Anda di halaman 1dari 8

Simulasi Dinamika Sistem Persediaan Kakao Nasional

1.

Pendahuluan
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup

penting bagi perekonomian nasional, khususnya bagi penyedia lapangan kerja, sumber
pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong
pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao
telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga
petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia serta memberikan sumbangan
devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan minyak sawit dengan nilai
sebesar US $ 701 juta.
Masing-masing subsistem dalam agroindustri kakao memiliki keluaran atau output yang
berbeda-beda dan harga produk tiap subsistem berbeda tergantung jenis produk, mutunya, nilai
tambah dari produk tersebut, besarnya investasi agroindustri kakao serta jarak produk kakao dari
produsen sampai pada konsumen akhir atau singkatnya tataniaga produk tersebut. Perbedaan
setiap subsistem agroindustri kakao menggambarkan pendapatan yang berbeda pada setiap unit
usaha pada subsistem tersebut. Perkembangan produksi kakao dunia saat ini dikuasai oleh tiga
pemasok utama dunia yaitu Pantai Gading (38,3%), Ghana (20,2%) dan Indonesia (13,6%).
Pemasok lainnya adalah Kamerun (5,1%), Brasil (4,4%), Nigeria (4,9%) dan Ekuador (3,1%).
Walapun sebagai pemasok utama kakao dunia, selama tahun 2002-2006 rata-rata pertumbuhan
produksi Pantai Gading relatif rendah yakni hanya 1% per tahun, sebaliknya Ghana tumbuh
sangat tinggi 10,5% per tahun. Sementara Indonesia dan Kamerun tumbuh moderat dengan
masing-masing meningkat rata-rata 5,1% dan 4% per tahun.
Kebanyakan kakao diekspor dalam bentuk bahan baku mentah yaitu berupa biji kakao,
sebanyak 75% dari total produksi 456 ribu ton, sedangkan sisanya diolah di dalam negeri untuk
menghasilkan hasil turunan kakao seperti cocoa powder, cocoa butter, cocoa cake dan cocoa
liquor. Namun demikian, Indonesia masih mengimpor biji kakao karena kebutuhan akan biji
kakao berkualitas baik. Hal ini bukan merupakan indikasi yang bagus bagi perkakaoan nasional,

karena kelebihan stok kakao nasional seharusnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
produksi dari produk olahan kakao sehingga ketergantungan impor kakao dapat dikurangi.
Beberapa permasalahan yang dihadapi komoditas ini antara lain masih rendahnya
produktivitas komoditas kakao yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: penggunaan benih
asalan, belum banyak digunakan benih klonal, masih tingginya serangan hama PBK (penggerek
buah kakao), hingga saat ini belum ditemukan klon kakao yang tahan terhadap hama PBK,
sebagian besar perkebunan berupa perkebunan rakyat yang dikelola masih dengan cara
tradisional dan umur tanaman kakao sebagian besar sudah tua, di atas 25 tahun jauh di atas usia
paling produktif 13-19 tahun.
Dinamika tingkat persediaan (produksi) kakao tersebut selain dipengaruhi oleh faktor
alam (iklim), waktu panen (delay), harga di tingkat petani, juga dipengaruhi oleh kebijakankebijakan yang diterapkan oleh Pemerinta. Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diterapkan
bersifat operasional dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu
diperlukan suatu model ketersediaan dinamik yang diharapkan dapat membantu Pemerintah
dalam menentukan kebijakan penyediaan kakao bagi kepentingan konsumsi maupun kepentingan
agroindustri. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami perilaku dinamis
tingkat persediaan kakao nasional ini adalah dengan pendekatan simulasi model Sistem
Dinamika.
Sistem dinamik pertama kali diperkenalkan oleh Jay W. Forrester di Massachussetts
Institute of Technology (MIT) pada tahun 1950-an, merupakan suatu metode pemecahan
masalah-masalah kompleks yang timbul karena adanya kecenderungan sebab-akibat dari
berbagai macam variabel di dalam sistem. Sistem dinamik adalah suatu bidang untuk memahami
bagaimana sesuatu berubah menurut waktu. Sistem ini dibentuk oleh persamaan-persamaan
diferensial.

Persamaan

diferensial

digunakan

untuk

masalah-masalah

biofisik

yang

diformulasikan sebagai keadaan di masa datang yang tergantung dari keadaan sekarang
(Forrester, 1999).

2.

Identifikasi Variabel
Untuk dapat mengetahui elemen-elemen yang terlibat dalam sistem, maka harus

dilakukan suatu identifikasi terhadap sistem yang menjadi objek amatan tersebut. Identifikasi
juga digunakan untuk melihat hubungan nyata antar elemen agar mudah dilakukan diagnose
terhadap sistem. Dari hasil diagnosa tersebut akan bisa diketahui rantai nilai dan nilai tambahnya
dan dalam pembuatan model nantinya, dapat mencerminkan kondisi real sistem.
Tahap awal dalam konseptualisasi sistem adalah mengidentifikasi variabel-variabel yang
berpengaruh dalam sistem. Identifikasi variabel ini dilakukan untuk mengenal dan mempelajari
sistem yang menjadi objek amatan, yaitu sistem persediaan kakao nasional dan kaitannya dengan
tercapainya kesejahteraan petani kakao. Hal tersebut sangat berkaitan erat dengan persediaan
kakao di tingkat nasional, besarnya produksi yang merupakan fungsi dari adanya demand, serta
ekspor kakao yang dilakukan. Berikut ini adalah penjabaran dari masing-masing variabel:

a)

Luas lahan perkebunan kakao


Luas lahan kakao dipengaruhi oleh penambahan dan pengurangan luas lahan. Untuk

penambahan luas lahan dipengaruhi oleh faktor penambahan luas lahan, yang dipicu oleh harga
biji kakao internasional. Apabila harga biji kakao di tingkat internasional semakin tinggi, maka
para petani kakao dan perkebunan akan semakin giat menanam kakao dan hasilnya akan semakin
besar penambahan luas lahan yang dilakukan. Penambahan luas lahan ini akan mempengaruhi
delay tanaman berproduksi. Lamanya nilai delay tanaman berproduksi pada setiap perkebunan
adalah berbeda. Hal ini sangat tergantung pada jenis bibit yang digunakan. Delay tanaman
berproduksi ini akan mempengaruhi luas lahan yang menghasilkan kakao. Penambahan luas
lahan juga dipengaruhi oleh pengurangan luas lahan setiap tahunnya, hal ini karena dilakukan
pembaharuan setiap tahunnya agar lahan yang ada produktif kembali.
Sedangkan untuk pengurangan luas lahan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pengurangan
luas lahan. Pada perkebunan rakyat faktor pengurangan luas lahan dipengaruhi oleh harga biji
kakao serta harga komoditas yang lain, misalnya kopi. Apabila harga kakao lebih rendah dan
perolehan petani kakao sangat minim pada tahun-tahun tertentu, maka petani akan cenderung

berpindah untuk menanam kopi atau komoditas agroindustri lainnya karena harga jual yang jauh
lebih tinggi.

b) Persediaan biji kakao dan kakao olahan di pasar internasional


Persediaan biji kakao dan kakao olahan ini dipengaruhi oleh laju supply serta laju
konsumsi di tingkat dunia. Mekanisme harga kakao di pasar internasional diperoleh dari selisih
antara laju supply dengan laju konsumsi dunia. Apabila laju supply lebih besar daripada laju
konsumsi, maka persediaan kakao dunia melimpah dan menyebabkan harga turun. Sedangkan
apabila laju konsumsi lebih besar dari laju supply, maka harga akan naik seiring kelangkaan
kakao yang terjadi. Biasanya hal ini dipengaruhi oleh faktor cuaca di beberapa negara pengahasil
kakao, akibatnya banyak tanaman kakao yang tidak dapat dipanen. Dan stock biji kakao dan
kakao olahan di dunia menjadi lebih sedikit.

c)

Persediaan kakao olahan industri


Persediaan kakao olahan industri merupakan variabel terakumulasi (level) yang

dipengaruhi oleh laju produksi kakao olahan dan pengurangan persediaan kakao olahan yang
terdiri dari ekspor serta konsumsi dalam negeri. Untuk variabel produksi kakao olahan
dipengaruhi oleh beberapa variabel lain, diantaranya adalah jumlah bahan baku yang akan
diproduksi, dalam hal ini adalah biji kakao, kapasitas produksi serta utilitas kapasitas yang ada.
Untuk variabel pengurangan persediaan kakao olahan sangat dipengaruhi oleh konsumsi dalam
negeri oleh masyarakat dan industri makanan dan minuman serta adanya ekspor kakao olahan ke
pasar internasional. Ekspor kakao olahan juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, misalnya
dengan penetapan bea ekspor kakao olahan. Dengan tingginya bea ekspor kakao olahan, maka
pemerintah cenderung untuk mengekspor dalam bentuk biji kakao.

