Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

MANAJEMEN PENGELOLAAN KAKAO DI MADIUN

Disusun oleh:
Eva Fadmah D. (11316)
Roudlotun Nafingah (11346)
Sintya Dwi Pamukti (11169)
Adyasa Gustama Putra (10940)

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Madiun merupakan salah satu kota penghasil kakao terbesar di
Indonesia. Luas perkebunan rakyat kakao di Kabupaten Madiun pada tahu
2014 adalah 5.310 Ha dengan kondisi tanaman kakao belum menghasilkan
(TBM) seluas 2.376 Ha, tanaman menghasilkan (TM) seluas 2.368 Ha dan
tanaman yang tua/rusak (TT/TR) seluas 566 Ha. Produksi kakao di
Kabupaten Madiun dalam bentuk biji kering adalah 592 Ton dengan
produktivitas 0.25 Ton/Ha. Kakao dikembangkan di seluruh Kecamatan di
Wilayah Kabupaten Madiun dengan areal terluas di tiga Kecamatan yaitu
Kecamatan Kare 1.809 Ha, Kecamatan Gemarang 1.767 Ha dan Kecamatan
Dagangan 1.379 Ha (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Madiun
2015; BPS 2015).

Sebagai salah satu komoditas prioritas, jumlah permintaan kakao terus


meningkat tiap tahnunnya. Peningkatan produksi kakao di Kabupaten
Madiun tidak diikuti dengan peningkatan kualitas atau mutu biji kakao, di
mana mutu yang dihasilkan sangat rendah dan beragam. Hal ini mendorong
perlunya dilakukan penyotiran biji kakao, fermentasi, dan pengolahan lain
untuk meningkatkan kualitas produk.
Banyak permasalahan yang perlu dibenahi untuk peningkatan mutu
kakao di Madiun, antara lain: ukuran biji tidak seragam (penyortiran), kadar
kulit tinggi, keasaman tinggi, cita rasa sangat beragam dan tidak konsisten
serta proses pengolahan yang kurang. Terkait masalah produksi kakao di
Madiun yang dinilai memiliki produktivitas yang rendah, maka perlu
adanya peningkatan kemampuan sumber daya manusia, yaitu petani kakao
untuk melakukan prosedur pengolahan biji kakao secara baik dan benar
sehingga dihasilkan biji kakao yang memiliki kualitas yang baik.
Peningkatan produktivitas petani kakao masih dapat dilakukan, mengingat
bahwa kakao memiliki keunggulan yaitu mengandung lemak coklat dan
menghasilkan bubuk kakao dengan mutu yang baik.

1.2 Rumusan Masalah


Biji kakao yang telah difermentasi merupakan permintaan pasar
internasional. Standar yang ditetapkan disesuaikan dengan memperhatikan
standar yang digunakan oleh negara-negara produsen lain dan syarat mutu
yang diminta konsumen serta perkembangan pasar kakao dunia (BSN,
2008). Namun, kurang lebih 90 persen petani menjual kakao dalam bentuk
biji untuk diekspor dengan mutu yang masih rendah karena tidak
difermentasi, kandungan kadar air masih tinggi, ukuran biji tidak seragam,
kadar kulit tinggi, keasaman tinggi, citarasa sangat beragam dan tidak
konsisten. Selain itu terdapat biji kakao yang terserang serangga hama,
terserang jamur dan tercampur dengan kotoran atau benda-benda asing
lainnya (Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2012).
Produksi biji kakao Indonesia secara signifikan terus meningkat,
namun kualitas yang dihasilkan tidak sesuai dengan standard yang diminta
pasar internasional. Hal tersebut tercermin dari harga biji kakao Indonesia
yang relatif rendah dan dikenakan potongan harga dibandingkan dengan
harga produk sama dari negara produsen lain. Ekspor biji kakao Indonesia
sebagian besar masih merupakan biji kakao yang tidak melalui proses
fermentasi (non fermented cocoa bean). Biji kakao yang difermentasi
(fermented cocoa bean) maksimum hanya 30 persen dari total ekspor. Hal
ini mengakibatkan potongan harga yang cukup besar (USD 150 – 300 per
ton) karena dianggap tidak dapat memenuhi baku mutu di Amerika Serikat.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana cara meningkatkan mutu produk kakao di Madiun?
2. Bagaimana manajemen pengelolaan biji kakao di Madiun?

BAB II
PEMBAHASAN

Madiun merupakan salah satu kota penghasil kakao terbesar di Indonesia.


Kakao dikembangkan di seluruh Kecamatan di Wilayah Kabupaten Madiun
dengan areal terluas di tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Kare 1.809 Ha,
Kecamatan Gemarang 1.767 Ha dan Kecamatan Dagangan 1.379 Ha (Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Madiun 2015; BPS 2015). Akan tetapi,
produktivitas kakao yang tinggi di Madiun tidak diimbangi dengan perbaikan
kualitas biji kakao kering. Hal tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan
petani kakao Madiun terhadap proses pengelolaan biji kakao kering. Padahal,
produk olahan kakao merupakan salah satu produk yang memiliki nilai ekonomis
tinggi sehingga dapat menopang perekonomian masyarakat.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka ditawarkan solusi dengan
menerapkan pertanian dengan sistem inti plasma. Inti-Plasma merupakan
hubungan kemitraan antara usaha kecil menengah dan usaha besar sebagai inti
membina dan mengembangkan usaha kecil menegah yang menjadi plasmanya
dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan
teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan
teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha.
Dalam hal ini, usaha besar mempunyai tanggung jawab sosial (corporate social
responsibility) untuk membina dan mengembangkan UKM sebagai mitra usaha
untuk jangka panjang.
Melalui penerapan inti-plasma, dalam hal ini yang berperan menjadi
plasma adalah UMKM dan kelompok tani yang ada di beberapa wilayah di
Madiun. Kemudian yang berperan sebagai inti adalah salah satu kelompok tani
yang berperan sebagai sentra dan terletak di pertengahan wilayah penghasil kakao.
Kemudian, pola inti plasma itu diterapkan dengan kelompok tani yang
menyetorkan hasil panen kakao pada inti. Kemudian, inti berperan untuk
mengolah hasil dari kakao kering hingga menjadi suatu produk. Hasil pengolahan
biji kakao tersebut kemudian dijual dengan kerjasama pada suatu perusahaan
coklat sehingga penghasilan dari penjualan tersebut dapat digunakan oleh petani
kakao untuk perbaikan lahan dan juga untuk membeli keperluan pengolahan
pertanian yang dijual di koperasi. Koperasi dalam hal ini juga berperan sebagai
penyedia modal melalui simpan pinjam.
Perusahaan mitra dalam hal ini juga memberikan pelatihan kepada petani
untuk melakukan pengolahan biji kakao menjadi produk yang baik sehingga hasil
pengolahan oleh masyarakat menjadi terstandarisasi. Kemudian, melalui
manajemen yang terpusat, hasil panen kakao menjadi terolah dengan baik
terutama pada proses fermentasi. Hal ini karena pada saat fermentasi dibutuhkan
minimal 40 kg biji kakao yang harus digunakan dan hal ini sulit tercapai pada
petani rakyat dengan skala yang kecil. Melalui manajemen yang terpusat,
pemerintah juga dapat membantu masyarakat petani sesuai kebutuhan mereka
sehingga diharapkan bantuan tidak salah sasaran dan dapat termanfaatkan dengan
baik.
Selanjutnya jika manajemen tersebut sudah berjalan dengan baik,
kemudian juga dapat dikembangkan sebuah desa wisata. Melalui pengembangan
desa wisata tersebut, karang taruna juga dapat turut serta dalam proses pembuatan
desa binaan. Melalui pengembangan desa wisata juga dapat memajukan
perekonomian di wilayah tersebut. Hasil olahan kakao juga dapat dijual sebagai
souvenir khas daerah tersebut. Akan tetapi, pembuatan desa binaan membutuhkan
waktu yang lama dan keterlibatan dari semua pihak untuk membangun sebuah
desa wisata. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara masyarakat, pemerintah
dan perusahaan terkait untuk membangun sebuah desa wisata. Kemudian, dalam
pembuatan ini perlu tahapan yang meliputi tahap pendekatan, tahap sosialisasi,
tahap pembuatan produk, tahap perbaikan kualitas produk dan tahap pembuatan
desa wisata.

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, dapat disimpulkan bahwa


permasalahan manajemen pengelolaan kakao di Madiun meliputi permasalahan
pada perbaikan kualitas biji kakao dan manajemen peningkatan mutu dan kualitas
biji kakao. Solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan sistem
manajemen inti-plasma sehingga hasil panen kakao dapat terpusat sehingga dapat
dikelola dengan baik. Akan tetapi, perlu keterlibatan dari semua pihak dalam hal
peningkatan mutu dan kualitas biji kakao sehingga menghasilkan suatu produk
yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat Madiun pada umumnya dan
petani kakao di Madiun pada khususnya.

Anda mungkin juga menyukai