Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

“Kondisi Perkakaoan Di Indonesia dan Di Sulawesi Selatan Saat ini”


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah BDT KAKAO

Nama :HASRIYADI
Nim :19.023.54.211.003
Prodi :Agroteknologi

UNIVERSITAS ANDI DJEMMA PALOPO


THN AJARAN 2021/2022
1. Latar Belakang

Kakao merupakan salah satu komoditas penting unggul ekspor yang berperan

dalam perekonomian Indonesia. Pengembangan kakao memang tidak terlepas dari

perannya sebagai salah satu komoditas perkebunan yang menjadi fokus

pengembangan untuk tujuan ekspor. Pertumbuhan produksi kakao tiap tahunnya

disebabkan oleh banyaknya pengembangan produksi hampir di setiap daerah salah satunnya

yaitu Sulawesi.

Perkebunan kakao merupakan salah satu komoditas utama di Sulawesi, khususnya

Sulawesi Selatan, di masa jayanya telah memberi dampak pada peningkatan ekonomi

masyarakat. Meskipun kemudian menurun seiring dengan anjloknya produktivitas akibat

serangan hama dan penyakit. Namun demikian upaya pengembangan tanaman kako telah

diarahkan pada peningkatan hasil produksi dan mutu hasil. Untuk menghasilkan tanaman

kakao dengan produk biji yang berkualitas, maka harus dimulai dari penanaman benih yang

berkualitas pula.Tingginya minat terhadap perkebunan kakao ini, harus dibarengi dengan

pengadaan suber benih yang berkualitas. Benih yang bermutu tinggi akan mengurangi

peluang terjadinya kegagalan dalam berkebun kakao.

Melihat besarnya potensi produk kakao maka penting untuk mengatahui kondisi

kakao di Indonesi khususknya di Sulawesi Selatan. Berdasarkan uraian mengenai kakao

diatas maka makalah ini berjudul “Kondisi kakao di Indonesia dan di Sulawesi Selatan”

2. Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengatahui:

a. Produksi kakao di Indonesi dan di Sulawesi Selatan


b. Harga kakao di Indonesi dan di Sulawesi Selatan

c. Konsumsi kakao di Indonesi dan di Sulawesi Selatan

d. Industri kakao di Indonesi dan di Sulawesi Selatan

e. Pemasaran kakao di Indonesi dan di Sulawesi Selatan

3. Permasalahan:

a. Produksi

Indonesai merupakan salah satu negara penghasil kakao di dunia. Berdasarkan

data statistik produksi kakao Indonesia tahun 2020 mencapai 720,66 ribu ton (BPS,

2020). Dengan melihat potensi produksi kakao yang melimpah maka dilakukan berbagai

upaya dalam mengembangkan penanganan kakao, mulai dari proses penanaman higga

proses pengolahan sangat menentukan mutu atau kualitas prosuk kakao yang dihasilkan.

Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor indonesi yang cukup penting. Selain pasar

ekspor kakao juga memiliki pasar yang cukup besar dalam negeri. Data produksi yang

dikeluarkan oleh International Cocoa Organization (ICCO) menunjukkan adanya

penurunan yang konsisten dan signifikan, yaitu dari 320 ribu ton menjadi 200 ribu ton.

Salah satu provinsi di Indonesia yang menjadi produsen kakao yaitu Sulawesi Selatan.

Hingga akhir tahun 2021 kementrian pertanian indonesi mercatat, jumlah total

produktivitas biji kakao provisi Sulawesi Selatan sebesar 805 ton (BPS, 2020).

Adapun luas area perkebunan kakao Sejalan dengan luas arealnya, produksi biji

kakao di Indonesia juga didominasi oleh ketiga provinsi sentra pertanaman kakao,

masingmasing dengan produksi sebesar 125,2 ribu ton (Sulawesi Tengah), 113,8 ribu ton

(Sulawesi Selatan), dan 101,8 ribu ton (Sulawesi Tenggara). Provinsi Sulawesi Barat juga
mempunyai produksi biji kakao relatif tinggi, yaitu sebesar 61,3 ribu ton. Sentra produksi

kakao di Pulau Sumatera terdapat di Provinsi Sumatera Barat, Lampung, dan Aceh,

dengan produksi masingmasing sebesar 52,5 ribu; 35,1 ribu; dan 31,8 ribu ton biji kakao

kering. Sementara itu, sentra produksi kakao di Pulau Jawa terdapat di Provinsi Jawa

Timur dengan produksi sebesar 26,2 ribu ton.

b. Harga

Produksi kakao Indonesia sebagian besar diekspor ke mancanegara dan sisanya

dipasarkan di dalam negeri. Ekspor kakao Indonesia menjangkau lima benua yaitu Asia,

Amerika, Eropa, Afrika, dan Australia dengan pangsa utama di Asia. Pada tahun 2020,

lima besar negara pengimpor kakao Indonesia adalah Malaysia, Amerika, India, China,

dan Belanda. Volume ekspor ke Malaysia mencapai 67,47 ribu ton atau 17,86 persen dari

total volume ekspor kakao Indonesia dengan nilai US$ 141,61 juta. Peringkat kedua

adalah Amerika Serikat, dengan volume ekspor sebesar 49,04 ribu ton atau 12,98 persen

dari total volume kakao Indonesia dengan nilai US$ 229,22 juta. Peringkat ketiga adalah

India, dengan volume ekspor sebesar 38,1 ribu ton (BPS, 2020). Kakao Indonesia dikenal

di pasar internasional sebagai kakao bermutu rendah, karena sebagian besar diolah tanpa

proses fermentasi, dan tidak memenuhi standar internasional. Meskipun demikian,

terdapat sebagian kecil kakao Indonesia yang bermutu baik dan mendapatkan premium

dari pembeli (Radar 2021).


c. Konsumsi

Studi yang dilakukan oleh Swiss Business Hub Indonesia menyebutkan bahwa

pada tahun 2017 konsumsi cokelat per kapita Indonesia sebesar 0,4 kg/tahun, dengan

pertumbuhan +10%/tahun (Radar, 2021).

Menurut Radar (2021) dalam 5 tahun terakhir, ekspor Indonesia tidak hanya

berupa biji kakao saja, tetapi juga berupa produk lahan setengah jadi, yaitu pasta, lemak,

dan bubuk; serta produk akhir berupa cokelat. Terjadi penurunan ekspor berupa biji, dari

sekitar 39 ribu ton menjadi 30 ribu ton per tahun. Hal ini disebabkan karena sebagian

besar biji produksi dalam negeri diolah menjadi produk setengah jadi (pasta, lemak, dan

bubuk).

d. Industri Kakao

Berbagai olahan produk pangan dari kakao menjadi produk unggul dari industri

kakao. Berbagai produk baik dalam bentuk biji maupun produk hasil fermentasi seperti

pasta, lemak dan lain-lain, menjadi komoditas ekspor yang unggul. Namun untuk ekspor

pasta dari tahun 2015 ke 2019 menurun hinggah setangah. Hal ini disebabkan

kebanyakan pasta diproses lanjut di dalam negeri menjadi lemak, karena harga lemak

sangat menarik. Ini terlihat dari ekspor lemak yang meningkat, dari sekitar 114 ribu ton

menjadi 136 ribu ton. Ekspor bubuk juga tampak meningkat, hal ini sebagai akibat

meningkatnya proses lanjutan dari pasta menjadi lemak, yang mana proses tersebut

menghasilkan hasil ikutan berupa cocoa cake yang kemudian digiling menjadi bubuk.
Ekspor cokelat menunjukkan sedikit kenaikan, yang disebabkan adanya pabrik

pengolahan baru yang menghasilkan cokelat siap konsumsi.

e. Pemasaran

Saluran pemasaran kakao melibatkan beberapa lembaga pemasaran sehingga

rantai pemasaran kakao cukup panjang, mulai dari hulu hingga hilir (Ariningsi, dkk.,

2019). Aktivitas pemasaran kakao dimulai dari petani hingga ke industry baik dalam

negeri maupun luas negeri. Proses pemasaran biji kakao dari petani ke pembeli akhir juga

mengubah nilai jual dari komoditi kakao tersebut. Perubahan pada setiap terminal

penjualan oleh pedagang dan pedagang pengumpul berlangsung sementara. Perubahan ini

terjadi akibat adanya penanganan pasca panen oleh pembeli dan proses pemasaran serta

jalur pemasaran (Baihaqi, dkk,. 2014)

Khusus untuk wilaya Sulawesi Selatan, terdapat empat saluran pemasaran biji

kakao di Provinsi Sulawesi Selatan dari petani hingga ke pedagang besar/ eksportir dan

selanjutnya ke pabrik pengolahan di luar negeri sebagai konsumen antara, yaitu:

1. Petani Kakao → Pedagang Pengumpul Desa →Pedagang Pengumpul Kecamatan→

Pedagang Kabupaten →Pedagang Besar/ Eksportir → Pabrik pengolah di Luar

Negeri (Konsumen Antara).

2. Petani Kakao→ Pedagang Pengumpul Desa →Pedagang Pengumpul Kabupaten →

Pedagang Besar/Eksportir → Pabrik Pengolahan di Luar Negeri (Konsumen Antara).

3. Petani Kakao → Pedagang Pengumpul Kecamatan → Pedagang Pengumpul

Kabupaten → Pedagang Pengumpul Besar/Eksportir → Pabrik Pengolahan di Luar

Negeri (Konsumen Antara).


4. Petani kakao →Pedagang Pengumpul Kabupaten →Pedagang Besar/Eksportir Pabrik

Pengolahan di Luar Negeri (Konsumen Antara).

Kegiatan pemasaran yang paling efisien terjadi pada Saluran IV dengan capaian

efisiensi sebesar 3,50% dan yang paling tidak efisien terjadi pada Saluran I dengan

capaian efisiensi sebesar 14,57%. Bentuk kerjasama antar pedagang terutama pada arus

informasi harga yang berfluktuasi tiap hari, pemberian modal pengadaan biji kakao dari

pedagang besar kepada pedagang di daerah, dan adanya titip angkut dan titip jual biji

kakao yang terjadi dalam kerja sama yang saling menguntungkan antar pedagang, baik di

daerah maupun di Makassar.

Peran pedagang kakao dalam peningkatan efisiensi pemasaran terutama kehadiran

pabrik pengolahan kakao pada daerah sentra produksi yang telah membantu kelancaran

transaksi biji kakao basah, dan menjaga keberlanjutan pemasaran kakao melalui usaha

peningkatan produksi ramah lingkungan.

Peran pemerintah dalam mobilisasi partisipasi pedagang dilakukan melalui

kerangka kebijakan yang memfasilitasi pemasaran kakao pada sentra produksi seperti

peningkatan mutu infrastruktur, dan usaha peningkatan mutu untuk pasar ekspor (Ali &

Rukka, 2021)

4. Kesimpulan

Produk kakao merupakansa salah satu produk pertanian unggul daerah Sulawesi

Selatan. Berbagai mancam produk atau olahan kakao dari industri kakao menjadikan produk

kakao sebagai komoditas ekspor dengan nilai ekonomi yang tinggi. Sulawesi Selatan

merupakan salah satu daerah pengahasil kakao yang tinggi. Pemasaran biji kakao daerah
Sulawesi Selatan, dimulai dari petani hingga ke pedagang besar/eksportir dan selanjutnya ke

pabrik pengolahan baik dalam negri maupun luar negeri sebagai konsumen.

5. Daftar pustaka

Ariningsih, E., Helena J., Purba, J. F., Sinuraya, Suharyono, S., Septanti, K. S. 2019. Kinerja

Industri Kakao Di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 37 No. 1. 1-23.

Ali, Darwis & Rukka, R. M,. 2021. Peran Pedagang Kakao Dalam Peningkatan Efisiensi

Pasar Di Sulawesi Selatan. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, Volume 8, Nomor 1.

Baihaqi, A., Hamid, A. H., Romano, & Yulianda, A. 2014. Analisis Rantai Nilai Dan Nilai

Tambah Kakao Petani Di Kecamatan Paya Bakong Dan Geurudong Pase Kabupaten

Aceh Utara. Agrisep. Vol (15) No. 2.

Badan Pusat Statistik / BPS – Statistics Indonesia. 2020. STATISTIK KAKAO INDONESIA

2020.

RADARdePlantation.com. 2021. “Analisis Kinerja dan Prospek Komoditas Kakao”. Opini

dan Analisis Perkebunan. Volume 2: 01 – Februari 2021

Anda mungkin juga menyukai