Anda di halaman 1dari 20

Paris Agreement

 Apriady
 Hairul Rachman Sultani
 Aini Syahrunnisa
Apa itu Paris Agreement?
 Paris Agreement atau kesepakatan Paris adalah
kesepakatan lingkungan yang terjalin oleh hampir setiap
negara termasuk Indonesia untuk mengatasi perubahan
iklim dan dampak negatifnya.
 Tujuan
Untuk secara berkelanjutan mengurangi emisi
gas karbon dalam upaya membatasi kenaikan suhu
global yang sekarang ini sudah mencapai 2 derajat
Celcius, dan berusaha untuk membatasi perubahan
temperatur suhu setidaknya menjadi 1,5 derajat.
Sejarah Paris Agreement
 Persetujuan ini merupakan perjanjian dan negosiasi dalam Konvensi Kerangka Kerja Perubahan
Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Framework Convention on Climate
Change (UNFCCC) yang disepakati oleh 195 perwakilan negara-negara pada Konferensi
Perubahan Iklim PBB ke-21 di Paris, Perancis.
 Setelah melalui proses negosiasi, persetujuan ini ditandatangani tepat pada peringatan Hari Bumi
tanggal 22 April 2016 di New York, Amerika Serikat. Sampai bulan Maret 2017, 194 negara telah
menandatangani perjanjian ini dan 141 diantaranya telah mengesahkan perjanjian tersebut.
 Perjanjian Paris menandai titik balik bersejarah untuk aksi iklim global, karena para pemimpin
dunia mewakili 195 negara datang ke konsensus tentang kesepakatan yang memiliki komitmen
dari semua negara yang bertujuan memerangi perubahan iklim dan beradaptasi dengan
dampaknya.
Sejarah Paris Agreement
 Persetujuan ini merupakan perjanjian dan negosiasi dalam Konvensi Kerangka Kerja Perubahan
Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Framework Convention on Climate
Change (UNFCCC) yang disepakati oleh 195 perwakilan negara-negara pada Konferensi
Perubahan Iklim PBB ke-21 di Paris, Perancis.
 Setelah melalui proses negosiasi, persetujuan ini ditandatangani tepat pada peringatan Hari Bumi
tanggal 22 April 2016 di New York, Amerika Serikat. Sampai bulan Maret 2017, 194 negara telah
menandatangani perjanjian ini dan 141 diantaranya telah mengesahkan perjanjian tersebut.
 Perjanjian Paris menandai titik balik bersejarah untuk aksi iklim global, karena para pemimpin
dunia mewakili 195 negara datang ke konsensus tentang kesepakatan yang memiliki komitmen
dari semua negara yang bertujuan memerangi perubahan iklim dan beradaptasi dengan
dampaknya.
Kenapa Paris Agreement Penting?
 Emisi gas rumah kaca tahunan Indonesia mencapai 2,4
miliar ton pada tahun 2015. Angka tersebut berdasarkan
dari pengaruh yang disebabkan oleh alih fungsi lahan dan
hutan yang dibakar.
 Apabila dihitung berdasarkan tingkat global, emisi
Indonesia mewakili 4,8% dari total emisi global dunia
pada tahun 2015. Dari angka-angka tersebut tentunya
akan berakibat pada perubahan iklim dan membahayakan
kesehatan manusia.
 Dengan adanya Paris Agreement, pengurangan emisi
dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
Implementasi Paris Agreement

Semua anggota G20 yang menandatangani Persetujuan Paris harus meningkatkan target
yang ditetapkan dalam NDC mereka pada tahun 2020. Prancis, Inggris, negara Uni
Eropa, dan Jerman menetapkan target net- zero karbon untuk tahun 2050.
Implementasi Paris Agreement
• Nationally Determined Contribution (NDC)
merupakan komitmen setiap negara pihak
terhadap Persetujuan Paris. Indonesia telah
menyampaikan NDC kepada Sekretariat
UNFCCC menjelang COP-22 Marrakech pada
tahun 2016, sebagai elaborasi dari NDC dan
sekaligus menggantikan INDC yang
disampaikan kepada Sekretariat UNFCCC
sebelum COP-21 Paris.
