Anda di halaman 1dari 9

PENINGKATAN MUTU BIJI KAKAO UNTUK MENOPANG

HARGA JUAL KAKAO


I NYOMAN WATA
APHP Ahli Muda Dinas Tanaman Pangan Hortikultura
dan Perkebunan Provinsi Bali

ABSTRAK

Kakao merupakan salah komoditas perkebunan yang utama Indonesia termasuk di Provinsi
Bali dan Kabupaten Tabanan. Potensi pengembangan industri kakao sebagai salah satu pendorong
pertumbuhan pembangunan di perdesaan. Produksi biji kakao di Indonesia terus meningkat, namun
mutu yang dihasilkan masih beragam seperti : kurang terfermentasi; tidak cukup kering; ukuran
biji tidak seragam; keasaman tinggi; dan cita rasa sangat beragam seperti terjadi juga di
Kabupaten Tabanan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap dan pengetahuan petani
serta hubungannya mengenai fermentasi biji kakao.
Penelitian ini dilakukan di Subak-abian Palasari, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan
yang dipilih secara purposif. Jumlah sampel yang diambil secara “simple random sampling” adalah
sebanyak 50 petani. Data dikumpulkan dengan teknik kuesioner, wawancara, observasi dan
dokumentasi, dimana selanjutnya dianalisis dengan Khi Kuadrat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap petani terhadap pengolahan biji kakao
secara fermentasi adalah tergolong setuju dengan rata-rata pencapaian skornya sebesar 72,50 %
dengan kisaran antara 62,40% sampai dengan 89,40%. Tingkat pengetahuan petani mengenai
pengolahan biji kakao secara fermentasi tergolong tinggi yaitu mencapai 78,20 % dengan kisaran
antara 51,20% sampai dengan 86,40 %. Berdasarkan pada analisis Khi Kuadrat diperoleh bahwa
terdapat hubungan yang nyata antara sikap dengan pengetahuan petani terhadap pengolahan biji
kakao secara fermentasi.
Dari segi harga Harga kakao sangat tergantung dari harga pasar lokal dalam hal ini UUP
Palasari mengikuti harga pasar Bajera. Perubahan harga kakao fermentasi pada umumnya karena
kualitas biji kakao masih tergolong ke kualitas rendah dan umumnya masih diolah secara non
fermentasi ataupun asalan.
Kata Kunci : Peningkatan Mutu, Biji Kakao, Menopang harga jual.

PENDAHULUAN sumbangan devisa terbesar ketiga sub sektor


perkebunan setelah karet dan kelapa sawit
Latar Belakang Masalah (Susanto, 1994). Kualitas biji kakao yang
Kakao merupakan salah satu komoditas diekspor Indonesia dikenal sangat rendah
perkebunan yang peranannya cukup penting berada di kelas 3 dan 4, hal ini disebabkan
bagi prekonomian nasional, khususnya sebagai oleh pengolahan produk kakao Indonesia
penyedia lapangan pekerjaan, sumber masih kebanyakan secara tradisional atau non
pendapatan, dan devisa Negara. Indonesia fermentasi (85 % biji kakao produksi nasional
negara pemasok utama kakao dunia urutan tidak difermentasi) sehingga kualitas biji
ketiga yaitu Pantai Gading 38,3 %, Ghana kakao Indonesia menjadi rendah. Kualitas
20,2%, Indonesia 13%, Nigeria 5%, Brasil 5%, rendah menyebabkan harga biji dan produk
Kamerun 5%, Ekuador 4% dan Malaysia 1%, kakao di pasar internasional mendapat
sedangkan negara-negara lain menghasilkan pengurangan harga sebesar 10 – 15% dari
9% sisanya (Askindo, 2005). harga pasar, selain itu beban pajak ekspor
Perkebunan kakao telah menyediakan sebesar 30 % relatif lebih tinggi dibandingkan
lapangan kerja bagi sekitar 900 ribu kepala pajak impor produk kakao (5%), kondisi ini
keluarga petani yang sebagian besar di menyebabkan jumlah pabrik maupun
kawasan timur Indonesia, serta memberikan perusahaan yang bergerak di bidang

Majalah Ilmiah Untab, Vol. 15 No. 1 Maret 2018 9


pengolahan biji kakao terus menyusut kendala yang menyebabkan kualitas biji kakao
(Suryani, 2007). tetap rendah.
Lebih lanjut Goenadi, dkk., (2005) Di subak abian Palasari juga memiliki
menyebutkan juga bahwa kakao Indonesia Unit Usaha Produktip (UUP) yang bergerak di
mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah bidang pengolahan biji kakao baik fermentasi
meleleh sehingga cocok bila dipakai untuk maupun non fermentasi yang selalu berusaha
blending, sehingga dari sisi kualitas kakao dalam hal meningkatkan kualitas biji kakaonya
Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia, terhadap harga jual produk. Sehingga dengan
dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik. semakin baik mutu/kualitas kakao maka
Oleh karena itu, potensi pengembangan semakin meningkat pula harga jual produknya.
industri kakao sebagai salah satu pendorong Berdasarkan hal tersebut penulis ingin
pertumbuhan dan distribusi pendapatan adalah mengetahui pengolahan kakao fermentasi dan
sangat terbuka. Produksi biji kakao di non fermentasi terhadap kualitas dan harga
Indonesia terus meningkat, namun mutu yang jual produk dan kendala – kendala yang
dihasilkan masih beragam seperti : kurang dihadapinya.
terfermentasi; tidak cukup kering; ukuran biji Guna mewujudkan pencapaian tujuan
tidak seragam; kadar kulit tinggi; keasaman terhadap biji kakao fermentasi, Pemerintah
tinggi; dan cita rasa sangat beragam. Provinsi Bali telah menginstruksikan kepada
Perkembangan areal tanaman kakao Bupati se Bali, instansi terkait, para
cukup pesat di Kecamatan Penebel Kabupaten pengusaha, pedagang pengumpul, pedagang
Tabanan dengan luas wilayah 132,25 hektar, antar pulau, pengurus asosiasi petani kakao
namun perkembangan yang cukup pesat ini indonesia, pengurus subak-abian yang
tidak diiringi dengan perbaikan kualitas mutu mengusahakan kakao untuk melakukan
biji kakao. Rendahnya kualitas biji kakao pengolahan dan pemasaran kakao secara
terutama disebabkan oleh cara pengolahan fermentasi. Instruksi ini dituangkan melalui
yang kurang baik, seperti biji kakao tidak Instruksi Gubernur Nomor 1 tahun 2008
difermentasi ataupun proses fermentasi yang mengenai Pengolahan dan Pemasaran kakao
kurang baik. secara Fermentasi (Anon., 2008a). Namun
Kondisi tersebut di atas disebabkan karena Subak-abian Palasari, di Desa Selemadeg,
agribisnis kakao di Bali masih menghadapi Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan
berbagai masalah kompleks antara lain belum melakukan fermentasi kakao. Oleh
produktivitas kebun masih rendah, mutu karena itu, penelitian mengenai aspek sosial
produk masih rendah serta masih belum yang berkenaan dengan pengolahan kakao
optimalnya pengembangan produk hilir kakao. secara fermentasi perlu dilakukan.
Hal ini menjadi suatu tantangan sekaligus
peluang bagi para investor untuk Rumusan Masalah
mengembangkan usaha dan meraih nilai Memperhatikan Latar Belakang Masalah
tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao. yang disebut di atas, yaitu belum banyak
Petani kakao Subak Abian Palasari subak-abian yang melakukan pengolahan
memiliki kecendrungan untuk mengolah biji kakao secara fermentasi, maka masalah yang
kakao tanpa fermentasi tetapi hanya dengan diirumuskan pada penelitian ini adalah sebagai
cara merendam biji dalam air untuk berikut.
membuang pulp dan dilanjutkan dengan 1. Bagaimanakah karakteristik petani kakao
penjemuran atau dengan langsung dijemur di Subak-abian Palasari , di Desa
tanpa melalui perendaman, kemudian dijual. Selemadeg, Kecamatan Selemadeg,
Langkah tersebut diambil petani untuk Kabupaten Tabanan?;
mendapatkan hasil penjualan yang cepat 2. Bagaimanakah tingkat pengetahuan dan
karena jika melalui fermentasi diperlukan sikap petani mengenai proses fermentasi
waktu tunggu lebih lama untuk mendapatkan biji kakao di Subak-abian Palasari ?;
keuntungan dari penjualan. Ini merupakan 3. Bagaimanakah hubungan antara
pengetahuan dengan sikap petani dengan

10 I Nyoman Wata, Peningkatan Mutu Biji Kakao.......


tingkat pengetahuannya mengenai proses
fermentasi biji kakao?; dan Populasi dan Pemilihan Petani Sampel
4. Nilai jual biji kakao itu sendiri ?; Pada penelitian ini, populasinya adalah
seluruh petani di Subak-abian Palasari yang
Tujuan Penelitian mengusahakan tanaman kakao yang berjumlah
Sejalan dengan rumusan masalah yang sebanyak 35 KK petani. Berkenaan dengan
telah disebutkan di atas, maka tujuan adanya keterbatasan dana, waktu dan tenaga
penelitian ini adalah sebagai berikut. pada peneliti, maka pada penelitian ini
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dilakukan teknik sampling untuk memperoleh
petani mengenai proses fermentasi biji sampel, sehingga tidak seluruh unit populasi
kakao di Subak-abian Palasari , di Desa dijadikan sebagai unit penelitian. Oleh karena
Selemadeg, Kecamatan Selemadeg, itu, sebanyak 50 orang diambil sebagai sampel
Kabupaten Tabanan; dengan menggunakan teknik “simple random
2. Untuk mengetahui sikap petani terhadap sampling” yaitu pengambilan sampel secara
proses pengolahan kakao melalui acak sederhana.
fermentasi;
3. Untuk mengetahui hubungan antara Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
pengetahuan dengan sikap petani dengan Terdapat dua jenis data yang diperlukan
tingkat pengetahuannya mengenai proses pada penelitian ini yaitu data primer dan data
fermentasi biji kakao; dan sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun
4. Untuk mengetahui harga jual kakao bersifat kuantitatif. Secara umum,
fermentasi itu sendiri pengumpulan data primer dilakukan dengan
metode survai yaitu dengan melakukan
METODE PENELITIAN wawancara dengan menggunakan daftar
pertanyaan/kuesioner yang telah dipersiapkan
Pemilihan Lokasi Penelitian sebelumnya. Sedangkan data sekunder
Penelitian ini dilakukan di Subak-abian diperoleh dari berbagai instansi atau
Palasari, di Desa Selemadeg, Kecamatan dokumentasi/inventarisasi subak, dan dari
Selemadeg, Kabupaten Tabanan. Penentuan buku-buku/laporan-laporan penelitian dan
lokasi ini dilakukan secara ”purposive sebagainya yang berkenaan dengan penelitian
sampling” atau secara sengaja sebagai lokasi ini. Beberapa teknik pengumpulan data yang
penelitian dengan beberapa pertimbangan digunakan dalam penelitian ini adalah
tertentu. Pertimbangan tersebut di antaranya kuesioner, survai, observasi langsung dan
adalah sebagai berikut. dokumentasi (Hadi, 1984).
1. Lokasi Subak-abian Palasari , di Desa
Selemadeg, Kecamatan Selemadeg, Metode Pengukuran Variabel
Kabupaten Tabanan menjadi salah satu Pada penelitian ini, variabel-variabel yang
binaan dari UML Kerambitan di bawah diukur dalam kaitannya dengan tujuan ini
Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan adalah variabel sosial, yaitu variabel tingkat
Perkebunan (TPHP) Provinsi Bali, di sikap, pengetahuan yang berkenaan dengan
dalam pengembangan kakao melalui pengolahan biji kakao secara fermentasi. Skor
pengolahan fermentasi; data sikap dan pengetahuan petani terhadap
2. Secara teknis yaitu agroklimat, pengolahan kakao secara fermentasi diukur
pengembangan kakao di wilayah Subak- dengan menggunakan teknik skala likert
abian Palasari sangat mendukung (Newcomb, et.al., 1978). Skala ini terbentuk
sehingga terdapat potensi yang tinggi dalam lima alternatif jawaban untuk setiap
untuk pengembangannya; dan pertanyaan yang diajukan. Masing-masing
3. Petani-petani di wilayah Subak-abian skor tersebut menggambarkan derajat
Palasari, belum melakukan fermentasi responden terhadap pertanyaan yang diajukan
secara baik dan bahkan tidak ada yang dan skor tersebut dinyatakan dalam bilangan
melakukan secara khusus. bulat yaitu 1,2,3,4, dan 5 untuk setiap jawaban

Majalah Ilmiah Untab, Vol. 15 No. 1 Maret 2018 11


pertanyaan. Berdasarkan nilai pencapaian skor HASIL DAN PEMBAHASAN
tersebut dan kategori skornya, sikap petani
dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu Gambaran Umum Lokasi Penelitian
dari sikap sangat setuju sampai dengan sikap Subak-abian Palasari terletak di Desa
yang sangat tidak setuju. Secara lebih rinci Selemadeg, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten
dapat dijelaskan seperti pada Tabel 1. Tabanan. Secara teknis, pengembangan kakao
Demikian juga halnya dengan pengukuran di wilayah subak-abian ini sangat cocok yaitu
variabel pengetahuan. Skor tertinggi diberikan dengan ketinggian 0-600 m dpl. Rata-rata
nilai lima terhadap jawaban yang sangat temperatur udara yang dibutuhkan untuk
diharapkan dan terendah (1) untuk jawaban tanaman kakao juga mendukung yaitu
yang sangat tidak diharapkan. temperatur rata-rata bulanan 24 0C – 29 0C,
serta curah hujan antara 1500-2000 mm/th.
Tabel 1. Kategori sikap dan pengetahuan Selain itu, kondisi fisik tanahnya adalah
berdasarkan persentase pencapaian gembur dengan pH antara 6-7,5. Luas
skor keseluruhan Subak-abian Palasari adalah 70
No Kategori sikap % ase Skor Kategori ha dengan luasan tanaman kakao adalah
pengetahuan
mencapai 45 ha. Tanaman kakao merupakan
1 Sangat setuju > 84 – 100 Sangat tinggi
tanaman utama bagi petani, yaitu sebagai
2 Setuju > 68 – 84 Tinggi
sumber penghasilan pokok selain dari
3 Ragus-ragu > 52 – 68 Sedang usahatani lainnya termasuk ternak sapi dan
4 Tidak setuju > 36 – 52 Rendah babi.
5 Sangat tidak setuju 20 < 36 Sangat rendah
Karakteristik Petani Sampel
Pada penelitian ini, karakteristik sampel
Analisis Data
yang diukur adalah tingkat umur, lama
Seluruh data yang terkumpul selanjutnya
pendidikan formal, besar anggota keluarga,
ditabulasi yang didasarkan pada masing-
luas garapan, umur tanaman, banyaknya pohon
masing variabel, seperti sikap dan pengetahuan
yang ditanam, produktivitas dan status petani.
petani. Metode analisis data yang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
dipergunakan pada penelitian ini adalah
umur petani sampel adalah 43,26 tahun dengan
metode deskriptif dan analisis statistika.
interval antara 26 tahun sampai dengan 61
Metode analisis yang dipergunakan dalam
tahun, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
penelitian ini adalah analisis ”chi square” atau
Kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata
khi kwadrat.
umur petani sampel berada pada usia produktif
Penggunaan formulasi dilakukan karena
(15-64 tahun).
terdapat nilai frekwensi pada satu sel atau
lebih yang kurang dari 10 atau dikenal dengan
Tabel 2. Karakteristik petani sampel
“chi square” dengan koreksi yates. Hipotesis No Item Rata-rata Interval
yang dipakai adalah: 1 Umur (tahun) 43,26 26-61
Ho = tidak ada hubungannya antara ke 2 Lama pendidikan formal 10,20 3-12
dua variabel yang diteliti. (tahun)
Ha = ada hubungan antara kedua variabel yang 3 Besar anggota keluarga 4,58 3-7
(orang)
diteliti.
4 Luas garapan (ha) 0,50 0,3-1,2
Nilai “chi square” hitung (yang 5 Banyaknya pohon 156 40-600
diperoleh) selanjutnya dibandingkan dengan 6 Umur tanaman (th) 14,15 12-20
nilai x2 tabel dengan probalititas lima persen. 7 Produktivtas (ton/ha) 500,80 340-650
Adapun kriteria pengambilan keputusan Frekuensi Prosentase
terhadap kedua nilai tersebut adalah sebagai 8 Status petani
berikut: Ho. diterima apabila nilai x2 hitung 1. Pemilik 46 92
penggarap 4 8
lebih kecil atau sama dengan nilai x2 tabel. 2. Penyakap
Ho. ditolak apabila nilai x2 hitung lebih besar
Sumber: Olahan data primer, 2008
daripada nilai x2 tabel.

12 I Nyoman Wata, Peningkatan Mutu Biji Kakao.......


Rata-rata lama pendidikan formal petani Sikap Petani terhadap Fermentasi Biji
sampel anggota Subak-abian Palasari adalah Kakao
10,20 tahun, dengan kisaran antara 3 tahun Berdasarkan pada hasil penelitian,
sampai dengan 12 tahun. Hal ini berarti bahwa diperoleh informasi bahwa rata-rata
pendidikan formal petani sampel adalah setara pencapaian skor petani sampel terhadap
dengan tingkat SMP (Sekolah Menengah sikapnya adalah 72,50 % dengan kisaran
Pertama). Hasil penelitian menunjukkan juga antara 62,40% sampai dengan 89,40%. Ini
bahwa tidaka da petani sampel yang pernah berarti bahwa sikap petani berada pada
mengikuti pendidikan pada tingkat perguruan kategori setuju. Secara lebih rinci, distribusi
tinggi atau yang sederajat. frekuensi petani berdasarkan pada sikapnya
Rata-rata besar anggota keluarga petani terhadap pengolahan biji kakao secara
sampel adalah 4,58 orang dengan kisaran fermentasi dapat dilihat pada Tabel 3.
antara 3 orang sampai dengan 7 orang.
Berdasarkan pada data yang diperoleh, angka Tabel 3. Distribusi frekuensi petani
ketergantungan (“dependency ratio”) dalam berdasarkan sikapnya
keluarga petani sampel adalah sebesar 1,2. Ini No Kategori Frekuensi Prosentase
berarti bahwa dari 100 orang yang berada pada 1 Sangat setuju 8 16
usia produktif menanggung sejumlah 120 2 Setuju 36 72
3 Ragu-ragu 6 12
orang yang berada pada usia tidak produktif
4 Tidak setuju 0 0
(kurang dari 15 tahun dan lebih dari 65 tahun). 5 Sangat tidak setuju 0 0
Luas penguasaan lahan yang digarap Jumlah 50 100
petani sampel rata-ratanya adalah 0,50 ha Sumber: Olahan data primer, 2008
dengan kisaran luas antara 0,30 ha sampai
dengan 1,20 ha. Luasan lahan yag dikuasai Data yang ditunjukan pada Tabel 3 diatas
petani yaitu sekitar 1.200 pohon/ha. Hasil menggambarkan bahwa tidak ada petani
penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian sampel yang memiliki sikap tidak setuju dan
besar petani sampel (92 %) merupakan petani sangat tidak setuju, meskipun terlihat ada 12 %
pemilik penggarap, dan sebanyak 8% adalah petani sampel yang mengatakan ragu-ragu
petani penyakap. terhadap pengolahan biji kakao secara
Rata-rata jumlah pohon yang ditanam fermentasi. Beberapa komponen yang diukur
petani sampel adalah tergolong sedikit yaitu pada sikap petani ini meliputi manfaat
156 pohon per 0,50 ha dengan interval antara ekonomis fermentasi biji kakao, teknologi
40 pohon sampai dengan 600 pohon. Pola fermentasi biji kakao dan prasarana dan sarana
diversifikasi usahatani dilakukan petani di atas pengolahan, mutu biji fermentasi, serta
lahan yang relatif sempit. Tujuannya adalah pemasaran biji kakao fermentasi. Satu hal
untuk memperoleh hasil sepanjang tahun dari yang menarik pada penelitian ini adalah
berbagai jenis tanaman yang disuahakan, jika adanya sikap petani yang setuju atau positif
dibandingkan dengan pengusahaan yang terhadap fermentasi biji kakao tetapi mereka
monokultur. masih belum melakukan fermentasi secara
Rata-rata produktivitas kakao yang maksimal.
dihasilkan petani adalah relatif rendah yaitu
sekitar 500,8 kg/ha. Rendahnya produktivitas Pengetahuan Petani terhadap Fermentasi
ini disebabkan karena pengusahaan tanaman Biji Kakao
kakao belum mengaplikasikan teknologi Berdasarkan pada hasil survai, diperoleh
budidaya yang baik (“Good Agricultural bahwa rata-rata tingkat pengetahuan petani
Practices”), keterbatasan modal usahatani yang mengenai fermentasi biji kakao adalah
dimiliki petani untuk membeli sarana tergolong tinggi, yaitu mencapai 78,20 %
produksi, selain belum dilakukannya teknologi dengan kisaran antara 51,20% sampai dengan
PsPSP (Panen Sering, Pemupukan, Sanitasi 86,40 %. Seperti halnya pada variabel sikap,
dan Pemangkasan) secara baik. komponen yang diukur pada pengetahuan
petani ini adalah juga meliputi manfaat

Majalah Ilmiah Untab, Vol. 15 No. 1 Maret 2018 13


ekonomis fermentasi biji kakao, teknologi dengan pengetahuan melalui data frekuensi
fermentasi biji kakao dan prasarana dan sarana yang ditujukkan pada Tabel 5.
pengolahan, mutu biji fermentasi, serta
pemasaran biji kakao fermentasi. Secara lebih Tabel 5. Frekuensi petani dalam setiap
rinci, distribusi frekuensi petani yang kategori sikap dan pengetahuan
didasarkan pada tingkat pengetahuannya dapat Variabel Sikap Jumlah
dilihat pada Tabel 4.
Pengetahuan < 72,50 > 72,50

Tabel 4. Distribusi frekuensi petani < 78,20 6 12 18


berdasarkan pengetahuannya
No Kategori Frekuensi Prosentase > 78,20 4 28 32
1 Sangat tinggi 6 12
Jumlah 10 40 50
2 Tinggi 28 56

3 Sedang 12 24
Berdasarkan dengan rumus Khi Kuadrat,
4 Rendah 4 8 diperoleh bahwa :
5 Sangat rendah 0 0 50(6×28 – 12×4)625
2
X = —————————— = 16,28
Jumlah 50 100
10 x 40 x 18 x 32
Sumber: Olahan data primer, 2008
Jika dibandingkan antara X2 hitung yang
Memperhatikan data yang ditampilkan besarnya 16,28 dengan nilai X2 tabel 5 % yaitu
pada Tabel 4 di atas, terlihat bahwa sebagian sebesar 3,841, maka nilai Ho ditolak yang
besar petani yaitu 56 % memiliki tingkat berarti terdapat hubungan yang nyata antara
pengetahuan yang tinggi dan hanya sebesar 12 variabel sikap dengan pengetahuan petani
% petani sampel yang memiliki pengetahuan mengenai pengolahan biji kakao secara
sangat tinggi. Terlihat pula bahwa sebanyak 32 fermentasi. Kondisi ini mendukung pendapat
% petani sampel memiliki tingkat pengetahuan Ancok (dalam Saefudin, 1989) bahwa
yang sedang dan rendah, dan ternyata tidak pengetahuan merupakan tahap awal terjadinya
ada petani yang memiliki tingkat pengetahuan persepsi yang kemudian melahirkan sikap dan
sangat rendah. Kondisi ini tampak wajar pada gilirannya melahirkan perbuatan atau
terjadi karena pemerintah melalui Dinas tindakan. Meskipun pada penelitian ini belum
Pertanian Kabupaten Tabanan dan Dinas ditemukan tindakan petani untuk melakukan
Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan fermentasi. Tentunya hal ini dapat diterangkan
Provinsi Bali sering melakukan penyuluhan dengan melihat beberapa alasannya.
mengenai fermentasi dan sekaligus
memperkenalkan beberapa eksporter kepada Alasan Petani Belum Melakukan
para petani. Selain itu, lembaga AMARTA Fermentasi
yang dibiayai oleh USAID secara intensif Berdasarkan pada survai yang dilakukan,
memberikan pelatihan-pelatihan mengenai terdapat beberapa alasan yang menyebabkan
teknologi budidaya dan paska-panen untuk petani sampel belum melakukan fermentasi
komoditas kakao sejak tahun 2007. meskipun hasil penelitian menunjukkan bahwa
tingkat pengetahuannya tingi dan sikapnya
Hubungan antara Sikap dan Pengetahuan positif terhadap fermentasi biji kakao.
Petani Beberapa alasan yang diungkapkan petani
Berdasarkan pada hasil penelitian dapat sampel adalah seperti yang disajikan pada
dilakukan analisis statistika yaitu Tabel 6.
menggunakan Uji Khi Kuadrat terhadap
variabel sikap dan pengetahuan. Dengan
menggunakan formulasi seperti disebutkan di
Bab III, dapat dianalisa hubungan antara sikap

14 I Nyoman Wata, Peningkatan Mutu Biji Kakao.......


Tabel 6. Alasan-alasan petani (utama) tidak mengantisipasinya pada proses fermentasi
melakukan fermentasi biji kakao sebaiknya jagan terlalu lama karena jika terlalu
No Alasan Frekuensi Prosentase lama kakao fermentasi menyebabkan biji
1 Perbedaan harga yang 10 20 kakao menjadi rapuh dan gampang terserang
tidak signifikan jamur. Waste (kotoran) tidak adanya kotoran
2 Membutuhkan waktu 10 20 atau benda–benda asing berupa batu, kulit
yang lama kakao, dan daun – daunan. Pada UUP Palasari
3 Keterbatasan prasarana 8 16
ditetapkan waste (kotoran) 3 %. Insect
pengolahan (serangga). Kakao yang diolah secara
fermentasi harus bebas dari serangga hidup,
4 Mudahnya menjual biji 16 32
kakao asalan persentase untuk serangga UUP Palasari
ditetapkan 2 %. Biji berkecambah.
5 Lemahnya modal 6 12 Persyaratan untuk biji berkecambah kakao
usahatani
fermentasi UUP Palasari maksimalnya 2%.
Jumlah 50 100 Slaty (biji ungu). Umumnya slaty dihasilkan
Sumber: Olahan data primer, 2008 dari proses fermentasi yang terlalu singkat
(kurang dari 3 hari) persyaratan slaty untuk
Berdasarkan pada data yang disajikan kakao fermentasi yang ditetapkan UUP
pada Tabel 7 terlihat bahwa alasan utama yang Palasari maksimalnya 3-5%, Bentuk dalam.
paling banyak diungkapkan oleh petani adalah Dilihat dari bentuk dalama biji kakao yang
karena mudahnya menjual biji kakao dalam diolah secara fermentasi apabila dibelah
bentuk asalan, yaitu diungkapkan oleh 32 % teksturnya berongga dan dominan berwarna
petani sampel. Perlu dicatat, sebenarnya coklat, Kadar air untuk biji kakao fermentasi
alasan-alasan yang dimiliki oleh setiap petani UUP Palasari persyaratannya 7 %.
adalah lebih dari satu alasan. Ini berarti bahwa
terdapat beberapa alasan yang saling terkait Harga jual kakao fermentasi
antara satu alasan dengan alasan yang lainnya. Harga jual dan kuota biji kakao yang akan
dilempar ke Pasar lokal yang sudah ditetapkan
Kualitas biji kakao fermentasi dengan cara ikatan Kontrak. Menurut Subekti
Juran (1989), mendefinisikan kualitas (2005) harga kontrak merupakan pengadaan
secara sederhana sebagai kesesuaian untuk barang/ jasa atas penyelesaian seluruh
digunakan. Definisi ini mencakup pekerjaan dalam batas waktu yang telah
keistimewaan produk yang memenuhi ditetapkan. Penentuan harga jual yang
kebutuhan konsumen dan bebas dari defisiensi. dilakukan UUP Palasari untuk biji kakao
Tujuan pengolahan biji kakao secara fermentasinya dengan cara, melihat informasi
fermentasi untuk meningkatkan kualitas biji tentang harga kakao Pasar lokal (Bajera) yang
yang lebih baik dan mengingat permintaan menjadi patokan UUP Palasari yaitu harga
pasar akan kakao lebih mengutamakan kakao kakao Cau Chocolates apabila sesuai dengan
yang diolah secara fermentasi. Adapun yang diharapkan maka Unit bagian
kualitas biji kakao hasil fermentasi UUP penjulan/pemasaran UUP Palasari
Palasari adalah sebagai berikut : Berat biji mengadakan ikatan kontrak baru dengan
kakao fermentasi UUP Palasari (bean Pedagang Pengepul . Harga kakao untuk Pasar
Account) rata-ratanya = 120 biji/100 gram, lokal (Bajera) selalu berubah – ubah yang
Warna kakao fermentasi lebih berwarna coklat diakibatkan oleh perusahaan industri makanan
gelap (kehitam – hitaman) karena melalui Cau Chocolates memerlukan olahan kakao
proses fermentasi. Dari segi aroma untuk dengan kualitas yang baik. Harga untuk biji
kakao fermentasi UUP Palasari mempunyai kakao fermentasi UUP Palasari pada tahun
aroma yang khas seperti aroma coklat. Dan 2017 yang disepakati oleh Pedagang Pengepul
bila dimakan rasanya enak, Tingkat jamur atau Rp 43.000,- (harga kesepakan UUP Palasari
molde kakao fermentasi UUP Palasari dengan Pedagang Pengepul ).
ditoleran dengan kisaran 5 %, untuk

Majalah Ilmiah Untab, Vol. 15 No. 1 Maret 2018 15


Beberapa penentuan harga yang ada di dengan kisaran antara 51,20% sampai
UUP Palasari Kabupaten Tabanan yaitu, Harga dengan 86,40 %.
ikatan kontrak = Harga kesepakatan untuk biji 3. Berdasarkan pada analisis Khi Kuadrat
kakao fermentasi UUP Palasari dengan diperoleh bahwa terdapat hubungan yang
Pedagang Pengepul yang mengacu pada harga nyata antara sikap dengan pengetahuan
pasar kakao lokal. Harga ikatan kontrak pada petani terhadap pengolahan biji kakao
tahun 2017 sebesar Rp. 43.000,-. Harga plafon secara fermentasi.
= harga maksimal kakao setengah kering yang 4. Cara pengolahan kakao cukup
dibeli oleh UUP Palasari dari pengepul biji berpengaruh terhadap kualitas dan harga
kakao kering dari petani yang akan diolah jual produk pada UUP Palasari dapat
dengan cara non fermentasi. Penentuannya dilihat dari segi kualitas biji kakao (bean
yaitu: Harga plafon = Harga ikatan kontrak – account) fermentasi berjumlah 120 biji per
Biaya (Tenaga kerja + Biaya sampah dan seratus gram sedangkan untuk non
penyusutan kadar air). Biaya ditentukan oleh fermentasi berjumlah 118 biji per seratus
UUP Palasari yaitu Biaya untuk Tenaga kerja gram, warna untuk kakao fermentasi
sebesar Rp 1000 dan biaya sampah dan cendrung berwarna coklat kehitam-
penyusutan kadar air sebesar Rp 500 maka hitaman sedangkan non fermentasi
total biaya sebesar Rp 1500/kg. Maka, Harga berwarna coklat terang, aroma kakao
plafon = Rp. 43.000,- – Rp 1.500 = Rp. fermentasi seperti aroma khas coklat
41.500,-/kg. sedangkan non fermentasi tidak ada aroma
Dari segi harga Harga kakao sangat yang khas seperti coklat, slaty untuk
tergantung dari harga pasar lokal dalam hal ini kakao fermentasi maksimal 3-5 %
UUP Palasari mengikuti harga pasar Bajera. sedangkan kakao non fermentasi tidak ada
Perubahan harga kakao fermentasi pada slaty (biji ungu), bentuk dalam kakao
umumnya karena kualitas biji kakao masih fermentasi apabila dibelah mempunyai
tergolong ke kualitas rendah dan umumnya tekstur yang berongga, sedangkan non
masih diolah secara non fermentasi ataupun fermentasi mempunyai tekstur padat,
asalan. Sementara Pabrik Cau chocolates yang kadar air untuk kakao fermentasi 7%
bergerak di bidang industri makanan sedangkan non fermentasi 7,5 %, dan
memerlukan kakao olahan yang terfermentasi harga jual untuk kakao fermentasi Rp.
yang mempunyai kualitas yang baik. 43.000,-/kg sedangkan non fermentasi Rp.
Umumnya kakao olahan yang didatangkan 40.500,-/ kg.
dari UPP Palasari sudah sesuai harapan dari
pabrik pengolahan Cau chocolates tersebut. Saran
Berdasarkan pada simpulan diatas dapat
SIMPULAN DAN SARAN disarankan kepada pemerintah khususnya
Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan
Simpulan Perkebunan Provinsi Bali dan Dinas Pertanian
Memperhatikan hasil penelitian dan Kabupaten Tabanan agar memberikan bantuan
pembahasan yang telah diuraikan di atas, dapat prasarana pengolahan secara fermentasi yang
ditarik beberapa simpulan sesuai dengan diikuti dengan kegiatan lainnya seperti
tujuan penelitian ini, yaitu sebagai berikut. penyediaan modal usaha serta penyuluhan-
1. Sikap petani terhadap pengolahan biji penyuluhan mengenai kualitas biji kakao yang
kakao secara fermentasi adalah tergolong berstandar internasional guna dapat
setuju dengan rata-rata pencapaian memperoleh harga yang lebih tinggi. Oleh
skornya sebesar 72,50 % dengan kisaran karena itu, terlihat adanya perbedaan yang
antara 62,40% sampai dengan 89,40%. nyata antara harga biji kakao yang fermentasi
2. Tingkat pengetahuan petani mengenai dengan tidak fermentasi (asalan).
pengolahan biji kakao secara fermentasi
tergolong tinggi yaitu mencapai 78,20 %

16 I Nyoman Wata, Peningkatan Mutu Biji Kakao.......


DAFTAR PUSTAKA Nuraini, Ni Ketut dan Sudarta, Wayan, 1991.
Perilaku Petani Terhadap Pemakaian
Anonimus (2003). “Tak Mau Repot dengan Insektisida dalam Pengendalian Hama
Fermentasi”. Kompas, 16 Juni 2003. Tanaman Padi di Desa Kayu Putih,
Jakarta. Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng,
Anonimus. 2004. ”Standard Prosedur Propinsi Bali. Denpasar: Universitas
Operasional Kakao Penanganan Biji Udayana.
Kakao di Tingkat Petani”. Jakarta: Putra, Adetiya Prananda. 2008. “Fermentasi
Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Biji Kakao”.
Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Http://adetiyapolije.wordpress.com/2008
Pertanian. /04/08/fermentasi-biji-kakao.
Anonimus. 2008a. ”Instruksi Gubernur Bali, Sedana, Gede. 2008. ”Meningkatkan Daya
Nomor 1 tahun 2008 tentang Pengolahan Saing Usahati Kakao”. Makalah yang
dan Pemasaran Kakao secara disampaikan pada Workshop
Fermentasi”. “Regulations and Policies for the
Anonimus. 2008b. ”Fermentasi pada Kakao”. Improvement of Tabanan Cacao
http://www.primatani.litbang.deptan.go.i Competitiveness”, Tabanan, Bali, 23
d May 2008
Djarwanto. 1982. “Statistik Non Paramertrik”, Singarimbun, Masri, Sofian Effendi. 1982.
Jogjakarta : BPFE. “Metode Penelitian Survei”. Jakarta:
Gerungan. 1986. “Psikologi Sosial”. Bandung: LP3ES.
PT. Erosco Bandung. Soedijanto, 1978. “Beberapa Konsep Proses
Goenadi, Didiek, John Bako Baon, Herman Belajar dan Implikasinya”. Bogor:
dan A.Purwoto (2005). “Prospek Dan Institut Pendidikan Latihan dan
Arah Pengembangan Agribisnis Kakao Penyuluhan Pertanian Ciawi.
Di Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian Saefudin, Azwar. 1989. Sikap Manusia Teori
dan Pengembangan Pertanian, dan Pengalaman. Liberty, Yogyakarta.
Departemen Pertanian. Wahyudi T, TR Panggabean, Pujiyanto (2008).
Hadi, Sutrisno. 1984. “ Metode Statistik “, “Kakao: manajemen Agribisnis dari
Jakarta Gunung Agung. 1982. Hulu Hingga Hilir”. Jakarta: PT. Niaga
Mar’at. 1984. “Sikap Manusia, Perubahan Swadaya.
serta Pengukurannya:. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Newcomb, Tuner, Converse. 1978. “Psikologi
Sosial”. Terjemahan Team Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia. Jakarta:
CV. Diponegoro.

Majalah Ilmiah Untab, Vol. 15 No. 1 Maret 2018 17

Anda mungkin juga menyukai