Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN

HASIL PERKEBUNAN

“ Pengolahan kakao menjadi coklat dengan perbedaan perlakuan dalam wadah


fermentasi “

Dosen Pengampu : Ade Yulia, S.TP, M.Sc.

Nama : Surya Pieter Sinaga

NIM : J1A216060

TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia sebagai Negara agraris sudah lama dikenal sebagai
penghasil berbagai komoditas perkebunan yang dapat diandalkan. Pemerintah
Indonesia memberikan prioritas tinggi pada pengembangan dan perluasan
industri yang mengolah hasil pertanian, termasuk tanaman perkebunan.
Contoh tanaman perkebunan yang telah dan akan terus dikembangkan adalah
cengkeh, kakao, karet, kelapa sawit, kopi, lada, pala dan panili. Produksi
kakao Indonesia terus meningkat selama dua dekade terakhir dan saat ini
Indonesia merupakan negara produsen kakao terbesar ketiga di dunia.

Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) termasuk famili Sterculiaceae


merupakan tanaman yang dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun
sehingga dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi petani.
Cokelat yang dikenal oleh masyarakat diperoleh dari hasil pengolahan biji-
biji tanaman kakao, baik berupa bubuk cokelat untuk bahan baku pembuatan
kue, permen cokelat dan makanan kecil lainnya.

Produksi biji kakao Indonesia terus meningkat, namun mutu yang


dihasilkan masih rendah dan beragam. Masalah mutu ini antara lain
menyangkut biji kakao yang tidak terfermentasi dan biji kakao yang tidak
cukup kering. Persyaratan yang diinginkan ini sebenarnya dapat diperoleh
dengan penerapan teknologi fermentasi dan pengeringan yang tepat.

Proses fermentasi merupakan titik berat pengolahan biji kakao. Di


samping fermentasi menentukan mutu biji kakao, fermentasi juga
mempermudah penghancuran lapisan pulp yang melengket pada biji.
Fermentasi harus dilaksanakan dengan benar, cukup waktu dan jumlah biji
yang difermentasikan serta dihindari kontaminasi kotoran dan serangga.
Maka dari itu praktikum ini dilaksanakan untuk mengetahui perbedaan
kualitas produk akhir yaitu berupa bubuk coklat dengan membandingkan cara
fermentasi yang dilakukan, diantaraya ialah fermentasi dengan menggunakan
3 wadah yaitu bakul, baskom dan karung. Selain dari perbedaan wadah
fermentasi tersebut tidak ada faktor lain yang dibedakan.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk
mengetahui perbedaan kualitas hasil coklat yang dihasilkan dengan
menggunakan tempat fermentasi yang berbeda
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu komoditas


perkebunan di Indonesia. Kakao merupakan salah satu komoditas andalan
perkebunan yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian
Indonesia, yakni sebagai penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja
serta mendorong pengembangan agribisnis dan agroindustri. Menurut
Anonim (2012), luas areal tanaman kakao di Indonesia pada tahun 2012
tercatat 1,7 juta hektar dengan produksi sebesar 740.513 ton pertahun yang
menempatkan Indonesia sebagai negara produsen terbesar ketiga dunia
setelah Pantai Gading dan Ghana. Pantai Gading, dengan luas area kurang
lebih 1,6 Ha dan produksinya sebesar 1,3 juta ton per tahun dan Ghana
sebesar 900 ribu ton per tahun. Produksi kakao di Indonesia, dihasilkan dari
perkebunan rakyat yang sangat mendominasi yakni sekitar 92,7 %,
perkebunan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan perkebunan
swasta.

Pengolahan pasca panen biji kakao terdiri dari pengolahan primer


dan pengolahan sekunder. Pengolahan primer dimulai dari sortasi buah
sampai menjadi biji kakao kering siap olah. Sedangkan pengolahan sekunder
mencakup pengolahan biji kakao kering menjadi produk olahan kakao
setengah jadi berupa pasta kakao, bubuk kakao (cocoa powder) dan lemak
kakao (cocoa butter).