• Dokumen NDC menetapkan target
pengurangan emisi Gas Rumah Kaca di
Indonesia, yakni sebesar 26% tanpa syarat
(dengan usaha sendiri) dan 41% bersyarat
(dengan dukungan internasional yang
memadai) pada tahun 2030.
Paris Agreement terhadap perdagangan karbon
 Perdagangan karbon (carbon trading)
merupakan sebuah aktivitas jual-beli sertifikat
yang diberikan kepada negara-negara yang
mampu atau berhasil menurunkan tingkat emisi
karbon dengan melakukan kegiatan mitigasi
perubahan iklim.
 Paris Agreement tidak menyebutkan secara
eksplisit tentang mekanisme pasar atau pasar
karbon dalam perjanjian, akan tetapi
memungkinkan negara Pihak untuk mengejar
"co-operative approaches” dan secara sukarela
menggunakan "international transferred
mitigation outcomes (ITMOs)” untuk membantu
memenuhi target pengurangan emisi Gas Rumah
Kaca (GRK)
Perdagangan karbon untuk memenuhi
target NDC Indonesia
 Indonesia memiliki cukup pengalaman dalam perdagangan karbon, baik secara global maupun
bilateral.
 Proyek CDM telah menghasilkan penurunan emisi GRK sekitar 10.097,175 ton CO2e (offset).
Sementara proyek bilateral JCM yang telah diimplementasikan di Indonesia sebanyak 106 proyek
dengan menurunkan sekitar 329,483 ton CO2e.
 Skema Karbon Nusantara (SKN) merupakan salah satu alternative mekanisme yang dapat menjadi
alat bantu kebijakan dalam penurunan emisi GRK.
 SKN memberikan peluang kepada pihak swasta untuk berperan aktif dalam penurunan emisi GRK.
 Kredit karbon dari SKN dapat digunakan untuk meng-offset/kompensasi emisi GRK
pembeli/pengguna.
Perdagangan karbon untuk memenuhi
target NDC Indonesia
Regulasi indonesia terkait perjanjian paris
 Undang-Undang No 16 tahun 2016 tentang Ratifikasi Perjanjian Paris.
 Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang
Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan
Iklim, dan telah diundangkan pada tanggal 25 Oktober 2016.
 UU 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
 UU 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air
 UU 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
 UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan LH
 UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pengendalian Deforestasi
 UU 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
 UU 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
 UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
 UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem
 Dan beberapa peraturan lainnya
Komitmen dalam NDC Indonesia
 Dalam NDC dijelaskan tentang lima kategori sektor dan proporsi kontribusinya dalam upaya
penurunan emisi GRK 29 % dari BAU 2030, yakni: kehutanan (17.2%), energi (11%), pertanian
(0.32%), industri (0.10%), dan limbah (0.38%).
Komitmen dalam NDC Indonesia
Program Implementasi NDC Indonesia
Mitigasi NDC Indonesia
 Sektor Perubahan Lahan
 Indonesia telah mengambil langkah-langkah signifikan untuk mengurangi emisi dari sektor berbasis
lahan dengan mengambil kebijakan moratorium penebangan hutan primer dan pelarangan konversi
dari hutan yang tersisa dengan kegiatan pengurangan deforestasi dan degradasi hutan, restorasi
fungsi-fungsi ekosistem, serta pengelolaan hutan berkelanjutan
 Sektor Energi
 Indonesia telah menentukan kebijakan bauran energi. Selain itu juga telah ditetapkan kebijakan
nasional mengenai pengembangan sumber energi bersih. Peraturan Pemerintah Nomor 79/2014
tentang Kebijakan Energi Nasional menetapkan ambisi untuk melakukan transformasi, di tahun
2025 dan 2050, bauran penyediaan energi utama sebagai berikut:
 energi baru terbarukan setidaknya sebesar 23% di tahun 2025 dan setidaknya sebesar 31% di tahun
2050
 minyak harus lebih kecil dari 25% di tahun 2025 dan lebih kecil dari 20% di tahun 2050
 batubara paling sedikit 30% di tahun 2025 dan paling sedikit 25% di tahun 2050
 gas setidaknya paling sedikit 22% di tahun 2025 dan paling sedikit 24% di tahun 2050
Mitigasi NDC Indonesia
 Sektor Limbah
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengembangkan strategi komprehensif untuk:
• meningkatkan kualitas kebijakan dan kapasitas institusi di tingkat local
• meningkatkan kapasitas pengelolaan limbah cair perkotaan
• mengurangi limbah yang dibuang ke landfill melalui pendekatan “Reduce, Reuse, Recycle”
• pemanfaatan sampah dan limbah untuk energi
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk lebih jauh menurunkan emisi GRK dari sektor pengelolaan
limbah di tahun 2030 dan seterusnya melalui pengembangan kebijakan yang komprehensif dan
koheren, penguatan institusi, peningkatan mekanisme keuangan dan pendanaan, inovasi teknologi, dan
pendekatan sosial-budaya.
Adaptasi NDC Indonesia
1) Pra-kondisi:
 Pengembangan sistem informasi data kerentanan iklim nasional, yang akan dibangun berbasis sistem
yang telah ada yaitu SIDIK (Sistem Informasi Data dan Informasi Kerentanan), yang terbuka bagi publik
melalui situs http://ditjenppi.menlhk. go.id.
 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.33/2016 tentang Pedoman Penyusunan Aksi
Adaptasi Perubahan Iklim, yang dapat dipergunakan oleh pemerintah daerah dalam memformulasikan
rencana aksi adaptasi daerah.
 Peningkatan pelaksanaan RAN-API yang telah ditetapkan pada tahun 2014.
2) Lingkungan hidup dan sosial ekonomi:
 UU No. 37/2014 tentang Konservasi Tanah dan Air akan mengarah pada pertanian dan alih guna lahan
yang berkelanjutan. Peraturan ini memandu para pemangku kepentingan dalam upaya konservasi lahan
dan peningkatan produktivitas menuju pertanian berkelanjutan.
 Peraturan Pemerintah No. 37/2012 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air akan mengarah pada
peningkatan daya dukung daerah aliran sungai (DAS). Peraturan tersebut menyediakan panduan untuk
mengidentifikasi DAS yang harus dilindungi, direstorasi, dan direhabilitasi.
Adaptasi NDC Indonesia
 Pengelolaan hutan berbasis masyarakat akan meningkatkan pendapatan dan saat bersamaan akan
menurunkan tekanan yang mengarah pada deforestasi dan degradasi hutan primer.
 Peningkatan peran ProKLim (upaya bersama adaptasi dan mitgasi perubahan iklim) untuk
menerapkan bottom up approach dalam program ketahanan iklim di tingkat lokal. Melalui
ProKLim juga akan dimungkinkan untuk menghitung kontribusi pencapaian penurunan emisi
GRK baik pada periode pra-2020 maupun pasca-2020.
Tantangan Indonesia Kedepan
Saat ini, jika dilihat dari dokumen NDC Indonesia dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2020-2024, kebijakan iklim Indonesia masih tidak ambisius dan serius baik dari target,
aksi mitigasi maupun adaptasi. Setidaknya ada lima hal, mengapa kebijakan iklim Indonesia tidak
ambisius dan serius:
• Kebijakan iklim Indonesia tidak merefleksikan sains terbaru, terutama mengacu pada laporan khusus IPCC tahun
2018 tentang perubahan iklim dan target 1,5 derajat celcius.
• Kebijakan iklim Indonesia bertumpu sebagian besar pada sektor berbasis lahan, seperti kehutanan, lahan gambut,
pertanian dan alih fungsi lahan. 
• Aksi mitigasi perubahan iklim Indonesia didominasi solusi palsu yang tidak menjawab akar persoalan dan
melanggengkan praktek business as usual serta menghindari aksi iklim yang lebih ambisius.
• Kontradiksi kebijakan iklim dengan kebijakan terbaru seperti revisi UU Minerba dan UU yang inkonstitusional
seperti UU Cipta kerja serta peraturan lain yang memperbolehkan eksploitasi lahan gambut, alih fungsi hutan
lindung untuk food estate, menunjukkan komitmen iklim pemerintah Indonesia tidak termanifestasi dalam kebijakan
lintas sektor yang selaras.
• Kebijakan iklim Indonesia tidak berorientasi pada pemenuhan hak hidup dan hak atas lingkungan hidup yang bersih
dan sehat serta tidak mencerminkan keadilan antargenerasi sebagaimana amanat pasal 28H ayat (1) UUD 1945, pasal
9 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai