KELOMPOK 10:
1.2 Tujuan...........................................................................................................3
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................21
5.1 Kesimpulan.................................................................................................23
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
mikroorganisme yang berkembang pada saat fementasi sangatlah banyak tetapi
yang berperan adalah ragi, bakteri asam laktat, bakteri asam asetat), bakteri jenis
Bacillus dan jamur filamenteus.
Berbeda dengan kakao yang tidak difermentasi umumnya langsung
mengalami proses pengeringan dan citarasa yang dihasilkan kurang baik.
Sebagian besar petani kakao Indonesia biasanya melakukan pemanenan tanpa
fermentasi. Umumnya buah kakao dipanen, dihilangkan pulpanya, dijemur,
selanjutnya dijual.
Fase pertama fermentasi dalam kondisi anaerob diawali dengan tumbuhnya
mikroorganisme yaitu ragi. Ragi selanjutnya tumbuh di sekeliling pulpa biji kakao.
Ragi bermanfaat untuk membuat suasana lingkungan menjadi asam,
memperbanyak fermentasi karbohidrat, dan menurunkan kandungan oksigen.
Metabolisme ragi pada saat fermentasi sangat cepat yang menyebabkan konsumsi
gula sederhana sehingga dihasilkan etanol dan karbondioksida.
Fermentasi alkohol diawal merupakan reaksi yang cukup eksotermis dengan
energi 93.3 kJ dengan peningkatan suhu hingga mencapai 25-45˚C. Pada hari ke
dua, pulpa sudah mulai terurai akibat ragi pektinolitik. Fase kedua berada dalam
kondisi aerob dimana bakteri asam asetat aktif mengoksidasi alkohol menjadi
asam asetat, sehingga menghentikan aktivitas bakteri asam laktat. Empat hari
fermentasi suhu tumpukan biji kakao mencapai 42- 52˚C. Terbentuknya asam
asetat dan temperatur yang tinggi pada hari kedua akan mengakibatkan kematian
biji sehingga dinding sel terbuka. Perubahan kimia yang kompleks terjadi di
dalam biji, seperti aktivitas enzim, oksidasi dan pemecahan protein menjadi asam
amino. Hasil degradasi merupakan peptide, asam amino bebas dan gula reduksi
yang merupakan senyawa prekursor dari citarasa dan warna cokelat. Reaksi kimia
ini menyebabkan timbulnya aroma dan warna cokelat. Biji kakao jenis Criollo
umumnya membutuhkan waktu fermentasi yang lebih rendah yaitu 2-3 hari
dibandingkan Forastero yang membutuhkan waktu 5-8 hari.
2
1.2. Tujuan
a. Untuk mengetahui perubahan sifat kimia pada fermentasi biji kakao.
b. Untuk mengetahui pengaruh fermentasi biji kakao pada kualitas cokelat.
c. Untuk mengetahui perbedaan fermentasi alami kakao dan dengan yang
menggunakan mikroba tertentu.
1.3. Manfaat
a. Agar dapat mengetahui perubahan sifat kimia pada fermentasi biji kakao.
b. Agar dapat mengetahui pengaruh fermentasi biji kakao pada kualitas
cokelat.
c. Agar dapat mengetahui perbedaan fermentasi alami kakao dan dengan
yang menggunakan mikroba tertentu.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Fermentasi dilakukan untuk memperoleh biji kakao kering yang bermutu
baik dan memiliki aroma serta cita rasa khas coklat. Citra rasa khas coklat
ditentukan oleh fermentasi dan penyangraian. Biji yang kurang fermentasi
ditandai dengan warna ungu, bertekstur pejal, rasanya pahit dan sepat, sedang
yang berlebihan fementasi akan mudah pecah, berwarna coklat seperti coklat tua,
cita rasa coklat kurang dan berbau apek. (Karmawati dkk, 2010).
Menurut Penido dkk. (2013), penambahan biakan Saccharomyces
cerevisiae dan beberapa biakan bakteri lain dapat meningkatkan kinerja fermentasi
biji kakao. Penambahan inokulum diawal menyebabkan peningkatan jumlah S.
cerevisiae, L. lactis dan A. aceti, sehingga perubahan proses fermentasi lebih baik.
Metabolisme S. cerevisiae, L. lactis dan A. aceti menghasilkan etanol, asam laktat,
dan asam asetat.
Mikrobia akan melakukan perombakan senyawa gula dalam pulp menjadi
asam-asam organik selama fermentasi. Asam akan berdifusi masuk ke dalam biji
dan menginduksi reaksi enzimatik untuk membentuk senyawa calon rasa, aroma,
dan warna (Afoakwa dkk., 2014). Menurut Schwan dan Wheals (2004),
keberhasilan fermentasi biji kakao dipengaruhi oleh substrat dan jumlah mikrobia
selama fermentasi. Sehingga perlu diupayakan pengembalian kandungan air biji
kakao sebelum fermentasi.
5
BAB III
REVIEW JURNAL
A. Tujuan Penelitian
Untuk menguji viabilitas dua bakteri yang dienkapsulasi Lactobacillus
plantarum 564 (probiotik potensial) dan Lactobacillus plantarum 299 (probiotik
komersial) dalam coklat hitam setelah produksi dan selama 360 hari penyimpanan
pada suhu kamar terhadap pengaruh pada senyawa volatil dan karakteristik
sensorik produk akhir cokelat.
B. Metode Penelitian:
Terdapat beberapa tahapan penelitian yang digunakan.
1. Variasi vegetatif dan kondisi kultur yang merupakan proses pembiakkan
strain atau bakteri dalam MRS broth (Merck, Darmstadt, Germany) pada
suhu 37°C dalam kondisi anaerobik.
2. Proses Enkapsulasi Lactobacillus plantarum
3. Proses produksi cokelat dengan ditambahkannya enkapsulasi
Lactobacillus plantarum pada saat suhu lebih rendah dari 40°C, dengan
pencampuran blender selama 5 menit
6
4. Viabilitas bakteri probiotik dengan menentukan jumlah sel yang layak
dari kedua bakteri dengan metode pelat standar dan nilai-nilai yang
dinyatakan sebagai unit pembentuk koloni per gram (cfu / g) coklat.
5. Analisis Komposisi kimiawi sampel dark chocolate (kadar air, protein,
lemak, abu dan karbohidrat) ditentukan menurut metode AOAC.
6. Proses analisis kulaitas sensorik sampel dark coklat menggunakan metode
penilaian yang dimodifikasi untuk evaluasi sensorik coklat seperti yang
mencakup sifat-sifat berikut; penampilan (bentuk, warna, kilap dan
permukaan), sifat mekanik (struktur, pecah, tahan banting dan kenyal),
sifat geometris (berpasir), sifat permukaan (kelembaban dan lubrikasi),
aroma (bau, rasa) dan sifat dinamis lainnya (kelarutan).
7. Analisa statistik menggunakan metode analisis ANOVA, least signifikan
difference (LSD), dan analisis komponen utama dari data sensorik dan
volatil dianalisis menggunakan perangkat lunak unscrambler, versi 9.7
(CAMO ASA, Trondheim, Norwegia).
C. Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa penambahan bakteri probiotik pada
coklat memiliki dampak positif bagi kesehatan salah satunya meningkatkan
kekebalan tubuh tetapi dengan jumlah bakteri yang cukup. Dari segi komposis
kimia coklat yang ditambahkan bakteri probiotik dengan coklat yang tidak
ditambahkan bakteri probiotik memiliki kadar air, lemak dan protein yang tidak
jauh berbeda. Aktivitas bakteri probiotik setelah produksi dan selama
penyimpanan dapat mempengaruhi beberapa sifat coklat seperti tekstur, tampilan,
rasa, dan juga aroma.
D. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian di peroleh kesimpulan:
- Penambahan bakteri probiotik pada coklat memberikan dampak positif bagi
kesehatan
- Aktivitas bakteri probiotik selama penyimpanan mengurangi umur simpan dan
juga karakteristik sifat coklat (tekstur, tampilan, rasa dan aroma)
7
- Komposisi kimia antara coklat probiotik dan coklat biasa tidak jauh berbeda.
E. Kelebihan
Penambahan bakteri probiotik sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh seperti
meningkatkan kekebalan tubuh, peningkatan daya cerna, menurunkan kolestrol
dan menyeimbangkan mikrobiota dalam usus.
F. Kekurangan
Coklat yang di tambahkan bakteri probiotik memiliki umur simpan lebih
singkat dan mempengaruhi karakteristik (tekstur, rasa, tampilan dan aroma) coklat
hasil produksi.
8
3.2. Jurnal Kedua
Judul Jurnal Cocoa Fermentations Conducted with a Defined
Microbial Cocktail Inoculum
Penulis Rosane Freitas Scwhan
Tanggal terbit 20 Januari 1998
Halaman 7 halaman (64.4 (1998): 1477-1483)
ISSN 1098-5336 (Online)
Edisi Applied and Environmental Microbiology
Sumber https://doi.org/10.1128/AEM.64.4.1477-1483.1998
A. Tujuan Penelitian
Mengetahui perbedaan fermentasi alami kakao dan dengan yang
menggunakan mikroba tertentu koktail inokulum.
B. Metode Penelitian
Tahapan metode yang dilakukan:
1. Protokol fermentasi. Melakukan seleksi biji kakao yang layak untuk
difermentasi pada box-box yang sudah disterilkan dengan etanol untuk
mencegah kontaminasi oleh mikroba.
2. Penyampelan. Sampel diambil setiap 6 jam, dan setiap sampel terdiri dari
40 biji kako yang diambil dari titik 30 cm dari dinding box dan 45 cm dari
permukaan atas. Setelah itu, biji dipindahkan ke labu erlenmeyer yang
berisi 400 ml air pepton 0,1% dan sedikit pasir untuk menghilangkan
lendir pulp.
3. Pencacahan dan identifikasi mikroorganisme. Proses identifikasi
mikroorganisme menggunakan metode yang standar. Untuk semua spesies
yang teridentifikasi akan digunakan untuk perbandingan.
4. Penggunaan mikroorganisme pada koktail yang ditentukan. Semua
mikroorganisme di koktail tertentu yang digunakan telah diisolasi
sebelumnya dari biji kakao yang telah difermentasi.
9
5. Substrat dan metabolit. Etanol, asam asetat, asam laktat, asam malat, asam
suksinat, asam oksalat, glukosa, sukrosa, dan fruktosa diperoleh dari
ekstrak pulp dan dianalisis. Analisis dilakukan dengan cairan bertenaga
tinggi sistem kromatografi dilengkapi dengan sistem deteksi ganda yang
terdiri dari detektor UV dan detektor indeks bias (RI).
6. Kualitas biji fermentasi. Uji potong (indeks fermentasi) yang bergantung
pada perubahan warna, merupakan uji standar yang digunakan untuk
menilai kesesuaian biji kakao untuk pembuatan coklat. Uji potong
dilakukan dengan sampel terpisah pada waktu yang berbeda setelah biji
dikeringkan dibawah sinar matahari.
7. Evaluasi organoleptik. Sampel biji dikeluarkan dari kotak fermentasi
dengan waktu yang berbeda, dikeringkan, dipanggang, dan dibuat menjadi
coklat pada CEPLAC. Evaluasi organoleptik dilakukan oleh enam orang
yang terlatih khusus untuk menggunakan deskripsi organoleptik standar.
C. Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang didapat:
1. Pada percobaan pertama, kontaminasi terjadi di kotak B karena
terkontaminasi dari alat yang digunakan untuk membalik pulp, dan
percobaan keempat adalah dilakukan dengan biji yang terlalu matang yang
mengandung gula jauh lebih rendah sehingga menyebabkan fermentasi
lebih lambat dan kurang kuat.
2. Ragi S. cerevisiae var. chevalieri dipilih karena spesies S. cerevisiae
adalah khamir yang dominan dan varietas khusus ini menghasilkan
pektinase, dapat memfermentasi semua gula pulp pada pH 3.5 – 4.2,
toleran terhadap etanol, dan ada pada awal fermentasi alami.
3. Mengisolasi kembali spesies. Selain dua bakteri asam asetat yang
diinokulasi, tipe ketiga diidentifikasi. Organisme ini memiliki 80%
karakteristik G. oxydans subsp. Suboxydans tetapi juga memiliki
kemampuan untuk tumbuh dan mengoksidasi etanol, yang merupakan
10
karakteristik dari A. aceti. Hibrida semacam itu telah ditemukan
sebelumnya di sari buah apel fermentasi dan fermentasi kakao, yang
mungkin mewakili relung khusus untuk varietas ini. Organisme ini
mendominasi populasi bakteri asam asetat setelah 96 jam.
4. Fermentasi aseptik. Tidak diinokulasi, kondisi kontaminasi rendah yang
digunakan untuk kotak B sangat berhasil, mikroba kontaminasi dan
aktivitas metabolik tetap tidak signifikan selama percobaan. Terjadi
peningkatan suhu sekitar 4°C dan peningkatan pH menjadi 4.0 setelah 36
jam, mungkin mencerminkan aktivitas biokimia endogen, tapi tidak ada
perubahan lebih lanjut yang terjadi.
5. Ditemukan sejumlah kecil jamur berserabut dibagian permukaan yang
diangin-anginkan yang lebih dingin didalam kotak C dan D, tetapi tidak
ada yang muncul ditengah fermentasi massa. Tidak ditemukan jamur
berserabut di kotak B.
6. Saat bakteri asam laktat hadir pada awal fermentasi alami atau diinokulasi,
hasilnya identik, ada sedikit peningkatan konsentrasi dan kemudian
penurunan drastis sampai organisme tidak terdeteksi.
7. Gula, etanol, asam laktat, dan asam asetat. Dalam ketiga fermentasi ragi
yang ada sejak waktu nol, semua gula menghilang dengan cepat, dan tidak
ada perbedaan yang signifikan antar kotak. Akibatnya, profil etanol identik
dalam segala hal saat terjadi fementasi. Konsentrasi asam laktat diubah
dengan profil yang sama di ketiga kotak, kecuali ada penundaan sekitar 12
jam dalam penampilan dan hilangnya asam laktat dalam kultur diinokulasi
dengan bakteri asam laktat pada 24 jam.
8. Tidak ada perbedaan signifikan pada suhu dan pH antara kotak A dan C,
terutama selama tahap awal fermentasi yang penting. Kotak D juga sama,
hanya saja peningkatan suhu keduanya ditunda dan dikurangi besarnya dan
pH tetap lebih rendah secara signifikan pada akhirnya.
9. Kualitas dari biji yang telah difermentasi. Tes pemotongan menunjukkan
hasil yang signifikan. Fermentasi alami (kotak A) memakan waktu 6
sampai 7 hari sampai perubahan biji selesai. Fermentasi di kotak C tidak
11
berbeda secara signifikan dalam kecepatan atau efisiensi. Namun,
fermentasi diperoleh setelah inokulasi bertahap (kotak D) jauh lebih
rendah karena hanya 90% biji yang utuh difermentasi setelah 7 hari.
Sampel dari kotak B menunjukkan tidak ada perubahan yang cocok terjadi
di kotak B.
10. Analisis sensor. Bau dari pulp selama fermentasi berubah dari seperti ragi
lalu menjadi alkoholik lalu menjadi cuka llalu menjadi maltlike di akhir.
Analisis sensoriknya cukup rumit karena beberapa karakteristik rasa kakao
harus kuat, beberapa harus lemah (seperti keasaman, kepahitan, dan
kebuah-buahan), dan beberapa harus tidak ada. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa coklat yang dibuat dari kotak A, C, dan D memiliki
sedikit perbedaan rasa dan semuanya memuaskan. Tapi, dalam urutan
preferensi, para tester lebih menyukai kakao yang difermentasi selama 7
hari di kotak A, selama 6 hari di kotak C, selama 7 hari di kotak D, dan
selama 7 hari di kotak B.