Alur proses pascapanen usaha perkebunan kakao yang baik dimulai


dari sortasi biji kakao, kemudian buah kakao dipecahkan, selanjutnya
difermentasi untuk mendapatkan mutu yang lebih baik. Setelah fermentasi
dilakukan, kemudian dikeringkan atau dijemur, kemudian disortir kembali
untuk diolah lebih lanjut, Namun demikian, menurut Karmawati, Elna dkk
(2010) bahwa biji kakao juga tidak baik jika berlebihan dalam proses
fermentasi karena biji kakao yang berlebihan proses fermentasinya akan
mudah pecah, berwarna coklat tua tidak cerah, cita rasa coklatnya kurang dan
berbau apek.

Buah yang siap dipanen atau dipetik adalah buah-buahan yang


masak optimal. Kriteria buah masak umumnya berdasarkan warna luarnya.
Warna ini dipengaruhi oleh jenis atau varietas tanaman kakao. Buah yang
semula berwarna merah jika masak akan berwarna jingga dan buah yang
semula hijau jika masak akan berwarna kuning (Heddy, 1990).

Pemetikan buah dilakukan hanya dengan memotong tangkai buah.


Tangkai buah disisakan kurang dari 0.5 cm untuk menghindari kerusakan
pada bantalan buah (Rasnasari, 1994). Pemetikan buah menggunakan pisau
berbentuk seperti huruf “L” yang disematkan pada galah panjang. Pemetikan
buah yang sulit dengan menancapkan ujung pisau kait yang runcing pada
buah kemudian diputar atau pemanen memanjat pohon. Hal ini dapat
meningkatkan kerusakan bantalan buah (Hayati, 2001).

Tahap pasca panen yang paling penting menentukan mutu biji kakao
yaitu fermentasi. Yusianto (1994) menyatakan bahwa fermentasi menjadi
proses mutlak yang harus dilakukan agar biji kakao kering mempunyai calon
aroma dan citarasa. Biji kakao kering yang tanpa mengalami proses
fermentasi terlebih dahulu tidak mempunyai citarasa khas cokelat. Yusianto et
al. (1995) menambahkan bahwa biji kakao yang tidak difermentasi kurang
menghasilkan citarasa cokelat dan mempunyai cacat citarasa bitter,
astringent, dan nutty yang tinggi.

Cara fermentasi yang umum digunakan dalam pengolahan kakao


adalah ”Box Fermentation” dan “ Heap Fermentation”. Selain dari keduanya
masih ada cara lain walaupun tidak dilakukan secara luas yaitu “Basket
Fermentation” dan “Tray Fermentation”.

Box Fermentation

Fermentasi dilakukan dalam sebuah peti yang terbuat dari kayu


keras, dasar peti biasanya dibuat dari plat – plat yang disusun sedemikian
rupa sehingga biji tidak bisa keluar tetapi sweating dapat mengalir. Selain itu
dapat juga dibuat dari papan yang diberi lubang perforasi yang berukuran 15
mm dengan jarak 10 – 15 cm. rongga atau lubang perforasi ini berguna untuk
mengalirkan sweating dan tempat lewatnya udara.

Heap Fermentation

Heap fermentation dilakukan dengan cara biji kakao diletakkan


dihamparan daun pisang yang disusun melingkar, setelah timbunan cukup
selanjutnya ditutup dengan daun pisang tambahan dan biji kakao dibungkus
dengan rapi. Lama fermentasi 6 hari dan pembalikkan dilakukan setelah 2
hari dan diulang lagi setelah 4 hari.

Basket Fermentation

Fermentasi ini sering juga dilakukan dalam keranjang seperti yang


dilakukan di Nigeria. Keranjang yang digunakan tidak mempunyai ukuran
tertentu dimana keranjang dilapisi oleh daun pisang kemudian baru
dimasukkan biji kakao basah.

Tray Fermentation

Cara ini adalah hasil pengembangan dari study mengenai heap


fermentation oleh Rohan. Tray atau talam yang digunakan 0,9 x 0,6 x 0,13
meter, bagian dasar talam dibuat dari plat – plat kayu dan dilapisi anyaman
agar dapat menahan biji.
BAB III
METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran
2019/2020 selama satu semester dengan waktu yang bervariasi di
Laboratorium Pengolahan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jambi

3.2. Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pisau


untuk untuk pemanenan buah, kayu pemukul kakao, wadah fermentasi
yang terdiri dari bakul, baskom dan karung, timbangan analitik, alat
penyangrai, blender, dan saringan.

Bahan-bahan yang digunakan ialah buah kakao, daun pisang,


matras sebagai alas pengeringan, saringan, sendok, dan plastic sebagai
tempat pengeringan dan hasil akhir

3.3. Prosedur Pelaksanaan


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Tabel 1. Jumlah Biji Kakao

No Kakako Jumlah Biji


1 Kakao 1 41
2 Kakao 2 44
3 Kakao 3 46
4 Kakao 4 32
5 Kakao 5 41
6 Kakao 6 44
Jumlah 248

Dari hasil pembelahan buah kakao, maka didapatkan hasil seperti


tabel diatas. Untuk proses selanjutnya dikarenakan menggunakan 3 wadah
fermentasi, maka biji kakao dibagi menjadi tiga bagian dengan kapasitas
untuk satu wadah yaitu sebanyak 80 biji kakao.
Setelah dilakukan proses fermentasi selanjutnya dilakukan proses
pengeringan, dan didapatkan hasil yang berbeda dari tiap tempat fermentasi
yang dimana ditandai dengan perbedaan warna dan karakteristik sebagai
berikut :

Wadah Hasil Fermentasi Berat Karakteristik

Bakul Bagus = 75
73,249 Gepeng = 2
gram Rusak = 3

Baskom Bagus = 78
63, 615 Gepeng = 1
gram Rusak = 1
Karung Bagus = 76
68, 436 Gepeng = 1
gram Rusak = 3

Hasil dari proses pengeringan kemudian dilanjutkan dengan


penyangraian dan dilanjutkan pengecilan ukuran atau penghalusan dengan
blender, dimana merupakan salahsatu proses penentu kualitas dari kakao yang
dihasilkan. Penyangraian bertujuan untuk mengembangkan rasa, aroma,
warna, memudahkan pelepasan kulit dari biji, mengurangi kadar air dan
mengendorkan kulit sehingga dengan mudah dapat dipisahkan kulitnya dari
proses pemisahan kulit biji.

Berikut ini disajikan hasil dari biji yang telah disangrai dan
kemudian dihaluskan hingga menjadi bubuk coklat :

Tempat Gambar Karakteristik

Warna = Coklat
Bakul Aroma = Khas dan Kuat
Rasa = Pahit Khas

Warna = Coklat kehitaman


Baskom Aroma = Khas dan Sedang
Rasa = Pahit
Warna = Coklat
Karung Aroma = Khas dan Rendah
Rasa = Pahit

4.2. Pembahasan

Dalam melakukan praktikum sangat panjang proses yang dilalui


mulai dari proses pemetikan buah kakao dari kebun hingga dihasilkan
produk akhir berupa bubuk coklat. Saat pemanenan harus memperhatikan
kriteria kematangan buah untuk mengurangi kesalahan pemanenan buah.
Biji muda dan biji lewat masak akan mempengaruhi proses pengolahan.
Biji muda akan menghasilkan biji kakao kering berbentuk gepeng,
mengkerut dan cacat citarasa. Menurut Wahcjar et al. (2009) biji yang
kurang masak atau tidak cukup tua, menyebabkan fermentasi tidak akan
sempurna karena kandungan gula dalam pulp masih rendah dan suhu yang
dicapai hanya sekitar 35 derajat celcius.

Tidak hanya pemanenan, perlakuan dalam pembelahan buah


kakao juga harus diperhatikan agar saat pembelahan tidak menyebabkan
kerusakan terhadap biji kakao, hal tersebut dapat ditangani dengan cara
membelah menggunakan kayu yang tumpul. Biji kakao yang telah dibelah
selanjutnya akan dilakukan fermentasi, yang dimana pada praktikum ini
mencoba untuk membandingkan hasil fermentasi dengan menggunakan
tiga wadah yang berbeda. Wadah pertama adalah bakul dari anyaman
bambu dan menggunakan penutup daun pisang, wadah kedua adalah
baskom berbahan plastic yang juga ditutup dengan daun pisang, dan bahan
ketiga adalah karung goni yang juga merupakan bahan dasar plastic
dengan menggunakan penutup karung itu sendiri.

Fermentasi merupakan kunci keberhasilan pengolahan biji kakao,


maka waktu fermentasi harus tepat agar mendapatkan hasil yang baik.
Waktu fermentasi yang terlalu cepat akan menghasilkan biji kakao yang
bermutu rendah yaitu slaty, biji yang teksturnya seperti keju. Sedangkan
bila terlalu lama akan biji yang rapuh dan timbul cita rasa yang tidak baik.
Semua itu tergantung juga pada macam kakaonya, tetapi pada umumnya
lama fermentasi sekitar 5 - 7 hari untuk kakao lindak, sedangkan kakao
mulia sekitar 3 - 4 hari (Susanto, 1994).

Tanda-tanda bahwa proses fermentasi sudah dapat diakhiri adalah


sebagai berikut: Biji kakao sudah tampak kering/lembab, berwarna cokelat
dan berbau asam cuka, lendir yang melekat pada biji sudah mudah
dikupas, bila dipotong melintang, penampang biji tampak seperti cincin
berwarna cokelat untuk kakao mulia, dan warna ungu sudah mulai hilang
pada kakao lindak (Susanto, 1994).

Hasil fermentasi selanjutnya dilakukan proses pengeringan, yang


dimana berperan penting dalam mengurangi kelat dan pahit. Tujuan utama
pengeringan adalah mengurangi kadar air biji dari sekitar 60% menjadi 6-7
% sehingga aman selama proses pengangkutan dan pengapalan menuju
pabrikan. Waktu penyinaran matahari pada biji kakao sangat tergantung
pada cuaca sehingga sangat sulit proses pengeringan dapat diselesaikan
kurang dari satu minggu (Wahyudi dkk ,2009).

Untuk mendapatkan produk berupa bubuk coklat atau cocoa


powder dapat diperoleh melalui proses penghalusan bungkil (cocoa cake)
dengan menggunakan blender pada praktikum ini. Untuk memperoleh ukuran
yang seragam, setelah penghalusan perlu dilakukan pengayakan. Bubuk
coklat relatif sulit dihaluskan dibandingkan bubuk/tepung dari biji-bijian lain
karena adanya kandungan lemak. Lemak yang tersisa di dalam bubuk mudah
meleleh akibat panas gesekan pada saat dihaluskan sehingga menyebabkan
komponen alat penghalus bekerja tidak optimal. Pada suhu yang lebih rendah
dari 34ºC, lemak menjadi tidak stabil menyebabkan bubuk menggumpal dan
membentuk bongkahan.

Adapun bubuk coklat yang didapatkan pada praktikum ini memiliki


karakteristik yang berbeda, baik dari segi warna, rasa dan aroma, hal tersebut
dipengaruhi akibat perbedaan tempat fermentasi yang telah dilakukan.
Perbedaan tersebut dapat diketahui dengan melakukan uji organoleptic
terhadap hasil dari praktikum yaitu berupa bubuk coklat. Secara kasat mata,
warna dari ketiga bubuk coklat tersebut tidaklah terlalu mencolok, sebab
warna lebih dominan dipengaruhi oleh ketidakseimbangan saat melakukan
proses penyangraian.

Akan tetapi jika diamati dari segi aroma, maka akan jelas terasa
berbeda bahwa aroma yang dihasilkan dari proses fermentasi menggunakan
bakul menghasilkan aroma yang lebih kuat, nikmat dan khas menandakan
kualitas sebuah bubuk coklat. Selanjutnya aroma terbaik diikuti oleh hasil
fermentasi dari baskom kemudia hasil fermentasi dari karung. Jika merujuk
pada beberapa teori yang ada, kualitas fermentasi kakao akan lebih baik jika
tempat fermentasi memiliki lubang kecil yang berguna sebagai tempat
mengeluarkan cairan dan sirkulasi udara, mengingat fermentasi yang terjadi
pada biji kakao adalah fementasi yang terjadi secara alami. Hal tersebut sesuai
dengan karakteristik daripada tempat fermentasi bakul.

Namun perlu diperhatikan juga bahwa pada fermentasi


menggunakan bakul juga memliki kekurangan yaitu pulp yang dihasilkan
terlihat lebih kotor jika dibandingkan dengan fermentasi yang dilakukan pada
tempat yang lain yaitu baskom dan karung. Namun untuk memperoleh rasa
dan aroma yang nikmat akan tetap lebih baik jika melakukan fermentasi
dengan tempat yaitu bakul dan penutup daun pisang.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari praktikum ini adalah bahwa dalam
mengolah kakao menjadi produk akhir berupa bubuk coklat perlu dilakukan
upaya-upaya tambahan yang bersifat mutlak, upaya tersebut meliputi cara
pemanenan, pengupasan, pengeringan, penyangraian dan yang terpenting ialah
proses fermentasi.
Proses fermentasi berpengaruh terhadap kualitas produk akhir dari
biji kakao, dimana kualitas terbaik dengan melakukan uji organoleptic
didapatkan hasil bahwa fermentasi menggunakan wadah bakul dan penutup
dengan daun pisang akan menciptakan aroma yang khas terhadap produk
bubuk coklat, begitupun dengan rasa yang dihaslikan akan terasa lebih nikmat.
Akan tetapi terdapat satu kelemahan jika menggunakan wadah bakul
yaitu pulp yang dihasilkan terlihat lebih kotor dibandingkan wadah fermentasi
lainya.

5.2. Saran
Adapun saran setelah berlangsungnya praktikum ini adalah agar
kedepannya pengujian terhadap hasil yang diperoleh dapat lebih dalam lagi,
tidak hanya uji organoleptic saja.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2012. Manfaat buah dan coklat. http://dunia-belajarr.blogspot.com [ 30


Desember 2012]

Hayati, A. 2001. Pengelolaan Pemanenan Kakao (Theobroma cacao L.) di Kebun


Batulawang PT Perkebunan Nusantara VIII, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Heddy, S. 1990. Budidaya Tanaman Cokelat. Angkasa Bandung. Bandung. 130


hal.

Karmawati Elna, Zainal Mahmud, Syakir M., Joni Munarso, I Ketut Ardhana dan
Rubiyo. (2010). Budidaya dan pasca panen Kakao. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan,
Kementan, Bogor.

Rasnasari. 1994. Pengelolaan Kakao (Theobroma cacao L.) di Perkebunan


Rajamandala PTP XII, Jawa Barat dengan Aspek Khusus Panen dan
Pengelolaan Hasil. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Susanto, T. dan B. Saneto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina


Ilmu, Surabaya.

Wachjar, A., Hariyadi, dan Winasa I., W. 2009. Buku Ajar Teknik Budidaya,
Panen, Pasca Panen Kakao. Departemen Agronomi dan Hortikultura.
IPB. Bogor.

Wahyudi, T., Panggabean, T.R. dan Pujiyanto. 2009. Panduan Lengkap Kakao:
Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya,
Jakarta.

Yusianto, Budi, S., dan Wahyudi, T. 1995. Analisis mutu kakao lindak
(Theobroma cacao L.) pada beberapa perlakuan fermentasi. Pelita
Perkebunan 11(1): 45-55.

Yusianto. 1994. Fermentasi secara sederhana untuk perkebunan rakyat. Warta


PPKKI 18: 11-17.
LAMPIRAN
Gambar 1.

Anda mungkin juga menyukai