Anda di halaman 1dari 13

FERMENTASI BIJI KAKAO (Theobroma cacao) BERDASARKAN KANDUNGAN

KIMIA DENGAN PERLAKUAN PEMBIAKAN MURNI

Siti Sofia Purnama


Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Jambi
Email : purnamasofia01@gmail.com

ABSTRAK

Sebagian besar biji kakao yang didapatkan petani Indonesia adalah kakao kering non-fermentasi
yang kualitasnya masih bisa ditingkatkan menggunakan metode fermentasi, namun diperlukan
optimasi supaya fermentasi bisa berjalan dengan baik. Penelitian ini dilakukan buat mengetahui
efek dari anugerah biakan murni Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus lactis, dan
Acetobacter aceti di fermentasi biji kakao kering jemur. Biji kakao kering jemur diperoleh
menggunakan mengeringkan biji kakao basah (segar) pda kebinet dryer, serta diengaruhi kadar
gula reduksinya. Percobaan fermentasi biji kakao kering jemur dilakukan pada kotak fermentasi
(p = 120 cm, l = 80 cm, t = 40 cm) yang diberi lubang aerasi berdiameter 1 cm, serta jarak antara
lubang 10 cm. Biji kakao difermentasi selama 6 hari dan tanpa dibalik selama fermentasi.
Perlakuan pada penelitian ini merupakan merupakan A1 (tanpa penambahan biakan murni
(kontrol)), A2 (pemberian biakan murni diawal fermentasi), A3 (pemberian biakan murni secara
sedikit demi sedikit selama fermentasi (Saccharomyces cerevisiae)), selesainya jam ke-24
diberikan Lactobacillus lactis serta sesudah jam ke-48 diberikan Acetobacter aceti. Setiap
perlakuan diulang 3 kali serta diamati dua hari sekali. Kadar gula reduksi, kadar etanol, kadar
asam tertitrasi, populasi khamir, dan bakteri asam asetat pada pulp/cairan fermentasi diamati
selama proses fermentasi. Buat mengetahui kualitas biji kakao kering jemur dilakukan
pengukuran pH, indeks fermentasi, dan uji belah pada biji kakao kering jemur sesudah
fermentasi.

Kata Kunci : Fermentasi; Biji kakao; Biakan murni; Kandungan kimia

1
PENDAHULUAN

Kakao merupakan galat satu komoditi andalan nasional dan berperan penting bagi
perekonomian Indonesia, terutama dalam penyediaan lapangan kerja, asal pendapatan petani
serta sumber devisa bagi negara. Luas huma kakao pada Indonesia di tahun 2000 mencapai
749.917 ha, produksi 421.142 ton dengan nilai ekspor US$ 341 juta. Bahkan Indonesia
merupakan pemasok terbesar ketiga didunia setelah pantai gading dan Ghana. Volume ekspor
60% tersebut dikapalkan berasal pelabuhan Makassar. Tetapi, mutu kakao dari Indonesia masih
lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara produsen kakao lainnya (Halim, 2006).

Biji kakao artinya salah satu komoditi perdagangan yang mempunyai peluang untuk
dikembangkan dalam rangka perjuangan memperbesar/menaikkan devisa negara serta
penghasilan petani kakao. Produksi biji kakao Indonesia secara signifikan terus semakin tinggi,
namun mutu yang dihasilkan sangat rendah dan majemuk, diantaranya kurang terfermentasi,
tidak relative kering, berukuran biji tidak seragam, kadar kulit tinggi, keasaman tinggi, cita rasa
sangat beragam dan tidak konsisten. Hal tadi tercermin berasal harga biji kakao Indonesia yang
relative rendah serta dikenakan potongan harga dibandingkan menggunakan harga produk sama
asal negara pembuat lain. Tetapi, disisi lain kakao Indonesia pula memiliki keunggulan yaitu
mengandung lemak coklat serta dapat membentuk serbuk kakao menggunakan mutu yang baik.

Beberapa faktor penyebab mutu kakao majemuk yang didapatkan artinya minimnya
sarana pengolahan, lemahnya supervise mutu dan penerapan teknologi disemua tahapan proses
pengolahan biji kakao masyarakat yang tidak berorientasi pada mutu. Kriteria mutu biji kakao
yang mencakup aspek phisik, cita rasa, serta kebersihan serta aspek keseragaman dan konsisten
sangat ditentukan oleh perlakuan disetiap tahapan proses produksinya. Tahapan proses
pengolahan serta spesifikasi indera dan mesin yang digunakan yang mengkalim kepastian mutu
wajib didefinisikan secara kentara. Selain itu, supervisi serta pemantauan setiap tahapan proses
wajib dilakukan secara rutin supaya tidak terjadi defleksi mutu, sebab hal demikian sangat
diperhatikan oleh konsumen, ditumbulkan biji kakao adalah bahan standar kuliner atau
minuman. Proses pengolahan butir kakao memilih mutu produk akhir kakao, sebab pada proses
ini terjadi pembentukan calon cita rasa yang khas kakao serta pengurangan cita rasa yang tidak
dikehendaki, miasalnya rasa getir dan sepat.

2
Oleh karena itulah, diharapkan adanya penanganan pasca panen kakao yang baik (Good
Handling Practices) yang sangat berperan pada mengamankan yang akan terjadi berasal sisi
kehilangan jumlah juga mutu sehingga yang akan terjadi yang diperoleh memenuhi SNI atau
Persyaratan Teknis Minimal (PTM). GHP bertujuan buat menekan kehilangan/kerusakan yang
akan terjadi, memperpanjang daya simpan mempertahankan kesegaran, mempertinggi daya guna,
menaikkan nilai tambah, menaikkan efisiensi penggunaan sumber daya dan sarana, menaikkan
daya saing, memberikan laba yang optimum serta membuat usaha pasca panen kakao yang
berkelanjutan.

Terdapat dua cara penanganan pasca panen biji kakao segar (basah) ditingkat petani yaitu
produksi biji kakao kering jemur “menggunakan fermentasi” serta biji kakao kering jemur tanpa
fermentasi. Berdasarkan Badan Pendataan Statistik (Anonim, 2013), produksi kakao kering pada
tahun 2013 mencapai ± 5.450.000 ton tanpa fermentasi, sedangkan ± 385.000 ton ialah biji kakao
kering yang akan terjadi fermentasi. Biji kakao kering jemur tanpa fermentasi terdiri atas biji
kakao kering jemur (produksi petani) serta biji kakao kering jemur setengah fermentasi. Pada
umumnya petani kakao hanya merendam biji kakao segar pada air dalam upaya untuk membantu
menghilangkan pulp serta dilanjutkan penjemuran (Apriyanto,dkk, 2016a; Anonim, 2013).

Fermentasi adalah proses perombakan gula dan asam sitrat dalam pulp menjadi asam-
asam organik yang dilakukan oleh mikrobia pelaku fermentasi (Camu dkk., 2008., Mersman dkk,
2013). Asam-asam organik tersebut akan menginduksi reaksi enzimatik yang ada di dalam biji
sehingga terjadi perubahan biokimia yang akan membentuk senyawa yang memberikan aroma,
rasa, dan warna pada kakao (Apriyanto dkk., 2016b; Afoakwa dkk., 2014). Proses fermentasi
dibagi tiga tahapan (Albertini dkk., 2015) yaitu : (1) Tahap anaerobic terjadi pada 24-36 jam
pertama. Yeast akan mengkonversi gula menjadi alkohol dalam kondisi rendah oksigen dan pH
4, (2) Tahap Lactobacillus lactis yang keberadaannya mulai dari awal fermentasi, tetapi hanya
menjadi dominan antara 48 dan 96 jam. Lactobacillus lactis mengkonversi gula dan sebagian
asam organik menjadi asam laktat, (3) Tahap Bakteri Asam Asetat, dimana keberadaan bakteri
asam asetat juga terjadi selama fermentasi, tetapi menjadi sangat signifikan hingga akhir ketika
terjadi peningkatan aerasi. Bakteri asam asetat berperan dalam mengkonversi alkohol menjadi
asam asetat. Konversi tersebut akibat reaksi eksotermik yang sangat kuat yang berperan dalam
peningkatan suhu. Pada tahap ini suhu bisa mencapai 50 ℃ atau lebih tinggi pada sebagian

3
fermentasi. Proses ini dilakukan dengan cara memeram biji kakao dalam wadah tertutup selama
5-7 hari dengan disertai pembalikan setiap 2 hari sekali. Tanpa melalui proses fermentasi biji
kakao akan terasa pahit, sepat, dan tidak akan menghasilkan aroma yang khas cokelat ketika
diolah (Schwan dan Wheals, 2004).

Biji kakao kering telah kehilangan sebagian besar kandungan air serta substrat.
Kandungan air selama fermentasi dipergunakan pada rekasi enzimatik pada biji dan
pertumbuhan mikrobia di dalam pulp (Schwan dan Wheals, 2004). Air akan mempertemukan
enzim menggunakan substrat yang terdapat pada dalam biji, sebagai akibatnya proses hidrolisis
dan oksidasi senyawa calon rasa, warna, dan aroma dikakao bisa terjadi. Kandungan air yang
diperlukan pada fermentasi kakao ialah lebih asal 35%. Substrat artinya bahan yang dirombak
oleh mikrobia selama proses fermentasi. Substart pada fermentasi biji kakao ialah gula dan asam
sitrat yang terkandung pada pulp.

Mikrobia akan melakukan perombakan senyawa gula pada pulp sebagai asam-asam
organil selama fermentasi. Asam akan berdifusi masuk kedalam biji serta menginduksi reaksi
enzimatik buat membentuk senyawa calon rasa, aroma, dan warna (Afoakwa dkk., 2014).
Berdasarkan Schwan dan Wheals (2004), keberhasilan fermentasi biji kakao dipengaruhi oleh
substrat serta jumlah mikrobia selama fermentasi. Sesuai hal diatas, maka perlu diupayakan
pengembalian kandungan air biji kakao sebelum fermentasi. Penelitian fermentasi kakao
memakai biji kakao kering jemur telah berhasil dilakukan di laboratorium rekayasa. Penelitian
ini bertujuan buat mengetahui perubahan sifat kimia pada fermentasi biji kakao kering jemur.

METODE PENILITIAN

Biji Kakao Kering Jemur

Biji kakao yang dipergunakan diambil berasal dari buah kakao masak, yaitu buah yang
sudah berwarna kuning atau oranye serta mengeluarkan bunyi berongga saat diketuk. Buah tanpa
dicuci lalu dibelah buat dikeluarkan bijinya dan dikeringkan di lantai penjemuran terdiri atas rak
penjemur yang terbuat asal kasa plasful atau paranet lembut menggunakan bingkai berbahan
kayu dan ditempatkan pada tempat penjemuran yang berbahan besi dengan tinggi 1 meter dari
lantai pada bawah sinar matahari langsung sampai kandungan airnya tersisa ± 15%.

4
Analisis Pendahuluan

Analisis pendahuluan dilakukan buat mengetahui kadar air dan gula reduksi pada pulp
serta biji kakao yang hilang selama proses pengeringan. Kadar air berasal biji kakao dipengaruhi
dengan menggunakan metode gravimetri, sedangkan di kadar gula reduksi pulp basah, pulp
kering menggunakan metode Nolson-Somogy (Sudarmadji dkk., 1997).

Perbanyak Biakan Murni Khamir dan Bakteri

Perbanyakan biakan murni pada khamir serta bakteri ialah dengan cara 2 langkah, yaitu :
1) pemudaan biakan murni (Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus lactis, dan Acetobacter
aceti), 2) penyiapan biakan murni.

Pemudaan (Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus lactis, dan Acetobacter aceti)

Pemudaan dilakukan mengacu metoda Ardhana dan Fleet (2013). 1 ose biakan murni
yeast (Saccharomyces cerevisisae) di supaya miring secara aseptis kemudian digoreskan pada
agar miring media Potato Glucose Yeast Extract, lalu diinokulasi di suhu kamar selama 48 jam.
Selanjutnya bakteri asam laktat (Lactobacillus lactis) yaitu 1 ose biakan murni di supaya miring
secara aseptis lalu digoreskan di agar miring media MRS brouth, lalu diinokulasi di suhu kamar
selama 48 jam. Pada bakteri asam asetat (Acetobacter aceti) ialah 1 ose biakan murni pada agar
miring secara aseptis, selanjutnya digoreskan pada agar miring media Potato Glucose Yeast
Extract (PGYE), lalu diinokulasikan pada suhu kamar selama 48 jam.

Penyiapan Biakan Murni

Penyiapan biakan murni diawali menggunakan penyiapan media cair terdiri peptone (7,5
g/L), Glucose (20 g/L), Yeast extract (4,5 g/L), buat Saccharomyces cerevisiae, MRS bouth (52
g/L), CaCO3 (10 g/L), buat Lactobacillus lactis serta peptone (7,5 g/L), Yeast ectract (4,5 g/L),
glucose (20 g/L), etanol 5% buat Acetobacter aceti. Sehabis media cair disiapkan diambil
masing-masing 1 ose biakan murni yang akan terjadi berasal pemudaan Saccharomyces
cerevisiae, Lactobacillus lactis, serta Acetobacter lactis lalu di fermentasikan selama 48 jam
pada suhu 37℃.

Fermentasi Biji Kakao Kering Jemur

5
Fermentasi dilakukan menggunakan meletakkan biji kakao kering jemur pada kotak
fermentasi(diameter 20 cm, tinggi 30 cm) yang dialasi daun pisang serta ditutupi menggunakan
plastik. Sebelum dipergunakan kotak fermentasi, daun pisang serta plastik dicuci sabun
antiseptik, serta dibasuh alkohol kadar 70%. Biji ditimbang sebesar 12 kg, dibubuhi media cair
yang mengandung biakan murni khamir, bakteri asam laktat serta bakteri asam asetat (2 L)
secara sedikit demi sedikit hingga terserap semuanya oleh biji kakao. Jumlah biakan murni
khamir serta bakteri asam asetat yang ditambahkan (108 cfu/g) sesuai biakan murni yang
ditambahkan pada fermentasi kakao biasa (Ardhana dan Fleet, 2003), sedangkan jumlah air yang
ditambahkan sesuai selisih berat biji kakao segar serta biji kakao kering jemur.

Fermentasi yang dilakukan menggunakan tiga cara yaitu : biji kakao tanpa penambahan
biakan murni, biji kakao dibubuhi biakan murni secara bersamaan serta biji kakao ditambahkan
biakan murni secara bertahap diawal fermentasi ditambahkan khamir, sehabis jam ke-24
ditambahkan bakteri asam laktat lalu selesainya 48 jam dibubuhi bakteri asam asetat.

Analisis Pemantauan Proses Fermentasi

Kadar asam tertitrasi dipengaruhi menggunakan metode Cutaia (1984), kadar gula
reduksi ditentukan dengan metode Nelsonsomogy (Sudarmadji dkk, 1997), sedangkan
perhitungan jumlah koloni khamir serta bakteri asam asetat dilakukan menggunakan metode
plate count. Data dianalisis menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Pengeringan Biji Kakao Hasil Fermentasi

Biji dikeringkan dibawah sinar matahari langsung, penjemuran dilakukan selama 4-5 hari
dan selama masa penjemuran biji dibalik dua kali sehari. Penjemuran diakhiri saat kandungan air
biji 15-20% serta tanpak biji kakao berwarna cokelat atau cokelat merah.

Analisis Biji Kakao Hasil Fermentasi

Penentuan pH biji menggunakan metode Jinap dan Dimick (1990). Analisis statistik data
yang diperoleh dilakukan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN

6
Perubahan Kandungan Gula Reduksi

Gula reduksi ialah yang akan terjadi perombakan pektin, pati, dan sukrosa yang
terkandung dalam pulp oleh mikrobia selama fermentasi. Pektin menggunakan bantuan enzim
prktinase dipecah sebagai alkohol serta asam pektinat, lalu asam pektinat dengan bantuan enzim
pektinase dipecah sebagai galaktosa, arabinosa, dan asam asetat. Pati diplasenta dirombak
sebagai sebagai gula oleh khamir amilolitik. Sukrosa asal tetes tebu dipecah menjadi glukosa
serta fruktosa oleh enzim invertase. Gula reduksi selain berfungsi menjadi bahan baku
pembuatan etanol juga berfungsi menjadi senyawa calon rasa pada biji kakao. Kandungan gula
reduksi pada fermentasi biji kakao basah meningkat di awal fermentasi dan menurun pada
pertengahan fermentasi serta tetap stabil sampai akhir masa fermentasi (Lopez dan Dimick,
1995).

Kandungan gula reduksi pada penelitian ini disajikan di Tabel 1. Uji organoleptik
kandungan gula pereduksi biji kakao kering jemur (%) dengan perlakuan tanpa penambahan
biakan murni, pemberian biakan murni diawal fermentasi, dan penambahan biakan sedekit-demi
sedikit selama fermentasi pada penelitian ini diamati setiap 2 hari sekali serta terlihat terjadi
peningkatan kandungan gula reduksi disetiap perlakuan hingga pengamatan hari terakhir (enam
hari), serta hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Lopez dan Dimick, (1995). Peningkatan
kadar gula reduksi dikarenakan ketika pengeringan biji kakao basah dengan sinar matahari
terjadi kehilangan kadar air, sebagai akibatnya mikrobia pada pulp tidak aktif, lalu sehabis
dilakukan pengembalian kadar air mikrobia kembali aktif. Hal ini ditunjukkan menggunakan
kadar gula reduksi yang dihasilkan diperlakuan A1 (tanpa penambahan biakan murni) lebih kecil
dibandingkan perlakuan yang lain. Hal ini menandakan bahwa proses fermentasi biji kakao
kering jemur dalam penelitian ini berjalan lebih lambat, bila dibandingkan menggunakan proses
fermentasi biji kakao basah mirip yang dilaporkan oleh Lopez dan Dimick, (1995) dan proses
fermentasinya dapat dikatakan belum berhenti pada waktu enam hari. Penambahan biakan murni
menaikkan kandungan gula reduksi walaupun secara statistik tidak signifikan karena proses
perombakan masih belum maksimum. Jika dicermati pada perlakuan penambahan biakan murni
tampak bahwa inokulasi biakan murni meningkatkan kandungan gula reduksi, hal ini diguga
karena biakan murni tersebut mendegradasi gula pada jumlah lebih banyak dibandingkan
menggunakan yang tidak ditambah biakan murni. Hal ini adalah konsekuensi menaikkan

7
aktivitas khamir dan dihasilkannya kandungan etanol yang lebih banyak perlakuan yang
ditambah biakan murni.

Tabel 1. Uji organoleptik kandungan gula pereduksi biji kakao kering jemur (%) dengan
perlakuan tanpa penambahan biakan murni, pemberian biakan murni diawal fermentasi, dan
penambahan biakan sedekit-demi sedikit selama fermentasi

Perlakuan fermentasi kandungan gula Pengamatan uji organoleptik selama


pereduksi biji kakao kering jemur proses fermentasi biji kakao (hari)

Hari 1 Hari 2 Hari 3

Tanpa penambahn biakan murni


2,49ab 3,41ab 4,72 ab
Pemberianbiakan murni diawal
fermentasi
4,71 a 4,49 ab 6,57 b
Penambahan biakan murni sedikit
demi sediki selama fermentasi
6,57 a 7,85b 9,23b
Keterangan : huruf yang berbeda dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (a<5%)

Perubahan Kandungan Etanol

Gula didalam pulp artinya substrat yang bisa dirombak menjadi etanol, sedangkan
inokulasi khamir menikkan jumlah mikrobia yang bekerja merombak gula menjadi etanol.
Peningkatan proses fermentasi yang terjadi dampak inokulasi mikroorganisme banyak
dilaporkan pada beberapa penelitian. Schwan (1998) di penelitiannya melaporkan perubahan
biakan murni Saccharomyces cerevisiae dan beberapa biakan murni bakteri lain bisa menaikkan
kinerja fermentasi biji kakao, Tabel 2. Tampak bahwa penambahan biakan murni menaikkan
kegiatan khamir.

Tabel 2. Uji organoleptik kandungan etanol dalam cairan fermentasi (%)dengan


perlakuan tanpa penambahan biakan murni, pemberian biakan murni diawal fermentasi, dan
penambahan biakan sedekit-demi sedikit selama fermentasi

8
Perlakuan fermentasi kandungan Pengamatan uji organoleptik selama
etanol dalam cairan fermentasi (%) proses fermentasi biji kakao (hari)

Hari 1 Hari 2 Hari 3

Tanpa penambahn biakan murni


0,39abc 0,38abc 0,25c
Pemberianbiakan murni diawal
fermentasi
0,78a 0,75abc 0,43abc
Penambahan biakan murni sedikit
demi sediki selama fermentasi
0,66 ab 0,54 abc 0,39bc
Keterangan : huruf yang berbeda dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (a < 5%)

Tanda peningkatan kegiatan khamir tampak dari meningkatnya kandungan etanol, namun
tidak disertai menggunakan peningkatan populasi khamir. Hal ini ditimbulkan karena pada
keadaan anaerob (Lehrian dan Petterson, 1983). Sumber karbon menjadi sumber energy tidak
dipergunakan buat pertumbuhan melainkan buat pembentukan etanol.

Perubahan Kandungan Asam

Ketika fase anaerob pada proses fermentasi kakao mulai terhenti, suksesi mikrobia akan
dilanjutkan oleh bakteri asam asetat yang akan mengganti etanol menjadi asam asetat (Biehl,
1986; Lopes dan Dimick, 1995; Beckket, 2009). Kandungan asam pada biji kakao yang akan
terjadi fermentasi ialah pertanda kualitas biji kakao kering jemur. Semakin asam biji kakao
kering jemur yang akan terjadi fermentasi menandakan semakin rendah mutu biji kakao tersebut.
Pengujian kandungan asam pada penelitian ini memakai analisis asam tertitrasi. Data asam
tertitrasi diasumsikan sebagai asam asetat. Hasil analisis asam tertitrasi selama proses fermentasi
di peneleitian ini disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Uji organoleptik kandungan asam tertitrasi dalam cairan fermentasi (%) dengan
perlakuan tanpa penambahan biakan murni, pemberian biakan murni diawal fermentasi, dan
penambahan biakan sedekit-demi sedikit selama fermentasi

Perlakuan fermentasi kandungan Pengamatan uji organoleptik selama


asam tertitrasi dalam cairan fermentasi proses fermentasi biji kakao (hari)

9
(%) Hari 1 Hari 2 Hari 3

Tanpa penambahn biakan murni


2,33de 2,88a 1,42t
Pemberianbiakan murni diawal
fermentasi
2,52bcde 3,19abc 1,86ef
Penambahan biakan murni sedikit
demi sediki selama fermentasi
2,74 abc 3,16ab 1,35f
Keterangan : huruf yang berbeda dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (a < 5%)

Dari Tabel.3 terlihat bahwa penambahan biakan murni menggambarkan peningkatan


jumlah asam tertitrasi diawal fermentasi, hal ini menandakan bahwa sudah terjadi perombakan
gula oleh yeast sebagai etanol sehingga menaikkan kandungan asam di biji kakao. Sejalan
menggunakan lama fermentasi terjadi peningkatan pada hari ke-3 yang pertanda bahwa peran
perombakan gula menjadi etanol dilakukan oleh bakteri asam laktat juga berjalan baik, sehingga
kandungan etanol pada biji kakao semakin tinggi, kemudian menurun kandungan asam
tertitrasinya sampai akhir fermentasi. Hal ini sebab sudah terjadi perombakan etanol sebagai
asam asetat oleh bakteri asam asetat serta asam asetat mengalami penguapan. Temuan ini sejalan
dengan pernyataan Schwan dan Wheal (2004) bahwa selama fermentasi gula dirombak menjadi
etanol serta lalu etanol dirombak menjadi asam asetat. Diakhir fermentasi pada perlakuan A3
kandungan asam tertitrasi lebih rendah dibandingkan pada perlakuan yang lain. Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan biakan murni secara bertahap dapat menurunkan kandungan
asam pada biji kakao kering jemur hasil fermentasi. Penambahan biakan menyebabkan jumlah
mikrobia fermentasi bertambah, sebagai asam asetat dan kandungan asam tertitrasi menurun
diakhir fermentasi.

Kualitas Biji Hasil Fermentasi

Kualitas biji kakao yang akan terjadi fermentasi dipengaruhi terutama oleh keasaman
(pH), pengolahan kakao menghendaki pH biji antara 5,2-5,8 buat membentuk cocoa butter yang
berkualitas (Wood and Lass, 2001). Di awal 24 jam fermentasi khamir mendominasi fermentasi
yang akan merombak komponen gula pada dalam pulp, sehingga akibatnya di penelitian ini
penambahan biakan murni yang mengandung Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus latis,
serta Acetobacter aceti juga membagikan peningkatan kandungan asam di hari ke-1 fermentasi.

10
Keadaan ini pula diikuti oleh nilai pH yang rendah pada hari ke-1. Namun, di hari berikutnya
kandungan asam menurun signifikan pada fermentasi menggunakan fungsi dan peran bakteri
asam laktat serta bakteri asam asetat. Pada penelitian ini penambahan biakan murni campuran
yang ditambahkan diawal fermentasi juga, biakan murni yang ditambahkan secara sedikit demi
sedikit menandakan yang akan terjadi bahwa penambahan biakan murni mengakibatkan
meningkatnya kandungan asam. Data pengamatan pH biji yang akan terjadi fermentasi terjadi
pada Tabel 4.

Tabel 4. Uji organoleptik Derajat Keasaman (pH) biji kakao dengan perlakuan tanpa
penambahan biakan murni, pemberian biakan murni diawal fermentasi, dan penambahan biakan
sedekit-demi sedikit selama fermentasi

Perlakuan fermentasi Derajat Pengamatan uji organoleptik selama


Keasaman (pH) biji kakao proses fermentasi biji kakao (hari)

Hari 1 Hari 2 Hari 3

Tanpa penambahn biakan murni


5,9ab 5,5ab 5,6b
Pemberianbiakan murni diawal
fermentasi
5,7b 5,0a 5,4 ab
Penambahan biakan murni sedikit
demi sediki selama fermentasi
5,8a 5,3a 5,6b
Keterangan : huruf dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (a < 5%)

Tabel 4. Menunjukkan pH biji kakao yang akan terjadi fermentasi yang diperlukan
menggunakan penambahan biakan murni telah memenuhi standar yaitu berkisar antara 5,3-5,6.
Pada proses fermentasi kakao, nilai H serta total asam sangat berkaitan menggunakan proses
kematian biji yang diikuti oleh difusi asam kedalam biji dan reaksi kimia yang mensugesti
kualitas biji kakao.

KESIMPULAN

Pengembalian kadar air biji kakao kering jemur sebelum fermentasi mensugesti
perubahan kimiawi substrat selama fermentasi sebab perubahan mikrobia pada dalamnya.

11
Penambahan Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus lactis, serta Acetobacter aceti sebagai
mikrobia pemfermentasi, pada fermentasi biji kakao kering jemur bisa memperbaiki proses
biokimia yang terjadi, sebagai akibatnya bisa memperbaiki kualitas biji terfermentasi yang
didapatkan walaupun belum memenuhi standar SNI. Penambahan menggunakan biakan murni
campuran pada awal fermentasi meningkatkan kecepatan proses fermentasi pulp, kematian biji
dan kenaikkan suhu dini serta menyebabkan fermentasi kurang lengkap. Penambahan biakan
murni secara sedikit demi sedikit meningkatkan kecepatan proses fermentasi serta peran
mikrobia pada fermentasi bisa dikendalikan sesuai menggunakan suksesi mikroba sebagai
akibatnya peningkatan suhu juga tidak secepat pada penambahan biakan murni campuran awal.

DAFTAR PUSTAKA

Acetobacter, G. D. Q., Hdqv, R., & Saccharomyces, U. H. (2017). ) HUPHQWDVL % LML .


DNDR . HULQJ 0HQJJXQDNDQ Saccharomyces cerevisiae. 37(3), 302–311.

Amran, Rahim, I., & Darmawan. (2018). Penanganan Pasca Panen Kakao (Theobroma cacao, L )
Pada Tingkat Petani di Desa Kalukku, Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju. Prosiding
Seminar Nasional 2018 Sinergitas Multidisiplin Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi,
1(April), 185–190. https://jurnal.yapri.ac.id/index.php/semnassmipt/article/download/36/36/

Karmawati, E., Mahmud, Z., Syakir, M., Munarso, S. J., Ardana, I. K., & Rubiyo. (2010).
Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Geomodel 2007 - 9th EAGE Science and Applied
Research Conference on Oil and Gas Geological Exploration and Development, 1–113.
https://www.earthdoc.org/content/papers/10.3997/2214-4609.201404137

Apriyanto, M., Sutardi, S., Harmayani, E., & Supriyanto, S. (2017). Perbaikan Proses Fermentasi
Biji Kakao Non Fermentasi dengan Penambahan Biakan Murni Saccharomyces cerevisiae,
Lactobacillus lactis dan Acetobacter aceti (Fermentation Process Improvement of Cocoa
Beans with Addition of Non Fermentation Inoculum of Saccha. Agritech, 36(4), 410.
https://doi.org/10.22146/agritech.16764

Fahroji. (2011). Penanganan pascapanen kakao yang baik (Good Handling Practices). Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Riau, 341, 1–65.

12
Indah Anita-Sari, & Agung Wahyu Susilo. (2013). Pengembangan Kriteria Seleksi Karakter
Berat Biji pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) melalui Pendekatan Analisis Sidik
Lintas. Pelita Perkebunan , 29(3), 174–181.

Sulistiyanto, B. (2015). Fermentasi. Eprints Undip, 3–8.

13

Anda mungkin juga menyukai