SISTEM PENGELOLAAN
HUTAN UPAYA
PENURUNAN EMISI
CARBON PENGEMBANGAN
PROYEK CDM
Oleh : Ja Posman Napitu
o
I. Pendahuluan
Perubahan iklim (climate change) yang dipacu oleh pemanasan global yang
kian dapat dirasakan saat ini. Pemanasan global tersebut menimbulkan berbagai
permasalahan/dampak yang salah satunya adalah dengan naiknnya permukaan
laut akibat mencairnya es di kutub utara serta meningkatnya suhu rata-rata bumi 1 -
20 (UNFCCC,2005). Dampak tersebut memicu berbagai pihak untuk dapat
menanggulangi bahaya yang dapat mengancam kehidupan manusia, salah satu
upaya yang ditempuh dengan adanya system perdagangan karbon.
Perdagangan karbon dilahirkan dalam proses yang sangat panjang, dimulai
pada tahun 1990 para ilmuwan memlaporkan tentang perubahan iklim yang
merupakan tanda bahaya bagi umat manusia. Para pakar dan ahli mendesak agar
dibentuk suatu kesepakatan global untuk menatasi perubahan iklim. Dua tahun
kemudian melalui konvensi PBB dibentuklah Unitet Nation Frameworks Convention
Climate Change (UNFCCC) yang bertujuan menstabilkan konsentrasi gas rumah
kaca (GRK) pada tingkat yang aman dan tidak mengganggu iklim global.
Berbagai pertemuan dilakukan dan penandatanganan kesepakatan, namun
diantara itu semua yang paling penting adalah pada saat pertemuan di Kyoto,
Jepang Tahun 1997 dengan dibuatnya suatu perjanjian yang lebih dikenal dengan
Protokol Kyoto. Protokol Kyoto mengwajibkan pengurangan emisi gas rumah kaca
(EGRK) negara-negara industry maju yang salah satunya adalah Karbon dioksida
(CO2)sebanyak 5,2 % dibawah kadar yang dilepaskan selama kurun waktu 5 tahun
dan dari Tahun 2008-2012 merupakan periode komitmen pertama. Panghasil emisi
karbon terbesar dapat dilihat pada Tabel 1.
Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
Tabel 1. Sepuluh Negara Penghasil Emisi Terbesar Dunia
No Nama Negara Emisi Karbon Persentase
(Ton) (%)
1Amerika Serikat 1.614 21,2
2Cina 1.405 18,5
3Rusia 468 6,2
4Jepang 348 4,6
5India 312 4,1
6Jerman 230 3
7Kanada 161 2,1
8Inggris 159 2,1
9Korsel 139 1,8
10Itali 132 1,7
Negara Lain 2.627 34
Sumber : Earth Policy Institut Tahun 2005
2. Bisnis Carbon
Saat ini karbon menjadi bisnis yang menarik berbagai lembaga, para pecinta
lingkungan turut serta dalam perdagangan karbon. FIFA lembaga sepak bola dunia
membeli beberapa kredit karbon pada Piala Dunia 2006, Rolling stone salah satu
group music internasional juga membeli kredit karbon dalam rangka tour mereka ke
berbagai Negara. Bank Dunia tercatat sebagai pembeli terbesar pada tahun 2005
yang mencapai 10 miliar dollar. Pada Grafik laju penangan Emisi karbon dan
Penambahan Emisi dapat dilihat masih sedikitnya pengembang CDM.
Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
Gambar 1. Laju Penangan Emisi Karbon dan Penambahan Emisi Karbon
Perdagang karbon tidak terlepas dari perkara citra, bagi negara-negara yang
tergolong tidak memiliki citra baik dalam komitmen lingkungan menjadi penghalang
dalam pemasaran karbonnya. Sampai saat ini perdagangan karbon lebih banyak
dilakukan oleh firma yang beremisi rendah contohnya bank. Hal ini dilakukan untuk
menggaet nasabah mereka yang memiliki visi lingkungan. Namun bagi sebagain
kalangan bisnis karbon adalah bisnis yang menggiurkan.