d) Perolehan petani dan perkebunan


Pada sub model ini terdapat beberapa variabel diantaranya: biaya operasional, inflasi,
harga kakao di tingkat petani dan perolehan petani. Biaya operasional diperoleh dari akumulasi
beberapa variabel biaya yang ada, diantaranya biaya pupuk, biaya panen, biaya bibit, sewa lahan,

biaya pasca panen serta pengendalian hama. Selain itu, biaya operasional juga dipengaruhi
inflasi. Besarnya inflasi juga berpengaruh pada cost unit kakao. Cost unit kakao adalah biaya
yang digunakan untuk memproduksi 1 ton kakao. Maka perolehan para petani dan perkebunan
diperoleh dari pengurangan harga di tingkat petani dengan biaya operasional yang telah
dikeluarkan untuk memproduksi 1 ton biji kakao.

e)

Perolehan devisa nasional


Aktivitas ekspor kakao dapat sangat bermanfaat untuk menambah perolehan devisa

negara. Perolehan devisa untuk komoditas kakao didapatkan dari pendapatan ekspor biji kakao
dan kakao olahan. Pendapatan ekspor biji kakao serta kakao olahan ini dipengaruhi oleh harga
biji kakao serta kakao olahan internasional. Faktor lain yang berpengaruh adalah nilai tukar
rupiah. Semakin tinggi harga serta semakin banyak jumlah yang diekspor, maka perolehan
devisa juga akan semakin meningkat.

f)

Harga kakao di Indonesia


Harga biji kakao tingkat eksportir di Indonesia, diadopsi dari harga biji kakao di pasar

internasional. Selain itu, terdapat beberapa variabel yang berpengaruh terhadap harga biji kakao
tingkat eksportir diantaranya adalah bea ekspor, inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar serta
pengaruh kualitas biji kakao. Semakin baik kualitas biji kakao yang dihasilkan, maka semakin
tinggi harga yang ditetapkan untuk kakao tersebut. Dari harga di tingkat eksportir hingga harga
di tingkat pedagang dan petani.
Variabel yang sangat berpengaruh adalah pengurangan karena adanya profit pada
masing-masing tingkat, yaitu profit eksportir serta profit pedagang. Untuk harga di petani masih
dipengaruhi oleh kualitas, dimana kualitas ini masih berada pada level yang rendah karena proses
penanganan pasca panen yang kurang memadai yang disebabkan oleh faktor biaya petani yang
minim.Untuk menjadikan kualitas biji kakao petani semakin baik, maka pemerintah diharapkan
memberikan dana tambahan bagi petani agar kualitas biji kakao yang dihasilkan tidak lagi berada
pada level yang terendah.

3.

Diagram Input-Output Sistem Perkakaoan Nasional


Diagram input-output ini disusun dengan tujuan untuk lebih memperjelas identifikasi

sistem dalam hal variabel apa saja yang merupakan inputan sistem, outputan sistem dan
lingkungan sistem sehingga nantinya dapat diketahui inputan yang dapat dikontrol dan yang
tidak dapat dikontrol. Begitu pula untuk outputan, dapat diketahui output yang diinginkan dan
yang tidak diinginkan sehingga dapat dilakukan kontrol terhadap sistem, dalam hal ini adalah
peran pembuat kebijakan.

Input Tak Terkendali

Input Lingkungan

Output Dikehendaki

Kondisi politik dan


ekonomi dunia dan
dalam negeri
Nilai tukar Rupiah
Inflasi
Harga
kakao
internasional dan lokal
Kualitas kakao impor
Demand kakao luar dan
dalam negeri

Kebijakan pemerintahan
Iklim

Peningkatan
produktivitas lahan
Peningkatan jumlah
produksi kakao
Peningkatan nilai
tambah kakao nasional
Peningkatan kualitas
kakao
Peningkatan
kesejahteraan petani
kakao

SISTEM PERKAKAOAN
NASIONAL
Input Terkendali

Output Tak Dikehendaki


Produktivitas lahan
menurun
Kualitas yang semakin
menurun
Tidak ada nilai tambah
produk turunan kakao
Penurunan
kesejahteraan petani
kakao
Penurunan jumlah
produksi dan kapasitas
produksi

Luas
lahan
yang
tersedia
Kapasitas produksi
Kualitas kakao
Penggunaan
sarana
produksi
Bea ekspor dan bea
masuk

