Anda di halaman 1dari 52

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sulawesi menyumbang hampir 60% produksi kakao Indonesia (Nielson,

2007). Sebagian besar produksi kakao diekspor dalam bentuk biji (bahan baku)

sedangkan ekspor dalam bentuk olahan baru mencapai 17-20% (Dirjen Bina

Produksi Perkebunan, 2012). Padahal nilai tambah terbesar diperoleh dari

produksi olahannya seperti pasta, lemak, bungkil dan bubuk untuk makanan dan

minuman. Untuk meningkatkan produksi kakao di Indonesia, pemerintah

melakukan upaya perbaikan melalui pelaksanaan Program Revitalisasi

Perkebunan sejak tahun 2007 yang selanjutnya lebih diperkuat lagi melalui

Program Gernas Kakao sejak tahun 2009. Eksport kakao Sulawesi Selatan

terutama dalam bentuk biji yang tidak terfermentasi. Menurut Disperindag

Provinsi Sulawesi Selatan, hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran petani

maupun pedagang kakao untuk melakukan fermentasi biji kakao sebelum

dieksport. Akibatnya mutu kakao Sulawesi Selatan selalu dinilai buruk (Anonim,

2009).

Menurut Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 67 Tahun 2014

tentang Persyaratan Mutu dan pemasaran biji kakao, disebutkan bahwa seluruh

petani kakao wajib mengimplementasikan kakao fermentasi untuk memenuhi

Standar Nasional Indonesia (SNI) 2323:2008/2010 (Sinartani, 2016).

Produksi biji kakao di Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh petani,

sehingga mutu biji kakaonya sangat bervariasi. Pada umumnya petani tidak

melakukan fermentasi, sehingga mutunya tergolong rendah dan tidak memenuhi


2

Standar Nasional Indonesia. Produksi kakao petani seringkali dalam jumlah yang

sedikit sehingga dianggap tidak memenuhi kapasitas minimum volume biji untuk

di fermentasi. Salah satu indikator keberhasilan proses fermentasi adalah apabila

suhu fermentasi berkisar 44-50oC. Suhu tersebut umumnya sulit diperoleh apabila

volume biji yang di fermentasi < 50 kg per kotak fermentasi (skala kecil). Hal ini

antara lain disebabkan aktifitas mikroba tidak optimal bila dibandingkan

fermentasi biji kakao skala besar (>50kg)

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas biji

kakao adalah fermentasi. Proses fermentasi merupakan tahapan pengolahan biji

kakao yang penting dan mutlak dibutuhkan untuk menghasilkan citarasa maupun

aroma coklat yang baik (Doume, Z. S.Y., Rostiati, dan Hutomo, G.S. 2013).

Fermentasi juga sangat berperan dalam pengurangan rasa sepat dan pahit serta

memperbaiki kenampakan biji kakao. Selain itu, fermentasi dapat menghambat

proses perkecambahan, kulit biji menjadi longgar dan pulp biji hancur sehingga

akan mempermudah proses pengeringan (Afoakwa, E. O, Kongor, J. E., Takrama,

J. F. and Budu, A. S. 2013). Proses fermentasi yang salah menyebabkan

kerusakan cita rasa yang tidak dapat diperbaiki melalui modifikasi pengolahan

selanjutnya. (Towaha, J., Anggraini, D.A. dan Rubiyo. 2012). Proses fermentasi

biji kakao dilakukan oleh aktivitas mikrobia. Pulp pada biji kakao merupakan

media yang cocok untuk tumbuhnya mikrobia. Selama fermentasi aktivitas

mikrobia dalam pulp akan memproduksi alkohol, asam, dan membebaskan panas

(reaksi eksothermal).
3

Adanya reaksi eksothermal ini menyebabkan difusi zat-zat metabolit

tersebut ke dalam biji, akibatnya biji mati dan selanjutnya terjadi reaksi enzimatis

pembentukan flavor, aroma dan warna (Kustyawati, M. E. dan Setyani, S. 2008.).

Oleh karena itu, fermentasi sangat menentukan mutu produk akhir biji kakao.

Salah satu faktor penunjang keberhasilan proses fermentasi adalah berat

biji basah minimum (critical mass) biji kakao. Hal tersebut merupakan salah satu

persyaratan yang harus dipenuhi agar diperoleh suhu yang ideal untuk

berlangsungnya proses fermentasi yang baik. Fermentasi berlangsung secara alami

oleh mikroba dengan bantuan oksigen dari udara.

Selama berlangsungnya proses fermentasi, mikroorganisme yang berperan

aktif antara lain ragi, bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat. Aktivitas

mikroba pada pulp kakao akan menghasilkan panas, etanol, asam asetat dan asam

laktat.

Penambahan ragi tape sebagai salah satu jenis dari biakan campuran yang

memiliki peluang untuk memproses biji cokelat secara fermentasi. Penambahan

ragi tape pada fermentasi biji kakao dengan kisaran 1,0% telah dicobakan, yang

dapat mempersingkat waktu fermentasi menjadi 4 hari dari 6 hari pada fermentasi

alami, dengan hasil biji kakao kering mutu I. Kondisi demikian terjadi karena

penguraian gula pulp berlangsung lebih cepat dan sempurna.

Menurut Widianto et al. (2013), inokulasi khamir meningkatkan jumlah

mikrobia yang bekerja merombak gula reduksi pulp menjadi etanol. Peningkatan

proses fermentasi yang terjadi akibat inokulasi mikroorganisme dilaporkan oleh.

Penambahan biakan Saccharomyces cerevisiae dan beberapa biakan bakteri lain


4

dapat meningkatkan kinerja fermentasi biji kakao. Selanjutnya Widianto et al.

(2013) menyatakan bahwa, penambahan tetes tebu dan biakan meningkatkan

aktivitas khamir dan kandungan etanol, karena pemberian tetes tebu

meningkatkan jumlah substrat yang dapat dirombak menjadi etanol.

Keberhasilan fermentasi biji kakao menggunakan inokulum mikrobia, dan

penambahan gula sangat ditentukan oleh konsentrasinya. Pada penelitian ini akan

digunakan ragi tape dan gula sukrosa untuk mengoptimalkan proses fermentasi

biji kakao skala kecil. Selain itu belum diketahui konsentrasi ragi tape dan gula

sukrosa yang terbaik untuk menghasilkan mutu fisik, kimia dan aroma kakao

sesuai dengan standar eksport.

Tujuan Penelitian

1. Mengkaji pengaruh konsentrasi ragi tape yang dapat mengoptimalkan proses

fermentasi biji kakao skala kecil

2. Mengkaji pengaruh konsentrasi gula sukrosa yang dapat mengoptimalkan

proses fermentasi biji kakao skala kecil

3. Mengkaji pengaruh interaksi antara ragi tape dengan gula sukrosa dalam

mengoptimalkan proses fermentasi skala kecil

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sebuah rekomendasi bagi

petani untuk melakukan fermentasi biji kakao walaupun produksi biji kakao

dalam kapasitas kecil


5

Hipotesis

1. Terdapat salah satu jenis ragi tape yang memiliki pengaruh terbaik dalam

mengoptimalkan proses fermentasi biji kakao skala kecil

2. Terdapat satu konsentrasi gula yang memiliki pengaruh terbaik dalam

mengoptimalkan proses fermentasi biji kakao skala kecil

3. Terdapat interaksi antara berbagai konsentrasi gula dan jenis ragi yang

memiliki pengaruh terbaik dalam mengoptimalkan proses fermentasi biji

kakao skala kecil


6

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kakao

Tanaman kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk

pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 10m. Meskipun demikian, dalam

pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5m tetapi dengan tajuk

menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabang

produktif. Pada dasarnya buah kakao terdiri atas 4 bagian yakni: kulit, placenta,

pulp, dan biji. Buah kakao masak berisi 30-40 biji yang diselubungi oleh pulp dan

placenta (Rohan, 1963).

Kepala Bidang Perkebunan Luwu Utara Ir Imran kepada media

celebesnews mengungkapkan, Kakao klon MCC 02 memiliki nama lokal yakni

kakao Klon 45, namun setelah pihak terkait melakukan penelitian sekaligus

mengusulkan kepada menteri pertanian Republik Indonesia tertanggal 16 Oktober

2014, lalu dikeluarkan SK penetapan nama MCC 02, oleh tim pelepasan varietas

sehingga dianggap layak digunakan secara luas oleh masyarakat.

MCC 02 memiliki keunggulan biji berbentuk elips memanjang, permukaan

pipih, berat perbiji kering 1,61 gram, kadar kulit biji 12,0% dan kadar lemak

49,2%. Beberapa keunggulan bibit kakao MCC 02 dapat menghasilkan jumlah

buah perpohon rata-rata 86,26, jumlah biji pertongkol rata-rata 39,9 nilai buah

rata-rata 14,33 produksi rata-rata sebesar 2,82 kg /pohon (3.132 kg/ha/tahun).


7

Disisi lain MCC 02 mempunyai ciri yakni percabangan agak tegak,

daunnya berbentuk elips memanjang ukuran sedang, pangkal runcing, ujung

meruncing, tekstur datar, permukaan kasar dengan tulang daun tampak jelas,

warna flush merah mudah dan daun mudah merah kecoklatan. MCC 02 memiliki

ketahanan moderet tahan hama penggerek buah kakao (PBK), tahan penyakit

vascular – streak dieback (VSD), dan tahan penyakit busuk buah (phytophthora

palvimora). Dari hasil yang dikategorikan cukup bagus, diharapkan agar semua

kalangan pekebunan kakao untuk bercocok tanam bibit kakao MCC 02 atau nama

lokalnya kakao 45, umumnya di indonesia terlebih khusus di kabupaten Luwu

Utara.

Fermentasi Biji Kakao

Proses fermentasi biji kakao umumnya berlangsung secara alami oleh

mikroorganisme yang terdapat dalam atmosfir fermentasi. Pada saat buah dipecah,

pulp segera terkontaminasi oleh mikroorganisme yang ada di udara sekitarnya

sehingga proses fermentasi pulp akan segera terjadi. Pada tahap awal fermentasi

dengan pH pulp yang rendah (3,0 - 4,0) kandungan gula yang tinggi (8–24%) serta

tekanan oksigen yang rendah sangat baik untuk pertumbuhan ragi. Lopez (1986)

menyatakan bahwa, pertumbuhan ragi sangat dominan selama 24–36 jam

fermentasi. Pada tahap ini aktivitas ragi sangat kuat dan lebih dari 90% total

mikroorganisme adalah ragi. Ragi memegang peranan pada pemecahan gula

menjadi alkohol.
8

Jenis ragi yang umum terdapat pada tumpukan biji kakao selama

fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces theobromae,

Saccharomyces ellipsoides, Saccharomyces apiculatus dan Saccharomyces

apimulus. Dari kesimpulan di atas menyatakan bahwa ragi sangat dominan selama

fermentasi kakao

1. Ragi Tape

Ragi atau fermen merupakan zat yang menyebabkan fermentasi. Ragi

biasanya mengandung mikroorganisme yang melakukan fermentasi dan media

biakan bagi mikroorganisme tersebut. Media biakan ini dapat berbentuk butiran-

butiran kecil atau cairan nutrien. Ragi umumnya digunakan dalam industri

makanan untuk membuat makanan dan minuman hasil fermentasi seperti acar,

tempe, tape, roti, dan bir. Mikroorganisme yang digunakan di dalam ragi

umumnya terdiri atas berbagai bakteri dan fungi (khamir dan kapang), yaitu

Rhizopus, Aspergillus, Mucor, Amylomyces, Endomycopsis, Saccharomyces,

Hansenula anomala,, Lactobacillus, Acetobacter, dan sebagainya

Ragi tape adalah bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan tape, baik

dari singkong dan beras ketan. Tape pada prinsipnya dapat dibuat dari berbagai

bahan baku sumber karbohidrat seperti beras ketan putih, beras ketan hitam dan

singkong. Pada pembuatan tape singkong secara tradisional, singkong kupas lalu

dicuci, kemudian ditanak. Setelah dingin dicampur dengan ragi komersial,

dimasukkan dalam wadah yang dilapisi daun pisang dan difermentasi selama 1

sampai 3 hari pada suhu kamar. Terjadilah proses fermentasi yang mengubahnya
9

menjadi tape. Pada saat peragian ini, terjadi perubahan bentuk dari pati menjadi

glukosa yang pada akhirnya menghasilkan alkohol.

Menurut Winarno (1984) makanan yang mengalami fermentasi biasanya

mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Tape ketan hitam

mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari pada bahan aslinya, hal ini disebabkan

oleh aktivitas mikroba memecah komponen-komp onen kompleks menjadi zat-zat

yang lebih sederhana sehingga lebih mudah untuk dicerna. Mikroorganisme yang

terdapat di dalam ragi tape adalah kapang Amylomyce rouxii, mucor sp, dan

Rhizopus sp, khamir Saccharomycopsis fibuligera, Saccharomycopsis malanga,

Pichia burtonii, Saccharomyces cerevisiae dan Candida utilis, serta bakteri

Pediococcus sp, dan Bacillus sp. Kedua kelompok mikroorganisme tersebut

bekerja sama dalam menghasilkan tape. Mikroorganisme dari kelompok kapang

akan menghasilkan enzim-enzim amilolitik yang akan memecahkan amilum pada

bahan dasar menjadi gula-gula yang lebih sederhana (disakarida dan

monosakarida). Proses tersebut sering dinamakan sakarifikasi (saccharification).

Kemudian khamir akan merubah sebagian gula-gula sederhana tersebut menjadi

alkohol. Inilah yang menyebabkan aroma alkoholis pada tape. Semakin lama tape

tersebut dibuat, semakin kuat alkoholnya.

Menurut Astawan (2004), ragi tape merupakan inokulum yang umum

digunakan dalam pembuatan tape. Ragi tape terbuat dari bahan dasar tepung beras

yang dibentuk bulat pipih dengan diameter 2-3 cm. Mikroba yang terdapat di

dalam ragi tape dapat dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu kapang amilolitik,
10

khamir amilolitik, khamir non amilolitik, bakteri asam laktat dan bakteri

amilolitik.

Ragi tape adalah salah satu jenis dari biakan campuran yang memiliki

peluang untuk memproses biji cokelat secara fermentasi, kalau dilihat dari

komposisi mikroba yang terdapat pada ragi tersebut. Ragi tape adalah starter

untuk membuat tape ketan atau tape singkong. Dalam ragi terdapat

mikroorganisme yang dapat mengubah karbohidrat (pati) menjadi gula sederhana

(glukosa) yang selanjutnya diubah lagi menjadi alkohol. Menurut Saono (1982),

ragi tape adalah inokulum padat yang mengandung mikroba seperti kapang, ragi,

dan bakteri yang berfungsi sebagai starter fermentasi.

2. Gula Pasir

Gula pasir adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi

dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam

bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis

dan keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang

diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi

yang akan digunakan oleh sel. Senyawa ini terkandung dalam gula tebu dan

sebagian besar menjadi limbah industri gula. Komposisinya terdiri dari fruktosa

dan glukosa dengan ikatan glukosiklik berupa jembatan oksigen antara C-1 dari

glukosa dan C-2 dari fruktosa dimana kedua jenis gula ini selanjutnya disebut

dengan gula invert.


11

Gula invert adalah suatu campuran glukosa dan fruktosa yang ekuimolar.

Gula yang banyak mengandung sukrosa dimanfaatkan sebagai salah satu bahan

baku dalam hal penyediaan bioenergi selain polimer karbohidrat kompleks yang

lain. Akan tetapi tahapannya tidak bisa langsung menjadi produk akhir tanpa

pengubahan menjadi gula sederhana dalam hal ini adalah gula invert. Untuk

mempercepat konversinya dibutuhkan sebuah biokatalis atau sering disebut

dengan enzim. Enzim memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan

katalis biasa. Selain dapat menghasilkan produk beribu kali lipat, enzim juga

bersifat spesifik, selektif terhadap substrat tertentu dan lebih ekonomis. β–

fructofuranoside fructohydrolase (EC 3.2.1.26) atau yang disebut sebagai

invertase merupakan enzim penghidrolisis sukrosa yang menghasilkan gula invert.

Organisme penghasil enzim ini beragam jenis tetapi yang paling memiliki

kandungan baik intraseluler maupun ekstraseluler dan banyak ditemukan adalah

jenis Ragi Saccaromyces cerevisiae. Ragi ini mempunyai aktivitas invertase yang

tinggi sehingga sukrosa dengan cepat diubah menjadi glukosa dan fruktosa untuk

keperluan metabolismenya.

Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren.

Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa.

Sumber-sumber pemanis lain, seperti umbi dahlia, anggur, atau bulir jagung, juga

menghasilkan semacam pemanis namun bukan tersusun dari sukrosa sebagai

komponen utama. Proses untuk menghasilkan gula mencakup tahap ekstraksi

(pemerasan) diikuti dengan pemurnian melalui distilasi (penyulingan). Negara-

negara penghasil gula terbesar adalah negara-negara dengan iklim hangat seperti
12

Australia, Brasil, dan Thailand. Hindia Belanda (sekarang Indonesia) pernah

menjadi produsen gula utama dunia pada tahun 1930-an, namun kemudian

tersaingi oleh industri gula baru yang lebih efisien. Pada tahun 2001/2002 gula

yang diproduksi di negara berkembang dua kali lipat lebih banyak dibandingkan

gula yang diproduksi negara maju. Penghasil gula terbesar adalah Amerika Latin,

negara-negara Karibia, dan negara-negara Asia Timur.

Organisme penghasil enzim ini beragam jenis tetapi yang paling memiliki

kandungan baik intraseluler maupun ekstraseluler dan banyak ditemukan adalah

jenis Ragi Saccaromyces cerevisiae. Ragi ini mempunyai aktivitas invertase yang

tinggi sehingga sukrosa dengan cepat diubah menjadi glukosa dan fruktosa untuk

keperluan metabolismenya.

Sukrosa dari gula pasir dipecah menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim

invertase. Gula reduksi selain berfungsi sebagai bahan baku pembentukan etanol

juga berfungsi sebagai senyawa calon rasa dalam biji kakao. Kandungan gula

reduksi pada fermentasi biji kakao basah meningkat pada awal fermentasi dan

menurun pada pertengahan fermentasi dan tetap stabil hingga akhir masa

fermentasi (Lopez dan Dimick, 1996).


13

METODOLOGI

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di laboratorium Teknologi Pasca Panen Fakultas

Pertanian, Universitas Muslim Indonesia. Penelitian akan berlangsung bulan Mei

sampai Juni 2017.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: buah kakao klon

45 yang sudah masak yang diperoleh dari petani kakao di Kabupaten Luwu Utara,

ragi tape, gula pasir, kotak fermentasi ukuran 40cm x 30cm x 30cm, alat

pengering (oven), termometer, karung goni, pisau, bahan-bahan kimia untuk

analisis meliputi: etanol 70%, n-hexana, methanol 90%, NaOH 0,1 N.

Alat-alat yang akan digunakan adalah: alat titrasi, pH-meter, GC-MS (Gas

Chromatography Mass Spectroscophy), blender, timbangan analitik, tanur, alat

ekstraksi soxhlet, labu ukur, waterbath, spektrofotometer, gelas ukur, oven listrik,

pipet, cawan Petridis, pengaduk magnetik, kertas saring Whatman 42, tabung

reaksi, Erlenmeyer, dan alat-alat gelas.

Rancangan Penelitian

Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan pola faktorial dua faktor.

Faktor I konsentrasi ragi tape (T) yang terdiri dari 2 taraf yaitu:

- Ragi tape 0,5% (T1)

- Ragi tape 1% (T2)


14

Faktor II konsentrasi gula pasir (G) yang terdiri dari 4 taraf yaitu:

- Tanpa Gula (G0)

- Gula 1% (G1)

- Gula 2% (G2)

- Gula 3% (G3)

Jumlah kombinasi perlakuan 8, seluruh perlakuan di ulang sebanyak 2 kali

sehingga jumlah keseluruhan 16 kotak fermentasi. Setiap kotak fermentasi berisi

10 kg biji kakao basah.

Kombinasi jumlah:

Kombinasi

Ragi Tape (%) Gula Pasir (%) (G)

(T) G0 G1 G2 G3

T1 T1G0 T1G1 T1G2 T1G3

T2 T2G0 T2G1 T2G2 T2G3

Metode Pelaksanaan

a. Lokasi pengambilan sampel

Tempat pengambilan buah kakao klon berlokasi di perkebunan milik

seorang petani di Kecamatan Sukamaju Kabupaten Luwu Utara. Buah yang

dipanen adalah buah yang masak dengan ciri-ciri kulit buah berwarna merah

orange.
15

b. Prosedur pelaksanaan fermentasi

 Pertama-tama kotak fermentasi dipersiapkan. Kotak yang digunakan terbuat

dari stearofoam dengan ukuran 40 cm x 50 cm. pada bagian dasar dan ke

empat sisi kotak dilubangi seluas 1 cm dengan tujuan untuk memudahkan

keluarnya cairan pulp pada saat proses fermentasi, kemudian pada bagian

dasar dan ke empat sisi kotak di lapisi daun pisang.

 Buah kakao dipanen pada saat masak ditandai dengan kulit buah berwarna

merah orange pada alur buah.

 Buah dipecah dengan menggunakan pisau, kemudian biji dikeluarkan dari

buah, selanjutnya dilepas dari plasenta

 Biji dimasukkan ke dalam kotak fermentasi, dengan volume 10 kg/kotak,

selanjutnya ditambahkan gula pasir masing-masing 0,%, 1%, 2%, 3% (sesuai

perlakuan), kemudian ditambahkan ragi tape (yang sudah di hancurkan

menjadi tepung) masing-masing 0,5%, 1% kemudian diaduk agar gula pasir

dan ragi tape bercampur rata dengan biji kakao basah (w/w)

 Kotak fermentasi ditutup dengan daun pisang agar suhu tetap tinggi.

 Pada hari ke tiga (48 jam), kotak fermentasi dibuka kemudian biji diaduk-

aduk agar proses aerasi berlangsung dengan baik, selanjutnya kotak

fermentasi ditutup kembali. Pengukuran suhu dan pH biji setiap 24 jam

sampai fermentasi selesai. Fermentasi berlangsung selama lima hari

 Setelah 5 hari fermentasi, biji kakao dikeluarkan dan langsung dijemur

selama 5 hari atau kira-kira kadar air sudah mencapai 6-7% .


16

 Biji kakao kering, disimpan dalam kantong plastik untuk selanjutnya

dilakukan analisis

Parameter Pengamatan

a. Suhu harian selama fermentasi di ukur setiap 24 jam

Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer dan

diukur setiap 24 jam.

b. pH pulp selama fermentasi (dengan kertas pH)

pH pulp diukur pada saat 24 jam sekali selama proses fermentasi.

c. Jumlah biji per 100 g

Biji kakao digolongkan dalam 5 golongan ukuran berdasarkan

ukuran berat bijinya yang dinyatakan dalam jumlah biji dalam 100

gram.Biji kakao digolongkan dalam 5 golongan ukuran dengan

penandaan : AA : maksimum 85 biji per 100 gram A : 86-100 biji per

100 gram B : 101-110 biji per 100 gram C : 111-120 biji per 100 gram S

: lebih dari 120 biji per 100 gram

d. Kadar lemak total biji kakao kering

1. Hidrolisis lemak

Pengukuran kadar lemak dilakukan menurut metode BSN (2008)

yaitu dengan menghidrolisis dan mengekstraksi lemak. Pada hidrolisis

lemak, biji kakao kering yang telah dihaluskan ditimbang 3-5 g ke

dalam gelas piala 300-500 ml, kemudian ditambahkan 45 ml air suling

mendidih dan 55 ml HCl ke dalam gelas piala. Gelas piala tersebut lalu

dikocok dan tutup dengan kaca arloji dan didihkan perlahan-lahan


17

tepat 15 menit.setelah itu kaca arloji dibilas dengan 100 ml air suling

dan air pencucian tersebut dimasukkan ke dalam gelas piala, kemudian

endapan disaring melalui kertas saring yang bebas lemak. Gelas piala

tersebut kemudian dibilas sebanyak 3 kali dengan air suling melalui

kertas saring dan pencucian diteruskan sehingga bebas Cl (tidak

memberikan endapan putih AgCl dengan penambahan 1 tetes sampai 3

tetes AgNO3 ). Kertas saring lalu dipindahkan beserta isinya ke dalam

timbal ekstraksi atau selongsong kertas saring yang bebas lemak

dikeringkan selama 6-18 jam pada suhu 100-101 oC.

2. Ekstraksi lemak

Labu didih dikeringkan selama satu dalam oven dengan suhu 100-

101 oC dan ditimbang hingga bobot tetap, kemudian labu didih

disambungkan dengan alat ekstraksi soxhlet.Setelah itu timbal

ekstraksi atau selongsong kertas saring dimasukkan ke dalam

soxhlet.Gelas piala dan kaca arloji yang telah dikeringkan dibilas

beberapa kali dengan 150 ml petroleum benzen dan dituangkan ke

dalam labu. Selanjutnya bahan direfluks selama 4 jam dengan

kecepatan ekstraksi sekitar 3 tetes per detik. Setelah ekstraksi selesai,

timbal ekstraksi dikeluarkan kemudian pelarut petroleum benzen

diuapkan dengan alat peguapan atau dengan memanaskan labu di atas

penangas air.Labu beserta lemak dikeringkan dalam oven pada suhu

100-101 oC.Setelah itu bahan didinginkan dan ditimbang, sisa pelarut

terakhir setelah pengeringan diuapkan dengan menghembuskan udara


18

melalui labu didih. Pengeringan diulangi sampai perbedaan

penimbangan berat lemak yang dilakukan berturut-turut kurang dari

0,05%. Cara menyatakan hasil kadar lemak dinyatakan dalam

presentase bobot per bobot dan dihitung dalam bobot kering dengan

perhitungan sebagai berikut:

𝑀2 − 𝑀1
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 = × 100%
𝑀0 (𝑀0 × 𝐾𝐴)

Dengan pengertian :

M0 adalah bobot contoh uji (g)

M1 adalah bobot labu didih dan batu didih (g)

M2 adalah bobot labu didih, batu didih dan lemak (g)

KA adalah kadar air contoh uji

e. Indeks fermentasi

Biji kakao kering dihaluskan dan diayak dengan ukuran > 35 mesh

kemudian ditimbang sebanyak 0,5 gram. Sampel tersebut dimasukan ke

dalam beaker glass 100 ml, dan ditambah larutan IF (97 bagian methanol

± 3 bagian HCl 30%) sebanyak 50 ml. Larutan IF diperoleh dari 3 ml

HCl dimasukan dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan

methanol sampai batas tera dan digojokgojok sampai homogen. Beaker

glass 100 ml yang telah berisi sampel kakao dan larutan IF ditutup rapat

dengan alumunium foil untuk disimpan pada lemari es selama satu

malam. Setelah penyimpanan, larutan lalu disaring dengan kertas saring

untuk dipisahkan dengan rafinatnya dan hasil saringan disiapkan dalam

kuvet lalu di ukur.Nilai absorbansi diukur menggunakan


19

spektrofotometer pada panjang gelombang 460 nm dan 530 nm untuk

dihitung indeks fermentasinya.

λ 460
𝐼𝐹 =
λ 530

f. Biji slaty dengan metode uji belah (cut test)

Pengamatan biji slaty dilakukan dengan Cut test (uji belah) dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat fermentasi biji kakao, yang
dikelompokkan berdasarkan warna permukaan keping biji kakao yang
telah dibelah. Prosedur pengujian biji kakao dimulai dengan menyiapkan
contoh uji sebanyak 300 biji yang diambil secara acak. Kemudian
dibelah memanjang dengan pisau tajam untuk menampakkan seluruh
permukaan kotiledon. Warna kedua belahan biji diamati secara visual
dalam cahaya matahari (daylight), mengamati satu persatu adanya biji
fermentasi, biji tidak terfermentasi, dan biji ungu yang tampak. Khusus
dalam penentuan biji slaty, apabila terdapat keraguan terhadap warna,
sebaiknya keping biji tersebut digigit dan dicicipi, rasa pahit dan sepat
yang ditimbulkan menandakan bahwa biji slaty.
Kelompok warna permukaan keping biji kakao terdiri dari: biji
𝑏𝑟𝑜𝑤𝑛 (coklat) adalah biji yang memperlihatkan ¾ atau lebih
permukaan irisan keping biji berwarna coklat dan umumnya berongga,
biji brown/𝑝𝑢𝑟𝑝𝑙𝑒 (ungu) adalah biji brown yang memperlihatkan ½ dari
permukaan keping biji berwarna ungu, biji 𝑝𝑢𝑟𝑝𝑙𝑒 (ungu) adalah biji
yang memperlihatkan ¾ dari permukaan biji berwarna ungu, dan biji
slaty (keabu-abuan) adalah biji yang tidak terfermentasi pada kakao
lindak yang memperlihatkan ½ atau lebih permukaan keping biji
berwarna keabu-abuan atau biru keabu-abuan, umumnya bertesktur
padat dan pejal seperti keju.
20

g. Kadar air biji kering

Pengukuran kadar air biji kakao dengan menggunakan metode

thermogravimetri. Prinsipnya yaitu pengurangan bobot selama 16 jam

pengeringan oven yang terkontrol pada suhu (103±2)oC. Biji kakao yang

telah dihaluskan ditimbang sebanyak 10 gram kemudian dimasukkan ke

dalam cawan petri.Sebelumnya cawan petri telah ditimbang beratnya.

Kakao bubuk yang telah dimasukkan dalam cawan petri kemudian

dipanaskan dalam oven selama 16 jam pada suhu (103 ± 2)oC dengan

tanpa menutup cawan. Selesai pemanasan cawan petri dimasukkan ke

dalam eksikator selama 15 menit lalu ditimbang. Kadar air maksimal

pada biji kakao adalah 7,5%.

(𝑀1 − 𝑀2 )
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟(%) = × 100%
(𝑀1 − 𝑀0 )

h. pH biji kakao

Prosedur pelaksanaan: Diambil contoh uji sebanyak 12 biji sampai


dengan 20 biji, dipisahkan kulit luarnya, kemudian digiling dengan
menggunakan blender. Ditimbang contoh uji tersebut sebanyak ±10g
kedalam gelas piala, tambahkan 90 ml air suling panas (70°C sampai
dengan 80°C), diaduk perlahan-lahan sampai terbentuk suspensi yang
harus bebas dari gumpalan-gumpalan. Kemudian disaring dan
didinginkan filtratnya sampai suhu kamar (27±2)°C dan ditentukan pH
filtrat secepat mungkin pada suhu tersebut. Hasil dinyatakan sesuai
dengan pembacaan yang ditunjukkan oleh pH-meter untuk filtrat
tersebut.
21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Suhu Harian

Berdasarkan hasil penelitian pengukuran suhu rata-rata selama proses

fermentasi pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1.

33
32
suhu fermentasi (oC)

31
30 hari fermentasi

29
1
28
2
27
3
26
4
25
p0r1 p0r2 p1r1 p1r2 p2r1 p2r2 p3r1 p3r2 5
1 30 30 30 31 31 31 32 31
2 29 29 29 30 30 29 30 29
3 28 29 30 29 28 29 28 28
4 28 30 30 30 29 30 29 28
5 30 30 33 30 30 30 29 29

Gambar 1. Suhu Harian Selama Fermentasi

Gambar 1, memperlihatkan bahwa pada saat 24 jam fermentasi rata-rata

suhu 30OC. Pada saat 48, 72 jam dan 96 jam terjadi penurunan suhu hampir pada

semua perlakuan yaitu sekitar 29oC, tetapi ada kenaikan lagi pada hari ke-5 (120

jam) fermentasi dengan rata-rata 30oC, bahkan suhu tertinggi mencapai 33oC pada

pemberian ragi 0,5% dan sukrosa 1%.


22

pH Pulp Selama Fermentasi

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ragi

berpengaruh nyata, sedangkan penambahan gula serta interaksi ragi dan gula

tidak berpengaruh nyata terhadap pH pulp selama fermentasi. Rata-rata pH pulp

selama fermentasi pada berbagai konsentrasi ragi dan sukrosa disajikan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Rata-Rata pH Pulp Selama Fermentasi Biji Kakao

Konsentrasi Ragi Tape


Konsentrasi
Rata-rata
Gula
T1 (0.5%) T2 (1%)

G0 (control) 3.8 4.4 4.1

G1 (1%) 3.8 4.4 4.1

G2 (2%) 3.2 4 3.6

G3 (3%) 4 4 4

Rata-rata 3.7a 4.2b


Keterangan :Angka-angka pada kolom yang di ikuti huruf yang berbeda (a,b)
berarti berbeda nyata pada uji BNJ (0.05).
Berdasarkan uji lanjut BNJ 0.05 pada Tabel 1 menunjukkan bahwa

penambahan ragi 1%, cenderung menghasilkan pH lebih tinggi sebesar 4.2 dan

berbeda nyata pada penambahan ragi 0.5% yang cenderung menurun lebih rendah

sebanyak 3.7.

Jumlah Biji

Hasil penelitian menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa penambahan

ragi berpengaruh sangat nyata, sedangkan penambahan gula serta interaksi ragi
23

dan gula tidak berpengaruh nyata terhadap ukuran biji. Rata-rata ukuran biji pada

berbagai konsentrasi ragi dan gula disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-Rata Jumlah Biji per 100 gram

Konsentrasi Ragi Tape


Konsentrasi Gula Rata-rata
T1 (0.1%) T2 (1%)

G0 (0%) 70.6 73.6 72.1b

G1 (1%) 73.3 70.0 71.6c

G2 (2%) 80.6 74.3 77.4a

G3 (3%) 79.6 77.0 78.3a

Rata-rata 76.02 73.72


Keterangan :Angka-angka pada baris yang di ikuti huruf yang berbeda (a,b,c)
berarti berbeda nyata pada uji BNJ (0.05).

Berdasarkan hasil uji lanjut BNJ 0.05 pada Tabel 2 menunjukkan bahwa

perlakuan penambahan gula 3% memiliki jumlah biji terbanyak yaitu 78,3 dan

tidak berbeda nyata dengan konsentrasi gula 2% (77,4) serta berbeda nyata pada

konsentrasi gula 0% (72,1) dan konsentrasi gula 1% (71,6).

Kadar Lemak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan penambahan ragi,

gula serta interaksi ragi dan gula dimana Sidik Ragam menunjukkan bahwa

semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak seperti disajikan

pada Gambar 2.
24

41.81
42 41.16 40.96
39.61
40 39.13
38.66 38.32
38
36.46
Kadar Lemak

Ragi Tape 0.5


36
Ragi Tape 1
34

32
0 1 2 3

Gula Pasir (%)

Gambar 3. Nilai kadar lemak biji kakao kering pada pemberian gula dan ragi tape
Pada gambar 2 menunjukkan rata-rata kadar lemak biji kakao cenderung

lebih tinggi pada konsentrasi gula 0% dan ragi tape 1% dengan nilai rata-rata

41.81%, sedangkan pada konsentrasi gula 3% dan ragi tape 0.5% yaitu 36.46%

cenderung lebih rendah dalam hal kadar lemak biji kakao

Indeks Fermentasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan penambahan ragi,

gula serta interaksi ragi dan gula dimana sidik ragam menunjukkan bahwa semua

perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai indeks fermentasi biji kakao

seperti disajikan pada Gambar 3.


25

1.341.35
1.35

1.3

1.25
1.191.2
1.2 1.17
Indeks Fermentasi

1.15 1.141.15 ragi tape 0.5


1.15
ragi tape 1
1.1

1.05

1
0 1 2 3
sukrosa (%)

Gambar 3. Nilai Index Fermentasi biji kakao kering pada pemberian gula
dan ragi tape

Pada gambar 3 menunjukkan rata-rata index fermentasi biji kakao cenderung

lebih tinggi pada gula 3% dan ragi tape 1% yaitu sebesar 1.35%, sedangkan gula

2% dan ragi tape 0.5% sebesar 1.14% cenderung lebih rendah dalam hal index

fermentasi biji kakao

Biji Slaty

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan gula

berpengaruh sangat nyata, sedangkan penambahan ragi serta interaksi ragi dan

gula tidak berpengaruh nyata terhadap biji slaty. Rata-rata biji slaty pada berbagai

konsentrasi ragi dan sukrosa disajikan pada Tabel 3.


26

Tabel 3. Rata-Rata Biji Slaty

Konsentrasi Konsentrasi Ragi Tape Rata-rata


Gula
T1 (0.5%) T2 (1%)

G0 (0%) 0 1 0.5b

G1 (1%) 2 2 2a

G2 (2%) 0 0 0c

G3 (3%) 3 1 2a

Rata-rata 1.25 1
Keterangan :Angka-angka pada baris yang di ikuti huruf yang berbeda (a,b,c)
berarti berbeda nyata pada uji BNJ (0.05).
Berdasarkan hasil uji lanjut BNJ 0.05 pada Tabel 3 menunjukkan bahwa

perlakuan penambahan gula 2% memiliki rata-rata biji slaty sebanyak 0 dan tidak

berbeda nyata dengan pelakuan gula 0% (0.5) serta berbeda nyata pada

konsentrasi gula 1% (2) dan konsentrasi gula 3% (2)

Kadar Air

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interkasi antara konsentrasi Ragi Tape

dan Gula Pasir berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air kering pada proses

fermentasi biji kakao. Rata-rata kadar air kering disajikan pada tabel 4.
27

Tabel 4. Rata-Rata Kadar Air Kering

Konsentrasi Konsentrasi Ragi Tape Rata-rata


Gula
T1 (0.5%) T2 (1%)

G0 (0%) 9.1 6.4 7.7a

G1 (1%) 7.4 5.9 6.6c

G2 (2%) 7.0 7.0 7.0b

G3 (3%) 7.8 7.9 7.8a

Rata-rata 7.8a 6.8b


Keterangan :Angka-angka pada baris dan kolom yang di ikuti huruf yang
berbeda (a,b,c) berarti berbeda nyata pada uji BNJ (0.05).
Berdasarkan hasil uji BNJ 0.05 ada Tabel 4 menunjukkan bahwa pada

perlakuan konsentrasi gula 1% memiliki kadar air yang rendah (6.6%) tetapi tidak

berbeda nyata dengan konsentrasi gula 2% (7.0%) dan berbeda nyata dengan

konsentrasi gula 0% (7.7%) dan konsentrasi gula 3% (7.8%).

Hasil Uji BNJ 0.05 pada perlakuan konsentrasi ragi tape 0.5% memiliki

kadar air yang lebih tinggi (7.8%), tetapi berbeda nyata dengan konsentrasi ragi

tape 1% yang memiliki kadar air sedikit (6.8)

Ph Biji Kakao

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan gula berpengaruh

sangat nyata, sedangkan penambahan ragi serta interaksi ragi dan gula tidak

berpengaruh nyata terhadap pH biji kakao. Rata-rata pH biji kakao pada berbagai

konsentrasi ragi dan gula disajikan pada Tabel 5.


28

Tabel 5. Rata-Rata Ph Biji Kakao

Konsentrasi Konsentrasi Ragi Tape Rata-rata


Gula
T1 (0.5%) T2 (1%)

G0 (0%) 4.76 5.51 5.13b

G1 (1%) 5.10 5.71 5.40a

G2 (2%) 5.87 5.89 5.88b

G3 (3%) 4.60 4.58 4.59c

Rata-rata 5.08 5.42


Keterangan :Angka-angka pada baris yang diikuti huruf yang berbeda (a,b) berarti
berbeda sangat nyata pada uji BNJ (0.05).
Berdasarkan hasil uji lanjut BNJ 0.05 pada Tabel 5 menunjukkan bahwa

perlakuan penambahan gula 3% memiliki pH yang lebih rendah yaitu (4.59) tetapi

tidak berbeda nyata dengan konsentrasi gula 0% (5.13) dan konsentrasi gula 2%

(5.88) dan berbeda nyata dengan konsentrasi gula 1% (5.40).

Pembahasan

Suhu Harian Selama Fermentasi

Berdasarkan gambar 1 memperlihatkan bahwa pada saat 24 jam fermentasi

rata-rata suhu 30OC. Pada saat 48, 72 jam dan 96 jam terjadi penurunan suhu

hampir pada semua perlakuan yaitu sekitar 29oC, tetapi ada kenaikan lagi pada

hari ke-5 (120 jam) fermentasi dengan rata-rata 30oC, bahkan suhu tertinggi

mencapai 33oC pada pemberian ragi 0,5% dan gula 1%. Penurunan suhu terjadi

pada pemberian ragi 0,5% dan gula 3%, dihari pertama suhu mencapai 32 oC dan

sampai dihari kelima suhu menjadi 29 oC.


29

Pemberian gula yang tinggi maka semakin lambat kecepatan reaksinya dan

pertumbuhan mikroorganisme. Sehingga ragi tidak dapat bekerja secara optimal

dan membuat suhu selama fermentasi menurun.

PH Selama Fermentasi

Berdasarkan uji BNJ pada Tabel 1 menunjukkan bahwa penambahan ragi

dan sukrosa pada berbagai konsentrasi tidak berbeda nyata terhadap pH selama

proses fermentasi biji kakao. Selama berlangsungnya proses fermentasi pH

berkisar 3,88 sampai 4,33. Hal ini berarti pH tergolong asam. Nilai pH ditentukan

oleh besarnya konsentrasi H+ yang disumbangkan oleh asam-asam lemah didalam

substrat, dalam hal ini adalah asam sitrat, asam laktat dan asam asetat yang

merupakan hasil perombakan gula oleh ragi, bakteri asam laktat dan bakteri asam

asetat.

Pada tahap awal fermentasi pH pulp yang rendah (3,0 - 4,0) kandungan

gula yang tinggi (8–24%) serta tekanan oksigen yang rendah sangat baik untuk

pertumbuhan ragi. Lopez (1986) menyatakan bahwa, pertumbuhan ragi sangat

dominan selama 24–36 jam fermentasi. Pada tahap ini aktivitas ragi sangat kuat

dan lebih dari 90% total mikroorganisme adalah ragi. Ragi memegang peranan

pada pemecahan gula menjadi alkohol.

Jenis ragi yang umum terdapat pada tumpukan biji kakao selama

fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces theobromae,

Saccharomyces ellipsoides, Saccharomyces apiculatus dan Saccharomyces

apimulus (Nasution et al., 1985). Ardhana dan Fleet (2003) menyatakan,


30

Saccharomyces cerevisiae dan Candida tropicalis merupakan ragi dominan

selama fermentasi kakao

Menurut Purwo (2012), kemasaman biji kakao dipengaruhi oleh kadar

pulp yang melekat pada biji. Kandungan pulp yang cukup tinggi dapat menjadi

salah satu faktor penyebab tingginya keasaman biji dan lambatnya proses

fermentasi. Lapisan lendir yang terlalu banyak atau tebal menyelimuti permukaan

biji kakao diduga dapat menghambat penetrasi oksigen ke dalam tumpukan biji

kakao sehingga fermentasi berlangsung lama dan biji kakao kering yang

dihasilkan akan memiliki keasaman yang tinggi (Widyotomo dan Sri-Mulato,

2008)

Pulp yang tebal berarti mengandung gula yang banyak, selanjutnya gula

mengalami fermentasi menjadi alkohol, fermentasi alkohol menghasilkan asam

yang banyak pula. Asam-asam organik yang terbentuk seperti asam laktat dan

asam asetat. Asam-asam tersebut akan berpengaruh terhadap keasaman (pH) biji

setelah fermentasi (Ardhana & Fleet, 2003; Ramlah & Daud, 2009; Guehi et al.

2010; Pasau, 2013).

Biji kakao dengan nilai keasaman dinyatakan dalam satuan pH dengan

nilai 5,20-5,50 atau nilai titrasi asam 0,12-0,15 meq/g diterima sebagai biji kakao

dengan tingkat keasaman optimal oleh pabrikan cokelat. Biji yang tergolong asam

mempunyai pH<5,0 (Sulistyowati, 1988). Menurut Lopez & Passos (1984),

pabrikan di Eropa dan Amerika menghendaki biji kakao kering dengan pH pada

kisaran 5,1–5,8.
31

Jumlah Biji

Tabel 2 memperlihatkan, biji kakao yang ditambah ragi 1% menghasilkan

biji 73,3 per 100 gram, sedangkan yang ditambahkan ragi 0,5% menghasilkan

ukuran biji sebesar 76 per 100 gram. Menurut SNI 2323-2008, jumlah biji

maksimum 85 per 100 gram digolongkan mutu AA. Ukuran biji dinyatakan dalam

jumlah biji per 100 g biji kakao kering pada kadar air 6 - 7% (BSN, 2008).

Ukuran biji kakao kering sangat dipengaruhi oleh jenis klon, kondisi curah hujan

selama perkembangan buah, tingkat kematangan buah saat dipanen dan cara

pengolahan (Anonim, 2010). Hal ini didukung pendapat Wahyudi dkk. (2013),

bahwa ukuran biji ditentukan oleh jenis bahan tanaman (klon), biji ukuran besar

diperoleh dari bahan tanam unggul yang dirawat dengan baik dan dihasilkan dari

buah kakao yang sudah masak [ripe]. Selain itu ukuran biji juga diduga

dipengaruhi oleh proses fermentasi, karena selama fermentasi terjadi

pembengkakan biji akibat difusi air ke dalam biji sehingga ukurannya bertambah,

dengan demikian berat biji juga meningkat. Sebagaimana dikemukakan

Hansenetal. (1998);Hashimetal. (1998); Gotoetal.(2001); Gotoetal. (2002), bahwa

selama proses fermentasi terjadi pembengkakan biji dan reaksi enzimatik yang

menghasilkan prekursor flavor. Menurut Wahyudi dkk. (2013) dan SNI 2323-

2008, persyaratan mutu biji kakao yang dikehendaki dipasar internasional antara

lain ukuran berat biji > 1 gram.

Kadar Lemak

Pada Gambar 2, memperlihatkan bahwa tanpa penambahan sukrosa pada

biji kakao selama frementasi menghasilkan kadar lemak tertinggi sebesar 41,81%
32

dan berbeda nyata dengan kadar lemak biji kakao yang ditambahkan gula 2% dan

3%, tetapi tidak berbeda nyata dengan penambahan gula 1%. Semakin tinggi

konsentrasi gula, maka kadar lemak biji kakao menjadi berkurang. Penurunan

kadar lemak ini disebabkan oleh terhidrolisisnya asam lemak dan gliserol (Swem,

1964; Meyer, 1976)

Wahyudi et al. (2013) berpendapat, kandungan lemak selain dipengaruhi

oleh faktor genetik (klon), musim, juga oleh perlakuan pengolahan dalam hal ini

proses fermentasi. Kadar lemak yang tinggi pada biji kakao yang tidak diberi gula

diduga karena selama proses fermentasi terjadi penurunan komponen yang bukan

lemak seperti protein, polifenol, karbohidrat, theobromin, pektin, dan serat..

Sebagaimana yang dikemukakan oleh de Brito et al. (2000); Camu et al. (2008),

pada proses fermentasi terjadi penurunan kandungan bahan bukan lemak seperti

protein, polifenol dan karbohidrat yang terurai sehingga secara relatif kadar lemak

akan meningkat. Yusianto et al. (1995) menyatakan, selama proses fermentasi

terjadi peningkatan kadar lemak relatif dan penurunan komponen bukan lemak

pada keping biji kakao. Hal ini disebabkan komponen yang bukan lemak larut di

dalam air dan terurai menjadi komponen-komponen lain yang lebih kecil,

sehingga dapat terdifusi keluar dari keping biji. Kadar lemak dapat meningkat 1%

dan kadar komponen bukan lemak dapat menurun 1% pada

dua hari pertama fermentasi. Setelah 2-4 hari fermentasi, kadar lemak biji dapat

meningkat 2% dan kadar komponen bukan lemak dapat menurun 2%.

Lemak kakao merupakan campuran trigliserida, yaitu senyawa gliserol dan

tiga asam lemak bebas. Lebih dari 70% dari gliserida terdiri dari tiga senyawa
33

tidak jenuh tunggal yaitu oleodipalmitin (POP), oleodistearin (SOS) dan

oleopalmistearin (POS) (Wahyudi et al., 2013). Komposisi asam lemak pada biji

kakao menentukan karakteristik lemak yang dihasilkan, terutama pada tingkat

kekerasan lemaknya. Karakteristik lemak kakao yang dikehendaki untuk bahan

makanan yaitu memiliki titik cair sekitar suhu badan dan mempunyai kekerasan

(hardness) sekitar suhu kamar.

Index Fermentasi

Pengaruh Penambahan ragi tape dan gula sukrosa pada fermentasi biji

kakao dapat dilihat pada nilai Index Fermentasi (FI) biji kakao kering (Gambar 3).

Pemberian ragi tape dan gula sukrosa berpengaruh dalam meningkatkan indeks

fermentasi biji kakao kering. Hal tersebut dapat dilihat pada biji kakao yang

diberi ragi tape 0.5% dan tanpa gula sukrosa menunjukkan nilai index fermentasi

1,15 dan 1,16, sedangkan pemberian ragi tape 1% dan gula sukrosa 3%

menunjukkan indeks fermentasi tertinggi 1.36%. Hal ini menunjukkan bahwa

penambahan ragi tape dan gula sukrosa pada biji kakao segar meningkatkan

aktifitas proses fermentasi. Semakin tinggi persentase ragi dan gula sukrosa yang

ditambahkan maka semakin banyak karbohidrat yang dirombak menjadi glukosa,

alkohol, asam laktat dan senyawa lainnya.

Fermentasi biji kakao dengan nilai FI dibawah satu (FI<1 ) menunjukkan

fermentasi tidak sempurna. Biji kakao kering dengan nilai FI sama dengan satu

dan diatas satu (FI ≥1) dianggap fermentasi sempurna (Gourieva; Tserrevitinov,

1979; Alamsyah, 1991). Pengukuran indeks fermentasi secara spektrofotometri


34

adalah rasio absorbansi pigmen coklat (λ 460 nm) dan ungu (λ 530 nm).

Pengukuran tersebut berdasarkan nilai kadar flavonoid yang memberikan warna

coklat dengan antosianin yang memberikan warna ungu (Gourieva and

Tserevitinov, 1979; Ilangantilekeet al. 1991). Indeks fermentasi adalah ukuran

kecoklatan dari biji kakao untuk memastikan tingkat fermentasi biji. Potensi

flavor kakao dapat diketahui dari kualitas fermentasi melalui indeks warna yang

disebut indeks fermentasi (Takrama et al. 2006; Kongor et al. 2013).

Perubahan warna biji dari ungu hingga menjadi cokelat dijadikan sebagai

indikator keberhasilan fermentasi. Perubahan warna ini terjadi akibat dari

terjadinya proses fermentasi. Pada biji kakao segar, kotiledon mengandung

sejumlah kecil sel-sel berwarna ungu yang menyebar diantara sel-sel yang tidak

berwarna. Pada saat fermentasi terjadi akumulasi asam dan panas sehingga pH

menjadi turun dan suhu meningkat yang menyebabkan biji kakao mati dan sel-sel

tersebut pecah melepaskan berbagai macam enzim dan substrat dan bereaksi,salah

satunya adalah destruksi antosianin sehingga terbentuk cairan berwarna cokelat

(senyawa flavonoid kompleks) di dalam ruang antara kulit dan keping biji.

Biji Slaty

Pada Tabel 3, menunjukkan bahwa penambahan gula sukrosa 2% tidak

menghasilkan biji slaty (0) yang berarti semua biji kakao terfermentasi dengan

sempurna, sedangkan penambahan gula sukrosa 1% menghasilkan biji slaty 2%

dan tanpa gula sukrosa dan gula sukrosa 3% menghasilkan biji slaty masing-

masing 0,5%. Hal ini diduga gula sukrosa 2% mampu menyediakan energi bagi
35

ragi untuk melakukan aktifitas dengan optimal selama proses fermentasi. Menurut

Standar Nasional Indonesia (SNI 2323-2008) jumlah biji slaty maksimal 3%

(mutu I – B). Biji slaty artinya biji yang tidak terfermentasi pada kakao lindak

yang memperlihatkan separuh atau lebih permukaan irisan keping biji berwarna

keabu-abuan seperti sabak atau biru keabu-abuan dan bertekstur padat dan pejal

seperti keju (SNI 2323-2008 dalam BSN, 2008).

Proses fermentasi kakao pada umumnya berlangsung secara alami oleh

mikroorganisme yang terdapat dalam atmosfir fermentasi (Schwan et al.,1998; Hii

et al., 2006; Hashim et al., 1998; Senanayake et al.,1996). Pada saat buah dipecah,

pulp segera terkontaminasi oleh mikroorganisme yang ada di udara sekitarnya

sehingga proses fermentasi pulp akan segera terjadi. Kadar gula tinggi dengan

keasaman yang tinggi (pH 3,5) karena kandungan asam sitrat merupakan kondisi

yang ideal untuk tumbuhnya mikroorganisme.

Biji-biji yang difermentasi secara penuh (fully fermented) ditandai dengan

adanya warna coklat gelap pada 80 persen pada kulit luar dan kotiledon dan

adanya pori-pori kecil didalam biji, sedangkan pada fermentasi sebagian (half

fermented) biji coklat tua tetapi tidak ada pori-pori dan fermentasi yang gagal

(bad fermented) biji berwarna ungu dan tidak ada pori-pori didalam biji (SCCP,

2013; Wahyudi et al. 2013).

Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang

dinyatakan dalam persen. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan

kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi
36

mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak

sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan. (Winarno 1997).

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4 menunjukan bahwa konsentrasi

interkasi antara konsentrasi ragi dan gula berpengaruh sangat nyata terhadap

kadar air kering pada proses fermentasi biji kakao. Hal ini menunjukan bahwa

pemberian ragi dan gula dapat menstabilkan kadar air biji kakao kering.

Standar kadar air biji kakao mutu ekspor adalah 6 - 7 %. Jika lebih tinggi

dari 7 %, biji kakao tidak aman disimpan dalam waktu lama, sedangkan jika kadar

air di bawah 6 % biji kakao mudah rapuh (Winarmo 2004). Data dari penelitian

menunjukan bahwa data dibawah dari 6 % jadi penelitian ini tidak baik untuk

bentuk fisik, tetapi biji dapat disimpan dalam waktu yang lama karena biji kakao

tersebut kadar airnya sedikit.

PH Biji Kakao

Penambahan ragi 0.5% dan sukrosa 1% mempunyai pH biji 4.76 dan 5.51,

dan terjadi peningkatan pH seiring dengan peningkatan konsentrasi sukrosa

sampai 2% dengan nilai pH 5.87 dan 5.89. Penurunan pH mulai terjadi pada

konsentrasi sukrosa 3% baik pada pemberian ragi 0.5% dan 1% masing-masing

4.6 dan 4.58 (Tabel 5). Biji kakao dengan nilai keasaman dinyatakan dalam

satuan pH dengan nilai 5,20-5,50 atau nilai titrasi asam 0,12-0,15 meq/g diterima

sebagai biji kakao dengan tingkat keasaman optimal oleh pabrik cokelat. Biji yang

tergolong asam mempunyai pH<5,0 (Sulistyowati, 1988). Pabrik cokelat di Eropa

dan Amerika menghendaki biji kakao kering dengan pH pada kisaran 5,1–5,8, dan
37

pH 5,2 paling disukai (Lopez dan Passos ,1984; Soetiadjo dan Mangoensoekarjo,

1980).

Penambahan ragi meningkatkan jumlah mikroba yang ada di pulp biji,

sehingga meningkatkan kemampuan ragi untuk merombak gula menjadi alkohol.

Ragi tape mengandung Saccharomyces cerevisiae yang mempunyai pertumbuhan

sempurna pada suhu sekitar 30°C dan pH 4,8. Selain itu pada ragi tape terdapat

mikroorganisme yang pada kondisi anaerob akan menghasilkan enzim amilase

dan enzim amiloglukosidase, dua enzim yang bertanggungjawab dalam

penguraian karbohidrat menjadi glukosa dan maltose (Herlianti, 1994). Mikroba

yang terdapat di dalam ragi tape dapat dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu

kapang amilolitik, khamir amilolitik, khamir non amilolitik, bakteri asam laktat

dan bakteri amilolitik. Ragi tape merupakan populasi campuran yang tediri dari

spesies-spesies genus Aspergilius, Saccharomyces, Candida, Hansenulla, dan

bakteri Acetobacter (Dwijoseputro dalam Tarigan , 1988). Pada tahap awal

fermentasi, dengan pH pulp yang rendah (3,0 - 4,0) kandungan gula yang tinggi

(8–24%) serta tekanan oksigen yang rendah sangat baik untuk pertumbuhan ragi.

Pertumbuhan ragi sangat dominan selama 24–36 jam fermentasi. Pada tahap ini

aktivitas ragi sangat kuat dan lebih dari 90% total mikroorganisme adalah ragi.

Ragi memegang peranan pada pemecahan gula menjadi alcohol (Lopez, 1986).

Jenis ragi yang umum terdapat pada tumpukan biji kakao selama

fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces theobromae,

Saccharomyces ellipsoides, Saccharomyces apiculatus dan Saccharomyces

apimulus (Nasution et al. 1985). Inokulasi khamir meningkatkan jumlah mikrobia


38

yang bekerja merombak gula reduksi pulp menjadi etanol. Peningkatan proses

fermentasi yang terjadi akibat inokulasi mikroorganisme Saccharomyces

cerevisiae dan beberapa biakan bakteri lain dapat meningkatkan kinerja

fermentasi biji kakao. Aktifitas utama dari yeast adalah memetabolisme asam –

asam organik yang terdapat dalam jumlah relatif banyak pada pulpa biji kakao.

Hal ini yang menyebabkan terjadi pengurangan total asam-asam organic sehingga

meningkatkan pH biji kakao. Menurut Amin (2004), perubahan pH terjadi karena

pada awal fermentasi berlangsung metabolisme asam-asam organik yang terdapat

dalam jumlah relatif banyak pada pulpa biji kakao.


39

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan

bahwa

1. Pemberian ragi tape pada biji kakao yang akan difermentasi berpengaruh

nyata terhadap jumlah biji slaty, kadar air dan pH. Perlakuan ragi tape 1%

merupakan perlakuan terbaik terhadap biji slaty 0,75%, indeks fermentasi

1,36, kadar air 6.8% dan pH biji kakao kering 5,89

2. Pemberian gula berpengaruh nyata terhadap kadar biji slaty, pH biji, indeks

fermentasi, kadar air dan kadar lemak. Pemberian gula 2% menghasilkan biji

slaty 0%, pH 5,89, indeks fermentasi 1,21, kadar air 6.6% sedangkan kadar

lemak tertinggi 41,99% pada perlakuan tanpa gula sukrosa.

3. Pemberian ragi 1% dan gula 2% berpengaruh lebih baik terhadap Indeks

fermentasi, dan pH. Selama proses fermentasi berlangsung rata-rata suhu

fermentasi sekitar 30oC dan pH rata-rata 4,0.

Saran

Penelitian ini sangat penting dilanjutkan untuk melihat pengaruh

penambahan ragi dan gula terhadap lama fermentasi skala kecil


40

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Mikrobiologi pada Fermentasi Kakao. http://permimalang.wordpr


ess.com. Diakses pada tanggal 05 Januari 2017.

Astawan. 2004. Prospek Ragi Tape., IPB, Bogor. Diakses pada tanggal 05 Januari
2017.

Afoakwa, E. O, Kongor, J. E., Takrama, J. F. and Budu, A. S. 2013. Changes in


acidification, sugars and mineral composition of cocoa pulp during
fermentation of pulp pre-conditioned cocoa (Theobroma cacao) beans.
International Food Research Journal. 20 (3) : 1215-1222.
Afoakwa, E. O., Paterson, A., Fowler, M. and Ryan, A. 2008. Flavour formation
and character in cocoa and chocolate: a critical review. Critical Reviews
in Food Science and Nutrition 48: 840-857.
Agung, I.G.N., W. Sudjatha, I.G.P. Jamasuta dan G.P. Ganda-Putra. 1998.
Memperpendek masa fermentasi biji kakao dengan pemberian ragi tape.
Laporan Penelitian. Universitas Udayana, Denpasar.
Alamsyah, T.S. 1991. Peranan fermentasi dalam pengolahan biji kakao kering.
Suatu Tinjauan. Berita Perkebunan, 1 (2) : 97-103.
Ardhana, M.M. & G.H. Fleet, 2003. The Microbial Ecology Of Cocoa Bean
Fermentation In Indonesia. International Journal Of Food Microbiology
86, 87-99.
Atmawijaya. 1993. “Pengkajian Terhadap Beberapa Parameter Biji Kakao Selama
Waktu Fermentasi Pada Proses Fermentasi Biji Kakao (Theobroma
Cocoa L.)”. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknik Pertanian Universitas
Djuanda
Badan Standarisasi Nasional, 2008.SNI 2323 : 2008. Biji Kakao. ICS.67.140.30.

Biehl, B.; E. Brunner; D. Passern; V.C. Quesnel & D. Adomako, 1985.


Acidification, proteolysis and flavour potential in fermenting cocoa
beans. Journal of the Science of Food and Agiculture ,36, 583-598.
Binh, P.T.; T.T. Hoaitram; N.V. Thuong;P.V. Th ao; T.T. Thamh a & T.T.
Hoanganh, 2012. Using invertase (Novozyme) in cocoa for improving
bean quality and fermentation process in Vietnam. Journal of Agicultural
Technology, 8, 93-102.
Camu, N.; T.D. Winter; S.K. Addo; J.S. Takrama; H. Bernart & L.D. Vuyst, 2008.
Fermentation Of Cocoa Beans:Influence Of Microbial Activities And
Polyphenol Concentrations On The Flavour Of Ch Ocolate. Journal Of
The Science Of Food And Agiculture ,88, 2288-2297.
41

Cempaka, L.; .Aliewarga, S. Purwo, and M.T.A.P. Kresnowati, "Dynamics of


cocoa bean pulp degadation during cocoa bean fermentation: effects of
yeast starter culture addition", Journal of Mathematical and Fundamental
Sciences, Vol. 46, pp. 14-25, 2014.
de Brito, E. S., N. H. Pezoa Garcia, M. I. Gallao, Angelo L. Cortelazzo, Pedro S.
Fevereiro and Marcia R. Braga, 2000. Structural And Chemical Changes
In Cocoa (Theobroma Cacao L.) During Fermentation, Drying And
Roasting. Journal Of The Science Of Food And Agiculture, 81: 281-288.
Dimas Ageng S Dan Surya Rosa Putra, 2009. Profil Fermentasi Sukrosa Menjadi
Etanol Menggunakan Zymomonas Mobilis Yang Dikoamobilkan
Dengan Ekstrak Kasar Invertase. Prosiding Tugas Akhir Semester Genap
2008/2009. Prosiding KIMIA FMIPA – ITS
Doume, Z. S.Y., Rostiati, dan Hutomo, G.S. 2013. Karakteristik Kimia dan
Sensoris Biji Kakao Hasil Fermentasi pada Tingkat Petani dan Skala
Laboratorium. e-J. Agrotekbis 1 (2) :145-152.
Guehi, S.T., S. Dabone, L. Ban-Koffi, D.K. Kra, and G.I. Zahouli. 2010. Effect Of
Turning Beans And Fermentation Method On The Acidity And Physical
Quality Of Raw Cocoa Beans. Advance Journal Of Food Science And
Technology, 2:163-171.
Kustyawati, M. E. dan Setyani, S. 2008. Pengaruh Penambahan Inokulum
Campuran terhadap Perubahan Kimia dan Mikrobiologi Selama
Fermentasi Coklat. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian 13 (2) :
73-84.
Lopez, A.S. & F.M.L. Passos,1984. Factor influencing cacao bean acidity;
Fermentation, drying and the microflora.9th Int. Cacao Res. Conf.,
Togo,701—704.

Lopez dan Dimick, 1996. Potensi gula Sukrosa sebagai Bahan Fermentasi.
Lembaga Penelitian Universitas Lampung. 45 hlm. Diakses pada tanggal
05 Januari 2017.

Nielson, 2007. Peranan fermentasi dalam pengolahan biji kakao kering. Suatu
Tinjauan. Berita Perkebunan, 1 (2) : 97-103.

Nasution Z., Wahyudi M.C. dan Betty S.L., 1985. Pengolahan Coklat.
Agroindustri. IPB-Press, Bogor. Diakses pada tanggal 08 Desember
2016.

Pasau, C., 2013. Efektivitas Penggunaan Asam Asetat Pada Pemeraman Biji
Kakao Segar Sebagai Analog Fermentasi. E-J.Agotekbis 1 (2) : 113-120
42

Purwo, S., 2012. Flavor Cokelat Profil dan Aplikasi (Online). Foodreview
Indonesia/Vol. VII/No.5/Mei 2012. Diakses 7 Juli 2012
Rohan, T. A. 1963. Processing of raw, cacao for the market dalam Prawoto, A.
dan Sulistyowati. 2001. Sifat-sifat fisiko Kkmia lemak kakao dan
faktorfaktor yang berpengaruh. Pusat Penelitian Perkebunan. Jember.
Hlm 39- 46. Diakses pada tanggal 05 Januari 2017.
Ramlah, S. & D. Daud, 2009. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Warna Dan
Citarasa Biji Kakao. Jurnal Industri Hasil Perkebunan, 4, 24-30.
Schwan, R.F. 1998. Cocoa fermentations conducted with a defined microbial
cocktail inoculum. Appl. Environ Microbiol., 64 (4) : 1477-1483.
Senanayake, M., R.J. Errol, and K.A. Buckle. 1996. Effect Of Different Mixing
Intervals On The Fermentation Of Cocoa Beans. J. Sci. Food Agic. 74:
42-48.
Sinartani, 2016. Pentingnya Proses Fementasi Biji Kakao. BPP Teknologi.Diakse
s pada tanggal 08 Desember 2016.

Soetiardjo, dan S. Mangoensoekardjo, 1980.Pengaruh Fermentasi dan


Pengeringan terhadap Kualitas Biji Cokelat Bulk. Kumpulan Makalah
Konferensi Cokelat Nasional, Volume II.

Sulistyowati dan Soenaryo. 1989. Optimasi lama fermentasi dan perendaman biji
kakao mulia. Pelita Perkebunan, 5 (1) : 37-45.

Towaha, J., Anggraini, D.A. dan Rubiyo. (2012) Keragaan mutu biji kakao dan
produk turunannya pada berbagai tingkat fermentasi: Studi kasus di
Tabanan, Bali. Pelita Perkebunan 28 : 166-183

Widianto, et, al., 2013. Proses Pengembangan Mikroba Dalam Proses Fermentasi
Coklat. IPB-Press, Bogor. Diakses pada tanggal 05 Januari 2017.
Widyotomo, S., dan Sri-Mulato, 2008. Teknologi Fermentasi Dan Diversifikasi
Pulpa Kakao Menjadi Produk Yang Bermutu Dan Bernilai Tambah.
Review Penelitian Kopi Dan Kakao 2008, 24(1), 65 - 82.
Wahyudi,T.T.R. Panggabean; Pujiyanto (editor), 2013. Kakao, Manajemen
Agibisnis dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya.

Winarto. 1984. Kandungan Ragi Tape. Jurnal Tekno dan Industri Pangan, 13 (2)
: 125 – 135. Diakses pada tanggal 05 Januari 2017.
Yusianto; T. Wahyudi & B. Sumartono, 1995. Pola Citarasa Biji Kakao Dari
Beberapa Perlakuan Fermentasi. Pelita Perkebunan, 11, 117–131.
43

LAMPIRAN

Tabel Lampiran 1a. Suhu Selama Fermentasi


Biji per100 gr
Perlakuan JUMLAH Rata-Rata
1 2
T1G0 32.1 31.1 63.2 31.6
T2G0 30.5 30.3 60.8 30.4
T1G1 30.9 29.9 60.8 30.4
T2G1 29.6 31.2 60.8 30.4
T1G2 29.9 30.1 60 30
T2G2 32.4 32.8 65.2 32.6
T1G3 32.1 31.5 63.6 31.8
T2G3 29.7 30.7 60.4 30.2
Total 247.2 247.6 494.8 30.9

Tabel Lampiran 1b. Sidik Ragam Suhu Selama Fermentasi

sumber F-Tabel
keragaman DB JK KT Fhit 5% 1%
P 7 12.47000 1.78143 4.62709 * 3.50 6.18
Faktor G 3 1.71000 0.57000 1.48052 tn 4.07 7.59
Faktor T 1 0.01000 0.01000 0.02597 tn 5.32 11.26
G+T 3 10.75000 3.58333 9.30736 ** 4.07 7.59
Galat 8 3.08000 0.38500
Total 15 28.02

KK= 2.006414494

Keterangan:

**: Berpengaruh Sangat Nyata

tn: Tidak Berpengaruh Nyata


44

Tabel Lampiran 2a. pH Selama Fermentasi


pH Selama Fermentasi
Perlakuan JUMLAH Rata-Rata
1 2
T1G0 3.7 3.9 7.6 3.8
T2G0 4.5 4.3 8.8 4.4
T1G1 4.1 3.5 7.6 3.8
T2G1 4.7 4.1 8.8 4.4
T1G2 3.1 3.3 6.4 3.2
T2G2 3.8 4.2 8 4
T1G3 4.5 3.5 8 4
T2G3 3.9 4.1 8 4
Total 32.3 30.9 63.2 31.6

Tabel Lampiran 2b. Sidik Ragam pH Selama Fermentasi

sumber F-Tabel
JK Db KT Fhit
keragaman
5% 1%
Perlakuan 7 2.04000 0.29143 2.28571 tn 3.50 6.18
G 3 0.68000 0.22667 1.77778 tn 4.07 7.59
T 1 1.00000 1.00000 7.84314 * 5.32 11.26
G+T 3 0.36000 0.12000 0.94118 tn 4.07 7.59
Galat 8 1.02000 0.12750
Total 15 3.06000

KK= 1.12997285

Keterangan:

 : Berpengaruh nyata

tn: Tidak Berpengaruh Nyata


45

Tabel Lampiran 3a. Jumlah Biji per 100 gr

Biji per100 gr
Perlakuan JUMLAH Rata-Rata
1 2
T1G0 71 70.2 141.2 70.6
T2G0 73.2 74 147.2 73.6
T1G1 73.6 73 146.6 73.3
T2G1 70.5 69.5 140 70
T1G2 80.5 80.7 161.2 80.6
T2G2 75.5 73.1 148.6 74.3
T1G3 82.8 76.4 159.2 79.6
T2G3 75 79 154 77
Total 602.1 595.9 1198 74.8

Tabel lampiran 3b. Sidik Ragam Jumlah Biji per 100 gr

sumber F-Tabel
DB JK KT Fhit
keragaman
5% 1%
Perlakuan 7 212.19000 30.31286 7.41599 ** 3.50 6.18
G 3 145.85000 48.61667 11.89399 ** 4.07 7.59
T 1 21.16000 21.16000 5.17676 tn 5.32 11.26
G+T 3 45.18000 15.06000 3.68440 tn 4.07 7.59
Galat 8 32.70000 4.08750
Total 15 244.89000

KK= 2.70017584

Keterangan:

**: Berpengaruh Sangat Nyata

tn: Tidak Berpengaruh Nyata


46

Tabel Lampiran 4a. Kadar Lemak

Kadar Lemak
Perlakuan JUMLAH Rata-Rata
1 2
T1G0 42.0244 40.3092 82.3336 41.1668
T2G0 39.9655 45.6657 85.6312 42.8156
T1G1 40.2754 37.9888 78.2642 39.1321
T2G1 41.5715 40.3521 81.9236 40.9618
T1G2 36.5773 42.6571 79.2344 39.6172
T2G2 44.6669 32.6549 77.3218 38.6609
T1G3 35.3885 37.5413 72.9298 36.4649
T2G3 37.1934 39.4586 76.652 38.326
Total 317.663 316.628 634.2906 39.643

Tabel Lampiran 4b. Sidik Ragam Kadar Lemak

sumber F-Tabel
DB JK KT Fhit
keragaman
5% 1%
Perlakuan 7 54.37521 7.76789 0.53303 tn 3.50 6.18
G 3 43.93066 14.64355 1.00484 tn 4.07 7.59
T 1 4.80333 4.80333 0.32961 tn 5.32 11.26
G+T 3 5.64122 1.88041 0.12903 tn 4.07 7.59
Galat 8 116.58373 14.57297
Total 15 170.95894

KK= 9.62954318

Keterangan:

tn: Tidak Berpengaruh Nyata


47

Tabel Lampiran 5a. Indeks Fermentasi

Indeks Fermentasi
Perlakuan JUMLAH Rata-Rata
1 2
T1G0 1.0689 1.2387 2.3076 1.1538
T2G0 1.2006 1.1386 2.3392 1.1696
T1G1 1.0817 1.2135 2.2952 1.1476
T2G1 1.3015 1.0139 2.3154 1.1577
T1G2 1.1935 1.1863 2.3798 1.1899
T2G2 1.3012 1.1164 2.4176 1.2088
T1G3 1.2729 1.4067 2.6796 1.3398
T2G3 1.3002 1.41 2.7102 1.3551
Total 9.7205 9.7241 19.4446 1.2152

Tabel Lampiran 5b. Sidik Ragam Indeks Fermentasi

sumber F-Tabel
DB JK KT Fhit
keragaman
5% 1%
Perlakuan 7 0.09901 0.01414 1.14919 tn 3.50 6.18
G 3 0.09806 0.03269 2.65591 tn 4.07 7.59
T 1 0.00090 0.00090 0.07337 tn 5.32 11.26
G+T 3 0.00004 0.00001 0.00108 tn 4.07 7.59
Galat 8 0.09846 0.01231
Total 15 0.19747

KK= 9.12869165

Keterangan:

tn: Tidak Berpengaruh Nyata


48

Tabel Lampiran 6a. Biji Slaty


Biji Slaty
Perlakuan JUMLAH Rata-Rata
1 2
T1G0 0 0 0 0
T2G0 1 1 2 1
T1G1 3 1 4 2
T2G1 2 2 4 2
T1G2 0 0 0 0
T2G2 0 0 0 0
T1G3 4 2 6 3
T2G3 1 1 2 1
Total 11 7 18 1.12

Tabel Lampiran 6b. Sidik Ragam Biji Slaty

sumber F-Tabel
DB JK KT Fhit
keragaman
5% 1%
Perlakuan 7 17.75 2.54 5.07 * 3.50 6.18
G 3 12.75 4.25 8.50 ** 4.07 7.59
T 1 0.25 0.25 0.50 tn 5.32 11.26
G+T 3 4.75 1.58 3.17 tn 4.07 7.59

Galat 8 4.00 0.5


Total 15 21.75

KK= 62.8539361

Keterangan:

 : Berpengaruh Nyata

**: Berpengaruh Sangat Nyata

tn: Tidak Berpengaruh Nyata


49

Tabel Lampiran 7a. Kadar Air

Kadar pH
Perlakuan JUMLAH Rata-Rata
1 2
T1G0 8.5 9.7 18.2 9.1

T2G0 6.7 6.1 12.8 6.4

T1G1 7.4 7.5 14.9 7.45

T2G1 6.0 5.8 11.8 5.9

T1G2 6.5 7.5 14.0 7.0

T2G2 7.4 6.7 14.1 7.05

T1G3 7.6 8.0 15.6 7.8

T2G3 7.8 8.0 15.8 7.9

Total 57.9 59.3 117.2 7.325

sumber F-Tabel
DB JK KT Fhit
keragaman
5% 1%
Perlakuan 7 13.58000 1.94000 8.76836 ** 3.50 6.18
G 3 3.87500 1.29167 5.83804 ** 4.07 7.59
T 1 4.20250 4.20250 18.99435 ** 5.32 11.26
G+T 3 5.50250 1.83417 8.29002 ** 4.07 7.59
Galat 8 1.77000 0.22125
Total 15 28.93

KK= 6.42146339

Keterangan:

**: Berpengaruh Sangat Nyata


50

Tabel Lampiran 8a. Kadar pH Biji Kakao

Kadar pH
Perlakuan JUMLAH Rata-Rata
1 2
T1G0 4.77 4.75 9.52 4.76
T2G0 5.21 5.81 11.02 5.51
T1G1 4.85 5.35 10.2 5.1
T2G1 5.56 5.86 11.42 5.71
T1G2 5.85 5.89 11.74 5.87
T2G2 6.03 5.75 11.78 5.89
T1G3 4.2 5 9.2 4.6
T2G3 4.61 4.55 9.16 4.58
Total 41.08 42.96 84.04 5.25

Tabel Lampiran 8b. Sidik Ragam Kadar pH Biji Kakao

F-Tabel
sumber
DB JK KT Fhit
keragaman
5% 1%
Perlakuan 7 4.41430 0.63061 7.08555 ** 3.50 6.18
G 3 3.47890 1.15963 13.02959 ** 4.07 7.59
T 1 0.46240 0.46240 5.19551 tn 5.32 11.26
G+T 3 0.47300 0.15767 1.77154 tn 4.07 7.59
Galat 8 0.71200 0.08900
Total 15 5.12630

KK= 5.67974636

Keterangan:

**: Berpengaruh Sangat Nyata

tn: Tidak Berpengaruh Nyata


51

LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 1 : Proses Pemetikan Dan Pengupasan Buah Kakao

Gambar 2 : Proses Pencampuran Biji Kakao Dengan Gula Pasir Dan Ragi Tape

Gambar 3 : Pembalikan Biji Kakao Selama 48 Jam


52

Gambar 4 : Proses Penjemuran Biji Kakao

Gambar 5 : Menghitung Biji kakao per 100gr dan Kadar Air

Gambar 6 : Proses Menghitung Biji Slaty dan Kadar pH

Anda mungkin juga menyukai