Perhitungan bisnis karbon sangat sederhana setiap upaya penuruna emisi
karbon setara dengan 1 (satu) ton karbon (tCO2) akan di beri 1 (satu) CER (certified
emission reduction). Sertifikat yang mirip surat berharga yang dikeluarkan oleh
Badan Eksekutif CDM di bawah UNFCCC. Negara industry yang meratifikasi Protocol
4
Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
Kyoto disebut sebagai ANNEX-1. Negara atau lembaga non pemerintah dapat
membeli CER dari negara berkembang (NON ANNEX-1) yang tidak diwajibkan
mengurangi emisi karbon.
Layaknya sistem dagang harga CER dapat bervariasi tergantung kesepakatan
pihak-pihak yang bertransaksi, rata-rata harga CER 5-15 US $. Jika suatu proyek CDM
dapat menjual 1 juta ton CO2e dalam setahun, maka pendapatan kasar yang
dipeoleh dapat mencapai 5 - 15 juta US$ dari penjualan CER yang tentunya buka
jumlah yang sedikit. Perlu diketahui reduksi emisi karbo, bukan berarti semata-mata
karbon yang ada di udara langsung terkurangi tetapi semata-mata upaya menekan
bertambahnya emis GRK akibat penggunaan BBM.
Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
Gambar 2. Alur Permohonan dan Traksaksi CER
Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
Untuk sektor kehutanan ada sekitar 15 juta Ha lahan yang dapat di ajukan yaitu
kawasan lahan krisis yang siap untuk di tanam (KSNKE, 2002) untuk Hutan Lindung,
Kawasan Suaka Marga Satwa dan Suaka Alam serta Taman Nasional tidak termasuk
dalam proyek CDM di karenakan kawasan tersebut memiliki fungsi khusus yang
memang harus tetap di pertahankan dalam perlindungan tata air, plasma nutfa
dan biodiversity lainnya. Kriteria hutan yang dapat di promosikan dalam
pengembangan proyek CDM adalah :
a) Hutan tanaman tidak di produksi
b) Lahan kosong yang di hutankan kembali
c) Areal yang ditanami belum pernah menjadi hutan 50 tahun sebelumnya
Permasalah yang menjadi bahan pertimbangan dalam hal hutan menjadi
obyek bisnis karbon adalah potensi kebocoran (leakage) yang disebabkan oleh
illegal logging, perambahan, maupun perubahan status kawasa. Hal ini disebabkan
belum baiknya system pengelolahan hutan di Indonesia (Dohong, 2007).
Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
Tabel 2. Potensi lahan yang layak untuk kegiatan Aforestasi Reforestasi Penyerapan
Karbon
No Kriteria Lahan TAHUN
1990 2000
1 Lahan kritis (didalam dan diluar kawasan hutan) 6.787.800 23.725.552
2 Hutan bekas tebangan – hutan sekunder 1)
12.230.000 30.785.000
3 Pertanian / sawah / padi kering 2) 8.112.883 8.106.356
4 Perkebunan yang tidak memenuhi kriteria definisi Kyoto 2) 2.052.447 16.543.663
5 Lahan terlantar 9.823.175 10.260.492
6 Alang-alang 3.219.648 2.424.469
7 Ladang berpindah / lahan terlantar / kebun 1) 12.718.787 12.768.711
Total lahan tersedia untuk kegiatan proyek A/R CDM 54.944.740 10.260.492
1)Sebagian besar dari lahan ini mungkin tidak memenuhi kriteria lahan Kyoto.
2)50 tahun yang lalu mungkin lahan ini masih berbentuk hutan.
Sumber: NSS Report (MoE, 2003)
Apabila menggunakan jalur Kyoto yaitu melalui CDM maka lahan yang
tersedia hanya sekitar 19,8 juta ha sedangkan jika menggunakan jalur Non Kyoto
maka luas lahan yang tersedia cukup besar yakni 36,4 juta ha menurut data tahun
2000 (KLH, 2003). Dari 600 juta ton karbon dunia yang harus diserap selama periode
komitmen pertama tahun 2008 – 2012, potensi untuk menyerap karbon dari sektor
kehutanan di Indonesia diprediksi sebesar 28 juta ton karbon/tahun atau setara
dengan luas penanaman sebesar 750.000 – 1 juta ha setiap tahunnya (jika potensi
serapan karbon rata-rata + 24 tC/ha/tahun).
