Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TEKNOLOGI KOPI, TEH, DAN KAKAO


“FERMENTASI BIJI KAKAO”

Disusun Oleh :

KELOMPOK 3
Pitra Charesna (21/473509/TP/13058)
Madeline Eveline (21/474917/TP/13112)
R.A Erlita Kirana P. (21/477192/TP/13146)
Sherine Gabrielle U. (21/482369/TP/13320)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fermentasi merupakan proses yang diyakini sudah menjadi bagian dari kehidupan
manusia sejak lama. Pada dasarnya, fermentasi dilakukan untuk membuat makanan tetap baik
dikonsumsi dalam jangka waktu yang lebih lama. Seorang ahli mikrobiologi abad ke-19,
memberikan pemahaman lebih pada masyarakat tentang proses fermentasi. Penelitiannya
tentang mikroorganisme menjadi salah satu tonggak penting dalam perkembangan ilmu
pengetahuan mengenai fermentasi. Seiring berkembangnya teknologi, di era modern ini sudah
banyak ditemukan berbagai teknologi untuk mengendalikan proses fermentasi supaya lebih
efisien pada industri makanan, minuman, farmasi, maupun energi.
Fermentasi sendiri merupakan proses yang melibatkan mikroorganisme untuk
menghasilkan suatu produk yang disebut metabolit primer dan sekunder dalam suatu
lingkungan terkendali (Herawati, 2011). Proses fermentasi pada mulanya banyak digunakan
pada pembuatan bir dan anggur. Berbagai biji-bijian dan buah-buahan difermentasi untuk
menghasilkan minuman beralkohol sesuai yang diinginkan. Di Indonesia sendiri, fermentasi
merupakan salah satu proses utama pembuatan berbagai produk-produk makanan yang banyak
ditemui dan populer di masyarakat, seperti tempe, tape, coklat, dan lain-lain.
Proses fermentasi banyak dimanfaatkan untuk mengawetkan makanan. Namun pada
produksi produk tertentu, fermentasi juga dilakukan untuk memberikan rasa, aroma, atau
tekstur yang khas. Pada dunia farmasi, fermentasi sangat penting untuk menghasilkan berbagai
obat antibiotik, vitamin, dan berbagai obat lainnya. Selain itu, tanpa disadari proses fermentasi
juga dapat meningkatkan kandungan nutrisi pada produk. Oleh karena itu, pada makalah ini
akan dijelaskan bagaimana pengaruh fermentasi, bagaimana proses fermentasi pada biji kakao,
dan variabel apa saja yang dikendalikan saat fermentasi pada biji kakao.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat ditentukan rumusan masalah
sebagai berikut,
1. Bagaimana peran atau pengaruh fermentasi pada proses pembuatan coklat
menggunakan biji kakao?
2. Bagaimana cara pengolahan proses fermentasi biji kakao pada proses pembuatan
coklat menggunakan biji kakao?
3. Faktor apa saja yang dapat dikendalikan saat berjalannya proses fermentasi biji kakao
pada proses pembuatan coklat menggunakan biji kakao?
BAB 2
PROSES FERMENTASI PADA BIJI KAKAO

A. Pengertian Fermentasi
Fermentasi adalah salah satu proses bioteknologi konvensional yang dibantu oleh
mikroorganisme, seperti ragi, bakteri, atau jamur (Griana & Kinasih, 2020). Fermentasi
umumnya terjadi pada kondisi anaerobik atau kondisi tanpa adanya udara lingkungan sekitar
yang dapat memengaruhi proses. Fermentasi dapat terjadi secara alamiah maupun sengaja
dilakukan untuk tujuan tertentu. Fermentasi yang sengaja dilakukan banyak dimanfaatkan pada
proses pangan. Pada dasarnya, fermentasi melibatkan penguraian zat-zat organik oleh
mikroorganisme menjadi produk sampingan, seperti alkohol, gas, dan lain-lain. Menurut Griana
& Kinasih (2020), mikroorganisme yang digunakan akan mengubah karbohidrat menjadi asam
organik melalui proses hidrolisis. Beberapa contoh proses fermentasi, seperti fermentasi
alkohol, fermentasi asam laktat, fermentasi asam asetat, dan lain-lain. Salah satu contoh produk
makanan hasil fermentasi adalah coklat. Cokelat dibuat dengan biji kakao. Salah satu proses
pasca panen biji kakao yang dilakukan adalah fermentasi. Proses fermentasi cokelat
mempengaruhi rasa dan aroma akhir produk. Selama proses fermentasi, kandungan air dalam
biji kakao akan banyak digunakan untuk reaksi enzimatik pada biji dan pertumbuhan mikrobia
(Apriyanto et al., 2017).
Tujuan dilakukannya fermentasi adalah untuk menambah masa umur simpan dari suatu
produk makanan sehingga produk tersebut tidak mudah membusuk. Selain itu, fermentasi juga
dapat membantu meningkatkan karakteristik organoleptik, seperti menambah rasa, bau, tekstur,
hingga nilai gizi. Makanan atau produk pangan lain hasil proses fermentasi berpotensi
mengandung bakteri baik atau jamur yang dapat berperan sebagai probiotik (Griana & Kinasih,
2020).
Menurut Aridona et al., (2015), fermentasi biji kakao dilakukan untuk menghancurkan
pulpa yang mempermudah lepas dari biji dan membentuk cairan pulpa serta mengusahakan
terjadinya reaksi biokimia dalam keping biji. Selain itu pada biji kakao, proses fermentasi
dilakukan untuk mendapatkan aroma, warna, dan rasa sesuai yang diinginkan. Asam organik
yang terbentuk selama proses fermentasi biji kakao dapat memicu perubahan biokimia yang
membentuk senyawa pemberi aroma, warna, dan rasa (Apriyanto et al., 2017).
B. Langkah-langkah Proses Fermentasi
Fermentasi adalah proses dimana substrat akan diubah oleh mikroorganisme seperti
kapang, ragi, atau bakteri. Mikroorganisme akan memecah substrat menjadi produk-produk
fermentasi, seperti alkohol, asam organik, dan senyawa aromatik. Fermentasi biji kakao
merupakan salah satu tahap penting dalam proses pengolahan biji kakao menjadi produk
olahan kakao, seperti cokelat, bubuk kakao, dan pasta kakao. Pada tahap ini, biji kakao akan
mengalami perubahan kimiawi dan fisika yang menghasilkan produk kakao yang memiliki
rasa, aroma, dan tekstur yang khas (Vuyst dan Weckx, 2016).
1. Pemanenan buah kakao
Buah kakao biasanya dipanen saat mencapai kematangan penuh, yaitu sekitar 6
bulan setelah penyerbukan. Waktu panen yang tepat memainkan peran penting dalam
menentukan kualitas akhir biji kakao. Buah biasanya siap dipanen ketika memenuhi kriteria
tertentu, seperti berubah warna dari hijau menjadi kuning atau oranye, batang buah mulai
mengering, dan biji kakao dapat dipetik dengan mudah. Menunda panen dapat
menyebabkan biji tumbuh di dalam buah dan mengurangi kandungan lemak dalam biji
kakao, yang dapat mempengaruhi kualitas produk akhir (Opoku-Ameyaw, dkk., 2010;
Munira dan Arsyad, 2021)
Pemetikan manual memungkinkan petani untuk memilih secara selektif buah yang
sudah matang, sementara alat mekanis dapat mempercepat proses panen tetapi mungkin
tidak selektif dalam memilih buah yang sudah matang. Pemetikan kakao dapat dilakukan
menggunakan alat seperti gunting pemangkas, golok, atau sabit, dan metode yang
digunakan tergantung pada preferensi petani dan ukuran perkebunan (Opoku-Ameyaw,
dkk., 2010; Pertiwi, 2019)
2. Pemilihan biji kakao
Biji kakao yang digunakan untuk fermentasi harus berkualitas baik. Biji kakao yang
berkualitas baik menurut Vuyst dan Weckx (2016). memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
● Kulit mulus dan tidak ada kecacatan: Kulit biji yang cacat dapat menyebabkan biji
mudah rusak dan berjamur
● Aroma yang khas: Aroma khas berasal dari kandungan senyawa aromatik pada biji
kakao
● Kadar air rendah: Kadar air rendah mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen
Menurut Opoku-Ameyaw, dkk (2010), pemilihan biji kakao secara manual dapat
dilakukan dengan cara berikut:
1. Buah kakao yang telah matang dikumpulkan dan dipisahkan dari buah kakao yang
belum matang atau busuk.
2. Buah kakao yang telah dipisahkan kemudian dipotong menjadi dua bagian untuk
mengeluarkan biji kakao.
3. Biji kakao yang telah dikeluarkan dari buahnya dibersihkan dari sisa-sisa daging buah
dan kotoran lainnya.
4. Biji kakao yang telah dibersihkan kemudian diseleksi berdasarkan kualitasnya.
3. Pembersihan biji kakao
Pembersihan biji kakao bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa kulit
yang menempel pada biji kakao serta menghilangkan bakteri dan mikroorganisme patogen
yang berpotensi merusak biji kakao. Pembersihan biji kakao menurut Kiyat, dkk. (2018)
dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1. Biji kakao yang telah dipilih dimasukkan ke dalam bak pencucian.
2. Biji kakao dicuci dengan air bersih menggunakan sikat atau alat pemukul.
3. Biji kakao yang telah dicuci kemudian ditiriskan.
4. Pemfermentasian biji kakao
Pemfermentasian biji kakao dilakukan dengan cara membiarkan biji kakao terurai
oleh mikroorganisme, terutama bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat akan mengubah
gula yang terdapat dalam biji kakao menjadi asam laktat. Asam laktat ini akan
menyebabkan biji kakao menjadi asam dan berwarna coklat. Proses fermentasi biji kakao
dapat berlangsung selama 3 hingga 7 hari, tergantung pada kondisi lingkungan dan jenis
biji kakao yang digunakan. Suhu fermentasi yang ideal adalah 30 hingga 40°C (Vuyst dan
Weckx, 2016).
Proses fermentasi biji kakao dapat dilakukan secara tradisional maupun modern:
● Pemfermentasian biji kakao secara tradisional: dilakukan dengan cara meletakkan biji
kakao dalam keranjang atau karung dan ditutup dengan daun pisang. Biji kakao
kemudian dibolak-balik secara berkala agar fermentasi berlangsung merata
● Pemfermentasian biji kakao secara modern: dilakukan dengan menggunakan mesin
fermentasi. Mesin fermentasi dapat digunakan untuk fermentasi biji kakao secara cepat
dan efisien. Mesin fermentasi dilengkapi dengan bak fermentasi, alat pengaduk, dan
alat pendingin. Biji kakao dimasukkan ke dalam bak fermentasi dan diaduk secara
berkala dengan menggunakan alat pengaduk. Suhu fermentasi dapat diatur dengan
menggunakan alat pendingin
(Vuyst dan Weckx, 2016; Schwan dan Fleet, 2015)
5. Pengeringan biji kakao
Pengeringan biji kakao adalah proses terakhir dalam pengolahan biji kakao mentah.
Proses ini bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kakao hingga mencapai 6-7%. Proses
pengeringan biji kakao dapat dilakukan secara tradisional maupun modern:
● Pengeringan biji kakao secara tradisional: dilakukan dengan cara menjemur biji kakao
di bawah sinar matahari langsung. Biji kakao dijemur selama 5-7 hari, tergantung pada
kondisi cuaca
● Pengeringan biji kakao secara modern: dilakukan dengan menggunakan mesin
pengering. Mesin pengering dapat digunakan untuk mengeringkan biji kakao secara
cepat dan efisien. Mesin pengering dilengkapi dengan rak pengering, alat pengatur
suhu, dan alat pengatur kelembapan. Biji kakao dimasukkan ke dalam rak pengering
dan dikeringkan dengan suhu 60-70°C selama 24-48 jam.
(Dzelagha, dkk., 2020; Ackah dan Dompey, 2021)
Proses fermentasi yang kurang akan ditandai dengan masih banyaknya biji kakao yang
berwarna ungu serta kepahitan yang cukup tinggi pada produk akhirnya. Sedangkan fermentasi
yang berlebih akan menyebabkan warna coklat gelap pada biji dan memiliki cita rasa coklat
yang sedikit, selain itu juga biji kakao menjadi beraroma tidak sedap (Widyantari, 2023).
BAB 3
PERUBAHAN KIMIA, FISIKA, DAN BIOLOGIS PADA BIJI KAKAO SELAMA
FERMENTASI
A. Perubahan kimia
1. Senyawa Alkohol
Senyawa alkohol berasal dari aktivitas mikroba dan degradasi asam amino.
Selama fermentasi, golongan alkohol meningkat, namun akan mengalami penurunan saat
proses pengeringan dan penyangraian. Beberapa alkohol, seperti 2-heptanol dengan
aroma citrusy dan 2-phenylethanol dengan aroma madu/floral, akan berkontribusi pada
aroma yang diinginkan (Taringan dan Iflah, 2017).
2. Aldehid keton
Konsentrasi tinggi aldehid dan keton diinginkan karena dapat berfungsi sebagai
penanda atau indikator dari kualitas kakao. Peningkatan kandungan aldehid, terutama
pada suhu fermentasi 60 ̊C, memiliki dampak yang lebih signifikan. Konsentrasi tinggi
aldehid, seperti 2-methylbutanal yang menjadi ciri khas rasa cokelat, juga diinginkan
(Taringan dan Iflah, 2017).
3. Ester
Senyawa ester terkait dengan rasa buah. Senyawa ini akan mengalami penurunan
kandungannya seiring berjalannya waktu fermentasi. Contohnya, senyawa ethyl acetate
dan 3-methyl-1-butanol acetate secara signifikan menurun selama periode fermentasi
selama 6 hari (Taringan dan Iflah, 2017).
4. Asam
Kandungan asam akan meningkat seiring bertambahnya waktu fermentasi.
Asam karboksilat merupakan salah satu senyawa golongan asam yang dapat
dijadikan sebagai indikator biji kakao yang belum disangrai. Senyawa asam lainnya
yang berperan penting adalah asam asetat yang merupakan hasil sintesis dari
oksidasi etanol pada tahap pertama fermentasi (Taringan dan Iflah, 2017).
5. Volatil
Senyawa dari golongan pyrazines merupakan komponen volatil paling penting
pada kakao yang telah disangrai. Kandungan senyawa pyrazine cenderung meningkat
seiring dengan berlangsungnya waktu fermentasi. Umumnya, senyawa pyrazine berasal
dari proses degradasi Stecker dalam reaksi Maillard. Prekursor pyrazine dapat ditemukan
dalam a-aminoketon. Lebih lanjut, tingkat kandungan pyrazine dapat dipengaruhi oleh
suhu dan peningkatan suhu selama proses pengeringan. Selain aroma khas kakao, juga
terdapat nuansa aroma kacang-kacangan (nutty), tanah (earthy), roasty, dan gree. Kakao
yang mengalami fermentasi dengan baik cenderung memiliki kandungan pyrazine yang
tinggi (Taringan dan Iflah, 2017).

B. Perubahan fisika
Selama proses fermentasi, pulpa di sekeliling biji kakao akan hilang dan
terbentuk prekursor flavor cokelat. Fermentasi juga memiliki peran untuk mendapatkan
warna yang lebih baik dari kakao, yaitu memunculkan warna cokelat kehitam-hitaman.
Padahal, biji kakao yang tidak mengalami proses fermentasi akan memiliki warna abu-
abu pekat dengan rasa yang lebih sepat (Taringan dan Iflah, 2017).

C. Perubahan biologis
Jenis mikroorganisme yang berkembang pada saat fermentasi sangat banyak,
tetapi yang berperan dalam proses fermentasi adalah ragi, bakteri asam laktat, bakteri
asam asetat, bakteri jenis Bacillus dan jamur filamenteus (Taringan dan Iflah, 2017).
BAB 4
FAKTOR- FAKTOR YANG DIKENDALIKAN DALAM PROSES FERMENTASI
A. Kondisi Lingkungan
1. pH
pH merupakan faktor paling mempengaruhi dalam suatu model proses
fermentasi kakao, yang mana akan menjadi indikasi dari perubahan biokimia dan
fisikokimia yang terjadi dalam proses. pH sebagai indikator dalam mengukur kadar
asam total dalam suatu proses fermentasi. Menurut Becket (2009), hasil sintesis dari
fermentasi biji kakao dalam kondisi anaerobik yaitu berupa asam laktat. Asam laktat
diperlukan pengendalian untuk menjaga aroma dan rasa dari cocoa. Pada penelitian
sebelumnya dijelaskan bahwa hasil dari pengukuran pH cocoa beans pada 5.0-5.5
menghasilkan biji kakao yang memiliki potensi aroma yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan pH pada 4.5-4.5 (Al Riza et al., 2023). pH dapat dikendalikan
dengan cara penyimpanan buah kakao sebelum fermentasi, laju aerasi, dan cara aerasi
(Hartuti et al., 2020).
2. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting untuk dikendalikan dalam proses
fermentasi karena dapat mempengaruhi durasi dan aktivitas mikrobiologi fermentasi,
sehingga kualitas flavor dan aroma dari produk akhir dari coklat akan terpengaruh
dengan pengendalian suhu. Proses fermentasi umumnya memerlukan suhu berkisar
pada rentang 25°C hingga 50°C (Lizarazo-Roman, A.N., 2020).
3. Durasi fermentasi
Durasi fermentasi kakao dipengaruhi oleh tipe kakao dan kondisi
lingkungan dari fermentasi. Pada umumnya, fermentasi kakao memerlukan waktu
pada rentang lima hingga tujuh hari (Lizarazo-Roman, A.N., 2020). Menurut
Guzman-Alvarez (2021), kakao Forastero dan Trinitario memerlukan fermentasi
antara lima hingga tujuh hari, sedangkan kakao jenis Criollo membutuhkan dua
hingga tiga hari fermentasi. Durasi fermentasi akan mempengaruhi dari aktivitas
mikrobia, dengan durasi yang lebih lama akan menyebabkan over-fermentation yang
mana terjadi tumbuhnya mikrobia yang tidak dikehendaki yang dapat merubah flavor
kakao (off-flavors) (Dewandari et al., 2021). Selain itu, durasi fermentasi yang terlalu
lama akan mempengaruhi aroma dan flavor dari biji kakao yang menghasilkan
senyawa volatil yang tidak diinginkan atau undesire (Rodriguez-Campos et al., 2012).

B. Microbial Activity
Aktivitas mikrobia sangat penting dikendalikan dalam proses fermentasi kakao
agar menghasilkan produk biji coklat yang memiliki flavor dan aroma desirable.
Pengendalian aktivitas mikrobia ini akan mencegah dari terjadinya over-fermentation
yang dapat membuat produk biji coklat menjadi off-flavor. Salah satu bentuk
pengendaliannya yaitu berupa penggunaan inokulum yang mengandung cocktail
mikrobia dengan konsentrasi tertentu yang dapat menjalankan proses fermentasi.
Cocktail mikrobia yang digunakan mengandung yeast berupa Saccharomyces cerevisiae
ver. Chevalieri, dua jenis bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus lactis dan Lactobacillus
plantarum, serta dua jenis bakteri asam asetat yaitu Acetobacter aceti dan Gluconobacter
oxydans subsp. Suboxydans (Schwan R.F., 1998).
Menurut Schawn (1998), dalam pengujiannya konsentrasi inokulum cocktail yang
direkomendasikan dalam penggunaannya pada fermentasi kakao yaitu sebesar 10^10
cells/g of pulp yang terdiri dari satu jenis yeast, dua jenis bakteri asam laktat, dan dua
jenis bakteri asam asetat yang telah dijelaskan sebelumnya.

BAB 5
KESIMPULAN

1. Biji kakao akan mengalami perubahan fisik, kimia, dan biologis selama proses fermentasi
kakao.
2. Proses fermentasi kakao dilakukan dengan pemanenan kakao, persiapan biji kakao, dan
fermentasi dalam keranjang.
3. Faktor yang dikendalikan selama proses fermentasi kakao, yaitu kondisi lingkungan dan
aktivitas mikroba.
DAFTAR PUSTAKA
Ackah, E. dan Dompey, E. (2021). Effects of fermentation and drying durations on the quality
of cocoa (Theobroma cacao L.) beans during the rainy season in the Juaboso District of
the Western-North Region, Ghana. Bulletin of the National Research Centre, 45(175)

Apriyanto, M., Sutardi, S., Supriyanto, S., & Harmayani, E. (2017). Fermentasi Biji Kakao
Kering Menggunakan Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus lactis, dan Acetobacter
aceti. Agritech, 37(3), 302-311.

Aridona, P. M., Wartini, M. N., & Arnata, W. I. (2015). Pengaruh lama fermentasi alami secara
aerob cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao terhadap karakteristik cuka
fermentasi. Rekayasa Dan Manajemen Agroindustri, 3(3), 82-91.

Beckett S.T., (2009). Industrial chocolate manufacture and use. 4th, Wiley-Blackwell, United
Kingdom

Dewandari, K. T., Rahmawati, R., & Munarso, S. J. (2021, February). The effect of techniques
and fermentation time on cocoa beans quality (Theobroma cacao L.). In IOP Conference
Series: Earth and Environmental Science (Vol. 653, No. 1, p. 012046). IOP Publishing.

Dimas Firmanda Al Riza, Angky Wahyu Putranto, Zaqlul Iqbal, Hendy Firmanto, Clara Dwi
Anggraini (2023). Prediction of Fermentation Index and pH of Cocoa (Theobroma cacao
L.) Beans Based on Color Features (Cut Test) and Partial Least Square Regression
Model. Food Science and Technology, 11(1), 54 - 62. DOI: 10.13189/fst.2023.110106.

Dzelagha, B.F., Ngwa, N.M., dan Bup, D.N. (2020). A Review of Cocoa Drying Technologies
and the Effect on Bean Quality Parameters. International Journal of Food Science.
https://doi.org/10.1155/2020/8830127

E. Guzmán-Alvarez, R., & G. Márquez-Ramos, J. (2021). Fermentation of Cocoa Beans.


IntechOpen. doi: 10.5772/intechopen.98756

Griana, T. P., & Kinasih, L. S. (2020, September). Potensi makanan fermentasi khas Indonesia
sebagai imunomodulator. In Prosiding Seminar Nasional Biologi (Vol. 6, No. 1, pp. 401-
412).

Hartuti, S., Bintoro, N., Karyadi, J. N. W., & Pranoto, Y. (2020). Analysis of pH and Color of
Fermented Cocoa (Theobroma cacao L) Beans using Response Surface Methodology.
Pertanika Journal of Science & Technology, 28(2).

Herawati, D. A., & Wibawa, D. A. A. (2011). Pengaruh konsentrasi susu skim dan waktu
fermentasi terhadap hasil pembuatan soyghurt. Jurnal ilmiah teknik lingkungan, 1(2), 48-
58.

Kiyat, W.E., Monica, A., Qomariyah, N., dan Manurung, B.S. (2018). Enzymes Involving in
Chocolate Processing. Journal of Food and Pharmaceutical Sciences, 6, 1-6.

Lizarazo-Roman, A.N. (2020). How Temperature during Fermentation Affects Quality and
Flavor in Cocoa Liquor. Proceedings of 2020 Virtual AIChE Annual Meeting. United
Kingdom: 16 November 2020.

Munira dan Arsyad, M. (2021). Post-harvest handling of cocoa commodities. IOP Conf. Series:
Earth and Environmental Science, 681. doi:10.1088/1755-1315/681/1/012070

Opoku-Ameyaw, K., Baah, F., Gyedu-Akoto, E., Anchirinah, V., Dzahini-Obiatey, H.K.,
Cudjoe, A.R., Aquaye, S., dan Opoku, S.T. (2010). Cocoa Manual: A source book for
sustainable cocoa production. Cocoa Research Institute of Ghana/Cadbury International
Ghana

Pertiwi, C. (2019). Studies on Manual Harvesting of Cacao to Inform Potential Technological


Advancements. [Master’s thesis, University of California].
https://escholarship.org/uc/item/5p00z69q

Rodriguez-Campos, J., Escalona-Buendía, H. B., Contreras-Ramos, S. M., Orozco-Avila, I.,


Jaramillo-Flores, E., & Lugo-Cervantes, E. (2012). Effect of fermentation time and
drying temperature on volatile compounds in cocoa. Food chemistry, 132(1), 277-288.
Schwan, R. F. (1998). Cocoa fermentations conducted with a defined microbial cocktail
inoculum. Applied and Environmental Microbiology, 64(4), 1477-1483.

Tarigan, E. B., & Iflah, T. (2017). Beberapa Komponen Fisikokimia Kakao Fermentasi dan Non
Fermentasi. Jurnal Agroindustri Halal, 3(1), 048-062.

Vuyst, L. D., dan Weckx, S. (2016). The cocoa bean fermentation process: from ecosystem
analysis to starter culture development. Journal of Applied Micobiology. 121(10), 5-17

Widyantari, A.A.A.S.S. (2023) ‘PROSES FERMENTASI TERHADAP PENGOLAHAN


KAKAO MENJADI PRODUK BAHAN PANGAN’, Program Studi Biologi Fakultas
Teknologi Informasi dan Sains Universitas Hindu Indonesia, 13(2).

Anda mungkin juga menyukai