D. Kesimpulan
Ada dua cara sebelumnya untuk menggunakan starter fermentasi kakao.
Namun, dalam kedua studi tersebut tidak ada upaya yang dilakukan untuk
menghilangkan mikroflora alami, ragi nonfermentatif atau khamir dicoba dan
tidak berhasil, tidak ada bakteri yang ditambahkan, dan tidak ada bukti bahwa
fermentasi dapat ditingkatkan atau dipercepat dengan pendekatan ini. Dengan
mengatur kondisi awal yang baik, inokula dapat dianggap salah satu cara untuk
membuat cokelat dengan kualitas yang lebih bagus dan baik.
E. Kelebihan
Penjelasan cukup rinci dan mudah dipahami bagi pembaca.
F. Kekurangan
Beberapa kata terjadi kesalahan penulisan sehingga menyebabkan kesalahan
arti.
12
3.3. Jurnal Ketiga
Judul Jurnal Evaluasi Sensori Produk Cokelat Batangan Berbahan
Baku Biji Kakao Kering Pada Berbagai Perlakuan
Fermentasi
Penulis Mulono Apriyanto dan Yulianti
Tanggal terbit 3 November 2020
Halaman 7 halaman (9.2 (2020): 53-59)
ISSN 2598-5132 (Online)
Edisi Jurnal Teknologi Pertanian
Sumber https://doi.org/10.32520/jtp.v9i2.1155
A. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui penerimaan panelis pada coklat batangan yang dihasilkan
dari berbagai perlakuan fermentasi pada biji kakao kering jemur.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah variasi
fermentasi yang terdiri dari dua perlakuan, yaitu penambahan inokulum secara
bertahap (A1) dan penambahan inokulum secara serentak diawal fermentasi (A2).
Inokulum yang ditambahkan adalah S. cerevisiae (FNCC 3056), L. lactis (FNC
0086) dan A. aceti (FNCC 0016). Perlakuan kontrol adalah biji kakao kering
tanpa fermentasi (A0). Analisis data menggunakan Duncan Multiple Range Test
(DMRT).
C. Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa atribut rasa pahit dan sepat yang muncul
pada pengujian deskriptif coklat batang disebabkan oleh kandungan polifenol biji
kakao. Semakin tinggi konsentrasi polifenol dalam coklat maka akan
meningkatkan rasa pahit dan sepat. Proses fermentasi dengan penambahan
inokulum pada biji kakao akan menurunkan kadar polifenol, karena selama
fermentasi terbentuk asam-asam organik yang menginduksi proses ensimatik serta
13
proses biokimia yang menghasilkan perubahan warna dan penurunan senyawa
polifenol. Penambahan inokulum secara bertahap menghasilkan biji kakao dengan
kadar polifenol paling rendah, sehingga coklat batang yang dihasilkan fermentasi
perlakuan A1 paling disukai karena memberikan sensasi rasa pahit dan sepat yang
lebih rendah dibandingkan perlakuan A0 dan A2.
D. Kesimpulan
Coklat batang yang dibuat dari biji kakao perlakuan A1 memiliki rasa asam,
pahit, dan sepat yang lebih sedikit serta lebih diterima dan disukai panelis
dibandingkan dengan coklat batang dari biji kakao perlakuan A0 dan A2. Proses
pembuatan coklat batang tidak memberikan pengaruh besar pada kandungan
polipenol biji kakao sehingga rasa pahit dan rasa sepat coklat batang sangat
dipengaruhi keberhasilan proses fermentasi biji kakao.
E. Kelebihan
Beberapa kelebihan dari jurnal ini antara lain :
1. Memaparkan secara jelas dan lengkap latar belakang mengapa dilakukan
penelitian ini.
2. Adanya hasil dari peneliti-peneliti sebelumnya yang juga mempunyai tipe
penelitian sejenis sehingga dapat menjadi bahan banding peneliti.
F. Kekurangan
Beberapa kelemahan dari jurnal ini antara lain :
1. Penulis membuat kekeliruan penulisan pada hasil dan pembahasan
2. Metode penelitian yang dijelaskan pada isi jurnal dengan yang dijelaskan
pada abstrak dan hasil penelitian berbeda. Metode penelitian pada isi
jurnal mejelaskan bahwa variasi fermentasi terdiri dari 3 perlakuan,
sedangkan pada abstrak dan hasil penelitian memaparkan variasi
fermentasi yang dilakukan terdiri dari 2 perlakuan.
14
3.4. Jurnal Keempat
Judul Jurnal Fermentasi Biji Kakao Kering Menggunakan
Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus lactis, dan
Acetobacter aceti
Penulis Mulono Apriyanto, S. Sutardi, S. Supriyanto, Eni
Harmayani
Tanggal terbit 3 Agustus 2017
Halaman 10 halaman (37.3 (2017): 302-311)
ISSN 2527-3825 (Online)
Edisi Jurnal Agritech
Sumber https://doi.org/10.22146/agritech.17113
A. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perubahan sifat kimia pada fermentasi biji kakao kering
jemur.
B. Metode Penelitian
Buah kakao varietas forastero yang sudah dikeringkan memiliki kadar air
15%. Kemudian dibasahi dengan air sebanyak 60 ml selanjutnya difermentasi
selama 5 hari (120 jam) secara spontan pada suhu kamar dan diambil data
perubahan gula reduksi, kandungan etanol, dan suksesi mikrobia selama
fermentasi untuk menentukan kualitas hasil fermentasi diukur pH dan keasaman
biji dan indeks fermentasi. Kadar air biji kakao ditentukan dengan menggunakan
metode gravimetri, sedangkan kadar gula reduksi pulp basah, pulp kering
menggunakan metoda Nelson-Somogy.
C. Hasil Penelitian
1. Kandungan Gula Reduksi
Gula reduksi merupakan hasil perombakan pektin, pati, dan sukrosa yang
terkandung dalam pulp dan tetes tebu oleh mikroba selama fermentasi. Gula
15
reduksi berfungsi sebagai pembentuk etanol dan senyawa calon rasa dalam biji
kakao. Kadar gula reduksi pada biji kakao kering jemur lebih rendah dari gula
reduksi pada biji kakao segar, hal ini mengindikasikan bahwa proses fermentasi
biji kakao kering dalam penelitian ini berjalan lebih lambat, jika dibandingkan
dengan proses fermentasi biji kakao basah.
16
optimal memiliki indeks warna <1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan penambahan inokulum secara bertahap pada kakao kering menunjukan
indeks fermentasi mencapai 1,03 yang artinya memiliki hasil fermentasi yang baik.
D. Kesimpulan
Biji kakao kering jemur dapat perbaiki mutunya melalui perendaman
selanjutnya difermentasi dengan perlakuan kontrol, penambahan inokulum diawal
fermentasi maupun secara bertahap. Perbaikan mutu biji kakao kering jemur
terlihat dari perubahan kimia pada biji kakao kering jemur pasca fermentasi.
E. Kelebihan
Informasi yang disajikan lengkap.
F. Kekurangan
Seringkali ditemukan pembahasan yang berbelit-belit.
17
3.5. Jurnal Kelima
Judul Jurnal Perubahan Fisik dan Kimia Biji Kakao Selama
Fermentasi
Penulis Hilaria Alviyan Sigalingging, Selly Harnesa Putri, Tajul
Iflah
Tanggal terbit 2020
Halaman 8 halaman (2.2 (2020))
ISSN 2656-6559
Edisi Jurnal Industri Pertanian
Sumber http://jurnal.unpad.ac.id/justin/article/view/24113
A. Tujuan Penelitian
Mengetahui perubahan fisik dan kimia biji kakao selama fermentasi.
B. Metode Penelitian
Pertama di lakukan fermentasi biji kakao selama 5 hari. Biji kakao diaduk
setiap 2 hari sekali agar proses fermentasi merata. Kemudian di lakukan uji pH
tumpukan menggunakan pH meter yang diletakkan pada tumpukan biji kakao
yang difermentasi sampai pH meter menunjukkan pH biji kakao. Selanjutnya di
lakukan uji total asam, pertama membuat larutan homogen dengan campuran
kakao dan aquades, lalu larutan tersebut di filtrasi setelah itu filtrat di titrasi
dengan NaOH sampai pH filtrat mencapai 8,1. Selanjutnya dilakukan uji kadar air
biji kakao menggunakan biji kakao yang di haluskan lalu di masukkan kedalam
oven selama 4 jam dengan suhu ± 1050C dengan kondisi cawan porselen tertutup.
Setelah itu cawan porselen diambil dan dipindahkan kedalam desikator untuk
didinginkan selama ±15 menit, lalu dilakukan penimbangan untuk memperoleh
data kadar air pada sampel. Kemudian di lakukan uji Pengukuran indeks
fermentasi biji kakao, biji kakao yang di haluskan kemudian di tambahkan larutan
HCl-Methanol kemudian disimpan didalam kulkas dengan suhu ±40C selama 24
jam. Kemudian disaring menggunakan kertas saring lalu filtrate hasil penyaringan
18
dibaca menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 460 nm dan
530 nm. Selanjutnya di lakukan pengujian mutu biji kakao yang dilakukan dengan
menimbang beratnya, diperoleh data bahwa dalam 100 gram biji kakao kering
terdapat sebanyak 86 biji kakao. Selanjutanya di lakukan Pengukuran kadar air
biji kering dilakukan sama dengan pada saat pengukuran kadar air biji fermentasi
namun menggunakan 2 perlakuan. Pertama pengovenan biji kako halus selama 4
jam dengan suhu 105C kemudian dimasukkan kedesikator dan ditimbang hingga
diperoleh kadar airnya. kedua dilakukan dengan menggunakan cara yang terdapat
dalam SNI 2323-2008, tentang biji kakao. Yang terakhir yaitu Prinsip penetapan
kadar abu dilakukan dengan cara pengabuan sampel pada suhu 550-6000C.
C. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini yaitu Selama fermentasi berlangsung pH tumpukan biji
kakao mengalami perubahan. pH menurun pada saat biji kakao difermentasi
selama 1 hari hingga 4 hari, namun mengalami peningkatan kembali pada hari ke
5. Kadar air biji kakao mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari hari
pertama hingga hari kedua yaitu ±2.13% namun mengalami penurunan pada hari
ketiga yaitu ±0.99% dan hampir konstan pada hari ke 4 dan ke 5. Indeks
fermentasi biji kakao fermentasi bernilai 1 setelah difermentasi selama 3 hari, dan
menunjukkan angka yang sama di hari ke 4 dan ke 5. Kadar air biji kakao kering
±4%, dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara proses pengukuran
kadar air menggunakan cara yang biasa di laboratorium dengan cara yang
dianjurkan pada SNI 2323-2008 tentang uji kadar air biji kakao kering dan mutu
biji kakao tersebut telah memenuhi SNI 2323-2008.
D. Kesimpulan
Fermentasi merupakan proses pengolahan biji kakao yang memegang
peranan penting untuk memperoleh biji kakao yang diinginkan karena
berpengaruh terhadap cita rasa, warna coklat serta aroma. Selama fermentasi
berlangsung pH tumpukan biji kakao mengalami perubahan. pH menurun pada
saat biji kakao difermentasi selama 1 hari hingga 4 hari, namun mengalami
19
peningkatan kembali pada hari ke 5. Kadar air biji kakao mengalami peningkatan
yang cukup tinggi dari hari pertama hingga hari kedua yaitu ±2.13% namun
mengalami penurunan pada hari ketiga yaitu ±0.99% dan hampir konstan pada
hari ke 4 dan ke 5. Indeks fermentasi biji kakao fermentasi bernilai 1 setelah
difermentasi selama 3 hari, dan menunjukkan angka yang sama di hari ke 4 dan ke
5. Kadar air biji kakao kering ±4%, dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara proses pengukuran kadar air menggunakan cara yang biasa di laboratorium
dengan cara yang dianjurkan pada SNI 2323-2008 tentang uji kadar air biji kakao
kering dan telah memenuhi SNI 2323-2008.
E. Kelebihan
1. Metodologi penelitian ini sangatlah runtut dan jelas sehingga pembaca
mudah memahaminya.
2. Hasil penelitian ini sangat detail.
F. Kekurangan
Tidak dituliskan tujuan penelitian tersebut.
20
BAB IV
PEMBAHASAN
Hasil dari review kelima judul tersebut adalah biji kakao yang difermentasi
dengan penambahan mikroorganisme berpengaruh terhadap kualitas cokelat. Pada
jurnal yang berjudul “Perubahan Fisik dan Kimia Biji Kakao Selama Fermentasi”
menjelaskan bahwa fermentasi biji kakao memegang peranan penting untuk
memperoleh biji kakao yang diinginkan karena berpengaruh terhadap cita rasa,
warna coklat serta aroma.
Kemudian pada jurnal yang berjudul “Fermentasi Biji Kakao Kering
Menggunakan Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus lactis, dan Acetobacter
aceti” dijelaskan bahwa pada proses fermentasi, penambahan inokulum secara
bertahap menunjukan naiknya suhu fermentasi dan naiknya populasi S. cerevisiae,
L. lactis, dan A. aceti serta meningkatkan jumlah kontentrasi etanol, asam laktat,
dan asam asetat yang dihasilkan. Sehingga dapat dikatakan proses fermentasi
berjalan dengan baik.
Hasil penelitian pada jurnal kedua diperkuat oleh jurnal ketiga yang
berjudul “Evaluasi Sensori Produk Cokelat Batangan Berbahan Baku Biji Kakao
Kering Pada Berbagai Perlakuan Fermentasi”. Jurnal ini memberi kesimpulan
bahwa proses fermentasi biji kakao yang berjalan dengan sempurna akan
memberikan pengaruh pada kualitas rasa cokelat batang yang dihasilkan. Pada
jurnal ini dijelaskan bahwa proses fermentasi dengan penambahan S. cerevisiae, L.
lactis, dan A. aceti pada biji kakao akan menurunkan kadar polifenol.
Penambahan inokulum secara bertahap menghasilkan biji kakao dengan kadar
polifenol paling rendah. Semakin rendah kadar polifenol, akan menurunkan rasa
pahit dan sepat pada cokelat.
Begitu pula dengan hasil jurnal yang berjudul “Cocoa Fermentations
Conducted with a Defined Microbial Cocktail Inoculum” juga menyatakan bahwa
inokula dapat dianggap salah satu cara untuk membuat cokelat dengan kualitas
yang lebih bagus dan baik dengan catatan harus mengatur kondisi awal yang baik.
21
Berbeda dengan keempat jurnal tadi, jurnal yang berjudul “The Sensory
Quality and Volatile Profile of Dark Chocolate Enriched with Encapsulated
Probiotic Lactobacillus plantarum Bacteria” diperoleh hasil bahwa proses
produksi cokelat dengan ditambahkannya enkapsulasi Lactobacillus plantarum
menghasilkan cokelat yang baik untuk kesehatan, salah satunya meningkatkan
kekebalan tubuh tetapi dengan jumlah bakteri yang cukup. Namun, aktivitas
bakteri berdampak pada umur simpan produk cokelat yang mempengaruhi
beberapa sifat cokelat seperti tekstur, tampilan, rasa dan juga aroma.
22
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Fermentasi biji kakao memegang peranan penting untuk memperoleh biji
kakao yang diinginkan karena berpengaruh terhadap cita rasa, warna
coklat serta aroma.
2. Penambahan mikroorganisme saat fermentasi mempengaruhi kualitas
cokelat yang dihasilkan.
23
DAFTAR PUSTAKA
24