Dengan asumsi rata-rata kemampuan serapan karbon hutan tanaman
sebesar 24 ton karbon/ha, maka untuk luasan tersebut kegiatan perdagangan
karbon melalui jalur CDM diprediksi dapat menyerap sekitar 475.934.952 ton karbon
dan menyerap sekitar 873.852.312 ton karbon melalui jalur Non Kyoto. Jika harganya
5 US$/ton karbon, maka investasi yang mungkin terjadi dalam mekanisme
perdagangan karbon ini cukup besar yakni sekitar 2.379.674.760 US$ melalui proyek
CDM dan sekitar 4.369.261.560 US$ melalui jalur Non-Kyoto. Sebuah angka yang
fantastis dan merupakan proyek yang feasiable dilakukan.
Jika ditinjau dari analisis biaya pembangunan suatu hutan tanaman (industri)
dengan standar biaya sekitar Rp.4.000.000,-/ha (+ 400 US$/ha dengan nilai tukar
diasumsikan Rp.9000,- untuk 1 US$), dan potensi serapan karbon 100 tC/ha untuk
Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
jenis unggul dan cepat tumbuh (manajemen intensif, tanah subur), maka dana yang
akan diperoleh dari penjualan karbon sebesar 5 US$ dikalikan 100 tC/ha adalah
sebesar 500 US$/ha. Tentu saja jika semata-mata menanam pohon untuk hanya
menjual manfaat serapan karbon, secara hitungan matematik petani akan
memperoleh sisa dana (kredit) sebesar 100 US$/ha. Angka ini tentu sangat kecil dan
tidak feasiable dengan penerapan mekanisme dan teknologi canggi (peningkatan
penyerapan dari 24 tC/ha menejadi 100 tC/ha) perlakukan yang diberikan.
Oleh karena itu, analisis biaya untuk membangun dan mengelola hutan
tanaman harus dilakukan secara komprehensif artinya nilai ekonomi dari
keberadaan suatu hutan tanaman harus menghitung semua manfaat yang mungkin
diperoleh dalam suatu periode tertentu (daur/rotasi tebang atau siklus hidup
pohon), dalam hal ini termasuk manfaat kayu pada akhir daur, manfaat
penyerapan karbon selama proses pertumbuhan, manfaat hasil tumpangsari (jika
ada selama periode yang singkat, 2-3 tahun), manfaat sebagai pengatur tata air
dalam suatu DAS dan manfaat lainnya yang dapat dihitung seperti wisata alam,
wisata berburu dan lain-lain.
Berkaitan dengan perdagangan karbon, maka manfaat yang paling
mungkin untuk dihitung dan dikombinasikan adalah manfaat kayu pada akhir daur
dan manfaat penyerapan karbon selama masa pertumbuhan sampai masak
tebang. Dalam hal ini penjualan penyerapan karbon merupakan pendapatan
(income) tambahan bagi pengelola selain hasil kayu pada akhir daur. Jika income
dari kayu hanya akan diperoleh pada saat pohon ditebang, maka manfaat
penjualan karbon dapat diperoleh setelah karbon disertifikasi yang waktunya dapat
dinegosiasikan antara penjual dan pembeli, apakah setelah pohon ditanam secara
periodik dengan memberikan bukti di lapangan bahwa pohon tumbuh baik dan
didukung oleh pencatatan serta data pertumbuhan yang akurat dan dapat
dipertanggung-jawabkan.
Tanaman monokultur yang memiliki peluang untuk menjual karbon selama
waktu daur tebang yang cukup singkat (7 – 10 tahun) dari proses pertumbuhan
pohon yang ditanam. Namun demikian perlu mempertimbangkan secara cermat
dampak negatif yang timbul yang umumnya berasal dari proses persiapan lahan,
kegiatan pengelolaan selama masa daur hutan tanaman industri seperti pemberian
pupuk (yang dikhawatirkan akan mengemisikan Gas Rumah Kaca dari proses
9
Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
dekompoisi), kegiatan penebangan dan ekstraksi kayu (menggunakan mesin-mesin
dengan BBM), transportasi serta prosesing kayu log hasil tebangan. Untuk itu perlu
penilaian yang cermat, baik, akuntabel, akurat dan jujur dari pengusul/pengelola
hutan tanaman terhadap informasi dan data siklus penyerapan karbon neto dari
hutan tanaman industri agar investasi yang akan ditanamkan benar-benar akan
memberikan manfaat tambahan bagi masyarakat sekitar hutan dan pengelola
hutan tanaman. Penting untuk dicatat bahwa potensi penyerapan karbon didalam
proses pertumbuhan tanaman selayaknya harus lebih besar dari emisi karbon yang
diakibatkan oleh proses persiapan lahan tanaman, pengelolaan dan pemeliharaan
serta pemanenan kayunya.
Tanaman monokultur disamping penting secara ekonomi – dari penjualan kayu,
juga harus mempunyai fungsi lingkungan yaitu perlindungan Daerah Aliran Sungai
dan lapangan kerja bagi penduduk di sekitar hutan untuk jangka panjang, yang
akhirnya akan memberikan jaminan sosial melalui akses terhadap sumber daya
alam yang lestari untuk pangan, obatan-obatan dan tempat berlindung, terlebih
lagi untuk manfaat intangible yang masih belum dapat dihitung secara ekonomi
dalam upaya membantu stabilisasi iklim global, udara dan air bersih, serta untuk
rekreasi dan riset.
6. Kesimpulan
a. Perubahan iklim (climate change) yang dipacu oleh pemanasan global yang
menimbulkan berbagai permasalahan, dampak tersebut memicu berbagai
pihak untuk dapat menanggulangi bahaya yang dapat mengancam
kehidupan manusia, salah satu upaya yang ditempuh dengan adanya system
perdagangan karbon.
b. Protokol Kyoto menawarkan tiga mekanisme fleksibel untuk membantu Negara-
negara industry menekan laju emisi karbon yaitu :
- Implementasi bersama (join implementation)
- Perdagangan Karbon Internasional (International Carbon Trading)
- Mekanisme Pembangaun Bersih (Clean Development Mechanism)
c. Perdagang karbon tidak terlepas dari perkara citra, bagi negara-negara yang
tergolong tidak memiliki citra baik dalam komitmen lingkungan menjadi
penghalang dalam pemasaran karbonnya
10
Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
d. Mekanime transaksi dan pemasaran CDM tentunya sangat memberatkan bila
pengembang proyek CDM tidak memiliki jalur dan hubungan internasional
yang baik.
e. Perhitungan penuruna emisi karbon setara dengan 1 (satu) ton karbon (tCO2)
akan di beri 1 (satu) CER (certified emission reduction). Sertifikat yang mirip surat
berharga yang dikeluarkan oleh Badan Eksekutif CDM di bawah UNFCCC.
f. Negara industry yang meratifikasi Protocol Kyoto disebut sebagai ANNEX-1.
Negara atau lembaga non pemerintah dapat membeli CER dari negara
berkembang (NON ANNEX-1) yang tidak diwajibkan mengurangi emisi karbon.
g. Indonesia setelah meratifikasi Protokol Kyoto melalui Undang-Ungdang 17 Tahun
2004, membuka peluang untuk ikut serta dalam arus perdagangan karbon
(carbon trading). Fasilitator CDM ditingkat Nasonal, pemerintah membentuk
Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (Komnas MPB) dibawah
koordinasi Kementerian Lingkungan Hidup pada juli 2005.
h. Kajian strategis nasional sector kehutanan dan energy (KSNKE) yang dilakukan
pada tahun 2000-2001, Indonesia memiliki potensi pengurangan emisi karbon
sekitar 23-24 juta ton CO2e pertahun.
i. Kriteria hutan yang dapat di promosikan dalam pengembangan proyek CDM
adalah :
- Hutan tanaman tidak di produksi
- Lahan kosong yang di hutankan kembali
- Areal yang ditanami belum pernah menjadi hutan 50 tahun sebelumnya
j. Jika menurut kajian strategis sektor kehutanan tahun 2000-2001 menyatakan
bahawa 15 juta ha hutan Indonesia dapt diajukan sebagai proyek
pengembangan CDM,
k. Berdasarkan kajian Kementerian Lingkuhan Hidup (KLH) Tahun 2003,
menunjukkan bahwa potensi untuk melakukan kegiatan penanaman pada
lahan-lahan kritis yang layak menurut definisi Kyoto(criteria CDM) cukup besar,
lahan yang paling mungkin adalah lahan-lahan dengan penutupan alang-
alang, lahan kritis, dan lahan terlantar yang merupakan sasaran dari kegiatan
hutan tanaman industri dengan luas total sekitar 19.830.623 ha berdasarkan
data tahun 1990 dan 36.410.513 ha berdasarkan data Tahun 2000
11
Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
l. Apabila menggunakan jalur Kyoto yaitu melalui CDM maka lahan yang tersedia
hanya sekitar 19,8 juta ha sedangkan jika menggunakan jalur Non Kyoto maka
luas lahan yang tersedia cukup besar yakni 36,4 juta ha menurut data tahun
2000 (KLH, 2003)
m. Asumsi rata-rata kemampuan serapan karbon hutan tanaman sebesar 24 ton
karbon/ha, maka untuk luasan tersebut kegiatan perdagangan karbon melalui
jalur CDM diprediksi dapat menyerap sekitar 475.934.952 ton karbon dan
menyerap sekitar 873.852.312 ton karbon melalui jalur Non Kyoto. Jika harganya
5 US$/ton karbon, maka investasi yang mungkin terjadi dalam mekanisme
perdagangan karbon ini cukup besar yakni sekitar 2.379.674.760 US$ melalui
kriteria Proyek CDM dan sekitar 4.369.261.560 US$ melalui jalur Non-Kyoto.
n. Analisis biaya pembangunan suatu hutan tanaman (industri) dengan standar
biaya sekitar Rp.4.000.000,-/ha (+ 400 US$/ha dengan nilai tukar diasumsikan
Rp.9000,- untuk 1 US$), dan potensi serapan karbon 100 tC/ha untuk jenis unggul
dan cepat tumbuh (manajemen intensif, tanah subur), maka dana yang akan
diperoleh dari penjualan karbon sebesar 5 US$ dikalikan 100 tC/ha adalah
sebesar 500 US$/ha. Dengan sisa pendapatan bersih 100 US$ diluar biaya
variabel (variable cost) lain tentu dapat dikatan kecil.
o. Analisis biaya untuk membangun dan mengelola hutan tanaman harus
dilakukan secara komprehensif artinya nilai ekonomi dari keberadaan suatu
hutan tanaman harus menghitung semua manfaat yang mungkin diperoleh
dalam suatu periode tertentu (daur/rotasi tebang atau siklus hidup pohon),
dalam hal ini termasuk manfaat kayu pada akhir daur, manfaat penyerapan
karbon selama proses pertumbuhan, manfaat hasil tumpangsari (jika ada
selama periode yang singkat, 2-3 tahun), manfaat sebagai pengatur tata air
dalam suatu DAS dan manfaat lainnya yang dapat dihitung seperti wisata alam,
wisata berburu dan lain-lain.
p. Bila potensi yang ada saat ini sebesar 19,5 jt Ha lahan berpotensi dalam proyek
pengembangan CDM maka bisnis karbon sangat fantasti dengan memberikan
pendapatan 2.379.674.760 US$ dengan asumsi nilai karbon 5 US$ dan sangat
feasiable. Namun bila proyek CDM dilakukan dengan mekanisme membuat
hutan tanaman sebagai proyek CDM maka sisa keuntungan kotor sebesar 100
US$/ha dengan member perlakuan lainnya hal ini dapat dikatan tidak feasiable
12
Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
7. Tinjauan Pustaka
Appenzeller.,2005, The Case of the Missing Carbon, Walter Sullivan Award for
Excellence in Science Journalism for this article www.NationalGeografi.com
Bill McKibben,2004 The CO2 from fossil fuels lingers in the atmosphere, so global
warming can't be undone. But catastrophe can still be averted.
www.NationalGeografi.com
Rhett A. Butler dan Gabriel Thoumi,2007., Kredit karbon dapat menjadi pemasukan
besar bagi Indonesia Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa
Indonesia oleh Indie www.trulyjogja.com.
Saloh.Y dan Clough G., 2002 Pertukaran Karbon, Perubahan Iklim, dan Protokol
Kyoto: Pertukaran karbon menyetarakan negara industri dengan negara
berkembang seperti Indonesia. http://www.cifor.cgiar.org/
kyoto_ptotocol_ina.pdf
13
Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu