Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRATIKUM TEKNOLOGI BIOENERGI

“PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH TOMAT


BUSUK ”

Dosen Pengampu Matakuliah : Yernisa, S. TP. M.Si


Dosen Pembimbing Pratikum : Lisani, S. TP. M.P
Asisten Pratikum : Akbar Ilham

Kelompok 2 :
1. Sri Dewi Wahyuni (J1A216006)
2. Surya Fieter Sinaga (J1A216060)
3. Danang Prasetyo (J1A215011)

TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI ERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
1
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Biogas berasal dari kata bios yang artinya hidup, sedangkan gas adalah
sesuatu yang keluar dari tungku atau dari perapian atau lubang yang dihasilkan oleh
makhluk hidup melalui proses tertentu. Proses yang dimaksud adalah proses
fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob atau bakteri yang
hidup dalam kondisi kedap udara. Biogas mempunyai sifat mudah terbakar,
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah atau
LPG untuk memasak dan untuk penerangan.
Bahan baku utama pembuat biogas adalah limbah yang berasal dari bahan
organik contoh bahan organik tersebut adalah kotoran dan urine ternak, limbah
pertanian sayuran, limbah industri tahu, ikan pindang dan brem juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk memproduksi biogas.
Berdasarkan bahan baku yang diperlukan dan teknik pembuatannya maka
instalasi biogas dapat dibuat dimanapun, artinya biogas dapat dihasilkan dimanapun
juga. Instalasi biogas dapat dibuat dalam bentuk yang sederhana dan murah, ataupun
dalam bentuk yangmenengah sampai skala besar untuk kepentingan beberapa rumah
secara bersama
Sejarah penemuan biogas diawali dari proses anaerobik yang tersebar di
benua Eropa. Ilmuan Volta menemukan gas yang ada di rawa-rawa pada tahun 1770,
kemudian avogadro mengidentifikasi tentang gas metana. Setelah tahun 1875
dipastikan bahwa biogas merupakan produk dari proses anaerobik digestion.
Pastoer melakukan penelitian tentang biogas menggunakan kotoran hewan pada
tahun 1884. Era penelitian Pastoer menjadi landasan untuk penelitian biogas hingga
saat ini.
Orang yang pertama mengkaitkan gas bakar ini dengan proses pembusukan
adalah Alessandro Volta pada tahun 1776, kemudian pada tahun 1806, Willlam
2
Henry dapat mengidentifikasikan gas yang dapat terbakar tersebut sebagai metan.
Becham pada tahun 1868 salah satu murid Louis Pasteur dan Tappeiner pada tahun
1882 memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan metan.
Alat pencerna aerobik atau disebut digester pertamakali dibangun pada tahun
1900. Pada tahun 1950 pemakaian biogas di Eropa mulai ditinggalkan, karena BBM
semakin murah dan mudah untuk memperolehnya. Demikian juga di Negara-negara
berkembang. Namun, saat ini dengan semakin meningkatnya harga minyakdunia
dan kekhawatiran akan habisnya cadangan minyak, maka hamper semua Negara
kembali melakukan upaya pencarian sumber energi alternative dan salah satunya
adalah biogas.
Di Indonesia, pengembangan biogas menjadi penting dan mendapat
perhatian dari pemerintah dan masyarakat setelah dikeluarkannya kebijakan
pemerintah dalam mengurangi / memangkas subsidi BBM. Dampak selanjutnya
adalah masyarakat memanfaatkan kayu bakar sebagai sumber energi alternatif.
Penebangan hutan menjadi tidak terkontrol, sehingga mengancam kelestarian
tanaman, mengakibatkan banjir dan tanah longsor, serta menipisnya cadangan air.
Oleh karena itu dinas / instansi terkait perlu mendukung program pengembangan
biogas di wilayahnya.

1.2. Rumusan Masalah


Permasalah dalam penelitian ini adalah bagaimana cara memanfaatkan limbah
dari tomat untuk digunakan sebagai potensi sumber biogas.

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui proses pembuatan bio-gas dari limbah tomat.
2. Untuk mengetahui berapa besar gas metana yang dihasilkan dari input bahan baku
limbah tomat sampai bertekanan maksimal

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kebutuhan akan energi sudah menjadi kebutuhan pokok manusia pada saat ini.
Tingginya penggunaan energi di Indonesia dipengaruhi oleh meningkatnya
pertumbuhan penduduk dan meningkatnya perkembangan industri. Lebih dari
setengah dari peningkatan konsumsi energi global digunakan untuk pembangkit
listrik. Energi yang digunakan untuk pembangkit listrik naik dari 42% pada tahun
2016 menjadi 45% pada 2035 (BP Energy Outlook, 2016). Pasokan untuk
mendapatkan energi saat ini masih didominasi oleh sumber energi fosil yaitu minyak
bumi, batubara, dan gas alam yang dimana sangat beresiko karena sumber energi
fosil tidak dapat diperbaharui. Penggunaan minyak sebagai sumber energi
menimbulkan persoalan serius pada lingkungan berkaitan dengan emisi gas rumah
kaca, terutama CO2, yang merupakan penyebab terjadinya pemanasan global
(Haryanto, 2014).
Biogas adalah gas yang terbentuk karena proses fermentasi secara anaerob dari
bahan–bahan limbah atau sisa maupun bahan–bahan organik lainnya. Untuk
menghasilkan biogas dibutuhkan reaktor biogas (digester) yang merupakan suatu
instalasi kedap udara sehingga proses dekomposisi bahan organik dapat berjalan 5
secara optimum (Wahyuni, 2015).
Biogas merupakan salah satu sumber energi alternatif yang berkembang pesat
dalam dasawarsa terakhir. Teknologi pembuatan biogas memanfaatkan kotoran
organik, baik kotoran hewan maupun sampah sayuran dan tumbuhan dengan
memanfaatkan bakteri anaerob yang terdapat dalam kotoran tersebut untuk proses
fermentasi yang menghasilkan gas metan (Firdaus, 2005). Pada umumnya semua
jenis bahan organik dapat diproses menghasilkan biogas. Tetapi hanya bahan
organik homogen, baik padat maupun cair yang cocok untuk sistem biogas
sederhana.

4
Pemanfaatan kotoran ternak pada umumnya digunakan langsung sebagai pupuk
kandang tanpa pengolahan, sehingga potensi kotoran ternak yang cukup tinggi
tersebut mempunyai tingkat kegunaan yang terbatas. Banyak bahaya yang
ditimbulkan oleh penggunaan kotoran ternak yang belum dilakukan pengolahan
pada lingkungan yaitu berupa terganggunya sistem (keseimbangan alam), gangguan
penyakit atau racun bagi manusia, satwa, atau biota lainnya. Terdapat berbagai cara
pengo lahan kotoran ternak seperti pembuatan kompos maupun biogas.
Kotoran hewan lebih sering dipilih sebagai bahan pembuatan biogas, karena
ketersediaannya yang sangat besar di seluruh dunia. Bahan ini mempunyai
keseimbangan nutrisi, mudah diencerkan, dan relatif dapat diproses secara biologi.
Teknologi pengolahan bahan organik dengan proses fermentasi pertama kali
dikembangkan di Okinawa Jepang oleh Profesor Dr. Teruo Higa pada tahun 1980.
Teknologi ini dikenal dengan teknologi EM (Effective Microorganism). Sebelum
tahun 1980, penelitian dan penerapan proses fermentasi masih terbatas pada proses
fermentasi untuk pembuatan bahan makanan, termasuk pakan ternak, dan belum
banyak dilakukan untuk pengolahan limbah organik serta penyuburan tanah. Di
Indonesia kita sudah mengenal proses fermentasi ini melalui proses peragian kedelai
dalam pembuatan tempe, tauco, kecap; fermentasi susu menjadi keju, yogurt;
serta masih banyak lagi. (Ayub et al, 2015).
Fermentasi merupakan proses penguraian atau perombakan bahan organik yang
dilakukan dalam kondisi tertentu oleh mikroorganisme fermentatif. Sasaran proses
fermentasi adalah biomolekul seperti karbohidrat, protein, dan lipid. Kondisi
lingkungan yang mendukung proses fermentasi antara lain adalah derajat keasaman,
kadar air, dan adanya mikroorganisme fermentasi (Hasiholan, 2015).

5
BAB III
METODOLOGI PRATIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Pratikum ini dilaksanakan pada hari kamis, 14 Maret 2019 pukul 08.00 WIB.
Diabolaturium Pengolahan dan di lapangan, Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Jambi.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan ada praktikum ini pada praktikum ini adalah timbangan,
blender, pisau, plastik, erlenmeyer, corong, pengaduk, gelas ukur, aluminium foil,
penggaris, karet gelang, botol air mineral ukuran 1.5 L dan balon. Sedangkan bahan
baku yang digunakan adalah bahan baku masing-masing kelompok, air dan EM4.
3.3. Prosedur Kerja
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Bahan baku kemudian dipotong
kecil-kecil dan ditimbang sebanyak 500 gr, kemudian bahan baku diblender dengan
penambahan air sebanyak 500 ml atau perbandingan bahan baku dan air 1:1.
Selanjutnya masukkan larutan bahan baku yang telah diblender ke dalam
erlenmeyer, lalu ditambahkan EM4 sebanyak 40 ml kedalam erlenmeyer kemudian
dihomogenkan sampai merata. Kemudian larutan bahan baku yang telah
ditambahkan EM4 dimasukkan kedalam botol air mineral ukuran 1.5 L, lalu diujung
botol ditambahkan balon diujung botol air mineral lalu balan diikat menggunakan
karet gelang. Balon digunakan sebagai penampungan gas metana. Lakukan
pengamatan selama 1 minggu dan ukur volume gas metana yang terdapat didalam
balon tersebut.

6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Tabel hasil biogas terhadap besar balon pada pada praktikum pembuatan
biogas dari ampas tebu :
No Minggu Bentuk balon
1. Pertama Tidak berubah
2. Kedua Oksigen berkurang
3. Ketiga Oksigen berkurang

Pada praktikum ini tidak didaptkan hasil biogas dengan tanda


mengembangnya balon sebagai indicator terdapatnya kandungan gas pada hasil
fermentasi, akan tetapi balon dan botol aqua semakin mengkerut dan semakin
tersedot jumlah oksigen di dalamnya.

4.2. Pembahasan
Sampah organik sayur-sayuran dan buah-buahan adalah substrat yang
digunakan untuk menghasilkan biogas. Proses pembuatan biogas dilakukan secara
fermentasi yaitu proses terbentuknya gas metana dalam kondisi anaerob dengan
bantuan bakteri anaerob di dalam suatu digester sehingga akan dihasilkan gas
metana (CH4) dan gas karbon dioksida (CO2) yang volumnya lebih besar dari gas
hidrogen (H2), gas nitrogen (N2) dan asam sulfida (H2S). Proses fermentasi
memerlukan waktu 7 sampai 10 hari untuk menghasilkan biogas dengan suhu
optimum 35oC dan pH optimum pada range 6,4 – 7,9. Bakteri pembentuk biogas
yang digunakan yaitu bakteri anaerob seperti, Methanobacterium, Methanobacillus,
Methanococcus dan Methanosarcina (Price dan Cheremisinoff, 1981). Sebagai
contoh, pada pembuatan biogas dari bahan baku limbah tomat.

7
Proses pembentukan biogas dilakukan secara anaerob. Bakteri methanogenik
adalah bakteri yang sensitif terhadap kehadiran oksigen sehingga alat-alat yang
dibutuhkan harus kedap udara. Sedikit saja terjadi kebocoran pada alat dapat
menyebabkan kegagalan terbentuknya biogas. Pada dasarnya efisiensi produksi
biogas sangat dipengaruhi berbagai faktor seperti penambahan EM4 ke dalam
sampel.
Kegagalan dalam praktikum ini harus dilakukan penelitian secara mendalam
sebab tidak bias hanya menduga-duga apa penyebabnya. Oleh karena itu sangat
diperlukan untuk kedepannya anaisis terhadap produksi biogas dalam praktikum ini,
namun meskipun demikian mahasiswa telah mengetahui secara umum bagaimana
proses dan cara untuk membuat biogas dengan memanfaatkan limbah tomat.

8
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pratikum yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa
biogas yang kami buat dari limbah tomat tidak terbentuk atau mengalami kegagalan,
faktor penyebab kegagalan ini menjadi kajian utama pada praktikum dikesempatan
berikutnya. Namun dalam praktikum ini dapat diperoleh pengetahuan bagaimana
cara untuk membuat dan mengetahui proses pembuatan biogas dengan
memanfaatkan limbah sayuran yang dimana kami menggunakan limbah tomat.

5.2. Saran
Pada praktikum selanjutnya harus lebih mengkaji tentang aspek yang
menyebabkan biogas dapat terbentuk, sehingga jika terjadi kegagalan akan dapat
diketahui secara umum apa penyebabnya.

DAFTAR PUSTAKA
9
Ayub, A. Haryanto, S. Prabawa. 2015. Produksi Biogas dari Rumput Gajah
(Pennisetum Purpureum) Melalui Proses Fermentasi Kering.Artikel Ilmiah
Teknik Pertanian Lampung: 33 – 38 (abe.fp.unila.ac.id).

British Petroleum (BP). 2016. BP Energi Outlook to 2035. BP Energy Outlook :


Outlock to 2035.

Firdaus. 2005. Biogas Limbah Peternakan yang Menjadi Sumber Energi


Alternatif. Wartazoa. Vol. 16 : 160 – 169.

Haryanto, A. 2014. Energi Terbarukan. Bandar Lampung. Bab V : 195 – 246.

Hasiholan, U.H. 2015. Produksi Biogas dari Campuran Umbi Singkong dengan
Kotoran Sapi. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.

Wahyuni, S. 2015. Panduan Praktis Biogas. Penebar Swadaya. Jakarta Timur.


116 hlm.

10

Anda mungkin juga menyukai