berkomitmen untuk
mendukung kegiatan pengelolaan hutan lestari di Indonesia.

Tujuan dari proyek Katingan Mentaya adalah untuk memperkuat pengelolaan


hutan lestari di wilayah tersebut dan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK)
melalui program Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan
(REDD+). Dalam proyek ini, hutan yang sebelumnya dikelola oleh masyarakat
lokal atau swasta akan dikelola secara berkelanjutan untuk menghasilkan nilai
ekonomi yang berkelanjutan serta memberikan manfaat lingkungan dan sosial
bagi masyarakat sekitar.

Lokasi proyek Katingan Mentaya terletak di sepanjang tepian Sungai Mentaya


dan Katingan, dengan total luas area proyek mencapai 149.600 hektar. Area
proyek ini terdiri dari lahan hutan alam yang telah rusak dan lahan gambut yang
sebelumnya digunakan untuk kegiatan pertanian dan perkebunan. Oleh karena
itu, proyek Katingan Mentaya juga memiliki program untuk merehabilitasi
lahan gambut dan mengembalikan fungsi ekologisnya sebagai daerah tangkapan
air dan pengendali banjir.

Proyek Katingan Mentaya diharapkan dapat menjadi contoh bagi pengelolaan


hutan lestari yang sukses dan berkelanjutan di Indonesia, serta memberikan
manfaat bagi masyarakat sekitar dan lingkungan secara lebih luas.

IX. Perusahaan yang memiliki izin atas carbon trading di


Indonesia

Carbon trading adalah proses memperdagangkan hak untuk menghasilkan


emisi gas rumah kaca (GRK) yang diatur oleh peraturan pemerintah. Di
Indonesia, ada beberapa perusahaan yang memiliki izin untuk melakukan
kegiatan perdagangan karbon, seperti PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, PT.
Pindo Deli Pulp & Paper Mills, dan PT. Riau Andalan Pulp & Paper.
Lokasi perusahaan-perusahaan tersebut terletak di Provinsi Riau, Sumatera.
Riau adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal dengan industri pulp
dan kertas yang cukup besar, sehingga kegiatan perdagangan karbon di wilayah
ini cukup signifikan. Selain itu, beberapa perusahaan lain di Indonesia juga
telah mendapatkan izin untuk melakukan perdagangan karbon, terutama di
sektor energi dan pertanian.

X. Dampak Carbon Trading bagi Negara yang Melakukan


dan Dunia

Dampak Carbon Trading bagi negara yang melakukan adalah dapat


meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya bagi perusahaan yang dapat
mengurangi emisi gas rumah kaca. Selain itu, Carbon Trading juga dapat
memberikan insentif ekonomi bagi perusahaan untuk berinvestasi pada
teknologi yang ramah lingkungan. Hal ini dapat meningkatkan daya saing
perusahaan dan menciptakan lapangan kerja baru dalam sektor teknologi yang
ramah lingkungan.

Dampak Carbon Trading bagi dunia adalah dapat membantu mengurangi emisi
gas rumah kaca secara global. Carbon Trading juga dapat mempercepat transisi
ke ekonomi rendah karbon dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya
tindakan untuk mengurangi perubahan iklim dan pemanasan global. Namun,
implementasi Carbon Trading harus diawasi dengan ketat untuk mencegah
penipuan dan kecurangan yang dapat merugikan lingkungan dan masyarakat.

XI. Data Emisi Karbon di Indonesia

Data emisi karbon di Indonesia pada tahun 2019 adalah sebesar 1,076.32 juta
ton CO2e (Carbon Dioxide Equivalent), menurut Laporan Inventario Gas
Rumah Kaca Nasional Indonesia 2020 yang diterbitkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Emisi karbon di Indonesia berasal dari berbagai sektor, dengan sektor energi
menjadi penyumbang terbesar, diikuti oleh sektor kehutanan dan perubahan
penggunaan lahan, transportasi, industri, limbah, dan pertanian. Indonesia
adalah salah satu dari 10 negara dengan emisi karbon terbesar di dunia.
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah
kaca hingga 29% pada tahun 2030, dengan dukungan dari berbagai program dan
kebijakan seperti program pengembangan energi terbarukan, peningkatan
efisiensi energi, pengendalian kebakaran hutan dan lahan, serta pengelolaan
limbah yang lebih baik.

XII. Kesimpulan

Carbon Trading merupakan suatu bentuk perdagangan emisi gas rumah kaca
yang dibeli dan dijual pada pasar global. Tujuan utama dari Carbon Trading
adalah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mempercepat transisi ke
ekonomi rendah karbon. Carbon Trading dapat memberikan insentif ekonomi
bagi perusahaan yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan dapat
membantu mengurangi emisi gas rumah kaca secara global. Namun,
implementasi Carbon Trading harus diawasi dengan ketat untuk mencegah
penipuan dan kecurangan yang dapat merugikan lingkungan dan masyarakat.

Di Indonesia, implementasi Carbon Trading telah dilakukan melalui berbagai


proyek karbon, seperti pengelolaan hutan, pembangkit listrik tenaga surya, dan
pengelolaan sampah. Namun, masih ada banyak kendala yang harus diatasi,
seperti kurangnya akses perusahaan ke pasar global Carbon Trading, kurangnya
pemahaman masyarakat tentang Carbon Trading, dan kekurangan sumber daya
manusia dan teknologi yang memadai. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang
lebih besar dari pemerintah, perusahaan, dan masyarakat untuk meningkatkan
implementasi Carbon Trading di Indonesia.
Daftar Pustaka
Carbon Trust. (2018). What is Carbon Trading? Diperoleh pada 10 Maret 2023,
dari https://www.carbontrust.com/resources/faqs/services/what-is-carbon-
trading

United Nations Framework Convention on Climate Change. (2022). Kyoto


Protocol. Diperoleh pada 10 Maret 2023, dari https://unfccc.int/kyoto_protocol

World Bank. (2019). Carbon Pricing Dashboard. Diperoleh pada 10 Maret


2023, dari https://carbonpricingdashboard.worldbank.org/

Ministry of Environment and Forestry. (2018). Indonesia’s REDD+ Strategy.


Diperoleh pada 10 Maret 2023, dari https://www.forestclimatecenter.org/wp-
content/uploads/2019/02/Indonesias-REDD-Strategy.pdf

Climate Action Tracker. (2022). Indonesia. Diperoleh pada 10 Maret 2023, dari
https://climateactiontracker.org/countries/indonesia/

Jakarta Post. (2021). Indonesia, a country with great potential in carbon trading.
Diperoleh pada 10 Maret 2023, dari
https://www.thejakartapost.com/news/2021/08/04/indonesia-a-country-with-
great-potential-in-carbon-trading.html

The Guardian. (2021). Indonesia aims to become world's biggest producer of


green hydrogen. Diperoleh pada 10 Maret 2023, dari
https://www.theguardian.com/environment/2021/oct/20/indonesia-aims-to-
become-worlds-biggest-producer-of-green-hydrogen

World Wildlife Fund. (2022). Renewable Energy. Diperoleh pada 10 Maret


2023, dari https://www.worldwildlife.org/pages/renewable-energy
Laporan Inventario Gas Rumah Kaca Nasional Indonesia 2020 yang diterbitkan
oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai