LATAR BELAKANG
2.1 Kakao
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas tanaman perkebunan yang
berperan dalam meningkatkan pendapatan negara. Perkembangan kakao terus mendapatkan
perhatian karena tanaman kakao merupakan salah satu komoditas tanaman perkebunan penghasil
ekspor yang berperan penting bagi perekonomian. Raharjo (2011) menyatakan bahwa kebutuhan
kakao di dunia terus mengalami peningkatan, sehingga perluasan dan peningkatan produksi kakao
juga harus menjadi perhatian untuk ditingkatkan. Di Indonesia perluasan areal pertanaman kakao
terus ditingkatkan, dengan laju perluasan rata-rata areal tanaman kakao diatas 20% per tahun.
Perkembangan luas areal pertanaman kakao dapat kita lihat dari segi sumbangannya sebagai
komoditas ekspor dalam meningkatkan pendapatan negara. Pada tahun 2015, luas perkebunan
kakao menurut status pengusahaan di Indonesia mencapai 1.709.284 ha dengan produksi 593.331
ton. Pada tahun 2016, luas perkebunan kakao menurut status pengusahaan di Indonesia mencapai
1.701. 351 ha dengan produksi 656.817 ton. Pada tahun 2017, luas perkebunan kakao menurut
status pengusahaan di Indonesia mencapai 1.691.334 juta ha, dengan produksi 688.345 ton (Statistik
Perkebunan Indonesia 2015-2017). Menurut Siregar et al. (2010) hanya 70% dari perluasan tersebut
yang merupakan tanaman produktif karena tanaman kakao di Indonesia secara umum berusia diatas
25 tahun. Indonesia memiliki potensi menjadi produsen utama kakao dunia jika perkebunan kakao di
Indonesia dapat mengatasi berbagai permasalahan utama yang ada dan mampu mengembangkan
serta mengelola agribisnis kakao dengan baik. Selain itu, lahan potensial untuk pengembangan
tanaman kakao di Indonesia cukup luas, yaitu lebih dari 6,2 juta ha.
Tanaman kakao menjadi salah satu komoditas unggulan perkebunan di Sumatera Barat. Pada
tahun 2015, luas lahan perkebunan kakao di Sumatera Barat adalah 158.863 ha dengan produksi
58.882 ton. Pada tahun 2016 terjadi penurunan luas lahan menjadi 158.370 ha namun terjadi
peningkatan produksi menjadi 66.137 ton. Pada tahun 2017, luas lahan menurun lagi menjadi
153.862
Tanaman kakao menjadi salah satu komoditas unggulan perkebunan di Sumatera Barat. Pada tahun
2015, luas lahan perkebunan kakao di Sumatera Barat adalah 158.863 ha dengan produksi 58.882
ton. Pada tahun 2016 terjadi penurunan luas lahan menjadi 158.370 ha namun terjadi peningkatan
produksi menjadi 66.137 ton. Pada tahun 2017, luas lahan menurun lagi menjadi 153.862
Upaya pengembangan tanaman kakao telah diarahkan pada peningkatan hasil produksi dan
mutu hasil. Dalam upaya peningkatan hasil produksi dan mutu hasil perlu diperhatikan bahan tanam
yang akan digunakan dalam budidaya tanaman kakao. Salah satu penyebab rendahnya hasil produksi
dan mutu hasil adalah tanaman kakao yang tidak berasal dari varietas unggul. Kakao di Indonesia
banyak dihasilkan dari perkebunan rakyat. Rendahnya pengetahuan masyarakat akan penggunaan
bahan tanam kakao unggul mengakibatkan kakao yang mereka budidayakan tidak diperhatikan sifat
unggulnya, sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas tanaman.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui ap aitu kakao
2. Untuk mengetahu bagaimna proses pertumbuhan kakao
3. Untuk mengetahui apa saja sifat umum (fisiko-kimia) kakao
4. Untuk mengetahui bagaimana penangan pasca panen kakao
5. Untuk mengetahui apa saja kerusakan yang biasanya terjadi pada produk hasil
olahann kakao
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kakao
Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan Indonesia
yang dapat diolah menjadi produk kokoa dan cokelat yang mengandung antioksidan alami.
Biji kakao mengandung senyawa polifenol yang berperan sebagai antioksidan. Polifenol
golongan flavonoid terutama katekin dan epikatekin adalah komponen utama dalam biji
kakao (Osakabe et al., 1998). Kandungan polifenol dalam produk bubuk kokoa bervariasi
dari 3,3-6,5 mg/g bubuk kakao (Tamrin, 2012). Menurut Yuliatmoko (2007), kandungan total
polifenol dalam bubuk kokoa lebih tinggi dibandingkan dalam anggur maupun teh. Senyawa
monomer flavanol terutama epikatekin pada kokoa juga memiliki efek menguntungkan bagi
kesehatan kardiovaskular (Hurst et al., 2011).
Kandungan senyawa polifenol dalam biji kakao dan produk kokoa yang memiliki sifat
antioksidan atau menyehatkan lainnya membuatnya berpotensi untuk dikembangkan menjadi
produk minuman cokelat yang menyehatkan. Salah satu bentuk diversifikasi produk olahan
kokoa adalah dibuat minuman berbahan dasar ekstrak kokoa dengan penambahan ekstrak
rempah yang disebut minuman cokelat-rempah. Ekstrak rempah yang ditambahkan yaitu
jahe, serai dan kulit kayu secang. Rempah rempah diketahui memiliki komponen bioaktif
berasal dari senyawa fenol. Serai mengandung senyawa geraniol, sitronelal, sitronelol, dan
limonene (Ardani, 2007; Jumepaeng et al., 2013) dan juga senyawa polifenol (Godwin et
al.; 2014; Sah et al., 2012). Jahe mengandung senyawa gingerol, shogaol, zingiberen
(Stoilova et al., 2007; Kesumaningati, 2009). Kulit kayu secang mengandung flavonoid larut
air seperti brazilin, protosappanin, and haematoxylin. Brazilin merupakan senyawa
flavonoid utama yang terkandung dalam kulit kayu secang dan merupakan pigmen merah
alami yang digunakan sebagai pewarna (Nirmal et al., 2015 ;Pawar et al., 2008)
Penambahan ekstrak rempah yang mengandung senyawa polifenol pada pembuatan
minuman cokelat-rempah dapat mempengaruhi sifat kimia (fungsional) serta sensori
minuman. Untuk itu pada penelitian ini perlu dikaji pengaruh penambahan ekstrak rempah
seperti jahe, serai, dan kulit kayu secang pada pembuatan minuman cokelat-rempah terhadap
karakteristik kimia-fungsional (kandungan total polifenol dan aktivitas antioksidan) serta
karakteristik sensori kesukaan. Selama proses penyimpanan minuman cokelat-rempah akan
terjadi kerusakan polifenol sehingga perlu dilakukan kajian stabilitas polifenol dalam
minuman cokelat-rempah selama penyimpanan.
2.2 Sumber Kakao
Kakao awalnya ditanam dengan menggunakan biji kakao sebagai bahan tanam, bukan
menggunakan bibit pohon kakao. Proses penanaman dimulai dengan menanam biji kakao
dalam polybag atau kotak biji yang berisi campuran tanah dan pupuk organik. Setelah itu,
bibit kakao tersebut dirawat dan ditanam di lahan yang telah dipersiapkan dengan baik.
Untuk menanam kakao, biasanya dipilih lahan yang memiliki ketinggian sekitar 200-400
meter di atas permukaan laut, curah hujan yang cukup, serta tanah yang subur dan memiliki
pH antara 5,5-7,0. Setelah ditanam, pohon kakao akan membutuhkan perawatan seperti
penyiraman, pemupukan, serta pemangkasan untuk menjaga kualitas dan kuantitas hasil
panen.
2.3 Sifat Umum (Fisiko Kimia
Sortasi Penggudangan
Proses pengolahan buah kakao untuk menjadi produk cokelat batang yang siap untuk dikonsumsi
dilakukan dengan beberapa tahapan diantaranya yakni tahapan pascapanen kakao. Untuk memenuhi
standar kualitas mutu biji kakao yang dibutuhkan pasar nasional maupun internasional yaitu teknologi
fermentasi biji kakao adalah syarat utama dalam melakukan penanganan pascapanen kakao (Hayati,
2012).
Pengupasan buah kakao yang cepat juga mengurangi produksi asam laktat, asam volatil, asam
bebas. Namun, Samah et al (1993) mengemukakan bahwa rasa coklat dapat ditingkatkan dengan
menyimpan buah kakao selama 5 (lima) hari sebelum dikupas.
Listiyati (2014) menyatakan bahwa kualitas kakao yang dihasilkan dari perkebunan rakyat
mempunyai kualitas mutu yang rendah dikarenakan tidak dilakukan fermentasi serta banyak terdapat
kotoran dan jamur. Hal ini sesuai dengan pedapat sabahannur et al, (2016) mengatakan bahwa petani
kakao hampir sebagian besar mengolah buah kakao menjadi biji kering dengan cara dan alat yang
sederhana sehingga kurang lebih 90 persen biji kakao yang dihasilkan kualitasnya bermutu rendah yang
ciri-cirinya antara lain kurang kering, tumbuh jamur dan banyak mengandung kotoran (kontaminan).
Proses melakukan pasca panen terhadap tanaman perkebunan didefinisikan sebagai suatu kegiatan
penanganan produk hasil perkebunan yang dimulai dari pemanenan hingga telah siap menjadi bahan
baku atau produk yang siap untuk dikonsumsi (Henny, 2013) Alur prosedur proses pasca panen pada
buah kakao yang baik dan benar dimulai dengan sortasi biji kakao setelah itu biji kakao dipecahkan,
kemudian difermentasi untuk mendapatkan kualitas mutu baik, setelah difermentasi selanjutnya
dikeringan dengan cara dijemur kemudian dilakukan penyortiran sebelum dikemas, setelah itu yang
terakhir biji kakao disimpan kedalam gudang penyimpanan atau langsung dipasarkan.
Cita rasa khas cokelat sangat ditentukan oleh proses fermentasi dan peyangraian. Proses
fermentasi bertujuan untuk membentuk cita rasa khas, warna cokelat yang cerah, keeping biji yang
berongga dan juga menggurangi rasa pahit dan sepat pada biji kakao sehingga dapat menghasilkan
kualitas biji kakao yang bermutu tinggi dan aroma yang khas pada cokelat (Manalu, 2018). Rasa adalah
himpunan penciuman, sentuhan, dan kinestetik persepsi yang memungkinkan konsumen untuk
mengidentifikasi makanan, dan menetapkan tingkat kesenangan atau ketidaksukaan yang dibawahnya
(Buettner, 2017).
Biji kakao fermentasi akan menghasilkan produk cokelat batangan dengan citarasa khas
cokelat yang sangat kuat dan nilai manfaat kesehatan yang meningkat (Akhiriani, et al., 2012).
Sedangkan menurut Karmawati et al, (2010) bahwa biji kakao yang difermentasi yang berlebihan juga
tidak baik karena biji kakao yang difermentasi berlebihan akan mudah pecah, berwarna cokelat
kehitaman, cita rasa cokelat yang kurang baik dan berbau apek. Varietas kakao yang dipilih dan
fermentasi adalah jenis kakao yang mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi rasa, aroma,
dan warna bahan produk (Ozturk dan Young, 2017). Ini karena selama fermentasi prekursor dari rasa
akhir cokelat (keduanya mudah menguap dan senyawa nonvolatil) diproduksi (Alvarez et al, 2012).
Tahap selanjutnya yaitu proses pengolahan pasta kakao dan cokelat batang yang dilakukan oleh
tenaga kerja itu sediri. Proses pengolahan biji kakao menjadi cokelat batang secara ringkas dapat dilihat
pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1. maka uraian proses pembuatan produk olahan cokelat adalah
sebagai berikut:
a. Biji kakao kering adalah biji kako yang telah melewati tahap penyortiran dan fermentasi yang telah
dikeringkan, pengeringan biji kakao dilakukan dengan cara manual yaitu menggunakan sinar matahari
langsung yang dijemur hingga kering dengan tujuan untuk mengurangi kadar air pada biji kakao.
i. Proses Thempering berfungsi untuk menstabilkan adonan cokelat pada titik suhu 40°C dan pada saat
akan dicetak suhunya diturunkan menjadi 32°C sehingga adonan cokelat yang akan dicetak bisa
bertahan disuhu ruang (tidak mudah meleleh), kemudian cokelat yang dicetak warnanya lebih cerah
dan tidak terjadi fat blooming unutk cokelat convertur ataupun sugar blooming. Setelah proses
thempering maka cokleat siap untuk dicetak menjadi cokelat batang dengan menggunkan wadah mika
food grade agar cokleat batang tercetak dengan bentuk yang rapih, setelah itu cokelat dilakukan
pembekuan ke dalam freezer dengan suhu 40°C.