PENGELOLAAN

Dalam input-output diagram ini yang pertama untuk input tak terkendali ini menunjukkan
faktor-faktor yang mempengaruhi kapabilitas sistem perkakaoan nasional, namun sistem sendiri
tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol nilai dari input tersebut. Pada umumnya input tak
terkendali merupakan faktor eksternal sistem. Beberapa variabel yang menjadi input tak
terkendali dalam sistem perkakaoan nasional adalah kondisi politik dan ekonomi dalam negeri,
inflasi, harga kakao internasional dan juga lokal, kualitas kakao impor, demand luar negeri dan
dalam negeri.
Input terkendali merupakan variabel yang dapat dikontrol oleh sistem agar dapat
menghasilkan output sesuai apa yang diharapkan. Umumnya input terkendali berupa faktor
internal sistem, sehingga lebih mudah untuk dikontrol. Beberapa variabel yang termasuk dalam
kelompok input terkendali yaitu luas lahan yang tersedia, kualitas kakao, kapasitas, penggunaan
sarana produksi dan bea impor dan ekspor. Lingkungan merupakan faktor disekitar sistem yang
dapat memberikan pengaruh terhadap sistem. Kondisi lingkungan sistem dapat dikontrol oleh
sistem, tetapi tidak dapat dikontrol oleh lingkungan itu sendiri. Variabel yang termasuk dalam
kelompok lingkungan yaitu kebijakan pemerintah dan iklim.
Input tak terkendali, input terkendali dan lingkungan akan menghasilkan output
dikehendaki dan output tak dikehendaki. Output dikehendaki dapat berupa tujuan yang ingin
dicapai dengan adanya sejumlah input yang mempengaruhi, misalnya peningkatan produktivitas
lahan, peningkatan panen kakao, peningkatan kualitas kakao serta peningkatan kesejahteraan
petani yang diukur melalui perolehan petani. Sedangkan outuput tak dikehendaki merupakan
efek samping yang tidak dapat dihindari, namun dapat menjadi informasi atau masukan untuk
mengontrol nilai input dikehendaki seperti penurunan luas lahan, kualitas, perolehan petani,
jumlah produksi dan kapasitas produksi.

4.

Causal-Loop Diagram Persediaan Kakao Nasional


Penyusunan causal loop diagram bertujuan untuk menggambarkan interaksi antar elemen

dalam sistem perkakaoan nasional. Interaksi ini mempunyai 2 kemungkinan, yaitu interaksi yang
positif dan negatif. Causal-loop diagram persediaan kakao nasional dapat dilihat pada Gambar
berikut ini.

Causal loop diagram merupakan gambaran yang digunakan untuk menunjukkan


hubungan keterkaitan antar variabel. Causal loop diagram pada gambar diatas hanya
menggambarkan variabel-variabel secara umum dalam bentuk yang utuh dan belum terbagi ke
dalam sub sistem. Dari gambar, dapat dilihat bahwa causal loop diagram produksi kakao
nasional dipengaruhi oleh variabel harga kakao nasional, luas lahan dan produktivitas lahan
kakao. Produktifitas dipengaruhi hama PBK sebagai pengurang produktivitas dan intensifikasi
sebagai faktor yang meningkatkan produktivitas. Sedangkan perolehan petani mempengaruhi
produksi kakao, karena semakin tinggi perolehan petani kakao maka akan memacu minat petani
untuk kembali menanam kakao, sehingga produksi kakao nasional akan semakin naik.

Untuk industri pengolahan kakao, sangat dipengaruhi oleh permintaan kakao dalam
negeri sebagai bahan baku utama yang diambil dari persediaan kakao nasional. Disamping itu
harga kakao olahan dunia yang relatif lebih tinggi daripada biji kakao, memicu industri
pengolahan kakao untuk meningkatkan produksinya setiap tahun. Sedangkan untuk perolehan
petani kakao pada causal loop diagram, terlihat bahwa perolehan petani dipengaruhi oleh biaya
operasional perkebunan kakao tiap hektar-nya, harga kakao nasional per ton-nya, kualitas kakao
dan produktivitas lahan. Perolehan petani ini merupakan perolehan yang didapatkan petani dalam
satu hektar lahan kakao. Kualitas kakao nasional ini berpengaruh terhadap perolehan petani
karena apabila kualitas buruk maka perolehan petani akan turun karena terdapat perbedaan pada
setiap level kualitas. Sehingga dari diagram tersebut faktor biaya dan kualitas kakao akan
menjadi pengurang perolehan petani, sedangkan harga dan produktivitas lahan akan menambah
perolehan petani.

Anda mungkin juga menyukai